BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Merek Merek merupakan salah satu komponen utama dalam suatu product strategy. Suatu merek yang sudah dikenal bisa menyebabkan harga menjadi tinggi. Namun dalam rangka menciptakan suatu produk atau jasa yang bermerek memerlukan proses dan investasi jangka panjang terutama dalam hal iklan (advertising), promosi (promotion), dan pengemasan (packaging). Menurut UU Merek No.15 tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf - huruf, angka - angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. (Tjiptono , 2005 , p.2) Menurut the american marketing Association, ” brand is a name, term, sign, symbol, or design, or combination of them, intended to identity the goods or services of one seller group of seller and differentiate them from those of competitors. ” (Phillip Kotler, 2004 , p.418) Merek (brand) adalah nama, istilah, tanda, symbol, atau rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. 6 7 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa merek mempunyai dua unsur, yaitu brand name yang terdiri dari huruf-huruf atau kata-kata yang dapat terbaca, serta brand mark yang berbentuk simbol, desain berguna untuk mempermudah konsumen untuk mengenali dan mengidentifikasi barang atau jasa yang hendak dibeli. Dengan demikian, merek harus meliputi beberapa hal sebagai berikut: (Rangkuti , 2004 , p.37). 1. Nama merek harus menunjukkan manfaat dan mutu produk tersebut 2. Nama merek harus mudah diucapkan, dikenal dan diingat 3. Nama merek harus mudah terbedakan, artinya harus spesifik 4. Nama merek harus bisa memperoleh hak untuk didaftarkan dan mendapat perlindungan hukum Some brands are sucessfull because people love them and can’t get enough of them (Olins, 2003,p.15) 2.1.1 Makna Merek Menurut kotler (2002,p.460) dalam bukunya tersebut menyatakan ada enam makna yang dapat disampaikan melalui suatu merek, yaitu: 1. Atribut (attributes) Merek mengingatkan pada atribut - atribut tertentu. Misalnya, Mercedes menyatakan sesuatu yang mahal, dibuat dengan baik, terancang dengan baik, tahan lama, bergengsi tinggi , nilai jual kembali yang tinggi, cepat dan lainlain. Perusahaan dapat menggunakan satu atau lebih atribut - atribut ini untuk mengiklankan produknya. Selama bertahun - tahun Mercedes mengiklankan, ” dirancang tidak seperti mobil manapun juga di dunia ini. ” ini berfungsi sebagai dasar untuk meletakkan posisi untuk memproyeksikan atribut lainnya. 8 2. Manfaat (benefits) Merek tidak saja serangkaian atribut. Pelanggan tidak membeli atribut, mereka membeli manfaat. Atribut diperlukan untuk dikembangkan menjadi manfaat fungsional atau emosional, atribut ” tahan lama ” dapat dikembangkan menjadi manfaat fungsional atau emosional, ” Saya akan tetap aman seandainya terjadi kecelakaan. ” 3. Nilai (values) Merek juga menyatakan nilai produsen. Mercedes menyatakan kinerja tinggi, keamanan, prestise, dan lain - lain. Pemasar merek harus dapat mengetahui kelompok pembeli mobil yang mana yang mencari nilai - nilai ini. 4. Budaya (culture) Merek juga mewakili budaya tertentu. Mercedes mewakili budaya Jerman : terorganisir, efisien dan mutu tinggi. 5. Kepribadian (personality) Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. Seringkali produk tertentu menggunakan kepribadian orang terkenal untuk mendongkrak atau menopang merek produknya. 6. Pemakai (user) Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Pemakai Mercedes pada umunya diasosiasikan dengan orang kaya, kalangan manager puncak dan sebagainya. Pemakai Dimension Kiddies tentunya adalah anak – anak. 9 Menurut Aaker sebagaimana dikutip oleh kotler (2002, p.416) tingkat perilaku konsumen terhadap merek dibedakan atas 5 tingkat, yaitu : 1) Konsumen akan selalu mengganti merek, khususnya karena alasan harga. Tidak memiliki loyalitas merek. 2) Konsumen yang puas akan suatu merek dan tidak memiliki alasan untuk mengganti merek 3) Konsumen yang puas akan suatu merek akan merasa rugi bila menganti atau mencoba merek lain. 4) Konsumen memberikan nilai yang tinggi bagi suatu merek, menghargainya dan menganggap merek menjadi bagian dari dirinya atau seperti teman 5) Konsumen yang setia terhadap merek. 2.1.2 Manfaat Merek Kotler (2002, p.464) menjelaskan bahwa merek dapat memberikan beberapa manfaat bagi penjual yaitu : 1. Merek memudahkan penjual memproses pesanan dan menelusuri masalah 2. Nama merek dan tanda merek penjualan memberikan perlindungan hukum atau ciri-ciri produk yang unik 3. Merek memberikan kesempatan kepada penjual untuk menarik pelanggan yang setia dan menguntungkan. Kesetiaan merek memberikan penjual perlindungan dari persaingan serta pengendalian yang lebih besar dalam perencanaan program pemasarannya 4. Merek membantu penjual melakukan segmentasi pasar 5. Merek yang kuat membantu membangun citra perusahaan, memudahkan perusahaan meluncurkan merek-merek baru yang mudah diterima oleh para distributor dan pelanggan. 10 Tjiptono (2005, p21) mengemukakan manfaat-manfaat merek bagi Konsumen yaitu: 1. Kemudahan dalam mengidentifikasikan produk yang dibutuhkan atau dicari oleh konsumen dan dapat memberikan makna bagi produk 2. Penghematan waktu dan energi melalui pembelian ulang identik dan loyalitas 3. Memberikan jaminan bagi konsumen bahwa mereka bisa mendapatkan kualitas yang sama sekalipun pembelian dilakukan pada waktu dan di tempat berbeda 4. Kepuasan terwujud melalui familiaritas dan intimasi dengan merek yang telah digunakan atau dikonsumsi 5. Kepuasan terkait dengan daya tarik merek logo dan komunikasinya 2.2 Ekuitas Merek (Brand Equity) Menurut David Aaker (1996, p7) sebagaimana dikutip oleh Tjiptono (2005, p39) mendefinisikan Brand Equity is a set of assets (and liabilities) linked to a brand’s name and symbol that adds to (or substract from) the value provided by a product or service to a firm and/or that firm’s customers. Jadi ekuitas merek adalah seperangkat asset dan kewajiban (liabilities) merek yang terkait dengan suatu merek, nama, symbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa baik itu pada perusahaan maupun pada pelanggan tersebut Menurut Rangkuti (2004, p244) “ekuitas merek adalah sekumpulan asset yang terkait dengan mana merek dan symbol, sehingga dapat menambah nilai yang ada dalam produk atau jasa tersebut “ . 