Untitled

advertisement
1
PENDAHULUAN
Anestesi spinal juga dikenal sebagai subarachnoid anestesi adalah bentuk anestesi
lokal atau regional, yang melibatkan suntikan obat anestesi ke dalam cairan cerebro spinal
(CSF). di ruang subarachnoid Injeksi ini biasanya disuntikan di daerah lumbal pada ruang L2
/ 3 atau L3 / 4. [1]
CSF dari kanalis vertebralis menempati ruang (kedalaman 2-3mm) sempit dimana
terdapat medulla spinalis dan cauda equina, dan tertutup oleh lapisan arakhnoid. Anestesi
local yang disuntikkan, akan menyebar di CSF ternpat penyuntikan kemudian mengikuti
aliran CSF . Tahap berikutnya mungkin menjadi yang paling penting, dan menyebar karena
adanya interaksi antara kepadatan dari kedua CSF dan solusi anestesi lokal di bawah
pengaruh gravitasi. Gravitasi akan 'diterapkan' melalui posisi pasien (telentang, duduk, dll),
dan, dalam posisi horizontal, oleh pengaruh kurva dari kanal tulang belakang.. [2]
ANATOMI TULANG VERTEBRA
Tulang vertebral terdiri dari 33 tulang: 7 servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5 sacral, dan 4
coccygeal. Kolom vertebral biasanya berisi tiga kurva. Kurva servikal dan lumbal adalah
cembung anterior, dan kurva thoraks adalah cembung posterior. [3]
Gambar 1 : Tulang Vertebrae
[2]
Terdapat lima ligamen yang menyokong tulang belakang bersama-sama, yaitu,
ligamentum supraspinosus, ligamentum interspinosus, ligamentum flavum, ligamentum
anterior dan posterior. Ligamen supraspinous menghubungkan akar dari prosesus spinosus
dari vertebra servikalis ketujuh (C7) ke sakrum. Ligamentum supraspinous dikenal sebagai
ligamentum nuchae di area di atas C7. Ligamen interspinous menghubungkan antar prosesus
spinosus. Ligamentum flavum, atau ligamen kuning, menghubungkan lamina di atas dan
2
bawah bersama-sama. Akhirnya, ligamen membujur posterior dan anterior mengikat badan
vertebra bersama-sama. [3]
Gambar 2: Ligamentum pada tulang vertebrae [2]
Tiga membran yang melindungi medulla spinalis adalah dura mater, arakhnoid mater,
dan pia mater. Dura mater merupakan lapisan terluar. Kantung dural meluas sampai ke
vertebra sacral kedua (S2). Arakhnoid merupakan lapisan tengah, dan ruang subdural terletak
di antara dura mater dan lapisan arakhnoid. Lapisan arachnoid juga berakhir di S2, seperti
kantung dural. Piameter menempel ke permukaan dari sumsum tulang belakang dan berakhir
di terminale filum, yang membantu untuk menahan medulla spinalis sampai sakrum. Ruang
antara arakhnoid dan piameter dikenal sebagai ruang subarachnoid, dan saraf tulang belakang
berjalan di ruang ini, seperti halnya CSF. [3]
Gambar 3: Lapisan membrane medulla spinalis
[2]
Panjang dari sumsum tulang belakang bervariasi sesuai dengan umur. Pada trimester
pertama, sumsum tulang belakang meluas sampai akhir tulang belakang, tetapi sebagai usia
janin, kolom tulang belakang memanjang lebih dari sumsum tulang belakang. Saat lahir,
sumsum tulang belakang berakhir pada sekitar L3 dan pada orang dewasa, medulla spinalis
berakhir pada sekitar L1 dengan 30% dari orang yang berakhir pada T12 dan 10% pada L3
3
ANESTESI LOKAL
Anestetik lokal ialah gabungan dari garam larut dalam air dan alkaloid larut dalam
lemak dan terdiri dari bagian kepala cincin aromatik tak jenuh bersifat lipofilik, bagian badan
sebagai penghubung terdiri dari cincin hidrokarbon dan bagian ekor terdiri dari amino tersier
bersifat hidrofilik. Semakin panjang gugus alkoholnya, semakin besar daya kerja
anestetiknya, tetapi toksisitasnya juga meningkat.
Pusat mekanisme kerjanya terletak di membran sel. Seperti juga alkohol dan barbital,
anestetika lokal menghambat penerusan impuls dengan jalan menurunkan permeabilitas
membran sel saraf untuk ion-natrium, yang perlu bagi fungsi saraf yang layak. Hal ini
disebabkan adanya persaingan dengan ion-ion kalsium yang berada berdekatan dengan
saluran-saluran natrium di membran sel saraf. Pada waktu bersamaan, akibat turunnya laju
depolarisasi, ambang kepekaan terhadap rangsangan listrik lambat Iaun meningkat, sehingga
akhirnya terjadi kehilangan rasa setempat secara reversible. [4]
Diperkirakan bahwa pada proses stabilisasi membran tersebut, ion-kalsium memegang peranan penting, yakni molekul-molekul lipofil besar dan anestetika lokal mungkin
mendesak sebagian ion-kalsium di dalam membran sel tanpa mengambil alih fungsinya.
Dengan demikian, membran sel menjadi lebih padat dan stabil, serta dapat lebih baik
melawan segala sesuatu perubahan mengenai permeabilitasnya.
