ISLAM DAN GLOBALISASI PENDIDIKAN Ahmad

advertisement
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
ISSN 2338-6673 E ISSN 2442-8280
Volume 3 Nomor 1 Februari 2015
Halaman 1-11
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/tjmpi
ISLAM DAN GLOBALISASI PENDIDIKAN
Ahmad Anwar
IAIN Walisongo Semarang
[email protected]
Abstrak
Maju dan tidaknya suatu negara dapat ditentukan dari kualitas pendidikan. Sedangkan Islam
sendiri telah mewajibkan kepada umat untuk berpendidikan. Terlebih dizaman moderen
ditengah derasnya arus globalisasi ini. Islam dalam menyikapi globalisasi adalah sebuah
keniscayaan, karena Islam sendiri adalah agama rahmatal lil alamiin (solihun fii kulli zaman wal
makan). Relevansi globalisasi dengan ajaran Islam terdapat pada aspek-aspek berikut: Islam
dan pembangunan sumber daya manusia, Islam dan globalisasi pendidikan, Islam dan
modernisasi. Sedangkan dampak globalisasi terhadap pendidikan adalah proses belajar
mengajar menjadi modern, Siswa dituntut berperan aktif dalam proses belajar mengajar,
penyampaian materi dengan bantuan komputer. adapun masalah-masalah pendidikan Islam di
era globalisasi adalah sebagai berikut: kualitas pendidikan yang masih minim, kurangnya
Profesionalitas guru, terpengaruh kebudayaan (alkulturasi) yang negatif, strategi pembelajaran
masih monoton, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang disalah gunakan, krisis moral,
krisis kepribadian.
Kata Kunci : Pendidikan Islam, Globalisasi
Pendahuluan
Pendidikan mempunyai peran yang
sangat penting dalam kehidupan manusia.
Dalam
keseluruhan proses kehidupan
manusia tidak bisa terlepas dari pendidikan.
Dengan kata lain, kebutuhan manusia
terhadap pendidikan bersifat mutlak dalam
kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat,
bangsa dan negara. Jika sistem pendidikanya berfungsi secara optimal maka akan
tercapai kemajuan yang dicita-citakanya.
Sebaliknya bila proses pendidikan yang
dijalankan tidak berjalan secara baik maka
tidak dapat mencapai kemajun yang dicitacitakan. Pendiidkan Islam adalah bimbingan
yang diberikan oleh seseorang kepada orang
lain agar ia berkembang secara maksimal
sesuai dengan ajaran Islam.1
Pendidikan agama Islam harus
diberikan sejak dini, mulai dari usia kanakkanak, remaja, bahkan dewasa. Dalam Islam
1
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Perspektif
Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005),
hlm. 23.
dikenal istilah pendidikan sepanjang hayat
(long life education). Artinya selama ia hidup
tidak akan lepas dari pendidikan, karena
setiap langkah manusia hakikatnya adalah
belajar, baik langsung maupun tidak
langsung. Walaupun terdapat banyak kritik
yang dilancarkan oleh berbagai kalangan
terhadap pendidikan, atau tepatnya terhadap
praktek pendidikan, namun hampir semua
pihak sepakat bahwa nasib suatu komunitas
atau suatu bangsa di masa depan sangat
bergantung pada kontibusinya pendidikan.
Misalnya, sangat yakin bahwa pendidikanlah
yang dapat memberikan kontribusi pada
kebudayaan di hari esok.
Pendapat yang sama juga bisa kita
baca dalam penjelasan Umum UndangUndang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun
2003 tentang sistem pendidikan Nasional (UU
No. 20/2003), yang antara lain menyatakan:
“Manusia membutuhkan pendidikan dalam
kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha
agar manusia dapat mengembangkan potensi
dirinya melalui proses pembelajaran atau cara
1
lain yang dikenal dan diakui oleh
masyarakat”. 2
Arus globalisasi yang semakin pesat
telah membuat jarak antar Negara seakan tak
berarti lagi. Pada masa sekarang ini, tak sulit
untuk anak petani terpencil mengetahui isu
akan di pindahkannya makam
Nabi
Muhammad SAW di Arab Saudi dalam
hitungan jam bahkan menit. Kemajuan
teknologi yang semakin pesat sebagai
dampak dari globalisasi ternyata juga
berpengaruh terhadap dunia pendidikan
Indonesia. Home schooling, virtual learning
dan program-program pendidikan import
lainnya yang mulai diterapkan di Indonesia
sebagai akibat dari cepatnya akses internet.
Globalisasilah yang telah memberikan
insipirasi-inspirasi
baru
tersebut
untuk
mengadopsi program-program pendidikan
dari luar Indonesia.
Perubahan kurikulum pendidikan yang
berkali-kali juga merupakan dampak dari
pesatnya arus globalisasi. Pesatnya arus
globalisasi menyebabkan pemerintah harus
bergerak
cepat
mengubah
kurikulum
pendidikan yang lama yang dianggap
ketinggalan zaman dengan kurikulum yang
baru yang dianggap sesuai dan mampu
menjawab tantangan global. Hal ini,
dikarenakan dunia pendidikan adalah salah
satu sektor penting dalam suatu Negara yang
menopang berdiri dan berkembangnya suatu
Negara. Kehancuran dunia pendidikan
merupakan langkah awal kehancuran suatu
Negara. Kegagalan bangsa Indonesia di
masa
lampau
untuk mempertahankan
kedaulatan
negaranya,
dikarenakan
pendidikan rakyatnya yang lemah.
Presepsi Islam Terhadap Globalisasi
Realitas globalisasi memperlihatkan
dukungan berkurangnya kekuatan yang
dimiliki oleh negara dan masyarakat.
Kekuatan globalisasi secara umum dimotori
oleh kekuatan modal asing yang berwujud
perusahaan-perusahaan multinasional dan
perusahaan
transnasional.
Perusahaan
tersebut adalah perusahaan raksasa baik
yang pabriknya berada di negara adikuasa
dengan
produk
yang
menyebar
ke
2
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas), (Jakarta: PT Armas Duta
Jaya), hlm. 43.
