SELEKSI CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP KALUS EMBRIOGENIK YANG DIIRADIASI SINAR GAMMA DAN EMBRIO SOMATIK JERUK KEPROK SOE AMALIA EVADIYANI DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 ii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Seleksi Cekaman Kekeringan terhadap Kalus Embriogenik yang Diiradiasi Sinar Gamma dan Embrio Somatik Jeruk Keprok SoE adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2015 Amalia Evadiyani NIM A24134005 iv ABSTRAK AMALIA EVADIYANI. Seleksi Cekaman Kekeringan terhadap Kalus Embriogenik yang Diiradiasi Sinar Gamma dan Embrio Somatik Jeruk Keprok SoE. Dibimbing oleh AGUS PURWITO. Konversi lahan menjadi usaha non pertanian menjadikan pemanfaatan lahan marginal sebagai alternatif untuk penanaman jeruk. Kultur jaringan yang dikombinasikan dengan mutasi, efektif menciptakan keragaman genetik. Cekaman kekeringan dapat disimulasikan melalui seleksi menggunakan PEG 6 000. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan LD50 kalus embriogenik jeruk keprok SoE, mendapatkan kalus embriogenik dan embrio somatik yang dapat tumbuh serta beregenerasi pada media MS dengan penambahan PEG 6 000. Penelitian ini terdiri dari dua percobaan. Percobaan pertama yaitu iradiasi sinar gamma pada kalus embriogenik dengan faktor dosis iradiasi 0, 20, 40 60, 80, 100 Gy. Percobaan kedua adalah seleksi kalus embriogenik dan embrio somatik pada media PEG dengan faktor yaitu konsentrasi PEG 0, 5, 10, 15, dan 20 %. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap satu faktor. Hasil penelitian menunjukkan LD50 kalus embriogenik jeruk keprok SoE yaitu 74.83 Gy. Konsentrasi PEG menyebabkan peningkatan persentase kematian kalus, namun beberapa kalus tetap tumbuh dengan warna putih kekuningan. Planlet diperoleh dari embrio somatik fase globular pada konsentrasi PEG 0, 5 dan 10 %. Kata kunci: genetik, LD50, mutasi, PEG, planlet ABSTRACT AMALIA EVADIYANI. Selection to Drought Stress on Embryogenic Callus Irradiated with Gamma rays and Somatic Embryos of Keprok SoE. Supervised by AGUS PURWITO. The conversion of land to non-agriculture purpose lead to utilization marginal lands as an alternative for citrus cultivation. Tissue culture which was combined with mutation, effectively create genetic variability. Drought stress could be simulated with selection on PEG 6 000. The objective of this research was to obtain LD50 on embryogenic callus of keprok SoE, to obtain embryogenic callus and somatic embryo which can grow and regenerate in MS medium added PEG 6 000. The research consisted of two experiments. The first experiment was gamma ray irradiation to embryogenic callus with six doses, namely 0, 20, 40 60, 80, and 100 Gy. The second experiment was selection of embryogenic callus and somatic embryos on PEG medium with five concentration, namely 0, 5, 10, 15, and 20 %. The experiments was conducted using completely randomized design with one factor. The results showed that the value of LD50 was 74.83 Gy. The PEG concentration affect an increase in the percent of deaths callus, however some callus remain grew with white-yellow colours. Planlets have been obtained from somatic embryos of globular phase at concentrations of PEG 0, 5, and 10 %. Key words : genetic, LD50, mutation, PEG, plantlet SELEKSI CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP KALUS EMBRIOGENIK YANG DIIRADIASI SINAR GAMMA DAN EMBRIO SOMATIK JERUK KEPROK SOE AMALIA EVADIYANI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Pada Departemen Agronomi dan Hortikultura DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 vi viii PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih pada penelitian yang dilaksanakan sejak November 2014 sampai Mei 2015 ini ialah Seleksi Cekaman Kekeringan terhadap Kalus Embriogenik yang Diiradiasi Sinar Gamma dan Embrio Somatik Jeruk Keprok SoE. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Agus Purwito, MScAgr selaku dosen pembimbing skripsi dan Ibu Dr Ir Heni Purnamawati, MScAgr selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberi dukungan, arahan, dan saran kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua serta seluruh keluarga dan teman atas doa dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Desember 2015 Amalia Evadiyani x DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Hipotesis TINJAUAN PUSTAKA Botani Jeruk Keprok Syarat Tumbuh Jeruk Keprok Kultur Jaringan Pemuliaan Mutasi Seleksi Cekaman Kekeringan Menggunakan PEG METODE PENELITIAN Bahan Penelitian Peralatan Penelitian Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Prosedur Percobaan Analisis Data Pelaksanaan Percobaan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Iradiasi Sinar Gamma pada Kalus Embriogenik Jeruk Keprok SoE Seleksi Cekaman Kekeringan Menggunakan PEG 6 000 pada Kalus Embriogenik Jeruk Keprok SoE yang Diiradiasi Sinar Gamma Seleksi Cekaman Kekeringan Menggunakan PEG 6 000 pada Embrio Somatik Jeruk Keprok SoE SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii xii xii 1 1 2 2 2 2 3 3 4 5 6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 12 14 15 15 16 16 20 xii DAFTAR TABEL 1 Persentase kalus embriogenik hidup jeruk keprok SoE pada berbagai dosis iradiasi sinar gamma 2 Persentase warna kalus embriogenik jeruk keprok SoE pada 4 MST 3 Diameter kalus embriogenik jeruk keprok SoE pada berbagai dosis iradiasi sinar gamma 4 Persentase kalus embriogenik hidup jeruk keprok SoE pada berbagai konsentrasi PEG 5 Persentase warna kalus embriogenik jeruk keprok SoE pada berbagai konsentrasi PEG 6 Pengaruh PEG terhadap pertumbuhan embrio somatik jeruk keprok SoE 10 11 12 13 14 15 DAFTAR GAMBAR 1 Kondisi kalus embriogenik dan embrio somatik jeruk keprok SoE (A) Kalus embriogenik sebelum iradiasi, (B) Embrio somatik pada media PEG, (C) Kontaminasi pada media 9 2 Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap persentase kalus embriogenik hidup jeruk keprok SoE 11 3 Perubahan warna kalus embriogenik hasil iradiasi sinar gamma. (A) Putih kekuningan, (B) Putih kecoklatan, (C) Kuning kecoklatan, (D) Coklat 12 4 Perubahan warna kalus embriogenik pada media PEG 6 000. (A) Kuning kecoklatan, (B) Coklat, (C) Coklat tua 13 5 Kemampuan regenerasi embrio somatik pada media PEG 6 000. (A) Konsentrasi PEG 0 %, (B) Konsentrasi PEG 5 %, (C) Konsentrasi PEG 10 %, (D) Konsentrasi PEG 15 %, (E) Konsentrasi PEG 20 % 15 DAFTAR LAMPIRAN 1 Skor warna kalus embriogenik pada perlakuan iradiasi sinar gamma 21 2 Skor warna kalus embriogenik pada perlakuan seleksi cekaman kekeringan 21 3 Komposisi media dasar Murashige dan Skoog (MS) dan vitamin Morel dan Wetmore (MW) 22 4 Hasil sidik ragam rataan kalus embriogenik hidup perlakuan iradiasi sinar gamma 23 5 Hasil sidik ragam rataan diameter kalus embriogenik perlakuan iradiasi sinar gamma 23 6 Hasil sidik ragam rataan kalus embriogenik hidup pada media PEG 24 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jeruk keprok merupakan salah satu jenis jeruk yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia karena rasanya yang khas dan kandungan vitamin C yang bermanfaat bagi kesehatan. Jeruk keprok memiliki ciri-ciri berbentuk seperti bola, berukuran sedang, kulit buah mengkilat, licin, daging buah berwarna oranye dan beraroma lembut (Sarwono 1994). Sentra produksi jeruk keprok terdapat di beberapa daerah di Indonesia, salah satunya adalah sentra jeruk keprok SoE di Nusa Tenggara Timur. Jeruk keprok SoE telah ditetapkan sebagai varietas unggul nasional (Naharsari 2007). Permintaan jeruk keprok semakin meningkat seiring meningkatnya minat masyarakat untuk mengkonsumsi jeruk keprok. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014) produksi buah jeruk pada tahun 2014 mencapai 1 791 107 ton. Strategi yang ditetapkan oleh pemerintah untuk meningkatkan produksi jeruk keprok di Indonesia adalah dengan program pengembangan kawasan sentra produksi jeruk keprok yang diarahkan untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri dan diharapkan dapat mengisi peluang pasar ekspor. Upaya peningkatan produksi jeruk keprok dapat dilakukan dengan perluasan lahan tanam dan pemuliaan tanaman. Perluasan lahan tanam yang tersedia di Indonesia banyak terdapat di daerah marginal. Salah satu kendala di lahan marginal adalah kondisi cekaman kekeringan yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Distribusi air pada masa yang akan datang ke sektor pertanian akan berkurang akibat besarnya kebutuhan air pada sektor non pertanian. Menurut Sloane et al. (1990) usaha untuk mengatasi masalah kekurangan air selama ini dilakukan dengan perbaikan sistem irigasi teknis, namun usaha ini memerlukan waktu yang lama. Salah satu alternatif untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan pengembangan klon tanaman jeruk keprok yang toleran terhadap cekaman kekeringan melalui pemuliaan tanaman. Menurut Syukur et al. (2009) faktor penting pada pemuliaan tanaman adalah keragaman genetik yang dapat diciptakan melalui penggunaan mutagen iradiasi sinar gamma yang efektif untuk menginduksi perubahan genetik. Kondisi cekaman kekeringan dapat dibuat secara in vitro dengan menambahkan PEG (Polyethylene glycol) pada media. Menurut Michel dan Kaufmann (1973), PEG yang ditambahkan pada media kultur dapat menurunkan potensial air media secara homogen karena sifatnya yang larut sempurna dalam air. Menurut Rahayu et al. (2005) penggunaan iradiasi sinar gamma dan seleksi pada media PEG dapat mempersingkat waktu untuk memperoleh tanaman jeruk keprok yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Penggunaan PEG pada konsentrasi 5-20 % diharapkan dapat menciptakan potensial osmotik seperti kondisi kekeringan di lapang. 2 Tujuan 1. 2. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: Mendapatkan Letal Dosis 50 (LD50) dari iradiasi sinar gamma pada kalus embriogenik jeruk keprok SoE. Mendapatkan kalus embriogenik dan embrio somatik yang dapat tumbuh serta beregenerasi pada media PEG. Hipotesis 1. 2. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Letal Dosis 50 (LD50) dapat diperoleh dari dosis iradiasi sinar gamma pada kalus embriogenik jeruk keprok SoE. Terdapat kalus embriogenik dan embrio somatik yang dapat tumbuh dan beregenerasi pada konsentrasi PEG tertentu. TINJAUAN PUSTAKA Botani Jeruk Keprok Tanaman jeruk berasal dari daratan India, Cina Selatan, Australia Utara dan New Caledonia. Kini jeruk telah tersebar ke seluruh dunia sebagai buah yang banyak digemari termasuk di Indonesia. Buah jeruk merupakan komoditas yang dapat disejajarkan dengan buah anggur maupun pisang pada taraf internasional (Ashari 2006). Tanaman jeruk dapat tumbuh di daerah subtropis dan tropis. Pada daerah tropis seperti di Indonesia jeruk dapat tumbuh dengan baik, tetapi produktivitas dan kualitasnya lebih rendah bila dibandingkan dengan di daerah subtropis. Hal ini karena di daerah tropis memiliki suhu dan kelembaban yang tinggi sepanjang tahun (Spiegel dan Goldschmidt 1996). Jenis jeruk lokal yang sudah banyak dibudidayakan di Indonesia salah satunya adalah jeruk keprok. Tanaman jeruk keprok mempunyai batang yang rendah dan tingginya sekitar 2-8 m. Ranting atau batang ada yang berduri dan ada yang tidak berduri. Tajuk jeruk ini berbentuk tidak beraturan, berdahan kecil, bercabang banyak, dan memiliki tajuk yang rindang. Daun jeruk keprok bagian atas berwarna hijau tua mengkilat, sedangkan bagian bawah berwarna hijau muda dengan bentuk tunggal dan mempunyai ukuran kecil serta tangkainya pendek. Tanaman ini berbunga majemuk. Bunga keluar pada ketiak daun atau keluar dari ujung cabang. Ukuran bunga kecil dan mempunyai bau yang harum dengan warna bunga putih berbintik-bintik dan berkelenjar. Bakal buah berbentuk seperti bola yang mempunyai garis tengah 0.15-0.2 cm. Buah yang sudah matang mempunyai warna kulit yang mengkilat, licin, terlihat penuh pori-pori dan sedikit berbau harum. Daging buah jeruk berwarna oranye dan mengandung banyak air (Sarwono 1994). 3 Syarat Tumbuh Jeruk Keprok Produktivitas yang tinggi dengan kualitas buah jeruk yang baik dapat dihasilkan jika tanaman jeruk keprok ditanam pada lingkungan tumbuh yang sesuai. Jeruk keprok dapat menghasilkan buah di luar musim jika kondisi lingkungannya optimal (Agromedia 2011). Tanaman jeruk keprok dapat hidup pada daerah subtropis dan tropis. Pada daerah subtropis, jeruk keprok dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 650 m dpl, sedangkan di daerah tropis sampai ketinggian 2 000 m dpl. Suhu optimal pertumbuhan tanaman jeruk keprok yaitu 25-30 oC. Pertumbuhan jeruk keprok akan terhambat apabila suhu di atas 38 oC atau di bawah 13 oC. Curah hujan optimum 1 000-2 000 mm tahun-1 dan merata sepanjang tahun (Pracaya 2002). Tanaman ini dapat tumbuh optimal pada tanah dengan pH 6-7, namun masih dapat tumbuh pada tanah dengan pH 5-8 (Manner et al 2006). Menurut Tohir (1981) daerah yang baik untuk jeruk keprok adalah daerah basah. Tanaman jeruk dapat tumbuh pada daerah setengah kering dan daerah kering, asalkan air tanah letaknya di bawah 50 cm sampai 200 cm dan kondisi tanah yang gembur serta mengandung air yang cukup. Jeruk Keprok SoE Tanaman jeruk keprok tersebar di berbagai wilayah di Indonesia seperti Jawa Barat, Sulawesi Tenggara, Bali, Sumatera Barat, Jawa Timur (Batu dan Madura), dan Nusa Tenggara Timur. Salah satu jenis jeruk yang telah menjadi unggulan daerah maupun secara nasional adalah jeruk keprok SoE dari Nusa Tenggara Timur (NTT) (Naharsari 2007). Jeruk keprok SoE merupakan salah satu jeruk keprok unggulan Indonesia yang telah ditetapkan sebagai varietas unggul nasional pada SK Menteri Pertanian No.863/Kpts/TP.240/11/98. Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan sentra pengembangan jeruk keprok SoE. Jeruk ini memiliki mutu yang dapat bersaing dengan jeruk impor yang banyak terdapat di Indonesia (Adar dan Bano 2003). Ciri fisik dari buah jeruk keprok SoE adalah kulit buah berwarna oranye cerah, tekstur kulit buah halus, dan ukuran buah antara 100 – 125 gram. Buah ini memiliki rasa yang manis dengan sedikit asam, warna daging buah oranye dengan aroma lembut. Jeruk keprok SoE dapat tumbuh pada ketinggian 800-1 200 m dpl (Hardiyanto et al. 2007). Kultur Jaringan Teknik kultur jaringan dapat dijadikan alternatif untuk mengatasi beberapa kendala dalam pemuliaan konvensional. Kultur jaringan merupakan suatu proses menumbuhkan dan perbanyakan sel, jaringan, organ atau protoplas pada kondisi steril (Nasir 2002). Menurut Zulkarnain (2009) keuntungan perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan adalah memperoleh bibit secara massal dalam waktu yang relatif lebih singkat, tanaman bebas penyakit dan seragam. 4 Teknik kultur jaringan dimulai dari teori totipotensi sel yang disampaikan oleh Schleiden dan Schawn pada tahun 1838. Sel dan jaringan tanaman tersebut dapat tumbuh menjadi kumpulan sel meristematik dalam jumlah tak terhingga yang disebut kalus. Kalus dapat dikembangkan menjadi tunas dan akar tanaman atau menjadi embrio somatik tergantung dari komposisi media dan lingkungan tumbuhnya (Mattjik 2011). Menurut Wetter dan Constabel (1991) waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan kalus sangat bervariasi tergantung dengan jaringan eksplan dan komposisi media kultur yang digunakan. Bagian jaringan tanaman yang digunakan sebagai bahan kultur jaringan disebut eksplan. Eksplan merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan suatu regenerasi (Wattimena et al. 2011). Faktor penting lain yang berpengaruh terhadap keberhasilan kultur jaringan adalah media kultur jaringan, cahaya, suhu, oksigen, kelembaban dan pH (Hendaryono dan Wijayani 1994). Tahapan pada metode kultur jaringan dimulai dari pemilihan sumber tanaman sebagai bahan awal yang akan digunakan, penanaman pada medium yang sesuai untuk perbanyakan, pembentukan tunas dan akar hingga terbentuk planlet, proses adaptasi pada lingkungan di luar sistem in vitro (aklimatisasi) dan penanaman di lapang (Yuwono 2008). Pemuliaan Mutasi Keragaman genetik tanaman merupakan hal penting dalam program pemuliaan tanaman. Salah satu metode yang efektif untuk menciptakan keragaman genetik adalah melalui proses mutagenesis. Mutasi merupakan perubahan dalam struktur gen yang terjadi secara alami maupun buatan melalui agen fisik atau kimia (Nasir 2002). Proses mutasi mampu meningkatkan keragaman genetik tanaman akibat perubahan urutan (sequence) nukleotida DNA yang dapat merubah enzim yang dihasilkan (Mogea 1991). Salah satu keunggulan mutasi yaitu kemungkinan untuk merubah satu atau beberapa karakter tanaman, tetapi tidak merubah karakter lain yang sudah ada (Broertjes dan Van Harten 1988). Keberhasilan mutasi dipengaruhi oleh beberapa hal seperti, pemilihan mutagen, metode aplikasi, dosis, bahan tanam, regenerasi tanaman dan teknik seleksi (Van Harten 1998). Mutasi dapat terjadi secara spontan (mutasi alami) dan buatan (mutasi induksi) (Crowder 1997). Mutasi alami terjadi spontan di alam, membutuhkan waktu yang lama dan jarang terjadi, sedangkan mutasi buatan membutuhkan waktu yang relatif lebih singkat untuk meningkatkan keragaman genetik melalui pemberian zat kimia dan iradiasi (Soeminto 1985). Menurut Aisyah (2006) mutasi alami dapat disebabkan oleh sinar kosmos, sinar UV matahari, radioaktif, dan subkultur berulang dari sel pada kultur jaringan. Mutasi buatan merupakan salah satu metode pemuliaan tanaman untuk menghasilkan tanaman unggul melalui penggunaan mutagen (Syukur et al. 2009). Mutagen merupakan agen yang digunakan untuk menghasilkan mutasi buatan. Mutagen dapat dibedakan menjadi mutagen fisik dan mutagen kimia. Contoh mutagen fisik yaitu radiasi sinar-x, sinar gamma, sinar beta, dan sinar neutron (Van Harten 1998). Contoh mutagen kimia antara lain, etilmetan sulfonat (EMS), asam nitrit (HNO2), dan nitroso guanidine (NG) (Yuwono 2008). 5 Penggunaan mutagen fisik pada tanaman lebih dianjurkan dibandingkan menggunakan mutagen kimia. Hal ini disebabkan karena frekuensi mutasi dari mutagen fisik lebih tinggi dibandingkan mutagen kimia (Qosim et al. 2007). Sinar gamma merupakan salah satu mutagen fisik yang sering digunakan oleh pemulia tanaman dibandingkan mutagen lain (Aisyah 2006). Menurut Wattimena et al. (1992) iradiasi sinar gamma mampu meningkatkan keragaman tanaman, sehingga dapat diperoleh mutan baru. Iradiasi Sinar Gamma pada Kultur Jaringan Iradiasi sinar gamma lebih sering digunakan karena memiliki daya tembus lebih tinggi sehingga peluang terjadinya mutasi lebih besar. Bahan tanam yang sering digunakan pada teknik iradiasi seperti, tunas, pucuk dan sekelompok sel yang belum mengalami diferensiasi (kalus). Iradiasi sinar gamma pada kalus menghasilkan frekuensi varian yang lebih tinggi dibandingkan menggunakan jaringan tanaman, karena sel-sel pada kalus masih bersifat meristematik sehingga lebih responsif terhadap radioaktif. Penggunaan kalus seringkali menemui kesulitan untuk meregenerasikan menjadi tanaman lengkap (Van Harten 1998). Sinar gamma dapat dihasilkan oleh radioisotop 137Cs atau 60Co yang digunakan pada bidang radiobiologi. Sumber iradiasi 60Co ditembak oleh neutron yang menyebabkan inti atom tersebut tereksitasi, sehingga menjadi tidak stabil dan akhirnya membelah menjadi unsur-unsur yang lebih kecil dan melepaskan tenaga dalam bentuk panas serta membebaskan 2-3 neutron. Sinar gamma menghasilkan dua puncak spektrum energi yaitu 1.33 MeV dan 1.17 MeV, sehingga total energi yang dihasilkan sebesar 1.5 MeV dengan waktu paruh yaitu 5.27 tahun. Sumber iradiasi 137Cs merupakan mono-energetic dengan puncak energi 0.66 MeV dan waktu paruh lebih lama dibandingkan 60Co yaitu 33 tahun (Van Harten 1998). Penggunaan iradiasi sinar gamma pada kultur in vitro dengan dosis rendah seperti 10-30 Gy pada kalus menyebabkan peningkatan keragaman somaklonal (Al-Safadi et al. 2000). Menurut Kadir et al. (2007) kalus yang telah diiradiasi harus segera disubkultur pada media segar. Hal ini bertujuan agar kalus dapat pulih dari pengaruh iradiasi. Lamanya kalus mengalami subkultur berulang setelah diiradiasi dan sebelum dikulturkan dalam media regenerasi berpengaruh terhadap kualitas pertumbuhan dan daya regenerasi kalus membentuk planlet. Seleksi Cekaman Kekeringan Menggunakan PEG Ketersediaan air merupakan faktor pembatas utama produksi tanaman karena sangat berpengaruh terhadap proses pertumbuhan. Kondisi cekaman kekeringan dapat disebabkan karena berkurangnya suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang sangat banyak oleh daun, sehingga laju transpirasi melebihi laju absorpsi oleh akar (Levitt 1980). Menurut Kusvuran (2012) respon tanaman terhadap cekaman kekeringan tergantung pada intensitas dan lama cekaman, spesies tanaman serta tahap pertumbuhan tanaman. 