BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil

advertisement
98
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka penulis memberikan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan perlindungan hukum atas produk tas merek Gendhis adalah sebagai
berikut: Perlindungan hukum berdasarkan sistem first to file principle diberikan
kepada pemegang hak merek terdaftar yang “beritikad baik” bersifat preventif
maupun represif. Perlindungan hukum preventif dilakukan melalui pendaftaran
merek, dan perlindungan hukum represif diberikan jika terjadi pelanggaran
merek melalui gugatan perdata atau tuntutan pidana maupun upaya hukum
lainnya seperti penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau lebih dikenal
dengan sebutan alternatif penyelesaian sengketa.
a. Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
Ditjen HKI tidak dapat bertindak jika tidak ada pengaduan dari
masyarakat atau seseorang/badan hukum yang dirugikan karena adanya
pelanggaran merek. Delik aduan juga berlaku terhadap kasus peredaran
99
produk tas merek Gendhis di Pasar Beringharjo Yogyakarta. Selama
pemilik asli hak atas merek tidak mengajukan gugatan, maka pedagang
yang tidak bertanggung jawab tersebut tidak dapat diberikan sanksi
apapun.
Rumit dan lamanya jangka waktu pendaftaran sampai terbitnya
sertifikat merek, juga biaya yang tidak sedikit untuk mendaftarkan suatu
merek, sedangkan uang yang sudah dibayarkan untuk mendaftarkan
merek tidak akan kembali jika merek yang didaftarkan tersebut ditolak,
hal inilah yang membuat masyarakat enggan mendaftarkan mereknya.
b. Pemilik Hak atas Merek
UU Merek memberikan hak kepada pemegang merek dagang
terdaftar untuk menyelesaikan sengketa merek dengan cara litigasi dan
nonlitigasi, dan pemilik merek dapat juga mengajukan gugatan ganti
kerugian maupun tuntutan hukum pidana melalui aparat penegak hukum.
Langkah yang telah dilakukan pihak Gendhis sehubungan dengan adanya
praktek
pelanggaran
merek
terhadap
merek
Gendhis
adalah
menyampaikan somasi dan menyelesaikan perselisihan diluar pengadilan
kepada Ibu Sutriyani yang menggunakan nama Gendhis dalam
dagangannya dengan dibantu pihak ketiga yaitu Ibu Endang Tri Saptalita
selaku mediator.
Pihak Gendhis asli (Ibu Ferry) tidak melakukan jalur pengadilan
(litigasi) dalam menyelesaikan sengketa, karena telah diselesaikan secara
100
kekeluargaan melalui proses mediasi (Alternative Dispute Resolution)
yang dibantu pihak ketiga, dan Ibu Sutriyani-pun menyetujui kesepakatan
tersebut. Latar belakang atau alasan Ibu Ferry menempuh jalur mediasi
adalah dikarenakan semata-mata agar permasalahan yang sedang
dihadapinya tidak berlangsung lama yang bisa mengganggu aktivitas
maupun usahanya. Jika menempuh jalur pengadilan (litigasi) akan
menghabiskan waktu dan biaya yang banyak yang berakibat usahanya
akan tidak berjalan dan bisa merusak nama baik usahanya (merek
Gendhis).