Di samping itu, anestetika lokal mengganggu fungsi semua organ di mana terjadi
konduksi/ transmisi dari beberapa impuls. Dengan demikian, anestetika lokal mempunyai
efek yang penting terhadap SSP, ganglia otonom, cabang-cabang neuromuskular, dan semua
jaringan otot.
Anestesi Lokal terdiri dari :
1. Neurological blockade perifer
•
Topical
•
Infiltration
•
Field block
•
Nerve block
•
i.v regional anestesia
2. Neurological blockade sentral
•
Anesthesia spinal
•
Anesthesia epidural
4
SPINAL ANESTESI
Anestesi spinal juga dikenal sebagai subarachnoid anestesi adalah bentuk anestesi
lokal atau regional, yang melibatkan suntikan obat anestesi ke dalam ruang subarachnoid
cairan cerebrospinal (CFS). Injeksi ini biasanya dibuat di daerah lumbal pada ruang L2 / 3
atau L3 / 4.
Spinal anestesi memiliki keuntungan dari kesederhanaan, onset cepat tindakan,
tingkat kegagalan yang rendah, dosis obat minimal, dan relaksasi otot yang sangat baik, yang
membuatnya teknik pilihan untuk operasi caesar baik elektif dan darurat ketika berfungsi
epidural kateter tidak pada tempatnya. [5]
Oleh karena itu, digunakan untuk:
• Operasi di bawah umbilikus seperti operasi genitourinari, prosedur perbaikan hernia
atau operasi dilakukan pada ekstremitas bawah (tungkai bawah).
• Operasi caesar.
Pilihan anestesi lokal didasarkan pada potensi efek agen, onset dan durasi anestesi, dan
samping obat. Dua kelompok anestesi lokal yang dapat digunakan dalam spinal anestesi
yaitu:
1.
Golongan ester (-COOC-) : Kokain, benzokain (amerikain), ametocaine, prokain
(nevocaine), tetrakain (pontocaine), kloroprokain (nesacaine).
2.
Golongan
amida
(-NHCO-)
:
Lidokain
(xylocaine,
lignocaine), mepivakain
(carbocaine), prilokain (citanest), bupivakain (marcaine), etidokain (duranest), dibukain
(nupercaine), ropivakain (naropin), levobupivacaine (chirocaine).
Perbedaan penting antara anestetik lokal ester dan amida adalah efek samping yang
ditimbulkan dan mekanisme metabolitnya, dimana golongan ester kurang stabil dalam larutan
(prokain, ametokain), lebih mudah dipecah oleh kolinesterase plasma, waktu paruh sangat
pendek, sekitar 1 menit. Adapun produk degradasi hasil metabolisme ester adalah asam paminobenzoik. [6]
Sedangkan golongan amida sedikit dimetabolisir dan cenderung terjadi akumulasi
dalam plasma. Ikatan amida dipecah menjadi N-dealkilasi dengan cara hidrolisi, terutama di
hepar. Penderita penyakit hepar berat lebih banyak mengalami reaksi-reaksi merugikan.
Eleminasi waktu paruh sekitar 2-3 jam. Bentuk amida lebih stabil dan kelarutan dapat di
sterilkan dengan autoklaf. [6]
5
Meskipun metabolisme penting untuk menentukan aktivitas obat bius lokal, kelarutan
lipid, protein yang mengikat, dan pKa juga mempengaruhi aktivitas [4].
•
Lipid/Water solubility ratio, menentukan ONSET OF ACTION. Semakin tinggi
kelarutan dalam lemak akan semakin tinggi potensi anestesi local.
•
Protein Binding, menentukan DURATION OF ACTION. Semakin tinggi ikatan
dengan protein akan semakin lama durasi nya
•
pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin rendah pKa
makin banyak basa, makin cepat onsetnya. Anestetik lokal dengan pKa tinggi
cenderung mempunyai mula kerja yang lambat. Jaringan dalam suasana asam
(jaringan inflamasi) akan menghambat kerja anestetik lokal sehingga mula kerja obat
menjadi lebih lama. Hal tersebut karena suasana asam akan menghambat
terbentuknya asam bebas yang diperlukan untuk menimbulkan efek anestesi.
MEKANISME KERJA SPINAL ANESTESI
Gambar 4 : Anestesi Spinal [2]
Farmakokinetik anestesi lokal termasuk penyerapan dan eliminasi obat. Empat faktor
berperan dalam penyerapan anestesi lokal dari ruang subarachnoid ke dalam jaringan saraf,
(1) konsentrasi anestesi lokal di CSF, (2) luas permukaan jaringan saraf terkena CSF, (3) lipid
isi jaringan saraf, dan (4) aliran darah ke jaringan saraf. [5]
Saraf-saraf pada medulla spinalis menyerap anestesi lokal yang diinjeksi ke dalam
ruang subarachnoid. Semakin luas permukaan saraf terkena, semakin besar penyerapan
anestesi local. Mekanisme kerja anestesi local adalah dengan difusi dari CSF ke piameter dan
6
ke medulla spinalis, yang merupakan proses yang lambat. Hanya bagian paling dangkal dari
sumsum tulang belakang dipengaruhi oleh difusi anestesi lokal [5]
Mekanisme kerja dari spinal anestesi, obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran
natrium (sodium channel), mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion
natrium dan kalium, sehingga terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya tak terjadi
konduksi saraf. Mekanisme utama aksi anestetik lokal adalah memblokade “voltage-gated
sodium channels”. Membrane akson saraf, membrane otot jantung, dan badan sel saraf
memiliki potensial istirahat -90 hingga -60 mV. Selama eksitasi, lorong sodium terbuka, dan
secara cepat berdepolarisasi hingga tercapai potensial equilibrium sodium (+40 mV). Akibat
dari depolarisasi, lorong sodium menutup (inaktif) dan lorong potassium terbuka. Aliran
sebelah luar dari repolarisasi potassium mencapai potensial equilibrium potassium (kira-kira
-95 mV). Repolarisasi mngembalikan lorong sodium ke fase istirahat. Gradient ionic
transmembran dipelihara oleh pompa sodium. Fluks ionic ini sama halnya pada otot jantung,
dan dan anestetik local memiliki efek yang sama di dalam jaringan .
