bab ii kajian pustaka, kerangka pemikiran dan

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Persepsi Harga
Harga adalah elemen paling tidak biasa dalam bauran pemasaran. Harga adalah
satu-satunya elemen dari bauran pemasaran yang melibatkan pemasukan,
sedangkan elemen-elemen lain melibatkan pembelanjaan dana oleh organisasi.
Selain itu, harga adalah satu-satunya bauran pemasaran yang tampak nyata dan
konkret, namun mungkin justru lebih abstrak dan tidak nyata dari pada elemenelemen lain dari bauran pemasaran.
Vithala Rao dalam Peter & Olson (2014:239) menyatakan dampak perubahan
harga bersifat lebih cepat dan langsung, dan permintaan yang berdasarkan harga
adalah yang paling mudah dikomunikasikan ke calon pembeli. Namun, pesaing
dapat bereaksi lebih mudah pada permintaan yang berdasarkan harga dari pada
permintaan yang berbasis manfaat dan penampilan produk.
Harga didefinisikan sebagai yang harus diberikan konsumen untuk membeli
barang atau jasa.
7
Berikut merupakan model umum pertukaran pemasaran dan menyoroti peran
harga dalam proses ini.
Biaya konsumen
Biaya bisnis
Uang
Produksi
Waktu
Promosi
Kegiatan koginitif
Distribusi
Upaya perilaku
Riset pemasaran
+
+
Nilai
Laba
=
=
Harga yang mau dibayar
Harga penjualan
Pertukaran pemasaran
Gambar 2.1 Peran penting harga dalam pertukaran pemasaran
Sumber : Peter dan Olson. 2014. Perilaku Konsumen & Strategi Pemasaran.
Bagan di atas mengidentifikasi empat tipe dasar biaya konsumen : uang, waktu,
kegiatan kognitif dan upaya perilaku dan membagi biaya pemasaran ke dalam
empat kategori yaitu produksi, promosi, distribusi dan riset pemasaran.
Agar terjadi pertukaran pemasaran, harga yang sanggup dibayarkan konsumen
harus lebih besar atau sama dengan harga yang pemasar mau menjualnya
Riset mengenai penentuan harga umumnya berfokus hanya pada uang, yaitu
banyaknya rupiah yang dikeluarkan konsumen untuk membeli produk atau jasa.
Riset ini menyadari bahwa jumlah uang yang sama mungkin dipandang berbeda
8
oleh individu atau segmen pasar yang berbeda pula, tergantung pada tingkat
penghasilan. Sumber dana untuk pembelian juga memiliki nilai berbeda pada
banyak konsumen. Uang yang diperoleh melalui kerja memiliki nilai berbeda
dengan uang yang diterima dari hasil hadiah, bunga dan penerimaan dana yang
sejenis. Akibatnya harga rupiah suatu barang mungkin dipandang berbeda oleh
individu yang sama, tergantung pada sumber uang yang digunakan untuk
membayarnya.
Waktu yang diperlukan untuk mempelajari suatu produk atau jasa dan
melakukan perjalanan untuk membelinya serta waktu yang digunakan untuk
belanja di toko adalah biaya yang penting bagi konsumen. Pada umumnya
konsumen sadar bahwa toko yang berada dekat rumah biasanya menetapkan harga
lebih tinggi daripada toko supermarket yang biasa berada di mall. Jelas bahwa
konsumen tersebut menukar biaya uang untuk menghemat waktu.
Namun tidak semua konsumen memandang waktu sebagai biaya. Banyak
konsumen yang menikmati dengan menghabiskan waktunya berjam-jam untuk
berbelanja di mall. Jadi meskipun dalam pengertian absolut konsumen harus
menghabiskan waktu untuk berbelanja dan membeli, dalam beberapa kasus, hal
itu justru dianggap sebagai keuntungan atau manfaat, dari pada memandangnya
sebagai ongkos atau biaya.
Salah satu biaya yang sering diabaikan adalah dalam pembelian adalah
kegiatan kognitif yang terlibat dalam proses itu. Berpikir dan memutuskan apa
yang akan dibeli bisa menjadi suatu pekerjaan yang berat.
9
Ketika konsumen dihadapkan pada beberapa pilihan suatu produk yang
mempunyai gaya, ukuran, warna dan komponen-komponen lainnya maka akan
terjadi kegiatan kognitif untuk memilih produk mana yang akan dibeli. Sebagian
konsumen merasa kesulitan dan tidak suka membuat keputusan pembelian. Kerja
kognitif dalam pembandingan alternatif pembelian, prosesnya sendiri bisa
menimbulkan tekanan atau stress. Upaya kognitif yang berlebihan dapat
mengakibatkan afeksi negatif.
Biaya yang terlibat dalam pembuatan keputusan sering kali merupakan hal yang
termudah untuk dikurangi atau dihilangkan bagi konsumen. Aturan atau heuristik
keputusan yang sederhana dapat mengurangi biaya ini yaitu dengan membeli
suatu produk yang sama beberapa kali dapat menghilangkan beban pembuatan
keputusan dalam kelas produk.
