BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS
A.
Kajian Pustaka
1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Munculnya praktik manajemen laba (earnings management) dapat
dijelaskan dengan teori keagenan. Banyak penelitian yang menggunakan teori
keagenan (Agency Theory) untuk meneliti sebuah kasus yang berhubungan dengan
earnings management. Konsep dari teori keagenan ini adalah hubungan atau
kontrak yang terjadi antara principal dan agen. Principal memperkerjakan agen
untuk melakukan tugas untuk kepentingan principal termasuk pendelegasian
otorisasi pengambilan keputusan dari principal kepada agen (Anthony dan
Govindarajan, 2005). Jika agen berbuat tidak sesuai dengan kepentingan principal
maka akan terjadi konflik di dalamnya (agency conflict), sehingga kemudian
memicu munculnya biaya keagenan (agency cost).
Salah satu kendala yang
muncul di dalam kontrak antara principal dan agen ialah adanya asimetris
informasi.
Karena hubungan antara agen dan principal didasari atas kontrak, maka
manajer membuat suatu kontrak yang lebih efisien dan bisa mendasari hubungan
antara agen dan principal. Setidaknya kontrak yang efisien itu memuat dua faktor,
yaitu :
9
10
1) Agen dan principal memiliki informasi yang simetris, artinya baik agen
maupun majikan memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama
sehingga tidak terdapat informasi yang tersembunyi yang dapat digunakan
untuk keuntungan pribadi.
2) Risiko yang dipikul agen terkait dengan imbal jasa adalah kecil, berarti
imbalan yang diterimanya dapat dipastikan besar. (Sukartha, 2007).
Kenyataannya, informasi yang simetris itu tidak pernah terjadi dan
manajer tidak mendapatkan kontrak yang sesuai dan efisien tersebut.
Dan
akhirnya hubungan yang terjadi antara principal dan agen ini selalu dilandasi oleh
asimetris informasi. Manajer sebagai pengelola tentunya memiliki informasi yang
lebih akurat mengenai keadaan di dalam perusahaan dan prospek perusahaan di
masa yang akan datang dibandingkan para pemegang saham.
Manajer
berkewajiban memberikan informasi yang merupakan sinyal atas keadaan
perusahaan di masa itu.
Sinyal yang diberikan manajer bisa berupa laporan
keuangan ataupun pengungkapan informasi akuntansi lainnya.
Akan tetapi
terkadang sinyal yang diberikan oleh manajer tidak ditangkap dengan baik oleh
para pemegang saham sehingga timbulah suatu asimetri informasi (information
asymmetric). Manajer menjadi lebih oportunistik karena dia memiliki informasi
yang lebih banyak dibandingkan pemilik perusahaan, sedangkan pemilik sulit
mengontrol manajer secara efektif karena hanya memiliki sedikit informasi dari
seluruh informasi yang ada.
Di dalam teori keagenan ini kita akan mendapatkan gambaran mengenai
bagaimana praktik earnings management itu bisa diminimalkan melalui
11
penerapan Good Corporate Governance. Corporate governance diharapkan dapat
berfungsi sebagai alat untuk memberi keyakinan pada para investor bahwa mereka
akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Pembentukan
dewan komisaris dan pembentukan komite audit adalah beberapa cara
pengawasan yang telah dikembangkan di perusahaan-perusahaan modern untuk
mengatasi masalah keagenan ini.
2.
Earnings management
Secara umum earnings management didefinisikan sebagai upaya manajer
untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan
keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui
kinerja dan kondisi perusahaan. (Sulistyanto, 2008). Tetapi masih belum dapat
dipastikan secara tepat bahwa earnings management ini termasuk tindakan
kecurangan atau bukan.
Bagi praktisi, earnings management ini termasuk
tindakan kecurangan karena pada dasarnya earnings management merupakan
perilaku oportunis seorang manajer untuk mempermainkan angka-angka di dalam
laporan keuangan sesuai dengan tujuan yang ingi dicapainya. Sedangkan bagi
akademisi, earnings management merupakan rekayasa pelaporan keuangan yang
masih dalam batas-batas tertentu yang tidak melanggar standar pelaporan
keuangan.
Hal ini dilakukan oleh manajemen dengan memanfaatkan
wewenangnya dan memilih metode-metode akuntansi yang digunakan sesuai
dengan standar akuntansi yang berlaku. Manajer memiliki keleluasaan untuk
memilih standar yang paling menguntungkan bagi perusahaannya. Keleluasaan
manajer tersebut membuat tindakan earnings management menjadi sah dimata
12
umum. Belkaoui (2007:206) dalam Pujiningsih (2011) memaparkan isu-isu di
dalam earnings management, antara lain :
1. Earnings management yang bertujuan untuk memenuhi harapan dari
analisis keuangan atau manajemen (yang diwakili oleh peramalan laba
dari publik).