2
mancanegara ataupun perusahaan yang
mempunyai cabang di negara berkembang.
Berdasarkan kecenderungan kapitalisme, globalisasi merupakan jalan lanjutan
kapitalisme di sebuah negara. Negara yang
terlibat dengan sistem kapitalisme ini tidak
dapat menghindar dari jeratannya. Negara
tidak lagi di perkenankan melakukan proteksi
maupun intervensi yang terlalu besar dalam
perekonomian. Teknologi informasi dan
komunikasi media elektronik yang di produksi
oleh negara negara industri maju seperti
Amerika, Inggris, Prancis, yang mempercepat
arus globalisasi tampaknya akan terus
mengalir dan tidak dapat dibendung. Pada
tingkat tertentu globalisasi akan mempengaruhi dan membentuk format sosial politik,
budaya maupun agama.
Globalisasi
membawa
kepada
kecendrungan
semacam
homogenitas
budaya. Budaya nasional berinteraksi dengan
budaya
kosmopolitan.
Fenomena
ini
menimbuulkan disparitas persepsi dari
berbagai pihak karena globalisasi dipandang
sebagai problem mendasar yang ikut
menentukan kualitas manusia sekarang dan
yang akan datang.
Paul Hirst dan Grahame Thompson
dalam Globalization in Question. Terj. P.
Sumitro. Globalisasi adalah mitos. Beliau
menyoroti
globalisasi
dari
perspektif
ekonomi.3 Keduanya mengatakan bahwa
konsep globalisasi seperti yang dikedepankan
oleh pengamat ekstrim, tidak lain dan tidak
bukan adalah mitos belaka. Pendapat Hirst
dan Thompson bukan tidak beralasan.
Mereka menggunakan argumentasi sebagai
berikut. Pertama tatanan ekonomi yang
sangat mendunia sekarang ini hanyalah
bagian dari gelombang turun naik (konjungtur)
pertumbuhan ekonomi Internasional yang
mulai ada sejak ekonomi yang berlandaskan
pada teknologi industri yang mulai menyebar
ke seluruh dunia sejak tahun 1860-an.
Kedua, perusahaan transnasional
yang murni jarang ditemukan karena
perusahaan transnasional pada umumnya
berbasis negara nasional dan aktifitas
perdagangan dunia tertumpu pada kekuatan
produksi nasional. Ketiga, lalu lintas modal
tidak
mengakibatkan
berpindahnya
3
Paul Hirst dan Grahame Thompson,
Globalization in Question. Terj.P. Sumitro.
Globalisasi adalah Mitos. (Jakarta : Penerbit
Yayasan Obor Indonesia, 2001), hlm. 276
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam ISSN
2338-6673 E ISSN 2442-8280
penanaman modal dan kesempatan kerja
secara besar besaran dari negara maju ke
negara berkembang. Penanaman modal
asing justru banyak terpusat di negara-negara
industri maju seperti, Eropa, Jepang, dan
Amerika. Keempat, kekuatan ekonomi negara
negara industri maju ini mampu mengatur
pasar modal dan aspek ekonomi lainnya.
Oleh karena itu tidak benar bila pasar modal
dunia tidak dapat diatur dan dikendalikan.
Latief, Dochak dalam ”Pembangunan
Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Globalisasi”
mengemukakan bahwa globalisasi yang
berbasis ekonomi juga dipandang sebagai
ekspansi dari neoliberalisme.4 Seringkali
paham neoliberalisme dipandang sebagai
sebuah kemajuan. Dan hal ini mudah
dipahami
karena
munculnya
dalam
pandangan publik adalah kemajuan teknologi
dan media elektronika yang merupakan
kekuatan produksi dari sistem globalisasi.
Seiring dengan perdebatan yang terus terjadi
tentang pemahaman globalisasi namun
globalisasi terus berjalan, termasuk proses
terintegrasinya kehidupan antar negara ke
arah masyarakat dunia yang saling terkait,
saling tergantung dan saling mempengaruhi
dengan memberdayakan kemajuan teknologi
informasi, komunikasi dan transportasi.
Realitas globalisasi semacam ini
dalam pandangan Dochak Latief tidak bisa
ditolak, kecuali bagi negara yang sengaja
mengisolasikan diri dari perekonomian dunia
yang semakin cepat berkembang. Arus
perkembangan dunia menjadi semakin deras
setelah difungsikannya bahasa Inggris
sebagai bahasa internasional, penggunaan
mata uang dolar sebagai mata uang
internasional, pesatnya sektor pertumbuhan
dunia pariwisata, kerangka sistem moneter
dan perdagangan dunia yang relatif mapan
serta munculnya kekuatan ekonomi yang
berimbang antara Amerika, Eropa Barat, dan
Jepang.
Mastuhu dalam “Memberdayakan
Sistem
Pendidikan
Islam”
menyikapi
globalisasi sebagai sebuah keniscayaan
sejarah.5 Mastuhu meminjam argumen Karl
Mannheim yang melihat globalisasi sebagai
4
Latief, Dochak, Pembangunan Ekonomi
dan Kebijakan Ekonomi Globalisasi. (Surakarta:
Muhammadiyah University Press, 2003), hlm. 36.
5
Mastuhu, Memberdayakan Sistem
Pendidikan Islam. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999), hlm. 274.
sebuah ideologi. Bagi Mastuhu globalisasi
adalah konsep atau proses tanpa henti yang
tidak bisa dibendung dan ditolak. Globalisasi
menjadi
sebuah
keniscayaan
sejarah.
Sebagai proses, globalisasi akan mengalami
tahapan-tahapan perkembangan yang pada
tingkat tertentu mampu membentuk format
sosial
seluruh kehidupan manusia baik
politik, sosial, budaya maupun ekonomi.
Globalisasi sebagai ideologi adalah proyeksi
kehidupan masa depan atau gejala yang akan
terjadi di kemudian hari berdasarkan sistem
yang dominan di dalam masyarakat.
