seleksi cekaman kekeringan terhadap kalus

advertisement
SELEKSI CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP KALUS
EMBRIOGENIK YANG DIIRADIASI SINAR GAMMA DAN
EMBRIO SOMATIK JERUK KEPROK SOE
AMALIA EVADIYANI
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Seleksi Cekaman
Kekeringan terhadap Kalus Embriogenik yang Diiradiasi Sinar Gamma dan
Embrio Somatik Jeruk Keprok SoE adalah benar karya saya dengan arahan dari
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015
Amalia Evadiyani
NIM A24134005
iv
ABSTRAK
AMALIA EVADIYANI. Seleksi Cekaman Kekeringan terhadap Kalus
Embriogenik yang Diiradiasi Sinar Gamma dan Embrio Somatik Jeruk Keprok
SoE. Dibimbing oleh AGUS PURWITO.
Konversi lahan menjadi usaha non pertanian menjadikan pemanfaatan
lahan marginal sebagai alternatif untuk penanaman jeruk. Kultur jaringan yang
dikombinasikan dengan mutasi, efektif menciptakan keragaman genetik. Cekaman
kekeringan dapat disimulasikan melalui seleksi menggunakan PEG 6 000.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan LD50 kalus embriogenik jeruk keprok
SoE, mendapatkan kalus embriogenik dan embrio somatik yang dapat tumbuh
serta beregenerasi pada media MS dengan penambahan PEG 6 000. Penelitian ini
terdiri dari dua percobaan. Percobaan pertama yaitu iradiasi sinar gamma pada
kalus embriogenik dengan faktor dosis iradiasi 0, 20, 40 60, 80, 100 Gy.
Percobaan kedua adalah seleksi kalus embriogenik dan embrio somatik pada
media PEG dengan faktor yaitu konsentrasi PEG 0, 5, 10, 15, dan 20 %.
Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap satu faktor. Hasil penelitian
menunjukkan LD50 kalus embriogenik jeruk keprok SoE yaitu 74.83 Gy.
Konsentrasi PEG menyebabkan peningkatan persentase kematian kalus, namun
beberapa kalus tetap tumbuh dengan warna putih kekuningan. Planlet diperoleh
dari embrio somatik fase globular pada konsentrasi PEG 0, 5 dan 10 %.
Kata kunci: genetik, LD50, mutasi, PEG, planlet
ABSTRACT
AMALIA EVADIYANI. Selection to Drought Stress on Embryogenic Callus
Irradiated with Gamma rays and Somatic Embryos of Keprok SoE. Supervised by
AGUS PURWITO.
The conversion of land to non-agriculture purpose lead to utilization
marginal lands as an alternative for citrus cultivation. Tissue culture which was
combined with mutation, effectively create genetic variability. Drought stress
could be simulated with selection on PEG 6 000. The objective of this research
was to obtain LD50 on embryogenic callus of keprok SoE, to obtain embryogenic
callus and somatic embryo which can grow and regenerate in MS medium added
PEG 6 000. The research consisted of two experiments. The first experiment was
gamma ray irradiation to embryogenic callus with six doses, namely 0, 20, 40 60,
80, and 100 Gy. The second experiment was selection of embryogenic callus and
somatic embryos on PEG medium with five concentration, namely 0, 5, 10, 15,
and 20 %. The experiments was conducted using completely randomized design
with one factor. The results showed that the value of LD50 was 74.83 Gy. The
PEG concentration affect an increase in the percent of deaths callus, however
some callus remain grew with white-yellow colours. Planlets have been obtained
from somatic embryos of globular phase at concentrations of PEG 0, 5, and 10 %.
Key words : genetic, LD50, mutation, PEG, plantlet
SELEKSI CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP KALUS
EMBRIOGENIK YANG DIIRADIASI SINAR GAMMA DAN
EMBRIO SOMATIK JERUK KEPROK SOE
AMALIA EVADIYANI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
Pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
vi
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih pada penelitian
yang dilaksanakan sejak November 2014 sampai Mei 2015 ini ialah Seleksi
Cekaman Kekeringan terhadap Kalus Embriogenik yang Diiradiasi Sinar Gamma
dan Embrio Somatik Jeruk Keprok SoE.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
selaku dosen pembimbing skripsi dan Ibu Dr Ir Heni Purnamawati, MScAgr
selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberi dukungan,
arahan, dan saran kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada orang tua serta seluruh keluarga dan teman atas doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2015
Amalia Evadiyani
x
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Jeruk Keprok
Syarat Tumbuh Jeruk Keprok
Kultur Jaringan
Pemuliaan Mutasi
Seleksi Cekaman Kekeringan Menggunakan PEG
METODE PENELITIAN
Bahan Penelitian
Peralatan Penelitian
Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Prosedur Percobaan
Analisis Data
Pelaksanaan Percobaan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Percobaan
Iradiasi Sinar Gamma pada Kalus Embriogenik Jeruk Keprok SoE
Seleksi Cekaman Kekeringan Menggunakan PEG 6 000 pada Kalus
Embriogenik Jeruk Keprok SoE yang Diiradiasi Sinar Gamma
Seleksi Cekaman Kekeringan Menggunakan PEG 6 000 pada Embrio
Somatik Jeruk Keprok SoE
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
xii
xii
1
1
2
2
2
2
3
3
4
5
6
6
6
6
7
8
8
9
9
10
12
14
15
15
16
16
20
xii
DAFTAR TABEL
1 Persentase kalus embriogenik hidup jeruk keprok SoE pada berbagai dosis
iradiasi sinar gamma
2 Persentase warna kalus embriogenik jeruk keprok SoE pada 4 MST
3 Diameter kalus embriogenik jeruk keprok SoE pada berbagai dosis iradiasi
sinar gamma
4 Persentase kalus embriogenik hidup jeruk keprok SoE pada berbagai
konsentrasi PEG
5 Persentase warna kalus embriogenik jeruk keprok SoE pada berbagai
konsentrasi PEG
6 Pengaruh PEG terhadap pertumbuhan embrio somatik jeruk keprok SoE
10
11
12
13
14
15
DAFTAR GAMBAR
1 Kondisi kalus embriogenik dan embrio somatik jeruk keprok SoE (A) Kalus
embriogenik sebelum iradiasi, (B) Embrio somatik pada media PEG,
(C) Kontaminasi pada media
9
2 Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap persentase kalus embriogenik
hidup jeruk keprok SoE
11
3 Perubahan warna kalus embriogenik hasil iradiasi sinar gamma. (A) Putih
kekuningan, (B) Putih kecoklatan, (C) Kuning kecoklatan, (D) Coklat
12
4 Perubahan warna kalus embriogenik pada media PEG 6 000. (A) Kuning
kecoklatan, (B) Coklat, (C) Coklat tua
13
5 Kemampuan regenerasi embrio somatik pada media PEG 6 000. (A)
Konsentrasi PEG 0 %, (B) Konsentrasi PEG 5 %, (C) Konsentrasi PEG 10 %,
(D) Konsentrasi PEG 15 %, (E) Konsentrasi PEG 20 %
15
DAFTAR LAMPIRAN
1 Skor warna kalus embriogenik pada perlakuan iradiasi sinar gamma
21
2 Skor warna kalus embriogenik pada perlakuan seleksi cekaman kekeringan 21
3 Komposisi media dasar Murashige dan Skoog (MS) dan vitamin Morel dan
Wetmore (MW)
22
4 Hasil sidik ragam rataan kalus embriogenik hidup perlakuan iradiasi sinar
gamma
23
5 Hasil sidik ragam rataan diameter kalus embriogenik perlakuan iradiasi sinar
gamma
23
6 Hasil sidik ragam rataan kalus embriogenik hidup pada media PEG
24
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jeruk keprok merupakan salah satu jenis jeruk yang banyak digemari oleh
masyarakat Indonesia karena rasanya yang khas dan kandungan vitamin C yang
bermanfaat bagi kesehatan. Jeruk keprok memiliki ciri-ciri berbentuk seperti bola,
berukuran sedang, kulit buah mengkilat, licin, daging buah berwarna oranye dan
beraroma lembut (Sarwono 1994). Sentra produksi jeruk keprok terdapat di
beberapa daerah di Indonesia, salah satunya adalah sentra jeruk keprok SoE di
Nusa Tenggara Timur. Jeruk keprok SoE telah ditetapkan sebagai varietas unggul
nasional (Naharsari 2007).
Permintaan jeruk keprok semakin meningkat seiring meningkatnya minat
masyarakat untuk mengkonsumsi jeruk keprok. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (2014) produksi buah jeruk pada tahun 2014 mencapai 1 791 107 ton.