6 Penggunaan metode seleksi in vitro pada perbaikan tanaman telah banyak digunakan untuk meningkatkan sifat ketahanan baik terhadap faktor biotik maupun abiotik (Tsago et al. 2013). Seleksi in vitro membutuhkan bahan selektif yang dapat mensimulasi kondisi ex vitro secara tepat. Salah satu metode untuk seleksi cekaman kekeringan adalah penggunaan senyawa osmotik Polyethylen glycol (PEG) (Maftuchah dan Zainudin 2015). PEG merupakan senyawa dengan bobot molekul antara 3 000 sampai 20 000 yang dapat larut sempurna di dalam air. Penggunaan PEG 6 000 paling tepat digunakan untuk seleksi cekaman kekeringan karena tidak menyebabkan terserapnya PEG ke jaringan tanaman dan tidak bersifat racun bagi tanaman. Penurunan potensial air pada media PEG sesuai dengan penurunan potensial air di dalam tanah pada kondisi cekaman kekeringan. Besarnya penurunan potensial air tergantung pada bobot molekul dan konsentrasi PEG yang digunakan, semakin tinggi konsentrasi dan bobot molekul PEG yang digunakan, maka semakin besar penurunan potensial air (Michel dan Kaufmann 1973). METODE PENELITIAN Bahan Penelitian Bahan yang digunakan adalah kalus embriogenik dan embrio somatik fase globular jeruk keprok SoE, media dasar MS (Murashige & Skoog) digunakan sebagai sumber hara makro dan mikro, vitamin MW (Morel dan Wetmore), agar, gula, aquades, KOH, HCl, bahan sterilisasi seperti deterjen, alkohol 96 % dan Natrium hipoklorit, PEG 6 000 dan kertas saring. Peralatan Penelitian Peralatan yang digunakan yaitu peralatan gelas (botol kultur, tabung ukur, gelas piala, pipet), autoklaf, alat iradiasi sinar gamma (Gamma Chamber 4000 A) Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), pH meter, pinset, gunting, bunsen, timbangan analitik, kertas saring, kompor, dan rak kultur. Suhu pada ruang kultur berkisar antara 24-25 oC dengan intensitas cahaya 1 000 – 1 500 lux. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan I, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Iradiasi sinar gamma dilakukan di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Jakarta Selatan. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2014 sampai Mei 2015. 7 Prosedur Percobaan Penelitian ini terdiri dari dua percobaan yaitu 1) Iradiasi sinar gamma pada kalus embriogenik jeruk keprok SoE untuk mendapatkan nilai LD50. 2) Seleksi untuk mendapatkan tanaman yang toleran terhadap PEG. 2.1) Seleksi terhadap kalus embriogenik pada media PEG. 2.2) Seleksi terhadap embrio somatik pada media PEG. 1. Iradiasi Sinar Gamma pada Kalus Embriogenik Jeruk Keprok SoE untuk Mendapatkan Nilai LD50 Rancangan yang digunakan pada percobaan ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor yaitu dosis iradiasi sinar gamma. Dosis yang digunakan adalah 0, 20, 40, 60, 80 dan 100 Gy. Setiap dosis terdiri dari 10 ulangan, setiap ulangan terdiri dari satu botol yang ditanam satu kalus, sehingga terdapat 60 satuan percobaan. Eksplan yang digunakan adalah kalus embriogenik dengan diameter 1 cm. Pengamatan dilakukan setiap minggu hingga minggu ke-4. Peubah yang diamati meliputi kalus embriogenik hidup, warna kalus embriogenik berdasarkan scoring seperti putih kekuningan (skor 4), putih kecoklatan (skor 3), kuning kecoklatan (skor 2), coklat (skor 1) (Lampiran 1), dan diameter kalus. 2. Seleksi untuk Mendapatkan Tanaman yang Toleran terhadap PEG 2.1 Seleksi terhadap Kalus Embriogenik pada Media PEG Rancangan yang dipergunakan adalah RAL satu faktor yaitu konsentrasi PEG yang terdiri dari 5 taraf perlakuan yaitu 0, 5, 10, 15, dan 20 %. Setiap perlakuan terdiri dari 5 ulangan, sehingga terdapat 25 satuan percobaan, setiap satuan percobaan terdiri dari 6 kalus, sehingga terdapat 150 satuan amatan. Eksplan yang digunakan adalah kalus embriogenik yang telah diiradiasi sinar gamma pada dosis sekitar LD50 dengan diameter 0.5 cm. Pengamatan dilakukan setiap minggu hingga minggu ke-8. Peubah yang diamati yaitu kalus embriogenik hidup dan warna kalus seperti kuning kecoklatan (skor 3), coklat (skor 2), dan coklat tua (skor 1) (Lampiran 2). 2.2 Seleksi terhadap Embrio Somatik pada Media PEG Konsentrasi PEG yang digunakan pada percobaan ini adalah 0, 5, 10, 15, dan 20 %. Eksplan yang digunakan yaitu embrio somatik, setiap botol kultur ditanam satu clump embrio somatik fase globular dengan diameter sekitar 1.5 cm. Peubah yang diamati pada percobaan ini yaitu jumlah embrio somatik yang berkecambah, waktu berkecambah, jumlah akar, dan jumlah daun. Model rancangan percobaan yang digunakan pada kedua percobaan menurut Gomez dan Gomez (1995) adalah sebagai berikut: Yij = µ + τi + ɛij Yij = nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum τi = nilai tambah pengaruh perlakuan ke-i ɛij = galat percobaan (nilai tambah pengaruh acak perlakuan ke-i) dan ulangan ke-j i = 1, 2, 3, 4, 5, 6 (Percobaan 1), 1, 2, 3, 4, 5 (Percobaan 2.1) j = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 (Percobaan 1), 1, 2, 3 , 4, 5 (Percobaan 2.1) 8 Analisis Data Data dianalisis menggunakan uji F pada taraf nyata 5 %. Apabila hasil analisis berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati, maka nilai tengah diuji lanjut menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 % menggunakan software SAS 9.1 dan rekapitulasi data menggunakan Microsoft Excel 2010. Analisis nilai LD50 menggunakan software Curve Expert 1.3. Pelaksanaan Percobaan Sterilisasi Alat Alat yang akan digunakan dalam penelitian antara lain peralatan gelas (botol kultur, botol ukur, gelas piala, cawan petri, gelas ukur dan corong gelas), pinset gunting dan skalpel. Alat-alat tersebut dicuci bersih menggunakan deterjen lalu dibilas dan dikeringkan. Botol kultur yang telah bersih dimasukkan ke dalam autoklaf dengan tekanan 17.5 psi (pound per square inch) pada suhu 121 oC selama 60 menit. Laminar disterilisasi terlebih dahulu dengan menggunakan sinar UV dan menggunakan alkohol 96 %. Pembuatan Media Tanam Media tanam yang digunakan pada percobaan pertama adalah media dasar MS yang dikombinasikan dengan vitamin MW (media MW) (Lampiran 3) dan pada percobaan kedua ditambah dengan PEG 6 000. Media ditambah gula 30 g l-1, lalu ditambah dengan aquades sampai volume 1 liter. Keasaman (pH) media ditetapkan hingga derajat keasaman media antara 5.8-6.2. pH yang terlalu rendah harus ditambahkan dengan KOH beberapa tetes, sedangkan jika pH terlalu tinggi ditambahkan HCl. Selanjutnya ditambahkan bahan pemadat berupa agar sebanyak 7 g l-1 dan dimasak hingga agar-agar larut. Larutan dimasukkan ke dalam botol kultur sekitar 25 ml pada masing-masing botol, lalu ditutup dengan plastik bening dan diikat dengan karet gelang hingga rapat. Sterilisasi media menggunakan autoklaf selama 30 menit pada tekanan 17.5 psi dan suhu 121 oC. Proliferasi Kalus Embriogenik dan Iradiasi Bahan Tanam Bahan tanam yang digunakan pada percobaan pertama berasal dari kalus embriogenik jeruk keprok SoE yang telah dipindahkan ke media MW. Proliferasi kalus embriogenik dilakukan di dalam laminar yang telah disterilkan menggunakan alkohol 96 %. Kalus embriogenik diiradiasi dengan sinar gamma pada dosis sesuai perlakuan. Kalus embriogenik yang telah diiradiasi, selanjutnya dipindahkan ke media kultur MW. Setiap botol kultur ditanam kalus embriogenik yang telah diiradiasi dengan diameter sekitar 1 cm. Penanaman Kalus Embriogenik dan Embrio Somatik Fase Globular pada Media PEG Bahan tanam yang digunakan pada percobaan ini berasal dari kalus embriogenik yang telah diiradiasi sinar gamma pada dosis sekitar LD50 dan embrio somatik fase globular tanpa iradiasi. Penanaman berlangsung di dalam laminar yang telah disterilkan dan media yang digunakan adalah media MW dan 9 PEG 6 000 dengan konsentrasi sesuai perlakuan. Setiap botol kultur ditanam kalus embriogenik dengan diameter sekitar 0.5 cm dan pada seleksi menggunakan embrio somatik, setiap botol kultur ditanam satu clump embrio somatik fase globular dengan diameter sekitar 1.5 cm. Penanaman pada media PEG 6 000 menggunakan kertas saring dengan ukuran lebih besar dari bahan tanam. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Eksplan yang digunakan pada percobaan ini adalah kalus embriogenik (Gambar 1A) dan embrio somatik fase globular jeruk keprok SoE (Gambar 1B). Kalus embriogenik pada percobaan pertama memiliki struktur yang remah dan berwarna putih kekuningan. Perbanyakan eksplan pada percobaan ini menggunakan media MS dengan penambahan vitamin MW tanpa tambahan zat pengatur tumbuh. Kalus embriogenik diiradisi dengan sinar gamma menggunakan alat Gamma Chamber 4000 A sesuai dengan dosis perlakuan. Beberapa kalus embriogenik pada percobaan pertama dan kedua mengalami kontaminasi pada umur 2 minggu setelah tanam (MST) yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal dapat disebabkan oleh media tanam yang kurang steril dan faktor eksternal yang dapat menyebabkan kontaminasi yaitu peralatan seperti pinset dan cawan petri yang kurang steril saat digunakan. Kontaminasi yang disebabkan oleh bakteri dan cendawan banyak terlihat dibagian permukaan media, permukaan kalus eksplan dan sebagian kecil di sekitar dinding botol bagian dalam (Gambar 1C). A B C Gambar 1 Kondisi kalus embriogenik dan embrio somatik jeruk keprok SoE (A) Kalus embriogenik sebelum iradiasi, (B) Embrio somatik pada media PEG, (C) Kontaminasi pada media Kalus embriogenik yang telah diiradiasi menunjukkan respon pertumbuhan yang beragam sejak 1 MST. Hal ini ditunjukkan oleh kondisi kalus embriogenik yang tidak segar pada dosis 60, 80, dan 100 Gy, sedangkan pada dosis 0, 20 dan 40 Gy kalus embriogenik terlihat segar. Berdasarkan pengamatan percobaan 2.1 pada 1 MST kondisi kalus embriogenik pada konsentrasi PEG 0, 5, 10, dan 15 % seluruhnya masih hidup, sedangkan pada konsentrasi PEG 20 % terdapat kalus embriogenik yang mati. Pada percobaan 2.2, semakin tinggi konsentrasi PEG pada media menunjukkan penurunan kemampuan embrio somatik untuk beregenerasi menjadi planlet. Menurut Badami dan Amzeri (2010) penambahan PEG pada media bersifat menghambat pertumbuhan dan perkembangan sel atau jaringan. 10 Iradiasi Sinar Gamma pada Kalus Embriogenik Jeruk Keprok SoE Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa dosis iradiasi sinar gamma memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase kalus embriogenik hidup pada 1 MST dan memberikan pengaruh yang sangat nyata pada 2, 3 dan 4 MST. Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma pada kalus embriogenik jeruk keprok SoE sudah terlihat pada 1 MST. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan persentase kalus hidup pada dosis 60, 80 dan 100 Gy yaitu 90, 70 dan 60 %. Tabel 1 menunjukkan penurunan persentase kalus hidup sampai akhir pengamatan kecuali pada dosis 0 Gy. Persentase kalus hidup tertinggi terdapat pada dosis 0 Gy yaitu 100 % yang berbeda nyata dengan dosis 80 Gy dan 100 Gy, sedangkan persentase kalus hidup terendah terdapat pada dosis 100 Gy yaitu 20 % yang berbeda nyata dengan dosis 0, 20, 40 dan 60 Gy. Dosis iradiasi berpengaruh terhadap kematian kalus. Semakin tinggi dosis iradiasi sinar gamma yang digunakan, maka semakin meningkat jumlah kalus yang mati (Kadir et al. 2007). Menurut Hasbullah et al. (2012) secara fisiologis, iradiasi sinar gamma berpengaruh pada dinding sel dan membran sel yang menyebabkan penurunan pertumbuhan pada kalus. Tabel 1 Persentase kalus embriogenik hidup jeruk keprok SoE pada berbagai dosis iradiasi sinar gamma 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST Dosis (Gy) Kalus hidup (%)c 0 100.0 a 100.0 a 100.0 a 100.0 a 20 100.0 a 100.0 a 100.0 a 90.0 a 40 100.0 a 100.0 a 80.0 ab 80.0 a 60 90.0 a 80.0 ab 70.0 abc 70.0 ab 80 70.0 ab 60.0 b 60.0 bc 40.0 bc 100 60.0 b 50.0 b 40.0 c 20.0 c a Uji F * ** ** ** KK (%)b 3.40 3.96 4.93 5.58 a **: berpengaruh nyata pada taraf 1 %, *: berpengaruh nyata pada taraf 5 %, bKK: koefisien keragaman, a: Data yang dianalisis adalah data yang telah ditransformasi dengan (x+0.5)1/2. c Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 % (uji selang berganda Duncan). Tingkat sensitivitas kalus embriogenik terhadap iradiasi sinar gamma dapat diketahui melalui radiosensitivitas berdasarkan pendekatan Growth Reduction 50 (GR50) atau Lethal dose 50 (LD50). LD50 merupakan dosis iradiasi yang menyebabkan kematian kalus embriogenik 50 % dari populasi yang diiradiasi (Khalil et al. 2014). Penentuan nilai LD50 pada penelitian ini dilakukan pada minggu akhir pengamatan yaitu pada 4 MST. Analisis data menggunakan software Curve Expert 1.3 yang ditunjukkan melalui kurva. Kurva pada Gambar 2 menunjukkan pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan kalus embriogenik jeruk keprok SoE menggunakan model regresi Quadratic Fit. Persamaan regresi yang diperoleh pada perlakuan iradiasi sinar gamma kalus embriogenik jeruk keprok SoE adalah y= 98.929 - 0.219x 0.0058x2, dengan galat baku S= 4.17 dan koefisien korelasi r= 0.99. 11 Hasil iradiasi sinar gamma diperoleh nilai LD50 pada kalus embriogenik jeruk keprok SoE berada di sekitar dosis 74.83 Gy yang dapat menjadi acuan dosis iradiasi sinar gamma pada kalus embriogenik jeruk keprok SoE. Dosis di sekitar 74.83 Gy diharapkan dapat menghasilkan keragaman yang tinggi pada kalus embriogenik jeruk keprok SoE. 74.83 Gy Gambar 2 Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap persentase kalus embriogenik hidup jeruk keprok SoE Hasil pengamatan secara visual terlihat adanya perbedaan warna kalus yang diiradiasi dengan yang tidak diiradiasi. Tabel 2 menunjukkan peningkatan dosis iradiasi sinar gamma menyebabkan persentase kalus berwarna coklat semakin tinggi. Hasil penelitian Karyanti (2013) menunjukkan perubahan warna kalus embriogenik jeruk keprok garut terjadi pada dosis iradiasi tinggi, kalus yang semula berwarna putih kekuningan berubah menjadi putih kecoklatan dan selanjutnya menjadi warna coklat. Perubahan warna kalus menunjukkan tingkat sensitivitas kalus terhadap dosis iradiasi yang diberikan pada kalus embriogenik. Tabel 2 Persentase warna kalus embriogenik jeruk keprok SoE pada 4 MST Warna kalus (%) Dosis Putih Putih Kuning (Gy) Coklat kekuningan Kecoklatan Kecoklatan 0 0.0 10.0 90.0 0.0 20 10.0 10.0 70.0 10.0 40 0.0 0.0 80.0 20.0 60 0.0 0.0 70.0 30.0 80 0.0 0.0 40.0 60.0 100 0.0 0.0 20.0 80.0 Warna kalus embriogenik yang semula putih kekuningan, setelah diiradiasi menjadi lebih beragam seperti ada yang tetap berwarna putih kekuningan, putih kecoklatan, kuning kecoklatan, dan coklat. Perubahan warna kalus embriogenik yang telah diiradiasi ditunjukkan pada Gambar 3. Hasil penelitian Wulansari et al. (2012) menunjukkan kalus embriogenik jeruk siam setelah diiradiasi mengalami perubahan warna seperti putih kehijauan, kecoklatan dan tetap putih kekuningan. 