Gambar 5 : Mekanisme Kerja Anestesi lokal
[4]
Fungsi sodium channel bisa diganggu oleh beberapa cara. Toksin biologi seperti
batrachotoxin, aconitine, veratridine, dan beberapa venom kalajengking berikatan pada
reseptor diantara lorong dan mencegah inaktivasi. Akibatnya terjadi pemanjangan influx
sodium melalui lorong dan depolarisasi dari potensial istirahat. Tetrodotoxin (TTX) dan
saxitoxin memblok lorong sodium dengn berikatan kepada chanel reseptor di dekat permukan
extracellular. Serabut saraf secara signifikan berpengaruh terhadap blockade obat anestesi
local sesuai ukuran dan derajat mielinisasi saraf. Aplikasi langsung anestetik lokal pada akar
7
saraf, serat B dan C yang kecil diblok pertama, diikuti oleh sensasi lainnya, dan fungsi
motorik yang terakhir diblok.
FARMAKOKINETIK
A. Absorbsi sistemik
Dipengaruhi oleh:
1.Tempat suntikan. kecepatan absorbsi sistemik sebanding dengan banyaknya
vaskularisasi tempat suntikan.
2.Penambahan vasokonstriktor.
Adrenalin
Adrenalin 5 μg/ml atau 1:200.000 membuat vasokonstriksi pembuluh darah
pada tempat suntikan sehingga dapat memperlambat absorbsi sampai 50%. Ini
penting untuk obat-obat dengan durasi pendek atau intermediet seperti prokain,
lidokain, dan mepivacaine. Disamping itu dengan penambahan epinephrine
bertujuan
untuk
mengurangi
perdarahan
saat
pembedahan
dan
muntuk
meningkatkan intensitas blok dengan efek agonis alpha langsung pad reseptor
antinociceptive di spinal cord, dan untuk membantu pada evaluasi suatu dosis tes.
Dosis maksimum epinephrine tidak boleh melebehi 10 mcg/kg pada pasien
anak dan 250 mcg pada orang dewasa. Epinephrine tidak boleh digunakan pada
blok saraf perifer pada area dengan aliran darah kolateral sedikit atau pada teknik
regional intravena.
B. Distribusi
Distribusi anestetika local dipengaruhi oleh ambilan organ (organ uptake) dan
ditentukan oleh factor-faktor:
1. Perfusi jaringan
2. Koefisien partisi jaringan/darah
Ikatan kuat dengan potein plasma→ obat lebih lama di darah.
Kelarutan dalam lemak tinggi → meningkatkan ambilan jaringan
3. Massa jaringan
Otot merupakan tempat reservoir bagi anestetika lokal
Anestetika local golongan amide tersebar luas setelah pemberian bolus intravena. Setelah fase
distribusi inisial cepat, yang mana terdiri dari ambilan perfusi yang tinggi seperti otak, hepar,
8
ginjal, dan jantung, terjadi fase distribusi yang lambat ke dalam perfusi jaringan yang
moderat seperti otot dan saluran gastrointestinal.
Barisitas memainkan peran penting dalam menentukan penyebaran anestesi lokal
di ruang tulang belakang dan sama dengan kepadatan dari anestesi lokal dibagi dengan
kepadatan CSF pada suhu 37-| C. Anestesi lokal dapat hiperbarik, Hypobaric, atau
isobarik bila dibandingkan dengan CSF, dan barisitas adalah penentu utama bagaimana
anestesi lokal didistribusikan saat disuntikkan ke dalam CSF. Solusi Hypobaric kurang
padat dari CSF dan cenderung untuk bangkit melawan gravitasi. Solusi isobarik adalah
sebagai padat seperti CSF dan cenderung tetap pada tingkat di mana mereka disuntikkan.
Solusi hiperbarik lebih padat dari CSF dan cenderung mengikuti gravitasi setelah injeksi.
Solusi Hypobaric memiliki barisitas kurang dari 1,0 relatif terhadap CSF dan
biasanya dibuat dengan menambahkan air steril suling dengan anestesi lokal. Tetrakain,
dibucaine, dan bupivakain semuanya telah digunakan sebagai solusi Hypobaric pada
anestesi spinal. Posisi pasien adalah penting setelah injeksi anestesi spinal Hypobaric
karena beberapa menit pertama yang menentukan penyebaran anestesi. Jika pasien
berada dalam posisi Trendelenburg setelah injeksi, obat bius akan menyebar ke arah
caudal dan jika pasien berada dalam posisi Trendelenburg terbalik, obat bius akan
menyebar cephalad setelah injeksi. Jika prosedur itu harus dilakukan di daerah perineum
atau anus dalam posisi, rawan pisau lipat, sebuah tulang belakang Hypobaric anestesi
akan menjadi pilihan yang sangat baik untuk menghindari pasien reposisi setelah injeksi.
