BAB 1 PENDAHULUAN Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan kaki paling sering terkena OA. Gambaran paling mendasar pada osteoarthritis adalah degenerasi tulang rawan sendi. Perubahan struktural selanjutnya yang terjadi di tulang bersifat sekunder. Pada sebagian besar kasus, penyakit ini muncul tanpa faktor predisposisi yang jelas sehingga disebut primer. Sebaliknya, osteoarthritis sekunder adalah perubahan degenaratif yang terjadi pada sendi yang sudah mengalami deformitas atau degenerasi sendi yang terjadi dalam konteks penyakit metabolic tertentu, seperti hemokromatosis, atau diabetes mellitus. Akhiran –it is, yang sering mengacu pada peradangan, menyesatkan karena osteoarthritis secara primer bukan merupakan peradangan sendi. Di Indonesia menunjukkan banyak terjadinya penyakit tulang rawan sendi pada lutut, dimana popusali osteoatritis meningkat 40% – 60% diatas usia 45 tahun, dimana mulai tejadi proses degenerasi pada rawan sendi. Persentase ini bertambah mencapai 85 % pada usia 75 tahun. Osteoartritis diduga berawal dari kelainan yang terjadi pada sel-sel yang membentuk komponen tulang rawan, seperti kolagen dan proteoglikan, selanjutnya ketika tulang rawan yakni lapisan bantalan jaringan diantara tulang persendian menjadi menipis dan membentuk retakan retakan di permukaan yang dimana chondrium menjadi kasar dan mengelupas serta serpihan-serpihan yang disebut corpus libera dan mengakibatkan penguncian pada sendi sehingga menyebabkan nyeri. Selain itu tulang subchondrial menjadi abnormal dan terjadi pengerasan subchondral. Tulang dibawah tulang rawan sendi (kartilago) menjadi keras dan tebal serta terjadi perubahan bentuk juga kesesuaian dari permukan sendi dan membentuk tulang di pinggiran sendi yang disebut osteophit. Timbulnya osteofit dapat mengiritasi jaringan sekitar sendi dan dapat pula menghambat gerak sendi dalam hal ini sendi lutut. Bersamaan dengan proses tersebut, penipisan tulang rawan sendi yang terjadi akibat rusaknya kartilago menyebabkan jarak antar sendi menyempit dan ligament yang mengikat sendi lutut mengendur sehingga sendi lutut menjadi tidak stabil. Keadaan tersebut mengakibatkan terhambatnya melakukan gerakan tertentu dan penderita akan cenderung melakukan gerakan yang salah, yang akan menyebabkan terjadinya cedera dan perubahan aligment sendi. Destruksi jaringan tulang dan periosteum akan membentuk osteophite baru dan mengubah titik tumpu gravitasi tubuh sehingga terjadi deformitas, biasanya genu valgus (berbentuk x) namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadi genu varum (berbentuk O) tergantung bagian mana yang terjadi destruksi. Genu varum adalah angulasi tulang dimana segmen distal dari sendi lutut menuju garis tengah.3 Genu valgum adalah angulasi tulang dimana segmen distal dari sendi lutut menjauhi garis tengah.3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Genu A. Anatomi Sendi Lutut Sendi lutut merupakan sendi sinovial terbesar pada tubuh. Sendi lutut terdiri dari:1 Artikulasi antara femur dan tibia, merupakan sendi penahan beban (weightbearing joint) Artikulasi antara patella dan femur Gambar 1. Sendi lutut (kapsul sendi tidak ditampilkan) (Sumber: Drake R, Vogl W, Mitchell A. Gray’s Anatomy for Students; 2005) Permukaan artikular dari tulang pembentuk sendi lutut dilapisi oleh kartilago hialin. Permukaan utama yang terlibat adalah:1 Kedua kondilus femoralis Aspek superior dari kondilus tibialis Gambar 2. Permukaan artikular sendi lutut. A. Ekstensi B. Fleksi C. Tampak depan (fleksi) (Sumber: Drake R, Vogl