Strategi yang ditetapkan oleh pemerintah untuk meningkatkan produksi jeruk
keprok di Indonesia adalah dengan program pengembangan kawasan sentra
produksi jeruk keprok yang diarahkan untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri
dan diharapkan dapat mengisi peluang pasar ekspor.
Upaya peningkatan produksi jeruk keprok dapat dilakukan dengan perluasan
lahan tanam dan pemuliaan tanaman. Perluasan lahan tanam yang tersedia di
Indonesia banyak terdapat di daerah marginal. Salah satu kendala di lahan
marginal adalah kondisi cekaman kekeringan yang dapat menghambat
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Distribusi air pada masa yang akan
datang ke sektor pertanian akan berkurang akibat besarnya kebutuhan air pada
sektor non pertanian. Menurut Sloane et al. (1990) usaha untuk mengatasi
masalah kekurangan air selama ini dilakukan dengan perbaikan sistem irigasi
teknis, namun usaha ini memerlukan waktu yang lama. Salah satu alternatif untuk
mengatasi hal tersebut adalah dengan pengembangan klon tanaman jeruk keprok
yang toleran terhadap cekaman kekeringan melalui pemuliaan tanaman. Menurut
Syukur et al. (2009) faktor penting pada pemuliaan tanaman adalah keragaman
genetik yang dapat diciptakan melalui penggunaan mutagen iradiasi sinar gamma
yang efektif untuk menginduksi perubahan genetik.
Kondisi cekaman kekeringan dapat dibuat secara in vitro dengan
menambahkan PEG (Polyethylene glycol) pada media. Menurut Michel dan
Kaufmann (1973), PEG yang ditambahkan pada media kultur dapat menurunkan
potensial air media secara homogen karena sifatnya yang larut sempurna dalam
air. Menurut Rahayu et al. (2005) penggunaan iradiasi sinar gamma dan seleksi
pada media PEG dapat mempersingkat waktu untuk memperoleh tanaman jeruk
keprok yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Penggunaan PEG pada
konsentrasi 5-20 % diharapkan dapat menciptakan potensial osmotik seperti
kondisi kekeringan di lapang.
2
Tujuan
1.
2.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
Mendapatkan Letal Dosis 50 (LD50) dari iradiasi sinar gamma pada kalus
embriogenik jeruk keprok SoE.
Mendapatkan kalus embriogenik dan embrio somatik yang dapat tumbuh
serta beregenerasi pada media PEG.
Hipotesis
1.
2.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
Letal Dosis 50 (LD50) dapat diperoleh dari dosis iradiasi sinar gamma pada
kalus embriogenik jeruk keprok SoE.
Terdapat kalus embriogenik dan embrio somatik yang dapat tumbuh dan
beregenerasi pada konsentrasi PEG tertentu.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Jeruk Keprok
Tanaman jeruk berasal dari daratan India, Cina Selatan, Australia Utara
dan New Caledonia. Kini jeruk telah tersebar ke seluruh dunia sebagai buah yang
banyak digemari termasuk di Indonesia. Buah jeruk merupakan komoditas yang
dapat disejajarkan dengan buah anggur maupun pisang pada taraf internasional
(Ashari 2006). Tanaman jeruk dapat tumbuh di daerah subtropis dan tropis. Pada
daerah tropis seperti di Indonesia jeruk dapat tumbuh dengan baik, tetapi
produktivitas dan kualitasnya lebih rendah bila dibandingkan dengan di daerah
subtropis. Hal ini karena di daerah tropis memiliki suhu dan kelembaban yang
tinggi sepanjang tahun (Spiegel dan Goldschmidt 1996).
Jenis jeruk lokal yang sudah banyak dibudidayakan di Indonesia salah
satunya adalah jeruk keprok. Tanaman jeruk keprok mempunyai batang yang
rendah dan tingginya sekitar 2-8 m. Ranting atau batang ada yang berduri dan ada
yang tidak berduri. Tajuk jeruk ini berbentuk tidak beraturan, berdahan kecil,
bercabang banyak, dan memiliki tajuk yang rindang. Daun jeruk keprok bagian
atas berwarna hijau tua mengkilat, sedangkan bagian bawah berwarna hijau muda
dengan bentuk tunggal dan mempunyai ukuran kecil serta tangkainya pendek.
Tanaman ini berbunga majemuk. Bunga keluar pada ketiak daun atau keluar dari
ujung cabang. Ukuran bunga kecil dan mempunyai bau yang harum dengan warna
bunga putih berbintik-bintik dan berkelenjar. Bakal buah berbentuk seperti bola
yang mempunyai garis tengah 0.15-0.2 cm. Buah yang sudah matang mempunyai
warna kulit yang mengkilat, licin, terlihat penuh pori-pori dan sedikit berbau
harum. Daging buah jeruk berwarna oranye dan mengandung banyak air
(Sarwono 1994).
3
Syarat Tumbuh Jeruk Keprok
Produktivitas yang tinggi dengan kualitas buah jeruk yang baik dapat
dihasilkan jika tanaman jeruk keprok ditanam pada lingkungan tumbuh yang
sesuai. Jeruk keprok dapat menghasilkan buah di luar musim jika kondisi
lingkungannya optimal (Agromedia 2011).
Tanaman jeruk keprok dapat hidup pada daerah subtropis dan tropis. Pada
daerah subtropis, jeruk keprok dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian
650 m dpl, sedangkan di daerah tropis sampai ketinggian 2 000 m dpl. Suhu
optimal pertumbuhan tanaman jeruk keprok yaitu 25-30 oC. Pertumbuhan jeruk
keprok akan terhambat apabila suhu di atas 38 oC atau di bawah 13 oC. Curah
hujan optimum 1 000-2 000 mm tahun-1 dan merata sepanjang tahun (Pracaya
2002). Tanaman ini dapat tumbuh optimal pada tanah dengan pH 6-7, namun
masih dapat tumbuh pada tanah dengan pH 5-8 (Manner et al 2006). Menurut
Tohir (1981) daerah yang baik untuk jeruk keprok adalah daerah basah. Tanaman
jeruk dapat tumbuh pada daerah setengah kering dan daerah kering, asalkan air
tanah letaknya di bawah 50 cm sampai 200 cm dan kondisi tanah yang gembur
serta mengandung air yang cukup.
Jeruk Keprok SoE
Tanaman jeruk keprok tersebar di berbagai wilayah di Indonesia seperti
Jawa Barat, Sulawesi Tenggara, Bali, Sumatera Barat, Jawa Timur (Batu dan
Madura), dan Nusa Tenggara Timur. Salah satu jenis jeruk yang telah menjadi
unggulan daerah maupun secara nasional adalah jeruk keprok SoE dari Nusa
Tenggara Timur (NTT) (Naharsari 2007).
Jeruk keprok SoE merupakan salah satu jeruk keprok unggulan Indonesia
yang telah ditetapkan sebagai varietas unggul nasional pada SK Menteri Pertanian
No.863/Kpts/TP.240/11/98. Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan sentra
pengembangan jeruk keprok SoE. Jeruk ini memiliki mutu yang dapat bersaing
dengan jeruk impor yang banyak terdapat di Indonesia (Adar dan Bano 2003).
Ciri fisik dari buah jeruk keprok SoE adalah kulit buah berwarna oranye
cerah, tekstur kulit buah halus, dan ukuran buah antara 100 – 125 gram. Buah ini
memiliki rasa yang manis dengan sedikit asam, warna daging buah oranye dengan
aroma lembut. Jeruk keprok SoE dapat tumbuh pada ketinggian 800-1 200 m dpl
(Hardiyanto et al. 2007).
Kultur Jaringan
Teknik kultur jaringan dapat dijadikan alternatif untuk mengatasi beberapa
kendala dalam pemuliaan konvensional. Kultur jaringan merupakan suatu proses
menumbuhkan dan perbanyakan sel, jaringan, organ atau protoplas pada kondisi
steril (Nasir 2002). Menurut Zulkarnain (2009) keuntungan perbanyakan tanaman
melalui kultur jaringan adalah memperoleh bibit secara massal dalam waktu yang
relatif lebih singkat, tanaman bebas penyakit dan seragam.
4
Teknik kultur jaringan dimulai dari teori totipotensi sel yang disampaikan
oleh Schleiden dan Schawn pada tahun 1838. Sel dan jaringan tanaman tersebut
dapat tumbuh menjadi kumpulan sel meristematik dalam jumlah tak terhingga
yang disebut kalus. Kalus dapat dikembangkan menjadi tunas dan akar tanaman
atau menjadi embrio somatik tergantung dari komposisi media dan lingkungan
tumbuhnya (Mattjik 2011). Menurut Wetter dan Constabel (1991) waktu yang
dibutuhkan untuk mendapatkan kalus sangat bervariasi tergantung dengan
jaringan eksplan dan komposisi media kultur yang digunakan.
