BAB II LANDASAN TEORI Dengan bermunculannya bidang usaha yang beragam, konsumen makin leluasa memilih sesuai dengan kebutuhannya dan konsumen pun saat ini memiliki bargaining power yang kuat dalam melakukan pembelian. Maka dari itu sebagai produsen atau penawar barang/jasa sangat memerlukan strategi yang tepat guna agar dapat memenangkan persaingan pasar saat ini. Perusahaan tidak lagi menjual barang/jasa yang sekiranya perusahaan tersebut ingin menjual, tetapi lebih dilihat dari kebutuhan dan keinginan pasar yang ada. Keadaan ini memunculkan suatu pendekatan yang lebih mengarah ke persepsi konsumen dalam membuat suatu strategi pemasaran. Studi Ethnography merupakan suatu teknik untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam mengenai persepsi dan kepribadian konsumen. Sehingga untuk melakukan strategi pemasaran berdasarkan keinginan konsumen, sangatlah tepat dilakukan terlebih dahulu teknik Ethnography untuk mendapatkan insight dari konsumen. Menelaah lebih jauh konsumen lebih dikenal dengan Consumer Insight yaitu suatu kegiatan untuk mendapatkan informasi yang dalam dan lengkap mengenai pandangan atau persepsi paling jujur dari target konsumen. Dengan menelaah lebih jauh pada persepsi konsumen, perusahaan akan mendapatkan pengetahuan yang lebih mendalam terhadap keinginan dan kebutuhan konsumen, sehingga tujuan utama suatu perusahaan yaitu memuaskan pelanggannya dapat terpenuhi. 11 12 2.1. CONSUMER INSIGHT Definisi Insight menurut thefreedictionary.com adalah kemampuan untuk melihat secara jelas atau mendalam suatu sifat yang alami. Menurut hamilton(2007), consumer insight adalah sebuah aspek yang sangat luas, bukan hanya meliputi bagaimana cara konsumen menggunakan sebuah produk atau jasa, tetapi juga bagaimana mereka menggunakan sebuah media, khususnya media digital. Saat ini, konsumen tidak hanya sekedar melihat sebuah advertising atau ”marketing message” sebagai sebuah hal untuk didengar dan dibaca saja (one – way broadcast model), tetapi mereka juga memberikan feedback, masukan dan informasi, melalui beragam jenis media seperti : blog, social network, Youtube videos dan text messaging (two way broadcast model). Dari media – media itulah perusahaan mendapatkan kesempatan untuk dapat berinteraksi dengan konsumen, dan mendapatkan ”insight” baru dari mereka. 60 % marketer telah melakukan survey terhadap prilaku konsumen terhadap penggunaan ”new media”. Dan sebagaian besar diantara menyatakan bahwa Ethnography adalah sebuah bagian penting yang dapat digunakan sebagai sebuah alat dalam pengembangan strategi marketing . Dengan bantuan media dan analisa Ethnography, akan sangat mungkin bagi marketer untuk mempelajari konsumen melalui diskusi real – time dengan mereka. Penerapan teknik Ethnography akan menghasilkan Insight dari konsumen yang sedang diteliti. Dunia bisnis saat ini sering kali dihadapi dengan kebutuhan 13 untuk mengetahui insight dari konsumennya secara detail dan dapat dijadikan acuan bagi bisnis untuk mendapatkan competitive advantage diantara pesaingnya. Consumer Insight merupakan pendekatan yang sangat baik apabila ingin mendapatkan pemahaman yang dalam terhadap kehidupan, tingkah laku, dan sikap konsumen. Ritual dari studi ini akan menyelam lebih dalam terhadap konsumen yang memiliki suatu spesifik target bagi peneliti didalam area tingkah laku tertentu. Kevin lane keller, brian Sternthal, and Alice tybout(2002) mengatakan bahwa consumer insight association dilakukan ketika, satu brand dengan brand yang lain tidak memiliki perbedaan yang mencolok untuk bisa bersaing di dalam sebuah kompetisi. Tujuannya untuk mengkaji lebih jauh dan lebih mendalam lagi, apa yang sebenarnya di perlukan dan ada dalam “consumer insight”, sehingga akan didapatkan suatu tujuan yang sebenar- benarnya diinginkan oleh konsumen. Seperti juga yang dikatakan S.Rachamander(2000), bahwa consumer insight erat kaitannya dengan marketing insight, dimana untuk bisa mencapai tujuan sebuah marketing insight, sangat penting adanya untuk “mendengarkan konsumen” dimana saja mereka berada, mencari tahu apa yang sebenarnya mereka rasakan, mereka cium dan mereka sentuh itulah kuncinya. 