2. Earnings management bertujuan untuk mempengaruhi kinerja harga
jangka pendek dengan berbagai cara.
3. Earnings management berakhir dan dapat bertahan karena informasi
yang asimetris suatu kondisi yang disebabkan oleh informasi yang
diketahui manajemen namun tidak ingin untuk mereka ungkapkan.
4. Earnings management terjadi dalam konteks suatu kumpulan pelaporan
yang fleksibel dan seperangkat kontrak tertentu yang menentukan
pembagian aturan diantara pemegang kepentingan.
5. Strategi perusahaan bagi earnings management mengikuti satu atau lebih
dari tiga pendekatan (memilih dari pilihan-pilihan yang ada dalam
GAAP, pilihan aplikasi yang ada dalam opsi menggunakan akuisisi serta
deposisi aktiva dan waktu untuk melaporkannya).
6. Earnings management merupakan suatu hasil usaha untuk melewati
ambang batas.
7. Earnings management dapat berasal dari pemenuhan perjanjian kontrak
kompensasi implicit.
8. Earnings management tumbuh dari ancaman dua bentuk aturan yakni
aturan industry spesifik dan aturan antitrust.
13
9. Laba negatif secara tiba-tiba umumnya lebih merugikan daripada revisi
ramalan negatif.
Earnings management merupakan tindakan yang cukup penting di dalam
pelaporan akuntansi keuangan, walaupun ada beberapa pihak yang menganggap
bahwa tindakan ini bukan merupakan suatu fraud namun tidak bisa kita pungkiri
earnings management telah menghalangi investor untuk memperoleh informasi
yang sebenar-benarnya mengenai laba untuk mengevaluasi return dan risiko
portfolionya. Menurut Scott (2011), ada beberapa faktor yang mendorong manajer
melakukan praktik earnings management, yaitu:
1. Perencanaan Bonus
Faktor ini diungkapkan oleh Healy (1985), bahwa manajer yang memiliki
informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara oportunistik
untuk melakukan earning management dengan memaksimalkan laba saat
ini.
2. Motivasi Lain
Faktor lain yang dapat mendorong manajer untuk melakukan earnings
management adalah politik, pajak, pergantian CEO, IPO dan pentingnya
informasi kepada investor.
a) Motif Politik
Earnings management digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan
pada perusahan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang
dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah
menetapkan peraturan yang lebih ketat.
14
b) Motif Pajak
Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi earning management yang
paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan
penghematan pajak pendapatan.
c) Pergantian CEO
CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan
pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka dan jika kinerja perusahaan
buruk akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.
d) IPO
Informasi mengenai laba menjadi sinyal atas nilai perusahaan pada
perusahaan yang akan melakukan IPO. Hal ini berakibat bahwa manajer
perusahaan yang akan go public melakukan earnings management
menaikkan harga saham perusahaan.
e) Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor
Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor
sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa
perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.
Pola earnings management menurut Scoot (2011) dapat dilakukan dengan
cara :
a. Taking a Bath
Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO
baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini
diharapkan dapat meningkatkan laba di masa datang.
15
b. Income Minimization
Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang
tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun
drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.
c. Income Maximization
Dilakukan
pada
saat
laba
menurun.
Tindakan
atas
income
maximizationbertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi
untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh
perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang.
d. Income Smoothing
Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan
sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena
pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.
3. Discretionary Revenue
Discretionary revenue diperkenalkan oleh Stubben (2010) atas dasar
ketidakpuasan terhadap model akrual yang umum digunakan saat ini. Pertama,
keterbatasan model akrual adalah bahwa estimasi cross-sectional secara tidak
langsung mengasumsikan bahwa perusahaan dalam industri yang sama
menghasilkan proses akrual yang sama.
Kedua, model akrual juga tidak
menyediakan informasi untuk komponen mengelola laba perusahaan dimana
model akrual tidak membedakan peningkatan diskresionari pada laba melalui
pendapatan atau komponen beban (Stubben, 2010). Dechow and Schrand (2004)
dalam Stubben (2010), menemukan bahwa lebih dari 70 persen kasus SEC
16
Accounting and Auditing Enforcement Release melibatkan salah saji pendapatan.
Model conditional revenue dari Stubben (2010) menggunakan piutang akrual
daripada akrual agregat sebagai fungsi dari perubahan pendapatan.
Sebagai
komponen akrual utama, piutang memiliki hubungan empiris yang kuat dan
hubungan konseptual langsung pada pendapatan. Dalam penelitiannya terdahulu,
Stubben (2006) menemukan bukti bahwa hubungan antara perubahan piutang dan
perubahan pendapatan yang lebih besar daripada hubungan antara current accrual
dan perubahan piutang.