11 Menurut Aaker dalam Durianto, Sugiharto, Sitinjak (2004, p.4) Ekuitas merek dapat dikelompokkan ke dalam 5 elemen : a) Kesadaran merek (Brand Awareness) Menunjukkan kesanggupan seorang konsumen untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. b) Asosiasi-asosiasi merek (Brand Association) Mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis dan lain-lain. c) Persepsi Kualitas (Perceived Quality) Mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas/keunggulan suatu produk atau jasa layanan dengan maksud yang diharapkan. d) Loyalitas Merek (Brand Loyalty) Mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek produk. e) Aset-Aset Merek Lainnya (Other Proprietary Brand Assets) Seperti hak paten, rahasia teknologi, rahasia bisnis,akses khusus terhadap pemasok ataupun pasar, dan lain-lain. Konsep Brand Equity ini dapat ditampilkan dalam menciptakan nilai bagi pelangan atas 5 kategori aset 12 Gambar 2.1. Gambar Konsep Brand Equity Perceived Quality Brand Awareness Brand Association Brand Equity (Nama, Simbol) Brand Loyalty Other Proprietary Brand Asset Memberikan nilai kepada pelanggan dengan Memberikan nilai kepada perusahaan dengan memperkuat : memperkuat : • Interpretasi/proses informasi • Brand loyalty • Rasa percaya diri dalam pembelian • Harga/laba • Pencapaian kepuasan diri pelanggan • Perluasan merek • Peningkatan perdagangan • Keuntungan kompetitif Sumber : strategi menaklukkan pasar melalui riset ekuitas dan perilaku konsumen Durianto ,et all (2004,p.5) 13 2.3 Kesadaran Merek (Brand Awareness) Menurut Durianto, et al (2004, p54) mendefinisikan kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Rangkuti (2004,p.243) mendefinisikan kesadaran merek merupakan kemampuan seorang pelanggan untuk mengingat suatu merek tertentu atau iklan tertentu secara spontan atau setelah dirangsang dengan kata-kata kunci. Menurut Temporal (2006, p72) an enermouse amount of brand awareness can get the consumers interested. Dikutip dari jurnal Budi.S, et all (2006) Strategi yang sukses dari brand awareness harus dapat menjelaskan keunikan dari merek itu sendiri dan menjadikannya berbeda dari kompetitor yang ada. Contoh : jika konsumen tidak mengetahui apa pun tentang suatu perusahaan, mereka tidak akan membeli sesuatu dari perusahaan tersebut. Untuk itulah satu dari tujuan utama setiap bisnis seharusnya ialah untuk membangun brand awareness karena keinginan membeli konsumen sangat dipengaruhi dari rekomendasi dari pengalaman langsung. 2.3.1 Peranan Kesadaran Merek ( Brand Awareness ) Peran kesadaran merek dalam membantu merek dapat dipahami dengan mengkaji bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai. Penciptaan nilai ini dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu : ( Durianto, et al, 2004, p.8-9 ) 1. Jangkar yang menjadi cantolan bagi asosiasi lain Suatu merek yang kesadarannya tinggi akan membantu asosiasi-asosiasi melekat pada merek tersebut karena daya jelajah merek tersebut menjadi sangat tinggi dibenak konsumen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa 14 jika kesadaran suatu merek rendah, suatu asosiasi yang diciptakan oleh pemasar akan sulit melekat pada merek tersebut. 2. Familie atau rasa jika kesadaran merek kita sangat tinggi, konsumen akan sangat akrab dengan merek kita dan lama-kelamaan akan timbul rasa suka yang tinggi terhadap merek yang kita pasarkan. 3. Substansi atau komitmen Kesadaran merek dapat menandakan keberasaan, komitmen, dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi jika kesadaran akan merek tinggi, kehadiran merek itu akan selalu dapat kita rasakan. Sebuah merek dengan kesadaran konsumen tinggi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: a) diiklankan secara luas, b) eksistensi yang sudah teruji oleh waktu, c) jangkauan distribusi yang luas dan d) merek tersebut dikelola dengan baik. e) Mempertimbangkan merek langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi merekmerek yang dikenal dalam suatu kelompok untuk dipertimbangkan dan diputuskan merek mana yang akan dibeli. Merek dengan Top of Mind yang tinggi mempunyai nilai pertimbangan yang tinggi. Jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak akan dipertimbangkan dalam benak konsumen. Biasanya merek-merek yang disimpan dalam ingatan konsumen adalah yang disukai atau dibenci. 15 Gambar 2.2 Gambar Nilai-nilai Kesadaran Merek Jangkar yang menjadi cantolan asosiasi lain Familier/rasa suka Kesadaran merek Substansi/komitmen Mempertimbangkan merek Sumber Darmadi, Sugiharto dan Budiman (2004,p.7) 2.3.2 Tingkatan Dalam Kesadaran Merek (Brand Awareness) Menurut David Aaker yang dikutip oleh Durianto. et al (2004,p.57-59), peran Brand Awareness dalam keseluruhan ekuitas merek bergantung pada sejauh mana tingkatan Awareness yang dicapai oleh suatu merek. Adapun tingkatan dalam Brand Awareness adalah sebagai berikut: a. Puncak pikiran (Top of Mind) Yang dimaksud dengan Top of Mind adalah merek yang pertama kali diingat oleh responden atau pertama kali disebut ketika responden ditanya tentang suatu produk tertentu. Top of mind menggunakan single respond question yang artinya responden hanya boleh memberikan satu jawaban untuk pertanyaan mengenai hal ini. 16 b. Pengingatan kembali merek (Brand Recall) Yang dimaksud dengan brand recall adalah pengingat kembali merek yang dicerminkan dengan merek lain yang diingat oleh responden setelah responden menyebutkan merek yang pertama. Brand recall menggunakan multi respond questions yang artinya memberikan jawanan tanpa dibantu. c. Pengenalan merek (Brand recognition) Yang dimaksud dengan Brand recognition adalah pengenalan merek yaitu tingkat kesadaran responden terhadap suatu merek diukur dengan diberikan bantuan seperti ciri-ciri suatu produk. d. Tidak menyadari merek (Unware of brand) Merupakan tingkat yang paling rendah dari piramida Brand Awareness dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek. 17 Puncak Pikiran Top of mind Pengingatan Kembali merek Brand Recall Pengenalan Merek Brand Recognition Tidak mengenali merek Unaware of Brand Gambar 2.3. Gambar Piramida kesadaran Sumber: Durianto,et al (2004,p55) Menurut Simamora (2001,p.84) pengukuran kesadaran merek dimaksudkan untuk mengetahui apakah merek dikenal atau tidak. Kalau dikenal bagaimana tingkat pengenalan konsumen terhadap merek tersebut. Untuk mengelompokkan respoden berdasarkan tingkat pengenalan mereka, perlu diketahui lebih dulu tingkat hubungan antar kategori seperti gambar di bawah ini. 18 Merek Tidak diingat Diingat (Brand Unaware ) (Brand aware) Dengan alat bantu (Brand Recognition) Tanpa alat bantu (Brand Recall) Diingat pertama kali Diingat bukan pertama (Top of mind) (Familiar brand) Gambar 2.4. Gambar Hubungan antar kategori kesadaran merek Sumber : simamora (2001,p85) 2.3.3 Cara mencapai Kesadaran Merek (Brand Awareness) Pencapaian kesadaran merek (Brand awareness) dapat ditempuh dengan beberapa cara berikut (Durianto, Sugiarto dan Tony Sitinjak, 2001, p57) : 1. Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan tampil beda. Memakai slogan atau jingle lagu yang menarik sehingga konsumen dapat lebih mudah mengingatnya. 2. Melakukan pengulangan untuk mengingat pengingatan karena membentuk ingatan lebih sulit dibandingkan membentuk pengenalan 3. Perluas nama merek dapat dipakai agar merek semakin banyak diingat pelanggan 4. Memperbanyak promosi baik media cetak maupun elektronik 5. Menjadi sponsor suatu acara yang mendatangkan banyak penonton 19 2.4 Persepsi Konsumen Menurut Schiffman dan Kanuk (2007,p.136) individu bertindak dan bereaksi berdasarkan persepsi mereka, tidak berdasarkan realitas dan obyektif. Jadi bagi pemasar, persepsi konsumen jauh lebih penting daripada pengetahuan mereka mengenai realitas yang obyektif. Karena jika seseorang berpikir mengenai realitas, itu bukanlah realitas yang sebebenarnya, melainkan apa yang dipikirkan konsumen sebagai realitas, yang akan mempengaruhi tindakan mereka, kebiasaan membeli mereka, kebiasaan bersantai dan sebagainya. Dan karena individu membuat keputusan dan mengambil tindakan berdasarkan apa yang mereka rasakan sebagai realitas, maka para pemasar perlu sekali memahami gagasan persepsi secara keseluruhan dan berbagai konsep yang berhubungan dengannya sehingga mereka dapat menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian konsumen. Persepsi didefinisikan sebagai proses yang dilakukan individu untuk memilih, mengatur dan menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal mengenai dunia. Proses ini dapat dijelaskan sebagai ”Bagaimana kita melihat dunia di sekeliling kita”. Menurut Prasetijo (2005,p.67), dari definisi yang umum dapat dilihat bahwa persepsi seseorang akan berbeda dari yang lain cara memandang dunia luar sudah pasti dipengaruhi sesuatu dari dalam maupun luar orang itu. Media massa dengan segala bentuknya dapat membentuk persepsi yang serupa antar warga kelompok masyarakat tertentu. Dalam hal pemasaran pengaruh iklan di media massa, kemasan produk, papan reklame dan sebagainya mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu produk atau merek. 