2.2. PENERAPAN CONSUMER INSIGHT PRODUK TEH Oleh sebab itu, mencari tahu dan mengetahui “Consumer Insight” produk teh adalah sebuah syarat yang mutlak bagi kelanggengan sebuah perusahaan yang 14 memproduksi produk teh hitam premium ini. Dimana mereka harus mampu menjalin kerjasama dan komunikasi yang baik dengan peminum teh. Mereka juga harus bisa menyelami pribadi masing – masing individu peminum teh, mencari tahu kepribadian mereka, kesenangan mereka, gaya hidup mereka, cara mereka bersosialisasi, dan intisari penting lainnya sehingga pada akhirnya perusahaan akan mengetahui secara pasti apa yang sebenarnya diinginkan oleh peminum teh dan apa sebenarnya yang terbaik dan paling cocok bagi mereka. Dengan menyelami “Consumer Insight”, perusahaan akan tampil sebagai mediator, penengah dan pembawa solusi bagi permasalahan – permasalahan yang sering kali ditemui antara Key Stakeholder di tengah – tengah pemilihan produk teh yang memang mereka butuhkan. Karena sebagian besar dari peminum teh adalah individu - individu yang juga tidak terlalu dapat terbuka terhadap permasalahannya seputar pemilihan teh hitam premium yang baik dan sesuai dengan yang diinginkannya. Sebagai contoh masalah umum yang sering kali timbul dari peminum teh adalah masalah ampas dari teh. Penggunaan air untuk menyeduh teh juga berpotensi menjadi masalah yang dihadapi oleh konsumen. Consumer insight juga merupakan wadah bagi perusahaan untuk menggali ide-ide dan inspirasi – inspirasi baru dari peminum teh, bisa saja inspirasi – inspirasi tersebut adalah merupakan sebuah inovasi dan rekomendasi terbaru dari mereka, yang bisa dijadikan sumber informasi dan pembelajaran bagi perusahaan untuk bisa menyajikan sesuatu yang “IT” dan “FRESH” bagi peminum teh lain. Karena tidak jarang konsumen mengemukakan ide – idenya yang orisinil, yang diperolehnya dari sumber lain dan dari tempat yang berbeda. Misalnya saja dari majalah kesehatan, atau 15 dari website-website terbaru, sehingga bisa dikatakan “Consumer Insight” peminum teh, juga merupakan buku, ilmu, referensi dan sumber informasi dalam bentuk lain. Berbicara panjang lebar mengenai penyelaman mendalam sebuah perusahaan terhadap “ Consumer Insight” peminum teh, dapat dijabarkan mengenai definisi “Consumer Insight”, seperti dikutip dari pernyataan Amalia.E.Maulana, (Consumer Insight via Ethnography , halaman 24), Insight – "A clear, deep and sometimes sudden understanding of a complicated problem or situation, or the ability to have such an understanding". Yang menarik dari definisi ini adalah perpaduan dari tiga unsur yaitu: • unsur deep - atau kedalaman pemahaman materi • unsur complex - yaitu mencakup kompleksitas dari masalah yang dibahas • unsur sudden - dari segi waktu, yaitu sesuatu yang dimengerti secara tiba-tiba Sesuatu yang insightful berarti berisikan informasi yang mendalam pada suatu obyek permasalahan yang kompleks, dan ditemukannya tidak setiap saat. Dalam beberapa kamus lain, dijelaskan bahwa insight ini biasanya original dan breakthrough. Lebih jauh dikatakan, insight merupakan sebuah flash, artinya suatu pengetahuan yang brilliant, yang muncul secara tiba-tiba. Kata kunci lainnya, insight ini bersifat intuitive, dan disejajarkan dengan sixth sense atau indera keenam. Pengertian insight dalam konteks psikologi adalah mencari tahu secara lebih mendalam apa latar belakang dan faktor-faktor yang mendorong perbuatan, 16 pemikiran dan perilaku seseorang. Dari definisi-definisi tersebut, perpaduan antara Consumer dan Insight kira-kira akan menjadi seperti ini: "Proses mencari tahu secara lebih mendalam dan holistik, tentang latar belakang perbuatan, pemikiran dan perilaku seorang konsumen yang berhubungan dengan produk dan komunikasi iklannya". 