BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Munculnya praktik manajemen laba (earnings management) dapat dijelaskan dengan teori keagenan. Banyak penelitian yang menggunakan teori keagenan (Agency Theory) untuk meneliti sebuah kasus yang berhubungan dengan earnings management. Konsep dari teori keagenan ini adalah hubungan atau kontrak yang terjadi antara principal dan agen. Principal memperkerjakan agen untuk melakukan tugas untuk kepentingan principal termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan keputusan dari principal kepada agen (Anthony dan Govindarajan, 2005). Jika agen berbuat tidak sesuai dengan kepentingan principal maka akan terjadi konflik di dalamnya (agency conflict), sehingga kemudian memicu munculnya biaya keagenan (agency cost). Salah satu kendala yang muncul di dalam kontrak antara principal dan agen ialah adanya asimetris informasi. Karena hubungan antara agen dan principal didasari atas kontrak, maka manajer membuat suatu kontrak yang lebih efisien dan bisa mendasari hubungan antara agen dan principal. Setidaknya kontrak yang efisien itu memuat dua faktor, yaitu : 9 10 1) Agen dan principal memiliki informasi yang simetris, artinya baik agen maupun majikan memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi yang tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan pribadi. 2) Risiko yang dipikul agen terkait dengan imbal jasa adalah kecil, berarti imbalan yang diterimanya dapat dipastikan besar. (Sukartha, 2007). Kenyataannya, informasi yang simetris itu tidak pernah terjadi dan manajer tidak mendapatkan kontrak yang sesuai dan efisien tersebut. Dan akhirnya hubungan yang terjadi antara principal dan agen ini selalu dilandasi oleh asimetris informasi. Manajer sebagai pengelola tentunya memiliki informasi yang lebih akurat mengenai keadaan di dalam perusahaan dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan para pemegang saham. Manajer berkewajiban memberikan informasi yang merupakan sinyal atas keadaan perusahaan di masa itu. Sinyal yang diberikan manajer bisa berupa laporan keuangan ataupun pengungkapan informasi akuntansi lainnya. Akan tetapi terkadang sinyal yang diberikan oleh manajer tidak ditangkap dengan baik oleh para pemegang saham sehingga timbulah suatu asimetri informasi (information asymmetric). Manajer menjadi lebih oportunistik karena dia memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan pemilik perusahaan, sedangkan pemilik sulit mengontrol manajer secara efektif karena hanya memiliki sedikit informasi dari seluruh informasi yang ada. Di dalam teori keagenan ini kita akan mendapatkan gambaran mengenai bagaimana praktik earnings management itu bisa diminimalkan melalui 11 penerapan Good Corporate Governance. Corporate governance diharapkan dapat berfungsi sebagai alat untuk memberi keyakinan pada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Pembentukan dewan komisaris dan pembentukan komite audit adalah beberapa cara pengawasan yang telah dikembangkan di perusahaan-perusahaan modern untuk mengatasi masalah keagenan ini. 2. Earnings management Secara umum earnings management didefinisikan sebagai upaya manajer untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan. (Sulistyanto, 2008). Tetapi masih belum dapat dipastikan secara tepat bahwa earnings management ini termasuk tindakan kecurangan atau bukan. Bagi praktisi, earnings management ini termasuk tindakan kecurangan karena pada dasarnya earnings management merupakan perilaku oportunis seorang manajer untuk mempermainkan angka-angka di dalam laporan keuangan sesuai dengan tujuan yang ingi dicapainya. Sedangkan bagi akademisi, earnings management merupakan rekayasa pelaporan keuangan yang masih dalam batas-batas tertentu yang tidak melanggar standar pelaporan keuangan. Hal ini dilakukan oleh manajemen dengan memanfaatkan wewenangnya dan memilih metode-metode akuntansi yang digunakan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Manajer memiliki keleluasaan untuk memilih standar yang paling menguntungkan bagi perusahaannya. Keleluasaan manajer tersebut membuat tindakan earnings management menjadi sah dimata 12 umum. Belkaoui (2007:206) dalam Pujiningsih (2011) memaparkan isu-isu di dalam earnings management, antara lain : 1. Earnings management yang bertujuan untuk memenuhi harapan dari analisis keuangan atau manajemen (yang diwakili oleh peramalan laba dari publik). 