Bagian jaringan tanaman yang digunakan sebagai bahan kultur jaringan
disebut eksplan. Eksplan merupakan faktor penting dalam menentukan
keberhasilan suatu regenerasi (Wattimena et al. 2011). Faktor penting lain yang
berpengaruh terhadap keberhasilan kultur jaringan adalah media kultur jaringan,
cahaya, suhu, oksigen, kelembaban dan pH (Hendaryono dan Wijayani 1994).
Tahapan pada metode kultur jaringan dimulai dari pemilihan sumber
tanaman sebagai bahan awal yang akan digunakan, penanaman pada medium yang
sesuai untuk perbanyakan, pembentukan tunas dan akar hingga terbentuk planlet,
proses adaptasi pada lingkungan di luar sistem in vitro (aklimatisasi) dan
penanaman di lapang (Yuwono 2008).
Pemuliaan Mutasi
Keragaman genetik tanaman merupakan hal penting dalam program
pemuliaan tanaman. Salah satu metode yang efektif untuk menciptakan
keragaman genetik adalah melalui proses mutagenesis. Mutasi merupakan
perubahan dalam struktur gen yang terjadi secara alami maupun buatan melalui
agen fisik atau kimia (Nasir 2002). Proses mutasi mampu meningkatkan
keragaman genetik tanaman akibat perubahan urutan (sequence) nukleotida DNA
yang dapat merubah enzim yang dihasilkan (Mogea 1991).
Salah satu keunggulan mutasi yaitu kemungkinan untuk merubah satu atau
beberapa karakter tanaman, tetapi tidak merubah karakter lain yang sudah ada
(Broertjes dan Van Harten 1988). Keberhasilan mutasi dipengaruhi oleh beberapa
hal seperti, pemilihan mutagen, metode aplikasi, dosis, bahan tanam, regenerasi
tanaman dan teknik seleksi (Van Harten 1998).
Mutasi dapat terjadi secara spontan (mutasi alami) dan buatan (mutasi
induksi) (Crowder 1997). Mutasi alami terjadi spontan di alam, membutuhkan
waktu yang lama dan jarang terjadi, sedangkan mutasi buatan membutuhkan
waktu yang relatif lebih singkat untuk meningkatkan keragaman genetik melalui
pemberian zat kimia dan iradiasi (Soeminto 1985). Menurut Aisyah (2006) mutasi
alami dapat disebabkan oleh sinar kosmos, sinar UV matahari, radioaktif, dan
subkultur berulang dari sel pada kultur jaringan.
Mutasi buatan merupakan salah satu metode pemuliaan tanaman untuk
menghasilkan tanaman unggul melalui penggunaan mutagen (Syukur et al. 2009).
Mutagen merupakan agen yang digunakan untuk menghasilkan mutasi buatan.
Mutagen dapat dibedakan menjadi mutagen fisik dan mutagen kimia. Contoh
mutagen fisik yaitu radiasi sinar-x, sinar gamma, sinar beta, dan sinar neutron
(Van Harten 1998). Contoh mutagen kimia antara lain, etilmetan sulfonat (EMS),
asam nitrit (HNO2), dan nitroso guanidine (NG) (Yuwono 2008).
5
Penggunaan mutagen fisik pada tanaman lebih dianjurkan dibandingkan
menggunakan mutagen kimia. Hal ini disebabkan karena frekuensi mutasi dari
mutagen fisik lebih tinggi dibandingkan mutagen kimia (Qosim et al. 2007). Sinar
gamma merupakan salah satu mutagen fisik yang sering digunakan oleh pemulia
tanaman dibandingkan mutagen lain (Aisyah 2006). Menurut Wattimena et al.
(1992) iradiasi sinar gamma mampu meningkatkan keragaman tanaman, sehingga
dapat diperoleh mutan baru.
Iradiasi Sinar Gamma pada Kultur Jaringan
Iradiasi sinar gamma lebih sering digunakan karena memiliki daya tembus
lebih tinggi sehingga peluang terjadinya mutasi lebih besar. Bahan tanam yang
sering digunakan pada teknik iradiasi seperti, tunas, pucuk dan sekelompok sel
yang belum mengalami diferensiasi (kalus). Iradiasi sinar gamma pada kalus
menghasilkan frekuensi varian yang lebih tinggi dibandingkan menggunakan
jaringan tanaman, karena sel-sel pada kalus masih bersifat meristematik sehingga
lebih responsif terhadap radioaktif. Penggunaan kalus seringkali menemui
kesulitan untuk meregenerasikan menjadi tanaman lengkap (Van Harten 1998).
Sinar gamma dapat dihasilkan oleh radioisotop 137Cs atau 60Co yang
digunakan pada bidang radiobiologi. Sumber iradiasi 60Co ditembak oleh neutron
yang menyebabkan inti atom tersebut tereksitasi, sehingga menjadi tidak stabil
dan akhirnya membelah menjadi unsur-unsur yang lebih kecil dan melepaskan
tenaga dalam bentuk panas serta membebaskan 2-3 neutron. Sinar gamma
menghasilkan dua puncak spektrum energi yaitu 1.33 MeV dan 1.17 MeV,
sehingga total energi yang dihasilkan sebesar 1.5 MeV dengan waktu paruh yaitu
5.27 tahun. Sumber iradiasi 137Cs merupakan mono-energetic dengan puncak
energi 0.66 MeV dan waktu paruh lebih lama dibandingkan 60Co yaitu 33 tahun
(Van Harten 1998).
Penggunaan iradiasi sinar gamma pada kultur in vitro dengan dosis rendah
seperti 10-30 Gy pada kalus menyebabkan peningkatan keragaman somaklonal
(Al-Safadi et al. 2000). Menurut Kadir et al. (2007) kalus yang telah diiradiasi
harus segera disubkultur pada media segar. Hal ini bertujuan agar kalus dapat
pulih dari pengaruh iradiasi. Lamanya kalus mengalami subkultur berulang
setelah diiradiasi dan sebelum dikulturkan dalam media regenerasi berpengaruh
terhadap kualitas pertumbuhan dan daya regenerasi kalus membentuk planlet.
Seleksi Cekaman Kekeringan Menggunakan PEG
Ketersediaan air merupakan faktor pembatas utama produksi tanaman
karena sangat berpengaruh terhadap proses pertumbuhan. Kondisi cekaman
kekeringan dapat disebabkan karena berkurangnya suplai air di daerah perakaran
dan permintaan air yang sangat banyak oleh daun, sehingga laju transpirasi
melebihi laju absorpsi oleh akar (Levitt 1980). Menurut Kusvuran (2012) respon
tanaman terhadap cekaman kekeringan tergantung pada intensitas dan lama
cekaman, spesies tanaman serta tahap pertumbuhan tanaman.
6
Penggunaan metode seleksi in vitro pada perbaikan tanaman telah banyak
digunakan untuk meningkatkan sifat ketahanan baik terhadap faktor biotik
maupun abiotik (Tsago et al. 2013). Seleksi in vitro membutuhkan bahan selektif
yang dapat mensimulasi kondisi ex vitro secara tepat. Salah satu metode untuk
seleksi cekaman kekeringan adalah penggunaan senyawa osmotik Polyethylen
glycol (PEG) (Maftuchah dan Zainudin 2015).
PEG merupakan senyawa dengan bobot molekul antara 3 000 sampai
20 000 yang dapat larut sempurna di dalam air. Penggunaan PEG 6 000 paling
tepat digunakan untuk seleksi cekaman kekeringan karena tidak menyebabkan
terserapnya PEG ke jaringan tanaman dan tidak bersifat racun bagi tanaman.
Penurunan potensial air pada media PEG sesuai dengan penurunan potensial air di
dalam tanah pada kondisi cekaman kekeringan. Besarnya penurunan potensial air
tergantung pada bobot molekul dan konsentrasi PEG yang digunakan, semakin
tinggi konsentrasi dan bobot molekul PEG yang digunakan, maka semakin besar
penurunan potensial air (Michel dan Kaufmann 1973).
METODE PENELITIAN
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan adalah kalus embriogenik dan embrio somatik fase
globular jeruk keprok SoE, media dasar MS (Murashige & Skoog) digunakan
sebagai sumber hara makro dan mikro, vitamin MW (Morel dan Wetmore), agar,
gula, aquades, KOH, HCl, bahan sterilisasi seperti deterjen, alkohol 96 % dan
Natrium hipoklorit, PEG 6 000 dan kertas saring.
Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan yaitu peralatan gelas (botol kultur, tabung ukur,
gelas piala, pipet), autoklaf, alat iradiasi sinar gamma (Gamma Chamber 4000 A)
Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), pH meter, pinset, gunting, bunsen, timbangan
analitik, kertas saring, kompor, dan rak kultur. Suhu pada ruang kultur berkisar
antara 24-25 oC dengan intensitas cahaya 1 000 – 1 500 lux.
Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan I, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Iradiasi
sinar gamma dilakukan di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR), Badan
Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Jakarta Selatan. Penelitian ini dilaksanakan
dari bulan November 2014 sampai Mei 2015.
7
Prosedur Percobaan
Penelitian ini terdiri dari dua percobaan yaitu 1) Iradiasi sinar gamma pada
kalus embriogenik jeruk keprok SoE untuk mendapatkan nilai LD50. 2) Seleksi
untuk mendapatkan tanaman yang toleran terhadap PEG. 2.1) Seleksi terhadap
kalus embriogenik pada media PEG. 2.2) Seleksi terhadap embrio somatik pada
media PEG.
1. Iradiasi Sinar Gamma pada Kalus Embriogenik Jeruk Keprok SoE untuk
Mendapatkan Nilai LD50
Rancangan yang digunakan pada percobaan ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) satu faktor yaitu dosis iradiasi sinar gamma. Dosis yang
digunakan adalah 0, 20, 40, 60, 80 dan 100 Gy. Setiap dosis terdiri dari 10
ulangan, setiap ulangan terdiri dari satu botol yang ditanam satu kalus, sehingga
terdapat 60 satuan percobaan. Eksplan yang digunakan adalah kalus embriogenik
dengan diameter 1 cm. Pengamatan dilakukan setiap minggu hingga minggu ke-4.
Peubah yang diamati meliputi kalus embriogenik hidup, warna kalus embriogenik
berdasarkan scoring seperti putih kekuningan (skor 4), putih kecoklatan (skor 3),
kuning kecoklatan (skor 2), coklat (skor 1) (Lampiran 1), dan diameter kalus.
2. Seleksi untuk Mendapatkan Tanaman yang Toleran terhadap PEG
2.1 Seleksi terhadap Kalus Embriogenik pada Media PEG
Rancangan yang dipergunakan adalah RAL satu faktor yaitu konsentrasi
PEG yang terdiri dari 5 taraf perlakuan yaitu 0, 5, 10, 15, dan 20 %. Setiap
perlakuan terdiri dari 5 ulangan, sehingga terdapat 25 satuan percobaan, setiap
satuan percobaan terdiri dari 6 kalus, sehingga terdapat 150 satuan amatan.
Eksplan yang digunakan adalah kalus embriogenik yang telah diiradiasi sinar
gamma pada dosis sekitar LD50 dengan diameter 0.5 cm. Pengamatan dilakukan
setiap minggu hingga minggu ke-8. Peubah yang diamati yaitu kalus embriogenik
hidup dan warna kalus seperti kuning kecoklatan (skor 3), coklat (skor 2), dan
coklat tua (skor 1) (Lampiran 2).
2.2 Seleksi terhadap Embrio Somatik pada Media PEG
Konsentrasi PEG yang digunakan pada percobaan ini adalah 0, 5, 10, 15,
dan 20 %. Eksplan yang digunakan yaitu embrio somatik, setiap botol kultur
ditanam satu clump embrio somatik fase globular dengan diameter sekitar 1.5 cm.
Peubah yang diamati pada percobaan ini yaitu jumlah embrio somatik yang
berkecambah, waktu berkecambah, jumlah akar, dan jumlah daun.
Model rancangan percobaan yang digunakan pada kedua percobaan
menurut Gomez dan Gomez (1995) adalah sebagai berikut:
Yij = µ + τi + ɛij
Yij = nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ
= rataan umum
τi
= nilai tambah pengaruh perlakuan ke-i
ɛij = galat percobaan (nilai tambah pengaruh acak perlakuan ke-i) dan ulangan
ke-j
i
= 1, 2, 3, 4, 5, 6 (Percobaan 1), 1, 2, 3, 4, 5 (Percobaan 2.1)
j
= 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 (Percobaan 1), 1, 2, 3 , 4, 5 (Percobaan 2.1)
8
Analisis Data
Data dianalisis menggunakan uji F pada taraf nyata 5 %. Apabila hasil
analisis berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati, maka nilai tengah diuji
lanjut menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 %
menggunakan software SAS 9.1 dan rekapitulasi data menggunakan Microsoft
Excel 2010. Analisis nilai LD50 menggunakan software Curve Expert 1.3.
Pelaksanaan Percobaan
Sterilisasi Alat
Alat yang akan digunakan dalam penelitian antara lain peralatan gelas (botol
kultur, botol ukur, gelas piala, cawan petri, gelas ukur dan corong gelas), pinset
gunting dan skalpel. Alat-alat tersebut dicuci bersih menggunakan deterjen lalu
dibilas dan dikeringkan. Botol kultur yang telah bersih dimasukkan ke dalam
autoklaf dengan tekanan 17.5 psi (pound per square inch) pada suhu 121 oC
selama 60 menit. Laminar disterilisasi terlebih dahulu dengan menggunakan sinar
UV dan menggunakan alkohol 96 %.
Pembuatan Media Tanam
Media tanam yang digunakan pada percobaan pertama adalah media dasar
MS yang dikombinasikan dengan vitamin MW (media MW) (Lampiran 3) dan
pada percobaan kedua ditambah dengan PEG 6 000. Media ditambah gula
30 g l-1, lalu ditambah dengan aquades sampai volume 1 liter. Keasaman (pH)
media ditetapkan hingga derajat keasaman media antara 5.8-6.2. pH yang terlalu
rendah harus ditambahkan dengan KOH beberapa tetes, sedangkan jika pH terlalu
tinggi ditambahkan HCl. Selanjutnya ditambahkan bahan pemadat berupa agar
sebanyak 7 g l-1 dan dimasak hingga agar-agar larut. Larutan dimasukkan ke
dalam botol kultur sekitar 25 ml pada masing-masing botol, lalu ditutup dengan
plastik bening dan diikat dengan karet gelang hingga rapat. Sterilisasi media
menggunakan autoklaf selama 30 menit pada tekanan 17.5 psi dan suhu 121 oC.
Proliferasi Kalus Embriogenik dan Iradiasi Bahan Tanam
Bahan tanam yang digunakan pada percobaan pertama berasal dari kalus
embriogenik jeruk keprok SoE yang telah dipindahkan ke media MW. Proliferasi
kalus embriogenik dilakukan di dalam laminar yang telah disterilkan
menggunakan alkohol 96 %. Kalus embriogenik diiradiasi dengan sinar gamma
pada dosis sesuai perlakuan. Kalus embriogenik yang telah diiradiasi, selanjutnya
dipindahkan ke media kultur MW. Setiap botol kultur ditanam kalus embriogenik
yang telah diiradiasi dengan diameter sekitar 1 cm.
Penanaman Kalus Embriogenik dan Embrio Somatik Fase Globular pada
Media PEG
Bahan tanam yang digunakan pada percobaan ini berasal dari kalus
embriogenik yang telah diiradiasi sinar gamma pada dosis sekitar LD50 dan
embrio somatik fase globular tanpa iradiasi. Penanaman berlangsung di dalam
laminar yang telah disterilkan dan media yang digunakan adalah media MW dan
9
PEG 6 000 dengan konsentrasi sesuai perlakuan. Setiap botol kultur ditanam kalus
embriogenik dengan diameter sekitar 0.5 cm dan pada seleksi menggunakan
embrio somatik, setiap botol kultur ditanam satu clump embrio somatik fase
globular dengan diameter sekitar 1.5 cm. Penanaman pada media PEG 6 000
menggunakan kertas saring dengan ukuran lebih besar dari bahan tanam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Percobaan
Eksplan yang digunakan pada percobaan ini adalah kalus embriogenik
(Gambar 1A) dan embrio somatik fase globular jeruk keprok SoE (Gambar 1B).
Kalus embriogenik pada percobaan pertama memiliki struktur yang remah dan
berwarna putih kekuningan. Perbanyakan eksplan pada percobaan ini
menggunakan media MS dengan penambahan vitamin MW tanpa tambahan zat
pengatur tumbuh. Kalus embriogenik diiradisi dengan sinar gamma menggunakan
alat Gamma Chamber 4000 A sesuai dengan dosis perlakuan.