2. Hambatan-hambatan yang terjadi didalam pelaksanaan perlindungan hukum bagi
pemegang hak atas merek serta upaya untuk mengatasinya adalah:
Dalam pelaksanaan perlindungan hukum bagi pemegang merek terdaftar
masih terdapat beberapa kendala dan hambatan, sehingga dalam pelaksanaannya
belum efisien. Adapun hambatan-hambatan tersebut yaitu:
a. Kurangnya sosialisasi UU Merek;
b. Belum cukup terbinanya kesamaan pengertian sikap dan tindakan di
antara aparat penegak hukum dalam menghadapi pelanggaran merek;
c. Masyarakat tidak mempedulikan lagi bahwa barang yang mereka beli
merupakan barang hasil pelanggaran merek;
101
d. Menggugat pelaku pemalsuan merek akan merusak reputasi dan
mengurangi pendapatan;
e. Tingkat ekonomi dan daya beli barang asli atau orisinil (original)
masyarakat
Indonesia
yang
masih
rendah
sehingga
banyak
pelanggaran di bidang merek;
f. Proses beracara di pengadilan yang rumit;
g. Adanya rasa enggan dalam melakukan penuntutan terhadap
pelanggaran merek;
h. Kurangnya SDM yang dimiliki oleh Kementerian Hukum dan HAM;
i. Kurang adanya dukungan dari para pemilik hak merek yang telah
dilanggar hak-haknya;
j. Sikap dan keinginan untuk memperoleh keuntungan yang besar
dengan cara mudah;
k. Informasi akan adanya razia yang bocor kepada para pedagang atau
pelaku usaha;
l. Proses pendaftaran yang rumit dan lama; dan
m. Biaya pendaftaran merek yang mahal.
Dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut, maka upaya yang harus
dilakukan adalah:
a. Menyelenggarakan seminar dan pelatihan tentang pentingnya
pendaftaran merek;
102
b. Sosialisasi mengenai HKI khususnya mengenai merek secara berkala;
c. Penyuluhan pendidikan mengenai merek kepada para pelaku usaha;
d. Melakukan pengarahan oleh aparat penegak hukum yang berwenang
kepada pedagang-pedagang atau pelaku usaha untuk tidak menjual
produk terkenal tiruan;
e. Pembinaan oleh aparat penegak hukum yang berwenang kepada
pedagang-pedagang atau pelaku usaha dengan cara memberi
peringatan (warning) jika melakukan kesalahan bagi yang meniru
atau memalsukan merek;
f. Mengadakan razia secara rutin di berbagai lapisan masyarakat dan
berbagai tempat usaha;
g. Memperketat pengawasan terhadap produk-produk yang beredar di
pasaran;
h. Masyarakat, Kepolisian, dan Ditjen HKI dan Kemenkumham saling
bekerjasama dalam memberantas pelanggaran HKI khususnya merek;
dan
i. Dalam rangka penyelesaian pelanggaran terhadap HKI khususnya
merek tersebut bisa menggunakan jalur non litigasi dan litigasi. Jalur
non litigasi yaitu seperti konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi,
penilaian ahli (pemberian pendapat hukum), dan arbitrase. Sedang
jalur litigasi ialah melalui pengadilan niaga berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia baik itu
103
hukum perdata, hukum pidana, maupun sanksi lain yang diatur dalam
undang-undang.
B.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran sebagai
berikut:
1. Bagi para pedagang atau pelaku usaha yang menjual produk tas merek
terkenal tiruan dimanapun mereka berada khususnya yang berada di
Yogyakarta, diharapkan untuk menghentikan perbuatannya tersebut,
karena perbuatan tersebut merupakan tindakan melawan hukum dan tidak
menghargai karya orang lain;
2. Bagi aparat penegak hukum yaitu Kepolisian dan Ditjen HKI dan
Kemenkumham, agar menindak tegas segala bentuk pelanggaran HKI
khususnya merek yang terkait dengan banyaknya produk-produk terkenal
tiruan yang beredar di Indonesia. Bagi pihak Kepolisian atau PPNS
diharapkan agar tidak hanya bertindak pada saat menerima laporan dari
pihak yang dirugikan saja, tetapi juga harus melakukan berbagai upaya
dalam rangka meminimalisasi peredaran produk-produk terkenal tiruan
tersebut;
104
3. Bagi Pemerintah khususnya Ditjen HKI, perlu untuk membuat suatu
regulasi spesifik yang berkaitan dengan perlindungan hukum bagi
pemegang hak produk-produk merek terkenal yang beredar di Indonesia;
dan
4. Bagi masyarakat luas, perlu adanya kesadaran untuk tidak lagi membeli
produk-produk palsu karena perbuatan tersebut adalah perbuatan tidak
menghargai karya orang lain dan merugikan orang tersebut dan juga
Negara.
Download