2. Earnings management bertujuan untuk mempengaruhi kinerja harga jangka pendek dengan berbagai cara. 3. Earnings management berakhir dan dapat bertahan karena informasi yang asimetris suatu kondisi yang disebabkan oleh informasi yang diketahui manajemen namun tidak ingin untuk mereka ungkapkan. 4. Earnings management terjadi dalam konteks suatu kumpulan pelaporan yang fleksibel dan seperangkat kontrak tertentu yang menentukan pembagian aturan diantara pemegang kepentingan. 5. Strategi perusahaan bagi earnings management mengikuti satu atau lebih dari tiga pendekatan (memilih dari pilihan-pilihan yang ada dalam GAAP, pilihan aplikasi yang ada dalam opsi menggunakan akuisisi serta deposisi aktiva dan waktu untuk melaporkannya). 6. Earnings management merupakan suatu hasil usaha untuk melewati ambang batas. 7. Earnings management dapat berasal dari pemenuhan perjanjian kontrak kompensasi implicit. 8. Earnings management tumbuh dari ancaman dua bentuk aturan yakni aturan industry spesifik dan aturan antitrust. 13 9. Laba negatif secara tiba-tiba umumnya lebih merugikan daripada revisi ramalan negatif. Earnings management merupakan tindakan yang cukup penting di dalam pelaporan akuntansi keuangan, walaupun ada beberapa pihak yang menganggap bahwa tindakan ini bukan merupakan suatu fraud namun tidak bisa kita pungkiri earnings management telah menghalangi investor untuk memperoleh informasi yang sebenar-benarnya mengenai laba untuk mengevaluasi return dan risiko portfolionya. Menurut Scott (2011), ada beberapa faktor yang mendorong manajer melakukan praktik earnings management, yaitu: 1. Perencanaan Bonus Faktor ini diungkapkan oleh Healy (1985), bahwa manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara oportunistik untuk melakukan earning management dengan memaksimalkan laba saat ini. 2. Motivasi Lain Faktor lain yang dapat mendorong manajer untuk melakukan earnings management adalah politik, pajak, pergantian CEO, IPO dan pentingnya informasi kepada investor. a) Motif Politik Earnings management digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat. 14 b) Motif Pajak Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi earning management yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan. c) Pergantian CEO CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka dan jika kinerja perusahaan buruk akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan. d) IPO Informasi mengenai laba menjadi sinyal atas nilai perusahaan pada perusahaan yang akan melakukan IPO. Hal ini berakibat bahwa manajer perusahaan yang akan go public melakukan earnings management menaikkan harga saham perusahaan. e) Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik. Pola earnings management menurut Scoot (2011) dapat dilakukan dengan cara : a. Taking a Bath Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa datang. 15 b. Income Minimization Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya. c. Income Maximization Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income maximizationbertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang. d. Income Smoothing Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil. 3. Discretionary Revenue Discretionary revenue diperkenalkan oleh Stubben (2010) atas dasar ketidakpuasan terhadap model akrual yang umum digunakan saat ini. Pertama, keterbatasan model akrual adalah bahwa estimasi cross-sectional secara tidak langsung mengasumsikan bahwa perusahaan dalam industri yang sama menghasilkan proses akrual yang sama. Kedua, model akrual juga tidak menyediakan informasi untuk komponen mengelola laba perusahaan dimana model akrual tidak membedakan peningkatan diskresionari pada laba melalui pendapatan atau komponen beban (Stubben, 2010). Dechow and Schrand (2004) dalam Stubben (2010), menemukan bahwa lebih dari 70 persen kasus SEC 16 Accounting and Auditing Enforcement Release melibatkan salah saji pendapatan. Model conditional revenue dari Stubben (2010) menggunakan piutang akrual daripada akrual agregat sebagai fungsi dari perubahan pendapatan. Sebagai komponen akrual utama, piutang memiliki hubungan empiris yang kuat dan hubungan konseptual langsung pada pendapatan. Dalam penelitiannya terdahulu, Stubben (2006) menemukan bukti bahwa hubungan antara perubahan piutang dan perubahan pendapatan yang lebih besar daripada hubungan antara current accrual dan perubahan piutang. Hal ini juga berhubungan dengan kebijakan manajemen yang dapat menentukan atau mengambil keputusan dalam pemberian kredit. Ketika pendapatan mengalami kenaikan maka dapat disertai dengan kenaikan piutang. Piutang yang tidak normal, tinggi atau rendah, mengindikasikan adanya manajemen pendapatan (Stubben, 2010). Discretionary revenue mengambil sejumlah bentuk. Beberapa melibatkan manipulasi aktivitas riil seperti diskon penjualan, kelonggaran persyaratan kredit, channel stuffing dan bill and hold sales dan yang lainnya tidak, misalnya pengakuan pendapatan menggunakan agresif atau aplikasi yang salah dari GAAP, pendapatan fiktif, dan penangguhan pendapatan (Stubben, 2010). Channel stuffing merupakan cara manajemen untuk menghindari pelaporan kerugian dengan melakukan kelonggaran terhadap kebijakan kredit perusahaan (Tung .et.al., 2008). Tindakan ini memiliki banyak risiko seperti pengembalian barang dagang oleh para distributor atau konsumen karena barang tidak laku. Sedangkan bill and hold sales terjadi ketika hak kepemilikan sudah berpindah dan pembayaran telah diterima namun penjual 17 masih memiliki produk atau produk masih di tangan penjual. Menurut Stubben (2010), pengakuan pendapatan lebih awal (premature revenue recognition) adalah bentuk paling umum dari manajemen pendapatan. Dengan adanya pengakuan pendapatan secara prematur yang dilakukan oleh perusahaan akan berdampak pada pendapatan itu sendiri dan piutang. Dengan mengakui dan mencatat pendapatan periode yang akan datang atau belum terealisasi mengakibatkan pendapatan periode berjalan lebih besar daripada pendapatan sesungguhnya. Akibatnya, seolah-olah kinerja perusahaan lebih baik daripada kinerja sesungguhnya (Sulistyanto, 2008). Seperti yang ditemukan Feroz et al. (1991) dalam Stubben (2010) lebih dari setengah kasus hukum SEC antara 1982 sampai 1989 terlibat hasil piutang yang berlebihan dari pengkuan pendapatan lebih awal. Dopuch et.al., (2005) dalam Stubben (2010), menunjukkan bahwa hubungan antara perubahan akrual dan pendapatan bergantung pada faktor spesifik perusahaan seperti kebijakan kredit dan perusahaan. Oleh karena itu Stubben (2010) membuat estimasi yang memberikan koefisien pendapatan untuk kebijakan kredit perusahaan. 4. Dewan Komisaris Dewan komisaris adalah salah satu peran yang terpenting di dalam pengendalian earnings management. Berbagai kasus earnings management tingkat dunia memberikan bukti bahwa manajemen puncak memiliki andil langsung di dalam penyajian laporan keuangan perusahaan. Di Indonesia sendiri, setelah adanya peristiwa guncangan ekonomi di tahun 1998 yang diduga disebabkan oleh lemahnya pengawasan dari dewan komisaris terhadap dewan 18 direksi, memunculkan suatu peraturan mengenai diharuskannya mengangkat komisaris independen di dalam manajemen puncak perusahaan. Dewan komisaris diminta untuk lebih aktif di dalam masalah pengendalian dan pengawasan serta turut berperan dalam pengambilan keputusan yang tidak selalu memperhatikan kepentingan perusahaan, pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya termasuk masyarakat luas. Tugas utama dari dewan komisaris adalah mengawasi kebijakan, memantau pelaksanaan dari kebijakan tersebut dan memberikan nasihat mengenai kebijakan dan hal-hal lain kepada dewan direksi. Kebijakan strategis perusahaan harus melalui dan sepengetahuan dewan komisaris. Ada enam kewajiban utama yang harus dilakukan oleh dewan direksi dan dewan komisaris, terutama pada perusahaan yang sudah terdaftar di bursa saham (Wallace dan Zinklin, 2005) : 1. Menilai dan melaksanakan rencana strategis perusahaan. 2. Melakukan pemahaman mendalam tentang bisnis perusahaan. 3. Mengidentifikasi resiko-resiko perusahaan. 4. Merencanakan segala hal yang berkaitan dengan keberhasilan seluruh manajemen. 5. Melakukan hubungan yang baik dengan investor dan mengkomunikasikan secara tepat kebijakan perusahaan terhadap pemegang saham. 6. Memastikan bahwa pengendalian internal yang ada telah tepat, termasuk mengenai Sistem Informasi Manajemen, serta kepatuhan yang harus dicapai. 