pemikiran islam liberal tentang tindak pidana

advertisement
PEMIKIRAN ISLAM LIBERAL
TENTANG TINDAK PIDANA MURTAD
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Gelar Sarjana Hukum Islam
pada Fakultas Syari'ah dan Hukum
Disusun Oleh :
Yusuf Mahdani
103045128166
JURUSAN KEPIDANAAN ISLAM
FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/2008 M
PEMIKIRAN ISLAM LIBERAL TENTANG TINDAK PIDANA
MURTAD (RIDDAH)
Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah Dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Hukum Islam
Oleh:
Yusuf Mahdani
NIM : 103045128166
Pembimbing
Dr. H. Abdurrahman Dahlan, MA.
NIP. 150 234 496
KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/2008 M
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul PEMIKIRAN ISLAM LIBERAL TERHADAP TINDAK
PIDANA MURTAD (Riddah) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas
Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 28 Maret 2008. skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam
(S.HI) pada Program Studi Jinayah Siyasah Konsentrasi Kepidanaan Islam.
Jakarta, 28 Maret 2008
Mengesahkan
Dekan,
Prof. DR. H. M. Amin Suma SH., MA., MM.
NIP: 150.210.422
)
(
: Asmawi, M.Ag
NIP. 150.282.394
Ketua
)
(
: Sri Hidayati, M.Ag
NIP. 150.282.403
Sekretaris
)
(
: Asmawi, M.Ag
NIP. 150.282.394
Penguji I
: DR. H. Mujar Ibnu Syarif. M. Ag (
NIP. 150.275.509
Penguji II
)
)
(
: DR. H. Abdurrahman M.A Pembimbing
NIP. 150.282.403
‫ﺑﺴﻢ ا ﷲ ا اﻟﺮ ﺣﻤﻦ ا ﻟﺮ ﺣﻴﻢ‬
KATA PENGANTAR
Segala puja puji bagi Allah SWT, Tuhan Semesta Alam, shalawat beserta
salam semoga tercurah atas utusan yang paling utama dan mulia, Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga dan sahabatnya.
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan taufiknya, sehingga penulisan skripsi dengan
judul, PEMIKIRAN ISLAM LIBERAL TENTANG TINDAK PIDANA
MURTAD, dapat diselesaikan dengan baik.
Munculnya berbagai hambatan dan kesulitan seakan terasa ringan berkat
bantuan dan dorongan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada beberapa pihak tertentu, tanpa mengurangi penghormatan penulis
bagi pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam pengantar yang
singkat ini.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, penulis
sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. DR. H. M. Amin Suma SH., MA., MM., Dekan fakultas Syari’ah dan
Hukum beserta para pembantu Dekan.
2. Bapak Asmawi M.Ag. selaku Ketua Jurusan SJS/Pidana Islam, beserta Ibu Sri
Hidayati M.Ag.
selaku Sekretaris Jurusan SJS/Pidana Islam yang selalu
memberikan semangat kepada penulis dan banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan persoalan akademis dan administrasi
3. Bapak Dr. H. Abdurahman Dahlan MA, yang telah membimbing penulis dengan
penuh kesabaran dan rela meluangkan waktu ditengah kesibukannya untuk
memberikan pengarahan dan mengoreksi penyusunan skripsi ini sehingga tulisan
ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. Seluruh Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum syarif Hidayatullah, pimpinan dan
seluruh karyawan perpustakaan di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Al-Marhum Abah dan Emah tercinta serta kakak-kakak dan saudara-saudara yang
slalu memberikan semangat, motivasi, nasehat dan dorongan doa, moral dan moril
kepada penulis.
6. Seluruh pengurus Jaringan Islam Liberal yang telah banyak membantu dan
memberikan data serta informasi dalam penyusunan skripsi.
7. Sahabat-sahabat mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum angkatan 2003,
khususnya temen-temen Jurusan SJS/PI (Ma'rufudin, Wildan, Margana, Lina,
Mansiah, lela, Anita, Adien, Jabar, One’al, Adjhon, Katon, afandi, beben) dan
yang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Mudah-mudahan jasa dan amal baik tersebut mendapatkan balasan yang
setimpal dari Allah SWT. Sebagai amal saleh dan senantiasa berada dalam
maghfirah-Nya.
Akhirnya penulis hanya bisa mengembalikan segala sesuatunya kepada Allah
SWT, semoga skripsi yang sederhana ini dapat memenuhi harapan dalam ikut serta
membantu ke arah kemajuan pendidikan, khususnya masalah hukum Islam. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal ini merupakan
keterbatasan dan kekhilafan penulis sebagai seorang hamba, maka untuk itu, saran,
komentar dan kritik dari semua pihak amat diharapkan bagi penyempurnaan skripsi
ini.
Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi orang banyak dan membawa
keberkahan di dunia dan akhirat. Semoga Allah SWT. memberikan petuntuk ke jalan
yang benar dan mencurahkan taufik serta hidayah-Nya kepada kita semua. Amiin.
Jakarta, 25 Maret 2008
Penulis
DAFTAR ISI
.... i ............................................................................... KATA PENGANTAR
iv ................................................................................................... DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
BAB I
A. Latar Belakang Masalah.....................................................
1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ............
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..........................................
8
D. Tinjauan Pustaka ................................................................
9
E. Metode Penelitian ............................................................. 10
F. Sitematika Penulisan ......................................................... 13
GAMBARAN UMUM TENTANG ISLAM LIBERAL
BAB II
A. Pengertian........................................................................... 15
B. Akar Islam Liberal ............................................................ 18
C. Bentuk-bentuk Islam Liberal ............................................. 22
D. Tema-tema Pemikiran Islam Liberal................................. 25
E. Peta pemikiran Islam Liberal ............................................. 33
MURTAD MENURUT HUKUM ISLAM SECARA UMUM
BAB III
A. Definisi dan Dasar Hukum Murtad .................................... 36
B. Konsep Kebebasan Menurut Islam ................................... 44
C. Sanksi Hukum Bagi Pelaku Murtad. Dan Anjuran Bertaubat
Menurut Para Ulama Mazhab Fiqih................................... 47
a. Hukuman Pokok........................................................... 47
b. Hukuman Tambahan .................................................... 49
D. Perbedaan Pendapat Para Ulama Tentang
Orang Yang Murtad ........................................................... 51
KORELASI PEMIKIRAN KEBEBASAN BERAGAMA
BAB IV
TERHADAP KEMURTADAN
A. Konsep Kebebasan beragama Islam Liberal ...................... 56
B. Pandangan Islam Liberal Terhadap Orang Yang Murtad .. 69
C. Implikasi Kebebasan Beragama Terhadap Kemurtadan. ... 79
D. Hukum Murtad di Negara-negara Islam ............................ 82
E. Analisis Kritis Terhadap Hukuman Murtad……………… 87
PENUTUP
BAB V
A. Kesimpulan ........................................................................ 92
B. Saran-saran......................................................................... 93
94 .................................................................................... DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam lahir sebagai agama penegak keadilan dan pembebasan manusia dari
berbagai bentuk dehumanisasi seperti perbudakan, penindasan, kemiskinan,
kebodohan. Dengan semangat Rahmatan lil alamin, Islam selalu mengajak
pengikutnya untuk selalu bisa dan mampu menjawab tantangan kehidupan dan
membangun peradaban Islam pada masa dan tempat dimanapun Islam berada.
Konsekuensi logis dari prinsip tersebut adalah terbukanya ruang ijtihad secara
luas, bagi umat Islam sebgai upaya perenungan kembali secara mendalam atas
doktrin keagamaan, teologi, ajaran moral, sosial, politik, ekonomi dan hukum
untuk bisa menempatkan Islam sebagai ajaran yang selalu aktual dan relevan
dengan zaman dan tempat dimana Islam hidup. Tetapi, tetap tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip dasar yang ingin dicapai Islam sejak pertama diturunkan.
Dewasa ini, Negara-negara Barat dengan mengusung globalisasi berusaha
mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat dunia, mulai dari kehidupan
politik, hukum, ekonomi, budaya, bahkan agama. Maka Islam sebagai agama
yang menyejarah berupaya merespon persoalan globalisasi dengan serius supaya
umat Islam tidak menjadi umat yang terbelakang. Sebagai agama yang sangat
besar, agama Islam membuka ruang interpretasi atas doktrin keagamaannya
(ijtihad) yang menyebabkan pandangan umat Islam menjadi beragam1.
Sebenarnya, dalam dunia Islam telah mengalami perdebatan-perdebatan
yang pararel, selama lebih dari dua abad yang lalu yang menjadikan umat Islam
berkelompok-kelompok dan tentunya dengan tradisi yang berbeda. Diantaranya
terdapat tiga tradisi interpretasi sosio-religius, tradisi ini saling melengkapi, dan
memberikan sudut pandang yang cukup signifikan bagi sejarah wacana Islam
masa kini. Ketiga tradisi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tradisi pertama adalah tradisi "Islam Adat" (Costommary Islam), yang
ditandai oleh kombinasi kebiasaan kedaerahan dan kebiasaan yang juga
dilakukan di seluruh dunia Islam. Seperti, tradisi penghormatan terhadap
tokoh-tokoh yang dianggap suci dimana sebagian umat Muslim merasa tidak
mengetahui pengetahuan dasar tentang Al-Qur'an. Di Indonesia tradisi-tradisi
seperti ini mencakup juga pertunjukan pertunjukan ritual keagamaan dan
kekuatan yang mengekspresikan tradisi-tradisi budaya-budaya daerah,2 suara
bedug di Islam Afrika Selatan, dan kepercayaan orang-orang Kurdi dan umat
Islam lainnya terhadap roh-roh, perayaan tahun baru Islam dan hari-hari besar
Islam lainnya di Iran. Tradisi-tradisi tersebut merepersentasikan mayoritas
terbesar umat Islam diberbagai tempat. Namun. Tradisi seperti yang telah
dikutip diatas tadi bukan merupakan sebuah fenomena pemersatu, karena
1
Dikutip dari http://www..Islamlib. com tentang Islam Liberal 02 Desember 2007
Cliford Geertz, Islam Observed: Religius Devlopment in Morocco and Indonesian
(Chicago: University of Chicago Press, 1968)
2
setiap wilayah daerah Islam memiliki budaya dan tradisi yang berbeda-beda
maka, tradisi adat semacam ini cenderung dijustifikasi pada tingkat lokal saja,
tidak pada tingkat global. berbeda dengan prilaku yang dibenarkan secara
global, seperti, kehati-hatian, kebijaksanaan, adil dan sebagainya.3
2. Tradisi kedua, dan alternatif
terpenting dari Islam adat, adalah "Islam
revivalis" juga bisa dikenal dengan Islamisme, fundamentalisme, atau
wahabisme. Tradisi ini menyerang interpretasi adat yang kurang memberi
perhatian terhadap inti doktrin Islam. Menghadapi penyimpangan lokal,
kelompok revivalis ini menginginkan penekanan yang paling penting kepada
kemurnian ajaran Islam tanpa ada campuran adat dan budaya lokal,
menghilangkan kurafat-kurafat yang berkembang pada masyarakat Islam.4
Kebangkitan prakti-praktik keagamaan pada priode awal Islam ditandai
dengan Gerakan Muhammad Ibnu Abdul Wahab pada abad ke18, gerakan ini
merupakan prototipe untuk semua gerakan yang bertujuan membersihkan
pusat-pusat strategis Islam adat, dan memberantas praktik yang tidak Islami
yang berkembang setelah Islam diwahyukan. Mengembalikan kemurnian
Islam dan ajaran-ajarannya sebagaimana masa Islam berjaya.5
3. Banyak analisis Islam terfokus pada dua kelompok diatas, Islam tradisional
dan Islam Revivalis, dan mengabaikan kelompok ketiga, yaitu "Islam Liberal"
3
Charlez Khurzman, Islam Liberal dan konteks keislmannya-Wacana Islam Liberal
:Pemikiriran Islam Tentang Isu-isu Global, (Jakarta: Paramadina, 2001) cet. II, hal. xv-xvii
4
Charlez Khurzman, Islam Liberal dan konteks keislmannya-Wacana Islam Liberal
:Pemikiriran Islam Tentang Isu-isu Global, (Jakarta: Paramadina, 2001) cet. II, hal xv-xvii
5
Greg, Barton, Gagasan Islam Liberal, (Jakarta: Paramadina, 1999),cet. 1, h. 20
(Liberal Islam), dimana kelompok ini mendefinisikan dirinya berbeda secara
kontras dengan Islam Adat dan kaum Revivalis yang menyerukan keutamaan
priode paling awal Islam, dan menegaskan ketidak absahan praktik-praktik
keagamaan masa kini. Tetapi, Islam liberal menghadirkan masa lalu untuk
kepentingan modernitas. Berbeda dengan revivalis yang menyebutkan bahwa
moderenitas dalam Islam adalah kembali kepada masa lalu, yang oleh kaum
Liberal disebut "keterbelakangan" (backwardness). Kaum Revivalis hanya
menghalangi dunia Islam untuk menikmati buah modernitas yaitu kemajuan
ekonomi, demokrasi, hak asasi manusia, hukum, dan sebagainya. Disamping
itu Islam Liberal berpendapat bahwa
jika difahami secara benar, Islam
Liberal adalah printis jalan bagi Liberalime barat.6
Ketiga bentuk pemahaman dalam Islam ini berupaya merespon globalisasi
dan kemoderenan supaya Islam tidak kehilangan identitasnya sebagai rahmatan
lil alamin. Dari ketiga model pemikiran Islam yang disebut diatas, pemikiran
Islam Liberal lebih berani memasuki area teologis yang oleh sebagian umat Islam
adalah hal yang masih dianggap tabu. Islam Liberal pun berani melakukan
penafsiran kontekstual atas doktrin sejarah dan ajara-ajaran Islam yang terkadang
terlihat aneh bagi sebagian muslim. Sering kali gagasan-gagasan yang di bawa
kelompok ini jauh berbeda dari pemikiran-pemikiran yang sudah sangat mengakar
dan di sakralkan oleh sebagaian umat Islam seperti tidak perlu menegakan syari'at
6
Charlez khurzman, Islam Liberal dan konteks keislmannya-Wacana Islam Liberal
:Pemikiriran Islam Tentang Isu-isu Global, (Jakarta: Paramadina, 2001) cet. II, hal. xv-xvii
Islan secara inplisit, pemikiran tentang kebebasan beragama, Islam Liberal
melakukan penafsiran liberal untuk memaknai pluralisme dan kebebasan
beragama. Berbagai ayat suci Al-Qur'an yang menjelaskan kebebasan beragama
dikaji secara mendalam, semua itu dilakukan sebagai upaya untuk melahirkan
konsep kesetaraan antar pemeluk agama untuk mewujudkan keadilan sebagai
salah satu nilai universal yang diajarkan Islam. Karena Islam adalah agama yang
relevan untuk zaman manapun.
Panadangan pluralisme agama dan kebebasan beragama ini yang menjadi
topik hangat yang dibicarakan sebab menyangkut wilayah yang cukup
fundamental bagi kalangan umat Islam secara umum. Dengan konsep Tauhid, dan
konsep Syari'ah yang liberal, identitas muslim dan keselamatan yang ditawarkan
Islam Liberal sangat terbuka, wajar jika kemudian muncul pro dan kontra di
kalangan umat Islam secara umum. karena pandangan Islam secara umum bahwa
orang yang murtad hukumannya adalah hukuman mati.7
Islam Liberal melihat bahwa semua agama itu setara. Sebuah agama,
selama mempunyai konsep ketuhanan, mengajarkan kebaikan dan percaya pada
hari akhir. Maka, tidak bisa dikatakan salah atau sesat. Jadi, menurut mereka
bahwa agama yang telah memenuhi tiga kriteria tadi akan membawa penganutnya
pada keselamatan.
7
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, Fiqih Jinayah, ( Bandung: CV Pustaka Setia,
2000), cet. 1, h. 103
Terdapat dua pandangan masyarakat muslim tentang hal ini, yaitu sebagai
berikut:
a. Bagi kalangan Muslim inklusif pemikiran seperti ini memberikan jalan keluar
terhadap problem diskriminasi atas eksistensi non Muslim dan sebagai teologi
baru dan menyelesaikan konflik dan ketegangan antara pemeluk agama
b. Kalangan Muslim ekslusif melihat gagasan ini sebagai upaya untuk
mengacaukan tauhid, mengaburkan identitas muslim dan menggugat otoritas
fiqih.
Dalam hal ini kelompok Islam Liberal memiliki pandangan fiqih yang
berbeda dengan pandangan yang selama ini berkembang dalam tradisi fiqih Islam
secara umum.
Menurut hukum Islam secara umum, seseorang yang keluar dari agama
Islam tanpa paksaan kepada kekafiran dengan menyatakan atau melakukan
sesuatu yang menyebabkan seseorang itu kafir, umpamanya mengingkari adanya
Tuhan, mendustakan Rasulullah dan lain-lain, maka orang tersebut telah
melakukan tindak pidana murtad dan hukumannya adalah hukuman mati 8.
Jika pandangan Islam Liberal tentang kebebasan beragama artinya tidak
ada paksaan untuk memeluk agama, maka apakah pandangan ini akan
mendekonstruksi hukum bagi pelaku murtad yang selama ini menjadi kajian
8
Hasanudin, Murtad persepektif Islam Pidana Islam di Indonesia peluang, prospek, dan
tantanga. (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), cet. 1, h. 64
dalam fiqih jinayah dan bagaimana respon para pemikir hukum Islam mengenai
hal ini secara umum.
Maka dari itu, sebagai mahasiswa fakultas Syari'ah penulis merasa
berkepentingan untuk membahas persoalan ini, dan dari itu menjadi alasan bagi
penulis untuk untuk memberi judul "Pemikiran Islam Liberal Terhadap
Tindak Pidana Murtad" dalam sebuah sekripsi yang menjadi tugas akhir dari
jenjang S1 yang ditempuh penulis.
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
sebelum beranjak lebih jauh penulis mencoba mengidentifikasi
permasalah-permasalahan yang akan muncul pada kajian ini secara luas. Yang
menjadi objek kajian skripsi ini adalah Islam Liberal dan Hukum Islam secara
umum, akan banyak sekali masalah menyangkut Islam Liberal dan hukum Islam
secara umum, diantaranya sebagai berikut:
a. Bagaimana konsep hak asasi manusia menurut Islam Liberal dan hukum Islam
secara umum?
b. Bagaimana menurut Islam Liberal tentang demokrasi?
c. Apakah kaum Islam Liberal dihukumi murtad oleh hukum Islam secara
umum?
d. Apa yang dimaksud dengan murtad menurut faham Liberal?
e. Bagaimana konsep kebebasan beragama dalam Islam Liberal?
f. Bagaimana pemikiran Islam tentang murtad?
g. Bagaimana hukum Islam secara umum memandang pluralisme?
h. Bagaimana pandangan Islam Liberal tentang komunisme dan ateisme?
Untuk memudahkan pembuatan skripsi ini, penulis mengidentifikasi
hanya pada masalah-masalah yang berkaitan dengan pembahasan skripsi ini, yaitu
sebagai berikut:
a. Bagaimana pemikiran Islam Liberal tehadap murtad?
b. Apa yang dimaksud murtad murtad menurut Islam Liberal?
Agar jangkauan pembuatan sekripsi ini lebih terarah, maka penulis akan
membatasi masalah pada :
1. Islam Liberal, dibatasi pada tema konsep kebebasan beragama, dan
pandangannya terhadap murtad
2. Hukum Islam secara umum dibatasi hanya pada kajian tindak pidana murtad
dan hukumannya.
Maka kemudian, untuk memperjelas masalah yang akan dibahas
penulis merumuskan masalah-masalah tersebut sebagai berikut :
1. Bagaimana pandangan hukum Islam secara umum terhadap konsep kebebasan
beragama dikaitkan dengan tindak pidana murtad?
2. Bagaimana pandangan Islam Liberal tentang murtad?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Dalam penulisan ini ada dua signifikansi yang akan di capai, yaitu sebagai
berikut:
a. Untuk mengetahui bagaimana pemikiran Islam Liberal tentang murtad
b. Untuk menambah wawasan keilmuan.
c. Sebagai syarat untuk memenuhi gelar sarjana di Fakultas Syari'ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sedangkan manfaat penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Menambah kasanah keilmuan hukum Islam.
b. Diharapkan menjadi alternatif lain untuk menyelesaikan konflik antar agama,
karena
ketika
konsep
teologisnya
yang
keliru,
maka
dalam
mengaplikasikannya pun akan salah.
c. Untuk menegaskan kembali bahwa betapa luasnya ilmu Allah Swt.
D. Tinjauan Pustaka
Sepanjang pengetahuan penulis, ada beberapa individu yang telah
melakukan kajian dan penelitian terhadap pemikiran-pemikiran Islam Liberal,
dari sejumlah tulisan yang ada itu, penulis belum mendapatkan satu karya pun
yang membahas secara khusus tentang konsep kebebasan beragama yang
dikaitkan pada murtad persepektif hukum Islam pada umumnya.
Salah satu dari mereka yang menelaah pemikiran Islam Liberal ialah
skripsi milik Muhammad Ismail di Fakultas Syari'ah dan Hukum, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang berjudul Pemikiran Islam Liberal Tentang pluralisme
Agama dan Implikasinya terhadap Pernikahan Beda agama. Skripsi ini
mengemukakan hanya pada pemikiran pluralisme dalam Islam Liberal yang akan
berpengaruh pada kebolehannya nikah beda agama di Indonesia, yang notabennya
undang-undang di Indonesia tidak memperbolehkan pernikahan beda agama.