20 Menurut Salomon (Prasetijo, 2005, p.67), persepsi sebagai proses dimana sensasi yang diterima oleh seseorang dipilah dan dipilih, kemudian diatur dan akhirnya diinterpretasikan. Sensasi datang dan diterima oleh manusia melalui panca indera yaitu mata, telingga, hidung, mulut dan kulit yang disebut juga sistem sensorik. Input sensorik atau sensai yang diterima oleh manusia disebut juga dengan stimulus. Menurut Willian J. Stanton dalam Setiadi (2003, p.160), persepsi dapat didefinisikan berdasarkan makna yang kita pertalikan berdasarkan pengalaman masa lalu, stimuli rangsangan-rangsangan melalui 5 indera. Sedangkan menurut Webster dalam Setiadi (2003, p.160), persepsi adalah proses bagaimana stimuli-stimuli itu diseleksi, diorganisasi, dan diinterpretasikan. Persepsi kita dibentuk oleh 3 pasang pengaruh : 1. Karakteristik dari stimuli 2. Hubungan stimuli dengan sekelilingnya 3. Kondisi-kondisi di dalam diri kita sendiri Stimuli/stimulus adalah setiap bentuk fisik, visual atau komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi tanggapan individu. Kita merasakan bentuk, warna, suara, sentuhan, aroma dan rasa dari stimuli. Perilaku kita kemudian dipengaruhi oleh persepsipersepsi fisik ini. Para pemasar harus menyadari bahwa manusia-manusia terbuka pada jumlah stimuli yang sangat banyak. Karena itu seorang pemasar harus menyediakan sesuatu yang khusus sebagai stimuli jika ia ingin manarik perhatian konsumen. 21 STIMULI -Penglihatan -Suara -Bau -Rasa Sensasi Indera penerima Pemberi arti perhatian interpretasi PERSEPSI tanggapan Gambar 2.5 Gambar Proses Perseptual Sumber : Setiadi (2003, p.161) Persepsi setiap orang akan suatu obejek akan berbeda-beda. Oleh karena itu persepsi memiliki sifat subjektif. Persepsi yang dibentuk oleh seseorang dipengaruhi oleh pikiran dan lingkungan sekitarnya. Selain itu satu hal yang perlu diperhatikan dari persepsi adalah bahwa persepsi secara substansil bisa sangat berbeda dengan realitas. Gambar di atas menjelaskan bagaimana stimuli ditangkap melalui indera(sensasi) dan kemudian diproses melalui penerima stimulus(persepsi). Dapat disimpulkan bahwa ada faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan persepsi orang. Faktor-faktor itu adalah : 1. Faktor internal 2. Faktor eksternal a) Pengalaman a) tampakan produk b) Kebutuhan saat itu b) sifat-sifat stimulus c) Nilai-nilai yang dianut c) situasi lingkungan d) Ekspektasi atau harapan 22 2.5 Persepsi kualitas (Perceived Quality) Menurut David A.Aaker (2004, p15) persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkan. Perceived Quality (Persepsi Kualitas produk) adalah salah satu kunci dimensi Brand Equity (ekuitas merek). Bila berbicara masalah kualitas, maka terdapat kualitas objektif dan kualitas menurut persepsi konsumen. Kotler (Simamora, 2002, p22) mengatakan bahwa, “Quality is the totality of feature and characteristics of a product or service that bear on its ability to satisfy stated or implied needs” . Artinya bahwa kualitas adalah totalitas fitur dan karakteristik yang membuat produk mampu memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan maupun yang tidak dinyatakan. Jadi ditarik kesimpulan, persepsi kualitas adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas suatu produk yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian seseorang terhadap suatu produk. Bila persepsi pelanggan terhadap suatu produk tersebut bersifat positif, maka akan mendorong pelanggan untuk membeli produk tersebut. Akan tetapi bila persepsi pelanggan untuk membeli produk tersebut bersifat negative, maka tidak akan mendorong pelanggan untuk membeli produk tersebut, yang akhirnya akan berdampak buruk bagi suatu produk yaitu produk tersebut tidak akan bertahan lama di pasar. I.Leonard A.Morgan dengan tegas menyatakan kualitas merek sebagai persepsi. Seperti yang dikutip simamora (2002, p22) dalam Aura Merek, ia mengatakan : “Quality must be perceived by customer. Quality work must begin with the customer’s need end with the customer’s perception. Quality improvement are only meaningful when they are perceived by the customers”. 23 Perceived Quality mempunyai atribut penting yang dapat diaplikasikan dalam berbagai hal, seperti (Durianto,et all, 2004, p15) : 1. Kualitas actual dan objektif Perluasan ke suatu bagian dari produk atau jasa yang memberikan pelayanan lebih baik 2. Kualitas isi produk Karakteristik dan kuantitas unsur, bagian atau pelayanan yang disertakan 3. Kualitas proses manufacturing Kesesuaian dengan spesifikasi akhir yang “tanpa cacat” (zero defect) Alasan untuk membeli Diferensiasi atau posisi Persepsi Kualitas Harga optimum Minat saluran distribusi Perluasan Merek Gambar 2.6 Gambar nilai-nilai persepsi kualitas Sumber : Durianto, et al (2004, p16) 24 Gambar diatas menunjukkan nilai-nilai persepsi kualitas dalam bentuk : 1. Alasan untuk membeli Konsumen sering kali tidak termotivasi untuk mendapatkan dan menyaring informasi yang mungkin mengarah pada objektifitasnya mengenai kualitas. Atau informasi itu memang tidak tersedia. Atau konsumen tidak mempunyai kesangupan atau sumber daya untuk mendapatkan atau memproses informasi 2. Diferensiasi atau posisi Suatu karakteristik penting dari merek adalah posisinya dalam dimensi persepsi kualitas, yaitu apakah merek tersebut superoptimum, optimum bernilai atau ekonomis. Juga,berkenaan dengan perceived quality (persepsi kualitas) apakah merek tersebut terbaik atau sekedar kompetitif terhadap merek-merek lain 3. Harga optimum Keuntungan perceived quality (persepsi kualitas) memberikan pilihan-pilihan dalam menetapkan harga optimum. Harga optimim bisa meningkatkan laba atau memberikan sumber daya untuk reinvestasi pada merek tersebut. Berbagai daya ini dapat digunakan untuk membangun merek, seperti menguatkan kesadaran atau asosiasi atau mutu produk. Harga optimim juga dapat menguatkan perceived quality, yaitu ”Anda mendapatkan yang anda bayar” 4. Minat Saluran distribusi Perceived quality juga punya arti penting bagi para pengecer, distributor, dan berbagai pos saluran lainnya. Sebuah pengecer atau pos saluran lainnya dapat menawarkan suatu produk yang memiliki persepsi kualitas tinggi dengan harga yang menarik dan menguasai lalu lintas distribusi tersebut. Pos saluran distribusi dimotivasi untuk menyalurkan merek-merek yang diminati oleh konsumen. 