Solusi hiperbarik pada anestesi spinal memiliki baricity lebih besar dari 1,0.
Barisitas solusi isobarik sama dengan 1,0. Tetrakain dan bupivakain memiliki
keduanya telah digunakan dengan sukses untuk anestesi spinal isobarik, dan posisi
pasien tidak mempengaruhi penyebaran anestesi lokal, berbeda halnya dengan solusi
hiperbarik atau Hypobaric.Injeksi dapat dibuat dalam posisi apapun, dan kemudian
pasien dapat ditempatkan ke posisi yang diperlukan untuk operasi. Gravitasi tidak
memainkan peran dalam penyebaran solusi isobarik, berbeda dengan anestesi hipo-atau
hiperbarik lokal.
Sebuah solusi anestesi lokal dapat dibuat dengan menambahkan hiperbarik
dekstrosa atau glukosa.Bupivacaine, lidocaine dan tetrakain semuanya telah digunakan
sebagai solusi hiperbarik pada anestesi spinal. Posisi pasien mempengaruhi penyebaran
obat bius. Seorang pasien dalam posisi Trendelenburg akan memiliki perjalanan anestesi
dalam arah cephalad dan sebaliknya.
9
Dosis dan volume keduanya memainkan peran dalam penyebaran anestesi lokal
setelah injeksi tulang belakang, meskipun dosis telah terbukti lebih penting daripada
volume. Konsentrasi anestesi lokal sebelum injeksi tidak memiliki bantalan pada
distribusi karena setelah injeksi, karena pencampuran dari CSF dan pembiusan lokal, ada
konsentrasi baru.
C. Metabolisme dan ekskresi
Anestetika local golongan ester sebagian besar dimetabolisme oleh enzim pseudokolinesterase (kolinesterase plasma). Hidrolisa ester sangat cepat dan kemudian metabolit
diekskresi melalui urin. Cairan serebrosipinal sedikit enzim ensterase, jadi terminasi aksi dari
anestetika local yang disuntikkan secara intratekal bergantung pada absorbsinya kedalam
aliran darah.
Anestetik local tipe ester dihidrolisis sangant cepat di dalam darah oleh sirkulasi
butyrylklinesterase (pseudokolinesterase) menjadi metabolit inaktif. Oleh karena itu, prokain
dan kloroprokain memiliki waktu paruh yang sangat pendek (<1 menit).
P-aminobenzoic suatu metabolit dari anestetika local golonan ester dikaitkan dengan
reaksi alergi.
Golongan amida dimetabolisme terutama oleh enzim mikrosomal (liver microsomal
cytochrome P450 isozyme) di hati. Linkage amida dipecahkan permulaan melalui Ndealkilasi selanjutnya dengan hidrolisis. Kecepatan metabolisme tergantung kepada
spesifikasi obat anestetik local. Metabolismenya lebih lambat dari hidrolisa ester. Metabolit
diekskresi lewat urin dan sebagian kecil diekskresi dalam bentuk utuh.
Metabolit prilokain (derivate o-toluidine) yang menumpuk setelah dosis besar (lebih besar
daripada 10 mg/kg), mengubah hemoglobin menjadi methemoglobin. Benzzocaine juga dapat
menyebabkan methemoglobinemia.
Ada variasi pada rata-rata metabolisme hepar dari omponen amide seseorang, dimulai
dari yang paling cepat yaitu prilokain > lidokain > mepivacaine > ropivacaine > bupivacaine
dan levobupivacaine (yang paling lambat). Akibatnya, toksisitas anestetik lokal tipe amide
lebih sering terjadi pada pasien dengan penyakit hepar. Sebagai contoh, rata-rata waktu paruh
eliminasi lidokain bisa meningkat dari 1,6 jam pada pasien normal menjadi lebih dari 6 jam
pada pasien dengan gangguan hepar.
[7]
Penurunan eliminasi anestetik lokal oleh hepar juga terjadi pada pasien dengan
penurunan aliran darah hepar sebagai contoh, eliminasi hepar terhadap lidokain pada pasien
10
yang dianestesi dengan anestetik volatilkain (dimana menurunkan aliran darah hepar) lebih
lambat dibandingkan pasien yang dianestesi dengan anestetik intravena.
TOKSISITAS DAN EFEK
A. Toksisitas lokal
1. Transient radicular irritation (TRI) atau transient neurologic symptoms (TNS)
A. Ditandai oleh dysesthesia, nyeri terbakar, low back pain dan sakit pada ekstrimitas
bawah dan bokong. Etiologi gejala ini melengkapi iritasi radikular. Gejala biasanya
Nampak dalam 24 jam setelah penyembuhan lengkap dari anestesi spinal dan hilang
dalam 7 hari.
B. Peningkatan neurotoksisitas insidensi berhubungan dengan pemberian subarachnoid
dari lidokain 5% telah dilaporkan.
2. Cauda equine syndrome
A. Terjadi ketika luka yang tersebar ke pleksus lumbosakral menyebabkan derajat yang
bermacam-macam anestesi sensori,disfungsi spinkter usus dan kandung kemih, dan
paraplegi.