Beberapa kalus embriogenik pada percobaan pertama dan kedua
mengalami kontaminasi pada umur 2 minggu setelah tanam (MST) yang
disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal dapat disebabkan
oleh media tanam yang kurang steril dan faktor eksternal yang dapat
menyebabkan kontaminasi yaitu peralatan seperti pinset dan cawan petri yang
kurang steril saat digunakan. Kontaminasi yang disebabkan oleh bakteri dan
cendawan banyak terlihat dibagian permukaan media, permukaan kalus eksplan
dan sebagian kecil di sekitar dinding botol bagian dalam (Gambar 1C).
A
B
C
Gambar 1 Kondisi kalus embriogenik dan embrio somatik jeruk keprok SoE
(A) Kalus embriogenik sebelum iradiasi, (B) Embrio somatik pada
media PEG, (C) Kontaminasi pada media
Kalus embriogenik yang telah diiradiasi menunjukkan respon
pertumbuhan yang beragam sejak 1 MST. Hal ini ditunjukkan oleh kondisi kalus
embriogenik yang tidak segar pada dosis 60, 80, dan 100 Gy, sedangkan pada
dosis 0, 20 dan 40 Gy kalus embriogenik terlihat segar. Berdasarkan pengamatan
percobaan 2.1 pada 1 MST kondisi kalus embriogenik pada konsentrasi PEG 0, 5,
10, dan 15 % seluruhnya masih hidup, sedangkan pada konsentrasi PEG 20 %
terdapat kalus embriogenik yang mati. Pada percobaan 2.2, semakin tinggi
konsentrasi PEG pada media menunjukkan penurunan kemampuan embrio
somatik untuk beregenerasi menjadi planlet. Menurut Badami dan Amzeri (2010)
penambahan PEG pada media bersifat menghambat pertumbuhan dan
perkembangan sel atau jaringan.
10
Iradiasi Sinar Gamma pada Kalus Embriogenik Jeruk Keprok SoE
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa dosis iradiasi sinar gamma
memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase kalus embriogenik hidup
pada 1 MST dan memberikan pengaruh yang sangat nyata pada 2, 3 dan 4 MST.
Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma pada kalus embriogenik jeruk keprok SoE
sudah terlihat pada 1 MST. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan persentase
kalus hidup pada dosis 60, 80 dan 100 Gy yaitu 90, 70 dan 60 %. Tabel 1
menunjukkan penurunan persentase kalus hidup sampai akhir pengamatan kecuali
pada dosis 0 Gy. Persentase kalus hidup tertinggi terdapat pada dosis 0 Gy yaitu
100 % yang berbeda nyata dengan dosis 80 Gy dan 100 Gy, sedangkan persentase
kalus hidup terendah terdapat pada dosis 100 Gy yaitu 20 % yang berbeda nyata
dengan dosis 0, 20, 40 dan 60 Gy.
Dosis iradiasi berpengaruh terhadap kematian kalus. Semakin tinggi dosis
iradiasi sinar gamma yang digunakan, maka semakin meningkat jumlah kalus
yang mati (Kadir et al. 2007). Menurut Hasbullah et al. (2012) secara fisiologis,
iradiasi sinar gamma berpengaruh pada dinding sel dan membran sel yang
menyebabkan penurunan pertumbuhan pada kalus.
Tabel 1 Persentase kalus embriogenik hidup jeruk keprok SoE pada berbagai
dosis iradiasi sinar gamma
1 MST
2 MST
3 MST
4 MST
Dosis (Gy)
Kalus hidup (%)c
0
100.0 a
100.0 a
100.0 a
100.0 a
20
100.0 a
100.0 a
100.0 a
90.0 a
40
100.0 a
100.0 a
80.0 ab
80.0 a
60
90.0 a
80.0 ab
70.0 abc
70.0 ab
80
70.0 ab
60.0 b
60.0 bc
40.0 bc
100
60.0 b
50.0 b
40.0 c
20.0 c
a
Uji F
*
**
**
**
KK (%)b
3.40
3.96
4.93
5.58
a
**: berpengaruh nyata pada taraf 1 %, *: berpengaruh nyata pada taraf 5 %, bKK: koefisien
keragaman, a: Data yang dianalisis adalah data yang telah ditransformasi dengan (x+0.5)1/2.
c
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5 % (uji selang berganda Duncan).
Tingkat sensitivitas kalus embriogenik terhadap iradiasi sinar gamma
dapat diketahui melalui radiosensitivitas berdasarkan pendekatan Growth
Reduction 50 (GR50) atau Lethal dose 50 (LD50). LD50 merupakan dosis iradiasi
yang menyebabkan kematian kalus embriogenik 50 % dari populasi yang
diiradiasi (Khalil et al. 2014). Penentuan nilai LD50 pada penelitian ini dilakukan
pada minggu akhir pengamatan yaitu pada 4 MST. Analisis data menggunakan
software Curve Expert 1.3 yang ditunjukkan melalui kurva.
Kurva pada Gambar 2 menunjukkan pengaruh dosis iradiasi sinar gamma
terhadap pertumbuhan kalus embriogenik jeruk keprok SoE menggunakan model
regresi Quadratic Fit. Persamaan regresi yang diperoleh pada perlakuan iradiasi
sinar gamma kalus embriogenik jeruk keprok SoE adalah y= 98.929 - 0.219x 0.0058x2, dengan galat baku S= 4.17 dan koefisien korelasi r= 0.99.
11
Hasil iradiasi sinar gamma diperoleh nilai LD50 pada kalus embriogenik
jeruk keprok SoE berada di sekitar dosis 74.83 Gy yang dapat menjadi acuan
dosis iradiasi sinar gamma pada kalus embriogenik jeruk keprok SoE. Dosis di
sekitar 74.83 Gy diharapkan dapat menghasilkan keragaman yang tinggi pada
kalus embriogenik jeruk keprok SoE.
74.83 Gy
Gambar 2 Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap persentase kalus
embriogenik hidup jeruk keprok SoE
Hasil pengamatan secara visual terlihat adanya perbedaan warna kalus
yang diiradiasi dengan yang tidak diiradiasi. Tabel 2 menunjukkan peningkatan
dosis iradiasi sinar gamma menyebabkan persentase kalus berwarna coklat
semakin tinggi. Hasil penelitian Karyanti (2013) menunjukkan perubahan warna
kalus embriogenik jeruk keprok garut terjadi pada dosis iradiasi tinggi, kalus yang
semula berwarna putih kekuningan berubah menjadi putih kecoklatan dan
selanjutnya menjadi warna coklat. Perubahan warna kalus menunjukkan tingkat
sensitivitas kalus terhadap dosis iradiasi yang diberikan pada kalus embriogenik.
Tabel 2 Persentase warna kalus embriogenik jeruk keprok SoE pada 4 MST
Warna kalus (%)
Dosis
Putih
Putih
Kuning
(Gy)
Coklat
kekuningan
Kecoklatan
Kecoklatan
0
0.0
10.0
90.0
0.0
20
10.0
10.0
70.0
10.0
40
0.0
0.0
80.0
20.0
60
0.0
0.0
70.0
30.0
80
0.0
0.0
40.0
60.0
100
0.0
0.0
20.0
80.0
Warna kalus embriogenik yang semula putih kekuningan, setelah diiradiasi
menjadi lebih beragam seperti ada yang tetap berwarna putih kekuningan, putih
kecoklatan, kuning kecoklatan, dan coklat. Perubahan warna kalus embriogenik
yang telah diiradiasi ditunjukkan pada Gambar 3. Hasil penelitian Wulansari et al.
(2012) menunjukkan kalus embriogenik jeruk siam setelah diiradiasi mengalami
perubahan warna seperti putih kehijauan, kecoklatan dan tetap putih kekuningan.
12
Perubahan warna kalus ini disebabkan oleh proses ionisasi dari sinar gamma yang
dapat merusak jaringan secara fisik.
A
B
C
D
Gambar 3 Perubahan warna kalus embriogenik hasil iradiasi sinar gamma.
(A) Putih kekuningan, (B) Putih kecoklatan, (C) Kuning kecoklatan,
(D) Coklat
Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma memberikan pengaruh yang sangat
nyata terhadap peubah diameter kalus. Berdasarkan hasil pengamatan pada
peubah diameter kalus menunjukkan semakin tinggi dosis iradiasi yang diberikan
dapat memperlambat pertumbuhan kalus embriogenik. Dosis iradiasi 60, 80, dan
100 Gy memberikan pengaruh nyata terhadap perlakuan 0 Gy, sedangkan dosis 20
dan 40 Gy tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perlakuan 0 Gy pada
4 MST (Tabel 3). Hasil penelitian Setiawan et al. (2015) menunjukkan semakin
tinggi dosis iradiasi yang diberikan menyebabkan penambahan diameter kalus
mengalami penurunan. Iradiasi sinar gamma dengan dosis tinggi menyebabkan
kerusakan sel yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan kalus.
