2 tinjauan pustaka

advertisement
7
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Model Pengelolaan Perikanan Tangkap
Model adalah abstraksi atau penyederhanaan realitas sistem yang kompleks
dengan komponen-komponen yang relevan atau faktor-faktor yang dominan dari
masalah yang dianalisis/diikutsertakan. Model menunjukkan hubungan-hubungan
(langsung dan tidak langsung) dari aksi dan reaksi dalam pengertian sebab dan
akibat. Karena sebuah model adalah suatu abstraksi realitas, maka model akan
tampak kurang kompleks dibanding realitas itu sendiri. Pembentukan model
dilakukan untuk menemukan variabel-variabel penting yang berkaitan atau
menonjol. Teknik-teknik kuantitatif seperti statistik dan simulasi digunakan untuk
menyelidiki hubungan yang ada diantara banyak variabel dalam suatu model
(Mulyono 2002).
Pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang
terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi,
pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan dan implementasi serta
penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang
dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai
kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah
disepakati (UU no 45 2009 Pasal 1 ayat 7).
Naskah pembukaan hukum laut internasional United Nation Convention on
the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 (dalam Nurani 2010) telah mengisyaratkan,
perlu adanya suatu konvensi tentang hukum laut yang baru dan dapat diterima
secara umum. Naskah tersebut menyatakan permasalahan ruang samudera
merupakan permasalahan yang berkaitan erat satu sama lain dan perlu dianggap
sebagai suatu kebulatan. Melalui suatu konvensi, suatu tertib hukum diberlakukan
untuk dapat memudahkan komunikasi internasional dan memajukan penggunaan
laut dan samudera secara damai, pendayagunaan sumberdaya alam secara adil dan
efisien, malakukan konservasi sumberdaya alam hayati dan pengkajian, serta
perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Indonesia telah turut meratifikasi
UNCLOS 1982 melalui UU 17/1985.
8
Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) yang dicetuskan FAO
tahun 1995 menyebutkan beberapa prinsip mengenai pengelolaan perikanan yang
bertanggung jawab serta himbauan bagi negara-negara lain untuk mengelola
sumberdaya perikanannya. Butir-butir dalam prinsip-prinsip umum CCRF
tersebut antara lain: 1) melindungi ekosistem perairan; 2) menjamin ketersediaan
sumberdaya perikanan secara berkelanjutan; 3) pencegahan kondisi tangkap
berlebih (overfishing); 4) rehabilitasi populasi perikanan dan habitat kritis; 5)
mengupayakan
konservasi;
6)
penggunaan
alat
tangkap
yang
ramah
lingkungan; 7) pengontrolan yang efektif terhadap upaya-upaya penangkapan di
laut; 8) mencegah konflik antara nelayan skala kecil, menengah dan industri; 9)
penjaminan mutu hasil tangkapan; 10) penjaminan terhadap keamanan dan
keselamatan kapal, alat tangkap dan ABK; dan 11) manajemen pengelolaan
perikanan tangkap yang terpadu antar instansi/lembaga (Wisudo dan Solihin
2008).
Berdasarkan beberapa pengertian mengenai model dan pengelolaan
perikanan tersebut maka model pengelolaan perikanan tangkap dapat diartikan
sebagai penyederhanaan realitas sistem yang kompleks dengan menemukan
variabel-variabel penting yang berkaitan atau menonjol di bidang perikanan yang
dilakukan secara hati-hati dan berdasarkan pada kajian-kajian ilmiah, sesuai
dengan ketentuan UNCLOS 1982 dan CCRF untuk mencapai kelangsungan
produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati.
Pengelolaan sumberdaya perikanan menghendaki keterlibatan dari seluruh
stakeholder yang terlibat dalam pemaanfaatan sumberdaya perikanan, mulai dari
perencanaan penyusunan program, pelaksanaan monitoring dan evaluasi (Nurani
2010).