Tanda-tanda globalisasi yang diamati
oleh Mastuhu terdiri dari tiga hal besar yaitu
pertama, globalisasi ditandai oleh menguatnya ruang pribadi. Ruang kebebasan pribadi
untuk mengekspresikan pendapat, jati diri,
dan kepribadian semakin menyempit karena
banyaknya pesan-pesan atau tuntutantuntutan dari kehidupan modern yang harus
dilaksanakan.
Akibatnya
beban
moral
semakin berat, seolah-olah tidak ada lagi
kemerdekaan pribadi untuk mengembangkan
ide-ide aslinya. Ditambah lagi nilai-nilai lama
diganti dengan nilai nilai baru yang
meterialistis.
Kedua, globalisasi adalah sebuah era
kompetisi. Globalisasi membesarkan tingkat
kompetisi ekonomi politik antar bangsa baik
dari kaca mata struggle for power maupun
kaca mata equilibrium. Globalisasi bagi Daniel
Boorstin menjadikan dunia sebagai republik
teknologi. Setiap negara lalu dituntut untuk
melakukan akselerasi yang tidak tanggungtangung
dalam
industrialisasi
serta
penguasaan IPTEK.
Ketiga, globalisasi
berarti naiknya intensitas hubungan antar
budaya, norma sosial, kepentingan, dan
ideologi antar bangsa. Internet dan satelitsatelit komunikasi menghubungkan banyak
negara di dunia seolah seperti sebuah desa
yang secara sosiologis sering disebut global
village.
Konsekuensi sangat penting dari
globalisasi adalah setiap bangsa dituntut
memiliki kesiapan kultural untuk melakukan
integrasi terhadap sistem internasional tanpa
terkaburkan identitas kesatuan nasionalnya.
Selain itu globalisasi menyebabkan terjadinya
kesenjangan yang semakin melebar antara
moralitas
dengan
intelektualitas
dan
menyebabkan semakin besarnya tantangan
atau problem kehidupan. Masalah globalisasi
direspons oleh Sahal Mahfudh. Globalisasi
menurut Sahal dalam buku ”Muhtarom,
Volume 3 Nomor 1 Februari 2015
3
Reproduksi Ulama di Era Globalisasi” adalah
sebuah sistem simbiosis yang menunjukkan
hubungan erat antara aspek-aspek dalam
kehidupan.6 Interdependensi tidak hanya
terbatas dalam satu wilayah atau kawasan
saja, melainkan juga dalam kehidupan di
suatu negara dengan negara lain di dunia.
Selanjutnya akan muncul konsep akulturasi,
kompetisi tetapi juga kerjasama. Kompetisi
semacam ini akan melahirkan pemikiran
untuk mencetak sumber daya manusia yang
berkualitas.
Oleh karena itu, komunitas agama
perlu mempelajari ilmu pengetahuan yang
ada
relevansinya
dengan
kebutuhan
masyarakat sehingga menghadapi perubahan
terutama perubahan yang ditimbulkan oleh
globalisasi. Globalisasi dapat mempengaruhi
wawasan dan cakrawala pikiran para santri
pondok pesantren. Untuk menghindari
pengaruh negatif globalisasi, pesantren
seharusnya menanamkan nilai-nilai agama
dan
akhlak
pada
mereka
dengan
pertimbangan syariat.
Globalisasi bagi Mujib Shaleh dalam
muhtarom bukanlah sebuah masalah jika
globalisasi mendukung dunia pendidikan
Islam. Globalisasi yang ditandai dengan
adanya alat-alat canggih seperti televisi,
komputer, internet, telpon seluler, dan
sebagainya justru mengukuhkan usaha
memperdalam Islam, meningkatkan intensitas
keimanan
dan
memotivasi
lembaga
pendidikan Islam untuk membekali santri tidak
saja dengan ilmu syariah melainkan juga
dengan ilmu-ilmu lain seperti matematika,
IPA.
Pengaruh globalisasi yang materialistis dan sekular adalah sebuah realitas
sosial. Globalisasi selain menjadi tantangan
juga memberikan peluang sehingga harus
direspons secara arif. Sekularitas globalisasi
tidaklah selalu mempengaruhi sendi-sendi
kehidupan agama. Oleh karena itu apa yang
dilontarkan oleh Anthony F.C. Wallace
sebagaimana yang dikutip oleh Edgar F.
Borgatta dan Marie H. Borgatta dalam Kurtz,
Lester, Gods in the Global Village, tidaklah
tepat.
Wallace
menyatakan
:
“The
evolutionary future of religion is extinction.
Belief in supernatural beings and supernatural
forces that affect nature without obeying
nature’s laws will erode and become only an
interesting historical memory. Belief in
supernatural powers in doomed to die out, all
over the world, as a result of the increasing
adequency and diffusion of scientific
knowledge”.7
Wallace tampaknya menafikan agama
dari perkembangan ilmu pengetahuan. Ia
tidak jeli melihat bahwa berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagai inovasi
berpikir manusia dan tercukupinya kebutuhan
hidup manusia di era globalisasi tidak akan
memusnahkan tradisi dan ritualitas agama.
Tradisi agama yang memiliki seperangkat
keyakinan yang tergantung dan terjalin
bersama sehingga terstruktur ternyata masih
mempunyai daya tahan di masyarakat,
termasuk tradisi ritualnya. Itulah sebabnya
agama masih relevan di tengah-tengah
kehidupan duniawi yang semakin materialistis
hedonistis dewasa ini. Kehidupan agamalah
yang akan menentukan seseorang selamat
atau tidak.
Relevansi Islam terhadap Globalisasi
Ajaran-ajaran Islam relevan dengan
aspek-aspek tertentu globalisasi. Relevansi
globalisasi dengan ajaran Islam terdapat pada
aspek-aspek berikut:
1. Islam dan Pembangunan Sumber Daya
Manusia
Globalisasi yang bersifat kompetitif mendorong umat berupaya secara
sistematik untuk memproses pembangunan manusia menjadi sumber daya
manusia yang berkualitas, baik fisik
intelektual maupun moral. Era globalisasi
yang sebagian ditandai oleh maraknya
bisnis dan perdagangan memberikan
peluang pada umat untuk meningkatkan
kemampuan
manajerial
dan
bisnis.