Orang yang menghabiskan waktu berjam-jam berjalan di pasar untuk membeli
suatu produk membuktikan bahwa pembelian melibatkan upaya perilaku. Selain
sebagai biaya, dalam kasus tertentu upaya perilaku juga bisa menjadi manfaat.
Seperti berjalan berjam-jam di mall untuk melakukan pembelian sebagai sumber
relaksasi.
Pembelian melalui internet bisa menghemat biaya konsumen dari sudut
pandang upaya perilaku, namun konsumen harus menunggu setidaknya beberapa
hari sebelum barang sampai ke tangan mereka. Konsumen kadang kala dapat
mengurangi satu atau lebih biaya-biaya tersebut namun biasanya mengakibatkan
peningkatan pada setidaknya satu dari biaya lain. Dalam beberapa kasus
konsumen juga akan melakukan bagian dari proses produksi untuk mengurangi
10
harga atau jumlah rupiah yang mereka keluarkan. Contohnya adalah memilih
merakit sendiri lemari kayu yang telah dibeli demi menghemat uang.
Namun, apapun kompromi biaya yang dilakukan, apapun yang dibeli harus
dipandang sebagai memiliki nilai tinggi bagi konsumen dari pada sekedar jumlah
biaya. Dengan kata lain, konsumen memandang bahwa pembelian menawarkan
manfaat yang lebih besar dari pada biaya dan mau menukarnya untuk menerima
manfaat-manfaat tersebut.
Pada beberapa pembelian, konsumen dapat mempertimbangkan semua biaya
dan kompromi yang dibuat. Namun, yang terpenting dari harga adalah bukan pada
tingkatan konsumen menganalisis dan membandingkan biaya dari suatu
pertukaran tertentu. Namun, pandangan ini penting karena memiliki implikasi
tidak langsung bagi rancangan strategi pemasaran.
Persepsi harga (price perception) berkaitan dengan bagaimana informasi harga
dipahami seluruhnya oleh konsumen dan memberikan makna yang dalam bagi
mereka. J. Paul Peter dan Jerry C. Olson (2014:246)
Dalam pemasaran, persepsi lebih penting dari pada realitas, karena persepsi
konsumen mempengaruhi perilaku aktual konsumen. Konsumen memandang
harga tertentu dengan tinggi, rendah atau wajar akan memberikan pengaruh yang
kuat terhadap maksud membeli.
Persepsi dalam Kotler dan Keller (2013:179) adalah proses dimana kita
memilih, mengatur, dan menerjemahkan masukan informasi untuk menciptakan
gambaran duni yang berarti. Poin utamanya adalah bahwa persepsi tidak hanya
11
tergantung pada rancangan fisik, tetapi juga pada hubungan rangsangan terhadap
bidang yang mengelilinginya dan kondisi dalam setiap diri kita.
Persepsi harga mempengaruhi persepsi konsumen terhadap nilai produk, dan
akhirnya terhadap kesediaan konsumen untuk menjadi pelanggan.
Sebuah pendekatan atas persepsi harga adalah yang dikemukakan oleh Jacob
Jacoby dan Jerry Olson yaitu mengenai pengolahan informasi yang digambarkan
pada bagan di bawah ini:
Informasi harga
Lingkungan
(Harga tertera, harga satuan, data kredit, dsb)
Sensasi informasi harga
(visual, verbal)
Pemahaman
(penerjemahan dan penentuan makna)
Afeksi dan Kognisi
Integrasi
(Perbandingan harga dan integrasi dengan
informasi-informasi lainnya)
Pembentukan sikap
(sikap terhadap harga dan produk)
Perilaku
Perilaku konsumen
Gambar 2.2 Model konseptual pemrosesan kognitif dari informasi harga
Sumber : Peter dan Olson. 2014. Perilaku Konsumen & Strategi Pemasaran.
12
Model ini menunjukkan bahwa informasi harga diterima melalui indra
penglihatan dan pendengaran. Informasi tersebut kemudian dipahami, yang
kemudian ditafsirkan dan dibuat bermakna (yaitu konsumen memahami arti
simbol harga melalui pembelajaran dan pengalaman sebelumnya).
Dalam pengolahan kognitif informasi harga, konsumen bisa membandingkan
antara harga yang dinyatakan dengan harga acuan. Harga acuan dalam Schiffman
dan Kanuk (2008:161) adalah setiap harga yang digunakan konsumen sebagai
dasar perbandingan dalam menilai harga lain. Harga acuan dapat bersifat eksternal
dan internal.
Harga acuan eksternal dalam Peter dan Olson (2014:249) adalah harga yang
tertera di iklan, daftar katalog, panduan harga, label belanja atau etalase toko.
Sedangkan harga acuan internal adalah harga yang dianggap pantas oleh
konsumen, harga yang telah ada secara historis atau yang dibayangkan konsumen
sebagai harga pasar yang tinggi atau rendah.
Harga acuan internal dalam Schiffman dan Kanuk (2008:161) adalah hargaharga (rentang harga) yang didapat kembali oleh konsumen dari ingatan. Harga
acuan internal adalah sebuah harga atau kisaran harga yang mereka bayangkan
atas produk tersebut.