2.2 Konsep Keberlanjutan
Konsep berkelanjutan yang telah disepakati oleh Komisi Brundtland
menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan yaitu dapat memenuhi kebutuhan
generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan mereka. Konsep keberlanjutan dapat diperinci menjadi tiga
aspek pemahaman, yaitu (Fauzi 2004):
9
1) keberlanjutan ekonomi: pembangunan yang mampu menghasilkan barang
dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan pemerintahan dan
menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak
produksi pertanian dan industri;
2) keberlanjutan lingkungan: sistem yang berkelanjutan secara lingkungan harus
mampu memelihara sumberdaya yang stabil, menghindari eksploitasi
sumberdaya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga
menyangkut pemeliharaan keanekaragaman hayati, stabilitas ruang udara dan
fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber
ekonomi;
3) keberlanjutan sosial: keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem
yang mampu mencapai kesetaraan, menyediakan layanan sosial termasuk
kesehatan, pendidikan, gender dan akuntabilitas politik.
economic development
community
economic
development
-economic growth
conservationism
-private profit
-market expansion
-externalize costs
Sustainable
development
-local self reliance
-basic human needs
-carrying cappacity
-equity
-resource reservation
-partisipation
-elegance
-social accountability
-appropriate technology
ecological development
community development
deep ecology
Sumber: Pinfield G (1997) dalam www.trp.dundee.ac.uk
Gambar 2 Zona tumpang tindih kepentingan dalam pembangunan berkelanjutan
diwakili modernisasi ekologi.
Tantangan untuk memelihara sumberdaya secara berkelanjutan merupakan
permasalahan
yang
cukup
kompleks
dalam
pembangunan
perikanan.
Sumberdaya perikanan dikategorikan sebagai sumberdaya yang dapat pulih,
namun seberapa besar ikan yang dapat dimanfaatkan tanpa harus menimbulkan
10
dampak negatif di masa mendatang harus dipertimbangkan. Keberlanjutan
merupakan kata kunci dalam pembangunan perikanan yang diharapkan dapat
memperbaiki kondisi sumberdaya dan kesejahteraan masyarakat perikanan itu
sendiri (Adam et al. 2006).
2.3 Pengkajian Potensi Ikan dengan Analisis Surplus Production Model
Sumberdaya ikan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat pulih
namun bukan tidak terbatas. Sumberdaya dapat mengalami penipisan kelimpahan
(abundance) bahkan kemusnahan (collapse) jika dibiarkan dalam keadaan nirkelola. Pengkajian stok (stock assessment) dalam arti yang sebenarnya adalah
mencakup segala upaya riset yang dilakukan untuk mengetahui respon
sumberdaya ikan terhadap kebijakan pengelolaan, misalnya terhadap penambahan
upaya penangkapan (jumlah dan atau ukuran kapal penangkapan, alat
penangkapan ikan); terhadap pembatasan hasil tangkapan (jumlah ikan yang
boleh ditangkap, ukuran ikan yang boleh ditangkap dan sebagainya) (Widodo,
2003).
Kompleksnya faktor-faktor yang berkaitan, menyebabkan pengelolaan
sumberdaya ikan banyak menghadapi kendala, sehingga salah satu cara yang
cukup memadai untuk mengkajinya dapat dilakukan melalui pendekatan
pemodelan. Model merupakan sekumpulan pernyataan yang dirumuskan dengan
baik yang dapat menggambarkan sistem yang kompleks dan memungkinkan
adanya pernyataan-pernyataan yang tepat mengenai bagaimana komponenkomponen sistem tersebut berinteraksi. Model produksi digunakan untuk
mengetahui apakah penangkapan masih berada dalam batas potensi lestari atau
telah melewatinya. Model produksi surplus merupakan model yang populer
dalam literatur perikanan dan telah digunakan selama lebih dari empat puluh
tahun. Hal ini dikarenakan model produksi surplus relatif sederhana dan hanya
membutuhkan data hasil tangkapan dan upaya penangkapan time series yang
relatif tersedia pada pusat penangkapan dan pendaratan ikan (Georgina et al
2004).
11
Hasil tangkapan
MSY
Upaya Penangkapan
Sumber: Sparre & Venema 1999
Gambar 3 Model produksi surplus.
2.4 Kelayakan Usaha pada Unit Penangkapan Ikan
Salah satu cara untuk mengetahui keberlanjutan ekonomi adalah dengan
perhitungan analisis keuangan. Analisis keuangan yang digunakan pada penelitian
ini adalah analisis finansial rugi-laba (cashflow) dan analisis investment criteria
untuk menilai kelayakan usaha pada unit penangkapan ikan.
Studi kelayakan usaha adalah kajian mengenai layak atau tidak layak suatu
usaha untuk dijalankan serta menghindari suatu usaha dari kebangkrutan. Analisis
finansial rugi-laba akan menggambarkan aliran dana yang keluar dan masuk
dalam suatu usaha pada periode waktu tertentu. Struktur biaya yang
diperhitungkan dalam analisis finansial rugi-laba, yaitu: 1) biaya investasi, yaitu
biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan barang modal atau modal tetap; 2) biaya
tetap, yaitu biaya yang selalu dikeluarkan dan tidak tergantung volume produksi;
3) biaya variabel, yaitu biaya yang dikeluarkan berdasarkan volume produksi.