Globalisasi yang membawa peningkatan
industrialisasi
akan
membawa
kemakmuran. Atau kemakmuran dapat
dicapai melalui globalisasi industri. Setiap
kenaikan kemampuan material suatu
masyarakat
adalah
bernilai
positif
termasuk dari segi peningkatan harkat
kemanusiaan masyarakat, baik
perseorangan maupun kelompok. Sebab harkat
atau martabat kemanusiaan adalah
kebahagiaan. Dan ia akan diketemukan
6
Muhtarom, Reproduksi Ulama di Era
Globalisasi. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),
hlm. 97.
4
7
Kurtz, Lester, Gods in the Global Village,
(Pine Force Press California, 1995), hlm. 146.
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam ISSN
2338-6673 E ISSN 2442-8280
hanya dalam keadaan seseorang dapat
dengan bebas mengembangkan dirinya.
David
Mc
Clelland
sering
dianggap sebagai salah satu tokoh penting
dalam teori modernisasi yang merupakan
bagian dari bentuk-bentuk globalisasi.
Analisa Mc Clelland berangkat dari
perspektif psikologi sosial. Dalam bukunya
“The Achievement Motive in Economic
Growth”, Mc Clelland (1984) memberikan
dasar-dasar tentang psikologi dan sikap
manusia kaitannya dengan bagaimana
perubahan sosial terjadi. Menceritakan
tentang sejarah manusia sejak awal selalu
ditandai dengan jatuh bangunnya suatu
kebudayaan.
Bangkitnya suatu kebudayaan
menurut Kroeber adalah bersifat episodis
dan terjadi dalam lapangan aspek yang
berbeda. Pertanyaan yang ingin dijawab
Mc Clelland adalah mengapa beberapa
bangsa tumbuh secara pesat di bidang
ekonomi sementara bangsa yang lain tidak
? Mc Clelland lebih melihat faktor internal
yaitu pada nilainilai dan motivasi yang
mendorong untuk mengeksploitasi peluang
untuk meraih kesempatan. Dengan kata
lain, membentuk dan merubah nasib
sendiri.
Mc Clelland berpendapat bahwa
need for achievement selalu berkaitan
dengan pertumbuhan ekonomi. Dari studi
itu dia mendapatkan adanya pengaruh dan
kaitan antara pertumbuhan ekonomi. Dan
dalam ajaran Islam sangat mendukung
orang-orang muslim untuk bekerja dalam
upaya memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Beribadahlah kamu seolah-olah kamu mati
esok dan bekerjalah kamu seolah-olah
kamu hidup selamanya. Perkataan itu telah
menjadi bagian penting bagi umat Islam
yang memang mengharuskan orang-orang
Islam untuk senantiasa bekerja.
2. Islam dan Globalisasi Pendidikan
Globalisasi
ditandai
dengan
kemajuan
teknologi
dan
produksi.
Kemajuan teknologi dan industri memberikan kemudahankemudahan dalam
menyelenggarakan ibadah dan memberikan peluang besar dalam pendidikan
untuk meningkatkan efektivitas proses
belajar mengajar. Dan memang harus
diakui bahwa teknologi sangat mendukung
terciptanya proses belajar yang kondusif.
Kemajuan teknologi ini kemudian telah
banyak dipergunakan di pendidikanpendidikan yang berbasis Islam seperti
pondok pesantren. Pondok pesantren di
Indonesia secara faktual telah berhubungan dan berkomunikasi dengan sistem
nilai di luar dirinya tanpa dibatasi oleh
streotipe kebudayaan. Hal ini terindikasi
dengan penggunaan produk-produk global
seperti televisi, komputer, internet, dan
sebagainya.
Penggunaan
produk-produk
global ini memang dirasa ada manfaat dan
pengaruhnya bagi kehidupan pendidikan
Islam seperti pondok pesantren dan cukup
berarti bagi produktivitas pendidikannya.
Dalam Muhtarom, Kiai Najib Suyuthi
mengatakan bahwa tayangan televisi
memberikan pengetahuan para santri
ataupun guru-guru secara langsung,
memperkaya
informasi
dan
dapat
mengembangkan
semangat
belajar.
Pemakaian telepon memberikan kemudahan-kemudahan bagi pelajar maupun
kelembagaan.8
3. Islam dan Modernisasi
Pengertian yang mudah tentang
modernisasi adalah pengertian yang
identik dengan pengertian rasionalisasi.
Dan hal itu berarti proses perombakan pola
pikir dan tata kerja lama yang tidak
rasional dan menggantinya denga pola
pikir dan tata kerja baru yang lebih
rasional.
Kegunaannya
ialah
untuk
memperoleh daya guna dan efisiensi yang
maksimal. Hal itu dilakukan dengan
menggunakan
penemuan
mutakhir
manusia di bidang ilmu pengetahuan.
Sedangkan ilmu pengetahuan merupakan
pemikiran manusia terhadap hukumhukum obyektif yang menguasai alam,
ideal, dan material sehingga alam ini
berjalan menurut kepastian tertentu dan
harmonis. Orang yang bertindak menurut
ilmu pengetahuan (ilmiah) berarti ia
bertindak menurut hukum alam yang
berlaku. Oleh karena itu tidak melawan
hukum alam malahan menggunakan
hukum alam itu sendiri maka ia
memperoleh daya guna yang tinggi. Jadi,
sesuatu dapat disebut modern kalau ia
bersifat rasional, ilmiah, dan bersesuaian
dengan hukum-hukum yang berlaku dalam
alam.