2.1.2 Kualitas Produk
Era globalisasi menyajikan kenyataan baru yang ditandai oleh pasar tanpa
batas negara, revolusi teknologi komunikasi, revolusi teknologi informasi. Saat ini,
konsumen tidak akan tergerak imbauan untuk membeli dan menggunakan produk
13
dalam negeri dengan alasan patriotik. Konsumen mencari kualitas (nilai) terbaik
dalam membeli produk yang dibutuhkannya.
Oleh karena itu kecenderungan ke arah memilih dan membeli produk luar
negeri di Indonesia semakin meningkat, pengaruh ini lambat laun akan mencapai
setiap bisnis dan setiap individu dalam masyarakat, bukan hanya mereka yang
terlibat dalam perdagangan internasional.
Kebutuhan akan perubahan dan perbaikan bagi pelaku bisnis sudah jelas, yaitu
instropeksi yang objektif, keterusterangan mengenai kekurangan dan kesiapan
untuk melakukan perubahan dan perbaikan. Setiap unit usaha harus menyadari
perlunya secara terus menerus melakukan perbaikan kualitas, perubahan dan
pengembangan bisnis inti.
Kualitas dalam era globalisasi telah menjadi harapan dan keinginan semua
orang khususnya pelanggan. Oleh karena itu, para pelaku bisnis dan produsen
harus terus berusaha mengembangkan konsepsi dan teknologi kualitas sejalan
dengan trend globalisasi.
Kualitas telah menjadi harapan dan impian bagi konsumen maupun produsen.
Kualitas sulit untuk dibedakan dan diidentifikasi. Kebanyakan konsumen yang
peduli pada kualitas biasanya menanyakan pada tenaga penjual mengenai merek
yang berkualitas tinggi dan pantas untuk dibeli. Suatu bukti pendukung yang
biasanya efektif untuk menyatakan produk yang berkualitas lebih baik adalah
yang paling laris dijual. Bukti ini membuat perusahaan dan pelanggan percaya
bahwa produk yang berkualitas lebih baik akan menang dalam persaingan. Oleh
sebab itu, produk yang lebih laris dijual seharusnya berkualitas lebih baik.
14
Namun pada kenyataannya, produk yang memiliki urutan pertama dalam
penjualan belum tentu memiliki urutan pertama dalam kualitas. Tetapi perusahaan
yang tidak berfokus pada kualitas dan kepuasan pelanggan dalam menghadapi era
globalisasi sudah dipastikan akan kalah dalam persaingan dan akan mati.
Beberapa pengertian kualitas menurut pakar di bidang kualitas dalam Zulian
Yamit (2010:7) adalah sebagai berikut :
1) Menurut Deming (1982), kualitas adalah apapun yang menjadi kebutuhan dan
keinginan konsumen.
2) Menurut Crosby (1979), kualitas adalah nihil cacat, kesempurnaan dan
kesesuaian terhadap persyaratan.
3) Menurut Kotler dan Keller (2009) kualitas atau mutu adalah keseluruhan fitur
dan sifat produk yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan
kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.
David Garvin (1994) menyatakan lima pendekatan perspektif kualitas yang
dapat digunakan, yaitu :
1) Transcendental Approach.
Kualitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu yang dapat dirasakan, tetapi
sulit didefinisikan dan dioperasionalkan maupun diukur. Perspektif ini
umumnya diterapkan dalam karya seni seperti seni musik, seni tari, seni drama
dan seni rupa.
2) Product-based Approach.
Kualitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau atribut yang
dapat diukur. Perbedaan kualitas mencerminkan adanya perbedaan atribut
15
yang dimiliki produk secara objektif, tetapi pendekatan ini tidak dapat
menjelaskan perbedaan dalam selera dan preferensi individual.
3) User-based Approach.
Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas
tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling
memuaskan preferensi seseorang atau cocok dengan selera merupakan produk
yang berkualitas paling tinggi. Pandangan yang subjektif ini mengakibatkan
konsumen yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula,
sehingga kualitas bagi seseorang adalah kepuasan maksimum yang dapat
dirasakannya.
4) Manufacturing-based Approach.
Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-based atau dari sudut
pandang produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai sesuatu yang sesuai
dengan persyaratannya dan prosedur. Pendekatan ini berfokus pada kesesuaian
spesifikasi yang ditetapkan perusahaan secara internal. Oleh karena itu, yang
menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan dan
bukan konsumen yang menggunakannya.
5) Value-based Approach.
Kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi nilai dan
harga. Kualitas didefinisikan sebagai affordable excellence. Oleh karena itu
kualitas dalam pandangan ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki
kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Produk yang
bernilai adalah produk yang paling tepat beli.
16
Berdasarkan perspektif kualitas, David Garvin (1987) mengembangkan
dimensi kualitas ke dalam delapan dimensi yang dapat digunakan sebagai dasar
perencanaan strategis terutama bagi perusahaan atau manufaktur yang
menghasilkan barang. Kedelapan dimensi tersebut adalah sebagai berikut :
1) Performance (kinerja), yaitu karakteristik pokok dari produk inti.
2) Features, yaitu karakteristik pelengkap atau tambahan.
3) Reliability (kehandalan), yaitu kemungkinan tingkat kegagalan pemakaian.