25 5. Perluasan Merek Sebuah merek yang kuat dalam hal perceived quality dapat dieksploitasi untuk meluaskan diri lebih jauh dan akan mempunyai peluang sukses yang lebih besar dibandingkan merek dengan persepsi kualitas yang lemah. Caranya adalah dengan menggunakan merek tersebut untuk masuk ke dalam kategori produk baru. Beberapa syarat agar perluasan merek tersebut berhasil : a) Merek tersebut harus kuat. Merek yang tidak kuat akan membuat merek tersebut sulit diperluas b) Merek tersebut masih bisa diperluas, jadi belum overextension. Merek yang sudah teralalu banyak diperluas ke kategori yang lain akan sulit diterima oleh konsumen dan justru akan menimbulkan kebinggungan di benak mereka. c) Keeratan hubungan antara kategori produk yang satu dan yang lain. Suatu merek biasanya sudah mempunyai citra dan jika ingin diperluas ke kategori lain, harus dilihat apakah citra ini bisa ditransfer atau tidak. Cara yang paling mudah untuk mengukur efektifitas perluasan merek adalah mengukur efek dari perluasan merek tersebut dari kepercayaan,kesukaan dan kejelasan. Jika jadi setelah merek tersebut semakin jelas di benak konsumen, maka perluasan tersebut berhasil. 26 2.5.1 Dimensi Kualitas produk Menurut Umar (2005, pp37-40) Dimensi kualitas produk dapat dijabarkan menjadi beberapa poin, seperti : 1. Produk berupa barang Menurut David Gavin dalam jurnal Didit (2008) untuk menentukan dimensi kualitas barang, dapat melalui delapan dimensi seperti yang dipaparkan berikut ini : a. Performance, hal ini berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam membeli barang tersebut. b. Feature, yaitu aspek performa yang berguna untuk menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya c. Realibilty, hal yang berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu pula. d. Comformance, hal ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. Konfirmasi merefleksikan derajad ketetapan antara karakteristik desain produk dengan karakteristik standar yang telah ditetapkan. e. Durability, yaitu suatu refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan atau masa pakai produk atau barang f. Serviceability, yaitu karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, konperisi, kemudahan dan akurasi dalam memberikan layanan untuk perbaikan barang. g. Aesthetics, merupakan karakteristik yang bersifat subjektif mengenai nilai-nilai estetika yang berkaitan dengan pertimbangan probadi dan refleksi dari preferensi individual. 27 h. Fit and finish, sifat subjektif berkaitan dengan perasaan pelanggan mengenai keberadaan produk tersebut sebagai produk yang berkualitas. 2. Produk berupa jasa atau servis Ada lima dimensi dalam menentukan kualitas : a. Reliability, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan b. Responsdensiveness, yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, meliputi : kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam menangani transaksi, dan penanganan keluhan pelanggan atau pasien. c. Assurance, meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas keramah-tamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. d. Empaty, yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan, dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya. e. Tangible, meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan ruangan front office, tersedianya lapangan parkir, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan karyawan. 28 Cleland dan Bruno dalam (Simamora,2002,p27) mengemukakan tiga prinsip tentang perceived quality yaitu: 1. Kualitas yang dipersepsi oleh konsumen terhadap suatu produk mencakup tiga aspek utama yaitu : a) produk, tentunya konsumen menetapkan standar tentang bagaimana produk tersebut seharusnya. b) nonproduk,konsumen mungkin dapat melihat reputasi produk, pelayanan after sales, dan lain-lain c) dari segi harga apakah mahal atau murah disesuaikan dengan aspek produk dan nonproduknya. 2. Kualitas ada kalau bisa dipersepsikan oleh konsumen. Jadi kalau konsumen mempersepsikan produk tersebut baik walaupun realitasnya tidak demikian maka produk tersebut akan dianggap baik. Konsumen membuat keputusan berdasarkan persepsi yang dimilikinya tidak bergantung pada realitasnya. Jadi dapat dikatakan bahwa persepsi adalah realitas. 3. Perceived quality diukur secara relative terhadap pesaing. Suatu produk dikatakan memiliki kualitas yang baik bila produk tersebut dibandingkan dengan produk pesaing yang sejenis dan kualitas dari produk pesaing tersebut lebih rendah. 29 2.6 Konsep Perilaku Konsumen Perilaku konsumen yang tidak dapat secara langsung dikendalikan oleh perushaaan perlu dicari informasinya semaksimal mungkin. Banyak pengertian perilaku konsumen yang dikemukakan para ahli. Berikut ini beberapa pendapat para ahli. Menurut Prasetjo dan Ihalauw (2005,p9) perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana pembuat keputusan (decision units), baik individu, kelompok,ataupun organisasi, membuat keputusan-keputusan beli atau melakukan transaksi pembelian suatu produk dan mengkonsumsinya. Menurut Schiffman and kanuk (2004,p6), studi perilaku konsumen terpusat pada cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan suber daya mereka yang tersedia (waktu,uang,usaha) guna membeli barang-barang yang berhubungan dengan konsumsi. Hal ini mencakup apa yang mereka beli, mengapa mereka membeli, kapan mereka membeli, dimana mereka membeli, seberapa sering mereka membeli, dan seberapa sering mereka menggunakannya. Perilaku konsumen adalah proses yang dilalui oleh seseorang dalam memcari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan bertindak pasca konsumsi produk, jasa, maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya. Menurut Adiputra, Hendarso dan Atriza (2004, p126), perilaku kosumen sebagai tindakan yang dilakukan individu dalam mendapatkan dan memakai barang dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan tersebut. Menurut Mowen dan Minor (2002,p6), perilaku konsumen adalah segala tindakan yang berhubungan dengan proses mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa oleh individu atau kelompok, termasuk proses keputusan sebelum dan sesudah tindakan tersebut. 30 Menurut kotler dan keller (2007,p214), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen: 1. Budaya, sub-budaya dan kelas sosial sangat penting bagi prilaku pembelian. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku paling dasar. 2. Sosial, selain faktor budaya, prilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti kelompok acuan, keluarga, serta peran danstatus sosial. 3. Pribadi, keputusan pembelian juga dipengaruhi karakteristik pribadi. Karakteristik tersebut meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup: pekerjaan, keadaan ekonomi. 4. Psikologis, satu perangkat proses psikologis berkombinasi dengan karakteristik konsumen tertentu untuk menghasilkan proses keputusan dan keputusan konsumen. 2.6.1 Proses Keputusan Pembelian Menurut kotler dan keller (2007,p235) proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali sebuah masalah atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau eksternal. 1. Faktor eksternal Faktor eksternal merupakan faktor yang meliputi pengaruh keluarga, kelas sosial, kebudayaan, marketing strategy, dan kelompok referensi. Kelompok referensi merupakan kelompok yang memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung pada sikap dan prilaku konsumen. Kelompok referensi mempengaruhi perilaku seseorang dalam pembelian dan sering dijadikan pedoman oleh konsumen dalam bertingkah laku. 2. Faktor internal Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor internal adalah motivasi, persepsi, sikap, gaya hidup, kepribadian dan belajar. Belajar menggambarkan perubahan 31 dalam perilaku seseorang individu yang bersumber dari pengalaman. Seringkali perilaku manusia diperoleh dari mempelajari sesuatu. Menurut simamora (2003,p15) suatu proses keputusan pembelian bukan sekedar mengtahui berbagai faktor yang akan mempengaruhi pembeli, tetapi berdasarkan peranan dalam pembelian dan keputusan untuk membeli. Terdapat 5 peran yang terjadi dalam keputusan untuk membeli : 1. pemrakarsa (initiator) orang yang pertama kali menyarankan membeli suatu produk atau jasa tertentu. 