B. Permulaannya dilaporkan disebabkan lidokain 5% dan tetrakain 0.5% yang diberikan
melalui sebuah mikrokateter. Ada peningkatan risiko manakala ditempatkan pada
ruang subaraknoid ,yang demikian bisa terjadi selama dan sesudah anestetik spinal
terus-menerus injeksi, kecelakaan injeksi subaraknoid dari dosis epidural yang
diharapkan atau dosis spinal berulang-ulang.
C. Kloroproprokain telah dikaitkan dengan neurotoksistas. Penyebab neurotoksistas ini
kemungkinan adalah pH rendah kloroprokain.
B. Efek samping terhadap Sistem Tubuh
Sistem kardiovaskular
Anestetik local menekan automatisasi miokard (depolarisasi fase IV spontan) dan
mengurangi durasi periode refrakter (ditunjukkan sebagai pemanjangan interval PR dan
pelebaran QRS).
Kontraktilitas miokardial dan kecepatan konduksi ditekan pada konsentrasi lebih
besar. Relaksasi otot polos penyebab beberapa derajat vasodilatasi (dengan pengecualian
kokain).
Disritmia jantung atau kolaps sirkulasi sering suatu tanda yang hadir pada overdosis
anestetik lokal selama anesthesia general.
11
Injeksi intravaskluar bupivakain telah menyeababkan reaksi kardiotoksik berat,
meliputi hipotensi, blok jantung atrioventrikular, dan disritmia seperti fibrilasi ventrikel.
Kehamilan, hipoksemia, dan asidosis respirasi adalah faktor risiko yang mempengaruhi.
Ropivakain tak cukup signifikan toksisitas jantung karena disosianya lebih cepat dari channel
sodium. Levobupivakain kurang berefek kardiotoksik daripada bupivakain.
Sistem pernapasan
Relaksi otot polos bronkus. Henti napas akibat paralise saraf frenikus, paralise
interkostal,atau depresi langsung pusat penraf frenikus, paralise interkostal,atau depresi
langsung pusat pengaturan pernafasan.
Apnea dapat diakibatkan oleh paralisis saraf interkostal dan phrenic atau penekanan
pusat respirasi medulla yang menyertai eksposure langsung terhaap agen local anestetik
(postretrobulbar apnea syndrome).
System saraf pusat (SSP)
SSP rentan tehadap tosisitas anestetika local, dengan tanda-tanda awal parestesia
lidah, pusing, kepala terasa ringan, tinnitus, pandangan kabur, agas anestetika local, dengan
tanda-tanda awal parestesia lidah, pusing, kepala terasa ringan, tinnitus, pandangan kabur,
agitasi, twitching, depresi pernapasan, tidak sadar, konvulsi, koma. Tambahan adrenalin
berisiko kerusakan saraf.
Kejang tonik-klonik mungkin diakibatkan blockade selektif jalur inhibisi. Henti
pernapasan sering mengikuti aktivitas kejang. Toksisitas SSP diperberat oleh hiperkarbia,
hipoksia dan asidosis.
Imunologi
Golongan ester menyebabkan reaksi alergi lebih sering, karena merupakan derivate
para-amino-benzoic acid (PABA) yang dikenal sebagai alergen.
System muskuloskletal
Bersifat miotoksik (bupivakain > lidokain > prokain) ketika diinjeksikan secara
langsung kedalam otot skelet.
Tambahan adrenalin berisiko kerusakan saraf. Regenerasi dalam waktu 3-4 minggu.
Beberapa anestetik lokal yang sering digunakan : [8]
1. Lidokain (lignocaine, xylocain, lidonest)
12
Lidokain (xilokain) adalah anestetik lokal kuat yang digunakan secara luas
dengan pemberian topikal dan suntikan. Anestesia terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih
lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Pada konsentrasi
yang sebanding. Lidokain merupakan aminoetilamid dan merupakan prototip dari
anestetik lokal golongan amida. Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anestesia
infiltrasi, sedangkan larutan 1,0-2% untuk anestesia blok dan topikal. Anestetik ini
efektif bila digunakan tanpa vaso-konstriktor, tetapi kecepatan absorpsi dan
toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih pendek. Lidokain merupakan obat
terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap anestetik lokal golongan ester.
Lidokain dapat menimbulkan kantuk. Sediaan berupa larutan 0,5-5% dengan atau
tanpa epinefrin (1: 50.000 sampai 1 : 200.000)
Sifat kimia dan fisika : Lidokain mempunyai rumus dasar yang terdiri dari gugus
amin hidrofil, gugus residu aromatik dan gugus intermedier yang menghubungkan
kedua gugus tersebut. Gugus amin merupakan amin tarsier atau sekunder, antara
gugus residu aromatik dan gugus intermedier dihubung-kan dengan ikatan amid.
Bersifat basa lemah dengan pKa antara 7,5 9,0 dan sulit larut dalam air, kemampuan
berdifusi ke jaringan rendah dan tidak stabil dalam larutan. Oleh karena itu preparat
anestetik lokal untuk injeksi terdapat dalam bentuk garam asam dengan penambahan
asam klorida. Dalam sediaan demikian, anestetik lokal mempunyai ke-larutan dalam
air tinggi, kemampuan berdifusi ke jaringan besar dan stabil dalam larutan.