W, Mitchell A. Gray’s Anatomy for Students; 2005) Membran sinovial dari sendi lutut melekat pada tepi permukaan artikular dan tepi luar superior dan inferior dari meniskus. Pada bagian posterior, membran sinovial memisahkan membran fibrosa kapsul sendi pada tiap sisi ligamen krusiatum posterior dan melingkari kedua ligamentum yang memisahkan mereka dari rongga sendi. Pada bagian anterior, membran sinovial terpisah dari ligament patellar oleh bantalan lemak infrapatellar (infrapatellar fat pad). Gambar 3. Membran sinovial dan bursa sendi lutut (Sumber: Drake R, Vogl W, Mitchell A. Gray’s Anatomy for Students; 2005) Membran fibrosa dari sendi lutut sangat luas, sebagian terbentuk dan diperkuat oleh tendon dari otot sekelilingnya. Secara umum, membran fibrosa menutupi rongga sendi dan regio interkondiler:1 Pada sisi medial dari sendi lutut, membran fibrosa bergabung dengan ligamen kolateral tibia dan berikatan dengan permukaan internal ke meniskus media. Pada sisi lateral, permukaan eksternal dari membran fibrosa dipisahkan oleh celah dari ligamen kolateral fibula dan permukaan internal dari membran fibrosa tidak menempel pada meniskus lateral. Pada sisi anterior, membran fibrosa menempel pada margin patela dan diperkuat oleh perluasan tendon dari otot vastus lateralis dan vastus medialis, yang akan bergabung dengan tendon quadricep femoris pada bagian atas dan ligamen patela pada bagian bawah. Gambar 4. Membran fibrosa kapsul sendi lutut A. Tampakan anterior B. Tampakan posterior (Sumber: Drake R, Vogl W, Mitchell A. Gray’s Anatomy for Students; 2005) B. Ligamen Ligamen mayor yang berhubungan dengan sendi lutut adalah ligamen patela, ligamen kolateral tibia (medial) dan fibula (lateral), dan ligamen krusiatum anterior dan posterior. Gambar 5. Ligamen kolateral sendi lutut A. Tampakan lateral B. Tampakan medial (Sumber: Drake R, Vogl W, Mitchell A. Gray’s Anatomy for Students; 2005) C. Peredaran Darah dan Inervasi Peredaran darah ke sendi lutut terutama oleh cabang desenden dan genikular dari arteri femoral, popliteal, dan femoral sirkumfleks lateral pada paha (tungkai atas) dan arteri fibularis sirkumfleksa dan cabang recurrent dari arteri tibialis anterior pada tungkai bawah. Pembuluh darah ini membentuk jarinagan anastomosis di sekitar sendi. Sendi lutut dipersarafi oleh cabang dari saraf obturator, femoral, tibia, dan fibularis komunis. Gambar 6. Perdarahan sendi lutut (Sumber: Drake R, Vogl W, Mitchell A. Gray’s Anatomy for Students; 2005) 2.2 Fisiologi pertumbuhan dan remodeling tulang A. Proses Pertumbuhan Tulang Tulang memanjang oleh suatu proses (meliputi osifikasi endokondral) dan melebar oleh proses lainnya (meliputi osifikasi intramembranosa).1 Proses pertambahan panjang tulang terjadi oleh karena pertumbuhan interstisial pada kartilago diikuti dengan osifikasi endokondral. Oleh karena itu, ada 2 tempat yang memungkinkan untuk pertumbuhan kartilaginosa ini, yaitu kartilago artikular dan kartilago lempeng epifisis. Gambar 7. Pertumbuhan tulang pada masa kanak-kanak (Sumber: Salter R. Textbook of Disorders and Injuries of the Muskuloskeletal System. Edisi ketiga; 1999) Kartilago artikular Kartilago artikular pada tulang panjang merupakan satu-satunya lempeng pertumbuhan untuk epifisis, sedangkan pada tulang pendek, kartilago artikular merupakan satu-satunya lempeng pertumbuhan untuk seluruh tulang. Kartilago lempeng epifisis Lempeng epifisis merupakan lempeng pertumbuhan untuk metafisis dan diafisis pada tulang panjang. Pada tempat pertumbuhan ini, keseimbangan konstan dijaga antara 