Tabel 3 Diameter kalus embriogenik jeruk keprok SoE pada berbagai dosis
iradiasi sinar gamma
1 MST
2 MST
3 MST
4 MST
Dosis (Gy)
b
Diameter kalus (cm)
0
1.26 a
1.29 a
1.32 a
1.35 a
20
1.23 a
1.27 ab
1.29 ab
1.33 a
40
1.18 ab
1.20 bc
1.24 bc
1.27 ab
60
1.13 ab
1.15 c
1.17 cd
1.19 bc
80
1.12 ab
1.14 c
1.16 cd
1.19 bc
100
1.09 c
1.12 c
1.13 cd
1.15 c
Uji Fa
**
**
**
**
KK (%)
7.79
6.97
6.84
7.48
a
**: berpengaruh nyata pada taraf 1 %, KK: koefisien keragaman. bAngka-angka pada kolom
yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 % (uji selang
berganda Duncan).
Seleksi Cekaman Kekeringan Menggunakan PEG 6 000 pada Kalus
Embriogenik Jeruk Keprok SoE yang Diiradiasi Sinar Gamma
Konsentrasi PEG yang digunakan memberikan pengaruh sangat nyata
terhadap persentase kalus hidup pada 2 MST sampai 8 MST. Kalus embriogenik
yang berwarna kuning kecoklatan termasuk pada kalus hidup, sedangkan kalus
yang berwarna coklat dan coklat tua merupakan kalus yang sudah mati. Persentase
13
kalus hidup embriogenik yang mati meningkat sejalan dengan peningkatan
konsentrasi PEG yang diberikan. Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT pada taraf
5 % menunjukkan persentase kalus hidup tertinggi terdapat pada media dengan
konsentrasi PEG 0 % yaitu 100 %, sedangkan persentase kalus hidup terendah
terdapat pada konsentrasi 20 % yaitu 26.67 % (Tabel 4).
Hasil penelitian Sutjahjo et al. (2007) menunjukkan persentase kalus
embriogenik yang mati pada media PEG meningkat sejalan dengan peningkatan
konsentrasi PEG. Persentase kalus mati tertinggi terdapat pada media PEG dengan
konsentrasi 20 %. Semakin tinggi konsentrasi PEG dalam media akan
menyebabkan terhambatnya proses osmosis dalam sel sehingga menghambat
masuknya air ke dalam sel atau sekelompok sel (kalus). Hal ini dapat
menyebabkan kalus lebih rentan mati.
Tabel 4 Persentase kalus embriogenik hidup jeruk keprok SoE pada berbagai
konsentrasi PEG
2 MST
4 MST
6 MST
8 MST
Konsentrasi
c
(%)
Kalus hidup (%)
0
100.00 a
100.00 a
100.00 a
100.00 a
5
100.00 a
93.33 a
86.67 ab
86.67 ab
10
100.00 a
93.33 a
83.33 ab
70.00 bc
15
100.00 a
90.00 a
70.00 b
60.00 c
20
66.67 b
26.67 b
26.67 c
26.67 d
Uji Fa
**
**
**
**
b
KK (%)
0.57
1.49
1.71
1.82
a
**: berpengaruh nyata pada taraf 1 %. bKK: koefisien keragaman: Data yang dianalisis adalah
data yang telah ditransformasi dengan (x+0.5)1/2. cAngka-angka pada kolom yang sama yang
diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 % (uji selang berganda Duncan).
Hasil pengamatan secara visual terhadap warna kalus embriogenik pada
media PEG menghasilkan warna kalus embriogenik yang beragam seperti kuning
kecoklatan, coklat dan coklat tua. Perubahan warna kalus embriogenik pada media
PEG seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Menurut Saepudin (2014) pencoklatan
pada kalus embriogenik diduga merupakan akibat dari kehilangan air karena
pemberian PEG pada media seleksi.
A
B
C
Gambar 4 Perubahan warna kalus embriogenik pada media PEG 6 000. (A) Kuning
kecoklatan, (B) Coklat, (C) Coklat tua
Warna kalus pada umur 8 MST sebagian besar berwarna kuning
kecoklatan. Peningkatan konsentrasi PEG menyebabkan persentase kalus
berwarna coklat tua semakin tinggi. Persentase tertinggi pada kalus embriogenik
14
yang berwarna coklat tua terdapat pada konsentrasi 20 % yaitu 66.66 % (Tabel 5).
Kondisi selektif akibat penambahan PEG pada media bersifat menghambat
pertumbuhan dan perkembangan sel maupun jaringan. Pengaruh PEG terhadap
perubahan warna kalus terlihat pada nilai indeks kualitas kalus. Indeks kualitas
kalus semakin menurun sejalan dengan meningkatnya konsentrasi PEG
(Widoretno 2003). Hal yang sama dilaporkan Sutjahjo et al. (2007) penurunan
yang sangat drastis terdapat pada konsentrasi PEG 20 %. Kalus embriogenik pada
media dengan konsentrasi PEG 20 % umumnya berwarna coklat dan hitam (mati).
Tabel 5 Persentase warna kalus embriogenik jeruk keprok SoE pada berbagai
konsentrasi PEG
Warna kalus (%)
Konsentrasi (%)
Kuning kecoklatan
Coklat
Coklat tua
0
100.00
0.00
0.00
5
86.67
13.33
0.00
10
70.00
26.67
3.33
15
60.00
23.33
16.67
20
26.67
6.67
66.66
Kalus embriogenik pada percobaan ini tidak mampu membentuk embrio
somatik dan beregenerasi menjadi planlet, hal ini dapat disebabkan terjadinya
penekanan terhadap daya regenerasi akibat pengaruh iradiasi sinar gamma dan
penambahan PEG dalam media in vitro yang menghambat pertumbuhan dan
kemampuan regenerasi kalus embriogenik. Menurut Kadir et al. (2007) penekanan
daya regenerasi kalus berhubungan dengan rendahnya kualitas kalus yang
diregenerasikan sebagai akibat pengaruh iradiasi sinar gamma, sehingga
kemampuan kalus untuk beregenerasi menurun.
Hal yang sama juga dilaporkan Wulansari et al. (2012) iradiasi sinar
gamma mengakibatkan perubahan sel dan mempengaruhi pertumbuhan dan
kemampuan sel-sel kalus embriogenik jeruk siam untuk dapat beregenerasi
menjadi bakal tunas secara embriogenesis somatik. Menurut Saepudin (2014)
menurunnya potensial air oleh PEG tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan
kalus embriogenik, tetapi juga terhadap kemampuan sel dalam massa kalus untuk
membentuk sel yang embriogenik dan diferensiasi embrio somatik.
Seleksi Cekaman Kekeringan Menggunakan PEG 6 000 pada Embrio
Somatik Jeruk Keprok SoE
Hasil pengamatan terhadap kemampuan regenerasi embrio somatik fase
globular pada media PEG terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi PEG yang
diberikan dapat menyebabkan penurunan daya regenerasi embrio somatik menjadi
planlet. Regenerasi embrio somatik membentuk planlet pada media PEG 6 000
ditunjukkan dengan terbentuknya daun dan akar. Regenerasi embrio somatik
membentuk planlet pada media PEG 6 000 ditunjukkan pada Gambar 5.
15
A
C
B
D
E
Gambar 5 Kemampuan regenerasi embrio somatik pada media PEG 6 000. (A)
Konsentrasi PEG 0 %, (B) Konsentrasi PEG 5 %, (C) Konsentrasi
PEG 10 %, (D) Konsentrasi PEG 15 %, (E) Konsentrasi PEG 20 %
Embrio somatik dapat beregenerasi menjadi planlet pada konsentrasi PEG 0,
5, dan 10 %, sedangkan pada konsentrasi PEG 15 % dan 20 % tidak ada planlet
yang terbentuk hingga akhir pengamatan (Tabel 6). Sesuai dengan pernyataan
Husni et al. (2006), penurunan kemampuan untuk menghasilkan planlet pada
media PEG sangat tajam dibandingkan dengan media tanpa penambahan PEG,
akibat kurangnya air pada media PEG yang dapat menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan dan perkembangan membentuk planlet.
Tabel 6 Pengaruh PEG terhadap pertumbuhan embrio somatik jeruk keprok SoE
Jumlah ES
Waktu berkecambah
Jumlah
Jumlah
Konsentrasi (%)
berkecambah
(MST)
Daun
Akar
0
2
4
9
3
5
1
6
1
1
10
1
7
1
1
15
0
0
0
20
0
0
0
Tabel 6 menunjukkan pada penelitian ini dihasilkan satu tanaman yang
toleran terhadap PEG 5 % dan satu tanaman yang toleran terhadap PEG 10 %.