4) Conformance (kesesuaian), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi
memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
5) Durability (daya tahan), yaitu berapa lama produk dapat terus digunakan.
6) Serviceability,
yaitu
meliputi
kecepatan,
kompetensi,
kenyamanan,
kemudahan dalam pemeliharaan dan penanganan keluhan yang memuaskan.
7) Estetika, yaitu menyangkut corak, rasa dan daya tarik produk.
8) Perceived, yaitu menyangkut citra dan reputasi produk serta tanggung jawab
perusahaan terhadapnya.
Karakteristik kualitas dari suatu produk sangat multidimensional, karena
produk dapat memberikan kepuasan dan nilai kepada konsumen dalam banyak
cara. Karakteristik beberapa produk secara kuantitatif mudah ditentukan, seperti
berat, panjang dan waktu penggunaan. Tetapi beberapa karakteristik yang lain,
seperti daya tarik produk adalah bersifat kualitatif.
Joseph S. Martinich (1997:564) mengemukakan spesifikasi dari dimensi
kualitas produk yang relevan dengan pelanggan dapat dikelompokkan dalam
enam dimensi yaitu :
17
1) Performance (kinerja). Hal yang paling penting bagi konsumen adalah apakah
kualitas produk menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
2) Range and type of features. Selain fungsi utama dari suatu produk, konsumen
sering kali tertarik pada kemampuan atau keistimewaan yang dimiliki produk.
3) Reliability and durability. Kehandalan produk dalam penggunaan secara
normal dan berapa lama produk dapat digunakan hingga perbaikan diperlukan.
4) Maintainability and serviceability. Kemudahan untuk pengoperasian produk
dan kemudahan perbaikan maupun ketersediaan komponen pengganti.
5) Sensory characteristics. Penampilan, corak, rasa, daya tarik, bau, selera dan
beberapa faktor lainnya mungkin menjadi aspek penting dalam kualitas.
6) Ethical profile and image. Kualitas adalah bagian terbesar dari kesan
konsumen terhadap produk.
Dimensi kualitas yang dikemukakan oleh pakar di atas berpengaruh pada
harapan konsumen dan kenyataan yang mereka terima. Jika kenyataannya
konsumen menerima produk melebihi harapannya, maka konsumen akan
mengatakan produknya berkualitas. Dan jika kenyataannya konsumen menerima
produk kurang dari harapannya, maka konsumen akan mengatakan produk dan
pelayanannya tidak berkualitas atau tidak memuaskan.
Dimensi kualitas dapat dijadikan dasar bagi pelaku bisnis untuk mengetahui
apakah ada kesenjangan (gap) atau perbedaan antara harapan konsumen dan
kenyataan yang mereka terima. Harapan konsumen sama dengan keinginan
konsumen yang ditentukan oleh informasi yang mereka terima dari mulut ke
18
mulut, kebutuhan pribadi, pengalaman masa lalu dan komunikasi eksternal
melalui iklan dan promosi.
Jika kesenjangan antara harapan dan kenyataan cukup besar, hal ini
menunjukkan bahwa perusahaan tidak mengetahui apa yang diinginkan oleh
konsumennya.
Dimensi kualitas yang dikemukakan oleh David Garvin adalah sangat tepat
digunakan untuk mengukur kualitas produk. Pengukuran kualitas produk pada
dasarnya hampir sama dengan pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu ditentukan
oleh variabel harapan konsumen dan kinerja yang dirasakan.
Pengukuran kualitas dapat dilakukan melalui perhitungan biaya kualitas dan
melalui penelitian pasar mengenai persepsi konsumen terhadap kualitas produk.
Pengukuran kualitas melalui penelitian pasar tersebut dapat menggunakan
berbagai cara seperti menemui konsumen, survey atau panel konsumen.
2.1.3 Nilai Pelanggan
Perusahaan akan berhasil jika memberikan nilai dan kepuasan kepada
pelanggan. Pelanggan dalam Yulian Zamit (2010:75) adalah orang yang membeli
dan menggunakan produk. Pelanggan memilih penawaran yang berbeda-beda
berdasarkan persepsinya akan penawaran yang memberikan nilai terbesar.
Nilai mencerminkan sejumlah manfaat, baik yang berwujud maupun yang
tidak berwujud, dan biaya yang dipersepsikan oleh pelanggan. Nilai adalah
kombinasi kualitas, pelayanan dan harga, yang disebut juga “tiga elemen
pelanggan”. Kotler & Keller (2009:14)
19
Nilai meningkat seiring dengan meningkatnya kualitas dan pelayanan, dan
sebaliknya menurun seiring dengan meningkatnya harga, walaupun faktor-faktor
lain juga dapat memainkan peran penting dalam persepsi kita akan nilai.
Nilai adalah konsep yang sentral perannya dalam pemasaran. Kita dapat
memandang
pemasaran
sebagai
kegiatan
mengidentifikasi,
menciptakan,
mengomunikasikan, menyampaikan dan memantau nilai pelanggan. Kepuasan
mencerminkan penilaian seseorang tentang kinerja produk atau hasil dalam
kaitannya dengan ekspektasi. Jika kinerja produk tersebut tidak memenuhi
ekspektasi, pelanggan tersebut tidak puas dan kecewa. Jika kinerja produk sesuai
dengan ekspektasi, pelanggan tersebut puas. Jika kinerja melebihi ekspektasi,
pelanggan tersebut senang.
Memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan adalah inti dari pemasaran.
Sasaran dari setiap bisnis adalah menghantarkan nilai pelanggan untuk
menghasilkan laba. Dalam ekonomi yang sangat kompetitif, dengan semakin
banyaknya pembeli rasional yang dihadapkan dengan segudang pilihan,
perusahaan hanya dapat meraih kemenangan dengan melakukan proses
penghantaran
nilai
yang
bagus
serta
memilih,
menyediakan,
dan
mengomunikasikan nilai yang unggul.
Menurut Sweeny dalam Tjiptono (2005:298), nilai pelanggan terdiri dari empat
dimensi, yaitu :
a.
Emotional value, utilitas yang berasal dari perasaan atau afektif/emosi positif
yang ditimbulkan dari mengonsumsi produk.
20
b.
Social value, utilitas yang didapat dari kemampuan produk untuk
meningkatkan konsep diri-sosial konsumen.
c.
Quality / performance value, utilitas yang didapat dari produk karena reduksi
biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang.
d.
Price / value of money, utilitas yang diperoleh dari persepsi terhadap kinerja
yang diharapkan dari suatu produk atau jasa.
Urutan penciptaan dan penghantaran nilai dapat dibagi menjadi tiga fase. Fase
pertama adalah memilih nilai, mempresentasikan pemasaran yang harus dilakukan
sebelum produk dibuat. Perusahaan harus mensegmentasikan pasar, memilih
sasaran pasar yang tepat, dan mengembangkan penawaran positioning nilai.
Rumus “segmentasi, penentuan sasaran dan positioning (STP) adalah inti dari
pemasaran strategis.
Setelah perusahaan memilih nilai, fase kedua adalah menyediakan nilai.
Perusahaan harus menentukan fitur produk tertentu, harga dan distribusi.
Selanjutnya
fase
ketiga
adalah
mengkomunikasikan
nilai
dengan
mendayagunakan tenaga penjualan, promosi penjualan, iklan dan sarana
komunikasi lain untuk mengumumkan dan mempromosikan produk. Setiap fase
nilai ini mempunyai implikasi biaya.
Menciptakan pelanggan yang loyal adalah inti dari setiap bisnis. Don Peppers
dan Martha Rogers dalam Kotler dan Keller (2009:134) menyatakan bahwa suatu
bisnis disebut sukses jika berhasil mendapatkan, mempertahankan dan
menumbuhkan pelanggan.
21
Pelanggan cenderung memaksimalkan nilai, di dalam batasan biaya pencarian
serta pengetahuan, mobilitas dan pendapatan. Pelanggan memperkirakan tawaran
mana yang akan menghantarkan nilai anggapan tertinggi dan bertindak atas dasar
perkiraan tersebut. Sesuai atau tidaknya suatu penawaran dengan harapan akan
mempengaruhi kepuasan pelanggan dan besarnya probabilitas bahwa pelanggan
akan membeli produk itu lagi.
Kotler dan Keller (2009:136) menggambarkan determinan nilai yang
dipersepsikan pelanggan dengan bagan berikut ini:
Nilai yang dipersepsikan
pelanggan
Total manfaat pelanggan
Total biaya pelanggan
Manfaat
produk
Biaya
moneter
Manfaat
jasa
Biaya
waktu
Manfaat
personel
Biaya
energi
Manfaat
Citra
Biaya
psikologis
Gambar 2.3 Determinan nilai yang dipersepsikan pelanggan
Sumber : Kotler dan Keller. 2013. Manajemen Pemasaran Jilid 2
22
Nilai yang dipersepsikan pelanggan (customer perceived value) adalah selisih
antara penilaian pelanggan prospektif atas semua manfaat dan biaya dari suatu
penawaran terhadap alternatifnya. Total manfaat pelanggan (total customer
benefit) adalah nilai moneter kumpulan manfaat ekonomi, fungsional, dan
psikologis yang diharapkan pelanggan dari suatu penawaran pasar yang
disebabkan oleh produk, jasa, personel dan citra yang terlibat. Total biaya
pelanggan (total customer cost) adalah kumpulan biaya yang dipersepsikan yang
diharapkan pelanggan untuk dikeluarkan dalam mengevaluasi, mendapatkan,
menggunakan dan menyingkirkan suatu penawaran pasar, termasuk biaya
moneter, waktu, energi dan psikologis.
Maka nilai yang dipersepsikan pelanggan didasarkan pada selisih antara apa
yang didapatkan pelanggan dan apa yang diberikan pelanggan untuk
kemungkinan pilihan yang berbeda. Pelanggan mendapatkan manfaat dan
menanggung biaya. Perusahaan dapat meningkatkan nilai penawaran pelanggan
melalui beberapa kombinasi peningkatan manfaat ekonomi, fungsional atau
emosional dan atau mengurangi satu jenis biaya atau lebih.