19 Di dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dewan komisaris diharapkan untuk lebih independen dan meletakkan kepentingan perusahaan di atas kepentingan pribadi atau golongan. Untuk dapat melaksanakan tugas pengawasannya secara efektif, komisaris memerlukan berbagai informasi yang dihasilkan perusahaan. Salah satu informasi yang menjadi kebutuhan utama dewan komisaris adalah laporan keuangan. Komisaris haruslah memantau proses pemeriksaan/audit terhadap laporan keuangan, baik oleh auditor internal maupun oleh auditor eksternal agar dapat diyakinkan bahwa laporan keuangan tersebut dapat diandalkan dan dipertanggung jawabkan kebenarannya. 5. Komite Audit Komite audit memiliki tugas dan wewenang sebagai bagian dari dewan komisaris yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk membantu melaksanakan tugas dan fungsinya. Tugas tersebut berkaitan dengan pengendalian internal, pelaporan informasi keuangan, dan standar perilaku dalam perusahaan. Tujuan umum dari pembentukan komite audit, antara lain untuk mengembangkan kualitas pelaporan keuangan, memastikan bahwa direksi membuat keputusan berdasarkan kebijakan,praktik dan pengungkapan akuntansi, menelaah ruang lingkup dan hasil dari audit internal dan eksternal, dan mengawasi proses pelaporan keuangan. Dengan adanya komite audit yang berjalan secara efektif, komisaris dapat meningkatkan kualitas pelaporan keuangan. Selain itu, komite audit juga membantu komisaris untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya untuk mengawasi pengendalian internal perusahaan, menyelesaikan masalah-masalah audit, dan memberikan waktu bagi komisaris untuk lebih fokus ke masalah lain. 20 Dalam keputusan ketua BAPEPAM Nomor : Kep-29/PM/2004 mengenai pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit memaparkan bahwa komite audit sekurang-kurangnya harus beranggotakan satu orang yang berasal dari komisaris independen dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota lainnya yang berasal dari luar emiten atau perusahaan publik. Latar belakang dari komite audit itu sendiri sekurang-kurangnya ada satu orang ynag memiliki pendidikan akuntansi atau keuangan. Komite audit bertanggung jawab terhadap dewan komisaris dengan memberikan laporan atas penugasan yang telah diberikan dan setiap tahunnya membuat suatu bentuk laporan tahunan pelaksanaan kegiatan komite audit terhadap dewan komisaris. Komite audit juga berwenang untuk mengakses catatan atau informasi yang berkaitan dengan karyawan, dana, asset serta sumber daya perusahaan lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya. Komite audit di dalam melaksanakan wewenangnya wajib bekerja sama dengan pihak-pihak terkait yang melaksanakan fungsi pengendalian internal (Bapepam, 2004). Efektivitas komite audit tergantung atas kinerja dan karakteristik dari komite audit itu sendiri. Independensi juga sangat dibutuhkan agar pelaksanaan fungsi pengawasan ini lebih efektif dan efisien. 6. Auditor Eksternal Auditor eksternal adalah pemeriksa independen yang bertugas untuk menilai kinerja keuangan perusahaan secara cermat dan teliti kemudian memberikan opini atas pemeriksaan yang telah dilakukannya tersebut. Pemeriksaan oleh pihak luar ini perlu dilakukan secara rutin dan terus menerus 21 untuk mendapatkan kualitas dan kredibilitas informasi keuangan atau laporan keuangan suatu entitas. Dalam hal ini tanggung jawab auditor eksternal terletak pada opini yang dihasilkan, atau pernyataan pendapatnya atas laporan keuangan tersebut, sedangkan tetap penyajian laporan keuangan tersebut tanggung jawabnya pada manajemen. Kualitas auditor eksternal banyak diukur berdasarkan afiliasi pada KAP Big 4 atau non Big 4. Auditor Big Four adalah auditor yang memiliki reputasi bagus dan memiliki keahlian lebih dibanding non big four. Oleh karena itu auditor big four memiliki komitmen khusus untuk mempertahankan nama baik dan mempertahankan pangsa pasar, sehingga tidak akan terjadi kemungkinan yang mengakibatkan auditor big four tidak dipercayai oleh masyarakat. Independensi auditor eksternal dilakukan dengan adanya peraturan menteri keuangan bahwa perusahaan tidak boleh melakukan kerja sama dengan kantor akuntan publik yang sama lebih dari lima tahun. 