Gambar 6: Rumus bangun lidokain [2]
Mekanisme kerja . Setelah disuntikkan, obat dengan cepat akan dihidrolisis dalam
jaringan tubuh pada pH 7,4-4 5, menghasilkan basa bebas (B) dan kation bermuatan
positif (BH). Proporsi basa bebas dan kation bermuatan positif tergantung pada pKa
larutan anestetik lokal dan pH jaringan. Hubungan kedua faktor tersebut dinyatakan
13
dengan rumus: pH = pKa ¬log ( BH/B ) yang dikenal sebagai persamaan Henderson
Hasselbach.
Anestetik lokal dengan pKa tinggi cenderung mempunyai mula kerja yang lambat.
Jaringan dalam suasana asam (jaringan inflamasi) akan menghambat kerja anestetik
lokal sehingga mula kerja obat menjadi lebih lama. Hal tersebut karena suasana asam
akan menghambat terbentuknya asam bebas yang diperlukan untuk menimbulkan efek
anestesi. Dari kedua bentuk di atas yaitu B dan BH, bentuk yang berperan dalam
menimbulkan efek blok anestesi masih banyak dipertanyakan. Dikatakan baik basa
bebas (B) maupun kationnya (BH) ikut berperan dalam proses blok anestesi. Bentuk
basa bebas (B) penting untuk penetrasi optimal melalui selubung saraf, dan kation
(BH) akan berikatan dengan reseptor pada sel membran. Cara kerja anestetik lokal
secara molekular (teori ikatan reseptor spesifik) adalah sebagai berikut: molekul
anestetik lokal mencegah konduksi saraf dengan cara berikatan dengan reseptor
spesifik pada celah natrium.
Seperti diketahui bahwa untuk konduksi impuls saraf diperlukan ion natrium
untuk menghasilkan potensial aksi saraf. Efek samping lidokain biasanya berkaitan
dengan efeknya terhadap SSP, misalnya mengantuk, pusing, parestesia, kedutan otot,
gang¬guan mental, koma, dan bangkitan. Mungkin sekali metabolit lidokain yaitu
monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid ikut berperan dalam timbulnya efek samping
ini. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel,
atau oleh henti jantung .
Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anestesia infiltrasi, blokade
saraf, anestesia spinal, anestesia epidural ataupun anestesia kaudal, dan secara
setempat untuk anestesia selaput lendir. Pada anestesia infiltrasi biasanya digunakan
larutan 0,25-0,50% dengan atau tanpa epinefrin. Tanpa epinefrin dosis total tidak
boleh melebihi 200 mg dalam waktu 24 jam, dan dengan epinefrin tidak boleh
melebihi 500 mg untuk jangka waktu yang sama. Dalam bidang kedokteran gigi,
biasanya digunakan larutan 1-2% dengan epinefrin; untuk anestesia infiltrasi dengan
mula kerja 5 menit dan masa kerja kira-kira 1 jam dibutuhkan dosis 0,5-1,0 mL.
Untuk blokade saraf digunakan 1-2 mL.
Efek samping. Penggunaan lidokain jarang menimbulkan efek samping. Efek
samping sering terjadi karena adrenalin yang ditambahkan sebagai vasokonstriktor,
ialah berupa palpitasi, sakit kepala, ansietas dan takikardi.
14
Gambar 7: Ikatan Kimia Lidokain [2]
2. Bupivakain (marcain)
Konsentrasi efektif minimal 0,125%. Mula kerja lebih lambat dibanding
lidokain,tetapi lama kerja sampai 8 jam.
Setelah suntikan kudal, epidural, atau infiltrasi, kadar plasma puncak dicapai dalam
45 menit, kemudian menurun perlahan-lahan dalam 3-8 jam.
Untuk anestesa spinal 0,5% volum antara 2-4 ml iso atau hiperbarik dengan dosis
bolus 7-15 mg 9larutan 0.75%); anak-anak 0,5 mg/kgBB minimal 1mg.
3. Ropivakain (naropin) dan levobupivakain (chirokain)
Penggunaannya seperti bupivakain, karena kedua obat tersebut merupakan
isomer bagian kiri dari bupivakain yang dampak sampingnya lebih ringan
dibandingkan bupivakain dampak sampingnya lebih besar.
Konsentrasi efektif minimal 0,25%.
Sifat-sifat naropin injeksi mengandung ropivakain HCl, yaitu obat anestetik
lokal golongan amida. Naropin injeksi adalah larutan isotonik yang steril,
mengandung bahan campuran obat (etantiomer) yang murni yaitu Natrium Klorida
(NaCl) agar menjadi larutan isotonik dan aqua untuk injeksi. Natrium Hidroksida
(NaOH) dan/ atau asam Hidroklorida (HCl) dapat ditambahkan untuk meyesuaikan
pHnya (keasamannya). Naropi injeksi diberikan secara parentral. Pada suhu 250C,
kelarutan ropivakain HCl dalam air adalah 53,8 mmg/mL dengan rasio distribusi
antara n-oktanol dan fosfat bufer pada pH 7,4 adalah 14:1 dan pKanya 8,07 dalam
larutan KCl 1 M. pKa ropivakain hampir sama denganbupivkain (8,1) dan mendekati
pKa mepivakain (7,7) . akan tetapi kelarutan ropivakain dalam lemak (lipid) berada
diantar kelarutan bupivakain dan mepivakain.
15
Efek samping naropin injeksi
Efek samping ropivakain mirip dengan efek samping anastetik lokal kelompok
amida lainnya. Reaksi efek samping anastetik lokal kelompok amida terutama
berkaitan dengan kadarnyan dalam plasma yang berlebihan, yang dapat terjadi apabila
melebihi dosis, jarum suntik masuk ke dalam pembuluh darah tanpa sengaja atau jika
metaolisme obat tersebut dalam tubuh lambat.