Total biaya pelanggan meliputi biaya waktu, energi, dan psikologis yang
digunakan
dalam akuisisi,
penggunaan,
pemeliharaan,
kepemilikan
dan
penyingkiran produk. Pelanggan mengevaluasi elemen-elemen ini bersama-sama
dengan biaya moneter untuk membentuk total biaya pelanggan. Lalu
mempertimbangkan apakah total biaya pelanggan terlalu tinggi dalam kaitannya
dengan total manfaat pelanggan yang dihantarkan. Pelanggan akan memilih
sumber yang menurutnya menghantarkan nilai anggapan tertinggi.
23
Harga yang dikenakan akan menentukan berapa banyak nilai yang akan
dihantarkan kepada pelanggan dan berapa banyak yang akan mengalir ke
perusahaan. Semakin rendah harga yang ditetapkan maka semakin tinggi nilai
yang dipersepsikan pelanggan dan karena itu semakin tinggilah insentif pelanggan
untuk membeli. Untuk memenangkan penjualan, perusahaan harus menawarkan
lebih banyak nilai yang dipersepsikan pelanggan.
Perusahaan mengadakan analisis nilai pelanggan untuk mengungkapkan
kekuatan dan kelemahan perusahaan relatif terhadap kekuatan dan kelemahan
berbagai pesaingnya. Langkah-langkah dalam analisis ini adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi atribut dan manfaat utama yang dinilai pelanggan.
Pelanggan ditanya apa tingkat tribute, manfaat, kinerja yang dicari dalam
memilih produk dan penyedia layanan.
2. Menilai arti penting kuantitatif dari atribut dan manfaat yang berbeda.
Pelanggan diminta membuat peringkat arti penting berbagai atribut dan
manfaat. Jika peringkat mereka jauh berbeda, perusahaan harus
mengelompokkan mereka ke dalam berbagai segmen.
3. Menilai kinerja perusahaan dan pesaing berdasarkan nilai pelanggan yang
berbeda dan membandingkannya dengan peringkat arti pentingnya.
Pelanggan menggambarkan di tingkat mana mereka melihat kinerja
perusahaan dan pesaing pada setiap atribut dan manfaat.
4. Mempelajari bagaimana pelanggan dalam segmen tertentu menentukan
peringkat kinerja perusahaan terhadap pesaing utama tertentu berdasarkan
suatu atribut atau manfaat.
24
Jika tawaran perusahaan melebihi tawaran pesaing atas semua atribut dan
manfaat penting, perusahaan dapat mengenakan harga yang lebih tinggi
(sehingga menghasilkan laba yang lebih tinggi), atau perusahaan dapat
mengenakan harga yang sama dan mendapatkan pangsa pasar yang lebih
banyak.
5. Mengamati nilai pelanggan sepanjang waktu.
Secara berkala perusahaan harus mengulangi studi nilai pelanggan dan
posisi pesaing ketika terjadi perubahan dalam hal ekonomi, teknologi dan
fitur.
2.1.4 Pembelian Ulang
Proses psikologis dasar memainkan peranan penting dalam memahami
bagaimana konsumen benar-benar membuat keputusan pembelian mereka.
Perusahaan yang cerdas berusaha untuk memahami proses keputusan pembelian
pelanggan secara penuh yaitu semua pengalaman mereka dalam pembelajaran,
memilih, menggunakan produk dan bahkan menyingkirkan produk.
Periset pemasaran telah mengembangkan “model tingkat” proses keputusan
pembelian. Konsumen melalui lima tahap yaitu pengenalan masalah, pencarian
informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pascapembelian.
Jelas bahwa proses pembelian dimulai jauh sebelum pembelian actual dan
mempunyai konsekuensi dalam waktu lama setelahnya.
25
Berikut model lima tahap proses pembelian konsumen :
Pengenalan
masalah
Pencarian
informasi
Evaluasi
alternatif
Keputusan
pembelian
Perilaku
pascapembelian
Gambar 2.4 Model lima tahap proses pembelian konsumen
Sumber : Kotler dan Keller. 2013. Manajemen Pemasaran Jilid 2
Konsumen tidak selalu melalui lima tahap pembelian produk itu seluruhnya.
Mereka mungkin melewatkan atau membalik beberapa tahap. Model memberikan
kerangka referensi yang baik karena model itu menangkap kisaran penuh
pertimbangan yang muncul ketika konsumen mengahadapi pembelian baru yang
memerlukan keterlibatan tinggi.
Proses pembelian dimulai ketika pembeli menyadari suatu masalah atau
kebutuhan yang dipicu oleh rangsangan internal atau eksternal. Dengan
rangsangan internal, salah satu dari kebutuhan normal seseorang naik ke tingkat
26
maksimum dan menjadi dorongan atau kebutuhan bisa timbul akibat rangsangan
eksternal. Seperti seseorang ingin pergi berlibur setelah melihat iklan liburan.
Perusahaan harus mengidentifikasi keadaan yang memicu kebutuhan tertentu
dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen. Lalu mereka dapat
mengembangkan strategi pemasaran yang memicu minat konsumen. Perusahaan
harus meningkatkan motivasi konsumen sehingga pembelian potensial mendapat
pertimbangan serius.