7. Struktur Kepemilikan Manajerial Struktur kepemilikan merupakan bentuk komitmen dari para pemegang saham untuk mendelegasikan pengendalian dengan tingkat tertentu kepada manajer. Istilah struktur kepemilikan digunakan untuk menunjukkan bahwa variabel-variabel yang penting didalam struktur modal tidak hanya ditentukan oleh jumlah utang dan equity tetapi juga oleh presentase kepemilikan oleh manajer dan institusional. Pada perusahaan modern, kepemilikan perusahaan biasanya sangat menyebar. 22 Struktur kepemilikan akan memiliki motivasi yang berbeda dalam memonitor perusahaan serta manajemen dan dewan direksinya. Struktur kepemilikan dipercaya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi jalannya perusahaan yang nantinya dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Agency problem dapat dikurangi dengan adanya struktur kepemilikan. Struktur kepemilikan merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi konflik antara manajemen dan pemegang saham (Faisal, 2005). Proporsi jumlah kepemilikan manajerial dalam perusahaan dapat mengindikasikan ada kesamaan kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham. Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan. Kepemilikan saham manajerial dapat mensejajarkan antara kepentingan pemegang saham dengan manajer, karena manajer ikut merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan manajer yang menanggung risiko apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Hal tersebut menyatakan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan manajemen pada perusahaan akan dapat menyatukan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham, sehingga kinerja perusahaan semakin bagus (Jensen, 1986). Christiawan dan Tarigan (2007) menyebutkan bahwa kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan. Dalam laporan keuangan, keadaan ini ditunjukkan dengan besarnya presentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer. Karena hali ini merupakan 23 informasi penting bagi pengguna laporan keuangan maka informasi ini akan diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Adanya kepemilikan manajerial menjadi hal yang menarik jika dikaitkan dengan agency theory. Dalam kerangka agency theory, hubungan antara agen dan principal. Manajer yang sekaligus pemegang saham akan ikut meningkat pula. Dari sudut pandang teori akuntansi, manajemen laba sangat ditentukan oleh motivasi manajer perusahaan. Motivasi yang berbeda akan menghasilkan besaran manajemen laba yang berbeda, seperti antara manajemen yang juga sekaligus sebagai pemegang saham dan manajemen yang tidak sebagai pemegang saham. Dua hal tersebut akan mempengaruhi earnings management, sebab kepemilikan seorang manajer akan ikut menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi yang diterapkan pada perusahaan yang mereka kelola. Dengan kata lain, presentase tertentu terhadap kepemilikan saham oleh pihak manajemen, cenderung mempengaruhi tindakan earnings management. Menurut Itturiaga dan Sanz (2000) struktur kepemilikan manajerial dapat dijelaskan dari dua sudut pandang yaitu pendekatan keagenan (agency approach) dan pendekatan ketidakseimbangan (asymmetric information approach). Pendekatan keagenan menganggap struktur kepemilikan manajerial sebagai sebuah instrumen atau alat untuk mengurangi konflik keagenan diantara beberapa klain (claim holder) terhadap perusahaan. Pendekatan ketidakseimbangan informasi memandang mekanisme struktur kepemilikan manajerial sebagai suatu cara untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi antara insider dan outsider melalui pengungkapan informasi di dalam pasar modal. 24 8. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai corporate governance dan manajemen laba telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Penelitian Pamudji dan Trihartati (2009) menunjukkan bahwa keahlian di bidang akuntansi dan keuangan, tidak berpengaruh terhadap earnings management perusahaan. Hasil penelitian tersebut bertolak belakang dengan penelitian Wardhani dan Joseph (2010) yang menyatakan bahwa karakteristik ketua komite audit yang diproksikan dengan latar belakang pendidikan, serta pengalaman menjadi partner KAP berpengaruh pada earnings management. Nugroho (2011) meneliti adanya pengaruh antara independensi dari dewan komisaris, dualisme kepemimpinan, ukuran dewan komisaris, komposisi dari dewan komisaris, serta komite audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap praktik earnings management pada perusahan yang listing di Bursa