Masih dalam pemikiran Islam Liberal salah satu skripsi milik
Hasanudin mahasiswa syiasah syari'ah di UIN Syarif Hidayatullah yaitu tentang
penafsiran Islam Liberal terhadap ayat-ayat politik, skripsi ini coba menjelaskan
bagaiman Islam Liberal memandang satu kekuasaan dalam Islam.
Jadi sejauh pengamatan penulis sejauh ini, sampai saat ini belum ada
satu tulisan yang membahas tentang konsep kebebasan beragama Islam Liberal
yang dikaitkan dengan tindak pidana murtad.
E. Metode Penelitian
1. Metode dan Jenis Data
Metode yang digunakan penulis pada dasarnya metode deskriptif dalam
hal pengungkapan secara jelas masalah-masalah yang akan dibahas. Yang mana
metode deskriptif ini bertujuan untuk menjelaskan secara sistematis fakta tertentu
secara faktual dan cermat. Metode deskirptif adalah menjelaskan secara cermat
sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala kelompok tertentu atau untuk
menentukn suatu frekuensi atau juga penyebab suatu gejala, frekuensi yang
berhubungan tertentu suatu gejala dengan gejala yang lain dalam suatu
masyarakat. Dalam hal ini penulis mencoba menjelaskan secara cermat pemikiran
Islam Liberal tentang kebebasan beragama yang dihubungkan dengan kemurtadan
yang telah menjadi kajian dalam fiqih Islam secara umum.
Adapun jenis data yang dikumpulkan adalah data yang bersifat kualitatif
yaitu berupa kata-kata atau ungkapan, norma-norma atau aturan dari objek
fenomena yang akan diteliti. Yaitu Al-Qur’an, kitab-kitab Hadis, kitab fiqih
empat mazhab, buku-buku Islam Liberal, Undang-undang dan lain sebagainya.
Oleh karena itu penulis berupaya untuk mengupas secara cermat dan ilmiah
mengenai pemikiran Islam Liberal tentang kebebasan beragama yang di
hubungkan dengan tindak pidana Murtad menurut hukum Islam secara umum.
2. Sumber Data
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Sumber data primer, yaitu sumber data pokok yang akan memaparkan
masalah yang akan dikaji, sumber data ini dihasilkan dengan cara wawancara
secara langsung pada objek kajian, yaitu wawancara pribadi penulis dengan
ibu Novirianti dan Ulil Abasr Abdalah mereka adalah salah satu koordinator
Jaringan Islam Liberal (JIL) Indonesia, dan kajian terhadap buku-buku yang
relevan dengan masalah yang akan diangkat, seperti buku-buku atau artikel
tentang pemikiran Islam Liberal, kitab-kitab fiqih, dan lain sebagainya.
b. Sumber data skunder, yaitu data yang dihasilkan dari kajian literatur seperti
dari Al-Qur'an, Al-Hadits, kamus bahasa Arab dan Inggris, KUHP, artikelartikel yang relevan dengan objek kajian dan lain sebagainya.
3. Teknik Analisi Data
Ada pun teknik analisi data yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah teknik analisis domain yaitu mencoba menggambarkan objek penelitian
pada tingkat permukaan. Jadi dalam penelitian ini hanya bersifat Analisis
deskrptif,
artinya,
analisis
hasil
penelitian
hanya
ditargetkan
untuk
mendeskripsikan objek, hanya penelitian secara global tanpa menyelam lebih
dalam dan terperinci pada objek kajian.
Alasan mengapa penulis menggunakan metode analisis ini adalah karena
metode ini relevan dengan objek kajian yang akan diteliti dan akan lebih
memudahkan penulis, yaitu menggambarkan secara umum mengenai pemikiran
kebebasan beragama Islam Liberal dan pengaruhnya terhadap tindak pidana
murtad.
Mengenai teknik penulisan, metode penelitian penulis berpedoman pada
buku "Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari'ah dan Hukum", terbitan
Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta 2008.
F. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini akan disusun dalam beberapa bab. Tiap-tiap bab
terdiri dari beberapa sub-bab sesuai dengan kebutuhan kajian yang akan
dilakukan. Yakni sebagai berikut:
PENDAHULUAN. Mencakup latar belakang masalah, yaitu hal-hal
BAB I
apa saja yang melatar belakangi permasalahan yang dibahas, identifikasi,
pembatasan, perumusan masalah, yaitu mengidentifikasi masalah yang dibahas
agar tidak melebar pemaparannya, tujuan penulisan, yaitu menjelaskan tujuan
mengangkat permasalahan Pemikiran Islam Liberal Terhadap Murtad, metode
penelitian dan sistematika penulisan, dalam suatu penelitian harus adanya metode
penelitian agar penelitian tersebut dapat terarah dan sistematik.
BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG ISLAM LIBERAL. Bab ini
berawal membahas tentang apa itu Islam Liberal, diteruskan dengan membahas
Akar Islam Liberal, dari mana kelompok ini lahir dan apa yang melatar belakangi
kemunculannya,
Macam-macam Islam Liberal, Pemikiran-pemikirannya, dan
diakhiri dengan Peta pemikiran Islam Liberal.
BAB III MURTAD MENURUT HUKUM ISLAM SECARA UMUM. Bab
tiga ini Terdiri dari: Definisi Murtad, konsep kebebasan menurut Islam, sanksi
hukum bagi pelaku murtad dan anjuran bertaubat sebelum di hukum mati,
menyangkut hukuman pokok dan tambahan, dan yang terakhir perbedaan
pendapat ulama mazhab fikih tentang kemurtadan dan syarat-syarat hukuman
mati bagi pelaku murtad.
BAB
IV
KORELASI
PEMIKIRAN
KEBEBASAN
BERAGAMA
TERHADAP KEMURTADAN. Bab ini dimulai dari menjelaskan
Konsep
Kebebasan beragama Islam Liberal, Pandangan Kaum Islam Liberal Terhadap
orang yang murtad dan yang terakhir membahas tentang Implikasi Pemikiran
Kebebasan Beragama Terhadap Kemurtadan secara umum, bagaimana Negaranegara Islam merespon atas problematika kemurtadan. Dan penulis berupaya
menganalisis terhadap dua pemikiran Islam tentang Murtad.
BAB V PENUTUP, Bab ini merupakan sebuah Kesimpulan dari bab-bab
sebelumnya atau konklusi dari penelitian tentang pemikiran Islam Liberal
"kebebasan beragama" dan implikasinya terhadap konsep tindak pidana murtad
secara umum dan bab terakhir ini pun berisi Saran-saran penulis, dengan apa
yang telah penulis simpulkan.
BAB II
GAMBARAN UMUM ISLAM LIBERAL
A. Pengertian
Istilah Islam Liberal secara eksplisit muncul dalam karya Greg Barton
yang dterbitkan oleh Paramadina pada tahun 1999, dan setelah itu muncul buku
Charles Khuzman, yang diterbitkan oleh Paramadina pada tahun 2001, yang
berjudul "Wacana Islam Liberal: Pemikiran Islam Kontemporer tentang Isu-isu
Global, isu Islam Liberal kian marak, termasuk kontroversinya. Kontroversi yang
keras dipuncaki dengan fatwa hukuman mati terhadap kaum Islam Liberal oleh
beberapa ulama yang menganggap sesat terhadap ajaran dan pemikiran Islam
Liberal dan setelah itu juga muncul buku-buku yang mendukung dan mengkritik
Islam Liberal9
Terdapat beberapa terminologi yang menjelaskan tentang Islam Liberal.
Charles Khurzman dalam pengantar editorialnya dalam buku "Liberal Islam: A
Sourcebook" menjelaskan bahwa Islam Liberal merupakan sebuah penafsiran
9
Buku-buku yang mendukung diantaranya : buku yang disunting oleh Luthfi Asaukani
dengan judul Wajah Islam Liberal di Indonesia, dan disertasi abd A'la, MA, dengan judul Dari
Neo Moderenisme ke Islam Liberal, Jejak Fazlurahman dalam Wacana Islam Liberal. Sementara
buku-buku yang mengkritik adalah : Buku Hartono Ahmad Jaiz yang berjudul Bahaya Islam
Liberal dan juga buku Aliran dan Faham Sesat di Indonesia. Dan buku Adian Husaini yang
berjudul: Penyesatan Opini dalam Islam Liberal : sejarah, konsepsi, penyimpangan. Dan
jawabannya.
progresif terhadap teks Islam yang secara otentik berangkat dari kasanah tradisi
awal Islam untuk berdialog agar dapat menikmati kemajuan moderenitas, seperti
kemajuan ekonomi, demokrasi, hak-hak asasi manusia, dan lain lainya.
Pandangan ini mempercayai bahwa Islam apabila secara otentik sejalan dengan
Liberalisme bahkan printis bagi Liberalisme barat.10
Berbeda dengan terminologi yang disebut diatas Leonard Binder
memahami bahwa terminologi Islam Liberal berbeda dengan terminologi Islam
Tradisionalis. Dalam penelitiannya, Islam Tradisional menjadikan bahasa AlQur'an sebagai basis pengetahuan yang absolut tentang dunia, sedangkan Islam
Liberal memahami bahwa wahyu berkoordinasi dengan esensi dari wahyu, namun
isi dari wahyu tidak bersifat harfiah verbal. Mengingat kata-kata dari Al-Qur'an
tidak mencakup dari seluruh pemahman makna tentang wahyu Tuhan, sehingga
perlu upaya untuk memahami apa yang disajikan dan menjadi dasar dalam bahasa
Al-Qur'an, melampauinya, mencari apa yang direpersentasikan dan ditampakan
oleh bahasa wahyu, tetapi tetap tidak bertentangan dengan semangat dasar Islam
itu sendiri.11
Diskursus rasional yang radikal dalam Islam yang disebut dengan wacana
Islam Liberal berupaya untuk membawa pada level praksis penafsiran terhadap
10
Charlez Khurzman (ed), Wacana Islam Liberal : pemikiran Islam kontemorer tentang
Isu-isu Global, Penerjemah, Bahrul Ulum, et, al,. (Jakarta:Paramadina, 2001), cet. 1, h. xxxiixxxiii.
11
Leonard Binder, Islam Liberal, Kritik Terhadap Ideologi Pembangunan, Penerjemah,
Imam Mutaqien: dari buku yang berjudul: Islam Liberalism: a Critique of Development Ideologies
(Jakarta: Pustaka Pelajar, 2001), cet. 1, h. 36.
Islam secara integral berhubungan dengan esensi wahyu, konteks historis, ruang
dan waktu berdasarkan atas penafsiran yang bersifat liberalitatif dan rasionalistik
untuk mencapai dialog bagi pencarian terhadap kebenaran Al-Qur'an.12
Lutfy Asyaukani mengatakan:
Bahwa Islam Liberal adalah perlawanan atau pemberontakan, dan atau Islam
yang bebas dari otoritas masa silam dan bebas menafsirkan secara kritis atas
otoritas tersebut.13
Menurut Ulil Abasr Abdalah beliau adalah salah satu pendiri Jaringan Islam
Liberal di Indonesia. Ia mengatakan bahwa:
Dengan membubuhkan kata "Liberal" pada "Islam", sesungguhnya ia hendak
menegaskan kembali dimensi kebebasan Islam yang jangkarnya adalah "niat"
atau dorongan-dorongan emotif-subyektif dalam manusia itu sendiri.14
Sebaiknya dan seharusnya kata "Liberal" dipahami dengan objektif dan
tidak ada sangkut pautnya dengan kebebasan tanpa batas, dengan sifat-sifat
permisif yang melawan kecendrungan "intrinsik" (hakiki) dalam akal manusia itu
sendiri. Dengan menekankan kembali kebebasan manusia, dan menempatkan
manusia pada fokus penghayatan keagamaan, maka sesungguhnya itu semua telah
menghidupkan kembali integritas wahyu dan Islam itu sendiri.
Mohammad Nasih berpendapat bahwa Islam Liberal merupakan suatu
bentuk penafsiran baru terhadap agama Islam dan keterbukaan pintu ijtihad pada
12
Leonard Binder, Islam Liberal-kritik terhadap ideologi pembangnan , penerjemah
Imam Mutaqien: dari buku: Islam Liberalism: a Critique of Development Ideologies (Jakarta:
Pustaka Pelajar, 2001), cet ke-1, h. 5-6.
13
http://www.islamlib.com, tentang Islam Liberal, 16 oktober 2007
14
Hasil wawancara langsung dengan Ulil Absahar Abdalah, 20 September 2007
semua bidang juga penekanan pada semangat penafsiran kontekstual, bukan pada
makna literal teks, kebenaran yang relatif, terbuka, pluralistik, dan keberpihakan
pada minoritas dan tertindas.15 Jadi Islam Liberal menurut Mohammad Nasih
suatu bentuk ijtihad yang kaya akan ijtihad, penyelaman kembali pada bunyi teks
Al-Quran dan hadis, yang pada kenyataannya Islam adalah agama bagi seluruh
alam, agama penyelamat manusia. Bukan hanya diperuntukan untuk kaum Islam
saja, tetapi untuk semua manusia didunia ini.
B. Akar Islam Liberal
Islam liberal hadir diantara kaum revivalis dibawah komando Abdullah
bin Wahab, dan kaum Islam Tradisionalis pada abad ke 18, masa ini adalah masa
yang subur bagi perdebatan Islam. Secara politis saat itu kerajaan Islam dilembah
sungai Meditrania (Kerajaan Turki Usmani), Asia Barat-Daya (Dinasti Safawi),
dan Asia Selatan (Dinasti Mongol), berada pada masa kerutuhan secara teragis,
pada saat itu pula Islam mengalami kemenangan berkelanjutan diwilayah Afrika
Barat, dan Asia Tenggara diwilayah Timur. Secara teologis, pengalihan
pengetahuan ilmiah mengalami percepatan, dan melahirkan suatu komunikasi
ulama internasional, baik yang belajar dipusat-pusat pengajaran di Arabia ataupun
yang dibawah bimbingan seseorang yang telah belajar disana.
15
Mohammad Nasih, Memahami Konsep Islam Liberal, http://www.islamlib.com, 16
Oktober 2007
Dari sinilah bibit Islam Liberal lahir melalui pintu seorang revivalis yaitu
Syeh Waliyullah yang pemikirannya cukup maju dibandingkan dengan tokoh
revivalis lainnya, dia memberikan tanggapan yang lebih humanistik terhadap
tradisi Islam adat. Beliau menunjukan dukungannya terhadap revivlaisme yang
dikumandangkan kemudian oleh kaum Liberal belakangan sebagai "nenek
moyang" intelektual Islam Liberal.
Perkembangan yang sama dialami oleh Islam Syi'ah, dimana Aqa
Muhammad Baqir Bihbihani (Iran, 1790) memainkan peran yang sama seperti
Waliyullah, Bihbihani juga menganut sikap yang terbuka yang kemudian dikenal
dengan mazhab usul'i, ia menekankan pentingnya ijtihad, seperti juga Waliyullah,
Bihbihani juga menggabungkan konsep taklid yang konservatif dengan konsep
ijtihad yang liberal dengan cara membatasi praktik-praktik ijtihad hanya pada
ulama yang berkemampuan untuk itu. Tetapi pandangan seperti ini akan
berkembang menjadi pandangan bahwa setiap zaman harus mematuhi seorang
ulama saja (Marja'i Taklid).16
Akan tetapi, baru pada abad ke-19 Islam Liberal mulai membedakan
dirinya secara lebih jelas dari revivalisme, baik secara intelektual maupun
institusional. Pada tataran intelektual Islam Liberal mulai memisahkan ijtihad dari
taklid, akal dari otoritas. Taklid menjadi tema yang tidak populer bagi kaum Islam
Liberal pada awal abad ke-20, dan pada abad inilah kaum Islam Liberal mencapai
puncak kekuasaannya. Reformasi Liberal di mulai oleh printah raja-raja yang
16
http://www.islamlib.com, tentang Islam Liberal, 16 oktober 2007
berpandangan modern, seperti Raja Mahmet di Mesir, Mahmud II di kerajaan
Utsmani, Ahmad Bey di Tunisia, dan reformasi berlanjut oleh perdana menteri
diberbagai daerah seperti Perdana Menteri Amir Kabir di Persia, Mithat di
Kerajaan Utsmani, dan Khairudin di Tunisia. Ia yang memperkenalkan reformasi
dibidang pendidikan dan politik yang liberal, tetapi hanya bertahan beberapa
tahun saja. Akan tetapi pada abad ke-20 Islam Liberal mencapai kesuksesan yang
cukup signifikan. Di wilayah-wilayah yang terjajah, komunitas muslim kemudian
direfersentasikan oleh organisasi liberal seperti Itifaq Almuslimin di Rusia, dan
pendirian Ali garh di India, sedangkan ditanah-tanah yang merdeka kaum liberal
memproleh kekuasaan Negara melalui revolusi konstitutional di Iran tahun 1906,
dan kerajaan Utsmani tahun 1908. diantara pendukung utama gerakan revolusi
konstitutional adalah Sayyid Muhammad Tabataba'I di Iran tahun 1843-1921,
Sayid Abdullah Behbehani di Iran Tahun 1846-1910. dan para ulama yang turut
dalam mobilitas revulusioner yang penting bagi pemerintahan parlementer.17
Di tempat lain kaum revivalis menuduh kaum Islam Liberal sebagai
golongan yang ingkar terhadap agama Islam (murtad), sebagaimana terlihat
dalam ucapan pemimpin Islam Rusia yang menyebutkan
"Siapapun yang mempercayai Tuhan dan Muhammad mestilah ia musuh
kelompok moderenis, syari'ah menuntut mereka dengan hukuman mati".
Tuduhan-tuduhan seperti itu memang tidak bisa dihindarkan, karena
upaya-upaya kaum liberal yang belajar tentang dan dari orang Barat membuat
17
Janet Afary, The Iranian Constitutional Revolution, 1906-1911 (new york: Columbia
University perss, 1996).cet. 1 h. 145
mereka dituduh tidak otentik dan mengkhianati tradisi kultural mereka sendiri.
Menurut Fazlur Rahman:18
"kaum moderenis memunculkan kecurigaan bahkan menyangkut loyalitas mereka
terhadap Islam, dan mereka dituding sebagai revleksi barat yang lemah dengan
mengorbankan Islam dialtarnya.”
Memang ironis bahwa Islam Liberal dituduh sebagai sekularisme, karena
sekularisme bertanggung jawab seluruhnya atas penyusutan dunia Islam, dimulai
pada tahun 1920, sejumlah besar kaum muslim terpelajar yang dulunya menganut
Islam
Liberal
beralih
pada
ideologi-ideologi
sekular,
seperti
Ideologi
Nasionalisme dan Sosialisme. Pada saat inilah kelompok Islam liberal mulai
menyusut meskipun banyak upaya yang telah dilakukan untuk mencegah keadaan
seperti ini.
Namun sejak tahun 1970-an, Islam liberal memperoleh popularitas baru,
mungkin waktunya bertepatan dengan kaum revivalisme juga memperoleh
banyak penganut. Maka kedua tradisi itu berbenturan dalam banyak kesempatan,
biasanya dalam perdebatan intelektual yang berlangsung keras. Tetapi optimisme
kaum Islam Liberal makin meningkat karena meningkatnya taraf pendidikan
dalam dunia Islam, literatur telah memungkinkan umat Islam untuk membaca AlQuran dan sumber-sumber lainya yang mendukung pemikiran liberal, dari pada
harus tergantung pada ulama dan karena mazhab-mazhab telah kehilangan
monopolinya terhadap dunia pendidikan dengan meningkatnya jumlah muslim
18
Charlez Khurzman (Ed), Wacana Islam Liberal: Pemikiran Islam Kontemporer
tehadap Isu-isu Global. (Jakarta: Paramadina, 2001). Cet, 1 h.xxv-xxvi.
yang yang menerapkan pendidikan non-agama untuk meningkatkan pendekatanpendekatan baru terhadap Islam. Dan penyebab optimisme Islam Liberal juga
adalah kemunculan infrastuktur organisasi bagi Islam Liberal.19
Hamid Basyaid salah seorang tokoh pendiri Jaringan Islam Liberal (JIL)
di Indonesia menyebutkan:
“Bahwa, akar Islam Liberal dapat kita temukan pada diri Umar bin Khattab,
kaum Mu'tazilah, bahkan Nabi Muhammad Saw pun merupakan sosok yang
liberal.”
Karena banyak sekali contoh-contoh bagaimana Umar Bin Khattab berijtihad,
bagaimana pemikiran liberalnya kaum Mu’tazilah. sebenarnya benih Islam
Liberal terdapat pada Islam itu sendiri, bahwa Islam adalah agama yang liberal
yaitu agama yang membebaskan kaumnya untuk memilih, bersikap, yang bebas,
sebab semua akan dipertanggungjawabkan dihari akhir.20
C. Bentuk-bentuk Islam Liberal
Islam Liberal berjalan dalam dua konteks intelektual, yaitu Islam dan
Barat. Banyak literatur akademis tentang Islam Liberal dengan mengambil
pendekatan, pertama: seberapa liberalkah kaum Liberal Islam? apakah varianvarian Islam liberal sesuai dengan standar liberalisme Barat? Analisis Leonard
Binder dalam bukunya Islamic Liberalism, menggunakan pendekatan ini secara
luas dengan mempertimbangkan unsur-unsur para penulis Mesir
19
terkemuka
www.islamlib.com, tentang sejarah Islam Liberal, 25 Oktober 2007.
