Kelainan darah lazim pada bayi yang terpajan antiretroviral Oleh: Adam Legge, aidsmap.com, 21 Mei 2007 Kira-kira separuh anak yang terpajan dengan antiretroviral (ARV) waktu dalam kandungan dan pas setelah kelahiran mengembangkan anemia yang bermakna secara klinis dan kehilangan sel darah putih (neutropenia), berdasarkan peneliti Jerman yang ditulis dalam jurnal AIDS edisi 1 Mei 2007. Walaupun penggunaan terapi HIV yang efektif mengurangi tingkat penularan HIV dari ibu-ke-bayi menjadi di bawah dua persen, tumbuh kekhawatiran mengalami toksisitas obat pada bayi yang terpajan dengan ARV. Penelitian ini melibatkan 221 bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HIV yang memakai ARV – baik AZT sendiri atau dengan NRTI lain; atau kombinasi antiretroviral yang manjur (ART). Rejimen antiretroviral yang langsung diberikan pada bayi setelah kelahiran dalam penelitian ini sedikit berbeda dibandingkan dalam banyak penelitian lain. Daripada AZT oral selama enam minggu yang lebih umum, bayi diberi obat ini secara infus (IV) selama sepuluh hari. Infus obat jangka pendek ini lebih dipilih karena obat secara oral mungkin tidak dapat diserap oleh jalur pencernaan (lambung-usus) bayi, para peneliti mengatakan. Hitungan darah diteliti waktu bayi lahir, kemudian pada usia dua, empat, enam dan dua belas minggu. Anemia yang bermakna secara klinis digolongkan sebagai grade 2 atau lebih berdasarkan definisi tingkat toksisitas pediatrik. Selama masa tindak lanjut 119 bayi (54%) mempunyai anemia grade 2 atau lebih pada paling sedikit satu kejadian. Pada 16 di antaranya (7%) anemianya cukup berat sehingga membutuhkan infus sel darah merah. Anemia cenderung lebih buruk pada anak yang terpajan ART sejak dalam rahim dibandingkan akibat AZT dengan atau tanpa NRTI tambahan. Hampir 40 persen bayi yang baru lahir mempunyai neutropenia grade 2 saat lahir. Tetapi neutropenia grade 2 atau lebih muncul pada 106 bayi (48%) sedikitnya satu kali dan delapan bayi mempunyai infeksi stafilokokal dengan kedua infeksi tersebut menjadi berat. Para peneliti kemudian mencoba untuk menyesuaikannya dengan faktor yang mungkin pembaur seperti lahir dini, berat badan waktu lahir dan etnis, dan menemukan bahwa pajanan terhadap ART waktu dalam rahim dua kali lipat lebih berisiko terhadap anemia (odds ratio/OR 2,22, p = 0,034) dan neutropenia (OR 2,15, p = 0,045). Para peneliti juga menghitung trombosit, karena penelitian lain berpendapat bahwa jumlah trombosit menurun pada bayi yang terpajan ARV. Kenyataannya mereka terkejut menemukan sebagian besar bayi yang mengalami peningkatan jumlah trombosit – dengan 60 persen mempunyai lebih dari 500 trombosit/ml pada paling sedikit satu kejadian. Tetapi tidak ada komplikasi terkait dengan trombositosis ini. Para peneliti menyimpulkan dengan mengatakan bahwa, walaupun tidak dipungkiri bahwa manfaat ART selama kehamilan melampaui risikonya, semua bayi perlu dipantau secara ketat untuk tanda toksisitas pada minggu-minggu pertama setelah kelahiran. Anak-anak ini juga perlu ditindaklanjuti untuk meneliti potensi efek samping jangka panjang. Ringkasan: Blood disorders common in antiretroviral-exposed infants Sumber: Feiterna-Sperling C et al. Hematologic effects of maternal antiretroviral therapy and transmission prophylaxis in HIV-1- exposed uninfected newborn infants. J Acquir Immune Defic Syndr 45: 43-51, 2007. Dokumen ini diunduh dari situs web Yayasan Spiritia http://spiritia.or.id/