Efek Indonesia tahun 2004-2008. Penelitian terbaru dari Rustiarini (2012) berhasil membuktikan bahwa gender, kebangsaan, usia, tingkat pendidikan, jumlah pertemuan komite audit dapat mengurangi tingkat akrual yang berarti meningkatkan kualitas audit. Tetapi latar belakang pendidikan dan komitmen waktu komite audit belum dapat mengurangi tingkat akrual. Chtourou et.al (2001) dan Klein (2002) dalam penelitiannya menguji pengaruh corporate governance dengan proksi komite audit dan karakterisktik dewan direksi terhadap manajemen laba. Hasil dari penelitian ini adalah kedua variabel yang dipilih memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Deni Darmawati (2003) menguji mekanisme GCG dengan proksi komite audit dan komite dewan terhadap manajemen laba yang hasilnya berpengaruh 25 signifikan. Pada tahun 2007, Nuryaman melakukan penelitian mengenai pengaruh konsentrasi kepemilikan dan mekanisme CG terhadap manajemen laba dengan hasil Konsentrasi kepemilikan, kualitas audit dengan proksi spesialisasi industri KAP dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Berikut ringkasan hasil pengujian dari para peneliti terdahulu dapat dilihat dari tabel berikut: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No 1. Peneliti Chtourou et.al (2001) Judul Corporate Governance and Earnings Management Variabel Audit committee, board of director characteristics Hasil Komite audit dan dewan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap earnings management 2. Deni Darmawati (2003) Corporate Governance dan Manajemen Laba: Suatu Studi Empiris Mekanisme GCG (pelaksanaan RSUPS, kualitas dewan komisaris, kualitas komite audit, kualitas hubungan stakeholders, transparansi akuntabilitas, kepemilikan saham oleh investor institusional) Hanya satu variabel dalam mekanisme GCG, yaitu kualitas hubungan perusahaan dengan stake holders yang berhubungan negatif dengan praktek manajemen laba 3. Klein (2006) Audit Committee, Board of Director Characteristics, and Earnings Management Audit committee and board characteristics (CEO sits on the board’s committee and CEO’s shareholdings) Komite audit dan keberadaan CEO pada dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba 4. Nuryaman (2007) Pengaruh konsentrasi kepemilikan, ukuran perusahaan dan mekanisme CG terhadap manajemen laba Konsentrasi kepemilikan, ukuran perusahaan, komposisi dewan komisaris dan kualitas audit Konsentrasi kepemilikan, kulaitas audit dengan proksi spesialisasi industri KAP dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, komposisi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba B. Pemikiran dan Hipotesis Banyaknya faktor eksternal maupun internal yang memicu tindakan earnings management mendorong perusahaan untuk lebih waspada dan meningkatkan ketaatan pada penerapan prinsip Good Corporate Governance. Komponen di dalam penerapan prinsip Good Corporate Governance yang masuk 26 dan menjadi sorotan atas perilaku tindakan earnings management ialah komisaris, komite audit, auditor eksternal, serta struktur kepemilikan. Karakteristik pribadi dari para komisaris dan komite audit serta kualitas KAP mendorong peneliti untuk meneliti lebih lanjut mengenai kemungkinan atas pengaruh-pengaruh yang disebabkan oleh karakteristik pribadi tersebut. Hipotesis atau kesimpulan sementara atas hubungan dari beberapa variabel yang dapat dipergunakan sebagai acuan sementara dalam penelitian dan akan diuji kebenarannya adalah sebagai berikut: 1. Pengaruh Keberadaan Warga Negara Asing di dalam Anggota Dewan Komisaris Terhadap Praktik Earnings management Dewan komisaris adalah organ dari sebuah perusahaan yang memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan baik secara umum maupun khusus di dalam tugasnya sesuai dengan anggaran dasar serta memberikan nasihat kepada direksi. Keberadaan pihak asing di dalam suatu kepengurusan dewan komisaris diharapkan mampu menekan tindakan earnings management dan membuat kinerja perusahaan meningkat. Mereka dianggap memiliki jaringan internasional dan dapat meningkatkan pengetahuan serta mempunyai pengalaman bisnis terutama dalam menyelesaikan masalah perusahaan secara professional (Randoy et al, 2006). Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut: H1 : Pengaruh Keberadaan WNA di dalam dewan komisarisberpengaruh negatif terhadap earnings management 27 2. Pengaruh Warga Negara Asing di dalam Anggota Komite Audit Terhadap Praktik Earnings Management Terdapatnya anggota yang memiliki kebangsaan asing dalam manajemen perusahaan dianggap merupakan salah satu karakteristik demografi yang menarik untuk diteliti. Keberadaan anggota yang memiliki kebangsaan asing merupakan keuntungan kompetitif bagi perusahaan karena dianggap memiliki jaringan internasional (Oxelheim dan Randoy, 2003). Mereka diharapkan mempunyai pengetahuan lebih dan pengalaman bisnis terutama dalam menyelesaikan masalah dan mengelola perusahaan secara profesional (Randoy et al., 2006). Oleh karena itu keberadaan anggota komite audit yang berkewarganegaraan asing dalam perusahaan diharapkan dapat mengurangi tingkat praktik earnings management di dalam perusahaan. H2 : Pengaruh Keberadaan WNA di dalam anggota komite audit berpengaruh negatif terhadap praktik earnings management. 3. Pengaruh Latar Belakang Pendidikan Dewan Komisaris Terhadap Praktik Earnings management Latar belakang pendidikan seperti berasal dari lulusan sarjana akuntansi atau bukan mempunyai pengaruh terhadap keputusan yang diberikan.Walaupun tidak ada aturan pasti yang mengharuskan dewan komisaris tersebut memiliki latar belakang ekonomi untuk berkecimpung di dalam dunia bisnis, namun sedikit banyak pengetahuan tentang teori-teori ekonomi itu perlu agar keputusan yang diambil lebih tepat sasaran. Anggota 28 dewan yang memiliki pemahaman mendalam tentang ilmu ekonomi, akan dianggap cenderung bisa membaca situasi ekonomi dan bisa memberikan keputusan yang paling menguntungkan bagi perusahaan tersebut. Tindakan earnings management di dalam perusahaan memiliki dampak yang amat sangat luas bagi perusahaan dan dengan pengetahuan yang cukup diharapkan anggota dewan komisaris dan komite audit mempertimbangkan untuk memutuskan sesuatu mengenai earnings management. Maka dari itu, hipotesis yang dapat disimpulkan adalah : H3 : Pengaruh Latar belakang pendidikan dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap earnings management 4. Pengaruh Latar Belakang Pendidikan dari Anggota Komite Audit Terhadap Praktik Earnings Management Kompetensi komite audit dalam perusahaan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan formal akademik yang dimiliki anggota komite audit. Tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh seseorang merupakan karakteristik kognitif yang dapat mempengaruhi cara berpikir dan kemampuan dalam pengambilan keputusan (Kusumastuti et al., 2007). Semakin tinggi pendidikan anggota komite, maka semakin luas pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat memiliki solusi yang lebih baik dalam menyelesaikan permasalahan.Tingkat pendidikan pada jenjang universitas membantu anggota komite untuk memiliki peluang karir yang lebih menjanjikan.Dalam penelitian ini, tingkat pendidikan anggota komite audit diharapkan dapat meningkatkan konservatisme komite audit sehingga mengurangi praktik 29 earnings management. Penelitian Wardhani dan Joseph (2010) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ketua komite audit tidak dapat mengurangi manajemen laba berbeda dengan Rustiarini (2012) penelitiannya menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan anggota komite audit semakin berkurang tingkat akrual lancer. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis yang peneliti simpulkan : H4 : Pengaruh Tingkat pendidikan dari anggota komite audit berpengaruh negatif terhadap praktik earnings management. 5. Pengaruh Independensi Dewan Komisaris Terhadap Earnings management Komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah yang terjadi antara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada para manajemen (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Komisaris independen dan komite audit independen merupakan posisi yang terbaik dan efektif dalam pelaksanaan pengawasan dan pengendalian dalam perusahaan. Di dalam pedoman pelaksanaan Good Corporate Governance setidaknya harus ada satu anggota dewan komisaris independen di dalam suatu perusahaan.Diharapkan keberadaan dewan komisaris independen bisa mengurangi praktik earnings management. Maka hipotesisnya adalah sebagai berikut : H5 : Pengaruh Independensi dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap earnings management. 