Alat analisis untuk penghitungan rugi-laba ada lima namun pada penelitian ini
hanya tiga yang digunakan, yaitu: keuntungan, revenue cost ratio (R/C) dan
payback period (PP) (Hernanto 1989).
Analisis investment criteria merupakan penilaian waktu uang (time value of
money) karena uang bersifat time preference (skala waktu). Time preference
menyatakan sejumlah sumber yang tersedia untuk dinikmati saat ini lebih
berharga daripada sejumlah yang sama pada waktu yang akan datang. Faktorfaktor yang mempengaruhi time preference adalah: inflasi, adanya resiko yang
tidak diketahui dimasa mendatang serta nilai konsumsi.
Kriteria penilaian
investasi pada analisis investment criteria, antara lain: net present value (NPV),
12
internal rate of return (IRR) dan net benefit cost ratio (Net B/C) (Kadariah et al
1999 dan Gray et al 2005).
2.5 Persepsi Stakeholder
2.5.1 Persepsi
Persepsi adalah proses seseorang menyeleksi dan menginterpretasi stimuli
untuk membentuk deskripsi menyeluruh. Sifat abstrak dari persepsi menyebabkan
deskripsi yang digambarkan oleh seseorang tidak objektif tetapi subjektif.
Walaupun persepsi sulit diukur, untuk memperoleh gambaran persepsi seseorang
tentang suatu objek terhadap objek lain secara relatif dapat dilakukan (Simamora
2005).
Definisi persepsi juga dinyatakan oleh sebagai penafsiran unik terhadap
situasi dan bukan pencarian yang benar terhadap situasi (Marliyah et al. 2004).
Proses persepsi meliputi interaksi yang sulit dari kegiatan seleksi, penyusunan
dan penafsiran yang semuanya tergantung pada penginderaan data. Karena
persepsi melibatkan proses kognitif yang kompleks, maka melaluinya dapat
dihasilkan gambaran unik tentang kenyataan yang kemungkinan berbeda dari
kenyataannya. Persepsi sosial berhubungan secara langsung dengan cara individu
melihat dan menilai orang lain, oleh karena itu proses persepsi sosial melibatkan
orang yang melihat atau menilai dan orang yang dinilai.
Pembahasan mengenai persepsi sosial mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi yang secara rinci adalah sebagai berikut (Simamora
2005):
1) faktor stimuli yang terdiri dari nilai, familiaritas, arti emosional dan
intensitas;
2) faktor yang berhubungan dengan ciri-ciri khas kepribadian seseorang;
3) faktor pengaruh kelompok;
4) faktor perbedaan latar belakang kultural yang menyangkut antara lain:
kekayaan bahasa, pembentukan konsep-konsep dan pengalaman khusus
seseorang sebagai anggota kebudayaan tertentu.
13
2.5.2 Analisis Perceptual Map
Perceptual map digunakan untuk mengelompokkan stakeholder apakah
memiliki persepsi yang sama atau berbeda. Keunggulan pendekatan berdasar
atribut yang digunakan pada perceptual map adalah lebih mudah membuat
penamaan dimensi. Pendekatan berdasar atribut meminta responden untuk
memeringkatkan jawaban. Perceptual map yang digunakan menggunakan analisis
diskriminan ganda. Dimana variabel dependen yang digunakan adalah pertanyaan
yang diajukan dan variabel independen adalah jawaban dari pertanyaan (Churchill
2005).
Menurut Simamora (2005) analisis diskriminan merupakan teknik yang
akurat untuk memprediksi seseorang termasuk dalam kategori apa, dengan
catatan data-data yang dilibatkan terjamin akurasinya. Analisis diskriminan
digunakan dengan variabel dependen kategoris (skala ordinal atau nominal) dan
variabel independen skala metrik (interval dan rasio).