Tanaman tersebut diharapkan toleran terhadap kekeringan. Sifat toleran
kemungkinan dihasilkan dari variasi somaklonal yang terjadi akibat subkultur
berulang dalam proses induksi embrio somatik.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kalus embriogenik jeruk keprok SoE yang diiradiasi sinar gamma
menghasilkan respon pertumbuhan kalus yang beragam. Nilai LD50 pada kalus
embriogenik jeruk keprok SoE berada di sekitar dosis 74.83 Gy. Dosis di sekitar
nilai LD50 diharapkan dapat menghasilkan keragaman yang tinggi dan dapat
menjadi acuan dalam penelitian selanjutnya.
16
Penambahan konsentrasi PEG pada media seleksi in vitro menyebabkan
peningkatan persentase kematian kalus embriogenik dan menurunkan nilai
kualitas warna kalus, namun beberapa kalus tetap tumbuh dengan warna putih
kekuningan serta menurunkan kemampuan regenerasi embrio somatik menjadi
planlet. Kalus embriogenik pada perlakuan PEG tidak dapat beregenerasi menjadi
embrio somatik. Embrio somatik fase globular dapat digunakan sebagai eksplan
untuk mendapatkan tanaman toleran terhadap cekaman kekeringan. Planlet yang
toleran terhadap PEG diperoleh pada konsentrasi 0, 5 dan 10 %.
Saran
Penelitian lanjutan menggunakan PEG perlu dilakukan untuk dapat
menghasilkan kalus embriogenik yang mampu membentuk embrio somatik
hingga memperoleh tanaman jeruk keprok SoE. Perlu dilakukan penelitian
lanjutan dengan jumlah eksplan dan jumlah peubah pengamatan yang lebih
banyak sehingga informasi yang diperoleh lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Adar D, Bano M. 2003. Selera konsumen terhadap jeruk keprok SoE dibeberapa
kota di Indonesia. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Komunikasi
Hasil-Hasil Penelitian dan Pengkajian Pengembangan Jeruk Keprok SoE;
2003 Jun 2-3; NTT, Indonesia. Nusa Tenggara Timur (ID): BPTP NTT. hlm
210-217.
Agromedia. 2011. Bertanam Jeruk di Dalam Pot & di Kebun. Jakarta (ID): PT
AgroMedia Pustaka.
Aisyah SI. 2006. Sitogenetika Tanaman. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Al-Safadi B, Ayyoubi Z, Jawdat D. 2000. The effect of gamma irradiation on
potato microtuber production in vitro. Plant Cell, Tissue and Organ Culture
61: 183-187.
Ashari S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta (ID): UI Pr.
Badami K, Amzeri A. 2010. Seleksi in vitro untuk toleransi terhadap kekeringan
pada jagung (Zea mays L.) dengan polietilena glikol (PEG). Agrovigor.
3(1): 77-86.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi tanaman jeruk siam/keprok seluruh
provinsi [Internet]. [diunduh 2015 Juni 18] Tersedia pada:
http://www.bps.go.id.
Broertjes C, Van Harten AM. 1988. Applied mutation breeding for vegetatively
propagated crops. Elsevier Science Publ. Amsterdam. The Netherland.
345p.
Crowder LV. 1997. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta (ID): UGM Pr.
17
Gomez KA, Gomez AA.1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian.
Sjamsuddin E, Baharsjah JS, Penerjemah. Jakarta (ID): Universitas
Indonesia Pr. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural
Research. Ed ke-2.
Hardiyanto C, Martasari, Mulyanto H. 2007. Analisis keragaman jeruk keprok
Indonesia menggunakan primer RAPD. J Hortikultura. 3:239-246.
Hasbullah NA, Taha RM, Saleh A, Mahmad N. 2012. Irradiation effect on in vitro
organogenesis, callus growth and plantlet development of Gerbera
jamesonii. Horticultura Brasileira. 30: 252-257.
Hendaryono DPS, Wijayani A. 1994. Teknik Kultur Jaringan Pengenalan dan
Petunjuk Perbanyakan Tanaman secara Vegetatif Modern. Yogyakarta
(ID): Kanisius.
Husni A, Kosmiatin M, Mariska I. 2006. Peningkatan toleransi kedelai Sindoro
terhadap kekeringan melalui seleksi in vitro. J Agron Indonesia. 34(1):2531.
Kadir A, Sutjahjo SH, Wattimena GA, Mariska I. 2007. Pengaruh iradiasi sinar
gamma pada pertumbuhan kalus dan keragaman planlet tanaman nilam. J
Agro Biogen. 3(1): 24-31.
Karyanti. 2013. Induksi keragaman kalus embriogenik untuk mendapatkan mutan
putatif jeruk keprok Garut (Citrus reticulata L.) melalui iradiasi sinar
gamma [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Khalil SA, Zamir R, Ahmad N. 2014. Effect of different propagation techniques
and gamma irradiation on major steviol glycoside’s content in stevia
rebaudiana. J Animal & Plant Sciences. 24(6):1743-1751.
Kusvuran S. 2012. Influence of drought stress on growth, ion accumulation and
anti-oxidative enzymes in okra genotypes. International J Agric Biol.14:
401–406.
Levitt J. 1980. Responses of plants to environmental stresses. Ed ke-2. New York
(US): Academic Pr.
Maftuchah, Zainudin A. 2015. In vitro selection of Jatropha curcas Linn hybrids
using polyethylene glycol to obtain drought tolerance character. Procedia
Chemistry. 14(2): 239-245. doi: 10.1016/j.proche.2015.03.034.
Manner HI, Buker RS, Smith VE, Ward D, Elevitch CR. 2006. Species profiles
for pacific island agroforestry. Citrus (citrus) and Fortunella (kumquat)
[internet]. Hawai (US): University of Florida. hlm 1-35; [diunduh 2014 Nov
13]. Tersedia pada: http://agroforestry.net/tti/Citrus-citrus.pdf
Mattjik NA. 2011. Membangun Usaha Tanaman Hias dan Bunga Potong dengan
Mengaplikasikan Bioteknologi Khususnya Kultur Jaringan. Bogor (ID): IPB
Pr.
Michel BE, Kaufmann MR. 1973. The osmotic potential of polyethylene glycol
6 000. Plant Physiol. 51(5): 914-916.
Mogea JP. 1991. Dasar-dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Jakarta (ID):
Erlangga.
Naharsari DN. 2007. Bercocok Tanam Jeruk. Bekasi (ID): Azka Pr.
Nasir M. 2002. Bioteknologi Potensi dan Keberhasilannya dalam Bidang
Pertanian. Jakarta (ID): PT Grafindo Persada.
18
Pracaya. 2002. Jeruk Manis Varietas, Budidaya dan Pascapanen. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Qosim, WA, Purwanto R, Wattimena GA, Witjaksono. 2007. Pengaruh iradiasi
sinar gamma terhadap kapasitas regenerasi kalus nodular tanaman
manggis. Hayati. 14(4):140-144.
Rahayu ES, Guhardja E, Ilyas S, Sudarsono. 2005. Polietilena glikol (PEG) dalam
media in vitro menyebabkan kondisi cekaman yang menghambat tunas
kacang tanah (Arachis hypogea L.). Hayati. 11:39-48.
Saepudin A. 2014. Seleksi in vitro embrio somatik pada beberapa genotipe kedelai
untuk toleransi terhadap cekaman kekeringan dan toksisitas aluminium
[disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sarwono B. 1994. Jeruk dan Kerabatnya. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Setiawan RB, Khumaida N, Dinarti D. 2015. Induksi mutasi kalus embriogenik
gandum (Triticum aestivum L.) melalui iradiasi sinar gamma untuk
toleransi suhu tinggi. J Agron Indonesia. 43(1): 36-44.
Sloane RJ, RP Patterson, TF Carter Jr. 1990. Field drought tolerance of soybean
plant introduction. Crop Sci. 30:118-123.
Soeminto B. 1985. Manfaat Tenaga Atom untuk Kesejahteraan Manusia. Jakarta
(ID): CV.Karya Indah.
Spiegel RP, Goldschmidt EE. 1996. Biology of Horticultural Crops. Biology of
Citrus. New York (US): Cambridge Univ Pr.
Sutjahjo SH, Abdul K, Ika M. 2007. Efektifitas polietilena glikol sebagai bahan
penyeleksi kalus nilam yang diradiasi sinar gamma untuk toleransi terhadap
cekaman kekeringan. J Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. 9(1): 48-57.