Hal ini juga berhubungan dengan kebijakan manajemen yang dapat
menentukan atau mengambil keputusan dalam pemberian kredit.
Ketika
pendapatan mengalami kenaikan maka dapat disertai dengan kenaikan piutang.
Piutang yang tidak normal, tinggi atau rendah, mengindikasikan adanya
manajemen pendapatan (Stubben, 2010). Discretionary revenue mengambil
sejumlah bentuk. Beberapa melibatkan manipulasi aktivitas riil seperti diskon
penjualan, kelonggaran persyaratan kredit, channel stuffing dan bill and hold sales
dan yang lainnya tidak, misalnya pengakuan pendapatan menggunakan agresif
atau aplikasi yang salah dari GAAP, pendapatan fiktif, dan penangguhan
pendapatan (Stubben, 2010). Channel stuffing merupakan cara manajemen untuk
menghindari pelaporan kerugian dengan melakukan kelonggaran terhadap
kebijakan kredit perusahaan (Tung .et.al., 2008). Tindakan ini memiliki banyak
risiko seperti pengembalian barang dagang oleh para distributor atau konsumen
karena barang tidak laku.
Sedangkan bill and hold sales terjadi ketika hak
kepemilikan sudah berpindah dan pembayaran telah diterima namun penjual
17
masih memiliki produk atau produk masih di tangan penjual. Menurut Stubben
(2010), pengakuan pendapatan lebih awal (premature revenue recognition) adalah
bentuk paling umum dari manajemen pendapatan. Dengan adanya pengakuan
pendapatan secara prematur yang dilakukan oleh perusahaan akan berdampak
pada pendapatan itu sendiri dan piutang.
Dengan mengakui dan mencatat
pendapatan periode yang akan datang atau belum terealisasi mengakibatkan
pendapatan periode berjalan lebih besar daripada pendapatan sesungguhnya.
Akibatnya, seolah-olah kinerja perusahaan lebih baik daripada kinerja
sesungguhnya (Sulistyanto, 2008).
Seperti yang ditemukan Feroz et al. (1991) dalam Stubben (2010) lebih
dari setengah kasus hukum SEC antara 1982 sampai 1989 terlibat hasil piutang
yang berlebihan dari pengkuan pendapatan lebih awal. Dopuch et.al., (2005)
dalam Stubben (2010), menunjukkan bahwa hubungan antara perubahan akrual
dan pendapatan bergantung pada faktor spesifik perusahaan seperti kebijakan
kredit dan perusahaan. Oleh karena itu Stubben (2010) membuat estimasi yang
memberikan koefisien pendapatan untuk kebijakan kredit perusahaan.
4. Dewan Komisaris
Dewan komisaris adalah salah satu peran yang terpenting di dalam
pengendalian earnings management.
Berbagai kasus earnings management
tingkat dunia memberikan bukti bahwa manajemen puncak memiliki andil
langsung di dalam penyajian laporan keuangan perusahaan. Di Indonesia sendiri,
setelah adanya peristiwa guncangan ekonomi di tahun 1998 yang diduga
disebabkan oleh lemahnya pengawasan dari dewan komisaris terhadap dewan
18
direksi, memunculkan suatu peraturan mengenai diharuskannya mengangkat
komisaris independen di dalam manajemen puncak perusahaan. Dewan komisaris
diminta untuk lebih aktif di dalam masalah pengendalian dan pengawasan serta
turut berperan dalam pengambilan keputusan yang tidak selalu memperhatikan
kepentingan perusahaan, pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya
termasuk masyarakat luas.
Tugas utama dari dewan komisaris adalah mengawasi kebijakan,
memantau pelaksanaan dari kebijakan tersebut dan memberikan nasihat mengenai
kebijakan dan hal-hal lain kepada dewan direksi. Kebijakan strategis perusahaan
harus melalui dan sepengetahuan dewan komisaris. Ada enam kewajiban utama
yang harus dilakukan oleh dewan direksi dan dewan komisaris, terutama pada
perusahaan yang sudah terdaftar di bursa saham (Wallace dan Zinklin, 2005) :
1. Menilai dan melaksanakan rencana strategis perusahaan.
2. Melakukan pemahaman mendalam tentang bisnis perusahaan.
3. Mengidentifikasi resiko-resiko perusahaan.
4. Merencanakan segala hal yang berkaitan dengan keberhasilan seluruh
manajemen.
5. Melakukan
hubungan
yang
baik
dengan
investor
dan
mengkomunikasikan secara tepat kebijakan perusahaan terhadap
pemegang saham.
6. Memastikan bahwa pengendalian internal yang ada telah tepat,
termasuk mengenai Sistem Informasi Manajemen, serta kepatuhan
yang harus dicapai.