12 Perubahan warna kalus ini disebabkan oleh proses ionisasi dari sinar gamma yang dapat merusak jaringan secara fisik. A B C D Gambar 3 Perubahan warna kalus embriogenik hasil iradiasi sinar gamma. (A) Putih kekuningan, (B) Putih kecoklatan, (C) Kuning kecoklatan, (D) Coklat Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap peubah diameter kalus. Berdasarkan hasil pengamatan pada peubah diameter kalus menunjukkan semakin tinggi dosis iradiasi yang diberikan dapat memperlambat pertumbuhan kalus embriogenik. Dosis iradiasi 60, 80, dan 100 Gy memberikan pengaruh nyata terhadap perlakuan 0 Gy, sedangkan dosis 20 dan 40 Gy tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perlakuan 0 Gy pada 4 MST (Tabel 3). Hasil penelitian Setiawan et al. (2015) menunjukkan semakin tinggi dosis iradiasi yang diberikan menyebabkan penambahan diameter kalus mengalami penurunan. Iradiasi sinar gamma dengan dosis tinggi menyebabkan kerusakan sel yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan kalus. Tabel 3 Diameter kalus embriogenik jeruk keprok SoE pada berbagai dosis iradiasi sinar gamma 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST Dosis (Gy) b Diameter kalus (cm) 0 1.26 a 1.29 a 1.32 a 1.35 a 20 1.23 a 1.27 ab 1.29 ab 1.33 a 40 1.18 ab 1.20 bc 1.24 bc 1.27 ab 60 1.13 ab 1.15 c 1.17 cd 1.19 bc 80 1.12 ab 1.14 c 1.16 cd 1.19 bc 100 1.09 c 1.12 c 1.13 cd 1.15 c Uji Fa ** ** ** ** KK (%) 7.79 6.97 6.84 7.48 a **: berpengaruh nyata pada taraf 1 %, KK: koefisien keragaman. bAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 % (uji selang berganda Duncan). Seleksi Cekaman Kekeringan Menggunakan PEG 6 000 pada Kalus Embriogenik Jeruk Keprok SoE yang Diiradiasi Sinar Gamma Konsentrasi PEG yang digunakan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap persentase kalus hidup pada 2 MST sampai 8 MST. Kalus embriogenik yang berwarna kuning kecoklatan termasuk pada kalus hidup, sedangkan kalus yang berwarna coklat dan coklat tua merupakan kalus yang sudah mati. Persentase 13 kalus hidup embriogenik yang mati meningkat sejalan dengan peningkatan konsentrasi PEG yang diberikan. Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT pada taraf 5 % menunjukkan persentase kalus hidup tertinggi terdapat pada media dengan konsentrasi PEG 0 % yaitu 100 %, sedangkan persentase kalus hidup terendah terdapat pada konsentrasi 20 % yaitu 26.67 % (Tabel 4). Hasil penelitian Sutjahjo et al. (2007) menunjukkan persentase kalus embriogenik yang mati pada media PEG meningkat sejalan dengan peningkatan konsentrasi PEG. Persentase kalus mati tertinggi terdapat pada media PEG dengan konsentrasi 20 %. Semakin tinggi konsentrasi PEG dalam media akan menyebabkan terhambatnya proses osmosis dalam sel sehingga menghambat masuknya air ke dalam sel atau sekelompok sel (kalus). Hal ini dapat menyebabkan kalus lebih rentan mati. Tabel 4 Persentase kalus embriogenik hidup jeruk keprok SoE pada berbagai konsentrasi PEG 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST Konsentrasi c (%) Kalus hidup (%) 0 100.00 a 100.00 a 100.00 a 100.00 a 5 100.00 a 93.33 a 86.67 ab 86.67 ab 10 100.00 a 93.33 a 83.33 ab 70.00 bc 15 100.00 a 90.00 a 70.00 b 60.00 c 20 66.67 b 26.67 b 26.67 c 26.67 d Uji Fa ** ** ** ** b KK (%) 0.57 1.49 1.71 1.82 a **: berpengaruh nyata pada taraf 1 %. bKK: koefisien keragaman: Data yang dianalisis adalah data yang telah ditransformasi dengan (x+0.5)1/2. cAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 % (uji selang berganda Duncan). Hasil pengamatan secara visual terhadap warna kalus embriogenik pada media PEG menghasilkan warna kalus embriogenik yang beragam seperti kuning kecoklatan, coklat dan coklat tua. Perubahan warna kalus embriogenik pada media PEG seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Menurut Saepudin (2014) pencoklatan pada kalus embriogenik diduga merupakan akibat dari kehilangan air karena pemberian PEG pada media seleksi. A B C Gambar 4 Perubahan warna kalus embriogenik pada media PEG 6 000. (A) Kuning kecoklatan, (B) Coklat, (C) Coklat tua Warna kalus pada umur 8 MST sebagian besar berwarna kuning kecoklatan. Peningkatan konsentrasi PEG menyebabkan persentase kalus berwarna coklat tua semakin tinggi. Persentase tertinggi pada kalus embriogenik 14 yang berwarna coklat tua terdapat pada konsentrasi 20 % yaitu 66.66 % (Tabel 5). Kondisi selektif akibat penambahan PEG pada media bersifat menghambat pertumbuhan dan perkembangan sel maupun jaringan. Pengaruh PEG terhadap perubahan warna kalus terlihat pada nilai indeks kualitas kalus. Indeks kualitas kalus semakin menurun sejalan dengan meningkatnya konsentrasi PEG (Widoretno 2003). Hal yang sama dilaporkan Sutjahjo et al. (2007) penurunan yang sangat drastis terdapat pada konsentrasi PEG 20 %. Kalus embriogenik pada media dengan konsentrasi PEG 20 % umumnya berwarna coklat dan hitam (mati). Tabel 5 Persentase warna kalus embriogenik jeruk keprok SoE pada berbagai konsentrasi PEG Warna kalus (%) Konsentrasi (%) Kuning kecoklatan Coklat Coklat tua 0 100.00 0.00 0.00 5 86.67 13.33 0.00 10 70.00 26.67 3.33 15 60.00 23.33 16.67 20 26.67 6.67 66.66 Kalus embriogenik pada percobaan ini tidak mampu membentuk embrio somatik dan beregenerasi menjadi planlet, hal ini dapat disebabkan terjadinya penekanan terhadap daya regenerasi akibat pengaruh iradiasi sinar gamma dan penambahan PEG dalam media in vitro yang menghambat pertumbuhan dan kemampuan regenerasi kalus embriogenik. Menurut Kadir et al. (2007) penekanan daya regenerasi kalus berhubungan dengan rendahnya kualitas kalus yang diregenerasikan sebagai akibat pengaruh iradiasi sinar gamma, sehingga kemampuan kalus untuk beregenerasi menurun. Hal yang sama juga dilaporkan Wulansari et al. (2012) iradiasi sinar gamma mengakibatkan perubahan sel dan mempengaruhi pertumbuhan dan kemampuan sel-sel kalus embriogenik jeruk siam untuk dapat beregenerasi menjadi bakal tunas secara embriogenesis somatik. Menurut Saepudin (2014) menurunnya potensial air oleh PEG tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan kalus embriogenik, tetapi juga terhadap kemampuan sel dalam massa kalus untuk membentuk sel yang embriogenik dan diferensiasi embrio somatik. Seleksi Cekaman Kekeringan Menggunakan PEG 6 000 pada Embrio Somatik Jeruk Keprok SoE Hasil pengamatan terhadap kemampuan regenerasi embrio somatik fase globular pada media PEG terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi PEG yang diberikan dapat menyebabkan penurunan daya regenerasi embrio somatik menjadi planlet. Regenerasi embrio somatik membentuk planlet pada media PEG 6 000 ditunjukkan dengan terbentuknya daun dan akar. Regenerasi embrio somatik membentuk planlet pada media PEG 6 000 ditunjukkan pada Gambar 5. 