Efek samping sistemik
Efek samping akut yang Paling sering dijumpai dan memerlukan penanganan
yang cepat adalah efek sampingnya pada sistem saraf pusat (SSP) dan sistem
kardiovaskuler. Reaksi efek samping ini pada umumnya tergantung pada dosis dan
disebabkan oleh kadar obat dalam plasma yang tinggi yang bisa terjadi karena over
dosis, absorbsi (penyerapan) obat terlalu cepat dari tempat suntikan, rendahnya
toleransi pasien terhadap obat, atau apabila jarum suntik anastesi lokal masuk ke
dalam pembuluh darah. Di samping toksisitas sistemiknya yang tergantung pada
dosis, masuknya obat ke dalam subaraknoid secara tidak sengaja ketika melakukan
blok epidural melalui lumbal (tulang punggung) , atau ketika melakukan blok saraf di
dekat kolumna vertebra (khususnya di bagian kepala dan dibagian leher), dapat
mengakibatkan depresi pernafasan dan apnea (sesak nafas) total atau apnea sesuai
tingkat saraf spinal yang mengontrol pernafasan. Juga dapat terjadi hipotensi karena
berkurangnya tonus (kekuatan) saraf simpati atau para lisis respirasi (kelumpuhan
otot-otot pernafasan) serta hipoventilasi karena obat anastetik mencapai tingkatan
saraf motorik di kepala. Keadaan ini dapat memicu henti jantung apabila tidak
ditangani dengan segera. Faktor-faktor yang mempengaruhi ikatan obat dengan
protein plasma misanya asidosis, penyakit sistemik yang dapat mengubah produksi
protein dalam tubuh, atau kompetensi dengan obat-obat lainnya untuk berikatan
dengan protein, dapat menurunkan toleransi (daya terima terhadap obat) seorang
pasien. Pemberian naropin secara epidural pada beberapa kasus seperti halnya
pemberian obat-obat anastesi lainnya dapat meningkatkan suhu tubuh secara
mendadak diatas 38,5oC. ini paling sering terjadi apabila dosis naropin diatas
16mg/jam.
Efek Samping Pada Sistem Saraf
Efek samping ini ditandai dengan kegelisahan dan depresi.
Akan tetapi,
kegelisahan dapat terjadi mendadak atau bisajuga tidak terjadi, dimana reaksi efek
samping hanya berupa depresi. Depresi ini bisa berlanjut menjadi rasa kantuk dan
16
akhirnya kesadaran pasien hilang dan terjadi henti nafas. Efek samping lainnya pada
sistem saraf pusat adalah nausea (mual), muntah menggigil, dan konstriksi pupil
(pupil mata menyempit).
Efek Samping pada Sistem Kardiovaskuler
Dosis tinggi atau masuknya jarum suntik kedalam pembuluh darah dapat
menyebabkan kadar obat dalam plasma meningkat sehingga mengakibatkan depresi
otot jantung (jantung menjadi lemah), darah yang dipompa jantung berkurang,
hambatan konduksi saraf pada jantung, hipotensi, bradikardi (denyut nadi kurang 60
kali/menit), aritmia ventrikular (denyut jantung tidak berirama), yaitu takikardi
ventrikel (denyut jantung diatas 100 kali/ menit) dan vibrilasi atrium (jantung
berdebar) dan bahkan henti jantung (oleh karena itu, perlu diperhatikan catatan
peringatan, pencegahan, dan overdosis pada label obat).
Efek Samping Alergi
Pada penggunaan naropin injeksi, jarang terjadi reaksi alergi tetapi bisa saja
terjadi jika pasien terlalu sensitif terhadap obat anestesi lokal (perhatikan peringatan
pada label obat). Reaksi efek samping alergi ditandai dengan gejala-gejala berupa
urtikaria (kulit bengkak merah), pruritus (gatal-gatal), eritema (kulit merah-merah),
udem angioneurotik (misalnya udem laring), takikardi, bersin-bersin, mual, muntah,
pusing, sinkop (pingsan), keringatan, badan panas dan bahkan reaksi anapilaksis
(termaksuk hipotensi berat). Sensistifitas silang antar obat anestesi lokal kelompok
amida pernah terjadi.
FARMAKODINAMIKA SPINAL ANESTESI
Farmakodinamika injeksi spinal anestesi lokal luas dapat dilihat dari system
kardiovaskular, pernapasan, dan pencernaan. [2]
Pada system kardiovaskular, anestesi spinal menyebabkan perubahan hemodinamik.
Hipotensi dan bradikardi adalah efek samping yang paling umum terlihat dengan denervasi
simpatik. Faktor risiko yang terkait dengan hipotensi termasuk hipovolemia, hipertensi
preoperatif, blok sensorik tinggi, umur yang lebih tua dari 40 tahun, obesitas, dikombinasikan
umum dan anestesi spinal, dan penambahan fenilefrin ke pembiusan lokal, konsumsi alkohol
kronis, riwayat hipertensi, peningkatan BMI, tingkat tinggi blok sensorik, dan urgensi dari
operasi semua meningkatkan kemungkinan hipotensi setelah anestesi spinal. Hipotensi terjadi
pada sekitar 33% dari populasi non-obstetri.