19
Di dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dewan komisaris diharapkan untuk
lebih independen dan meletakkan kepentingan perusahaan di atas kepentingan
pribadi atau golongan. Untuk dapat melaksanakan tugas pengawasannya secara
efektif, komisaris memerlukan berbagai informasi yang dihasilkan perusahaan.
Salah satu informasi yang menjadi kebutuhan utama dewan komisaris adalah
laporan keuangan.
Komisaris haruslah memantau proses pemeriksaan/audit
terhadap laporan keuangan, baik oleh auditor internal maupun oleh auditor
eksternal agar dapat diyakinkan bahwa laporan keuangan tersebut dapat
diandalkan dan dipertanggung jawabkan kebenarannya.
5. Komite Audit
Komite audit memiliki tugas dan wewenang sebagai bagian dari dewan
komisaris yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk membantu melaksanakan
tugas dan fungsinya.
Tugas tersebut berkaitan dengan pengendalian internal,
pelaporan informasi keuangan, dan standar perilaku dalam perusahaan. Tujuan
umum dari pembentukan komite audit, antara lain untuk mengembangkan kualitas
pelaporan keuangan, memastikan bahwa direksi membuat keputusan berdasarkan
kebijakan,praktik dan pengungkapan akuntansi, menelaah ruang lingkup dan hasil
dari audit internal dan eksternal, dan mengawasi proses pelaporan keuangan.
Dengan adanya komite audit yang berjalan secara efektif, komisaris dapat
meningkatkan kualitas pelaporan keuangan. Selain itu, komite audit juga
membantu komisaris untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya untuk
mengawasi pengendalian internal perusahaan, menyelesaikan masalah-masalah
audit, dan memberikan waktu bagi komisaris untuk lebih fokus ke masalah lain.
20
Dalam keputusan ketua BAPEPAM Nomor : Kep-29/PM/2004 mengenai
pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit memaparkan bahwa
komite audit sekurang-kurangnya harus beranggotakan satu orang yang berasal
dari komisaris independen dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota lainnya
yang berasal dari luar emiten atau perusahaan publik. Latar belakang dari komite
audit itu sendiri sekurang-kurangnya ada satu orang ynag memiliki pendidikan
akuntansi atau keuangan.
Komite audit bertanggung jawab terhadap dewan
komisaris dengan memberikan laporan atas penugasan yang telah diberikan dan
setiap tahunnya membuat suatu bentuk laporan tahunan pelaksanaan kegiatan
komite audit terhadap dewan komisaris.
Komite audit juga berwenang untuk mengakses catatan atau informasi
yang berkaitan dengan karyawan, dana, asset serta sumber daya perusahaan
lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya. Komite audit di dalam
melaksanakan wewenangnya wajib bekerja sama dengan pihak-pihak terkait yang
melaksanakan fungsi pengendalian internal (Bapepam, 2004). Efektivitas komite
audit tergantung atas kinerja dan karakteristik dari komite audit itu sendiri.
Independensi juga sangat dibutuhkan agar pelaksanaan fungsi pengawasan ini
lebih efektif dan efisien.
6. Auditor Eksternal
Auditor eksternal adalah pemeriksa independen yang bertugas untuk
menilai kinerja keuangan perusahaan secara cermat dan teliti kemudian
memberikan opini atas pemeriksaan yang telah dilakukannya tersebut.
Pemeriksaan oleh pihak luar ini perlu dilakukan secara rutin dan terus menerus
21
untuk mendapatkan kualitas dan kredibilitas informasi keuangan atau laporan
keuangan suatu entitas. Dalam hal ini tanggung jawab auditor eksternal terletak
pada opini yang dihasilkan, atau pernyataan pendapatnya atas laporan keuangan
tersebut, sedangkan tetap penyajian laporan keuangan tersebut tanggung jawabnya
pada manajemen.
Kualitas auditor eksternal banyak diukur berdasarkan afiliasi pada KAP
Big 4 atau non Big 4. Auditor Big Four adalah auditor yang memiliki reputasi
bagus dan memiliki keahlian lebih dibanding non big four. Oleh karena itu
auditor big four memiliki komitmen khusus untuk mempertahankan nama baik
dan mempertahankan pangsa pasar, sehingga tidak akan terjadi kemungkinan
yang mengakibatkan auditor big four tidak dipercayai oleh masyarakat.
Independensi auditor eksternal dilakukan dengan adanya peraturan menteri
keuangan bahwa perusahaan tidak boleh melakukan kerja sama dengan kantor
akuntan publik yang sama lebih dari lima tahun.