Konsumen sering mencari sejumlah informasi. Kita dapat membedakan antara
dua tingkat keterlibatan dengan pencarian. Keadaan pencarian yang lebih rendah
disebut “perhatian tajam”. Pada tingkat ini seseorang hanya menjadi lebih resesif
terhadap informasi tentang sebuah produk. Pada tingkat berikutnya, seseorang
dapat memasuki pencarian informasi aktif seperti mencari bahan bacaan,
menelepon teman, melakukan kegiatan online dan mengunjungi toko untuk
mempelajari produk tersebut.
Sumber informasi utama dimana konsumen dibagi menjadi empat kelompok,
yaitu :
1. Pribadi, yaitu keluarga, teman, tetangga dan rekan.
2. Komersial, yaitu iklan, situs web, wiraniaga, penyalur, kemasan,
tampilan.
3. Publik, media massa, organisasi pemeringkat konsumen.
4. Eksperimental, penanganan, pemeriksaan, penggunaan produk.
Jumlah dan pengaruh relatif dari sumber-sumber ini bervariasi dengan kategori
produk dan karakteristik pembeli. Secara umum, konsumen menerima informasi
27
terpenting tentang sebuah produk dari komersial yaitu sumber yang didominasi
pemasar. Meskipun demikian, informasi yang paling efektif sering berasal dari
sumber pribadi atau sumber publik yang merupakan otoritas independen.
Setiap sumber informasi melaksanakan fungsi yang berbeda dalam
mempengaruhi keputusan pembelian. Sumber komersial biasanya melaksanakan
fungsi informasi, sementara sumber pribadi melaksanakan fungsi legitimasi atau
evaluasi.
Konsumen memproses informasi dan melakukan penilaian akhir. Tidak ada
proses tunggal yang digunakan oleh konsumen atau oleh seorang konsumen dalam
semua situasi pembelian. Ada beberapa proses dan sebagian besar model terbaru
melihat konsumen membentuk sebagian besar penilaian secara sadar dan rasional.
Beberapa konsep dasar yang akan membantu kita memahami proses evaluasi
adalah pertama konsumen berusaha memuaskan sebuah kebutuhan. Kedua
konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga konsumen melihat
masing-masing produk sebagai sekelompok atribut dengan berbagai kemampuan
untuk menghantarkan manfaat yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan ini.
Konsumen
akan
meberikan
perhatian
terbesar
pada
atribut
yang
menghantarkan manfaat yang memenuhi kebutuhan. Kita sering dapat
mensegmentasikan pasar suatu produk berdasarkan atribut yang penting bagi
berbagai kelompok konsumen.
Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami konflik dikarenakan
melihat fitur mengkhawatirkan tertentu atau mendengar hal-hal menyenangkan
tentang merek lain dan waspada terhadap informasi yang mendukung
28
keputusannya. Komunikasi pemasaran seharusnya memasok keyakinan dan
evaluasi yang memperkuat pilihan konsumen dan membantunya merasa nyaman
tentang merek tersebut.
Karena itu tugas perusahaan tidak berakhir dengan pembelian. Perusahaan
harus mengamati kepuasan pascapembelian, tindakan pembelian pascapembelian
dan penggunaan produk pascapembelian.
Kepuasan merupakan fungsi kedekatan antara harapan dan kinerja anggapan
produk. Jika kinerja tidak memenuhi harapan, konsumen akan kecewa. Jika
memenuhi harapan, konsumen akan puas. Jika melebihi harapan, konsumen akan
sangat puas. Perasaan ini menentukan apakah pelanggan membeli produk kembali
dan membicarakan hal-hal menyenangkan atau tidak menyenangkan tentang
produk itu kepada orang lain.
Semakin besar kesenjangan antara harapan dan kinerja, semakin besar
ketidakpuasan yang terjadi. Jika konsumen puas, mereka mungkin ingin membeli
produk itu kembali.
Menurut Lanuk & Schiffman (2004:506) pembelian ulangan biasanya
menandakan bahwa produk memenuhi persetujuan konsumen dan bahwa ia
bersedia memakainya lagi dalam jumlah yang lebih besar.
Menurut Ferdinand (2002:129) salah satu dimensi dari perilaku pembelian
adalah niat membeli ulang. Berdasarkan teori-teori niat membeli ulang yang ada,
beliau menyimpulkan bahwa niat beli ulang dapat dikenali atau diidentifikasi
melalui indikator-indikator sebagai berikut :
29
1. Niat tradisional, niat ini menggambarkan perilaku seseorang yang
berkeinginan untuk selalu membeli ulang produk yang telah dikonsumsi.
2. Niat referensial, niat ini menggambarkan perilaku seseorang yang
cenderung mereferensikan produk yang sudah dibelinya agar juga dibeli
orang lain.
3. Niat preferensial, niat ini menggambarkan perilaku seseorang yang selalu
memiliki preferensi utama pada produk yang telah dikonsumsinya.
Preferensi ini hanya dapat diganti apabila terjadi sesuatu dengan produk
preferensinya.
4. Niat eksploratif, niat ini menggambarkan perilaku seseorang yang selalu
mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari
informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk yang
dilangganinya.