Luthfi Asyaukani, (Ed). Wajah-wajah Islam Liberal di Indonesia, (Jakarat, Teater
Utan Kayu, 2002), cet ke-1, h 162-164.
20
dalam menghadapi tradisi-tradisi barat, dan analisis ini sebaliknya menguji
pemikiran Muslim Liberal dipandang dari sudut tradisi Islam.
Dengan menggunakan pendekatan-pendekatan diatas sebagai konteks,
Islam Liberal dapat diidentifikasi pada tiga bentuk (modus) utama Islam Liberal,
hal ini melibatkan liberalisme dan sumber-sumber utama Islam, Al-Qur'an dan
Sunnah, yang secara bersamaan menetapkan hukum Islam (Syari'ah).
1. Bentuk pertama, menggunakan posisi atau sikap liberal sebagai sesuatu yang
secara eksplisit didukung oleh Syari'ah, bentuk ini menyatakan bahwa
Syari'ah itu bersifat liberal pada dirinya sendiri jika difahami secara tepat.
Sebagai contoh adalah Piagam Madina, dimana Rasulullah menjamin hak-hak
non-Muslim untuk hidup dibawah pemerintahan Muslim. 21
2. Menyatakan bahwa kaum Muslim bebas mengadopsi sikap liberal dalam halhal yang oleh Syari'ah dibiarkan terbuka untuk difahami oleh akal budi dan
kecerdasan manusia, bentuk argumentasi Islam Liberal yang kedua ini
berpandangan bahwa Syari'ah tidak memberi jawaban jelas terhadap satu
persoalan seperti tidak adanya perintah dalam Al-Qur'an ataupun Sunnah
untuk memberlakukan bentuk pemerintahan tertentu, hal ini mengisyaratkan
bahwa Syari'ah memberikan peluang pada akal budi manusia dan kecerdasan
pemikiranya untuk menentukan mana yang terbaik dan yang maslahat. Dalam
hal ini, Al-Qur'an dan hadis memang tidak secara konkrit, menjelaskan
21
Charlez Khurzman (Ed), Wacana Islam Liberal: Pemikiran Islam Kontemporer
tehadap Isu-isu Global. (Jakarta, Paramadina, 2001). Cet, 1 h.xxvii-xxviii.
tentang bentuk Negara. Tetapi, garis besarnya Al-Qur'an telah memaparkan
tentang tata Negara ini. Karena semua persoalan yang ada didunia ini,
jawabannya terdapat dalam sumber dasar Islam.
3. Memberikan kesan bahwa Syari'ah, yang bersifat Ilahiyah, di tujukan bagi
berbagai penafsiran manusia yang sangat beragam. Bentuk Islam Liberal ini
memandang bahwa Syari'ah ditengahi oleh penafsiran manusia yang memang
rentan pada perpecahan dan menimbulkan konflik, namun, menurut kaum
liberal banyak dasar hukum yang menyatakan tentang perbedaan pendapat
seperti hadis Rasulullah Saw. "Perbedaan-perbedaan pendapat dikalangan
umatku yang terpelajar adalah rahmat". Oleh karena itu tafsirkanlah menurut
kemungkinan cara yang terbaik".22
Tiga bentuk ini disebut juga, syari'ah Liberal, Syari'ah yang diam, dan
Syari'ah yang ditafsirkan.23 Dari ketiga bentuk liberal dalam Islam ini bentuk
Syari’ah Islam yang ditafsirkan inilah yang rentan akan perpecahan, walaupun
Rasulullah telah menyatakan bahwa perbedaan adalah rahmat tetapi disisi lain
perbedaan pendapat juga akan menimbulkan perpecahan dalam umat Islam.
Sebab tidak semua umat Islam faham dan mengerti akan keIslamannya.
22
Mahmoud Ayoub, the Al-Qur'an and it's Interpreters, Volume 1 (Albany: State
University Of New York Press, 1998), h. 23
23
Charlez Khurzman (ed), Wacana Islam Liberal : pemikiran Islam kontemorer tentang
Isu-isu Global, Penerjemah, Bahrul Ulum, et, al,. (Jakarta:Paramadina, 2001), cet ke -1, h. xxxiixxxiii
D. Tema-tema Pemikiran Islam Liberal
1. Menentang Teokrasi
Kaum Muslim Liberal sangat keberatan dengan pemberlakuan Syari'at
Islam, karena beberapa alasan, argumen traditional yang diplopori oleh Ali Abdul
al-Raziq dengan menerapkan bentuk silent shari'a: wahyu ilahi menyerahkan
bentuk pemerintahan pada konstruksi pemikiran manusia. Nabi Muhammad
merupakan pimpinan pemerintahan, sekligus pemimpin agama, tetapi tidak
membangun prinsip-prinsip tertentu bagi pemerintahan selanjutnya. Sebagaimana
yang diungkapkan oleh Ibnu Khaldun Society: "karena Al-Qur'an lebih
menekankan pada penciptaan masyarakat yang adil ketimbang ideologi Negara,
bentuk Negara yang dipilih bukanlah sesuatu yang diamanatkan". Menurut Islam
Liberal bahwa, kaum Muslim seharusnya memandang Al-Qur'an sebagai sebuah
bangunan moral yang besar ketimbang sebuah kitab hukum, dengan demikian
Negara Muslim sesungguhnya Negara Sekular, dengan ketentuan bahwa istilah
Negara sekular tidak difahami dengan pengertian yang negatif, karena demikian
dapat melindungi agama dari manipulasi politik oleh kekuasaan negara.24
Keberatan lain dengan teokrasi tertuju pada pengaruh pada kekuatan
politik yang bersifat merusak bagi mereka yang memerintah atas nama Tuhan,
seperti yang diungkapkan oleh Taleqani seorang pemimpin revolusi Iran
mengatakan bahwa "larangan-larangan kepolisian yang dibebankan pada rakyat
24
Charlez Khurzman (ed), Wacana Islam Liberal : pemikiran Islam kontemorer tentang
Isu-isu Global, Penerjemah, Bahrul Ulum, et, al,. (Jakarta:Paramadina, 2001), cet ke -1, h. xIiv
atas nama agama adalah suatu yang menakutkan". Sama halnya dengan pendapat
matori Abdul Jalil seorang tokoh politik Islam Indonesia mengatakan bahwa
"kapanpun manusia bertindak sebagai wakil Tuhan, disitu tidak akan ada
demokrasi dan teokrasi akan merusaknya, sekelompok orang telah mengatakan
sudah mendapat legitimasi Tuhan untuk memerintah, maka mereka akan
menggunakan Tuhan sebagai alat untuk melawan kelompok lainnya, dan pada
dasarnya hal ini jauh dari kemaslahatan."25
Keberatan lain menegaskan bahwa tuntutan hukum Syari'ah mengalihkan
perhatian kaum Muslim dari isu-isu yang substantif, dan Keberatan terakhir kaum
Islam Liberal terhadap keberlakuan Syari'at Islam adalah bahwa orang-orang
yang ingin memberlakukan syari'at Islam pada dasarnya salah dalam memahami
status Syari'ah. Karena menurut Islam Liberal keberlakuan Syari'at Islam selalu
didukung oleh pemerintahan Teokrasi.26
2. Demokrasi
Tema kedua Demokrasi, secara luas diperdebatkan dalam model "liberal
sharia", dengan penekanan pada konsep musyawarah, yang dipakai untuk
memberikan kesempatan atau menuntut pernyataan kehendak umum dalam
masalah-masalah kenegaraan. Demokrasi tidak hanya dibatasi dengan bentuk-
25
Pengantar ini ditulis, charles khurzman pada tahun 1998, dimana Matori Abdul Jalil
masih menjadi pemimpin Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Pasca reformasi di Indonesia.
26
Artikel Muhammad Sa'id al-Ashmawi. Islam and the political order, disunting oleh
George F. McLean, D.C:Council for Research in Values Philosophy, 1993, h 95-110. Diterbitkan
pertama kali dengan judul Al-Islam as-I-siyasi (Politik Islam)di Mesir tahun 1997.
bentuk institusional khusus yang telah dipakai oleh Amerika Serikat atau ditempat
lain.
Pendekatan mengenai demokrasi adalah sebuah versi "silent shair'a" yang
pragmatis, sebagaimana dicontohkan Muhammad Natsir di Indonesia, (19081993), dan Dimasancay A. Pundato (Pilipina, 1947). Semuanya mengutip AlQur'an, tetapi argumen utama mereka adalah pentingnya demokrasi dalam
kondisi-kondisi nasional tertentu. Bagi Natsir prasyarat itu adalah pembentukan
republik Indonesia karena melihat keberagaman daerah suku, budaya bekas
jajahan Belanda itu. Pundato melihat koalisi-koalisi demokratis dan oarng-orang
Kristen sebagai cara terbaik untuk mengawal hak-hak minoritas muslim di
kepulauan Philipina.27
Pendekatan terakhir Islam Liberal terhadap demokrasi adalah melibatkan
bentuk "interpreted shari'a", Zaky Ahmad misalnya mengidentifikasi empat
macam tradisi pluralisme didalam Islam, pertama peraktik dari generasi Islam
paling awal, perdebatan para cendikiawan selama beberapa abad tentang
yurisprudensi Islam, ajaran-ajaran kebebasan dalam Syari'ah, dan seruan
pragmatis untuk hidup berdamai dan berdampingan dengan non muslim dalam
masyarakat plural.28.
27
Charlez Khurzman (ed), Wacana Islam Liberal : pemikiran Islam kontemorer tentang
Isu-isu Global, Penerjemah, Bahrul Ulum, et, al,. (Jakarta:Paramadina, 2001), cet ke -1, h. xIv
28
Charlez Khurzman (ed), Wacana Islam Liberal : pemikiran Islam kontemorer tentang
Isu-isu Global, Penerjemah, Bahrul Ulum, et, al,. (Jakarta:Paramadina, 2001), cet ke -1, h. xIviii
3. Hak-hak Kaum Perempuan
Posisi Islam Liberal tentang hak-hak perempuan tidak seperti demokrasi,
jika hak-hak perempuan harus berhadapan dengan pernyataan Al-Qur'an dan
sunnah yang kelihatanya menunjukan kotradiksi langsung. Seperti ayat-ayat
tentang poligami hak unilateral kaum pria untuk bercerai, hak-hak kewarisan, dan
otoritas kesaksian hukum pria lebih besar, hadits-hadits yang berbicara tentang
jilbab, pemisahan gender, dan ketidak sesuaian kaum perempuan untuk menjadi
pemimpin dalam sebuah komunitas Muslim. Para cendikiawan liberal menentang
kebijakan Al-Qur'an dan Sunnah dengan berbagai cara. Pertama mereka
memeriksa kembali pernyataan-pernyataan tersebut dan menyimpulkan bahwa
pernyataan tersebut tidak mengurangi hak-hak perempuan sebagaimana
anggapapan sebelumnya. Pendekatan ini mengaitkan eksploitasi kaum perempuan
dalam Islam dengan adat istiadat sebelum dan sesudah pristiwa pewahyuan,
bukan dengan pesan Islam itu sendiri.29
Pendekatan ini terkadang dikombinasi dengan argumen lain yang
menyatakan bahwa pernyataan-pernyataan yang anti perempuan merujuk pada
Arabia abad ke-7 dan tidak cocok diterapkan pada waktu dan tempat yang lain.
Nazira Zein-en-Din (Libanon, lahir 1905), dalam artikelnya dia mengungkapkan
bahwa Al-Qur'an memperbolehkan kelangsungan kebiasaan-kebiasaan Arab praIslam, seperti poligami dan perbudakan itu hanya untuk mempermudah transisi
29
Dikutp dari http:// www islamlib.com, 15 November 2007
masyarakat Arab kedalam Islam, dan bahwa Nabi Muhammad saw wafat sebelum
ia memberantas kebiasaan-kebiasaan ini secara tuntas.30
Sebuah pendekatan yang lebih lanjut, versi silen shari'a, menerima
pernyataan pernyataan anti perempuan, tetapi berpendapat bahwa pernyataan
tersebut tidak melarang kaum perempuan untuk mengorganisir perlindungan
terhadap hak-hak mereka. Sebagai contoh kaum Feminis di republik Islam Iran
telah berhasil mewujudkan legislasi yang menghendaki setiap pasangan untuk
menyetujui sebuah kesepakatan pra-perkawinn yang menjamin kesamaan hak-hak
perceraian kaum wanita yang sama dengan kaum pria. Asghar Ali Engineer
mengkritik para pemimpin Islam yang berpegang pada unsur-unsur Syari'ah yang
tidak liberal demi keberlangsungan komunal karena Islam memperbolehkan
ijtihad (penafsiran kreatif).31
Pendekatan terakhir Islam Liberal adalah pernyataan-pernyataan tentang
perempuan dalam Syari'ah selalu menimbulkan penafsiran ganda dari pada
menggantikan penafsiran yang tidak benar dengan penafsiran yang lebih dapat
dipercaya, pendekatan ini lebih menekankan asumsi bahwa semua penafsiaran
bersifat manusiawi dan memiliki kemungkinan untuk salah.32
30
Artikel Nazira Zein-en-Din. Univeiling and Veiling: On the Liberation of the Women
and social Renewal in the Islamic World, diterjemahkan oleh Ali Badran dan Margot Badran,
dalam opening the Gates: Acentury of Arab Feminist Writing, disunting oleh Margot Badran dan
Miriam cooke (London Virago Press; Bloomington : Indiana University Press, 1990), h. 272-276
31
Asghar Ali Engineer, The Right of Women in Islam (New York: St. Martin's Press,
1992) h.170
32
Charlez Khurzman (ed), Wacana Islam Liberal : pemikiran Islam kontemorer tentang
Isu-isu Global, Penerjemah, Bahrul Ulum, et, al,. (Jakarta:Paramadina, 2001), cet ke -1, h xIix
4. Hak-hak Non Muslim
Isu tentang hubungan antar agama muncul ditahun pertama Islam dalam
konteks penaklukan Muslim terhadap Non-Muslim, Syari'ah menjamin hak-hak
non-Muslim, terutama Ahlul Kitab untuk tetap menjalankan agama mereka,
sepanjang mereka memberikan kesetiaan dan membayar pajak pada pimpinan
Muslim yang berkuasa. Hal ini merupakan semangat perlakuan yang humanis
terhadap non-Muslim diwilayah Muslim untuk dunia kontemporer.
Muhammad Talbi (Tunisia, lahir 1921), menggunakan pendekatan teoritis
terhadap masalah hubungan antar agama, dan mengemukakan pendapatnya
menurut tiga model Islam Liberal, : Talbi mengutip ajaran-ajaran positif
mengenai perlakuan yang baik terhadap Non-Muslim. Dia berpendapat bahwa
ajaran tentang toleransi yang memungkinkan pembentukan dialog antar
komunikasi, tanpa memperhatikan contoh-contoh masa lalu. Dan dia sangat
menentang unsur-unsur Syari'ah yang tidak toleran, khususnya mengenai
hukuman mati terhadap orang yang murtad, sebagai sesuatu yang dapat
menimbulkan keragu-raguan. Sebagaimana Pundato dan yang lainnya Talbi pun
menerjemahkan pandangan-pandangannya terhadap aksi politik, yang bergabung
dengan kaum liberal agama lain dalam dialog umum dan menyerukan untuk
mengurangi ketegangan antar agama.33
33
Mumammad Talbi, Religius liberty: A Muslim Perspective, liberty and
Conscience.Aldershot, Inggris :Comunitteefor the Defense of religious liberty, musim semi 1989,
Volume. 1, h. 12
5. Kebebasan Berfikir
Tema ini mencakup semua topik mengenai ketidak sepakatan intelektual,
yang merupakan inti persoalan Islam Liberal. Kebebasan berfikir tentu saja,
secara logis merupakan pangkal dari prinsip-prinsip Liberal lainnya, sebab kaum
liberal harus mempertahankan kebebasan berfikir agar dapat memberikan dasar
pembenaran terhadap pengungkapan pemikiran-pemikiran yang lain. Pembicaraan
tentang kebebasan berfikir berarti membicarakan ijtihad. Maka siapa yang boleh
berbicara dan apa yang boleh dibicarakan? Pertanyaan siapa yang boleh bicara
merupakan orang yang sah melakukan ijtihad ini merupakan hal yang sangat
penting bagi kaum liberal yang tidak mengecap pendidikan agama yang ortodoks.
Misalnya seorang ahli kimia pun bisa menafsirkan Al-Quran dengan metode
ilmiah. Para kaum liberal mengklaim bahwa Islam adalah agama yang rasional,
sebuah klaim yang membuktikan bahwa Islam itu terbuka terhadap ide-ide,
kreativitas dan kemajuan baru. Ini merupakan hasil dari tekanan kebutuhan untuk
meyakinkan kebudayan manusia modern, yang meragukan kemampuan Islam
sebagai pembingbing kehidupan modern, karena itu, mereka menulis karya-karya
yang menempatkan rasionalitas pada posisi penting dalam pembahasanpembahasan teologis.34
Pendekatan liberal syari'a tentang kebebasan berfikir menyatakan bahwa
Tuhan mencipatakan manusia untuk menjadi pemikir, dan bahwa syari'ah
34
Thoha Hamim, Paham Keagmaan Kaum Reformis, penyunting Imron Rosyidi,
(Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya 2000), Cet. 1, h. 19
mendorong kaum Muslim untuk melakukan refleksi
dan penyelidikan. Kata
"kebebasan" ini merupaka kata yang dipilih Tuhan bagi orang-orang yang
diberkahi di surga.35
Pendekatan
silent
shari'a,
berdasakan
alasan-alasan
pragmatis
memperlihatkan bahwa kebebasan-kebebasan berfikir berguna bagi kemajuan
intelektual dunia Muslim karena ajaran-ajaran yang bersifat umum yang berkaitan
dengan wujud komunikasi Mukmin yang baik. Bentuk ini berargumen bahwa
berfikir adalah sumber dari kemajuan dalam hal apapun dan Syari'ah tidak pernah
melarang atau membatasi pemikiran seseorang.
Jika dilihat dari Model interpreted shari'a, dengan pemikiran bahwa
penafsiran keagamaan boleh jadi merupakan produk dari kondisi-kondisi historis
tertentu, menurut Husain Ahmad Amin (mesir, lahir 1932), para ulama hukum
Muslim pada abad-abad permulaan Islam telah melangkah begitu jauh untuk
menemukan hadits-hadits yang memperkuat pendapat mereka dan dapat
mengatasi
perkembngan-perkembangan
saat
itu,
dan
kemudian
menghubungkannya dengan Rasulallah.36
6. Gagasan Tentang Kemajuan
Memaksakan penyeragaman penafsiran secara absolut adalah tidak
mungkin dan tidak diperlukan, perbedaan pendapat yang keberadaannya sangatlah
35
36
Dikutip dari http://www.islamlib.com tentang Islam Liberal, 07 Desember 2007
Dikutip dari www.islamlib.com tentang Islam Liberal, 07 Desember 2007
berarti, maka harus diberi nilai positif yang tinggi, tidak seperti pemikiran
tradisional yang lebih terikat pada penafsiran-penafsiran masa lalu ketimbang
menghadapi tantangan perubahan. Islam Liberal cenderung mengembangkan
penafsiran baru atas sumber-sumber asli, saat mempelajari penafsiran masa lalu,
baik untuk mengambil wawasan maupun untuk memahaminya sebagai produk
dari konteks historisnya sendiri. Islam Liberal begitu menyadari kesulitankesulitan yang menyertai proses pembaharuan pemikiran Islam dan kegagalan
kaum reformis pertama. Islam Liberal mengusulkan agar reformasi itu dilakukan
fokus pada Institusi-institusi pendidikan, ini merupakan pekerjaan besar yang
membutuhkan ide-ide dan reformis yang kritis.37
E. Peta Pemikiran Islam Liberal
Pemahaman yang hanya menyandarkan pada teks-teks dengan ketentuan
normatif agama dan pada bentuk-bentuk formalisme sejarah Islam paling awal
jelas sangat kurang memadai, dan dikalangan sebagian besar umat Islam, pola
semacam inilah yang berkembang dengan sangat subur. Jika ini terus-menerus
dipertahankan, Islam akan membayarnya dengan harga yang sangat mahal, karena
dengan pola pikir seperti ini, Islam akan menjadi agama yang ahistoris dan
eksklusif. Inilah yang menjadi keprihatinan Islam liberal.38
37
38
Dikutip dari, www islamlib.com, tentang Islam Liberal, 07 Desember 2007
Dikutip dari www. Islamlib.com. tentang Islam Liberal, 24 Desember 2007
Islam dalam perkembangan dan perjalanan sejarahnya yang sudah
sedemikian lama menyejarah, seringkali Islam hadir dengan adjektif, tanpa kata
sifat, dan karena itu tidak ada Islam saja. Sebab pada kenyataannya Islam
mengalami penafsiran yang dinamis dan berbeda-beda sesuai dengan konteks
sosio-historis yang melingkupinya dan siapa yang menjadi penafsirnya. Karena
itu, kemudian muncul Islam dengan seabrek nama dibelakangnya seperti Islam
modern, neo-modern, post-modern, tradisional, post-tradisional, konservatif,
lunak, garis keras, Islam kiri, kanan, tengah, atau bahkan nanti - bukan tidak
mungkin - akan muncul lagi Islam kiri luar atau Islam kanan luar.39
Dengan demikian, tak perlu heran kalau yang menempel menjadi adjektif
sangat beragam dan aneh-aneh atau bahkan bisa jadi terasa kontradiktif. Dalam
Islam sejarah yang lebih awal saja sudah muncul sekte-sekte yang cukup banyak.