2 proses berikut (1) pertumbuhan interstisial dari sel-sel kartilago pada lempeng pertumbuhan (2) kalsifikasi, kematian dan penggantian pada permukaan metafisis oleh tulang melalui proses osifikasi endokondral. Empat zona pada lempeng epifisis dapat dibedakan, sebagai berikut:1 The zone of resting cartilage melekatkan lempeng epifisis kepada epifisis, terdiri dari kondrosit imatur, juga pembuluh darah yang rapuh, yang berpenetrasi dari epifisis dan memberikan nutrisi bagi seluruh lempeng The zone of young proliferating cartilage merupakan tempat pertumbuhan interstisial dari sel kartilago yang paling aktif, yang tersusun secara vertikal. The zone of maturing cartilage terjadi pembesaran secara progresif dan maturasi dari sel kartilago saat mencapai metafisis. Kondrosit ini memiliki glikogen dalam sitoplasma dan memproduksi fosfatase untuk proses kalsifikasi matriks di sekitarnya. The zone of calcifying cartilage tipis dan kondrositnya telah mati sebagai akibat kalsifikasi matriks. Gambar 8. Histologi dari lempemg epifisis (Sumber: Salter R. Textbook of Disorders and Injuries of the Muskuloskeletal System. Edisi ketiga; 1999) Proses pertambahan lebar tulang terjadi oleh karena pertumbuhan aposisional dari osteoblas pada bagian dalam periosteum, melalui proses osifikasi intramembranosa. Secara bersamaan, rongga medulla dari tulang juga semakin membesar melalui resorpsi osteoklas. B. Proses Remodelling Tulang Ketika tulang bertumbuh secara longitudinal, daerah metafisis yang sedang aktif mengalami remodelling secara berkelanjutan. Hal ini dapat terjadi akibat deposisi tulang oleh osteoblas bersamaan dengan resorpsi tulang oleh osteoklas pada sisi yang berlawanan.1 Selain itu, proses remodelling tulang dapat terjadi akibat stress fisik. Tulang terdisposisi pada bagian yang mendapat stress fisik, dan teresoprsi pada bagian yang kurang mendapat stress fisik. Fenomena ini dikenal dengan nama Hukum Wolf.1 2.3 Osteoartritis lutut 2.3.1 Faktor Risiko Secara garis besar, terdapat dua pembagian faktor risiko OA lutut yaitu faktor predisposisi dan faktor biomekanis. Faktor predisposisi merupakan faktor yang memudahkan seseorang untuk terserang OA lutut. Sedangkan faktor biomekanik lebih cenderung kepada faktor mekanis / gerak tubuh yang memberikan beban atau tekanan pada sendi lutut sebagai alat gerak tubuh, sehingga meningkatkan risiko terhadinya OA lutut (Maharani, E. P., 2007). a. Faktor Predisposisi 1.) Faktor Demografi a.) Usia Proses penuaan dianggap sebagai penyebab peningkatan kelemahan di sekitar sendi, penurunan kelenturan sendi, kalsifikasi tulang rawan dan menurunkan fungsi kondrosit, yang semuanya mendukung terjadinya OA. Studi Framingham menunjukkan bahwa 27% orang berusia 63 – 70 tahun memiliki bukti radiografik menderita OA lutut, yang meningkat mencapai 40% pada usia 80 tahun atau lebih (Maharani, E. P., 2007). Studi lain membuktikan bahwa risiko seseorang mengalami gejala timbulnya OA lutut adalah mulai usia 50 tahun (Maharani, E. P., 2007). Studi mengenai kelenturan pada OA telah menemukan Studi mengenai kelenturan pada OA telah menemukan bahwa terjadi penurunan kelenturan pada pasien usia tua dengan OA lutut (Maharani, E. P., 2007). b.) Jenis kelamin Prevalensi OA pada laki-laki sebelum usia 50 tahun lebih tinggi dibandingkan perempuan, tetapi setelah usia lebih dari 50 tahun prevalensi perempuan lebih tinggi menderita OA dibandingkan laki-laki. Perbedaan tersebut menjadi semakin berkurang setelah menginjak usia 80 tahun. Hal tersebut diperkirakan karena pada masa usia 50– 80 tahun wanita mengalami pengurangan hormon estrogen yang signifikan. c.) Ras / Etnis Prevalensi OA lutut pada penderita di negara Eropa dan Amerika tidak berbeda, sedangkan suatu penelitian membuktikan bahwa ras Afrika – Amerika memiliki risiko menderita OA lutut 2 kali lebih besar dibandingkan ras Kaukasia. Penduduk Asia juga memiliki risiko menderita OA lutut lebih tinggi dibandingkan Kaukasia.15,28 Suatu studi lain menyimpulkan bahwa populasi kulit berwarna lebih banyak terserang OA dibandingkan kulit putih ( NIH, 2000). 