Syukur M, Sujiprihati S, Yuniantin R. 2009. Teknik Pemuliaan Tanaman. Bogor
(ID): Fakultas Pertanian Bogor.
Tohir K. 1981. Pedoman Bercocok Tanam Pohon Buah-Buahan. Jakarta (ID):
Pradnya Paramita.
Tsago Y, Andargie M, Takele A. 2013. In vitro screening for drought tolerance in
different sorghum (Sorghum bicolorI (L.) Moench) varieties. J of Stress
Physiology & Biochemistry. 9(3):73-83.
Van Harten AM. 1998. Mutation Breeding, Theory and Practical Applications.
Cambridge USA: Cambridge University Pr.
Wattimena GA, Gunawan LW, Mattjik NA, Syamsudin E, Wiendy NMA,
Ernawati A. 1992. Bioteknologi Tanaman. Bogor (ID): PAU Institut
Pertanian Bogor.
Wattimena GA, Mattjik NA, Wiendi NMA, Purwito A, Efendi D, Purwoko BS,
Khumaida N. 2011. Bioteknologi dalam Pemuliaan Tanaman. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Wetter LR, Constabel F. 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman. Widianto MB,
penerjemah; Achmadi S, penyunting. Bandung (ID): ITB Pr. Terjemahan
dari: Plant Tissue Culture Methods. Ed ke-2.
Widoretno W, Megia R, Sudarsono. 2003. Reaksi embrio somatik kedelai
terhadap polietilena glikol dan penggunaannya untuk seleksi in vitro
terhadap cekaman kekeringan. Hayati. 10(4):134-139.
19
Wulansari A, Purwito A, Husni A. 2012. Induksi keragaman regeneran jeruk siam
dengan iradiasi sinar gamma pada kalus hasil kultur protoplas. Di dalam:
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian IPB 2012. Bogor (ID): LPPM
IPB.
Wulansari A, Purwito A, Husni A, Sudarmonowati E. 2012. Pengaruh iradiasi
sinar gamma terhadap regenerasi kalus jeruk siam hasil kultur protoplas.
Di dalam: Melati M, Aziz SA, Efendi D, Armini NM, Sudarsono, Ekana’ul
N, Al Tapsi S, editor. Prosiding Simposium dan Seminar Bersama
PERAGI-PERHORTI-PERIPI-HIGI Mendukung Kedaulatan Pangan dan
Energi yang Berkelanjutan; 2012 Mei 1-2; Bogor, Indonesia. Bogor (ID):
Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. hlm 523-528.
Yuwono T. 2008. Bioteknologi Pertanian. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Pr.
Zulkarnain H. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
20
LAMPIRAN
21
Lampiran 1 Skor warna kalus embriogenik pada perlakuan iradiasi sinar gamma
Skor 4
Skor 3
Skor 2
Skor 1
Keterangan:
Skor 4 : Putih kekuningan
Skor 3 : Putih kecoklatan
Skor 2 : Kuning kecoklatan
Skor 1 : Coklat
Lampiran 2 Skor warna kalus embriogenik pada perlakuan seleksi cekaman kekeringan
Skor 3
Keterangan:
Skor 3 : Kuning kecoklatan
Skor 2 : Coklat
Skor 1 : Coklat tua
Skor 2
Skor 1
22
Lampiran 3 Komposisi media dasar Murashige dan Skoog (MS) dan vitamin
Morel dan Wetmore (MW)
Volume
Jenis
Konsentrasi
Konsentrasi
Kode
yang dipipet
No
unsur
Senyawa
dalam 1 liter
larutan stok
stok
untuk 1 liter
hara
(mg l-1)
(100x) (gr l-1)
media (ml)
A
NH4NO3
1 650
165
10
190
B
KNO3
1 900
10
44
C
CaCl2.2H2O
440
10
1
Makro
37
MgSO4.7H2O
370
D
10
17
KH2PO4
170
FeSO4.7H2O
27.8
2.78
2
Besi
E
10
3.73
Na2 EDTA
37.3
2.23
MnSO4.4H2O
22.3
0.86
ZnSO4.7H2O
8.6
0.62
H3BO3
6.2
3
Mikro
F
10
KI
0.83
0.083
0.025
NazMoO4.2H2O
0.25
0.0025
CUSO4.5H2O
0.025
CoCl2.6H2O
0.025
0.0025
Niacin
1
Pyridoxine HCl
1
Dibuat stok
Thiamine HCl
1
tersendiri
Glycine
1
4
Vitamin
G1
dengan
1
Myo inositol
10
konsentrasi
Biotin
1
@ 1000 ppm
Ca-Panthotenat
0.5
Nicotinamide
1
5
Sukrosa
Gula
30 000
Ditimbang
saat
6
Pemadat
Agar
7 000
pembuatan
media
Sumber: Zulkarnain (2009)
23
Lampiran 4 Hasil sidik ragam rataan kalus embriogenik hidup
sinar gamma
F
MST
Sumber
Db
JK
KT
hitung
Perlakuan
5
15333.33 3066.67 3.067
1
Galat
54
54000.00 1000.00
Total
59
69333.33
Perlakuan
5
24833.33 4966.67
4.13
2
Galat
54
65000.00 1203.70
Total
59
89833.33
Perlakuan
5
27500.00 5500.00
3.49
3
Galat
54
85000.00 1574.07
Total
59
112500.00
Perlakuan
5
47333.00 9466.60
5.94
4
Galat
54
86000.00 1592.59
Total
59
133333.00
perlakuan iradiasi
0.0165
KK
(%)*
3.40
0.003
3.96
0.0083
4.93
0.0002
5.58
Pr>F
* Data yang dianalisis adalah data yang telah ditransformasi dengan (x+0.5)1/2.
Lampiran 5 Hasil sidik ragam rataan diameter kalus embriogenik perlakuan
iradiasi sinar gamma
MST
1
2
3
4
Sumber
Db
JK
KT
F hitung
Pr>F
KK
(%)
Perlakuan
5
0.22
0.05
5.38
0.0004
7.79
Galat
54
0.45
0.01
Total
59
0.67
Perlakuan
5
0.25
0.05
7.30
0.0001
6.97
Galat
54
0.37
0.01
Total
59
0.63
Perlakuan
5
0.29
0.06
8.49
0.0001
6.84
Galat
54
0.37
0.01
Total
59
0.67
Perlakuan
5
0.34
0.07
7.80
0.0001
7.48
Galat
54
0.47
0.01
Total
59
0.81
24
Lampiran 6 Hasil sidik ragam rataan kalus embriogenik hidup pada media PEG
MST
1
2
3
4
5
6
7
8
*
Sumber
Db
JK
KT
F hitung
Pr>F
KK (%)*
Perlakuan
4
1111.11
277.78
5.00
0.006
0.42
Galat
Total
20
24
1111.11
2222.22
55.56
Perlakuan
4
444.44
1111.11
13.33
0.0001
0.57
Galat
Total
20
24
1666.67
6111.11
83.3
Perlakuan
4
18600.00
4650.00
27.90
0.0001
1.54
Galat
Total
20
24
3333.33
219333.33
166.67
Perlakuan
4
18488.89
4622.22
30.81
0.0001
1.49
Galat
Total
20
24
2999.99
21488.89
149.99
Perlakuan
4
17044.45
4261.11
29.50
0.0001
1.55
Galat
Total
20
24
2888.89
19933.33
144.44
Perlakuan
4
15888.89
3972.22
22.34
0.0001
1.71
Galat
Total
20
24
3555.55
19444.44
177.78
Perlakuan
4
15511.11
3877.78
21.15
0.0001
1.76
Galat
Total
20
24
3666.67
19177.78
183.33
Perlakuan
4
15733.3
3933.33
23.60
0.0001
1.82
Galat
Total
20
24
3333.33
19066.67
166.67
Data yang dianalisis adalah data yang telah ditransformasi dengan (x+0.5)1/2.
25
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 26 September
1992. Penulis merupakan putri pertama dari Bapak Ir. Evian
Indra dan Ibu Tuti Haryani. Penulis menempuh pendidikan
Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 9 Bogor dan lulus pada
tahun 2010. Penulis melanjutkan pendidikan di Program
Keahlian Teknologi Industri Benih Program Diploma Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI) dan lulus pada tahun 2013. Pada tahun 2013
penulis melanjutkan pendidikan di Program Sarjana Depertemen Agronomi dan
Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Selama menempuh pendidikan penulis bergabung digrup fotografi Diploma
IPB yaitu Obscura Photography Club. Penulis juga berpartisipasi menjadi LO
(Liaison Organizer) pada acara Indonesia Horticulture Investment and Business
Forum (IHIBF) dalam Festival Bunga dan Buah Nusantara 2014.
Download