2. pemberi pengaruh (influenzer) orang yang pandangannya atau nasehatnya diperhitungkan dalam pengambilan nasehat akhir. 3. pengambil keputusan (dicider) seorang yang pada akhirnya menentukan sebagian besar atau keseluruhan keputusan membeli, apakah jadi membeli, apa yang dibeli, bagaimana membeli, atau dimana membeli. 4. pembeli (buyer) orang yang melakukan pembelian nyata. 5. pemakai (user) orang yang mengkonsumsi atau memakai produk atau jasa. 32 2.6.2 Tingkatan Pengambilan Keputusan Tidak semua situasi pengambilan keputusan konsumen menerima atau membutuhkan tingkat pencarian informasi yang sama. Schiffman dan Kanuk (2007, p487) membedakan tiga tingkat pengambilan keputusan konsumen yang spesifik, yaitu: 1) Pemecahan masalah yang luas Pada tingkat ini, konsumen membutuhkan berbagai informasi untuk menetapkan serangkaian kriteria guna menilai merek-merek tertentu dan banyak informasi yang sesuai mengenai setiap merek yang akan dipertimbangkan. Pemecahan masalah yang luas biasanya dilakukan pada pembelian barang tahan lama dan barang mewah seperti mobil, rumah, peralatan elektronik. 2) Pemecahan masalah yang terbatas Pada tingkat ini, konsumen telah menetapkan kriteria dasar untuk menilai kategori produk dan berbagai merek dalam kategori tersebut. Namun,konsumen belum memiliki preferensi tentang merek tertentu. Mereka membutuhkan informasi tambahan untuk melihat perbeedaan di antara berbagai merek. 3) Perilaku sebagai respon yang rutin Pada tingkat ini,konsumen sudah mempunyai beberapa pengalaman mengenai kategori produk dan serangkaian kriteria yang ditetapkan dengan baik untuk menilai berbagai merek yang sedang mereka pertimbangkan. Konsumen mungkin mencari informasi tambahan, tetapi hanya untuk meninjau kembali apa yang sudah mereka ketahui. 33 2.6.3 Model Pengambilan Keputusan Model ini tidak dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai kerumitan pengambilan keputusan konsumen. Sebaliknya, dirancang untuk menyatukan da menyelaraskan berbagai konsep yang relevan menjadi 1 keseluruhan yang berarti. Model tersebut memiliki tiga komponen utama yaitu : masukan, proses, keluaran. 1. masukan komponen masukan dalam pengambilan keputusan konsumen memiliki berbagai pengaruh luar yang berlaku sebagai sumber informasi mengenai produk tertentu dan mempengaruhi nilai-nilai, sikap, prilaku konsumen yang berkaitan dengan produk. Yang utam dari berbagai masukan ini adalah: a) masukan pemasaran kegiatan pemasaran merupakan usaha langsung untuk mencapai, memberikan informasi, dan membujuk konsumen untuk membeli dan menggunakan produknya. Kegiatan strategi bauran pemasaran khusus yang terdiri dari produk itu sendiri (termasuk kemasan, ukuran dan jaminannya): iklan di media masa, pemasaran langsung, penjualan personal dan promosi lainnya; kebijakan harga, dan pemilihan saluran distribusi untuk memindahkan produk dari pabrikan kepada konsumen. Akhirnya, dampak berbagai usaha pemasaran suatu perusahaan sebagian besar ditentukan oleh persepsi konsumen terhada semua usaha ini. Jadi para pemasar harus senantiasa mewaspadai persepsi konsumen dengan mensponsori riset konsumen, daripada bergantung kepada dampak pesanpesan pemasaran mereka yang diharapkan. 34 b) Masukan sosial budaya Tipe masukan yang kedua, lingkungan sosial budaya, juga mempunyai pengaruh besar terhadap konsumen. Pengaruh kelas sosial, budaya dan sub budaya, walaupun kurang nyata merupakan faktor-faktor masukan penting yang dihayati dan diserap serta mempengaruhi bagaimana para konsumen menilai dan akhirnya menolak produk. Dampak kumulatif usaha pemasaran setiap perusahaan: pengaruh keluarga, teman-teman dan apra tetangga; dan aturan prilaku masyarakat yang ada semuanya merupakan masukan yang mungkin mempengaruhi apa yang dibeli para konsumen dan bagaimana mereka menggunakan apa yang mereka beli. 2. proses Komponen proses dalam model ini berhubungan dengan cara konsumen mengambil keputusan. Untuk memahami proses ini, kita harus mempertimbangkan pengaruh berbagai konsep psikologis. Bidang psikologis mewakili pengaruh dalam diri (motivasi, persepsi, pembelajaran, kepribadian dan sikap) yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan konsumen (apa yang mereka butuhkan, atau inginkan, kesadaran mereka terhadap berbagai pilihan produk, kegiatan mereka dalam pengumpulan informasi dan penilaian mereka mengenai berbagai alternatif). 35 Tindakan pengambilan keputusan konsumen terdiri dari tiga tahap,yakni: a) pengenalan kebutuhan Menurut Schiffman dan kanuk (2007,p494), pengenalan kebutuhan mungkin terjadi ketika konsumen dihadapkan dengan suatu ”masalah”. Di kalangan konsumen ada dua gaya pemahaman masalah atau pengenalan kebutuhan yang berbeda. Beberapa konsumen merupakan tipe keadaan yang sebenarnya, yang merasa bahwa mereka mempunyai masalah ketika sebuah produk tidak dapat berfungsi secara memuaskan. sebaliknya, konsumen lain adalah tipe keadaan yang diinginkan, dimana bagi mereka keinginan terhadap sesuatu yang baru dapat menggerakkan proses keputusan. b) Penelitian sebelum pembelian Penelitian sebelum pembelian dimulai ketika konsumen merasakan adanya kebutuhan yang dapat dipenuhi dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk. Ingatan kepada pengalaman yang lalu dapat memberikan informasi yang memadai kepada konsumen untuk melakukan pilihan sekarang ini. Sebaliknya jika konsumen tidak mempunyai pengalaman sebelumnya, ia harus melakukan penelitian yang mendalam mengenai keadaan di luar dirinya untuk memperoleh informasi yang berguna sebagai dasar pemilihan. 36 Konsumen biasanya mencoba mengingat sebelum mencari berbagai sumber informasi eksternal mengenai kebutuhan yang berhubungan dengan konsumsi tertentu. Pengalaman yang lalu dianggap sebagai sumber informasi internal. Semakin besar kaitannya dengan pengalaman yang lalu, semakin sedikit informasi luar yang mungkin dibutuhkan konsumen untuk mencapai keputusan. Banyak keputusan konsumen yang didasarkan kepada penggabungan pengalaman yang lalu dan informasi pemasaran dan nonkomersial. Tingkat resiko yang demikian juga dapat mempengaruhi thap proses pengambilan keputusan. Menurut Kotler dan Keller (2007, p235), konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Kita dapat membaginya dalam dua tingkat.situasi pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan perhatian menguat. Pada tingkat itu seorang hanya menjadi lebih peka terhadap informasi tentang produk. Pada tingkat selanjutnya, orang itu mungkin memasuki pencarian aktif informasi. Melalui pengumpulan informasi, konsumen mengetahui tentang merek-merek yang bersaing dan keistimewaan merek tersebut. Dalam tahap pencarian informasi dalam proses keputusan pembelian, mencari informasi yang relevan dari lingkungan luar untuk memecahkan masalah, atau dengan cara mengaktifkan pengetahuan dari ingatan yaitu, INFORMASI EKSTERNAL : 1. Sumber atau informasi dari publik yaitu variasi tingkat produknya, harganya atau dikenal dengan laporan konsumen 2. Dominasi pemasaran yaitu iklan, website