Ada Khawarij, Syari'ah, Murji'ah, Mu'tazilah dan lain sebagainya.
Paham tentang kebebasan sekte-sekte tersebut secara diametral dapat
ditarik ke dalam dua kutub Jabariyah (fatalisme) dan Qadariyah (kebebasan).
Karena itu, tidak salah kalau untuk memahami Islam, seseorang atau sebuah
komunitas mengambil adjektif tertentu. Dalam konteks seperti ini ada beberapa
aktivis Islam yang menghendaki adanya pembaharuan dengan cara mengibarkan
bendera dengan adjektif liberal dibelakang Islam untuk menegaskan identitas
guna membungkus misi yang diembannya.40
39
40
Muhammad Nasih, Aktivis Jaringan Islam Liberal, wawancara pribadi, 09 Januari 2008
Dikutip dari www. Islamlib.com. tentang Islam Liberal, 24 Desember 2007
Misi Islam liberal, menurut Charles Kurzman, bertitik tolak pada suatu
rasionalitas untuk selalu menjaga kesinambungan Ssyariah Islam dengan tuntutan
sejarah. Dengan kerangka seperti ini, perkembangan diseminasi pemikiran Islam
yang diproduksi oleh Islam liberal sebenarnya tak perlu dianggap aneh, apalagi
dicurigai. Sebab meskipun dalam Islam melekat watak universalitas, tetapi pada
dataran praktisnya, Islam tetap memerlukan sebuah kerangka pandang, epistem,
yang selaras dan senafas dengan semangat zaman.41
41
Charlez Khurzman (ed), Wacana Islam Liberal : pemikiran Islam kontemorer tentang
Isu-isu Global, Penerjemah, Bahrul Ulum, et, al,. (Jakarta:Paramadina, 2001), cet ke -1, h. xIix
BAB III
MURTAD MENURUT HUKUM ISLAM
A. Dasar Hukum dan Pengertian Murtad (al-Riddah)
Dasar hukum yang menjadikan murtad sebagai tindak pidana adalah ayat
Al-Qur'an yang dengan tegas menyebutkan bahwa, orang yang keluar dari agama
Islam (murtad), adalah orang kafir, dan terhapuslah seluruh amal ibadahnya, dan
mereka kekal didalam Neraka. Sebagaimana surat Al-Baqarah ayat 217,
menyebutkan:
⌦
☺
☺
( ٢١٧
:‫ )اﻟﺒﻘﺮة‬.
Artinya: barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, lalu dia mati
dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya didunia
dan diakhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di
dalamnya.(QS. Al-Baqarah: 217).
Bukan hanya itu, Al-Qur'an juga mendefinisikan Murtad dengan kembali
kepada kekafiran setelah orang tersebut beriman, dan orang tersebut akan
mendapatkan azab dan kemurkaan dari Allah Swt. Seperti yang telah disebut
dalam dalam firman Allah Swt, sebagai berikut:
⌧
☺
☺
☺
⌧
.
⌧
(١٠٦ ‫)اﻟﻨﺤﻞ‬
Artinya: Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (Dia
mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir
padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (Dia tidak berdosa),
akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka
kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.(Q.S. AlNahl: 106)
☺
(٥٤ :‫)اﻟﻤﺎ ﺋﺪة‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang
murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu
kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya,
yang bersikap lemah Lembut terhadap orang yang mukmin, yang
bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan
Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.
Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-
Nya,
dan
Allah
Maha
luas
(pemberian-Nya), lagi Maha
Mengetahui.(QS. Al-Maa'idah: 54)
Dari ayat-ayat Al-Qur'an diatas, disebut dengan jelas bahwa Al-Qur'an
menjelaskan tentang murtad yaitu orang yang berpindah agama atau orang yang
kafir setelah mereka beriman. Walaupun Al-Qur'an tidak menjelaskan dengan
tegas hukuman bagi orang yang murtad, tetapi Al-Qur'an menyebutkan bahwa
orang yang keluar dari agama Islam adalah orang yang kafir, yaitu orang yang
akan membahayakan Islam dan menjadi musuh Islam secara jelas.
Bukan hanya Al-Qur'an yang mendasari murtad sebagai tindak pidana,
tetapi Hadis Rasulullah dengan tegas menyebutkan bahwa murtad termasuk
tindak pidana dan hukumannya adalah hukuman mati, seperti hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari, sebagai berikut:
) .‫ ﻣﻦ ﺑﺪل دﻳﻨﻪ ﻓﺎﻗﺘﻠﻮﻩ‬: ‫ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎس ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻲ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ‬
42
(‫رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى‬
Artinya: Dari Ibnu Abbas Rasullah Saw bersabda: Barang siapa yang mengganti
agamanya maka bunuhlah ia. (HR. Muslim).
Dan hadis yang berbunyi:
‫ ﺣ ﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒ ﺪ‬:‫ﺣﺪﺛﻨﺎ اﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺣﻨﺒﻞ وﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ اﻟﻤﺜﻨ ﻰ )واﻟﻠﻔ ﻆ ﻻﺣﻤ ﺪ( ﻗ ﺎل‬
‫ ﻋ ﻦ‬,‫ ﻋ ﻦ ﻋﺒ ﺪاﷲ ﺑ ﻦ ﻣ ﺮة‬,‫ ﻋ ﻦ اﻻﻋﻤ ﺶ‬,‫ ﻋﻦ ﺳﻔﻴﺎن‬,‫اﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ﻣﻬﺪي‬
‫ ))واﻟﺬي ﻻاﻟ ﻪ‬:‫ ﻓﻘﺎل‬.‫م‬.‫ ﻗﺎم ﻓﻴﻨﺎ رﺳﻮل اﷲ ص‬:‫ ﻗﺎل‬,‫ ﻋﻦ ﻋﺒﺪاﷲ‬,‫ﻣﺴﺮوق‬
‫ اﻻ‬,‫ﻏﻴﺮﻩ! ﻻﻳﺤ ﻞ دم رﺟ ﻞ ﻣ ﺴﻠﻢ ﻳ ﺸﻬﺪ ان ﻻاﻟ ﻪ اﻻاﷲ واﻧ ﻲ رﺳ ﻮل اﷲ‬
42
Muhammad Ibn Ismail Al-Khalani, Subulus Salam, (Mesir: Mustafa al-Babi, Al-Halabi
Awladuhu, 1950), h. 265
‫ و اﻟﺜﻴﺐ اﻟﺰاﻧ ﻲ‬,‫ اﻟﻤﻔﺎرق ﻟﻠﺠﻤﺎﻋﺔ او اﻟﺠﻤﺎﻋﺔ‬,‫ اﻟﺘﺎرك اﻻﺳﻼم‬:‫ﺛﻼﺛﺔ ﻧﻔﺮ‬
(‫ ّ)رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ‬.((‫واﻟﻨﻔﺲ ﺑﺎﻟﻨﻔﺲ‬
Artinya : Telah berbicara pada kami Ahmad Bin Hanbal, dan Muhammad Bin
Mutsanna, telah berbicara: Abdurrahman Bin Mahdy, dari Sufyan,
dari A'mas, dari Abdullah Bin Murrah, dari Masruk, dari Abdullah,
telah berbicara: telah berdiri Rasulullah Saw dan bersabda: Demi
Allah tiada Tuhan selain Allah, Tidak halal darah seorang muslim
yang bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Aku
(Muhammad) utusan Allah, kecuali tiga golongan: orang yang
meninggalkan Islam yang memecah belah masyarakat, zinnah
muhsan, dan orang yang membunuh orang lain.(H.R. Muslim)43
Bukan hanya itu, tetapi ada Hadis Nabi dari Ibnu Abbas yang
menceritakan bahwa ada seorang yang buta, ibu kandungnya seorang hamba
sahaya, dia menghina Rasulullah, sudah diperingatkan tetapi tetap saja orang
tersebut melakukannya, dan pada suatu malam anaknya yang buta tersebut
mengambil benda tanjam yang ditaruh diperut ibunya dan anaknya yang buta
tersebut membunuh ibunya, pada waktu itu Rasul menyaksikan, lalu Rasul
berkata: lihatlah wanita itu halal darahnya.
Hadis lain yang yang menjelaskan tentang orang yang murtad adalah hadis
yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nas'I yang menyebutkan bahwa "tidak
halal darah orang muslim kecuali tiga: orang yang berzinah Muhsan, orang yang
membunuh dan laki-laki yang keluar dari Islam dan memerangi Allah dan
43
Imam Abi Husen Muslim Bin Hajaji, Sahih Muslim, (Libanon. Bairut,: Daar Ihya AlThurasi Al-Arabi), h. 751
Rasulnya maka dibunh ia atau disalib ia atau dibuang dari tanah airnya (HR.
Abu Dawud dan Nasa'i).44
Sahabat Abu Bakar mendefinisikan orang yang murtad bukan hanya orang
yang meninggalkan agama Islam, tetapi orang yang tidak mengerjakan apa-apa
yang telah diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya pun oleh Abu Bakar dianggap
murtad, terbukti ketika Abu Bakar memerangi kaum yang tidak mau membayar
zakat, pada waktu ia menjadi khalifah pertama setelah Nabi wafat. Maka
pembahasan murtad terus berkembang melalui para ulama-ulama ahli fiqih.
Menurut para ulama, secara etimologis, kata Murtad merupakan isim fa'il
dari kata sebagai berikut:
‫ارﺗﺪ ﻳﺮﺗﺪ ﻣﺮﺗﺪ‬
yang berarti mundur, kembali ke belakang, menurut sayyid sabiq pengertian
riddah secara etimologis adalah
45
‫اﻟﺮدة هﻮ اﻟﺮﺟﻮع ﻋﻦ اﻟﻄﺮﻳﻖ اﻟﺬي ﺟﺎء ﻣﻨﻪ‬
Artinya : Riddah (Murtad) adalah kembali atau mundur dari jalan dimana dia
datang.
Dan Wahbah al-Zuhaili juga mendefinisikan Murtad secara etimologis sebagai
berikut:
‫اﻟﻰ اﻟﺸﺊ ااﻟﺮدة هﻮ اﻟﺮﺟﻮع‬
44
‫ﻋﻦ ﻏﻴﺮﻩ‬
Ahmad Hasan, Bulughul Maram (terjemahan), (Bandung: CV. Diponegoro1967), jilid.
II, h. 164
45
46
Sayyid Sabiq, Fiqih al-Sunnah, (Bairut: Darul Al-Fikri, 1977), h. 451
Artinya : Riddah adalah kembali dari sesuatu kepada yang lainya.
Sementara secara terminologi, para ulama sebagai berikut:
‫اﻟﺮﺟﻮع ﻋﻦ دﻳﻦ اﻻﺳﻼم اﻟﻰ اﻟﻜﻔﺮ ﺳﻮاء ﺑﺎﻟﻨﻴﺔ او ﺑﺎﻟﻔﻌﻞ اﻟﻜﻔﺮ او ﺑﺎﻟﻘﻮل‬
Artinya : keluar dari agama Islam menjadi kafir , baik dengan niat, atau dengan
perbuatan yang menunjukan kekafiran atau dengan ucapan.47
48
‫رﺟﻮع اﻟﻤﺴﻠﻢ اﻟﻌﺎﻗﻞ اﻟﺒﺎﻟﻎ ﻋﻦ اﻻﺳﻼم اﻟﻰ اﻟﻜﻔﺮ ﺑﺎﺧﺘﻴﺎرﻩ دون اآﺮاﻩ ﻣﻦ اﺣﺪ‬
Artinya : keluarnya seorang Muslim yang telah dewasa dan berakal sehat dari
agama Islam pada kekafiran, dengan kehendak sendiri tanpa paksaan
dari siapapun.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan Murtad adalah keluarnya
seorang muslim dari agama yang dianutnya (agama Islam) kepada kekafiran
dengan menyatakan atau melakukan sesuatu yang menyebabkan orang tersebut
kafir,
misalnya
mengingkari
adanya
Tuhan,
mendustakan
Rasulallah,
menghalalkan yang jelas-jelas haram, menyembah pada berhala, atau juga
melemparkan kitab suci Al-Qur'an pada kotoran dengan maksud penghinaan.49
Dari definisi diatas dapat di tarik benang merah, bahwa tidak semenamena orang dapat dikatakan murtad tetapi ada syarat tertentu yang dapat
menyebabkan kemurtadan, yaitu sebagai berikut :
46
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adilatuh, (Bairut: Darul Al-Fikri, 1977),
juz. VII, h. 183
47
Muhammad Ibn Ismail Al-Khalani, Subulus Salam, (Mesir: Mustafa al-Babi, AlHalabi Awladuhu, 1950), h. 261
48
Sayyid Sabiq, Fiqih al-Sunnah, (Bairut: Darul Al-Fikri, 1977), h. 451
49
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adilatuh, (Bairut: Darul Al-Fikri, 1977),
juz. VII, h. 183
1. Orang yang berakal, karena tidak sah murtadnya orang gila.
2. Mencapai usia baligh (dewasa), sebab anak dibawah umur belum ada
pertanggung jawaban hukum, dan juga tidak sah murtadnya anak kecil yang
telah mencapai usia mumayyiz menurut ulama Syafi'iyyah, sementara jumhur
ulama berpendapat sebaliknya.
3. Dilakukan atas kehendak sendiri, sebab tidak sah murtad seseorang karena
paksaan, dengan catatan hati orang tersebut bersiteguh dalam keimanan.
Dalam hal ini seorang sahabat Nabi yang bernama Ammar Ibn Yasir pernah
dipaksa
mengucapkan
kata-kata
kekufuran,
sehingga
dia
terpaksa
mengucapkannya, maka sesudah kejadian tersebut turunlah ayat 106, surat alNahl :
⌧
☺
☺
☺
⌧
.
⌧
(١٠٦ ‫)اﻟﻨﺤﻞ‬
Artinya: Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (Dia
mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir
padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (Dia tidak berdosa),
akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran,
Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang
besar.(Q.S. Al-Nahl: 106)
Seorang muslim tidak dianggap keluar dari agama Islam kecuali apabila
yang bersangkutan menyatakan atau melakukan sesuatu yang menyebabkan dia
kufur serta diyakini dalam hatinya, atau dengan terang-terangan dia berpindah
agama pada agama lain.50
Adapun pernyataan atau perbuatan yang menyebabkan kekufuran seorang
muslim antara lain:51
1. Mengingkari keesaan Allah Swt, mengingkari adanya malaikat atau kenabian
Muhammad Saw, mengingkari hari kiamat, mengingkari wajibnya shalat,
zakat puasa, dan haji.
2. Menghalalkan yang haram, seperti menghalalkan minuman khamar
(minuman keras), zina, riba, dan menghalalkan makan daging babi dan
anjing.
3. Mengharamkan yang halal, seperti mengharamkan makanan yang sudah jelas
kehalalannya.
4. Mencaci dan menghina Nabi Muhammad Saw, atau para Nabi sebelumnya.
5. Menghina atau melecehkan kitab suci Al-Qur'an dan Sunnah Nabi.
6. Mengaku bahwa dirinya telah menerima wahyu.
7. dan Berpindah agama kepada agama lain.
Orang-orang yang terbukti melakukan hal-hal tersebut dengan syaratsyarat tertentu diatas tadi, maka orang tersebut telah termasuk melakukan
50
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adilatuh, (Bairut: Darul Al-Fikri, 1977), juz.
VII, h. 183
51
Sayyid Sabiq, Fiqih al-Sunnah, (Bairut: Darul Al-Fikri, 1977), h. 454.
kemurtadan. Tentu saja, hal ini melalui proses pembuktian apakah orang tersebut
terbukti ataupun tidak melakukan tindak pidana murtad, karena dalam hukum
Islam menganut asas praduga tidak bersalah.52
B. Konsep Kebebasan dalam Islam
Sejak pertama, Islam menghargai kebebasan berakidah, dan Rasul tidak
berdakwah kepada kaum kafir Makkah dengan kekerasan, tetapi Beliau
berdakwah dengan didasarkan pada hujjah (argumentasi yang jelas), bersifat
memuaskan akal dan fitrah kemanusiaan, dan melalui nasihat kebaikan dan
petunjuk kebenaran, bukan dengan peperangan. Seandainya Islam memaklumkan
kekerasan tidak mungkin mayoritas kaum paganis di India hidup berdampingan
dengan Muslim selama hampir delapan abad, juga tidak mungkin minoritas
Kristen dapat hidup di Negara-negara Islam sampai saat ini. Hal ni menunjukan
bahwa Islam sangat menghargai perbedaan.53
Islam adalah agama yang jauh dari sikap fanatik dan memaksakan umat
agama lain untuk menjadi seorang Muslim, (sebagaimana yang telah dituntun
oleh Al-Qur'an) yang menegaskan bahwa tidak ada paksaan untuk memeluk
agama. Dan apabila melihat Negara-negara muslim mulai dari Arab Saudi, Iran,
Turki, dan Negara-negara muslim lainnya yang telah menganut Islam selama 14
abad, disana tetap ada masyarakat Non-Muslim, disana ada penganut Budha,
52
30
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam.(Jakarta, Bulan bintang 2005) cet. 6, h.202
53
Abdul Halim Uways, Fiqih statis Dinamis, (Jakarta, Pustaka Hidayah, 1998), cet, 1. h.
Hindu, Keristen, bahkan Yahudi yang telah hidup di Negara Islam tersebut
berabad-abad. Ini membuktikan bahwa Islam tidak pernah memaksakan manusia
untuk menganut agama Islam. Dengan demikian siapapun yang mengatakan
bahwa orang yang tidak memeluk agama Islam halal darahnya, itu bukan datang
dari Islam karena Rasulullah pun hidup berdampingan dengan agama lain di
Makkah dan di Madinah.
Kita dapat menemukan ketentuan-ketentuan dalam Al-Qur'an mengenai
hal ini, dalam surat Al- Baqarah ayat 256 :
☺
⌧
☺
⌧
Artinya : Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat. Karna itu
barang siapa yang ingkar kepada Thagut dan beriman kepada Allah,
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat
kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. (QS, 2:256)
Bukan hanya itu Allah menjelaskan dalam Al-Qur'an, ada ayat lain yang
menunjukan bahwa Islam tidak pernah memaksa satu orang untuk memeluk
agama Islam seperti yang tertulis dalam Al-Qur'an :
⌧
☯
Artinya : "Dan tidak ada seorangpun yang beriman kecuali dengan iziin Allah,
dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak
menggunakan akalnya" (Q.S. 10: 100)
Ayat ini dengan tegas mengatakan bahwa seandainya Allah hendak
menjadikan manusia seluruhnya muslim, Allah pasti dan yakin bisa, tapi Allah
tidak berkehendak, artinya Allah tidak ingin menjadikan manusia seluruhnya
Iman kepada Allah, sebab kalaupun manusia di bumi ini menjadi muslim mereka
tetap akan berkelahi dan berbeda pendapat. Karena itu, Allah menciptakan
manusia dengan berbeda-beda, bersuku-suku, berbangsa-bangsa, berbagai macam
bahasa, ras, ini bertujuan untuk saling mengenal satu sama lain.54
Dengan memberikan jaminan terhadap kebebasan dalam keyakinan
kepada semua manusia, ini berarti Syari'ah telah menunjukan tingkat tertinggi
dari kesempurnaannya. Syari'ah Islam memberi kebebasan kepada Non-Muslim
untuk menjalankan ritual agamanya dan mengekspresikan keyakinannya, menjaga
tempat beribadah dan sarana untuk belajar agama non-Muslim tersebut.
Tetapi, tidak lantas kebebasan diartikan tanpa ada batasan, Islam tentunya,
memberikan batasan yaitu bagi umat Islam sendiri tidak boleh keluar dari agama
Islam, jika umat Islam keluar dari agama Islam dan memeluk agama lain, maka
harus dikenakan hukuman mati, karena oarng tersebut telah dianggap murtad dan
54
Ayang Utriza, Kebebasan Beragama Dalam Islam dan Praktiknya di Negara-negara
Islam, (mimbar agama dan budaya, vol 2) No 4 h. 2 th 2005
menjadi musuh Islam, dan pula akan membahayakan Islam sendiri ketika orang
tersebut berbelot pada musuh Islam sebab ditakutkan akan membocorkan rahasia
Islam. Hal inilah yang menyebabkan orang yang keluar dari ajaran Islam harus di
hukum mati. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Saw.55
‫ﻣﻦ ﺑﺪل دﻳﻨﻪ ﻓﺎﻗﺘﻠﻪ رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى‬
Artinya : Barang siapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah ia. (HR.
Bukhari).
C. Sanksi Hukuman Pelaku Murtad (Riddah,) Menurut Para Ulama
Mazhab Fiqih.
Ada dua sanksi pidana yang ditimpakan pada orang yang melakukan
kemurtadan, yaitu sebagai berikut: 56
a. Hukuman Pokok.