2.3. MENELAAH KONSUMEN Konsumen memiliki tahapan dalam proses keputusan pembelian sebuah produk / jasa. Tergantung dari besarnya nilai baik secara rasional maupun emosional produk tersebut akan mempengaruhi proses pembelian produk / jasa tersebut. Berdasarkan teori AIDA Model yang ditulis oleh Lewis (1898), Model AIDA menggambarkan proses dasar suatu individu yang mana menjadi termotivasi untuk melakukan pembelian berdasarkan rangsangan eksternal dari wakil penjualan. Motivasi untuk melakukan pembelian ini bergantung kepada; Awareness, yaitu pengetahuan terhadap produk tersebut; Interest, tertarik terhadap produk tersebut; Desire, keinginan memiliki produk tersebut, dan Action, yang akhirnya memutuskan untuk menggunakan produk tersebut. 17 Gambar 2.1. AIDA Funnel Model Lewis (1898) Dilihat dari AIDA funnel model tersebut, konsumen memiliki tahapan dalam melakukan pembelian. Apalagi produk / jasa tersebut memiliki nilai tinggi bagi konsumen. Semakin tinggi nilai dari suatu produk / jasa, maka proses pengambilan keputusan juga semakin rumit. Sebelum menentukan pilihan pilihan, konsumen akan berfikir panjang termasuk juga keterlibatan dari berbagai pihak dan alasan. Dalam mengambil keputusan, konsumen bertindak berdasarkan nilai rasional dan emosionalnya terhadap nilai dari produk / jasa tersebut. adCracker.com menuliskan bahwa, ada beberapa cara untuk mengerti psikologi dan tingkah laku dari target konsumen. Involvement atau keterlibatan termasuk didalamnya adalah waktu, pikiran, energi dan sumber lain dimana individu memiliki pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. apabila produk / jasa tersebut memiliki nilai yang besar, maka proses pengambilan keputusannya akan dihadapkan pada keterlibatan tinggi berdasarkan pikiran rasional maupun emosional. 18 2.3.1. HIGH INVOLVEMENT Gambar 2.2. High Involvement Model oleh Bett (2006) Bagan diatas menjelaskan dua bisnis strategi dalam sebuah perusahaan pelayanan, dimana yang pertama adalah sebuah strategi pada perusahaan yang memiliki volume produksi tinggi, biaya produksi rendah, standarisasi dalam system pembayaran, dan memproduksi sebuah produk yang rasional. Sedangkan yang satu lagi adalah sebuah perusahaan dengan strategi, membangun peningkatan pendapatan melalui customization. Pada bagan ini dijelaskan kedua perusahaan tersebut memiliki strategi yang berbeda dalam menghadapi konsumennya. Seperti dijelaskan oleh Pine (2003), bahwa dasar dari sebuah market – driven management adalah bagaimana mensegmenkan, mentargetkan, dan memposisikan sebuah produk secara tepat. Segmen berarti mengelompokkan konsumen yang memiliki 19 kebutuhan yang sama ke dalam kelompok – kelompoknya masing – masing. Target adalah menentukan target dari segment tersebut, kelompok konsumen yang memiliki kesesuaian dengan kemampuan produksi perusahaan dan memiliki suatu nilai yang potential bagi perusahaan (misalnya target tersebut dapat membawa perusahaan kepada peningkatan pendapatan, penjualan, ataupun asset). Memposisikan, berarti menempatkan produk yang sudah dibuat kedalam benak konsumen yang menjadi target perusahaan. Dan yang terakhir adalah membuat sebuah produk yang memenuhi persyaratan yang diinginkan oleh konsumen yang menjadi target perusahaan. Ries dan Trout(1986, 44) mengatakan bahwa “the consumer mind” yang menggarap persepsi manusia itu adalah medan perang pemasaran terutama dalam kiat – kiat positioning. Potioning adalah kiat mempengaruhi dan membentuk persepsi konsumen terhadap produk atau merek yang diperkenalkan. Dalam tulisannya, mereka mengatakan sabagai berikut, “marketing battles are fought inside teh mind. Inside your own mind and inside teh mind of your prospects, everyday of teh week. Teh mind is teh battle ground. A terrain that is tricky and difficult to understand. Teh entire ground is just 6 inches wide.” Dapat dilihat kembali pada bagan diatas, bahwa ketika sebuah segmen konsumen memiliki high value yang semakin tinggi maka semakin tinggi pula high