2.) Faktor Genetik Faktor genetik diduga juga berperan pada kejadian OA lutut, hal tersebut berhubungan dengan abnormalitas kode genetic untuk sintesis kolagen yang bersifat diturunkan ( Eka Pratiwi Maharani, 2007). 3.) Faktor Gaya Hidup a.) Kebiasaan Merokok Banyak penelitian telah membuktikan bahwa ada hubungan positif antara merokok dengan OA lutut. Merokok meningkatkan kandungan racun dalam darah dan mematikan jaringan akibat kekurangan oksigen, yang memungkinkan terjadinya kerusakan tulang rawan. Rokok juga dapat merusakkan sel tulang rawan sendi. Hubungan antara merokok dengan hilangnya tulang rawan pada OA lutut dapat dijelaskan sebagai berikut (Amin et al; 2006) Merokok dapat merusak sel dan menghambat proliferasi sel tulang rawan sendi, Merokok dapat meningkatkan tekanan oksidan yang mempengaruhi hilangnya tulang rawan, Merokok dapat meningkatkan kandungan karbon monoksida dalam darah, menyebabkan jaringan kekurangan oksigen dan dapat menghambat pembentukan tulang rawan. Di sisi lain, terdapat penelitian yang terdapat penelitian yang menyimpulkan bahwa merokok memiliki efek protektif terhadap kejadian OA lutut. Hal tersebut diperoleh setelah mengendalikan variable perancu yang potensial seperti berat badan (Maharani, E. P., 2007). b.) Konsumsi Vitamin D Orang yang tidak biasa mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin D memiliki peningkatan risiko 3 kali lipat menderita OA lutut (Brand et al; 2001). 4. Faktor Metabolik a.) Obesitas Obesitas merupakan faktor risiko terkuat yang dapat dimodifikasi. Selama berjalan, setengah berat badan bertumpu pada sendi lutut. Peningkatan berat badan akan melipatgandakan beban sendi lutut saat berjalan. Studi di Chingford menunjukkan bahwa untuk setiap peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebesar 2 unit (kira-kira 5 kg berat badan), rasio odds untuk menderita OA lutut secara radiografik meningkat sebesar 1,36 poin.20 Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa semakin berat tubuh akan meningkatkan risiko menderita OA lutut. Kehilangan 5 kg berat badan akan mengurangi risiko OA lutut secara simtomatik pada wanita sebesar 50%. Demikian juga peningkatan risiko mengalami OA lutut yang progresif tampak pada orang-orang yang kelebihan berat badan dengan penyakit pada bagian tubuh tertentu (Maharani, E. P., 2007). b.) Penyakit Lain OA lutut terbukti berhubungan dengan diabetes mellitus, hipertensi dan hiperurikemi, dengan catatan pasien tidak mengalami obesitas ( Eka Pratiwi Maharani, 2007). b. Faktor Biomekanis 1.) Riwayat Trauma Lutut Trauma lutut yang akut termasuk robekan pada ligamentum krusiatum dan meniskus merupakan faktor risiko timbulnya OA lutut.4 Studi Framingham menemukan bahwa orang dengan riwayat trauma lutut memiliki risiko 5 – 6 kali lipat lebih tinggi untuk menderita OA lutut ( Eka Pratiwi Maharani, 2007). Hal tersebut biasanya terjadi pada kelompok usia yang lebih muda serta dapat menyebabkan kecacatan yang lama dan pengangguran. 