7. Struktur Kepemilikan Manajerial
Struktur kepemilikan merupakan bentuk komitmen dari para pemegang
saham untuk mendelegasikan pengendalian dengan tingkat tertentu kepada
manajer. Istilah struktur kepemilikan digunakan untuk menunjukkan bahwa
variabel-variabel yang penting didalam struktur modal tidak hanya ditentukan
oleh jumlah utang dan equity tetapi juga oleh presentase kepemilikan oleh manajer
dan institusional. Pada perusahaan modern, kepemilikan perusahaan biasanya
sangat menyebar.
22
Struktur kepemilikan akan memiliki motivasi yang berbeda dalam
memonitor perusahaan serta manajemen dan dewan direksinya. Struktur
kepemilikan dipercaya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi jalannya
perusahaan yang nantinya dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Agency
problem dapat dikurangi dengan adanya struktur kepemilikan. Struktur
kepemilikan merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi konflik antara
manajemen dan pemegang saham (Faisal, 2005). Proporsi jumlah kepemilikan
manajerial dalam perusahaan dapat mengindikasikan ada kesamaan kepentingan
antara manajemen dengan pemegang saham.
Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham oleh pihak manajemen
perusahaan. Kepemilikan saham
manajerial
dapat
mensejajarkan
antara
kepentingan pemegang saham dengan manajer, karena manajer ikut merasakan
langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan manajer yang menanggung
risiko apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan
keputusan yang salah. Hal tersebut menyatakan bahwa semakin besar proporsi
kepemilikan manajemen pada perusahaan akan dapat menyatukan kepentingan
antara manajer dengan pemegang saham, sehingga kinerja perusahaan semakin
bagus (Jensen, 1986).
Christiawan dan Tarigan (2007) menyebutkan bahwa kepemilikan
manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan
kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan. Dalam
laporan keuangan, keadaan ini ditunjukkan dengan besarnya presentase
kepemilikan saham perusahaan oleh manajer. Karena hali ini merupakan
23
informasi penting bagi pengguna laporan keuangan maka informasi ini akan
diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Adanya kepemilikan
manajerial menjadi hal yang menarik jika dikaitkan dengan agency theory. Dalam
kerangka agency theory, hubungan antara agen dan principal. Manajer yang
sekaligus pemegang saham akan ikut meningkat pula. Dari sudut pandang teori
akuntansi, manajemen laba sangat ditentukan oleh motivasi manajer perusahaan.
Motivasi yang berbeda akan menghasilkan besaran manajemen laba yang berbeda,
seperti antara manajemen yang juga sekaligus sebagai pemegang saham dan
manajemen yang tidak sebagai pemegang saham. Dua hal tersebut akan
mempengaruhi earnings management, sebab kepemilikan seorang manajer akan
ikut menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap metode
akuntansi yang diterapkan pada perusahaan yang mereka kelola. Dengan kata lain,
presentase tertentu terhadap kepemilikan saham oleh pihak manajemen,
cenderung mempengaruhi tindakan earnings management.
Menurut Itturiaga dan Sanz (2000) struktur kepemilikan manajerial dapat
dijelaskan dari dua sudut pandang yaitu pendekatan keagenan (agency approach)
dan
pendekatan
ketidakseimbangan
(asymmetric
information
approach).
Pendekatan keagenan menganggap struktur kepemilikan manajerial sebagai
sebuah instrumen atau alat untuk mengurangi konflik keagenan diantara beberapa
klain (claim holder) terhadap perusahaan. Pendekatan ketidakseimbangan
informasi memandang mekanisme struktur kepemilikan manajerial sebagai suatu
cara untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi antara insider dan outsider
melalui pengungkapan informasi di dalam pasar modal.
24
8. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai corporate governance dan manajemen laba telah
dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Penelitian Pamudji dan Trihartati (2009)
menunjukkan bahwa keahlian di bidang akuntansi dan keuangan, tidak
berpengaruh terhadap earnings management perusahaan. Hasil penelitian tersebut
bertolak belakang dengan penelitian Wardhani dan Joseph (2010) yang
menyatakan bahwa karakteristik ketua komite audit yang diproksikan dengan latar
belakang pendidikan, serta pengalaman menjadi partner KAP berpengaruh pada
earnings management. Nugroho (2011) meneliti adanya pengaruh antara
independensi dari dewan komisaris, dualisme kepemimpinan, ukuran dewan
komisaris, komposisi dari dewan komisaris, serta komite audit tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap praktik earnings management pada perusahan yang
listing di Bursa Efek Indonesia tahun 2004-2008. Penelitian terbaru dari Rustiarini
(2012) berhasil membuktikan bahwa gender, kebangsaan, usia, tingkat
pendidikan, jumlah pertemuan komite audit dapat mengurangi tingkat akrual yang
berarti meningkatkan kualitas audit.