envolvement yang harus bisa diberikan oleh perusahaan, dalam hal ini konteksnya adalah karyawan/pegawai perusahaan. Hal ini bisa terjadi karena misalnya, konsumen harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk mendapatkan service/produk tersebut, service/produk tersebut memiliki value 20 yang tinggi. Contoh yang lain adalah, ketika service/produk hanya akan digunakan sekali seumur hidup oleh konsumen, sebagai contoh misalnya pemilihan sebuah Wedding Organizer, karena perusahaan erat kaitannya dengan rencana pernikahan seseorang, oleh sebab itu perusahaan termasuk ke dalam jenis usaha yang memiliki High Envolvement yang sangat tinggi, karena perusahaan dituntut untuk dapat memberikan service yang maksimal kepada konsumennya, mulai dari merancang konsep yang tepat, memberikan masukan – masukan dan ide mengenai konsep tersebut, memberikan konsultasi mengenai vendor-vendor yang terbaik, menjawab segala pertanyaan yang ditanyakan konsumen menyangkut rencana pernikahannya, hingga menjadi mediator atau pihak ketiga yang menjadi penengah bagi kedua belah pihak keluarga besar calon pasangan pengantin. Prasetijo dan Ihalauw memfokuskan proses pembelian konsumen pada “Konsep Keputusan”, dimana keputusan sebagai suatu pemilihan tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif. Dengan kata lain, orang yang mengambil keputusan harus mempunyai satu pilihan dari beberapa alternatif yang ada. Bila seseorang dihadapkan pada dua pilihan, yaitu membeli dan tidak membeli, dan kemudian dia memilih membeli, maka dia ada dalam posisi membuat suatu keputusan. Bila ditinjau dari alternatif yang harus dicari, sebetulnya dalam proses pengambilan keputusan, konsumen harus melakukan pemecahan masalah. Masalah itu timbul dari kebutuhan yang dirasakan dan keinginannya untuk memenuhi kebutuhan itu dengan konsumsi produk atau jasa yang sesuai. 21 Pemecahan masalah ini memiliki tiga tingkatan yaitu pemecahan masalah yang mensyaratkan respon yang rutin. Keputusan yang diambil tidak disertai dengan usaha yang cukup untuk mencari informasi dan menentukan alternatif. Banyak sekali keputusan yang dibuat secara rutin, tanpa pikir panjang misalnya : setiap pagi seseorang makan nasi dan bukan mendatangi temannya, dan lain sebagainya. Pemecahan masalah dengan proses yang tidak berbelit – belit (terbatas). Karena sudah ada tahap pemecahan masalah yang telah dikuasai. Keputusan untuk memecahkan masalah dalam hal ini sangat sederhana. Jalan pintas kognitif yang menjadi ciri khas pemecahan masalah ini, menyebabkan seseorang tidak peduli dengan ada atau tidaknya informasi. Konsumen menggunakan kriteria yang kurang lebih sudah terbentuk, untuk mengevaluasi kategori produk dan merek – merek dalam kategori tersebut. Bila ada informasi, informasi itu hanya digunakan untuk membedakan merek yang satu dengan yang lain contohnya bila ingin membeli mobil ia sudah mempunyai kriteria untuk mengevaluasi produk tersebut. Bila ada informasi, ia hanya menggunakan informasi ini untuk membedakan antara mobil Honda dan mobil Toyota. Pemecahan masalah yang dilakukan dengan upaya yang lebih berhati – hati dan penuh pertimbangan (pemecahan masalah yang lebih intensif). Dalam tingkatan ini konsumen memerlukan informasi yang relative lengkap untuk membentuk kriteria evaluasi, karena dia belum mempunyai kriteria yang baku. Proses pemecahan masalah menjadi lebih rumit dan panjang, dan biasanya 22 mengikuti proses tradisional, mulai sadar akan kebutuhan, motivasi untuk memenuhi kebutuhan itu, mencari informasi, mengembangkan alternatif, memilih satu dari alternatif-alternatif tersebut, dan memutuskan untuk membeli. Hal ini terutama bila menyangkut produk yang gampang dilihat orang lain, dan sangat mempengaruhi citra diri sosial seseorang. Pembelian perabot rumah tangga, misalnya memerlukan pertimbangan yang masak, karena perabot rumah tangga mudah dilihat oleh tamu, tetangga, atau teman lain yang sering disebut significant others. 