2.) Kelainan Anatomis Faktor risiko timbulnya OA lutut antara lain kelainan lokal pada sendi lutut seperti genu varum, genu valgus, Legg – Calve – Perthes disease dan displasia asetabulum. Kelemahan otot kuadrisep dan laksiti ligamentum pada sendi lutut termasuk kelainan lokal yang juga menjadi faktor risiko OA lutut ( Eka Pratiwi Maharani, 2007). 3.) Pekerjaan Osteoartritis banyak ditemukan pada pekerja fisik berat, terutama yang banyak menggunakan kekuatan yang bertumpu pada lutut. Prevalensi lebih tinggi menderita OA lutut ditemukan pada kuli pelabuhan, petani dan penambang dibandingkan pada pekerja yang tidak banyak menggunakan kekuatan lutut seperti pekerja administrasi (Hunter et a;, 2002) Terdapat hubungan signifikan antara pekerjaan yang menggunakan kekuatan lutut dan kejadian OA lutut. 4.) Aktivitas fisik Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau lebih setiap hari), berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat barang berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), mendorong objek yang berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun tangga setiap hari merupakan faktor risiko OA lutut ( Lau, 2000) 5.) Kebiasaan olah raga Atlit olah raga benturan keras dan membebani lutut seperti sepak bola, lari maraton dan kung fu memiliki risiko meningkat untuk menderita OA lutut. Kelemahan otot kuadrisep primer merupakan faktor risiko bagi terjadinya OA dengan proses menurunkan stabilitas sendi dan mengurangi shock yang menyerap materi otot (Maharani, E. P., 2007). Tetapi, di sisi lain seseorang yang memiliki aktivitas minim sehari-hari juga berisiko mengalami OA lutut. Ketika seseorang tidak melakukan gerakan, aliran cairan sendi akan berkurang dan berakibat aliran makanan yang masuk ke sendi juga berkurang. Hal tersebut akan mengakibatkan proses degeneratif menjadi berlebihan (Maharani, E. P., 2007). 2.3.2 Diagnosis a. Gambaran Klinis Gejala klinik yang paling menonjol adalah nyeri. Ada tiga tempat yang dapat menjadi sumber nyeri yaitu : sinovia, jaringan lunak (Setiohadi,2000). Nyeri sinovia dapat terjadi karena adanya radang akibat adanya debris dan Kristal dalam cairan synovial. Selain itu dapat terjadi akibat kontak dengan tulang rawan sendi pada saat sendi bergerak. Kerusakan pada jaringan lunak sendi dapat menimbulkan nyeri, misalnya robekan ligamentum dan kapsul sendi, peradangan pada bursa atau kerusakan meniskus. Nyeri yang bersal dari tulang akibat rangsangan dari periostium karena periostium kaya dengan serabut-serabut penerima nyeri. Selain itu keadaan nyeri dapat dipengaruhi oleh psikologik pasien. Nyeri pada osteoartritis lutut biasanya mempunyai irama di urnal, nyeri akan tersa bertambah hebat pada saat bangun tidur di pagi hari dan sore hari. Selain itu nyeri akan timbul ketika banyak jalan, naik dan turun tangga, dan bergerak tiba-tiba. Nyeri yang belum lanjut akan hilang pada saat istirahat dan apabila nyeri lanjut akan tetap terasa walaupun sudah istirahat (Setiohadi,2000).. Kaku sendi biasanya sring ditemukan, tetapi tidak sampai 30 menit. Kaku sendi biasanya tersa saat bangun tidur pagi hari atau setelah keadaan inaktif. Selain itu terdapat keluhan krepitasi. Dan kadang- kadang ditemukan pembengkakan sendi akibat efusi sinovia (Setiohadi,2000). b. Pemeriksaan penunjang 1.) Foto Rontgen Pada sebagian besar kasus, radiografi pada sendi yang terkena osteoarthritis sudah cukup memberikan gambaran diagnostik. Jarang sekali dibutuhkan peralatan diagnostik yang lebih canggih. Gambaran radiografik yang menyokong diagnostik OA adalah penyempitan celah sendi yang