Tetapi latar belakang pendidikan dan
komitmen waktu komite audit belum dapat mengurangi tingkat akrual.
Chtourou et.al (2001) dan Klein (2002) dalam penelitiannya menguji
pengaruh corporate governance dengan proksi komite audit dan karakterisktik
dewan direksi terhadap manajemen laba. Hasil dari penelitian ini adalah kedua
variabel yang dipilih memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Deni Darmawati (2003) menguji mekanisme GCG dengan proksi komite audit
dan komite dewan terhadap manajemen laba yang hasilnya berpengaruh
25
signifikan. Pada tahun 2007, Nuryaman melakukan penelitian mengenai pengaruh
konsentrasi kepemilikan dan mekanisme CG terhadap manajemen laba dengan
hasil Konsentrasi kepemilikan, kualitas audit dengan proksi spesialisasi industri
KAP dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
Berikut ringkasan hasil pengujian dari para peneliti terdahulu dapat dilihat
dari tabel berikut:
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No
1.
Peneliti
Chtourou et.al
(2001)
Judul
Corporate Governance
and Earnings
Management
Variabel
Audit committee, board of
director characteristics
Hasil
Komite audit dan dewan komisaris
independen berpengaruh signifikan
terhadap earnings management
2.
Deni Darmawati
(2003)
Corporate Governance
dan Manajemen Laba:
Suatu Studi Empiris
Mekanisme GCG (pelaksanaan
RSUPS, kualitas dewan
komisaris, kualitas komite
audit, kualitas hubungan
stakeholders, transparansi
akuntabilitas, kepemilikan
saham
oleh investor institusional)
Hanya satu variabel dalam mekanisme
GCG, yaitu kualitas hubungan
perusahaan dengan stake holders yang
berhubungan negatif dengan praktek
manajemen laba
3.
Klein (2006)
Audit Committee,
Board of Director
Characteristics, and
Earnings Management
Audit committee and board
characteristics (CEO sits on the
board’s committee and CEO’s
shareholdings)
Komite audit dan keberadaan CEO pada
dewan komisaris berpengaruh signifikan
terhadap manajemen laba
4.
Nuryaman (2007)
Pengaruh konsentrasi
kepemilikan, ukuran
perusahaan dan
mekanisme CG
terhadap manajemen
laba
Konsentrasi kepemilikan,
ukuran perusahaan, komposisi
dewan komisaris dan kualitas
audit
Konsentrasi kepemilikan, kulaitas audit
dengan proksi spesialisasi industri KAP
dan ukuran perusahaan berpengaruh
negatif terhadap manajemen laba,
komposisi dewan komisaris tidak
berpengaruh terhadap manajemen laba
B.
Pemikiran dan Hipotesis
Banyaknya faktor eksternal maupun internal yang memicu tindakan
earnings management mendorong perusahaan untuk lebih waspada dan
meningkatkan ketaatan pada penerapan prinsip Good Corporate Governance.
Komponen di dalam penerapan prinsip Good Corporate Governance yang masuk
26
dan menjadi sorotan atas perilaku tindakan earnings management ialah komisaris,
komite audit, auditor eksternal, serta struktur kepemilikan. Karakteristik pribadi
dari para komisaris dan komite audit serta kualitas KAP mendorong peneliti untuk
meneliti lebih lanjut mengenai kemungkinan atas pengaruh-pengaruh yang
disebabkan oleh karakteristik pribadi tersebut.
Hipotesis atau kesimpulan sementara atas hubungan dari beberapa variabel
yang dapat dipergunakan sebagai acuan sementara dalam penelitian dan akan diuji
kebenarannya adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh Keberadaan Warga Negara Asing di dalam Anggota Dewan
Komisaris Terhadap Praktik Earnings management
Dewan komisaris adalah organ dari sebuah perusahaan yang
memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan baik secara umum
maupun khusus di dalam tugasnya sesuai dengan anggaran dasar serta
memberikan nasihat kepada direksi. Keberadaan pihak asing di dalam suatu
kepengurusan dewan komisaris diharapkan mampu menekan tindakan
earnings management dan membuat kinerja perusahaan meningkat. Mereka
dianggap memiliki jaringan internasional dan dapat meningkatkan
pengetahuan
serta
mempunyai
pengalaman
bisnis
terutama
dalam
menyelesaikan masalah perusahaan secara professional (Randoy et al, 2006).
Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut:
H1 : Pengaruh Keberadaan WNA di dalam dewan komisarisberpengaruh
negatif terhadap earnings management
27
2. Pengaruh Warga Negara Asing di dalam Anggota Komite Audit
Terhadap Praktik Earnings Management
Terdapatnya anggota yang memiliki kebangsaan asing dalam
manajemen perusahaan dianggap merupakan salah satu karakteristik
demografi yang menarik untuk diteliti. Keberadaan anggota yang memiliki
kebangsaan asing merupakan keuntungan kompetitif bagi perusahaan karena
dianggap memiliki jaringan internasional (Oxelheim dan Randoy, 2003).