Syari'at Islam menghukum perbuatan murtad, karena perbuatan tersebut
ditujukan terhadap agama Islam yang sekaligus sebagai sistem sosial bagi
masyarakat Islam. Maka ketidak tegasan menghukum jarimah murtad tersebut
akan berakibat pada goncangnya tatanan sistem sosial masyarakat Islam dan oleh
karena itu pelakunya harus ditumpas sama sekali, artinya pelaku harus dihukum
mati untuk melindungi masyarakat umum dan sistem kehidupan secara Islami,
55
Djazuli, Fiqih Jinayah, Upaya Menamggulangi Kejahatan Dalam Islam,( Jakarta, Raja
Grafindo Persada), cet 1. h. 114
56
.Hasanuddin, Pidana Islam Di Indonesia. Peluang, Prospek dan Tantangan. (Jakarta,
Pustaka Pirdaus, 2001)cet 1, h, 66
dan akan menjadi alat pencegahan umum, sudah barang tentu hanya hukuman
mati saja yang mencapai tujuan tersebut.57
Para ulama sepakat bahwa pelaku murtad wajib dikenakan hukuman mati
sesuai dengan hadits Nabi Muhammad Saw,
(‫ﻣﻦ ﺑﺪل دﻳﻨﻪ ﻓﺎﻗﺘﻠﻮﻩ )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى‬
Artinya : Barang siapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah ia. (HR.
Bukhari).
Bukan hanya itu tetapi ada riwayat lain yang menyatakan hukuman bagi
pelaku murtad adalah di hukum mati seperti apa yang telah dipaparkan oleh
sahabat Nabi yaitu Mu'adz bin Jabal yang menceritakan tentang adanya seorang
laki-laki yang masuk agama Islam kemudian dia kembai pada agama Yahudi,
(lalu Mu'adz berkata) aku tidak akan duduk sampai orang tersebut di hukum mati,
itulah ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Lalu orang tersebut diperintah di hukum
mati.58
Ada juga hadis yang menjadi salah satu dasar hukum bagi pelaku murtad,
yaitu sebagai berikut:
‫ ﻻﻳﺤﻞ‬: ‫ﻋﻦ اﺑﻰ ﻣﺴﻌﻮد رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ ان رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ ﻗﺎل‬
‫ اﻟﺜﻴﺐ‬:‫ اﻻ ﺑﺈ ﺣﺪا ﺛﻼث‬,‫دام ﻣﺴﻠﻢ ﻳﺸﻬﺪ ان ﻻاﻟﻪ اﻻاﷲ وان ﻣﺤﻤﺪ رﺳﻮل اﷲ‬
(‫ )رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ‬.‫اﻟﺰاﻧﻲ واﻟﻨﻔﺲ ﺑﺎﻟﻨﻔﺲ واﻟﺘﺎرك ﻟﺪﻳﻨﻪ‬
Artinya : Dari Abi Masud, sesungguhnya Rasulullah bersabda, tidak halal darah
seorang muslim yang mengucapkan shadah tiada Tuhan selain Allah
57
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam.(Jakarta, Bulan bintang 2005) cet. 6, h.207
Hasanuddin. Pidana Islam Di Indonesia. Peluang, Prospek dan Tantangan. (Jakarta,
Pustaka Pirdaus, 2001)cet 1, h, 66
58
dan Nabi Muhammad Saw adalah utusan Allah, kecuali dengan salah
satu yang tiga: orang yang melakukan zinah muhsan, orang yang
membunuh dan orang yang meninggalkan agamanya.(HR. Muslim).
Sementara itu, ulama berbeda pendapat dalam menentukan hukuman
apabila pelaku murtad itu seorang wanita, Abu Hanifah berpendapat tidak
dikenakan hukuman mati apabila pelaku murtad tersebut adalah wanita. Dia
hanya wajib dikurung dan wajib bertaubat sampai dia kembali Iman. karena Abu
Hanifah memakai dasar Hadits Nabi yang menyatakan larangan membunuh
wanita tatkala Rasul melihat wanita terbunuh, lalu Nabi berkata : kenapa wanita
ini harus dibunuh?. Disamping itu
juga Abu Hanifah beralasan bahwa
diwajibkannya hukuman mati itu terhadap pelaku murtad bukan disebabkan
kekufuran, melainkan menghindari kejahatan atau perlawanannya terhadap kaum
muslimin.59
Tetapi Jumhur ulama berpendapat bahwa pelaku murtad yang notabennya
kaum wanita itu tetap di hukum mati, alasannya dampak madharat riddah kaum
wanita sama dampak madaratnya riddah kaum laki-laki
Dalam pada itu, ulama Syafi'iyyah berpendapat bahwa seorang yang
beragama Yahudi yang keluar dari agamanya dan memeluk agama Nasrani
contohnya itu pun dikatakan Murtad berbeda dengan pendapat Abu Hanifah yang
59
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adilatuh, (Bairut: Darul Al-Fikri, 1977),
juz V., h. 187
menyebutkan bahwa yang dikategorikan murtad disini adalah orang yang keluar
dari agama Islam saja. 60
b. Hukuman Tambahan
Adapun sanksi tambahan terhadap pelaku murtad
adalah hilangnya
kepemilikan terhadap hartanya.61 Para ulama telah bersepakat bahwa apabila
pelaku murtad kembali memeluk agama Islam, setatus kepemilikan hartanya
seperti semula ketika dia muslim. Demikian pula, para ulama juga sepakat bahwa
apabila pelaku murtad meninggal dunia, atau telah di hukum mati, atau bergabung
pada pihak musuh Islam, maka hilanglah hak kepemilikan hartanya.
Namun demikian, para ulama berbeda pendapat apakah hilangnya
kepemilikan harta tersebut terhitung sejak yang bersangkutan murtad atau setelah
orang tersebut di hukum mati. Abu Hanifah, Malik dan Syafi'i berpendapat
bahwa hilangnya kepemilikan harta tersebut terhitung sejak, pelaku berbuat
murtad. Oleh karena itu ketika ia dinyatakan murtad maka hartanya harus disita,
Tetapi, apabila
ia bertaubat dan kembali masuk agama Islam, kepemilikan
hartanya kembali seperti semula, dan apabila ia meninggal dunia
karena
hukuman mati, maka hak kepemilikan hartanya hilang sebab semata-mata ia
murtad, dan karenanya menjadi hilang pula keterpeliharaan akan hartanya.62
60
Muhammad Ibn Ismail Al-Khalani, Subulus Salam, (Mesir: Mustafa al-Babi, Al-Halabi
Awladuhu, 1950), h. 265
61
Abdul Qodir Audah Al-Tasyri' Al-Jina'I Al-Islami, (Maktabah: Dar Al-Urubah, 1963)
juz I h. 662
62
Syekh al-'Allamah Muhammad bin abdurahman ad-Dimasyiqi, diterjemahkan oleh:
Abdullah Zaky Alkaf, Fiqih Empat Mazhab (Hasyimi, Bandung,2004), cet ke, 2 h. 451
Sementara itu, ulama Hanabilah berpendapat, bahwa hilangnya hak
kepemilikan hartanya bukanlah semata-mata karena
perbuatan murtad, oleh
sebab itu batas hilangnya kepemilikan hartanya setelah ia di hukum mati, menurut
Imam
Hambali
hilangnya
keterpelihraan
dirinya
tidak
semata-mata
menghilangkan kepemilikannya terhadap hartanya. Bandingannya seperti muslim
yang dihukum rajam karena zina tidak menghilangkan kepemilikan hartanya,
akan tetapi jika orang murtad yang kembali pada musuh Islam kepemilikannya
hartanya tidak hilang tetapi boleh disita (dirampas) jika orang tersebut tergolong
kafir harbi. Dan menurut Imam Hambali ia boleh di bunuh tanpa diberi
kesempatan untuk bertaubat.63
Dalam pada itu, Imam Malik dan Syafi'i berpendapat, hilangnya
kepemilikan pelaku murtad terhadap hartanya berlaku terhadap seluruh hartanya,
sementara pendapat Abu Hanifah bahwa hilangnya kepemilikan harta orang yang
melakukan tindak pidana murtad hanya berlaku pada harta yang dihasilkan
setelah ia murtad adapun hartaS yang dihasilkan sebelum ia murtad, menjadi hak
ahli warisnya.64
D. Perbedaan Pendapat para ulama Tentang Orang Yang Murtad
63
Syekh al-'Allamah Muhammad bin abdurahman ad-Dimasyiqi, diterjemahkan oleh:
Abdullah Zaky Alkaf, Fiqih Empat Mazhab (Hasyimi, Bandung,2004), cet ke, 2 h. 451
64
Abdul Qodir Audah, al-Tasyrii' al-Jinai al-Islami. (Maktabah, Dar Al-Urubah, 1963)
Juz I h. 662
Para imam mazhab sepakat bahwa orang yang keluar dari Islam wajib di
hukum mati. Tetapi, mereka berbeda pendapat, tentang apakah kewajiban
hukuman mati bagi pelaku murtad itu harus segera dilakukan ataukah disuruh
bertaubat terlebih dahulu. apakah perintah bertaubat itu wajib hukumnya atau
sunnah, Apabila pelaku murtad meminta ditangguhkan untuk bertaubat, tetapi ia
tetap tidak bertaubat, apakah boleh diberi kesempatan untuk ditangguhkan
kembali, hal ini yang menjadi perdebatan para ulama mazhab fiqih.
Ulama Hanafiah berpendapat bahwa, pelaku murtad dianjurkan untuk
diberi kesempatan bertaubat sebelum di eksekusi mati. Sementara jumhur ulama
menyatakan, wajib hukumnya memberi kesempatan untuk bertaubat pada pelaku
murtad.65
Mengenai tenggang waktunya, ulama Malikiyyah memberi tempo selama
tiga hari. Sementara menurut Imam Abu Hanifah tidak membatasinya, hanya
secara berulang-ulang menyuruh pelaku murtad untruk bertaubat sampai ada
dugaan kuat bahwa pelaku tetap teguh dalam kemurtadannya dan pada saat itulah
hukuman mati dilaksanakan. Taubatnya orang yang murtad cukup dengan
mengucapkan dua kalimah Syahadah. Selain itu, ia harus mengakui bahwa apa
yang dilakukannya ketika ia murtad sangat bertentangan dengan agama Islam.66
65
Ibn Rusyd, Bidayat al-Mujtahidin Wa Nihayah Al-Muktasid, (Mesir,: Mustafa Albabi-Halabi, 1966), Juz II h. 343.
66
Djazuli, Fiqih Jinayah, Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam.( Jakarta: Raja
Grafindo Persada) cet. 1 h. 116
Imam Malik berpendapat, wajib hukumnya pelaku murtad untuk bertobat,
dan jika ia segera tobat maka diterima tobatnya. Sedangkan jika ia tidak mau
bertobat, lalu ia bertaubat, maka diterima tobatnya, tetapi jika ia tidak mau
bertobat maka wajib dihukum mati. Imam Syafi'i dalam hal ini mempunyai dua
pendapat, pendapat yang lebih kuat yaitu wajib di perintah berobat sebelum di
hukum mati. Dalam masalah pemberian penangguhan pendapat Imam Syafi'i
ialah tidak boleh diberikan penangguhan walaupun pelaku memintanya,
melainkan harus dihukum mati dengan segera jika ia sudah terbukti murtad dan
bersikeras untuk keluar dari Islam.
Dari Imam Hambali diperoleh dua riwayat, pertama, seperti pendapat
Imam Malik. Kedua, tidak wajib diperintah bertobat terlebih dahulu. Mengenai
pemberian penangguhan, dari mazhab Hanbali diperoleh tiga pendapat yang
berbeda, pertama Al-Hasan Al-Bashri berkata: orang yang murtad tidak disuruh
bertaubat terlebih dahulu, melainkan wajib di hukum mati dengan segera, tetapi
'Atha' berkata jika ia dilahirkan dalam keadaan Islam, lalu ia murtad maka ia
tidak diperintahkan untuk bertaubat melainkan harus segera di hukum mati,
sedangkan jika ia asalnya kafir, lalu menjadi Islam kemudin murtad, maka ia
diperintahkan bertaubat sebelum di hukum mati. Menurut Ats-Tsawuri bahwa
semua orang yang murtad hendaknya diperintahkan untuk bertaubat.67
67
Syekh al-'Allamah Muhammad bin abdurahman ad-Dimasyiqi, diterjemahkan oleh:
Abdullah Zaky Alkaf,Fiqih Empat Mazhab, (Bandung,: Hasyimi, 2004), cet ke, 2 h. 451
Menurut pendapat Maliki, Syafi'I dan Hambali perempuan yang murtad
hukumannya sama dengan laki-laki yang murtad yaitu dihukum mati, sedangkan
menurut pendapat Hanafi hukuman perempuan yang murtad tidak sama dengan
hukuman lak-laki yang murtad, jika perempuan yang murtad hukumannya
dipenjarakan, tidak di hukum mati. Kemurtadan anak kecil yang telah mumayyiz
menurut Imam Hanafi dan Maliki serta pendapat Hambali kemurtadannya sah,
tetapi menurut Imam Syafi'I tidak sah kemurtadan anak kecil yang sudah
mumayyiz. 68
Para Imam Mazhab sepekat bahwa orang Zindiq, yaitu orang yang
penampilan lahiriahnya Islam tetapi hatinya kafir, orang seperti ini harus dihukum
mati. Para Iman Mazhab berbeda pendapat tentang taubatnya orang zindiq,
menurut pendapat Hanafi dari riwayat yang paling jelas, diterima taubat oarng
zindiq, hal ini sama dengan apa yang di sebutkan oleh Imam Syafi'i, tetapi
menurut Maliki dan Hambali, dibunuh, tidak diperintah untuk bertaubat.
Jika penduduk satu wilayah semuanya murtad, dan berlaku hukuman mati
bagi mereka, menurut Hanafi berkata: satu daerah baru bias di katakana dar alharab (negeri yang diperangi) ketika terpenuhi tiga Syarat, yaitu:
1. sudah nyata dan jelas di wilayah tersebut hukum-hukum kekufuran
2. tidak ada seorangpun yang Islam atau dzimmi yang terjamin kehidupannya
didaerah tersebut.
68
Abdul Qodir Audah, al-Tasyrii' al-Jinai al-Islami. (Maktabah: Dar Al-Urubah, 1963)
Juz I h. 662
3. berbatasan dengan dar alharab
Sedangkan menurut pendapat yang jelas dari Maliki, jika sudah jelas
bahwa penduduk didaerah tersebut semuanya murtad, maka daerah tersebut
menjadi dar al-harab.demikian pula pendapat Syafi'i dan hambali.69
Para Imam mazhab sepakat bahwa harta orang yang murtad dihukumi
sebagai harta rampasan, Imam Hanafi dan Maliki mengatakan, bahwa anak-anak
yang orang tuanya murtad tidak boleh dijadikan hamba sahaya. Tetapi, mereka
harus masuk Islam ketika usinya sudah baligh, jika mereka menolak masuk Islam
Imam Hanafi dan Maliki mengatakan mereka harus dipenjarakan dan diancam
dipukuli jika tidak mau masuk Islam. Tetapi menurut Imam Hmbali bahwa anakanak yang orang tuanya murtad sah untuk dijadikan budak, dan menurut Imam
Syafi'i anak-anak yang orang tuanya murtad tidak boleh dijadikan budak karena
mereka dianggap tidak bersalah atas kemurtadan orang tuanya, masih ada
kesempatan untuk mendidik anak-anak tersebut menjadi anak-anak yang baik
secara Islam.70
69
Muhammad Ibn Ismail Al-Khalani, Subulus Salam, (Mesir: Mustafa al-Babi, Al-Halabi
Awladuhu, 1950), h. 266
70
Syekh al-'Allamah Muhammad bin abdurahman ad-Dimasyiqi, diterjemahkan oleh:
Abdullah Zaky Alkaf, Fiqih Empat Mazhab, (Bandung : Hasyimi, , 2004), cet ke, 2, h. 452-453
BAB IV
KORELASI PEMIKIRAN KEBEBASAN BERAGAMA ISLAM
LIBERAL TERHADAP MURTAD (APOSTASY)
A. Konsep Kebebasan beragama Islam Liberal
Kebebasan beragama, sebagai sebuah kepedulian umum umat manusia
dan perhatian internasional, masih relatif baru. Pada zaman dahulu, problematika
ini tidak relevan. Sepanjang zaman itu, semua orang terbiasa menyembah dewadewa dikampungnya, merupakan tugas dewa untuk menjaga keluarga, menjaga
rumah, menysejahterakan Negara. Dewa chartage71 sebagai contoh secara alami
merupakan musuh bagi dewa-dewa Roma.dalam konteks itu penolakan terhadap
dewa-dewa sama artinya pembangkangan terhadap Negara.
Situasi ini hampir sama dalam tradisi Injil, dalam injil Yahweh, bertindak
sebagai Tuhan orang-orang Yahudi, ia terus menerus mengingatkan umatnya agar
tidak menyembah Tuhan yang lain dan agar mematuhi hukumnya. Umat yang
ber-Tuhan satu itu, juga merupakan berentitas fisik. Seperti dua belas suku berasal
dari Ibrahim melalui Ishaq dan Ya'qub dengan satu negeri yaitu Palestina,
71
Peter L Berger, Sisi lain Tuhan, Polaritas dalam Agama-Agama Dunia,(Yogyakarta,
CV Qalam,2003), cet,1 h. 244
kelompok Yahudi merupakan prototipe kesatuan yang ideal mereka mematuhi
hukum darah, tempat dan agama. Yudaisme adalah prototipe sempurna dari suatu
komunitas dengan keseragaman etnis yang berakar pada agama yang dibentuk
dalam suatu negeri. Maka, adalah suatu yang absurd untuk berbicara kebebasan
beragama dalam kasus seperti ini, atau melepaskan sama sekali. Orang-orang
Yahudi yang keluar dan memeluk agama lain berarti dia sudah kehilangan
identitas komunitas dalam negaranya. Konversi mereka dianggap sebagai
penghianatan dan, dengan demikian, dapat di pastikan mendapatkan vonis mati.
jika kita mengangkat kasus komunitas Yahudi ini sebagai sebuah prototipe, kasus
tersebut bukan tanpa kemiripan dengan kasus ummat Islam klasik, sebagaimana
yang telah di bentuk oleh teologi tradisional.
Karena alasan-alasan historis, sitiuasi ini berubah dengan penyebaran
Kristen. Sejak semula, penyebaran ini tidak berhubungan dengan Negara, dan
para pengikut Yesus, komunitas Yahudi, menolak dakwahnya. Yesus
memerintahkan murid-muridnya untuk mempersembahkan pada kaisar sesuatu
yang milik kaisar, dan kepada Tuhan yang adalah milik Tuhan.72 Ini merupakan
usaha revolusioner untuk memisahkan agama dengan Negara dan untuk
memastikan kebebasan individual, ini gagal, karena waktunya belum matang. Dan
konsekuensinya Negara Roma menganggap orang-orang Kristen yang awal
adalah sebagai pembangkang, karena penolakan mereka untuk menyembah dewadewa kampung dan kelompok sosial mereka. Oleh karena itu mereka
72
Injil Matius, Pasal 22, ayat 21
diperlakukan seperti pemberontak terhadap Negara. Hak untuk menentukan diri
sendiri dan hak kebebasan beragama telah diabaikan oleh mereka. Dan mereka
tidak dapat bergerak bebas sesuai kesadaran mereka.73
Singkatnya, gereja dan Negara segera menyadari bahwa mereka saling
membutuhkan satu sama lain. Intoleransi kelompok sosial atau keagamaan yang
dominan segera menegaskan dirinya dimana-mana dengan berbagai macam
perang intren maupun ekstern, segala bentuk diskriminasi dan kekerasan. Tak
terkecuali dunia Islam, ada pelanggaran hak-hak fundamentalis tersebut.
Tetapi, Dalam dunia Islam terdapat masa-masa yang penuh hormat,
inklusif dan penuh dialog. Seperti sebelum abad ke-19, ada klaim bahwa atas hak
berpikiran bebas, liberalisme politik dan studi-studi filosofis sedang menjadi
trend, tetapi tetap kebebasan beragama menjadi sinonim sekularisme
dan
ateisme. Konsekuensinya perang melawan kebebasan beragama yang tak kenal
kompromi dilancarkan yang ditunggangi oleh kesalah pahaman, maka untuk
membicarakan hal ini kita harus terlepas dari konsepsi palsu tersebut.74
Harus diakui bahwa kebebasan beragama saat ini mengakar pada
kehidupan sosial kita. Sejak deklarasi hak asasi manusia pada tahun 1945, konsep
ini telah muncul sebagai bagian esensial dari hukum internasional.75
73
Peter L Berger, Sisi lain Tuhan, Polaritas dsalam Agama-Agama Dunia,(Yogyakarta:
CV Qalam,2003), cet,1 h. 256
74
Noviriantoni, Anggota Jaringan Islam Liberal, Wawancara Peribadi, Jakarta, 20
Januari 2008
75
Ayang Utriza, Kebebasan Beragama Dalam Islam dan Praktiknya di Negara-negara
Islam, (mimbar agama dan budaya, vol 2, 2005) No 4 h. 1
Di lain pihak kita hidup dalam dunia pluralistik yang ditakdirkan untuk
semakin maju dan berbudaya, manusia mempunyai hak untuk berbeda dan planet
bumi ini telah sedemikian kecil untuk ambisi-mbisi dan mimpi-mimipi kita. Maka
sebetulnya didunia ini sudah tidak ada ruang lagi untuk ekslusif, dan kita harus
mengakui satu sama lain sebagaimana adanya kita. Bahwa keanekaragaman
adalah hukum zaman kita, setiap manusia adalah tetangga bagi manusi yang lain.