sering kali asimetris (lebih berat pada bagian yang menanggung beban), peningkatan densitas (sklerosis) tulang subkondral, kista tulang, osteofit pada pinggir sendi dan perubahan struktur anatomi sendi. Selain pendapat di atas, kriteria Altman juga merupakan salah satu pedoman diagnosis OA lutut (Setiohadi,2000). Dengan rontgen kita dapat mengetahui dengan jelas kerusakan atau perubahan-perubahan yang terjadi pada tulang rawan atau tulang yang diindikasikan mengalami osteoarthritis dapat dilihat pada Gambar 2.2 dibawah ini. Gambar. 2.2. Gambaran Rontgen Oasteartritis Lutut 1.) MRI ( Magnetic Resonance Imaging ) Bila dicurigai terdapat robekan meniskus atau ligamen, dapat dilakukan pemeriksaan MRI yang akan menunjukkan gambaran tersebut lebih jelas. Walaupun demikian, MRI bukan alat diagnostik yang rutin, karena mahal dan seringkali tidak merubah rancangan terapi. Pemeriksaan ini lebih baik dibanding dengan rontgen (Setiohadi,2000). 2.) Aspirasi sendi (arthrocentesis) Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara mengambil sedikit cairan yang ada dalam sendi untuk diperiksa di laboratorium untuk memeriksa apakah terjadi kelainan pada sendi. Gambaran laboratorium umumnya normal. Bila dilakukan analisis cairan sendi juga didapatkan gambaran cairan sendi yang normal. Bila didapatkan peninggian jumlah leukosit, perlu dipikirkan kemungkinan artropati kristal atau artritis inflamasi atau artritis septik (Maharani, E. P., 2007). Kriteria diagnosis OA lutut menggunakan kriteria klasifikasi American College of Rheumatology seperti tercantum pada Table 2.6 berikut ini. Tabel 2.7 Kriteria Klasifikasi Osteoartritis Lutut Klinik dan Laboratorik Klinik dan Formatted: Justified, Indent: Left: 0", Hanging: 0.69" Radiografik Klinik. Nyeri lutut + minimal 5 Nyeri lutut + minimal 1 Nyeri lutut + minimal 3 dari 9 kriteria berikut : dari 3 kriteria berikut : dari 6 kriteria berikut : Formatted: Justified Formatted: Justified - Umur > 50 tahun - Kaku pagi < 30 menit - Krepitus - Nyeri tekan Formatted: Justified - Umur > 50 tahun - Umur > 50 tahun - Kaku pagi < 30 menit - Kaku pagi < 30 menit - Krepitus - Krepitus Formatted: Justified, Indent: Left: 0", Add space between paragraphs of the same style - Nyeri tekan Formatted: Font: Bold + OSTEOFIT - Pembesaran tulang - Pembesaran tulang - Tidak panas pada - Tidak panas pada perabaan perabaan - LED < 40 mm / jam - RF < 1 : 40 - Analisis cairan sendi normal Formatted: Justified Sumber: American College of Rheumatology 2.3.3 Gejala Klinis Kondisi akibat adanya Osteoartritis pada sendi lutut mengakibatkan adanya gangguan gerak dan fungsi yang tingkatan derajat gangguannya dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain : adanya nyeri (pain), gejala yang dimunculkan (symptoms), fungsi aktivitas sehari-hari (ADL function), fungsi olah raga dan rekreasi (sport and recreation function) dan kualitas hidup individu (Quality of Life). Nyeri akan sangat mempengaruhi aktifitas fungsional lutut, pada Osteoartritis didiskripsikan sebagai nyeri tumpul (Dull Pain) dan nyeri cubitan (Aching Pain). Nyeri yang terjadi pada sendi lutut dapat bertambah buruk oleh gerakan, weigh bearing dan jalan. Awalnya nyeri berkurang saat istirahatpun nyeri bertambah hebat dan akhirnya menggaggu aktifitas fungsional. Aktifitas fisik seperti berjalan, naik turun tangga, berdiri lama atau saat tidur sangat berpengaruh pada derajat gangguan fungsional. Selain nyeri, gejala yang dimunculkan (smpton) seperti kekakuan pada sendi lutut saat bangun tidur di pagi hari, adanya penbengkakan