2.3.2. KONSUMEN SEBAGAI INDIVIDU 2.3.2.1. MOTIVASI KONSUMEN Motivasi merupakan faktor pendorong bagi seseorang untuk melakukan suatu tindakan. Faktor pendorong ini dihasilkan dari suatu kebutuhan dan keinginan yang belum terpenuhi. Dengan didorong suatu kebutuhan dan keinginan maka individu tersebut akan melakukan tindakan untuk mencapai tujuannya. Semua individu memiliki kebutuhan dan keinginan masingmasing. Ada kebutuhan primer dan ada yang hanya sebagai kebutuhan tambahan. Kebutuhan primer mencakup didalamnya sandang, pangan, dan papan. Apabila kebutuhan primer tersebut sudah dipenuhi, individu cenderung akan ingin memenuhi kebutuhan tambahannya. Disinilah munculnya bermacam-macam produk dan penawaran bagi masyarakat 23 luas, dan merupakan suatu kesempatan besar bagi market industri untuk dapat mencari peluang – peluang dalam menjual suatu produk/jasa. Menurut Schiffman (2004, p88) untuk memahami model dari proses motivasi dapat dilihat dari gambar 2.3. Model of Motivation Process. Gambar 2.3. Model of Motivation Process Schiffman (2004, p88) 2.3.2.2. PERILAKU KONSUMEN Perilaku konsumen merupakan suatu karakteristik sifat yang dimiliki individu. Untuk memahami keinginan konsumen diperlukan adanya analisa mengenai apa yang mereka pikirkan (cognition), apa yang mereka rasakan (affect), apa yang mereka lakukan (behavior), serta hal disekitarnya (environment) yang mempengaruhi serta dipengaruhi 24 oleh affect, cognition, dan behavior. Dari 4 elemen ini akan menghasilkan persepsi konsumen dari pengalamannya dalam suatu kegiatan, rasa atau penggunaan benda. 2.3.2.3. PERSEPSI KONSUMEN Persepsi dapat muncul oleh bermacam-macam sebab. Persepsi ini distimuli dari sensor alami manusia yaitu, mata dengan penglihatannya, telinga dengan suara yang didengarnya, hidung dengan penciumannya, mulut dengan rasa dilidahnya, dan kulit dengan tekstur yang disentuhnya. Sensor indra ini akan menimbulkan persepsi bagi manusia. Apakah hal itu menyenangkan, cocok dengan selera atau mungkin justru membuat tidak nyaman. Persepsi tiap individu pastinya berbeda. Persepsi jugalah yang mendorong seseorang untuk mengambil keputusan, apakah hal itu dapat memuaskan kebutuhannya atau tidak. 2.3.3. KONSUMEN DENGAN KEBERADAAN SOSIAL DAN BUDAYANYA 2.3.3.1. REFERENSI KELOMPOK DAN KELUARGA Suatu kelompok dapat merupakan 2 atau lebih manusia yang saling berinteraksi untuk menghasilkan suatu tujuan. Didalam konsep perilaku konsumen referensi kelompok adalah memberikan suatu pandangan yang berbeda, dalam kumpulan individu yang memberikan 25 nilai, perilaku, sikap atau spesifik tujuan yang berbeda-beda. Referensi yang didapat dari teman atau pengaruh keluarga dapat menjadi bahan pertimbangan oleh konsumen dalam mengambil keputusan. 2.3.3.2. KELAS SOSIAL DAN PERILAKU Kelas sosial dapat mempengaruhi bagaimana suatu individu bersikap. Ada beberapa kategori kelas sosial yang ada didalam masyarakat. Ditiap kelas sosial otomatis memiliki variabel berbeda dimana dalam pemilihan keputusan akan mempengaruhi status sosialnya. 2.3.3.3. PENGARUH BUDAYA TERHADAP PERILAKU KONSUMEN Budaya pada umumnya muncul dari lahir. Khususnya di Indonesia dengan budaya dan adat istiadat yang berbeda, melahirkan beragam perilaku dari tiap konsumen dalam kesehariannya. 2.4. PROSES KEPUTUSAN PEMBELIAN Menurut kotler (2003, p204), pada umumnya ada 5 tahapan yang dilewati oleh pembeli dalam proses keputusan membeli suatu produk seperti terlihat pada gambar, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan membeli dan perilaku paska pembelian. Proses pembelian dimulai jauh sebelum tindakan pembelian dan berlanjut lama sesudahnya sehingga produsen 26 barang/jasa perlu memusatkan perhatian pada proses pembelian secara keseluruhan dan bukan hanya keputusan pembelian saja. Gambar 2.4. Model 5 Phase Proses Pembelian Pelanggan Kotler (2003) Penjelasan dari tiap fase diatas akan dijelaskan pada sub bab dibawah ini. 2.4.1. IDENTIFIKASI MASALAH Proses membeli diawali saat konsumen menyadari adanya kebutuhan atau masalah. Pada tahap ini produsen harus meneliti konsumen untuk mengetahui kebutuhan atau masalah apa yang muncul, apa yang menarik, dan bagaimana hal menarik itu membawa konsumen pada produk tertentu. 