8
Muhtarom, Op Cit, hlm. 99
Volume 3 Nomor 1 Februari 2015
5
Sebagai contoh, sebuah mesin
hitung
termodern
dibuat
dengan
rasionalitas yang maksimal menurut
penemuan ilmiah yang terbaru dan karena
itu persesuaiannya dengan hukum alam
paling mendekati kesempurnaan. Madjid,
Nurcholis dalam “Islam Kemodernan dan
KeIndonesiaan” menyatakan bahwa bagi
seorang muslim yang
sepenuhnya
meyakini kebenaran Islam sebagai way of
life. Semua nilai dasar way of life yang
menyeluruh itu tercantum dalam Kitab Suci
Al Quran. Maka sebagai penganut way of
life Islam dengan sendirinya juga
menganut cara berpikir Islami. Demikianlah
dalam menetapkan penilaian tentang
modernisasi juga berorientasi pada nilainilai besar Islam.9
Dengan kata lain, modernisasi
merupakan suatu keharusan, bahkan
sebagai kewajiban mutlak. Modernisasi
merupakan pelaksanaan perintah dan
ajaran Tuhan Yang Maha Esa. Dan
modernisasi yang dimaksudkan di sini
ialah menurut pengertian di atas.
Dengan demikian, bahwa jelaslah
bahwa
modernisasi
yang
berarti
rasionalisasi untuk memperoleh
daya
guna dalam berpikir dan bekerja yang
maksimal
guna
kebahagiaan
umat
manusia adalah perintah Tuhan yang
imperatif dan mendasar. Modernisasi
berarti berpikir dan bekerja menurut fitrah
atau sunatullah yang haq. Sunatullah telah
mengejawantahkan dirinya dalam hukum
alam sehingga untuk dapat menjadi
modern maka manusia harus mengerti
terlebih dahulu hukum yang berlaku dalam
alam itu (perintahTuhan). Pemahaman
manusia terhadap hukumhukum alam
melahirkan ilmu pengetahuan.
Sehingga modern berarti ilmiah.
Dan ilmu Pengetahuan diperoleh manusia
melalui akal (rasionalnya) sehingga
modern berarti Ilmiah berarti pula rasional.
Maksud sikap rasional ialah memperoleh
daya guna yang maksimal Untuk
memanfaatkan alam ini bagi kebahagiaan
manusia. Oleh karena manusia yang
memiliki keterbatasan kemampuannya
maka tidak dapat sekaligus mengerti
seluruh alam ini, melainkan sedikit demi
sedikit dari waktu ke waktu maka menjadi
modern adalah juga berarti progresif dan
dinamis. Jadi tidak bertahan kepada
sesuatu yang telah ada dan karena itu
bersifat merombak dan melawan tradisitradisi yang tidak benar dan tidak sesuai
dengan kenyataan yang ada dalam hukum
alam, tidak rasional, tidak ilmiah sekali
pun
dipihak lain juga ada keharusan
menerima dan meneruskan, kemudian
mengembangkan
warisan
generasi
sebelumnya yang mengandung nilai
kebenaran. Maka sekali pun bersikap
modern namun kemodernan bersifat relatif
sebab terikat ruang dan waktu.
Dengan demikian, tidak seorang
pun manusia berhak mengklaim suatu
kebenaran insani sebagai suatu kebenaran
mutlak kemudian dengan sekuat tenaga
mempertahankan
kebenaran
yang
dianutnya
dari
setiap
perombakan.
Sebaliknya karena menyadari kerelatifan
kemanusiaan maka setiap orang harus
bersedia lapang dada
menerima dan
mendengarkan suatu kebenaran dari orang
lain.
Demikianlah
modernitas
yang
nampaknya hanya mengandung kegunaan
praktis yang langsung tapi pada hakikatnya
mengandung arti yang lebih mendalam
yaitu pendekatan kepada kebenaran
mutlak.
Dampak Globalisasi terhadap Pendidikan
Pendidikan di sekolah pada masa
lampau Guru sebagai pusat atau sumber
utama dalam pendidikan. Bahkan sayling
Wen menuturkan bahwa “guru mampu
mempengaruhi pemikiran seorang siswa, cara
pandangnya, dan perilakunya seumur hidup.”
(Sayling Wen, 2003:100).10 Tetapi sejak
globalisasi masuk ke Negara-negara dunia
termasuk
Indonesia,
kedudukan
guru
bergeser. Guru tak lagi menjadi pusat dalam
pendidikan. Kemajuan Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi telah membawa
perubahan di hampir semua aspek kehidupan
manusia dimana berbagai permasalahan
hanya dapat dipecahkan kecuali dengan
upaya penguasaan dan peningkatan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
1. Proses Belajar Mengajar Modern
10
9
Nurcholis Madjid, Islam Kemodernan dan
ke-Indonesiaan. (Jakarta: Mizan, 1987), hlm. 177.
6
http://rendhi.wordpress.com/makalahpengaruh-globalisasi/
diakses
tanggal
1
September 2014
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam ISSN
2338-6673 E ISSN 2442-8280
Di zaman yang berbeda-beda,
tuntutan terhadap talenta dan spesialisasi
individu juga berbeda-beda. Zaman
agricultural adalah masa bekerja keras dan
mencari nafkah lewat kerja fisik. Zaman
industri menuntut standarisasi dan tidak
menekankan
kualitas
dan
talenta
individual. Tetapi zaman internet, seperi
sekarang ini, merupakan zaman untuk
membebaskan kualitas-kualitas individu
yang sering tertindas di zaman industri.
Sehingga pendidikan perlu mengadakan
sistem perubahan. Jika tidak, belajar di
sekolah bisa menjadi upaya sia-sia tanpa
maksud dan tujuan yang jelas. Untuk itu,
revolusi-revolusi baru telah diterapkan
dalam
dunia
pendidikan
Indonesia,
termasuk pengubahan kurikulum dari
kurikulum 1994, guru sebagai pusat
pembelajaran menjadi kurikulum berbasis
kompetensi dan kurikulum satuan tingkat
pendidikan dengan penerapan CBSA (cara
belajar
siswa
aktif),
yaitu
siswa
diikutsertakan dalam proses belajar
mengajar. KTSP, dan sampai sekarang
yaitu
kurikulum
2013
dengan
mengintegrasikan pendidikan karakter
kedalamnya.
2. Siswa dituntut berperan aktif dalam proses
belajar mengajar
Dalam dunia pendidikan Indonesia,
globalisasi membawa banyak dampak dan
efek. Dampak tersebut tak hanya bersifat
positif tapi juga berdampak negative.
merubah pola pengajaran pada dunia
pendidikan. Pengajaran yang bersifat
klasikal berubah menjadi pengajaran yang
berbasis teknologi baru seperti internet dan
komputer.