pada sendi lutut, bunyi kliking saat lutut digerakkan atau adanya keterbatasan lingkup gerak sendi akan mempengaruhi aktifitas hidup seharihari seperti melaksanakan solat, aktifitas BAK dan BAB (toileting), dressing mengurus rumah tangga (home management) dan aktifitas kerja. Akibat adanya gangguan pada sendi lutut menyebabkan individu tidak dapat melaksanakan hobi seperti olah raga yang banyak menumpu pada kaki, juga kegiatan rekreasi,bersenangsenang (leasure) yang dapat berdampak pada gangguan psikis individu dan dalam jangka panjang akan berpengaruh pada menurunnya kualitas hidup individu. Keadaan tersebut mengakibatkan terhambatnya melakukan gerakan tertentu dan penderita akan cenderung melakukan gerakan yang salah, yang akan menyebabkan terjadinya cedera dan perubahan aligment sendi. Destruksi jaringan tulang dan periosteum akan membentuk osteofit baru dan mengubah titik tumpu gravitasi tubuh sehingga terjadi deformitas, biasanya genu valgus (berbentuk x) namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadi genu varus (berbentuk O) tergantung bagian mana yang terjadi destruksi. 2.3.4 Genu valgum dan varum pada osteoarthritis lutut Deformitas varum dan valgum merujuk kepada angulasi abnormal dari suatu ekstremitas. Deformitas angulasi tersebut dapat terjadi pada sendi, atau pada tulang di dekat sendi, namun dapat juga terjadi pada tangkai tulang. Valgus adalah angulasi yang tidak mengikuti pola lingkaran imaginer dimana pasien berada. Cubitus valgus adalah meningkatnya sudut lipat siku (carrying angle) Coxa valga adalah meningkatnya sudut leher-tangkai femoral (>130°) Genu valgum atau knock knee (kaki X) adalah kondisi dimana kaki berjauhan saat lutut disatukan. Heel valgus adalah meningkatnya sudut antara aksis kaki dengan tumit, seperti pada posisi eversi. Talipes calcaneovalgus adalah deformitas eversi dari kaki dengan kombinasi dengan calcaneus (deformitas fleksi dorsal) dari sendi pergelangan kaki. Hallux valgus adalah deformitas abduksi ibu jari kaki melalui sendi metatarsofalangeal. Alignment normal artinya adalah panjang ekstremitas bagian bawah sama (satu dengan lainnya) dan aksis mekanik (pusat gravitasi) membagi lutut ke dalam 2 bagian sama besar ketika pasien berdiri dengan patella menghadap ke depan.4 Posisi ini memberikan tekanan yang relatif seimbang pada kompartemen medial dan lateral. Gambar 12. Pembagian kuadran sendi lutut (Sumber: Stevens P. Pediatrics Genu Varum [Online]. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1355974-overview) Pada genu valgum, aksis mekanik bergeser ke lateral, stress patologis memberi beban pada femur dan tibia lateral, menghambat pertumbuhan dan bahkan memicu terjadinya lingkaran setan. Tidak hanya pertumbuhan fisis terhambat, tetapi juga terjadi efek Heuter-Volkmann pada seluruh epifisis yang menghambat ekspansi tulang normal. Menurut prinsip Heuter-Volkmann, tekanan berkelanjutan atau berlebih pada epifisis memberikan efek inhibisi terhadap pertumbuhan. Osteoartritis diduga berawal dari kelainan yang terjadi pada sel-sel yang membentuk komponen tulang rawan, seperti kolagen dan proteoglikan, selanjutnya ketika tulang rawan yakni lapisan bantalan jaringan diantara tulang persendian menjadi menipis dan membentuk retakan retakan di permukaan yang dimana chondrium menjadi kasar dan mengelupas serta serpihan-serpihan yang disebut corpus libera dan mengakibatkan penguncian pada sendi sehingga menyebabkan nyeri. Selain itu tulang subchondrial menjadi abnormal dan terjadi pengerasan subchondral. Tulang dibawah tulang rawan