27 Dengan informasi ini, produsen dapat mengetahui faktor apa saja yang paling sering memicu minat akan suatu produk sehingga produsen dapat mengembangkan suatu strategi sehingga konsumen dapat terpuaskan keinginannya. 2.4.2. PENCARIAN INFORMASI Dalam mencari informasi, konsumen akan melalui proses dimana pada akhirnya muncul suatu keputusan apakah produk tersebut akan digunakan atau tidak. Pada dasarnya konsumen akan mencari informasi dari lingkungan terdekatnya seperti keluarga, teman, kenalan, iklan komersial atau sumbersumber lainnya. Semakin banyak informasi yang diperoleh semakin bertambah juga kesadaran konsumen dan pengetahuan mengenai produk tersebut dan produk penggantinya. 2.4.3. EVALUASI ALTERNATIF Konsumen dalam mengevaluasi alternatif produk yang akan dibeli tergantung pada masing-masing individu dan situasi membeli yang spesifik. Dalam beberapa keadaan konsumen menggunakan perhitungan yang tepat dan pemikiran-pemikirannya. Dapat juga dalam keadaan yang berbeda konsumen tersebut tidak melakukan evaluasi terlebih dahulu hanya berdasarkan dorongan sesaat dan tergantung pada intuisi. 28 Keluarga, teman, kenalan, lingkungan sosial, media, dan aspek lainnya tidak hanya berperan dalam memberikan masukan informasi pada konsumen dalam mengambil sebuah keputusan, tetapi juga dalam mengevaluasi infomasi – informasi yang didapatpun seringkali mereka dipengaruhi oleh banyak pihak. Untuk itu ada baiknya produsen harus mempelajari pembeli untuk mengetahui bagaimana sebenarnya mereka mengevaluasi alternatif sehingga produsen dapat membuat strategi untuk mempengaruhi keputusan pembelian. 2.4.4. KEPUTUSAN PEMBELIAN Pada tahap keputusan pembelian merupakan keputusan dimana konsumen secara nyata benar-benar membeli produk tersebut. Pada umumnya keputusan membeli ditumbuhkan oleh 2 faktor yaitu niat untuk membeli dan keputusan untuk membeli. Faktor pertama adalah sikap pihak lain yang negatif terhadap alternatif pilihan. Pihak lain ini bisa orang-orang yang dekat dengan pembeli maupun pihak ketiga yang mempublikasikan hasil evaluasi mereka atas suatu produk. Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak diharapkan dan tidak dapat dihindari. Konsumen mungkin membentuk niat membeli berdasarkan pada faktor-faktor seperti pendapatan, harga yang diharapkan, dan manfaat produk yang diharapkan tetapi faktor situasilah yang menentukan keptusan untuk membeli. 29 2.4.5. PERILAKU SETELAH PEMBELIAN Proses akhir merupakan tahap dimana proses perilaku setelah pembelian. Konsumen dapat mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli berdasarkan kepuasannya. Apabila setelah membeli produk konsumen merasa tidak puas, hal ini dapat berdampak negative bagi produsen. Karena saat ini kekuatan word of mouth sangat kuat. Sehingga harus dipastikan konsumen merasa diperdulikan walaupun pembelian telah dilakukan. Kepuasan pelanggan sangat penting, karena penjualan perusahaan datang dari 2 kelompok dasar, yaitu pelanggan baru dan pelanggan lama. Biasanya biaya untuk menarik pelanggan baru lebih besar ketimbang mempertahankan pelanggan lama, dan cara terbaik untuk mempertahankan pelanggan lama adalah dengan membuat konsumen merasa puas. Pelanggan yang puas cenderung akan membeli produk berulang kali dan memberikan pandangannya kepada orang lain terhadap kepuasan pada produk tersebut. Sedangkan pelanggan yang tidak puas cenderung akan menceritakan pengalamannya ke lebih banyak orang dan sedikit yang menyampaikan keluhannya langsung kepada perusahaan. Hal ini dapat sangat merugikan perusahaan. Hasil dari studi akan datang dalam berbagai bentuk tergantung dari kebutuhan. Termasuk di dalamnya segmentasi dari konsumen, juga sikap dan tingkah laku konsumen.