15 A C B D E Gambar 5 Kemampuan regenerasi embrio somatik pada media PEG 6 000. (A) Konsentrasi PEG 0 %, (B) Konsentrasi PEG 5 %, (C) Konsentrasi PEG 10 %, (D) Konsentrasi PEG 15 %, (E) Konsentrasi PEG 20 % Embrio somatik dapat beregenerasi menjadi planlet pada konsentrasi PEG 0, 5, dan 10 %, sedangkan pada konsentrasi PEG 15 % dan 20 % tidak ada planlet yang terbentuk hingga akhir pengamatan (Tabel 6). Sesuai dengan pernyataan Husni et al. (2006), penurunan kemampuan untuk menghasilkan planlet pada media PEG sangat tajam dibandingkan dengan media tanpa penambahan PEG, akibat kurangnya air pada media PEG yang dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan membentuk planlet. Tabel 6 Pengaruh PEG terhadap pertumbuhan embrio somatik jeruk keprok SoE Jumlah ES Waktu berkecambah Jumlah Jumlah Konsentrasi (%) berkecambah (MST) Daun Akar 0 2 4 9 3 5 1 6 1 1 10 1 7 1 1 15 0 0 0 20 0 0 0 Tabel 6 menunjukkan pada penelitian ini dihasilkan satu tanaman yang toleran terhadap PEG 5 % dan satu tanaman yang toleran terhadap PEG 10 %. Tanaman tersebut diharapkan toleran terhadap kekeringan. Sifat toleran kemungkinan dihasilkan dari variasi somaklonal yang terjadi akibat subkultur berulang dalam proses induksi embrio somatik. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kalus embriogenik jeruk keprok SoE yang diiradiasi sinar gamma menghasilkan respon pertumbuhan kalus yang beragam. Nilai LD50 pada kalus embriogenik jeruk keprok SoE berada di sekitar dosis 74.83 Gy. Dosis di sekitar nilai LD50 diharapkan dapat menghasilkan keragaman yang tinggi dan dapat menjadi acuan dalam penelitian selanjutnya. 16 Penambahan konsentrasi PEG pada media seleksi in vitro menyebabkan peningkatan persentase kematian kalus embriogenik dan menurunkan nilai kualitas warna kalus, namun beberapa kalus tetap tumbuh dengan warna putih kekuningan serta menurunkan kemampuan regenerasi embrio somatik menjadi planlet. Kalus embriogenik pada perlakuan PEG tidak dapat beregenerasi menjadi embrio somatik. Embrio somatik fase globular dapat digunakan sebagai eksplan untuk mendapatkan tanaman toleran terhadap cekaman kekeringan. Planlet yang toleran terhadap PEG diperoleh pada konsentrasi 0, 5 dan 10 %. Saran Penelitian lanjutan menggunakan PEG perlu dilakukan untuk dapat menghasilkan kalus embriogenik yang mampu membentuk embrio somatik hingga memperoleh tanaman jeruk keprok SoE. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan jumlah eksplan dan jumlah peubah pengamatan yang lebih banyak sehingga informasi yang diperoleh lebih banyak. DAFTAR PUSTAKA Adar D, Bano M. 2003. Selera konsumen terhadap jeruk keprok SoE dibeberapa kota di Indonesia. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian dan Pengkajian Pengembangan Jeruk Keprok SoE; 2003 Jun 2-3; NTT, Indonesia. Nusa Tenggara Timur (ID): BPTP NTT. hlm 210-217. Agromedia. 2011. Bertanam Jeruk di Dalam Pot & di Kebun. Jakarta (ID): PT AgroMedia Pustaka. Aisyah SI. 2006. Sitogenetika Tanaman. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Al-Safadi B, Ayyoubi Z, Jawdat D. 2000. The effect of gamma irradiation on potato microtuber production in vitro. Plant Cell, Tissue and Organ Culture 61: 183-187. Ashari S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta (ID): UI Pr. Badami K, Amzeri A. 2010. Seleksi in vitro untuk toleransi terhadap kekeringan pada jagung (Zea mays L.) dengan polietilena glikol (PEG). Agrovigor. 3(1): 77-86. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi tanaman jeruk siam/keprok seluruh provinsi [Internet]. [diunduh 2015 Juni 18] Tersedia pada: http://www.bps.go.id. Broertjes C, Van Harten AM. 1988. Applied mutation breeding for vegetatively propagated crops. Elsevier Science Publ. Amsterdam. The Netherland. 345p. Crowder LV. 1997. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta (ID): UGM Pr. 17 Gomez KA, Gomez AA.1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Sjamsuddin E, Baharsjah JS, Penerjemah. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Pr. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research. Ed ke-2. Hardiyanto C, Martasari, Mulyanto H. 2007. Analisis keragaman jeruk keprok Indonesia menggunakan primer RAPD. J Hortikultura. 3:239-246. Hasbullah NA, Taha RM, Saleh A, Mahmad N. 2012. Irradiation effect on in vitro organogenesis, callus growth and plantlet development of Gerbera jamesonii. Horticultura Brasileira. 30: 252-257. Hendaryono DPS, Wijayani A. 1994. Teknik Kultur Jaringan Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman secara Vegetatif Modern. Yogyakarta (ID): Kanisius. Husni A, Kosmiatin M, Mariska I. 2006. Peningkatan toleransi kedelai Sindoro terhadap kekeringan melalui seleksi in vitro. J Agron Indonesia. 34(1):2531. Kadir A, Sutjahjo SH, Wattimena GA, Mariska I. 2007. Pengaruh iradiasi sinar gamma pada pertumbuhan kalus dan keragaman planlet tanaman nilam. J Agro Biogen. 3(1): 24-31. Karyanti. 2013. Induksi keragaman kalus embriogenik untuk mendapatkan mutan putatif jeruk keprok Garut (Citrus reticulata L.) melalui iradiasi sinar gamma [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Khalil SA, Zamir R, Ahmad N. 2014. Effect of different propagation techniques and gamma irradiation on major steviol glycoside’s content in stevia rebaudiana. J Animal & Plant Sciences. 24(6):1743-1751. Kusvuran S. 2012. Influence of drought stress on growth, ion accumulation and anti-oxidative enzymes in okra genotypes. International J Agric Biol.14: 401–406. Levitt J. 1980. Responses of plants to environmental stresses. Ed ke-2. New York (US): Academic Pr. Maftuchah, Zainudin A. 2015. In vitro selection of Jatropha curcas Linn hybrids using polyethylene glycol to obtain drought tolerance character. Procedia Chemistry. 14(2): 239-245. doi: 10.1016/j.proche.2015.03.034. Manner HI, Buker RS, Smith VE, Ward D, Elevitch CR. 2006. Species profiles for pacific island agroforestry. Citrus (citrus) and Fortunella (kumquat) [internet]. Hawai (US): University of Florida. hlm 1-35; [diunduh 2014 Nov 13]. Tersedia pada: http://agroforestry.net/tti/Citrus-citrus.pdf Mattjik NA. 2011. Membangun Usaha Tanaman Hias dan Bunga Potong dengan Mengaplikasikan Bioteknologi Khususnya Kultur Jaringan. Bogor (ID): IPB Pr. Michel BE, Kaufmann MR. 1973. The osmotic potential of polyethylene glycol 6 000. Plant Physiol. 51(5): 914-916. Mogea JP. 1991. Dasar-dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Jakarta (ID): Erlangga. Naharsari DN. 2007. Bercocok Tanam Jeruk. Bekasi (ID): Azka Pr. Nasir M. 2002. Bioteknologi Potensi dan Keberhasilannya dalam Bidang Pertanian. Jakarta (ID): PT Grafindo Persada. 18 Pracaya. 2002. Jeruk Manis Varietas, Budidaya dan Pascapanen. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Qosim, WA, Purwanto R, Wattimena GA, Witjaksono. 2007. Pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap kapasitas regenerasi kalus nodular tanaman manggis. Hayati. 14(4):140-144. Rahayu ES, Guhardja E, Ilyas S, Sudarsono. 2005. Polietilena glikol (PEG) dalam media in vitro menyebabkan kondisi cekaman yang menghambat tunas kacang tanah (Arachis hypogea L.). Hayati. 11:39-48. Saepudin A. 2014. Seleksi in vitro embrio somatik pada beberapa genotipe kedelai untuk toleransi terhadap cekaman kekeringan dan toksisitas aluminium [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sarwono B. 1994. Jeruk dan Kerabatnya. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Setiawan RB, Khumaida N, Dinarti D. 2015. Induksi mutasi kalus embriogenik gandum (Triticum aestivum L.) melalui iradiasi sinar gamma untuk toleransi suhu tinggi. J Agron Indonesia. 43(1): 36-44. Sloane RJ, RP Patterson, TF Carter Jr. 1990. Field drought tolerance of soybean plant introduction. Crop Sci. 30:118-123. Soeminto B. 1985. Manfaat Tenaga Atom untuk Kesejahteraan Manusia. Jakarta (ID): CV.Karya Indah. Spiegel RP, Goldschmidt EE. 1996. Biology of Horticultural Crops. Biology of Citrus. New York (US): Cambridge Univ Pr. Sutjahjo SH, Abdul K, Ika M. 2007. Efektifitas polietilena glikol sebagai bahan penyeleksi kalus nilam yang diradiasi sinar gamma untuk toleransi terhadap cekaman kekeringan. J Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. 9(1): 48-57. Syukur M, Sujiprihati S, Yuniantin R. 2009. Teknik Pemuliaan Tanaman. Bogor (ID): Fakultas Pertanian Bogor. Tohir K. 1981. Pedoman Bercocok Tanam Pohon Buah-Buahan. Jakarta (ID): Pradnya Paramita. Tsago Y, Andargie M, Takele A. 2013. In vitro screening for drought tolerance in different sorghum (Sorghum bicolorI (L.) Moench) varieties. J of Stress Physiology & Biochemistry. 9(3):73-83. Van Harten AM. 1998. Mutation Breeding, Theory and Practical Applications. Cambridge USA: Cambridge University Pr. Wattimena GA, Gunawan LW, Mattjik NA, Syamsudin E, Wiendy NMA, Ernawati A. 1992. Bioteknologi Tanaman. Bogor (ID): PAU Institut Pertanian Bogor. Wattimena GA, Mattjik NA, Wiendi NMA, Purwito A, Efendi D, Purwoko BS, Khumaida N. 2011. Bioteknologi dalam Pemuliaan Tanaman. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wetter LR, Constabel F. 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman. Widianto MB, penerjemah; Achmadi S, penyunting. Bandung (ID): ITB Pr. Terjemahan dari: Plant Tissue Culture Methods. Ed ke-2. Widoretno W, Megia R, Sudarsono. 2003. Reaksi embrio somatik kedelai terhadap polietilena glikol dan penggunaannya untuk seleksi in vitro terhadap cekaman kekeringan. Hayati. 10(4):134-139. 19 Wulansari A, Purwito A, Husni A. 2012. Induksi keragaman regeneran jeruk siam dengan iradiasi sinar gamma pada kalus hasil kultur protoplas. Di dalam: Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian IPB 2012. Bogor (ID): LPPM IPB. Wulansari A, Purwito A, Husni A, Sudarmonowati E. 2012. Pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap regenerasi kalus jeruk siam hasil kultur protoplas. Di dalam: Melati M, Aziz SA, Efendi D, Armini NM, Sudarsono, Ekana’ul N, Al Tapsi S, editor. Prosiding Simposium dan Seminar Bersama PERAGI-PERHORTI-PERIPI-HIGI Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi yang Berkelanjutan; 2012 Mei 1-2; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. hlm 523-528. Yuwono T. 2008. Bioteknologi Pertanian. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr. Zulkarnain H. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Jakarta (ID): Bumi Aksara. 20 LAMPIRAN 21 Lampiran 1 Skor warna kalus embriogenik pada perlakuan iradiasi sinar gamma Skor 4 Skor 3 Skor 2 Skor 1 Keterangan: Skor 4 : Putih kekuningan Skor 3 : Putih kecoklatan Skor 2 : Kuning kecoklatan Skor 1 : Coklat Lampiran 2 Skor warna kalus embriogenik pada perlakuan seleksi cekaman kekeringan Skor 3 Keterangan: Skor 3 : Kuning kecoklatan Skor 2 : Coklat Skor 1 : Coklat tua Skor 2 Skor 1 22 Lampiran 3 Komposisi media dasar Murashige dan Skoog (MS) dan vitamin Morel dan Wetmore (MW) Volume Jenis Konsentrasi Konsentrasi Kode yang dipipet No unsur Senyawa dalam 1 liter larutan stok stok untuk 1 liter hara (mg l-1) (100x) (gr l-1) media (ml) A NH4NO3 1 650 165 10 190 B KNO3 1 900 10 44 C CaCl2.2H2O 440 10 1 Makro 37 MgSO4.7H2O 370 D 10 17 KH2PO4 170 FeSO4.7H2O 27.8 2.78 2 Besi E 10 3.73 Na2 EDTA 37.3 2.23 MnSO4.4H2O 22.3 0.86 ZnSO4.7H2O 8.6 0.62 H3BO3 6.2 3 Mikro F 10 KI 0.83 0.083 0.025 NazMoO4.2H2O 0.25 0.0025 CUSO4.5H2O 0.025 CoCl2.6H2O 0.025 0.0025 Niacin 1 Pyridoxine HCl 1 Dibuat stok Thiamine HCl 1 tersendiri Glycine 1 4 Vitamin G1 dengan 1 Myo inositol 10 konsentrasi Biotin 1 @ 1000 ppm Ca-Panthotenat 0.5 Nicotinamide 1 5 Sukrosa Gula 30 000 Ditimbang saat 6 Pemadat Agar 7 000 pembuatan media Sumber: Zulkarnain (2009) 23 Lampiran 4 Hasil sidik ragam rataan kalus embriogenik hidup sinar gamma F MST Sumber Db JK KT hitung Perlakuan 5 15333.33 3066.67 3.067 1 Galat 54 54000.00 1000.00 Total 59 69333.33 Perlakuan 5 24833.33 4966.67 4.13 2 Galat 54 65000.00 1203.70 Total 59 89833.33 Perlakuan 5 27500.00 5500.00 3.49 3 Galat 54 85000.00 1574.07 Total 59 112500.00 Perlakuan 5 47333.00 9466.60 5.94 4 Galat 54 86000.00 1592.59 Total 59 133333.00 perlakuan iradiasi 0.0165 KK (%)* 3.40 0.003 3.96 0.0083 4.93 0.0002 5.58 Pr>F * Data yang dianalisis adalah data yang telah ditransformasi dengan (x+0.5)1/2. Lampiran 5 Hasil sidik ragam rataan diameter kalus embriogenik perlakuan iradiasi sinar gamma MST 1 2 3 4 Sumber Db JK KT F hitung Pr>F KK (%) Perlakuan 5 0.22 0.05 5.38 0.0004 7.79 Galat 54 0.45 0.01 Total 59 0.67 Perlakuan 5 0.25 0.05 7.30 0.0001 6.97 Galat 54 0.37 0.01 Total 59 0.63 Perlakuan 5 0.29 0.06 8.49 0.0001 6.84 Galat 54 0.37 0.01 Total 59 0.67 Perlakuan 5 0.34 0.07 7.80 0.0001 7.48 Galat 54 0.47 0.01 Total 59 0.81 24 Lampiran 6 Hasil sidik ragam rataan kalus embriogenik hidup pada media PEG MST 1 2 3 4 5 6 7 8 * Sumber Db JK KT F hitung Pr>F KK (%)* Perlakuan 4 1111.11 277.78 5.00 0.006 0.42 Galat Total 20 24 1111.11 2222.22 55.56 Perlakuan 4 444.44 1111.11 13.33 0.0001 0.57 Galat Total 20 24 1666.67 6111.11 83.3 Perlakuan 4 18600.00 4650.00 27.90 0.0001 1.54 Galat Total 20 24 3333.33 219333.33 166.67 Perlakuan 4 18488.89 4622.22 30.81 0.0001 1.49 Galat Total 20 24 2999.99 21488.89 149.99 Perlakuan 4 17044.45 4261.11 29.50 0.0001 1.55 Galat Total 20 24 2888.89 19933.33 144.44 Perlakuan 4 15888.89 3972.22 22.34 0.0001 1.71 Galat Total 20 24 3555.55 19444.44 177.78 Perlakuan 4 15511.11 3877.78 21.15 0.0001 1.76 Galat Total 20 24 3666.67 19177.78 183.33 Perlakuan 4 15733.3 3933.33 23.60 0.0001 1.82 Galat Total 20 24 3333.33 19066.67 166.67 Data yang dianalisis adalah data yang telah ditransformasi dengan (x+0.5)1/2. 25 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 26 September 1992. Penulis merupakan putri pertama dari Bapak Ir. Evian Indra dan Ibu Tuti Haryani. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 9 Bogor dan lulus pada tahun 2010. Penulis melanjutkan pendidikan di Program Keahlian Teknologi Industri Benih Program Diploma Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan lulus pada tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis melanjutkan pendidikan di Program Sarjana Depertemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan penulis bergabung digrup fotografi Diploma IPB yaitu Obscura Photography Club. Penulis juga berpartisipasi menjadi LO (Liaison Organizer) pada acara Indonesia Horticulture Investment and Business Forum (IHIBF) dalam Festival Bunga dan Buah Nusantara 2014.