2.2 Kerangka Pemikiran
Dari permasalahan yang penulis sampaikan di bagian awal laporan penelitian,
penulis menggambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut :
Kualitas
Produk
Nilai
Pelanggan
Pembelian
Ulang
Persepsi
Harga
Gambar 2.5 Kerangka pemikiran
Sumber : Data penulis
30
Menurut Deming (1982), kualitas adalah apapun yang menjadi kebutuhan dan
keinginan konsumen. Kualitas dalam era globalisasi telah menjadi harapan dan
keinginan semua orang khususnya pelanggan. Oleh karena itu, para pelaku bisnis
dan produsen harus terus berusaha mengembangkan konsepsi dan teknologi
kualitas sejalan dengan trend globalisasi.
Persepsi atas harga menyangkut bagaimana informasi harga dipahami oleh
konsumen dan dibuat bermakna bagi mereka. Dalam pemasaran, persepsi lebih
penting dari pada realitas karena persepsi konsumen mempengaruhi perilaku
aktual konsumen. Persepsi harga mempengaruhi persepsi konsumen terhadap nilai
produk, dan akhirnya terhadap kesediaan konsumen untuk menjadi pelanggan.
Nilai yang dipersepsikan pelanggan (customer perceived value) adalah selisih
antara penilaian pelanggan prospektif atas semua manfaat dan biaya dari suatu
penawaran terhadap alternatifnya. Total manfaat pelanggan (total customer
benefit) adalah nilai moneter kumpulan manfaat ekonomi, fungsional, dan
psikologis yang diharapkan pelanggan dari suatu penawaran pasar yang
disebabkan oleh produk, jasa, personel dan citra yang terlibat. Total biaya
pelanggan (total customer cost) adalah kumpulan biaya yang dipersepsikan yang
diharapkan pelanggan untuk dikeluarkan dalam mengevaluasi, mendapatkan,
menggunakan dan menyingkirkan suatu penawaran pasar, termasuk biaya
moneter, waktu, energi dan psikologis.
Harga yang dikenakan akan menentukan berapa banyak nilai yang akan
dihantarkan kepada pelanggan dan berapa banyak yang akan mengalir ke
perusahaan. Semakin rendah harga yang ditetapkan maka semakin tinggi nilai
31
yang dipersepsikan pelanggan dan karena itu semakin tinggilah insentif pelanggan
untuk membeli. Untuk memenangkan penjualan, perusahaan harus menawarkan
lebih banyak nilai yang dipersepsikan pelanggan.
Kepuasan merupakan fungsi kedekatan antara harapan dan kinerja anggapan
produk. Jika kinerja tidak memenuhi harapan, konsumen akan kecewa. Jika
memenuhi harapan, konsumen akan puas. Jika melebihi harapan, konsumen akan
sangat puas. Perasaan ini menentukan apakah pelanggan membeli produk kembali.
2.3 Hipotesis
Dari permasalahan yang penulis telah sampaikan di bagian awal laporan
penelitian, penulis mencanangkan beberapa hipotesis sebagai jawaban sementara
atas permasalahan tersebut. Hipotesis-hipotesis tersebut adalah sebagai berikut :
1)
Hipotesis pengaruh persepsi harga terhadap nilai pelanggan pada CV. Cipta
Kreasi Teknik.
Ho :
Persepsi harga berpengaruh terhadap nilai pelanggan pada CV. Cipta
Kreasi Teknik.
Ha:
Persepsi harga tidak berpengaruh terhadap nilai pelanggan pada CV.
Cipta Kreasi Teknik.
2)
Hipotesis pengaruh kualitas produk terhadap nilai pelanggan pada CV. Cipta
Kreasi Teknik.
Ho :
Kualitas produk berpengaruh terhadap nilai pelanggan pada CV.
Cipta Kreasi Teknik.
32
Ha :
Kualitas produk tidak berpengaruh terhadap nilai pelanggan pada CV.
Cipta Kreasi Teknik.
3)
Hipotesis pengaruh persepsi harga terhadap pembelian ulang pada CV. Cipta
Kreasi Teknik.
Ho :
Persepsi harga berpengaruh terhadap pembelian ulang pada CV.
Cipta Kreasi Teknik.
Ha :
Persepsi harga tidak berpengaruh terhadap pembelian ulang pada CV.
Cipta Kreasi Teknik.
4)
Hipotesis pengaruh kualitas produk terhadap pembelian ulang pada CV.
Cipta Kreasi Teknik.
Ho :
Kualitas produk berpengaruh terhadap pembelian ulang pada CV.
Cipta Kreasi Teknik.
Ha :
Kualitas produk tidak berpengaruh terhadap pembelian ulang pada
CV. Cipta Kreasi Teknik.
5)
Hipotesis pengaruh nilai pelanggan terhadap pembelian ulang pada CV. Cipta
Kreasi Teknik.
Ho :
Nilai pelanggan berpengaruh terhadap pembelian ulang pada CV.
Cipta Kreasi Teknik.
Ha :
Nilai pelanggan tidak berpengaruh terhadap pembelian ulang pada
CV. Cipta Kreasi Teknik.
33
Download