30 6. Pengaruh Independensi Anggota Komite Audit Terhadap Praktik Earnings Management Independensi merupakan landasan dari efektivitas kinerja komite audit. Independensi dalam hal ini dinilai berdasarkan tidak adanya keterkaitan komite audit dengan posisi atau jabatan operasional di perusahaan tempat komite audit tersebut berada. Apabila komite audit terdiri dari anggota yang independen, maka akan terhindar dari benturan kepentingan dalam perusahaan (Rustiarini, 2012). Berbeda dengan teori yang dikemukakan, hasil penelitian Wardhani dan Joseph (2010) menunjukkan bahwa independensi tidak dapat mengurangi praktik manajemen laba yang terjadi di perusahaan. Meskipun demikian, hasil penelitian Xie et al. (2003), Bedard et al. (2004), serta Pamudji dan Trihartati (2009) menemukan bahwa independensi komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba di perusahaan. Peneliti mengharapkan pembentukan anggota komite audit yang independen tidak hanya bertujuan untuk memenuhi regulasi yang dikeluarkan oleh Bapepam sehingga dapat mempengaruhi kinerja komite audit dalam menjaga kualitas audit laporan keuangan dan mengurangi praktik earnings management. Dengan demikian, hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: H6 : Pengaruh Independensi anggota komite audit berpengaruh negatif terhadap praktik earnings management. 31 7. Pengaruh Keanggotaan KAP (Big Four atau Non Big Four) Terhadap Praktik Earnings management Para audit eksternal yang berafiliasi dengan KAP big four memiliki beban untuk dapat mempertahankan reputasinya dan nama baiknya dengan menjaga kredibilitas di depan klien. Jika auditor tidak dapat mempertahankan reputasinya maka dia akan hancur dengan sendirinya dan masyarakat tidak akan menaruh kepercayaan lagi terhadapnya. Hal ini terjadi pada KAP Arthur Andersen yang terlibat di dalam kasus Enron (Sanjaya, 2008). Untuk KAP yang tidak berafiliasi (non big four) mereka memiliki suatu keleluasaan karena tidak perlu menanggung sebuah reputasi baik di mata masyarakat. KAP big four memiliki standar yang tinggi dan khusus dalam menjalankan prosedur auditnya oleh karena itu diharapkan dapat menekan praktik earnings management di suatu perusahaan. H7 : Pengaruh Keanggotaan KAP (big four atau non big four) berpengaruh negatif terhadap praktik earnings management. 8. Pengaruh Struktur Kepemilikan (Manajerial atau Non Manajerial) Terhadap Praktik Earnings Managements Dari sudut pandang teori akuntansi, manajemen laba sangat ditentukan oleh motivasi manajer perusahaan. Motivasi yang berbeda akan menghasilkan besaran manajemen laba yang berbeda, seperti antara manajer yang juga sekaligus sebagai pemegang saham dan manajer yang tidak sebagai pemegang saham. Hal ini sesuai dengan sistem pengelolaan perusahaan dalam dua kriteria: (1) Perusahaan yang dipimpin oleh manajer 32 dan pemilik (owner-manager) dan (2) Perusahaan yang dipimpin oleh manajer dan bukan pemilik (non owners-manager). Dua kriteria ini akan mempengaruhi manajemen laba, sebab kepemilikan seorang manajer akan ikut menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi yang diterapkan pada perusahaan yang mereka kelola (Boediono, 2005). Pendapat tersebut sesuai dengan Midiastuty dan Mahfoedz (2003), dimana hubungannya menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dengan manajemen laba berhubungan negatif. Penelitian Ujiyantho dan Pramuka (2007), menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen. Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H8 : Pengaruh Kepemilikan berpengaruh negatif terhadap praktik earnings management. C. Model Konseptual Untuk penelitian kali ini, berdasarkan landasan teori dan analisis serta kerangka pemikiran dan hipotesis yang telah peneliti paparkan di atas, model konseptual di dalam penelitian ini bisa dilihat pada bagan berikut ini : 33 H1 (-) NAT DK H2 (-) NAT KA H3 (-) EDU DK H4 (-) EDU KA H5 (-) IND DK EARNINGS MANAGEMENT +E H6 (-) IND KA H7(-) BIG 4/NON BIG 4 H8 (-) MAN/NON MAN Gambar 2.1 Model Konseptual Keterangan : NATDK = Nationality Dewan Komisaris NATKA = Nationality Komite Audit EDUDK = Education Dewan Komisaris EDUKA = Education Komite Audit INDDK = Independency Dewan Komisaris INDKA = Independency Komite Audit BIG4 = KAP big 4 atau non big 4 MAN = Struktur Kepemilikan manajerial atau non manajerial E = Error