Di negeri-negeri Islam, telah sejak lama terbiasa hidup berdampingan
dengan komunitas-komunitas yang berlainan iman. Hal ini tidak mudah
sebagaimana telah dibuktikan oleh peristiwa-peristiwa masa laludan sekarang.
Hanya belakangan ini kita dihapkan dengan sekularisme.inilah giliran kita
merasakan agnostisisme dan ateisme. Kita harus menyadari perubahan dalam
masyrakat kita yang membingungkan dan menerapkan teologis kita yang dalam
konteks baru dan belum pernah terjadi.76
Tetapi, sebelum beranjak lebih jauh kita harus tahu apa kebebasan
Bergama itu? Apakah ini hanya hak untuk tidak percaya (menjadi kafir)? Seorang
mungkin memang berkata bahwa kebebasan beragama hanya lah satu aspek bagi
pertanyaan itu. Akan tetapi kebebasan beragama yang sesungguhnya adalah hak
untuk menentukan bagi diri sendiri, tanpa segala bentuk teknan, paksaan, rasa
takut dan was-was, dan untuk percaya atau tidak, hak untuk memikul dengan
penuh kesadaraan takdir sendiri, bahkan hak untuk mengekspresikan pilihan
76
http://www islamlib.com, Tentang Islam Liberal, 23 januari 2008
keyakinannya, untuk menyembah dan bersaksi dengan bebas. Maka timbul
pertanyaan apakah definisi ini sesuai dengan ajaran-ajaran dasar Al-Qur'an.
Sebetulnya kebebasan beragama dibangun dari persepektif Al-Qur'an,
pertama dan seterusnya, atas dasar tabi'at manusia yang kodrati, manusia
bukanlah sesuatu ditengah-tengah yang lain, diantara seluruh jajaran makhluk,
hanya manusia yang memiliki tugas dan kewajiban. Manusia merupakn makhluk
pengeculian. Yang tidak bisa disederhanakan dengan bentuk fisik saja, karena
manusia sebelum makhluk lain adalah sebuah spirit. Spirit yang diberi kekuatan
untuk mengetahui yang absolut dan naik mencapai Tuhan, jika manusia menjadi
makhluk yang istimewa di alam semesta itu karena Tuhan menghembuskan
sesuatu dari spirit-Nya. Seperti ungkapan Al-Qur'an sebagai berikut:
⌧
☺
⌧
(٩ :‫)اﻟﺴﺠﺪﻩ‬
Artinya: Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh
(ciptaan)-Nya dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (QS.AsSajadah: 9)
Seperti halnya makhluk lainnya tentu saja manusia adalah materi,
mereka di ciptakan dari tanah liat yang baik, dan dari tanah yang mudah dibentuk.
☺
(٢٨ :‫)اﻟﺤﺠﺮ‬
☺
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat
kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk, (QS.AlHijr:28)
Manusia memiliki dua sisi, pertama sisi tanah yang membuat manusia
rendah dan sisi Ruh Tuhan yang membuat manusia tinggi. Menurut A Yusuf Ali
(1827-1052)
"Jika digunakan dengan tepat, akan memberikan manusia keunggulan dari
makhluk-makhluk yang lain".77
Posisi istimewa dalam tatanan alam, digambarkan Tuhan dalam AlQur'an dimana malaikat diperintahkan untuk sujud pada Adam.
⌧
(٢٩ :‫)اﻟﺤﺠﺮ‬
Artinya : Maka apabila Aku Telah menyempurnakan kejadiannya, dan Telah
meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu
kepadanya dengan bersujud.(QS. Hijr: 29).78
Prototipe surgawi manusia, agaknya, dan asalkan manusia diposisikan
sebagai makhluk, kita dapat mengatakan bahwa Islam sejalan dengan pewaris
spiritual Ibrahim lainnya, yaitu umat Yahudi dan Kristen. Karena Tuhan
menciptakan manusia dalm citra-Nya. Maka manusia bagaimanapun kemampuan,
kecakapan fisik dan intelektualnya serta kecerdasannya, semua manusia sungguh77
Mohamed Talbi, Religius Liberty: A Muslim Persepective Liberty and conscience,
(Inggris: Committee for the defense of Religious Liberty, Musim Semi, 1998), penerjemah:
Bahrul Ulum, Heri Junaedi, Kebebasan beragama, (Jakarta:Paramadina,2003), cet 1, h. 252-253
78
dimaksud dengan sujud disini bukan menyembah, tetapi sebagai penghormatan kepada
Adam As.
sungguh setara, karena manusia memiliki hembusan Ruh yang sama dari Tuhan.
Dan dengan Ruh ini pula manusia mampu mencapai Tuhan dan menjawab
panggiln-Nya dengan bebas. Konsekuensinya manusia memiliki martabat dan
kesucian yang sama, dan oleh sebab itu manusia berhak menentukan dirinya
sendiri di dunia dan di akhirat nanti. Dari perspektif Al-Qur'n bahwa hak asasi
manusia berakar pada sifat natural manusia, dan hal ini disebabkan oleh rencana
dan ciptaan Tuhan. Jadi dari penjelasan diatas bahwa landasan bagi hak asasi
manusia adalah kebebasan beragama.79
Dari persepektif Islam, manusia diciptakan bukan hanya hasil dari "rasio
dan keniscayaan" tetapi penciptaan mereka berdasarkan rencana dan tujuan.
Melalui "hembusan", mereka menerima kemampuan untuk menjdi satu dengan
Tuhan manusia adalah makhluk yang istimewa dengan keunggulan sepiritual,
seperti dikatakan dalam Al-Qur'an sebagai berikut:
⌧
⌧
☺
(٧٠ :‫ )اﻻﺳﺮء‬.⌧
79
Mohamed Talbi, Religius Liberty: A Muslim Persepective Liberty and conscience,
(Inggris, Committee for the defense of Religious Liberty, Musim Semi, 1998), penerjemah:
Bahrul Ulum, Heri Junaedi, Kebebasan beragama, (Jakarta Paramadina,2003), cet 1, h. 252-253
Artinya: Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut
mereka di daratan dan di lautan,*80kami beri mereka rezki dari yang
baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna
atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.(QS.17:70)
Manusia diciptakan tidak main-main, mereka mengemban misi dari Tuhan
dan mereka wakil Tuhan dibumi ini. Dan dengan demikian Tuhan membebaskan
manusia untuk memilih jalan hidupnya sendiri karena manusia adalah makhluk
yang mampu berfikir dan mempunyai hati, untuk membedakan yang mana yang
baik dan yang buruk, seperti yang telah diungkap oleh Al-Qur'an:
☯
☺
(١٥ :‫ )اﻟﺠﺎ ﺛﻴﻪ‬.
Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, Maka itu adalah untuk
dirinya sendiri, dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, Maka itu
akan menimpa dirinya sendiri, Kemudian kepada Tuhanmulah kamu
dikembalikan.(QS. Al-Jaatsiah: 15).
Ini sudah jelas bahwa manusia mesti memilih jalan hidupnya dengan
bebas, tanpa paksaan, semua harus menjalankan takdir mereka secara sadar, AlQur'an dengan tegas menyatakan bahwa paksaan tidak sesuai dengan agama
Islam:
☺
⌧
☺
80
Maksudnya: Allah memudahkan bagi anak Adam pengangkutan-pengangkutan di
daratan dan di lautan untuk memperoleh penghidupan.
(١٥٦ : ‫)اﻟﺒﻘﺮ ﻩ‬
⌧
Artinya: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya
Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu
barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut 81 dan beriman kepada Allah,
Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat
Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui.(QS. Al-Baqarah:256).
Menurut Mohammed Talbi bahwa hanya teks Al-Qur'an saja diantara
wahyu-wahyu yang Tuhan kirimkan yang secara tegas menyatakan kebebasan
beragama. Alasannya adalah iman agar benar dan diyakini, harus merupakan
tindakan yang ikhlas. Dalam hubungan ini, bukanlah kesia-siaan untuk menggaris
bawahi bahwa ayat yang telah dikutip telah digunakan untuk menegur beberapa
orang Yahudi dan Keristen, yang baru saja memeluk Islam di Madinah yang juga
hendak mengislamkan anak-anak mereka, sehingga semakin jelas bahwa iman
urusan dan komitmen individual, dan bahwa orang tua pun tidak bisa mencampuri
urusan ini. Iman sebagaimana dijelaskan dalam konteks dasar Islam dengan katakata yang jelas dan tidak dapat diragukan lagi, merupakan tindakan sukarela yang
lahir dari keyakinan dan kebebasan.82
Sesungguhnya, Tuhan pun tidak memaksakan kehendak-Nya. Hal ini juga
dengan jelas digambarkan dalam Al-Qur'an. Iman adalah pemberian bebas,
hidayah Tuhan kepada siapa saja, manusia hanya dapat menerima atau
81
Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.
Mohamed Talbi, Religius Liberty: A Muslim Persepective Liberty and conscience,
(Inggris, Committee for the defense of Religious Liberty, Musim Semi, 1998), penerjemah:
Bahrul Ulum, Heri Junaedi, Kebebasan beragama, (Jakarta Paramadina,2003), cet 1, h. 254
82
menolaknya, manusia mempunyai kekuatan untuk membuka hati dan menerima
pemberian Tuhan jika petunjuk (hudan) telah dikirimkan kepada mereka, dengan
hangat, mereka diajak untuk mendengarkan panggilan Tuhan. Tuhan juga
mengingatkan manusia dengan bahasa yang tegas dan jelas, sebagaimana telah
digaris bawahi dalam teks Al-Qur'an yang telah dikutip yang menekankan
kebebasan manusia, "telah jelas perbedaan jalan yang benar dari yang salah."
Maka terserah manusia untuk memilih jalan yang mana, dan inilah harga dan
martbat manusia, bukan menjadi hal yang tabu bahwa manusia bisa melakukan
kekeliruan dan kesalahan dalam memilih jalan yang menyimpang dari jalan yang
lurus.
Singkatnya, manusia mempunyai kapasitas untuk tidak menjawab
panggilan Tuhan. Dan kapasitas ini menjadi kriteria kebebasan yang hakiki
manusia. Bahkan Rasul saja yang misi dan tugasnya menyampaikan wahyu dari
Tuhan tidak dapat membantu dalam masalah ini, karena memang
manusia
mempunyai kebebasan penuh, Rasul dengan jelas dan tegas diingatkan untuk
menghormati kebebasan manusia dan misteri Tuhan dibalik hal tersebut, seperti
yang telah diungkap oleh Al-Qur’an sebagai berikut:
⌧
(٩٩ : ‫)ﻳﻮﻧﺲ‬
Artinya: Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang
yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa
manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya
(QS. Yunus: 99)
Dalam terjemahannya, A Yusuf Ali, berkomentar:
"orang-orang yang beriman harus bersabar dan tidak marah, jika mereka harus
berjuang melawan orang-orang kafir, dan yang paling penting mereka harus
bertahan dari godaan untuk memaksakan iman, yaitu dengan paksaan pisik, atau
bentuk-bentuk pemaksaan lain seperti tekanan social, atau rayuan-rayuan
kesejahteraan atau jabatan, tau rayuan-rayuanlainnya kepada oarng lain.
Karena iman yang dipaksakan bukanlah iman."
Misi
rasul,
memperingati,
dan
semua
umatnya
menyampaikan
ditekankan
pesan,
dan
untuk
menegur
menasihati,
tanpa
paksaan.
Ia
diperintahkan seperti itu dalam Al-Qur'an:
☺
⌧
.⌦
⌧
☺
(٢٢-٢١ :‫)اﻟﻐﺎ ﺷﻴﻪ‬
Artinya: 21. Maka berilah peringatan, Karena Sesungguhnya kamu hanyalah
orang yang memberi peringatan.
22. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka.(QS. AlGaasiyyah:21-22).
Dengan kata lain, Tuhan telah merancang manusia menjadi makhluk yang
bebas dari apa yang dia inginkan, dengan kebebasan dan kesadaran yang penuh,
keinginan dan jawaban yang patuh pada panggilan-Nya, dan itulah makna paling
dasar dari "Islam".
Menurut Noviriantoni anggota Jaringan Islam Liberal, menyatakan bahwa
manusia diciptakan dengan akal budi, yang bisa menentukan jalannya sendiri
dengan pikiran dan hati nuraninya. Maka dengan demikian manusia menjadi
makhluk yang bebas untuk menentukan jalan yang benar dan yang salah, tetapi
Hal ini bukan berarti kita sebagai manusia menjadi tidak peduli dengan manusia
disekitar kita, justru Al-Qur'an mengajarkan dan memerintahkan untuk
menyampaikan pesan dari Tuhan (dakwah Islamiyah), meneruskan apa yang telah
Rasulullah Saw kerjakan. Bukan menjadi manusia yang acuh terhadap orang lain,
tetapi menjadi manusia yang peduli atas orang lain, dengan tidak memaksa orang
lain. selanjutnya Tuhan menyuruh manusia untuk bersosialisasi dengan manusia
yang lain, agar terjadi ineraksi yang harmonis antara manusia. Seperti yang telah
di ungkap Al-Qur'an sebagai berikut:83
⌧
(١٣ :‫)اﻟﺤﺠﺮاﻩ‬
Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang
paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal.(QS. Al-Hujrah: 13)
Yusuf Ali menafsirkan, sebagai berikut:
"ini ditujukan pada semua umat manusia, tentunya tidak hanya pada umat Islam,
walaupun dipahami didunia yang sempurna, keduanya akan menjadi sinonim,
manusia diturunkan dari sepasang orang tua. Suku, ras dan bangsa-bangsa
adalah label untuk memudahkan, yang dengannya kita dapat mengetahui
karakteristik tertentu yang berbeda. Dihadapan Tuhan mereka adalah satu, dan
83
Noviriantoni, Anggota Jaringan Islam Liberal, Wawancara Peribadi, Jakarta, 20
Januari 2008
orang-orang yang mendapat kemulyaan tertinggi adalah manusia yang paling
bertaqwa."84
Dengan kata lain, manusia diciptakan tidak untuk individualitas, tetapi
mereka diciptakan untuk komunitas, ibadah manusia terletak pada rekonsiliasi
manusia dengan Tuhan dan dengan sesama manusia. Kita harus mendapatkan
jalan, pada setiap kasus kehidupan, untuk mewujudkan dua rekonsiliasi tersebut,
tanpa mengkhianati Tuhan dan tanpa merusak hubungan dengan orang lain. Yaitu
dengan berdialog secara baik dengan sesama manusia, seperti yang telah
diungkap dalam Al-Qur'an, sebagai berikut:
☺
☺
(٤٦ : ‫)اﻟﻌﻨﻜﺒﺖ‬
Artinya: Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli kitab, melainkan dengan
cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara
mereka,85dan Katakanlah: "Kami Telah beriman kepada (kitab-kitab)
yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan
kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami Hanya kepada-Nya berserah
diri".(QS. Al-Ankabut:46).
84
Charlez Khurzman (ed), Wacana Islam Liberal : pemikiran Islam kontemorer tentang
Isu-isu Global, Penerjemah, Bahrul Ulum, et, al,. (Jakarta:Paramadina, 2001), cet ke -1, h. 257
85
yang dimaksud dengan orang-orang yang zalim ialah: orang-orang yang setelah
diberikan kepadanya keterangan-keterangan dan penjelasan-penjelasan dengan cara yang paling
baik, mereka tetap membantah dan membangkang dan tetap menyatakan permusuhan.
yang digunakan dalam ayat ini dan diterjemahkan menjadi ‫ﻣ ﺴﻠﻤﻮن‬Kata
kata kerja (kalimah fi'il), "berserah" adalah "muslim", kerena seorang muslim
adalah orang yang berserah diri kepada Allah Swt. Maka umat Islam bisa menjadi
muslim sejati apabila hidup dalam hubungan dialog dengan cara terbaik dengan
orang-orang yang berbeda iman dan ideologi, kecuali dengan orang-orang yang
zalim dari golongan Ahlul kitab, karena pada ayat tersebut terdapat illa (lil
isti’na), “pengecualian”, sebab tidak semua Ahlul Kitab itu zalim dan tidak semua
yang seiman tidak zalim. Akhirnya berserah diri pada Tuhan, dan kita harus
memperlihatkan kepedulian kita terhadap tetangga karena manusia adalah
makhluk sosial. Dari segi keislaman Islam Liberal, bahwa kebebasan manusia
adalah mutlak yang diberikan Tuhan pada manusia yang harus dijungjung tinggi
dan tidak boleh diabaikan, dan saling menghormati kebebasan-kebebasan manusia
disekitar kita, apalagi kebebasan menyangkut agama dan keyakinan, karena AlQur'an telah dengan jelas menyatakan tidak ada paksaan dalam beragama, ini
menjadi dasar pemikiran Islam Liberal dalam menyikapi masalah yang
berbenturan dengan keyakinan seseorang. Kita harus ingat dengan sebuah hadits
Nabi: "orang yang beriman tidak pernah berhenti mencari kebijaksanaan, dan
ketika ia mendapatkannya maka ia akan mengambilnya." 86
Dan sebuah teks Al-Qur'an menyatakan :
86
Mohamed Talbi, Religius Liberty: A Muslim Persepective Liberty and conscience,
(Inggris, Committee for the defense of Religious Liberty, Musim Semi, 1998), penerjemah:
Bahrul Ulum, Heri Junaedi, Kebebasan beragama, (Jakarta: Paramadina,2003), cet. 1, h. 256
☺
⌧
:‫)اﻟﺰﻣﺮ‬
⌧
(٤٦
Artinya: Katakanlah: "Wahai Allah, Pencipta langit dan bumi, yang mengetahui
barang ghaib dan yang nyata, Engkaulah yang memutuskan antara
hamba-hamba-Mu
tentang
apa
yang
selalu
mereka
perselisihkannya."(QS. Azumar: 46).
B. Pandangan Islam Liberal Terhadap Orang yang Murtad
Meskipun seluruh umat Islam terikat dengan ajaran-ajaran dasar AlQur'an, tetapi para teologi muslim tradisional, dengan alasan-alasan historis,
terkadang tidak merefleksikan semangat Al-Qur'an, mereka terlalu mengekang
kebebasan manusia padahal sudah jelas-jelas Tuhan menciptakan manusia yang
bebas dalam segala hal karena manusia bisa mempertanggung jawabkan semua
perbuatannya. Sebgai contoh, mari kita buktikan dalam kasus dzimmi, yaitu
penganut minoritas dalam kerajaan Islam pada abad pertengahan, dan kasus
Riddah(Murtad).87
Pertama. Orang-orang dzimmi, kalaupun semua wilayah Islam dikuasai
dengan kekuatan atau jihad, untuk memberi jalan bagi Islam, Islam sendiri tidak
pernah dikemukakan dengan pemaksaan. Dari sudut pandang ini Al-Qur'an
87
Ayang Utriza, Kebebasan Beragama Dalam Islam dan Praktiknya di Negara-negara
Islam, (mimbar agama dan budaya, vol 2, 2005) No 4 h. 1
dicermati bahwa, ajaran-ajaran Al-Qur'an tersebut melindungi kaum dzimmi dari
bentuk intoleransi agama. Yaitu dengan dua atau tiga pengecualian, kaum dzimmi
tidak pernah dihalang-halangi untuk mengikuti keyakinan agamanya, dari segi
ibadah, atau mengatur komunitasnya dengan hukum mereka sendiri. Keadaan
merekapun ditingkatkan oleh penaklukan Islam, mereka lama menikmati
perlakuan baik dan kesejahteraan yang nyata, bahkan ada yang menduduki posisi
penting dalam administrasi, diperadilan dan dalam kegitan ekonomi.
Akan tetapi, adalah fakta bahwa mereka pernah mengalami perlakuanperlakuan yang diskriminatif, dari sebagian masa kejayaan Islam, keadaan
terburuk bagi mereka setelah masa pemerintahan Al-Mutawakkil (847-861).
Diskriminasi, khususnya dalam berpakaian. Dan pada masa pemerintahan AlHakim (66-1021) di Mesir, dizaman ini banyak terdapat penindasan terhadap
kaum dzimmi.88
Dan pada zaman abad pertengahan ini, diskriminasi penguasa terhadap
kaum dzimmi selalu didukung oleh atau didukung kuat oleh para teolog. Tetapi,
kita harus ingat tidak lantas menjadi baik, menurut mentalitas abad pertengahan
manapun untuk menganggap semua manusia setara, maka bagaimana
menganggap yang benar dan yang salah sama, dan bagaimana menganggap orang
yang beriman dan orang-orang yang berbuat bid'ah adalah benar.
88
Charlez Khurzman (ed), Wacana Islam Liberal : pemikiran Islam kontemorer tentang
Isu-isu Global, Penerjemah, Bahrul Ulum, et, al,. (Jakarta:Paramadina, 2001), cet ke -1, h. 257
Oleh karena itu, dalam menilai masa lalu, kita harus mempertimbangkan
situasi, yang tepenting kita harus berjuang menjauhi situai-situasi kesalahankesalahan yang sama. Sebetulnya pada kasus apapun Al-Qur'an telah menetapkan
garis yang jelas dan benar, dan pada perisipnya ajaran tersebut mengajarkan kita
untuk menghormati martabat dan kebebasan orang lain.89
Kembali pada masalah pokok, yaitu kasus Riddah (murtad). Pada aspek
ini teolog tradisional juga tidak bersandar pada prinsip dasar Al-Qur'an, karena
telah membatasi kebebasan seseorang untuk menentukan agamanya sendiri.