Apabila dulu, guru menulis dengan
sebatang kapur, sesekali membuat gambar
sederhana atau menggunakan suara-suara
dan sarana sederhana lainnya untuk
mengkomunikasikan pengetahuan dan
informasi. Sekarang sudah ada computer.
Sehingga tulisan, film, suara, music,
gambar hidup, dapat digabungkan menjadi
suatu proses komunikasi.
3. Penyampaian Materi dengan bantuan
komputer
Dalam fenomena balon atau pegas,
dapat terlihat bahwa daya itu dapat
mengubah bentuk sebuah objek. Dulu,
ketika seorang guru berbicara tentang
bagaimana daya dapat mengubah bentuk
sebuah objek tanpa bantuan multimedia,
para siswa mungkin tidak langsung
menangkapnya. Sang guru tentu akan
menjelaskan dengan contoh-contoh, tetapi
mendengar tak seefektif melihat. Levie
(1975) dalam Arsyad (2005) yang
membaca kembali hasil-hasil penelitian
tentang belajar melalui stimulus kata,
visual dan verbal menyimpulkan bahwa
stimulus visual membuahkan hasil belajar
yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti
mengingat, mengenali, mengingat kembali,
dan menghubung-hubungkan fakta dengan
konsep.11
a. Perubahan Corak Pendidikan
Mulai
longgarnya
kekuatan
kontrol
pendidikan
oleh
negara.
Tuntutan untuk berkompetisi dan
tekanan institusi global, seperti IMF dan
World Bank, mau atau tidak, membuat
dunia politik dan pembuat kebijakan
harus berkompromi untuk melakukan
perubahan. Lahirnya UUD 1945 yang
telah diamandemen, UU Sisdiknas, dan
PP 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (SNP) setidaknya
telah membawa perubahan paradigma
pendidikan dari corak sentralistis
menjadi desentralistis. Sekolah-sekolah
atau
satuan
pendidikan
berhak
mengatur kurikulumnya sendiri yang
dianggap sesuai dengan karakteristik
sekolahnya.
b. Kemudahan Dalam Mengakses Informasi
Dalam
dunia
pendidikan,
teknologi hasil dari melambungnya
globalisasi seperti internet dapat
membantu siswa untuk mengakses
berbagai
informasi
dan
ilmu
pengetahuan
serta
sharing
riset
antarsiswa terutama dengan mereka
yang berjuauhan tempat tinggalnya.
c. Pembelajaran Berorientasikan Kepada
Siswa
Dulu,
kurikulum
terutama
didasarkan pada tingkat kemajuan sang
guru. Tetapi sekarang, kurikulum
didasarkan pada tingkat kemajuan
siswa.
KBK
yang
dicanangkan
pemerintah tahun 2004 merupakan
langkah
awal
pemerintah
dalam
11
http://itha.wordpress.com/2007/09/12/globalisasidan-kebudayaan/ diakses tanggal 1 September
2014
Volume 3 Nomor 1 Februari 2015
7
mengikutsertakan secara aktif siswa
terhadap pelajaran di kelas yang
kemudian disusul dengan KTSP yang
didasarkan
pada
tingkat
satuan
pendidikan. Di dalam kelas, siswa
dituntut untuk aktif dalam proses
belajar-mengajar. Dulu, hanya guru
yang
memegang
otoritas
kelas.
Berpidato di depan kelas. Sedangkan
siswa hanya mendengarkan dan
mencatat. Tetapi sekarang siswa
berhak mengungkapkan ide-idenya
melalui presentasi. Disamping itu, siswa
tidak hanya bisa menghafal tetapi juga
mampu menemukan konsep-konsep,
dan fakta sendiri.
Masalah-Masalah Pendidikan Islam di Era
Globalisasi12
1. Kualitas Pendidikan
Dewasa ini globalisasi sudah mulai
menjadi permasalahan aktual pendidikan.Globalisasi adalah proses integrasi
internasional
yang
terjadi
karena
pertukaran pandangan politik, produk,
pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan
lainnya.13
Kemajuan
infrastruktur
transportasi dan telekomunikasi, termasuk
kemunculan
telegraf
dan
Internet,
merupakan faktor utama dalam globalisasi
yang
semakin
mendorong
saling
ketergantungan (interdependensi) aktivitas
ekonomi dan budaya.14
Permasalahan globalisasi dalam
bidang pendidikan terutama menyangkut
output pendidikan. Seperti diketahui, di era
globalisasi dewasa ini telah terjadi
pergeseran paradigma tentang keunggulan
suatu Negara, dari keunggulan komparatif
(Comperative
adventage)
kepada
keunggulan
kompetitif
(competitive
advantage).
Keunggulam
komparatif
bertumpu pada kekayaan sumber daya
alam, sementara keunggulan kompetitif
12
http://rendhi.wordpress.com/makalahpengaruh-globalisasi/
diakses
tanggal
1
September 2014
13
Albrow, Martin and Elizabeth King (eds.)
Globalization, Knowledge and Society London:
Sage. ISBN 978-0803983243 p. 8. "...all those
processes by which the peoples of the world are
incorporated into a single world society." (1990),
hlm. 12.
14
Stever, H. Guyford "Science, Systems, and
Society." Journal of Cybernetics, (1972) 2(3):1–3
8
bertumpu pada pemilikan sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas artinya
dalam konteks pergeseran paradigma
keunggulan tersebut, pendidikan nasional
akan menghadapi situasi kompetitif yang
sangat tinggi, karena harus berhadapan
dengan kekuatan pendidikan global. Hal ini
berkaitan erat dengan kenyataan bahwa
globalisasi justru melahirkan semangat
cosmopolitantisme dimana anak-anak
bangsa boleh jadi akan memilih sekolahsekolah di luar negeri sebagai tempat
pendidikan mereka, terutama jika kondisi
sekolah-sekolah di dalam negeri secara
kompetitif
under-quality
(berkualitas
rendah).