17
Arteri dan venodilatasi baik terjadi pada anestesi spinal dan menghasilkan hipotensi.
Vasodilatasi arteri tidak maksimal setelah blokade spinal, dan otot polos pembuluh darah
terus mempertahankan persyarafan otonom setelah denervasi simpatik. Karena retensi
rangsang otonom, resistensi vaskular perifer keseluruhan (TPVR) menurun hanya sebesar
15% sampai 18%, sehingga MAP menurun sebesar 15% sampai 18% jika output jantung
tidak menurun. Pada pasien dengan penyakit arteri koroner, resistensi vaskular sistemik dapat
menurun hingga 33% setelah anestesi spinal [139]. Namun, setelah anestesi spinal,
venodilation akan maksimal, tergantung pada lokasi pembuluh darah. Jika pembuluh darah
terletak di bawah atrium kanan, gravitasi akan menyebabkan penyatuan darah perifer, dan
jika pembuluh darah berada di atas, ada aliran balik darah ke jantung. Vena kembali ke
jantung, atau preload, karena itu tergantung pada posisi pasien selama anestesi spinal. Karena
preload menentukan cardiac output dan posisi pasien adalah faktor utama dalam menentukan
preload, asalkan pasien euvolemic diposisikan dengan kaki ditinggikan di atas jantung, tidak
boleh ada perubahan signifikan dalam output jantung setelah anestesi spinal.
Pada pasien dengan fisiologi paru-paru normal, anestesi spinal memiliki efek yang
sangat sedikit pada fungsi paru. Efek pernapasan utama anestesi spinal terjadi selama blokade
spinal tinggi ketika pernafasan aktif terpengaruh karena kelumpuhan otot perut dan
interkostal. Selama blokade spinal tinggi, cadangan volume ekspirasi, arus puncak ekspirasi,
dan ventilasi menit maksimum berkurang. Pasien dengan penyakit paru obstruktif yang
mengandalkan penggunaan aksesori otot untuk ventilasi yang memadai harus dipantau secara
hati-hati setelah blokade spinal. Pasien dengan fungsi paru normal dan blok spinal tinggi
mungkin mengeluh dispnea, tetapi jika mereka dapat berbicara jelas dengan suara normal,
ventilasi biasanya normal.Dyspnea biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan untuk
merasakan gerakan dinding dada selama respirasi, dan jaminan sederhana biasanya efektif
dalam menenangkan marabahaya pasien.
Persarafan simpatik terhadap organ-organ perut muncul dari T6 ke L2. Karena
blokade simpatis dan parasimpatis terlindung aktivitas setelah blokade spinal, sekresi
meningkat, sphincters relaksasi, dan kerja usus menjadi terbatas. Mual dan muntah terjadi
setelah anestesi spinal sekitar 20% dari waktu, aktivitas vagal meningkat setelah blok
simpatis menyebabkan peningkatan peristaltik saluran pencernaan, yang menyebabkan mual.
Dengan demikian, atropin berguna untuk mengobati mual setelah blokade spinal tinggi.
18
KESIMPULAN
Anestesi spinal juga dikenal sebagai subarachnoid anestesi adalah bentuk anestesi
lokal atau regional. yang melibatkan suntikan obat anestesi ke dalam cairan cerebro spinal
(CFS). di ruang subarachnoid Injeksi ini biasanya dibuat di daerah lumbal pada ruang L2/3
atau L3/4. Pilihan obat anestesi lokal didasarkan pada potensi efek agen, onset dan durasi
anestesi, dan samping obat. Obat anestesi lokal yang banyak digunakan adalah golongan
amida dengan alasan bentuk amida lebih stabil sedikit dimetabolisir dan cenderung terjadi
akumulasi dalam plasma. Ikatan amida dipecah menjadi N-dealkilasi dengan cara hidrolisi,
terutama di hepar. Contoh obat dalam golongan amida adalah lidokain, bupivakain, tetrakain.
Adapun mekanisme kerja dari obat anestesi lokal adalah obat bekerja pada reseptor spesifik
pada saluran natrium (sodium channel), mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf
terhadap ion natrium dan kalium, sehingga terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan
hasilnya tak terjadi konduksi saraf, sehingga rangsang nyeri tidak dihantarkan.
19
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ball C, Westhorpe R. Local anaesthesia—Early spinal anaesthesia. In Anaesth
Intensive Care: New York; 2003: 31,493.
2.
Spinal
Anethesia.
In
Regional
Anethesia.
Available
at
:
http://www.nysora.com/regional_anesthesia/neuraxial_techniques/3119spinal_anesthesia.html . Access on March 14, 2013.
3.
Snell, R. Anatomi Vertebrae. In Anatomi Klinik Dasar. Jakarta : EGC. 2010
4.
Covino B. Farmakologi agen anestesi lokal. In Br J Anaesth. England : 2005 p.701716.
5.
Stienstra R, Greene NM. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran subarachnoid
solusi anestesi lokal. In Regional Anesth. New York: 1991:1-6
6.
Marwoto. Primatika, AD. Anestesi Lokal/Regional. In Anestesiologi. Semarang :
IDSAI; 2010: 18: 311.
7. Hocking G, Wildsmith JAW. Penyebaran Obat Intratekal. British Journal of Anaesthesia.
2004; 93: 568-78
8.
Omoigui, S. Farmakologi Obat – Obat Anestesi. Buku Saku Obat-Obatan Anestesi.
Jakarta: EGC; 1997.
20
Download