Berdasarkan teolog ini, umat Islam tidak boleh mengkonversi agamanya,
meskipun Al-Qur'an menyebutkan tidak ada paksaan dalam beragama, tetapi pada
prakteknya tidak mungkin sekali, didalam Islam, untuk keluar dari Islam, artinya
konversi dari Islam menuju agama lain dianggap sebagai pengkhiantan, dan
pelakunya dijatuhi hukuman mati. Untuk masalah interpretasi teolog tradisional
mengemukakan dalil-dalil dari khalifah pertama Islam, yaitu Abu Bakar
(memerintah, 632-634), yang dengan semangat memerangi suku-suku yang
menolak otoritasnya setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw, dan memerangi
mereka yang tidak membayar zakat. Abu Bakar menyamakan pembangkangan
suku-sukunya tersebut dengan kemurtadan (apostasy). Dan para teolog mengutip
hadits Nabi yang tidak cukup kuat: "Siapapun yang mengubah agamanya, maka
bunuhlah ia". Padahal pada kenyataannya mereka masih melakukan shalat, puasa,
89
Charlez Khurzman (ed), Wacana Islam Liberal : pemikiran Islam kontemorer tentang
Isu-isu Global, Penerjemah, Bahrul Ulum, et, al,. (Jakarta: Paramadina, 2001), cet ke -1, h. 257
haji dan lain-lainnya. Pembangkangan terhadap Khalifah Abu Bakar dapat
ditafsirkan.
1.
Sebagai bentuk perlawanan terhadap hegemoni suku Qurais dan kepada Abu
Bakar secara individu.
2.
Mereka masuk Islam hanya dibibir saja, karena keterpaksaan oleh keadaan
saat itu, oleh karena itu, hukuman mati pada kasus murtad adalah tak lebih
dari fenomena politik dari pada Khalifah pada saat itu.90
Analisis ini, menunjukan hukuman murtad lebih kearah politik ketimbang
agama, dipertegas dengan kenyataan bahwa dalam kitab-kitab fiqih klasik tidak
ada teks tentang bagaimana prosedur dan pembuktian kasus murtad, bahkan
menurut ulama mazhab Hanafi dan Hambali mengatakan bahwa kita tidak bisa
membedakan kafir atau tidak seseorang. Hanya Allah yang tahu dalam hati
seseorang kafir atau pun tidak.91 Tetapi, mengapa orang yang murtad harus
dihukum mati.
Mazhab Hanafi, yang lebih rasional dalam memberikan alasan,
berdasarkan alasan sosiologis dan politis, kenapa orang murtad harus dihukum
mati, tidak lain alasannya adalah orang yang murtad mempunyai akibat yang
berbahaya bagi masyarakat Islam yaitu keteraturan sosial akan kacau, oleh karena
itu, membunuh satu orang lebih baik dari pada masyarakat menjadi berantakan.
90
39-56
91
Fazlur Rahman, Hukum dan Etika Dalam Islam, (Jakarta: Al-Hikmah, 1993), cet. 1, h.
Syekh al-'Allamah Muhammad bin abdurahman ad-Dimasyiqi, diterjemahkan oleh:
Abdullah Zaky Alkaf, Fiqih Empat Mazhab, (Hasyimi, Bandung,2004), cet ke. 2, h. 450
Lagi-lagi alasan untuk membunuh orang murtad bukan pada Al-Qur'an tetapi
alasan politis dan sosiologis. Seperti, tahun1970-an di Mesir, para Islamis telah
gagal menerapkan hukuman ini bagi kelompok koptik yang masuk Islam, yang
hanya untuk mengawini wanita-wanita muslim, dan yang jika gagal artinya
berbalik pada agama sebelumnya (koptik). Padahal alasan para pemikir Islam
Mesir untuk keteraturan sosial. 92
Jadi, kasus apostasi dalam Islam, meskipun umumnya bersifat teoritis
perlu untuk diperjelas. Hadis yang digunakan para teolog dalam hubungannya
dengan hukuman mati sedikit banyak telah tercampur, dalam kitab-kitab hadis,
dengan masalah pemberontakan dan perampokan. Kasus-kasus orang-orang
murtad yang dibunuh pada zaman Nabi ataupun pada zaman sesudah Nabi wafat,
adalah, tanpa terkecuali, orang-orang yang sebgai konsekuensi kemurtadan
mereka yang memerangi umat Islam yang pada masa itu umat Islam merupakan
komunitas kecil dan lemah, jika kita cermati hukuman mati dalam kasus seperti
ini adalah hukuman bela diri. Maka, tak mengherankan bahwa mazhab fiqih
Hanafi tidak menetapkan hukuman mati pada kaum wanita yang murtad.
Alasannya karena wanita tidak sama dengan laki-laki wanita tidak cocok untuk
berperang.93
92
Charlez Khurzman (ed), Wacana Islam Liberal : pemikiran Islam kontemorer tentang
Isu-isu Global, Penerjemah, Bahrul Ulum, et, al,. (Jakarta:Paramadina, 2001), cet ke -1, h. 259.
93
Syekh al-'Allamah Muhammad bin abdurahman ad-Dimasyiqi, diterjemahkan oleh:
Abdullah Zaky Alkaf, Fiqih Empat Mazhab, (Bandung : Hasyimi, ,2004), cet ke. 2, h. 450
Ketika ayat Al-Qur'an tidak ada yang jelas dalam hukuman mati bagi
pelaku murtad, Fuqaha mencari landasan hukuman mati orang murtad pada hadis,
a. Pada hadis 'Ikl dan 'Arinah yang murtad setelah masuk Islam. Tetapi
sebenarnya mereka dibunuh karena memerangi Islam,
b. Hadis Aisyah dan Ibn Abbas "Tiga orang yang darahnya halal, orang yang
membunuh, zinah muhshan, dan orang yang murtad"(HR. Bukhari Muslim,
Nasa'i, Ibn Madjah, dan Abu Dawud), menurut Ibnu Taimiyah hadis ini bukan
membicarakan orang yang murtad, tetapi mereka yang memerangi Islam.
c. Hadis "Barangsiapa yang mengganti agamanya maka bunuhlah ia", (HR.
Bukhari, Ibn Madjah, Nasa'I, Malik Tirmizi, Abu Dawud dan Hanbal), hadis
ini hanya diriwayatkan oleh Ibn Abbas, yang terkenal dengan hadis ahad,
(hadis yang diriwayatkan oleh satu orang),94 menurut mantan Syekh AlAzhar, Mahmud Syaltut, mengatakan bahwa kebanyakan ahli hukum Islam
berpendapat, hadis ahad tidak dapat diterima sebagai landasan hukum dan
hadis seperti ini tidak bisa menjadi landasan untuk menghalalkan darah
seseorang. Yang lebih meragukan lagi Ibnu Abbas pada waktu meriwayatkan
hadis ini berumur 13 tahun.95
Oleh sebab itu, hadis-hadis diatas tidak sah dijadikan landasan hukuman
mati bagi orang murtad. Dan alasan-alasan kenapa hadis tersebut tidak bisa
94
Muhammad Salim Alwwa, fi Usul Anizam al-Jina'I al-Islami ( Kairo: Daar Al-Ma'ruf
,1979) cet, 1. h. 146.
95
Muhammad Syaltut, Al-Islam Aqidah wa Syari'ah(Mesir: Dar Al-Kalam t.t), cet. 1, h.
293
dijadikan dasar hukum, apalagi dijadikan dasar untuk menghalalkan darah
seseorang, adalah sebagai berikut:
a. Menurut al-Shawkani dalam Nayl Al-Autar,
Sanad (mata rantai) hadis
tersebut tidak sah (valid), dan tidak ada kepastian dari Rasulullah telah
menghukum orang murtad dengan hukuman mati.
b. Terdapat hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim mengatakan
bahwa ada seorang Arab, Qayis Ibn Hazim yang menyatakan keluar dari
Islam pada Rasulullah, tetapi Rasulullah tidak menghukumnya. Sehingga ia
bebas keluar dari Madinah tanpa sedikitpun hukuman.
c. Dan ada juga sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Anas Ibn Malik yang
menyatakan bahwa ada seorang Nasrani yang masuk Islam, lalu keluar lagi
(murtad), tapi, Rasul tidak menghukumnya.
d. Sebab turunya surat Ali Imran ayat 72, karena Murtadnya orang-orang Yahudi
di Madinah, ketika itu, pemerintah Islam sudah tegak dan Rasulullah
bertindak sebagai kepala Negara. Namun, Rasul tidak menghukum orang
murtad tersebut.96
e. Dari sudut pandang modern, hadis tersebut bisa dan harus dipertanyakan.
Menurut pendapat Mohammed Talbi kita mempunyai beberapa alasan yang
baik untuk mengnggap hadis itu palsu. Hadis tersebut mungkin dipalsukan
dibawah pengaruh Leviticus, pasal 24, ayat 16, dan Deuteronomi, pasal 13,
96
Muhammad Salim Alwwa, fi Usul Anizam al-Jina'I al-Islami( Kairo, Daar Al-Ma'ruf
,1979) cet, 1, h. 152-153
ayat 2-19, dimana orang-orang Israil diperintahkan untuk merajam orang yang
murtad sampai mati, hal ini sama dengan hadis yang menjadi dasar dari
pemidanaan murtad bagi para teolog tradisional.97
Bagimanapun, hadis tersebut tidak sejalan dengan ajaran-ajaran AlQur'an, karena dalam Al-Qur'an tidak pernah disebutkan perintah hukuman mati,
terhadap orang-orang yang murtad. Sepanjang masa Nabi, Apostasi muncul di
berbagai daerah, Al-Qur'an menyebutkan hal ini, vonis terhadap orang yang
murtad yang bersiteguh menolak Islam diserahkan sepenuhnya pada hukuman
Tuhan dihari akhir. Kasus-kasus yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan para
penafsirnya menyangkut, disatu sisi, individu-individu dan suku-suku yang
berubah haluan, dan dipihak lain orang-orang yang tertarik pada Ahli Kitab (ahl
al-kitab), Yahudi dan Kristen. Tertarik pada Iman mereka dan masuk pada ajaran
ahli kitab, hal ini disebutkan dalam AL-Qur'an:
☺
⌧
⌧
⌦
Artinya: Sebahagian besar ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat
mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, Karena
97
Charlez Khurzman (ed), Wacana Islam Liberal : pemikiran Islam kontemorer tentang
Isu-isu Global, Penerjemah, Bahrul Ulum, et, al,. (Jakarta:Paramadina, 2001), cet ke -1, h. 259
dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka
kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah
mendatangkan perintah-Nya98Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu.
Dan dalam Surat Ali-Imran ayat 99-100, mnyebutkan:
☯
☺
(١٠٠-٩٩ :‫ال ﻋﻤﺮان‬
⌧
)
Artinya: Katakanlah: "Hai ahli kitab, Mengapa kamu menghalang-halangi dari
jalan Allah orang-orang yang Telah beriman, kamu menghendakinya
menjadi bengkok, padahal kamu menyaksikan?". Allah sekali-kali tidak
lalai dari apa yang kamu kerjakan. Hai orang-orang yang beriman, jika
kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al kitab,
niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah
kamu beriman.(Ali Imron: 99-100).
Dengan
mempertimbangkan
situasi-situasi
khusus
Al-Qur'an
memperingatkan, menyatakan, atau merekomendasikan sikap yang harus diambil
ketika berhadapan dengan kasus murtad, tetapi Al-Qur'an tidak memerintahkan
hukuman mati yang mutlak bagi pelaku murtad tersebut.
Banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Qur'an yang dengan bahasa yang baik
menasihati agar kaum muslim tidak terpengaruh untuk mengganti agamanya
98
Maksudnya: keizinan memerangi dan mengusir orang Yahudi
seperti mengganti pakaianya, karena zaman demi zaman atmosfir ketegangan
antara umat beragama sangat tajam, dalam keadaan seperti ini Al-Qur'an
memerintahkan orang-orang yang menganut Islam untuk berpegang teguh pada
ajaran-ajaran Islam hingga mati.
Dan bagi mereka pelaku apostasi telah diingatkan, bahwa mereka yang
memilih murtad setelah meyakini dengan ikhlas bahwa Islam adalah kebenaran,
lalu mereka keluar dari Islam, maka mereka adalah orang-orang yang zalim, dan
dengan demikian mereka kehilangan petunjuk Tuhan, karena Tuhan tidak akan
memberikan petunjuk pada orang-orang yang zalim, bagaimana Tuhan
memberikan petunjuk pada suatu kaum yang kafir setelah mereka beriman, dan
bersaksi bahwa Rasul itu nyata dan bukti-bukti yang jelas telah datang kepada
mereka. Maka Tuhan tidak akan memberikan petunjuk (hudan), pada orang-orang
yang zalim, (Q. 3: 86-87 dan 91). Karena orang murtad itu bisa bertaubat dan
tidak ada sanksi hukuman mati baginya, sebab Tuhan telah memberikan
kebebasan sepenuhnya kepada individu.99
C. Implikasi Pemikiran Islam Liberal Terhadap Kemurtadan
Sudah sejak awal, bahwa Islam harus sangat menghormati kebebasan
orang lain, yang telah diberikan Tuhan pada manusia, yang menjadi pengganti
Tuhan dimuka bumi ini, manusia mempunyai akal, pikiran juga hati yang
99
Mahmoud Ayoub, Religious Freedom And The Law of Apostasy in Islam (Roma,
Islamochistiana,1994), h. 27-39
tentunya bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Maka dari itu,
kebebasan manusia menjadi dasar dari hak asasi manusia itu sendiri.
Jadi, ketika kita dihadapkan dengan persoalan riddah (apostasy), kita
harus bersifat seperti Al-Qur'an telah mencontohkan, perlu digaris bawahi bahwa
Al-Qur'an tidak pernah menyebutkan hukuman bagi pelaku Murtad, termasuk
hukuman mati. Dalam istilah fiqih jinayah, kita dapat mengatakan tidak ada hadd
(hukuman) yang spesifik dalam masalah murtad.100
Dalam kasus murtad, umat Islam dianjurkan untuk menasihati,
memaafkan dan berlapang dada, ketika sudah tidak bisa dinasihati, karena
manusia tidak ada kapasitas untuk menghukumi orang yang murtad. Dengan kata
lain, tidak ada hukuman didunia bagi pelaku murtad. Hukuman bukan jawaban
pada kasus murtad, Karena tidak ada dasar hukum dari Tuhan untuk menghukum
orang yang melakukan perbuatan murtad, perdebatan ini adalah antara Tuhan dan
kesadaran orang yang murtad itu sendiri. Dan hal ini bukan kapasitas manusia
untuk mencampurinya.101
Umat Islam diberi kekuasaan angkat senjata hanya dalam satu kasus, yaitu
bela diri. Ketika mereka diserang dan iman mereka benar-benar dalam keadaan
bahaya. Dalam kasus seperti ini, "perang" (qital), ditetapkan oleh Tuhan
100
Mohamed Talbi, Religius Liberty: A Muslim Persepective Liberty and conscience,
(Inggris, Committee for the defense of Religious Liberty, Musim Semi, 1998), penerjemah:
Bahrul Ulum, Heri Junaedi, Kebebasan beragama, (Jakarta Paramadina,2003), cet 1, h. 262
101
Noviriantoni, Anggota Jaringan Islam Liberal, Wawancara Peribadi, Jakarta, 20
Januari 2008.
meskipun mereka tidak menyukainya, seperti yang diungkapkan dalam AlQur'an:
☺
☺
☺
☺
Artinya: Bulan Haram102 dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut
dihormati, berlaku hukum qishaash. oleh sebab itu barangsiapa yang
menyerang kamu, Maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya
terhadapmu. bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah, bahwa Allah
beserta orang-orang yang bertakwa.
Singkatnya, umat Islam diperintahkan untuk tidak mengalah, apalagi
mundur dari peperangan, ketika kesadaran mereka dijadikan taruhan, dan agar
angkat senjata untuk melawan dan membela diri.
Dan akhirnya, orang-orang yang berpaling dari petunjuk Tuhan adalah
orang-orang yang zalim, dan tidak akan mendapatkan petunjuk kembali, meski
demikian, Tuhan dan umat Islam tidak akan gagal dan lelah dalam berdakwah.
Jika kaum murtad meninggalkan Allah, maka akan ada kaum yang baru yang
datang pada Allah dan ajarannya dengan penuh kasih sayang. Seperti yang
diungkapkan dalam sebuah ayat berikut:
102
maksudnya antara lain ialah: bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram
dan Rajab), tanah Haram (Mekah) dan ihram.
☺
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang
murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu
kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang
bersikap lemah Lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap
keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan
yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah
karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan
Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.(Q. 5: 54).
Singkatnya, dari uraian panjang diatas, bahwa para fuqaha yang
menyatakan murtad termasuk jarimah hudud dan hukumannya adalah mati, hal
ini tidak benar dan tidak beralasan logis, karena seperti sudah dijelaskan diatas
bahwa, tidak ada satu ayat pun dalam teks dasar Al-Qur'an yang menyatakan,
hukuman mati bagi pelaku murtad, malah Al-Qur'an menegaskan "tidak ada
paksan dalam beragama", hadis-hadis yang dijadikan dasar hukum untuk
menghukum mati orang murtad itu tidak mutlak, karena orang murtad yang
dibunuh pada masa itu bukan karena murtadnya, tapi karena perbuatannya setelah
murtad. Jadi tegasnya tidak ada hukuman bagi pelaku apostasi didunia,
hukumannya diserahkan kepada Tuhan dihari akhirat nanti.103
D. Hukuman Murtad di Negara-negara Islam.
Hampir seluruh Negara-negara Muslim Arab dalam konstitusinya mereka
menjamin kebebasan beragama. Undang-undang pertama Mesir tahun 1923, pasal
12 disebutkan "kebebasan beragama adalah mutlak." Pasal 46 UU 1947 yang
sekarang berlaku di Mesir, berbunyi "Negara menjamin kebebasan beragama dan
kebebasan menjalankan ibadah."
Pasal
35,
alinea
pertama,
Undang-undang
Syiria
Tahun
1973
menyebutkan "kebebasan beragama itu dijamin dan Negara menghormati semua
agama." Pasal 14 UU Yordania tahun 1952 menyatakan "Negara melindungi
kebebasan memperaktikan agama dan kepercayaan sesuai dengan tradisi
kerajaan dengan ukuran semua itu tidak mengganggu keteraturan masyarakat
atau kesusilaan." Bunyi pasal ini hamper sama dengan bunyi pasal 9 UU
Libanon, pasal 35 UU Kuwait, pasal 25 UU Irak (sebelum perang Irak), pasal 32
Uni Emirat Arab, dan pasal 22 UU Bahrain.104
Konstitusi terbaru Negara-negara Arab tidak secara tegas menyebutkan
kebebasan beragama, hanya secara tersirat saja, seperti pasal 35 UU Aljazair
103
Mahmoud Ayoub, Religious Freedom And The Law of Apostasy in Islam (Roma,
Islamochistiana,1994), h. 39
104
Ayang Utriza, Kebebasan Beragama Dalam Islam dan Praktiknya di Negara-negara
Islam, (mimbar agama dan budaya, vol 2, 2005) No 4 h. 364
menyebutkan "kebebasan berfikir dan kebebasan berpendapat tidak bisa
diganggu gugat." Pasal 35 UU Yaman tahun 1990 menyatakan "tempat ibadah
tidak boleh diganggu demikian juga rumah dan tempat-tempat penelitian ilmu
pengetahuan, dan dilarang mengontrolnya atau menggeledah diluar hal-hal yang
telah diatur dalam undang-undang." Pasal 10 UU Mauritania 1991, "Negara
menjamin semua warga Negara, umum dan pribadi, kebebasan berpendapat,
berfikir, dan kebebasan berekspresi." Pasal 6 UU Maroko, menyatakan "Islam
adalah agama Negara yang menjamin menjalankan semua bentuk ibadah." Dan
posisi Indonesia dalam kebebasan beragma adalah dalam pasal 28 UUD 1945 ayat
1 dan 2, menyatakan "bahwa Negara menjamin warga negaranya dalam
beragama."105
Hampir semua Negara-negara Islam Timur Tengah dalam konstitusinya
menyatakan kebebasan beragama, walaupun ada beberapa Negara yang tidak
secara eksplisit menyebutkan kebebasan beragama dalam konstitusinya. Tetapi,
apakah murtad termasuk dalam delik pidana dalam Undang-undang Negaranegara Islam tersebut.
Negara-negara muslim Arab tidak memasukan delik murtad dalam UU
pidana mereka, kecuali tiga Negara, Sudan, Mauritania, dan Maroko. Seperti
pasal 126, ayat 1,2 dan 3, UU pidan Sudan tahun 1991, menyebutkn bahwa
"orang-orang murtad dari Islam dihukum mati," pasal 36 UU pidana Mauritania
105
Moeljatno, Undang-undang Dasar Negara Repoblik Indonesia.,(Jakarta, Bumi
Aksara, 2006), cet ke 20, h. 15
tahun 1988 mnyebutkan " semua kelakun baik perkatan maupun perbuatan yang
mengandung kemurtadan diancam dengan hukuman mati." Bahkan mereka yang
menolak kewajiban shalat, jika tidak taubat diancam hukuman mati pula, dalam
pasal-pasal berikutnya.106
Sementara pasal 220, Alinea 2, UU pidana Maroko tidak menyebutkan
secara langsung hukuman orang murtad, tetapi, bagi mereka yang menyebabkan
murtadnya seseorang dikenai hukuman penjara 6 bulan hingga 3 tahun dan denda
100 hingga 500 Dirham.107 Tampak jelas dalam Undang-undang pidana Sudan
dan Mauritania hukuman pidana murtad adalah hukuman mati, sementara di
Maroko hukumannya hanya dipenjarakan dan didenda, jelas ini sudah menjadi
perbedaan dalam menghukum pelaku murtad, ini artinya tidak adanya hukuman
yang konkrit dari sumber-sumber asli Islam tentang Murtad.