2. Profesionalisme Guru
Salah satu komponen penting
dalam kegiatan pendidikan dan proses
pembelajaran adalah pendidik atau guru.
Betapapun kemajuan taknologi telah
menyediakan berbagai ragam alat bantu
untuk meningkatkan efektifitas proses
pembelajaran, namun posisi guru tidak
sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya
guru merupakan variable penting bagi
keberhasilan pendidikan.
Menurut Suyanto, “guru memiliki
peluang yang amat besar untuk mengubah
kondisi seorang anak dari gelap gulita
aksara menjadi seorang yang pintar dan
lancar baca tulis yang kemudian akhirnya
ia bisa menjadi tokoh kebanggaan
komunitas dan bangsanya”. Tetapi segera
ditambahkan: “guru yang demikian tentu
bukan guru sembarang guru. Ia pasti
memiliki profesionalisme yang tinggi,
sehingga bisa “di ditiru”. Guru yang
profesional adalah guru yang mampu
mengejawantahkan seperangkat fungsi
dan tugas keguruan dalam lapangan
pendidikan dan latihan khusus dibidang
pekerjaan yang mampu mengembangkan
kekaryaannya itu secara ilmiah disamping
mampu menekuni profesinya selama
hidupnya.15
Itu artinya pekerjaan guru tidak bisa
dijadikan sekedar sebagai usaha sambilan,
atau pekerjaan sebagai moon-lighter
(usaha objekan). Namun kenyataan
dilapangan menunjukkan adanya guru
15
Imam Tholkhah dan A. Barizi, Membuka
Jendela Pendidikan (mengurai akar tradisi dan
integrasi keilmuan pendidikan Islam), (Jakarta:
Rajawali Pers, 2004), hlm 223.
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam ISSN
2338-6673 E ISSN 2442-8280
terlebih guru honorer, yang tidak berasal
dari pendidikan guru, dan mereka
memasuki pekerjaan sebagai guru tanpa
melalui system seleksi profesi. Singkatnya
di dunia pendidikan nasional sangat
banyak guru yang tidak profesioanal. Inilah
salah satu permasalahan internal yang
harus menjadi “pekerjaan rumah” bagi
pendidikan nasional masa kini.
3. Kebudayaan (alkulturasi)
Kebudayaan yaitu suatu hasil budi
daya manusia baik bersifat material
maupun mental spiritual dari bangsa itu
sendiri ataupun dari bangsa lain. Suatu
perkembangan kebudayaan dalam abad
modern saat ini adalah tidak dapat
terhindar dari pengaruh kebudayan bangsa
lain. Kondisi demikian menyebabkan
timbulnya
proses
alkulturasi
yaitu
pertukaran dan saling berbaurnya antara
kebudayaan yang satu dengan yang
lainnya. Dari sinilah terdapat tantangan
bagi pendidikan-pendidikan islam yaitu
dengan adanya alkulturasi tersebut maka
akan mudah masuk pengaruh negatif bagi
kebudayaan, moral dan akhlak anak. Oleh
karena itu hal ini merupakan tantangan
bagi pendidikan islam untuk memfilter
budaya-budaya
yang
negatif
yang
diakibatkan oleh pengaruh budaya-budaya
barat.16
4. Strategi Pembelajaran
Menurut Suyanto era globalisasi
dewasa ini mempunyai pengaruh yang
sangat
signifikan
terhadap
pola
pembelajaran yang mampu memberdayakan para peserta didik. Tuntutan
global
telah
mengubah
paradigma
pembelajaran dari paradigma pembelajaran
tradisional
ke
paradigma
pembelajaran baru. Suyanto menggambarkan paradigma pembelajaran sebagai
berpusat pada guru, menggunakan media
tunggal, berlangsung secara terisolasi,
interaksi guru-murid berupa pemberian
informasi dan pengajaran berbasis factual
atau pengetahuan. metode adalah suatu
cara, jalan, atau alat yang harus dilalui
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Sebagaimana yang disampaikan oleh
Armai Arief bahwa metode berarti suatu
cara yang harus dilalui untuk menyajikan
16
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:
Bumi Aksara,1994), hlm 19
bahan pelajaran agar tercapai tujuan
pembelajaran.17
Dewasa ini terdapat tuntutan
pergeseran paradigma pembelajaran dari
model tradisional ke arah model baru,
namun kenyataannya menunjukkan praktek
pembelajaran
lebih
banyak
menerapkan
strategi
pembelajaran
tradisional dari pembelajaran baru. Hal ini
agaknya berkaitan erat dengan rendahnya
professionalisme guru.
5. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Sebagimana telah kita sadari
bersama bahwa dampak positif dari pada
kemajuan teknologi sampai kini, adalah
bersifat fasilitatif (memudahkan). Teknologi
menawarkan berbagai kesantaian dan
ketenangan yang semangkin beragam.
Dampak negatif dari teknologi
moderen telah mulai menampakan diri di
depan mata kita, yang pada prinsipnya
melemahkan daya mental-spiritual/jiwa
yang sedang tumbuh berkembang dalam
berbagai
bentuk
penampilannya.
Pengaruh negatif dari teknologi elektronik
dan informatika dapat melemahkan fungsifungsi kejiwaan lainya seperti kecerdasan
pikiran, ingatan, kemauan dan perasaan
(emosi) diperlemah kemampuan aktualnya
dengan alat-alat teknologi-elektronis dan
informatika seperti Komputer, foto copy
dan sebagainya.18
Alat-alat diatas dalam dunia
pendidikan memang memiliki dua dampak
yaitu dampak positif dan juga dampak
negatif. Misalnya pada pelajaran bahasa
asing anak didik tidak lagi harus mencari
terjemah kata-kata asing dari kamus, tapi
sudah bisa lewat komputer penerjemah
atau hanya mengcopy lewat internet. Nah
dari sinilah nampak jelas bahwa pengaruh
teknologi dan informasi memiliki dampak
positif dan negatif
6. Krisis moral
Melalui tayangan acara-acara di
media elektronik dan media massa lainnya,
yang menyuguhkan pergaulan bebas, sex
bebas, konsumsi alkohol dan narkotika,
perselingkuhan, pornografi, kekerasan, liar
dan lain-lain. Hal ini akan berimbas pada
17
Armai Arief., Pengantar Ilmu Dan
Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: PT.