sendi (kartilago) menjadi keras dan tebal serta terjadi perubahan bentuk juga kesesuaian dari permukan sendi dan membentuk tulang di pinggiran sendi yang disebut osteophit. Timbulnya osteofit dapat mengiritasi jaringan sekitar sendi dan dapat pula menghambat gerak sendi dalam hal ini sendi lutut. Bersamaan dengan proses tersebut, penipisan tulang rawan sendi yang terjadi akibat rusaknya kartilago menyebabkan jarak antar sendi menyempit dan ligament yang mengikat sendi lutut mengendur sehingga sendi lutut menjadi tidak stabil. Keadaan tersebut mengakibatkan terhambatnya melakukan gerakan tertentu dan penderita akan cenderung melakukan gerakan yang salah, yang akan menyebabkan terjadinya cedera dan perubahan aligment sendi. Destruksi jaringan tulang dan periosteum akan membentuk osteophite baru dan mengubah titik tumpu gravitasi tubuh sehingga terjadi deformitas, biasanya genu valgus (berbentuk x) namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadi genu varum (berbentuk O) tergantung bagian mana yang terjadi destruksi. Pada genu varum, dimana terjadi angulasi medial dari pergelangan kaki dengan hubungannya ke paha, femur bisanya menjadi vertical secara abnormal dan sebagai akibatnya akan terjadi ketidakseimbangan berat tubuh: titik imbang berat tubuh akan jatuh pada secara medial ke bagian tengah atau pusat dari lutut. Kondisi ini akan mengakibatkan tekanan berlebih yang terjadi pada bagian medial (titik pusat) dari sendi lutut, dimana dapat menyebabkan artrosis (penghancuran dari kartilago pada lutut), dan stress berlebih pada ligamen kolateral fibular. Sedangkan pada genu valgum terjadi angulasi lateral dari pergelangan kaki terhadap hubungannya dengan paha (sudut berlebihan dari lutut). Karena adanya sudut berlebihan yang dibentuk oleh lutut ini pada genu valgum, maka titik tumpu berat tubuh akan berada pada bagian lateral dari pusat sendi lutut. Konsekuensinya, ligamen kolateral tibial akan mengalami stretching berlebihan, dan juga terjadi stress berlebihan pada meniscus lateralis dan kartilago dari dari femoralis lateralis dan stress berlebihan pada kondilus tibial. Patella, yang pada normalnya terdorong ke arah lateral oleh tendon dari vastus lateralis, pada individu dengan genu valgum akan terdorong lebih jauh ke arah lateral ketika pergelangan kaki ekstensi, sehingga artikulasi dengn femur akan menjadi abnormal. Kondisi keabnormalan sendi ini akan dapat menyebabkan terjadinya artrosis dari kartilago artikular. Genu varum dapat menyebabkan gangguan pola jalan (pola jalan yang aneh) dan dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya sprain dan fraktur. Genu valgum yang tidak dikoreksi dapat subluksasi dan dislokasi berulang dari patella, dengan meningkatkan predisposisi untuk kemunculan kondromalasia dan nyeri serta fatigue pada sendi. 2.3.4 Terapi Pada osteoarthritis yang mengalamin komplikasi seperti genu varum dan valgum terapi yang memungkinkan adalah pembedahan. Osteoartritis yang kronis dapat mengganggu ruangan lateral dari lutut yang menyebabkan genu valgum sekunder, dapat di lakukan pembedahan osteotomi supracondilar femur, seperti gambar dibawah ini. Selain itu osteoarthritis dapat mengganngu ruangan medial yang akan menyebabkan genu varum dan dapat dilakukan pembedahan osteotomi tibia pada bagian atas, seperti pada gambar dibawah ini. Pada beberapa penelitian jika kerusakan lutut begitu parah dapat dilakukan artroplasti total ( total knee arthroplasty ), pembedahan ini sering digunakan jika lutut sudah mengalami genu varus dan valgum secara bersamaan.