Indonesia, hingga hari ini tidak ada pasal mengenai murtad dalam undangundang pidana Indonesia, jika ada tentu akan sangat mengerikan bagi kebebasan
beragama, tidak ada UU pidana tentang murtad saja kelompok-kelompok Islam
radikal-fundamentalis sudah banyak menghalalkan darah orang, yang mungkin
hanya berbeda faham tentang keagamaan, dianggap keluar dari Islam dan
dihakimi secara radikal hal ini banyak terjadi dinegara-negara Islam, diIndonesia
106
Ayang Utriza, Kebebasan Beragama Dalam Islam dan Praktiknya di Negara-negara
Islam, (mimbar agama dan budaya, vol 2, 2005) No 4 h. 364
107
Ayang Utriza, Kebebasan Beragama Dalam Islam dan Praktiknya di Negara-negara
Islam, (mimbar agama dan budaya, vol 2, 2005) No 4 h. 365
hanya ada pasal tentang penghinaan dan penistaan agama dalam pasal 156 UU
Pidana Indonesia, yang menyebutkan bahwa:
"Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun, barangsiapa dengan
sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. Yang ada pada pokoknya bersifat permusuhan, penylahgunaan atau
penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
b. Dengan maksud agar orang tidak menganut agam apapun juga yang
bersendikan keTuhanan yang maha-Esa."108
Walau kebebasan berfikir dan beragama sudah ada dalam konstitusi
Negara-negara Islam. Tetapi, pada kenyataannya banyak kasus-kasus murtad
yang ditujukan pada pemikir-pemikir Islam yang dianggap sesat dan
menyeleweng dari Al-Qur'an dan Asunnah, dan dengan mengatas namakan Tuhan
mereka membunuh saudaranya sendiri hanya karena tidak sependapat dengan
kelompok yang massif, seperti kasus meninggalnya pemikir Islam Libanon
Mustafa Guha, pada 1992. Ia membayar keberanian dan kecerdasan dalam
berfikir dengan tembakan dikepalanya yang ditembakan oleh Islam fundamentalis
Libanon.109
Yang paling teragis dari semua kasus di Mesir, adalah kasus Farag Fawda,
pemikir sekuler Mesir, tokoh partai Wafd dan seorang dosen di Universitas Kairo.
Fawda dituduh murtad karena pemikirannya dalam buku Al-Haqiqah Al-Gaibah
(kenyataan yang tersembunyi), yang isinya mengkritik politikus Islam dan
praktiknya sepanjang masa Khalifah. Ia ditembak didekat rumahnya oleh seorang
108
Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia, KUHP(Jakarta, Bumi
Aksara 2006), cet ke, 25, h. 59
109
http://www islamlib.com, Tentang Islam Liberal, 23 januari 2008
muslim radikal. Al-Gazali ulama yang disegani di Mesir pada saat itu, dan beliau
mengatakan "membunuh orang yang murtad adalah kewajiban seorang muslim
ketika Negara tidak memenuhi tugas ini!).110
Di Indonesia kasus tuduhan murtad pernah menimpa Nurcholish Madjid,
pada tahun 1970-80-an, kasus Ulil Absar Abdalah tahun 2003, Kasus Musdah
Mulia yang terkena ancaman murtad karena memasukan kesamaan hukum lakilaki dan perempuan, membolehkan pernikahan beda agama, legislasi nikah
kontrak dan lain-lain yang dituangkan dalam legal draf KHI di Indonesia.111
Kebebasan beragama dan kebebasan berfikir memang adalah problem
klasik yang terus muncul dimasyarakat Islam, tantangan yang dihadapi kaum
muslim adalah bagaimana mereka dapat menghargai pilihan keberagamaan
seseorang dan menghargai pendapat orang lain. Sehingga mereka tidak dengan
cepat menuduh murtad kepada orang yang punya pendapat lain. Tidak ada
kebenaran tunggal dan pasti. Hanya pemilik alam, akhir dari sebuah kebenaran.
Dan seperti yang dikatakan oleh Bertrand Russel,112 seorang filosof dan juga
ilmuan yang humanis, "Pertumpahan darah dan kekerasan bukan sarana untuk
meningkatkan
keyakinan."
Karena
keyakinan
dibentuk
oleh
pemikiran,
pengetahuan, ketulusan, dan keiklasan.
110
http://www islamlib.com, Tentang Islam Liberal, 23 januari 2008
Majalah Mingguan Tempo edisi 11-17 Oktober 2006.
112
Bertrand Russel, Serpih-serpih Pemikiran, Ed. Robert E. Egner, (Yogyakarta,
Sadasiva, 2003), cet. 1, h. 36.
111
E. Analisis Kritis terhadap Hukuman Murtad.
Dalam pembahasan diatas, terdapat dua pendapat atas hukuman orang
yang melakukan kemurtadan, yaitu sebagai berikut:
1. Pendapat para ulama mazhab fiqih.
Pendapat ini menyatakan bahwa hukuman orang yang melakukan
kemurtadan adalah hukuman mati. Hal ini didasari atas hadis nabi yang berbunyi :
”Barang siapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah ia." (HR. Bukhari).
Dan hadis dari Nabi, yang berbunyi:
"Sesungguhnya Rasulullah bersabda, tidak halal darah seorang muslim yang
mengucapkan shadah tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad Saw adalah
utusan Allah, kecuali dengan salah satu yang tiga: orang yang melakukan zinah
muhsan, orang yang membunuh dan orang yang meninggalkan agamanya." (HR.
Muslim).
Hukum Islam secara umum, menghukum orang murtad dengan hukuman
mati tanpa terkecuali bagi orang yang keluar dari agama Islam dan tidak
melakukan kerusakan dan tidak memusuhi Islam, karena menurut pendapat ini
hukuman mati bagi orang yang melakukan tindak pidana murtad adalah mutlak
dari nash hadis dan Al-Qur'an alasannya adalah untuk menghindari kerusakan
tatanan sosial masyarakat muslim.
2. Pendapat Islam Liberal
Pendapat ini, seperti yang telah dibahas diatas,
menyatakan bahwa
hukuman mati bagi pelaku murtad adalah bertentangan dengan teks dasar AlQur'an, karena dalam Al-Qur'an tidak ada satu ayat pun yang menyatakan tentang
hukuman orang yang murtad. Bahkan Al-Qur'an menyatakan kebebasan dalam
beragama, dan tidak ada paksaan dalam agama. Karena manusia diciptakan
dengan akal budi yang bisa membedakan jalan yang salah dan benar dan
menerima hidayah Tuhan dengan sadar dan bebas.
Selanjutnya, Islam Liberal mengkritik hukum Islam secara umum pada
masalah murtad, sebab dasar hukum yang digunakan oleh para ulama empat
mazhab fiqih adalah pertama hadis dari Ibnu Abbas yang berbunyi "barang siapa
yang mengganti agamanya maka bunuhlah ia", hadis ini diriwayatkan hanya oleh
satu orang yaitu Ibnu Abbas yang dinamakan hadis ahad. Dan sebagaimana telah
diketahui bahwa hadis ahad tidak dapat dijadikan dasar hukum, apalagi untuk
menghalalkan darah seseorang. Terdapat juga hadis dari Aisyah dan Ibnu Masud
"Tiga orang yang darahnya halal, orang yang membunuh, zinah muhshan, dan
orang yang murtad" (HR. Bukhari Muslim, Nasa'i, Ibn Madjah, dan Abu Dawud),
menurut Ibnu Taimiyah hadis ini bukan membicarakan orang yang murtad, tetapi
mereka yang memerangi Islam.
Hukuman mati bagi pelaku murtad dizaman dahulu itu didasari oleh
politik khalifah pada saat itu, bukan nash Al-Qur'an ataupun hadis, karena orang
yang dihukum mati pada zaman itu adalah orang yang memberontak terhadap
Negara Islam. Jadi tidak ada hukuman apapun bagi pelaku murtad didunia semua
hukumannya diserahkan kepada Tuhan dihari akhir nanti.
Kedua pendapat diatas tadi sangat bertentangan secara kontras dalam
pengambilan hukum terhadap orang murtad. Sebab menurut hukum Islam secara
umum hukuman orang yang murtad adalah hukuman mati tanpa terkecuali, dan
Islam Liberal menyatakan tidak ada hukuman sama sekali terhadap orang yang
murtad didunia semua diserahkan kepada Tuhan diakhirat nanti. Tetapi jika kita
analisis lebih dalam pada dasar pengambilan hukum terhadap kasus murtad ini,
memang tidak ada teks Al-Qur'an yang menyebutkan tentang hukuman murtad
dan hadis yang menyebutkan "barang siapa yang mengganti agamanya maka
bunuhlah ia", adalah hadis ahad yang tidak valid menjadi dasar hukum. Tetapi
dalam hadis Nabi dari Abdullah yang menjadi dasar pengambilan hukum para
imam mazhab yang berbunyi sebagai berikut:
‫ ﺣ ﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒ ﺪ اﻟ ﺮﺣﻤﻦ‬:‫ﺣﺪﺛﻨﺎ اﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺣﻨﺒﻞ وﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ اﻟﻤﺜﻨ ﻰ )واﻟﻠﻔ ﻆ ﻻﺣﻤ ﺪ( ﻗ ﺎل‬
‫ ﻋ ﻦ‬,‫ ﻋ ﻦ ﻣ ﺴﺮوق‬,‫ ﻋ ﻦ ﻋﺒ ﺪاﷲ ﺑ ﻦ ﻣ ﺮة‬,‫ ﻋ ﻦ اﻻﻋﻤ ﺶ‬,‫ ﻋ ﻦ ﺳ ﻔﻴﺎن‬,‫ﺑ ﻦ ﻣﻬ ﺪي‬
‫ ))واﻟ ﺬي ﻻاﻟ ﻪ ﻏﻴ ﺮﻩ! ﻻﻳﺤ ﻞ دم‬:‫ ﻓﻘ ﺎل‬.‫م‬.‫ ﻗ ﺎم ﻓﻴﻨ ﺎ رﺳ ﻮل اﷲ ص‬:‫ ﻗ ﺎل‬,‫ﻋﺒ ﺪاﷲ‬
,‫ اﻟﺘ ﺎرك اﻻﺳ ﻼم‬:‫ اﻻ ﺛﻼﺛ ﺔ ﻧﻔ ﺮ‬,‫رﺟﻞ ﻣﺴﻠﻢ ﻳﺸﻬﺪ ان ﻻاﻟ ﻪ اﻻاﷲ واﻧ ﻲ رﺳ ﻮل اﷲ‬
(‫ ّ)رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ‬.((‫ و اﻟﺜﻴﺐ اﻟﺰاﻧﻲ واﻟﻨﻔﺲ ﺑﺎﻟﻨﻔﺲ‬,‫اﻟﻤﻔﺎرق ﻟﻠﺠﻤﺎﻋﺔ او اﻟﺠﻤﺎﻋﺔ‬
Artinya : Telah berbicara pada kami Ahmad Bin Hanbal, dan Muhammad Bin
Mutsanna, telah berbicara: Abdurrahman Bin Mahdy, dari Sufyan,
dari A'mas, dari Abdullah Bin Murrah, dari Masruk, dari Abdullah,
telah berbicara: telah berdiri Rasulullah Saw dan bersabda: Demi
Allah tiada Tuhan selain Allah, Tidak halal darah seorang muslim
yang bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Aku
(Muhammad) utusan Allah, kecuali tiga golongan: orang yang
meninggalkan Islam yang memecah belah masyarakat, zinnah
muhsan, dan orang yang membunuh orang lain.(H.R. Muslim)113
113
Imam Abi Husen Muslim Bin Hajaji, Sahih Muslim, (Libanon, Bayrouth, Daar Ihya
Al-Thurasi Al-Arabi), h. 751
Berarti hadis diatas, menyebutkan bahwa orang-orang yang
halal
darahnya adalah zinah muhsan, orang yang membunuh orang lain, dan orang
murtad yang memecah belah tatanan sosial masyarakat muslim. Maka terdapat
syarat tertentu bagi orang yang murtad bisa dihukum mati, yaitu jika membuat
kerusakan, memecah belah Islam dan merusak tatanan sosial masyarakat. Tetapi
apabila orang yang murtad tersebut tidak melakukan hal-hal yang disebut diatas
tadi, maka tidak ada hukuman didunia dan hukumannya diserahkan kepada
Tuhan. Hal ini bukan hanya didasari oleh faktor sosiologis atau politik
‫ﻣ ﺎ ﻳﺒ ﺎح ﺑ ﻪ دم‬tetapi
semata,
berdasar pada hadis Nabi dalam kitab Sahih Muslim, bab
, halaman 751, yang menyatakan dengan jelas dan tegas dalam masalah
‫اﻟﻤ ﺴﻠﻢ‬
murtad ini. Dengan demikian, berdasar pada hadis diatas, maka hukuman bagi
orang yang murtad itu adalah hukum mati jika orang murtad tersebut memecah
belah umat Islam, dan orang tersebut menjadi musuh Islam.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Kesimpulan dari pembahasan yang cukup panjang diatas, yang penulis
simpulkan adalah sebagai berikut:
1. Murtad menurut hukum Islam secara umum, yaitu murtad termasuk kepada
jarimah hudud, dengan dasar hukum yang telah disebutkan dalam
pembahasan diatas. Dan terdapat dua hukuman bagi pelaku murtad tersebut
yaitu hukuman pokok dan hukuman tambahan. Hukuman pokok bagi pelaku
murtad adalah hukuman mati dan hukuman tambahannya yaitu perampasan
harta milik orang yang murtad tersebut.
2. Dan murtad menurut pandangan Islam Liberal yaitu murtad tidak termasuk
kepada jarimah, dan tidak ada hukuman apapun bagi pelakunya di dunia,
hukumannya diserahkan kepada Tuhan di Akhirat nanti, karena tidak ada
dasar hukum dalam Al-Qur'an dan Al-Hadis yang menyebutkan tentang
hukuman bagi pelaku murtad, dan alasan-alasan lain yang telah penulis
sebutkan diatas.
B. Saran-saran.
Dari pembahasan diatas, penulis mencoba memberikan sedikit kontribusi
saran bagi masyarakat umum dan bagi kepentingan keilmuan, sebagai berikut:
1. Tidak melakukan tindakan-tindakan anarkis terhadap, orang-orang yang
berbeda pendapat dengan kita. Karena kebenaran hakiki hanya milik Tuhan
semata.
2. Mengupayakan penyuluhan tentang bagaimana menghormati agama lain dan
keyakinan sesorang. Agar tidak terjadi kesalah fahaman persepsi.
3. Meredam sekecil mungkin ketegangan antar umat beragama, karena hal ini
akan membahayakan ketentraman umum.
4. Menjadikan pemikiran Islam Liberal sebagai salah satu wacana keilmuan, dan
tidak hanya dipandang sebelah mata. Bagaimanapun sumbangsih kelompok
ini, dalam segi pemikiran hanya untuk tatanan masyarakat yang baik dan
toleran.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur'anul Karim
A'la, Abd, Dari Neo-Moderenisme ke Islam Liberal, Jakarta, Paramadina, 2003
Abdalah, Ulil Abshar, Tentang Islam Liberal, Wawancara pribadi, 20 September
2007.
Afary, Janet, The Iranian Contitutional Revolution, 1906-1911, New York, Columbia
University Press, 1996.
Ali Engineer, Asghar, The Right of Women in Islam, New York:St. Martin's Press,
1992.
Al-Kahlani, Muhammad Ibn Ismail, Subul al-Salam, Mesir, Mustafa Al-Babi, AlHalabi Awladuhu, 1950.
Alwa, Muhammad Salim, fi Usul Anizam al-Jina'I al-Islami. Kairo, Daar Al-Ma'ruf,
1979.
Al-Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adilatuh, juz VII , Beirut, Darul Al-Fikri,
1977.
Artikel Muhammad Sa'id al-Ashmawi. Islam and the political order, disunting oleh
George F. McLean, D.C:Council for Research in Values Philosophy, 1993,
h 95-110. Diterbitkan pertama kali dengan judul Al-Islam as-I-siyasi (Politik
Islam), di Mesir tahun 1997.
Artikel Nazira Zein-en-Din. Univeiling and Veiling: On the Liberation of the Women
and social Renewal in the Islamic World, diterjemahkan oleh Ali Badran
dan Margot Badran, dalam opening the Gates: Acentury of Arab Feminist
Writing, disunting oleh Margot Badran dan Miriam cooke (London Virago
Press; Bloomington : Indiana University Press, 1990)
Audah, Abd Al-Qodir, al-Tasyrii' al-Jinai al-Islami.Maktabah Dar Al-Urubah, Juz I,
1963.
Ayoub, Mahmoud, Religious Freedom And The Law of Apostasy in Islam, Roma,
Islamochistiana,1994.
Barton, Greg, Gagasan Islam Liberal, Jakarta, Paramadina, 1999.
Binder, Leonard, Islam Liberal, Kritik Terhadap Ideologi Pembangunan,
Penerjemah, Imam Mutaqien, Jakarta, Pustaka Pelajar, 2001.
Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari'ah dan Hukum, Jakarta: Fakultas
Syari'ah dan Hukum UIN Jakarta, 2008.
Cliford, Geertz, Islam Observed: Religius Devlopment in Morocco and Indonesian,
Chicago: University of Chicago Press, 1968.
Djazuli, Ahmad, Fiqih Jinayah, Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam,
Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1996.
Fakih, Mansur, Jalan Lain, Manifesto Intelektual Organik, Yogyakarta:Pustaka
pelajar, 2002.
Hakim, Rahmat, Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), Bandung, CV Pustaka Setia,
2000.
Hanafi, Ahmad, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta, PT Bulan Bintang, 2005.
Hasanudin, Makar dan Murtad Sebuah Perbandingan, Pidana Islam Di Indonesia,
Peluang, Prospek dan Tantangan, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001.
http//www.islamlib.com, tentang Islam Liberal, 2007.
Injil Matius.
Jaringan Islam Liberal (JIL), Syari'at Islam Pandangan Muslim Liberal, Jakarta,
Paramadina, 2003.
Khaldun, Ibn, Society- Common Ground, Trans State Islam, Volume 03, 1997.
Khurzman, Charlez, Wacana Islam Liberal, Jakarta, Paramadina, 2001.
Luthfi, Assyaukani, wajah-wajah Islam Liberal Di Indonesia, Jakarta, Teater Utan
Kayu, 2002.
Majalah Mingguan Tempo.
Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia, KUHP, Jakarta, Bumi
Aksara 2006.
Muslim Bin Hajaji, Imam Abi Husen, Sahih Muslim, Libanon, Bayrouth, Daar Ihya
Al-Thurasi Al-Arabi, 1420 h
Nasih, Mohammad, Memahami Konsep Islam Liberal, http://www.islamlib.com, 16
Oktober 2007
Noviriantoni, Anggota Jaringan Islam Liberal. Wawancara Pribadi. 2008.
Rahman, Fazrul, Hukum dan Etika Dalam Islam, Jakarta, Al-Hikmah, 1993.
Russel, Bertrand, Serpih-serpih Pemikiran, Ed, Robert E. Egner, Yogyakarta,
Sadasiva, 2003.
Rusyd, Ibn, Bidayat al-Mujtahidin Wa Nihayah Al-Muqtasid, Mesir, Mustafa AlBabai-Halabi, Juz II, 1966.
Sabiq, As-Sayid, Fiqih al-Sunnah, Beirut, Darul Al-Fikri, 1977.
Syaltut, Muhammad, Al-Islam Aqidah wa Syari'ah. Mesir, Dar Al-Kalam t.t.
Syekh al-'Allamah Muhammad bin abdurahman ad-Dimasyiqi, Fiqih Empat Mazhab,
diterjemahkan oleh: Abdullah Zaky Alkaf, Hasyimi, Bandung,2004.
Talbi, Mohamed, Religius Liberty: A Muslim Persepective Liberty and conscience,
(Inggris, Committee for the defense of Religious Liberty, Musim Semi,
1998), penerjemah: Bahrul Ulum, Heri Junaedi, Kebebasan beragama,
Jakarta Paramadina,2003.
Thoha, Hamim, Paham Keagmaan Kaum Reformis, penyunting Imron Rosyidi,
Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya 2000.
Santoso, Topo, Menggagas Hukum Pidana Islam, Penerapan Syari'at dalam Konteks
Moderenitas, Bandung, Assy Syaamil, 2000.
Utriza, Ayang, Kebebasan Beragama Dalam Islam dan Praktiknya di Negaranegara Islam, (mimbar agama dan budaya, vol 2) No 4 h. 2 th 2005
Uways, Abd, Halim, Fiqih statis Dinamis, Jakarta, Pustaka Hidayah, 1998.
Download