Intermasa, 2002), hlm. 40
18
Arifin, Kapita Selekta Pendidikan, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1991), hlm 36
Volume 3 Nomor 1 Februari 2015
9
perbuatan negatif generasi muda seperti
tawuran, pemerkosaan, hamil di luar nikah,
penjambretan, pencopetan, penodongan,
pembunuhan oleh pelajar, malas belajar
dan tidak punya integritas dan krisis akhlaq
lainnya.
7. Krisis kepribadian
Dengan kemajuan teknologi dan
ilmu pengetahuan di suatu negara yang
menyuguhkan kemudahan, kenikmatan
dan
kemewahan
akan
menggoda
kepribadian seseorang. Nilai kejujuran,
kesederhanaan, kesopanan, kepedulian
sosial akan terkikis . Untuk ini sangat
mutlak diperlukan bekal pendidikan
agama, agar kelak dewasa akan tidak
menjadi manusia yang berkepribadian
rendah, melakuan korupsi, kolusi dan
nepotisme
,
melakukan
kejahatan
intelektual,
merusak
alam
untuk
kepentingan pribadi, menyerang kelompok
yang tidak sepaham, percaya perdukunan,
menjadi budak setan dan lain-lain. Faktor
pendorong adanya tantangan di atas
dikarenakan
longgarnya
pegangan
terhadap agama dengan mengedepankan
ilmu pengetahuan, kurang efektifnya
pembinaan moral yang dilakukan oleh
kepala rumah tangga yaitu dengan
keteladanan dan pembiasaan, derasnya
arus informasi budaya negatif global
diantaranya, hedonisme, sekulerisme,
purnografi dan lain-lain, Selain adanya
hambatan akibat dampak negatif era global
juga terdapat tantangan pendidikan agama
Islam untuk membekali generasi muda
mempunyai kesiapan dalam persaingan.
Kesiapan
itu
Deliar
Noer
memberikan ilustrasi ciri-ciri manusia yang
hidup di jaman global adalah masyarakat
informasi yang merupakan kelanjutan dari
manusia modern dengan sifatnya yang
rasional, berorientasi ke depan, terbuka,
menghargai waktu, kreatif, mandiri dan
inovatif
juga mampu bersaing serta
menguasai berbagai metode dalam
memecahkan masalah . Dengan demikian
pendidikan agama Islam dituntut untuk
mampu membekali peserta didik moral,
kepribadian, kualitas dan kedewasaan
hidup guna menjalani kehidupan bangsa
yang multi cultural, yang sedang dilanda
krisis ekonomi agar dapat hidup damai
dalam komunitas dunia di era globalisasi.19
19
10
Kesimpulan
Pendidikan merupakan aktivitas yang
diorientasikan
kepada
pengembangan
individu manusia secara optimal. Setiap
kehidupan tidak bisa lepas dari pendidikan.
Dan pendidikan sifatnya dinamis berubahubah sesuai dengan tuntunan zaman. Maka
dari itu manusia sebagai subyek pendidikan
tentunya harus bersikap profesional terhadap
pendidikan
ditengah
derasnya
arus
globalisasi ini. Terlebih umat Islam karena
islam adalah agama rahmatal lil alamin
(Solihun fii kulli zaman wal makan).
Sedangkan tujuan dari pendidikan Islam itu
sendiri
adalah
terwujudnya
menusia
sempurna.
Globalisasi
mengandung
arti
terintegrasinya kehidupan nasional ke dalam
kehidupan global. Bila dikaitkan dalam bidang
pendidikan, globalisasi pendidikan berarti
terintegrasinya pendidikan nasional ke dalam
pendidikan dunia. Jadi dapat kita pahami
bahwasanya maksud dari pendidikan Islam di
era globalisasi ialah bagaimana pendidikan
Islam itu mampu menghadapi perubahanperubahan di segala aspek kehidupan yang
penuh dengan tantangan yang harus dihadapi
dengan pendidikan yang lebih baik lagi.
Daftar Pustaka
Albrow, Martin and Elizabeth King (eds.)
Globalization,
Knowledge
and
Society London: Sage. ISBN 9780803983243 p. 8. "...all those
processes by which the peoples of
the world are incorporated into a
single world society." (1990)
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:
Bumi Aksara,1994)
Arifin, Kapita Selekta Pendidikan, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1991)
http://itha.wordpress.com/2007/09/12/globalis
asi-dan-kebudayaan/
http://rendhi.wordpress.com/makalahpengaruh-globalisasi/
http://rendhi.wordpress.com/makalahpengaruh-globalisasi/
Ibid, hlm. 36
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam ISSN
2338-6673 E ISSN 2442-8280
Imam Tholkhah dan A. Barizi, Membuka
Jendela Pendidikan (mengurai akar
tradisi
dan
integrasi keilmuan
pendidikan Islam), (Jakarta: Rajawali
Pers, 2004)
Kurtz, Lester, Gods in the Global Village,
(Pine Force Press California, 1995)
Latief, Dochak, Pembangunan Ekonomi dan
Kebijakan
Ekonomi
Globalisasi.
(Surakarta:
Muhammadiyah
University Press, 2003)
Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan
Islam. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999)
Muhtarom,
Reproduksi Ulama di Era
Globalisasi. (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005)
Nurcholis Madjid, Islam Kemodernan dan keIndonesiaan. (Jakarta: Mizan, 1987)
Paul
Hirst dan Grahame Thompson,
Globalization in Question. Terj.P.
Sumitro. Globalisasi adalah Mitos.
(Jakarta : Penerbit Yayasan Obor
Indonesia, 2001)
Stever, H. Guyford "Science, Systems, and
Society." Journal of Cybernetics,
(1972)
Tafsir Ahmad, Ilmu Pendidikan Perspektif
Islam,
(Bandung
:
Remaja
Rosdakarya, 2005)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas),
(Jakarta: PT Armas Duta Jaya).
Volume 3 Nomor 1 Februari 2015
11
Download