perusahan dan para pelaku pemasaran 37 INFORMASI INTERNAL : 1. menggunakan ingatannya kembali pengalaman dalam menggunakan merek atau produk tersebut 2. merasa cukup puas dengan produk yang sering digunakan c). Penilaian Alternatif Rangkaian merek yang diminati. Dalam konteks pengambilan keputusan konsumen,rangkaian merek yang diminati mengacu pada merek-merek khusus yang dipertimbangkan konsumen dalam melakukan pembelian dalam kategori produk tertentu. Rangkaian merek yyang diminati seorang konsumen dibedakan dari rangkaian merek tidak layak yang terdiri dari berbagai merek yang dikeluarkan konsumen dari pertimbangan pembelian karena dirasa tidak dapat diterima dan dari rngkaian merek yang tidak aktif, yang terdiri dari berbagai merek yang tidak menarik perhatian konsumen karena dirasakan tidak mempunyai keuntungan khusus apa pun. Terlepas dari jumlah merek dalam suatu kategori produk, rangkaian merek yang diminati seorang konsumen rata-rata cenderung sangat kecil, sering hanya terdiri dari tiga sampai lima merek. Tetapi peneliatian menunjukkan bahwa rangkaian merek dipertimbangkan konsumen meningkat jumlahnya jika pengalaman dengan suatu golongan produk bertambah. Rangkaian merek yang diminati dari sedikit merek yang dikenal baik, diingat dan dirasakan dapat diterima oleh konsumen. 38 Gambar 2.7 Gambar Rangkaian merek yang diminati sebagai bagian dari semua merek dalam kelas produk tertentu. Semua merek Semua merek yang dikenal Merek yang diminati Merek yang dapat diterima Merek yang dibeli Semua merek yang tidak dikenal Merek yang tidak layak Merek yang tidak dapat diterima Merek yang dianggap biasa Merek yang inert Merek yang diabaikan Merek yang tidak dibeli Sumber : Schiffman dan Kanuk (2007,p498) Kriteria yang digunakan untuk menilai merek. Kriteria yang digunakan para konsumen untuk menilai merek yang merupakan rangkaian merek yang mereka minati biasanya dinyatakan dari sudut sifat-sifat produk yang penting. Jika perusahaan mengetahui bahwa para jonsumen akan menilai berbagai alternatif, mereka kadang-kadang mengiklankan dengan cara menganjurkan kriteria yang harus digunakan konsumen dalam menilai produk atau jasa. 39 Menurut Schiffman dan Kanuk (2007,p501), ada juga cara untuk memudahkan konsumen dalam pengambilan keputusan dengan memberikan garis pedoman atau menjadikannya kebiasaan yang dikenal dengan kaidah keputusan. Menurut Kotler dan Keller (2007, p237), terdapat beberapa proses evaluasi keputusan, dan model-model terbaru yang memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses yang berorientasi kognitif. Yaitu model tersebut menganggap konsumen membentuk penilaian atas produk dengan sangat sadar dan nasional. Beberapa konsep dasar akan membantu kita mmemahami proses evaluasi konsumen. Pertama, konsumen berusaha memenuhi kebutuhan. Kedua,konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga,konsumen memandang masingmasing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu. 3. Keluaran Porsi keluaran dalam model pengambilan keputusan konsumen menyangkut dua kegiatan pasca-pembelian yang berhubungan erat yakni : a) Perilaku Pembelian Menurut Schiffman dan Kanuk (2007,p506), perilaku pembelian konsumen mempunyai tiga tipe yaitu : 1) pembelian percobaan, yaitu ketika konsumen membeli suatu produk atau merek untuk pertama kalinya dengan jumlah yang lebih sedikit dari biasanya, jadi pembelian percobaan ini merupakan tahap perilaku pembelian yang bersifat penjajakan dimana konsumen berusaha menilai suatu produk melalui pemakaian langsung. 40 2) pembelian ulang,yaitu berdasarkan percobaan yang dirasakan lebih memuaskan atau lebih baik dari merek-merek lain. Pembelian ulang biasanya menandakan bahwa produk memenuhi persetujuan konsumen bersedia untuk memakainya lagi dalam jumlah yang lebih besar. 3) Pembelian komitmen jangka panjang, yaitu pembelian yang dilakukan konsumen yang biasanya beralih secara langsung dari penilaian konsumen yang biasanya beralih secara langsung dari penilaian terhadap komitmen jangka panjang (melalui pembelian), tanpa kesempatan untuk percobaan yang sesungguhnya. Biasanya untuk barang-barang yang paling tahan lama. b). Penilaian Pasca Pembelian Ketika konsumen menggunakan suatu produk,terutama selama pembelian percobaan, mereka menilai kinerja produk tersebut menurut berbagai harapan mereka.ada tiga hasil penilaian yang mungkin timbul : (1) kinerja yang sesungguhnya sesuai dengan harapan yang menimbulkan perasaan netral (2) kinerja melebihi harapan,yang menimbulkan apa yang dikenal sebagai pemenuhan harapan secara positif (3) kinerja dibawah harapan,yang menimbulkan pemenuhan harapan secara negatif dan ketidakpuasan. Untuk masing-masing hasil ini, harapan dan ketidakpuasan konsumen mempunyai hubungan erat; yaitu konsumen cenderung menilai pengalaman mereka terhadap harapan-harapan mereka ketika melakukan penilaian pasca pembelian. 41 Unsur penting dalam penilaian pasca pembelian adlah berkurangnya ketidakpastian atau keraguan konsumen mengenai pemilihan. Sebagai bagian dari analisis merupakan pemilihan yang bijaksana; jadi mereka berusaha mengurangi ketidakcocokan kognitif pasca pembelian. 42 Gambar 2.8 Model pengambilan keputusan konsumen Pengaruh eksternal Usaha pemasaran perusahaan: 1. Produk 2. Promosi 3. Harga 4. Saluran distribusi Input Lingkungan sosiobudaya: 1. Keluarga 2. Sumbe informal 3. Sumber nonkomersial lain 4. Kelas sosial 5. Budaya dan subbudaya Pengambilan keputusan konsumen Pengenalan kebutuhan Bidang psikologi: 1. Motivasi 2. Persepsi 3. Pembelajaran 4. Kepribadian 5. Sikap Penelitian sebelum pembelian Proses Evaluasi alternatif Pengalaman Perilaku setelah keputusan Pembelian: 1. Percobaan 2. Pembelian ulang Output Evaluasi pasca Pembelian Sumber : schiffman dan kanuk (2007,p493) 43 2.6.4 Tipe Perilaku Pembelian Konsumen Tipe-tipe perilaku membeli berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan di antara berbagai merek adalah sebagai berikut (Kotler dan Amstrong (2001, p219-222) : a. Perilaku membeli yang kompleks (complex buying behaviour) Perilaku membeli yang kompleks merupakan perilaku membeli konsumen dalam berbagai situasi bercirikan keterlibatan mendalam konsumen dalam membeli, dan adanya perbedaan pandangan yang signifikan antara merek yang satu dengan yang lain. Konsumen menjalankan perilaku membeli mereka ketika mereka benar-benar terlibat dalam pembelian dan mempunyai pandangan yang berbeda antara merek yang satu dengan yang lain.Konsumen mungkin lebih banyak terlibat ketika produknya mahal, berisiko jarang dibeli, dan sangat menonjolkan ekspresi diri. Konsumen harus banyak belajar mengenai kategori produk tersebut. b. Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan (dissonance reducing buying behaviour) Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan merupakan perilaku membeli konsumen dalam situasi bercirikan keterlibataan konsumen yang tinggi tetapi sedikit perbedaan yang dirasakan diantara merek-merek yang aada. Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan terjadi ketika konsumen sangat terlibat dengan pembelian yang mahal, jarang atau berisiko, tetapi hanya melihat sedikit perbedaan yang ada. 44 c. Perilaku membeli karena kebiasaan Perilaku membeli karena kebiasaan merupakan perilaku pembeli konsumen dalam situasi yang bercirikan keterlibataan konsumen yang rendah dan kecilnya perbedaan yang dirasakan di antara merek-merek yang ada. Pembeli produk dengan keterlibatan rendah tidak kuat komitmennya terhadap merek apapun. d. Perilaku membeli yang mencari variasi Perilaku membeli yang mencari variasi adalah perilaku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan rendahnya keterlibatan konsumen tetapi perbedaan diantara merek dianggap besar. Dalam kasus ini, konsumen sering kali mengganti merek. Contohnya ketika membeli kue, seorang konsumen mungkin memiliki beberapa keyakinan, memilih merek kue tanpa banyak evaluasi, lalu mengevaluasi merek tersebut ketika di mekan atau di konsumsi. Tetapi pada waktu selanjutnya konsumen mungkin mengambil merek lain agar tidak bosan atau sekedar mencoba sesuatu yang berbeda. Perilaku membeli yang kompleks Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan Perilaku membeli yang mencari variasi Perilaku membeli karena kebiasaan Gambar 2.9 Gambar perilaku pembelian Sumber : Asael dalam kotler (2003, p201) 45 2.7 Teori pendukung Brand Awareness dan Keputusan Pembelian konsumen ‐ Ada beberapa hal yang mempengaruhi keputusan pembelian, salah satunya adalah brand awareness. Turunnya tingkat brand awareness suatu produk, merupakan salah satu penyebab konsumen memutuskan untuk tidak membeli suatu produk. Dikutip dari skripsi Aulia,2008) one.indoskripsi.com - “The relational structure shows that brand awareness has a significant influence on core-brand image (parent-brand image), thus indirectly affecting core-brand attitude and causing impacts on consumer purchase intention towards extended products.” The influence of core-brand attitude and consumer perception on purchase intention towards extended product Asia Pacific Journal of Marketing and Logistics. Patrington:2009. Vol. 21,Iss.1; pg. 17 Persepsi Kualitas dan Keputusan Pembelian Konsumen - “consumer perception fit has greater influence than core-brand attitude, denoting that both the brand association and product connection have a remarkable influence on consumer purchase intention towards extended products.” The influence of core-brand attitude and consumer perception on purchase intention towards extended product. Asia Pacific Journal of Marketing and Logistics. Patrington: 2009. Vol. 21, Iss. 1; pg. 174 - Menurut Hotniar, 2004 dalam www.scribd.com. Faktor produk (kualitas produk) tidak diragukan lagi mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. - Bruce dkk dalam jurnal Hotniar, 2004 www.scribd.com. menemukan bahwa kualitas produk yang dapat diterima adalah elemen utama yang mempengaruhi perilaku pembelian konsumen. 46 - Weiss (2003) juga dalam disertasinya menemukan bahwa produk, lebih tepatnya kualitas mempengaruhi niat konsumen untuk membeli. www.scribd.com Brand awareness dan Persepsi Kualitas - suatu penelitian menunjukkan bahwa merek yang memiliki Awareness dan perceived quality yang tinggi dapat ditingkatkan secara lebih jauh (dapat diperluas) dan mendapat penilaian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan merek yang memiliki Awareness dan perceived quality yang rendah http://www.journal.unair.ac.id Brand Awareness dan Perceived Quality sebagai bagian dari Brand Equity dan Keputusan Pembelian Konsumen ‐ as the difference in consumer choice between the focal branded product and an unbranded product given the same level of product features. Regardless of how one defines brand equity, literature appears consistent in the view that it evolves through one's interactions with a brand that lead to an individual developing cognitions and feeling toward the brand which lead to an individual perceiving the branded product as having value for themselves. Drawing from these various thoughts, brand equity is defined here in overarching terms as a consumer's perception of the value of a brand to him- or herself, which is significant because perceived value motivates individuals to acquire, retain, or increase possession of something in order to satisfy their needs, desires, wants, or purposes. Brand equity should reflect "why" consumers perceive a brand being of value to them, instead of some reflection of their brand purchase intention/choice. Selection of this approach is based on Hoeffler and Keller's (2003). Journal of Marketing Theory and Practice,2009. Vol. 17, Edisi 2; pg. 145, 17 pgs. 47 2.8 Uji Instrumen Data 2.8.1 Uji Validitas Uji Validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuisioner. Suatu instrumen pengukur dikatakan valid jika instrumen tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur. Suatu data penelitian yang valid, bagaimanapun harus dapat diandalkan (reliable) karena akurasi memerlukan konsistensi. Suatu kuisioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuisioner mampu untuk mengungkapkan variabel-variabel yang akan diukur oleh kuisioner tersebut. (Ghozali 2005, p45). Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur itu mengukur apa yang ingin diukur (Umar,2003,p179). Dalam Kuncoro (2007: 216-217) menjelaskan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan suatu alat ukur. Alat ukur yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Untuk menguji validitas alat ukur, terlebih dahulu dicari harga korelasi antara bagian-bagian dari alat ukur secara keseluruhan dengan cara mengkorelasikan setiap butir alat ukur dengan skor yang merupakan jumlah tiap skor butir. Untuk menghitung validitas alat ukur digunakan rumus pearson product moment, yaitu : r= n ( ∑ XY ) − ( ∑ X )( ∑Y ) ⎡n ⎣ ( ∑ X ) − ( ∑ X ) ⎤⎦ ⎡⎣n ( ∑Y ) − ( ∑Y ) ⎤⎦ 2 Dimana : rhitung = koefisien korelasi ∑ X = jumlah skor item ∑ Y = jumlah skor total (seluruh item) n = jumlah responden 2 2 2 48 Dasar Pengambilan Keputusan : • Jika r • Jika r hitung hitung positif, serta r hitung >r tidak positif, serta r tabel, hitung maka butir atau variabel terebut valid < r tabel, maka butir atau variabel terebut tidak valid • Jika r hitung >r tabel, tetapi bertanda negatif, maka butir atau variabel terebut tidak valid Selanjutnya dihitung dengan uji t dengan rumus : thitung = r √n – 2 √1 - r² Dimana : t = nilai thitung r = koefisien korelasi hasil rhitung n = jumlah responden Distribusi (Tabel t) untuk α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n – 2) Kaidah keputusan : Jika t hitung > t tabel berarti valid, sebaliknya t hitung < t tabel berarti tidak valid Jika instrumen tersebut valid maka dilihat dari kriteria penafsiran mengenai indeks korelasinya (r) sebagai berikut : Antara 0,800 – 1,000 : sangat tinggi Antara 0.600 – 0,799 : tinggi Antara 0,400 – 0,599 : cukup tinggi Antara 0,200 – 0,399 : rendah Antara 0,000 – 0,199 : sangat rendah (tidak valid) 49 2.8.2 Uji Reliabilitas Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu kuisioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuisioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas dilakukan untuk mendapatkan tingkat ketepatan alat pengumpul data (instrumen) yang digunakan. Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan rumus alpha. Metode mencari reliabilitas internal yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, rumus yang digunakan adalah Alpha (Kuncoro, 2007: 220-221). Langkah-langkah mencari nilai reliabilitas dengan metode Alpha sebagai berikut : Langkah 1 : Menghitung varians skor tiap-tiap item dengan rumus : Si = ∑ Xi² - (∑ Xi)² N N Dimana : Si = Vaians skor tip-tiap item ∑ Xi² = Jumlah kuadrat item Xi (∑ Xi)² = Jumlah item Xi dikuadratkan N = Jumlah responden Langkah 2 : Menjumlahkan varians semua item dengan rumus : ∑ Si = S1 + S2 + S3.....Sn Damana : ∑ Si = Jumlah varians semua item S1 + S2 + S3.....Sn = Varians item ke-1,2,3.....n Langkah 3 : Menghitung varians total dengan rumus : St = ∑ Xt² - (∑ Xt)² N N 50 Dimana : : St = Vaians total ∑ Xt² = Jumlah kuadrat X total (∑ Xt)² = Jumlah X total dikuadratkan N = Jumlah responden Langkah 4 : Masukkan nilai Alpha dengan rumus : r11 = k k–1 1- ∑ Si St Dimana : r11 = Nilai reliabilitas ∑ Si = Jumlah varians skor tiap-tiap item St = Varians total k = Jumlah item 2.8.3 Analisis Korelasi Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan antara variabel dependent dan variabel independent. Analisis korelasi Pearson Product Moment termasuk teknik statistik parametrik yang menggunakan data interval dan rasio dengan persyratan tertentu (Kuncoro dan Riduwan,2007, pp61-62). Rumus Korelasi Sederhana : rxy = ∑xy rxy = √(∑x2) (∑y2) Dimana : rxy = koefisien korelasi X = niai item X Y = nilai item Y n = banyaknya sampel dalam peneliti n ∑x1 y1 – (∑x1) (∑y1) √{n∑x12 – (∑x1)2} {n∑y12 - ∑y1)2} 51 Rumus Korelasi ganda : Ryx1x2 = √r2 YX1 + r2 YX2 – 2ryx1 ryx2 rx1x2 1 – r2 x1x2 Dimana : Ryx1x2 =korelasi antara variabel X1 dengan X2 secara bersama-sama dengan variabel Y Ryx1 = korelasi Product Moment antara X1 dengan Y Ryx2 = korelasi Product Moment antara X2 dengan Y rx1x2 = korelasi Product Moment antara X1 dengan X2 Korelasi Perarson Product Moment dilambangkan (r) dengan ketentuan nilai r tidak lebih dari harga (-1 ≤ r ≤ +1). r = -1 artinya korelasinya negatif sempurna. r = 0 artinya tidak ada korelasi r= 1 artinya korelasi sangat kuat. Sedangkan arti harga r akan ditampilkan dengan tabel interpretasi nilai r sebagai berikut : Interval Koefisien Tingkat hubungan 0,80 – 1,00 Sangat Kuat 0,60 – 0,799 Kuat 0,40 – 0,599 Cukup kuat 0,20 – 0,399 Rendah 0,00 – 0,199 Sangat rendah Tabel 2.1 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r Sumber : Kuncoro dan Riduwan (2007,p62) 52 2.8.4 Analisis Regresi Regresi adalah proses memperkirakan secara sistematis tentang apa yang paling mungkin terjadi di masa yang akan datang berdasarkan informasi masa lalu dan sekarang yang dimiliki, agar kesalahan dapat diperkecil. Menurut Kuncoro dan Riduwan (2007,pp83-84) Kegunaan regresi dalam penelitian salah satunya adalah untuk meramalkan (memprediksi) variabel terikat (Y) apabila variabel bebas (X) diketahui. Menurut Triton (2006,p117) Tujuan analisis regresi secara umum adalah: A) menentukan persamaan garis regresi berdasarkan nilai konstanta dan koefisien regresi yang dihasilkan B) mencari korelasi bersama-sama antara variabel bebas dengan variabel terikat (nilai R) C) menguji signifikasi pengaruh variabel bebas terhadap varibel terikat melalui uji F Persamaan regresi sederhana: Y = a + bX b = n ∑XY - ∑X ∑Y n∑X2 – (∑X)2 Dimana : Y = variabel tidak bebas (dependent variabel) X = variabel bebas (independent variabel) a = nilai konstanta b = koefisien regresi Mencari Koefisien a Dimana : Y = ∑Y a = Y – bX dan n Persamaan Regresi berganda : Y = b0 + b1x1 + b2X2 Untuk mencari nilai b0,b1,b2 X = ∑X n 53 ∑Y = n.a + b1.∑X1+b2.∑X2 ∑X1Y = a.∑X1 + b1.∑X1 + b2.∑X1.X2 ∑X2Y = a.∑X2 + b1.∑X1.X2 + b2∑X2 Untuk mengetahui signifikansi regresi, bandingkan antara nilai probabilitas 0,05 dengan nilai probabilitas Sig sebagai berikut : Jika nilai sig > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak Jika nilai sig < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima 2.8.5 Uji Statistik F Uji statistik F pada dasarnya digunakan untuk menguji variabel-variabek bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Selain itu dengan uji F ini dapat diketahui pula apakah model regresi linier yang digunakan sudah tepat atau belum. Uji F menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh sacara bersama-sama terhadap variabel dependen/terikat. R2 / k F= (1 - R²) / (n – k – 1) Keterangan : F = Nilai Fhitung yang selanjutnya dikonsultasikan dengan Ftabel r = Korelasi parsial yang ditemukan n = Jumlah sampel k = Jumlah variabel bebas Dasar pengambilan keputusan pengujian adalah : Jika Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak Jika Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima 54 2.8.6 Uji Statistik t Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Cara melakukan uji t adalah sebagai berikut : a. Quick look : bila jumlah degree of freedom (df) adalah 20 atau lebih,dan derajat kepercayaan sebesar 5%,maka Ho yang menyatakan bi = 0 dapat ditolak bila nilai t lebih besar dari 2 (dalam nilai absolut). Dengan kata lain kita menerima hipotesis alternatif, yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen. b. Membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel. Apabila nilai t hasil perhitungan lebih tinggi dibandingkan nilai t tabel, kita menerima hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen. (Ghozali,2005:85) 2.8.7 Koefisien determinasi Koefisien determinasi ( R² ) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determionasi adalah antara nol dan satu. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variebel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan kedalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R² pasti meningkat tidak perduli apakah 55 variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R² pada saat mengevaluasi mana model regresi terbaik. Tidak seperti R², nilai Adjusted R² dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan kedalam model.( Ghozali,2005,P83) 2.8.8 Rancangan Uji Hipotesis Menurut Kuncoro (2003,p47) hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Menurut Kuncoro (2003,p50) sebagaimana diketahui, hipotesis yang baik adalah hipotesis yang dinyatakan dengan jelas dan ringkas, menyatakan hubungan antara dua variabel dan menjelaskan variabel tersebut dalam terminologi operasional yang diukur. Menurut Kuncoro (2003,pp50-51) uji hipotesis merupakan bagian yang sangat penting di dalam penelitian. Bagian ini menentukan apakah penelitian yang dilakukan cukup ilmiah atau tidak. Untuk melakukan uji hipotesis peneliti harus menentukan sampel, nebgukur instrumen desain dan mengikuti prosedur yang akan menuntun dalam pencarian data yang diperlukan. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisa melalui prosedur analisis yang benar, sehingga peneliti dapat melihat validitas dari hipotesis. Analisa dari data yang dikumpulkan tidak menghasilkan hipotesis terbukti dan tidak terbukti melainkan mendukung atau tidak mendukung hipotesis. 56 Dalam prakter dikenal dua macam cara pengujian hipotesis: 1. cara langsung : pengujian secara langsung ini dilakukan dengan mencari bukti yang memungkinkan untuk menolak atau menerima hipotesis. Dengan cara ini berarti hipotesis digunakan untuk menolak atau menerima hipotesis. Dengan cara ini berarti hipotesis digunakan untuk memprediksi suatu hubungan. 2. cara hipotesis nol : di lain pihak hipotesis nol tidak memprediksi suatu hubungan 2.9 Kerangka berpikir Brand Awareness T-2 (X1) Top of mind Brand Recall Brand Recognition Unaware of brand Keputusan Pembelian T-1 (Y) Pengenalan Kebutuhan T-4 T-1 Penelitian sebelum pembelian Evaluasi alternatif Perilaku pembelian Perceived Quality (X2) T-1 Performance Feature Reliability Durability Aesthetics Fit & finish Penilaian pasca pembelian T-3 Gambar 2.10 Gambar Kerangka berpikir Sumber : penulis 2010