Mereka diharapkan mempunyai pengetahuan lebih dan pengalaman bisnis
terutama dalam menyelesaikan masalah dan mengelola perusahaan secara
profesional (Randoy et al., 2006). Oleh karena itu keberadaan anggota
komite audit yang berkewarganegaraan asing dalam perusahaan diharapkan
dapat mengurangi tingkat praktik earnings management di dalam
perusahaan.
H2 : Pengaruh Keberadaan WNA di dalam anggota komite audit
berpengaruh negatif terhadap praktik earnings management.
3. Pengaruh Latar Belakang Pendidikan Dewan Komisaris Terhadap
Praktik Earnings management
Latar belakang pendidikan seperti berasal dari lulusan sarjana
akuntansi atau bukan mempunyai pengaruh terhadap keputusan yang
diberikan.Walaupun tidak ada aturan pasti yang mengharuskan dewan
komisaris tersebut memiliki latar belakang ekonomi untuk berkecimpung di
dalam dunia bisnis, namun sedikit banyak pengetahuan tentang teori-teori
ekonomi itu perlu agar keputusan yang diambil lebih tepat sasaran. Anggota
28
dewan yang memiliki pemahaman mendalam tentang ilmu ekonomi, akan
dianggap cenderung bisa membaca situasi ekonomi dan bisa memberikan
keputusan yang paling menguntungkan bagi perusahaan tersebut.
Tindakan earnings management di dalam perusahaan memiliki
dampak yang amat sangat luas bagi perusahaan dan dengan pengetahuan
yang cukup diharapkan anggota dewan komisaris dan komite audit
mempertimbangkan
untuk
memutuskan
sesuatu
mengenai
earnings
management. Maka dari itu, hipotesis yang dapat disimpulkan adalah :
H3 : Pengaruh Latar belakang pendidikan dewan komisaris berpengaruh
negatif terhadap earnings management
4. Pengaruh Latar Belakang Pendidikan dari Anggota Komite Audit
Terhadap Praktik Earnings Management
Kompetensi komite audit dalam perusahaan dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan formal akademik yang dimiliki anggota komite audit. Tingkat
pendidikan formal yang pernah ditempuh seseorang merupakan karakteristik
kognitif yang dapat mempengaruhi cara berpikir dan kemampuan dalam
pengambilan keputusan (Kusumastuti et al., 2007). Semakin tinggi
pendidikan anggota komite, maka semakin luas pengetahuan yang dimiliki
sehingga dapat memiliki solusi yang lebih baik dalam menyelesaikan
permasalahan.Tingkat pendidikan pada jenjang universitas membantu
anggota komite untuk memiliki peluang karir yang lebih menjanjikan.Dalam
penelitian ini, tingkat pendidikan anggota komite audit diharapkan dapat
meningkatkan konservatisme komite audit sehingga mengurangi praktik
29
earnings
management.
Penelitian
Wardhani
dan
Joseph
(2010)
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ketua komite audit tidak dapat
mengurangi
manajemen
laba
berbeda
dengan
Rustiarini
(2012)
penelitiannya menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
anggota komite audit semakin berkurang tingkat akrual lancer. Berdasarkan
hal tersebut, hipotesis yang peneliti simpulkan :
H4 : Pengaruh Tingkat pendidikan dari anggota komite audit berpengaruh
negatif terhadap praktik earnings management.
5. Pengaruh
Independensi
Dewan
Komisaris
Terhadap
Earnings
management
Komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah yang terjadi
antara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta
memberikan nasihat kepada para manajemen (Ujiyantho dan Pramuka,
2007).
Komisaris independen dan komite audit independen merupakan
posisi yang terbaik dan efektif dalam pelaksanaan pengawasan dan
pengendalian dalam perusahaan.
Di dalam pedoman pelaksanaan Good
Corporate Governance setidaknya harus ada satu anggota dewan komisaris
independen di dalam suatu perusahaan.Diharapkan keberadaan dewan
komisaris independen bisa mengurangi praktik earnings management.
Maka hipotesisnya adalah sebagai berikut :
H5 : Pengaruh Independensi dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap
earnings management.
30
6. Pengaruh Independensi Anggota Komite Audit Terhadap Praktik
Earnings Management
Independensi merupakan landasan dari efektivitas kinerja komite
audit. Independensi dalam hal ini dinilai berdasarkan tidak adanya
keterkaitan komite audit dengan posisi atau jabatan operasional di
perusahaan tempat komite audit tersebut berada. Apabila komite audit terdiri
dari anggota yang independen, maka akan terhindar dari benturan
kepentingan dalam perusahaan (Rustiarini, 2012). Berbeda dengan teori
yang dikemukakan, hasil penelitian Wardhani dan Joseph (2010)
menunjukkan bahwa independensi tidak dapat mengurangi praktik
manajemen laba yang terjadi di perusahaan. Meskipun demikian, hasil
penelitian Xie et al. (2003), Bedard et al. (2004), serta Pamudji dan
Trihartati (2009) menemukan bahwa independensi komite audit berpengaruh
negatif terhadap manajemen laba di perusahaan. Peneliti mengharapkan
pembentukan anggota komite audit yang independen tidak hanya bertujuan
untuk memenuhi regulasi yang dikeluarkan oleh Bapepam sehingga dapat
mempengaruhi kinerja komite audit dalam menjaga kualitas audit laporan
keuangan dan mengurangi praktik earnings management.
Dengan
demikian, hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
H6 : Pengaruh Independensi anggota komite audit berpengaruh negatif
terhadap praktik earnings management.
31
7. Pengaruh Keanggotaan KAP (Big Four atau Non Big Four) Terhadap
Praktik Earnings management
Para audit eksternal yang berafiliasi dengan KAP big four memiliki
beban untuk dapat mempertahankan reputasinya dan nama baiknya dengan
menjaga kredibilitas di depan klien.
Jika auditor tidak dapat
mempertahankan reputasinya maka dia akan hancur dengan sendirinya dan
masyarakat tidak akan menaruh kepercayaan lagi terhadapnya.
Hal ini
terjadi pada KAP Arthur Andersen yang terlibat di dalam kasus Enron
(Sanjaya, 2008). Untuk KAP yang tidak berafiliasi (non big four) mereka
memiliki suatu keleluasaan karena tidak perlu menanggung sebuah reputasi
baik di mata masyarakat. KAP big four memiliki standar yang tinggi dan
khusus dalam menjalankan prosedur auditnya oleh karena itu diharapkan
dapat menekan praktik earnings management di suatu perusahaan.
H7 : Pengaruh Keanggotaan KAP (big four atau non big four) berpengaruh
negatif terhadap praktik earnings management.
8. Pengaruh Struktur Kepemilikan (Manajerial atau Non Manajerial)
Terhadap Praktik Earnings Managements
Dari sudut pandang teori akuntansi, manajemen laba sangat
ditentukan oleh motivasi manajer perusahaan. Motivasi yang berbeda akan
menghasilkan besaran manajemen laba yang berbeda, seperti antara manajer
yang juga sekaligus sebagai pemegang saham dan manajer yang tidak
sebagai pemegang saham. Hal ini sesuai dengan sistem pengelolaan
perusahaan dalam dua kriteria: (1) Perusahaan yang dipimpin oleh manajer
32
dan pemilik (owner-manager) dan (2) Perusahaan yang dipimpin oleh
manajer dan bukan pemilik (non owners-manager). Dua kriteria ini akan
mempengaruhi manajemen laba, sebab kepemilikan seorang manajer akan
ikut menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap metode
akuntansi yang diterapkan pada perusahaan yang mereka kelola (Boediono,
2005).
Pendapat tersebut sesuai dengan Midiastuty dan Mahfoedz (2003),
dimana hubungannya menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dengan
manajemen laba berhubungan negatif. Penelitian Ujiyantho dan Pramuka
(2007), menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif
signifikan
terhadap
manajemen.
Berdasarkan
uraian
diatas,
maka
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H8 : Pengaruh Kepemilikan berpengaruh negatif terhadap praktik earnings
management.
C.
Model Konseptual
Untuk penelitian kali ini, berdasarkan landasan teori dan analisis serta
kerangka pemikiran dan hipotesis yang telah peneliti paparkan di atas, model
konseptual di dalam penelitian ini bisa dilihat pada bagan berikut ini :
33
H1 (-)
NAT DK
H2 (-)
NAT KA
H3 (-)
EDU DK
H4 (-)
EDU KA
H5 (-)
IND DK
EARNINGS
MANAGEMENT
+E
H6 (-)
IND KA
H7(-)
BIG 4/NON BIG
4
H8 (-)
MAN/NON MAN
Gambar 2.1 Model Konseptual
Keterangan :
NATDK
=
Nationality Dewan Komisaris
NATKA
=
Nationality Komite Audit
EDUDK
=
Education Dewan Komisaris
EDUKA
=
Education Komite Audit
INDDK
=
Independency Dewan Komisaris
INDKA
=
Independency Komite Audit
BIG4
=
KAP big 4 atau non big 4
MAN
=
Struktur Kepemilikan manajerial atau non manajerial
E
=
Error
Download