2.6 Strategi Pengelolaan Perikanan Tangkap
Menurut Nikijuluw (2002) dikutip dalam Nurani (2008), sumberdaya
perikanan harus dikelola dengan baik, karena sumberdaya perikanan sangat
sensitif terhadap tindakan manusia. Pendekatan apapun yang dilakukan manusia
dalam memanfaatkan sumberdaya, jika pemanfaatan dilakukan secara berlebihan
pada akhirnya sumberdaya akan mengalami tekanan secara ekologi dan akan
menurun kualitasnya. Pengelolaan sumberdaya perikanan patut dilakukan supaya
pembangunan
perikanan
dapat
dilaksanakan
dengan
baik
dan
tujuan
pembangunan dapat tercapai. Sumberdaya perikanan terdiri atas sumberdaya
ikan, sumberdaya lingkungan, serta segala sumberdaya buatan manusia yang
digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya. Oleh karena itu pengelolaan
sumberdaya perikanan mencakup penataan pemanfaatan sumberdaya ikan,
pengelolaan lingkungannya, serta pengelolaan kegiatan manusia. Secara lebih
ekstrim dapat dikatakan, manajemen sumberdaya perikanan adalah manajemen
kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya.
Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dalam perkembangannya,
konsep mengenai strategi terus berkembang. Definisi strategi pertama kali
14
dikemukakan oleh Chandler yang menyatakan strategi adalah tujuan jangka
panjang dari suatu perusahaan, serta pendayagunaan dan alokasi semua
sumberdaya penting untuk mencapai tujuan tersebut. Pemahaman yang baik
mengenai konsep strategi dan konsep-konsep lain yang berkaitan, sangat
menentukan suksesnya strategi yang disusun (Rangkuti 2001). Konsep-konsep
tersebut adalah sebagai berikut:
1) distinctive competence: tindakan yang dilakukan oleh perusahaan agar dapat
melakukan kegiatan lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya;
2) competitive
kegiatan
advantage:
spesifik
yang
dikembangkan
oleh
perusahaan agar lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya.
2.6.1 Strengths weaknesses opportunities threats (SWOT)
Salah satu perumusan strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan
sektor perikanan adalah analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan analisis
berbagai faktor secara sistematis yang didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strengths)
meminimalkan
kelemahan
dan peluang (opportunities)
(weaknesses)
dan
ancaman
(threats).
serta
Proses
pengambilan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan,
strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis
(strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan
(kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini
(Rangkuti 2001). Berikut disajikan diagram analisis SWOT.
PELUANG
3. Mendukung strategi turn around
1. Mendukung strategi agresif
KELEMAHAN
KEKUATAN
4. mendukung strategi defensive
2. Mendukung strategi diversifikasi
ANCAMAN
Sumber: Rangkuti 2005
Gambar 4 Diagram analisis SWOT.
15
Keterangan dari masing-masing kuadran dalam gambar adalah sebagai berikut:
kuadran 1 :
merupakan situasi menguntungkan, dimana perusahaan memiliki
peluang dan kekuatan. Strategi yang diterapkan di situasi ini
adalah kebijakan pertumbuhan yang agresif.
kuadran 2 :
meskipun ada ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan
dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah
menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka
panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).
kuadran 3 :
fokus strategi dalam kuadran ini adalah meminimalkan masalah
internal sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.
kuadran 4 :
merupakan
situasi
tidak
menguntungkan
karena
dalam
menentukan dan melaksanakan suatu program terdapat berbagai
kelemahan internal dan ancaman dari eksternal, sehingga strategi
yang diusulkan adalah defensive.
2.6.2 Balanced scorecard
Pengukuran kinerja kebijakan strategis dilakukan dengan menggunakan
balanced scorecard, yaitu tolok ukur operasional jangka pendek untuk mengukur
keberhasilan strategi jangka panjang. Kaplan dan Norton (1996) menjelaskan
bahwa balanced scorecard lebih dari sekedar sistem pengukuran taktis atau
operasional. Perusahaan yang inovatif menggunakan balanced scorecard sebagai
sebuah sistem manajemen strategis jangka panjang yang menghasilkan berbagai
proses manajemen penting, yaitu: 1) memperjelas dan menerjemahkan visi dan
strategi; 2) mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran
strategis; 3) merencanakan, menetapkan sasaran dan menyelaraskan berbagai
inisiatif strategis; 4) meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis
(Gambar 5).
16
Memperjelas dan
menerjemahkan visi dan
strategi
• Memperjelas visi
• Menghasilkan
konsensus
Mengkomunikasikan dan
menghubungkan
• Mengkomunikasikan
dan mendidik
• Menetapkan tujuan
• Mengaitkan imbalan
dengan ukuran
kinerja-tonggak
Balanced
Scorecard
Merencanakan dan
menetapkan sasaran
• Menetapkan sasaran
• Memadukan inisiatif
strategis
• Mengalokasikan
sumberdaya
• Menetapkan
tonggak-tonggak
Umpan balik dan
pembelajaran strategis
• Mengartikulasikan
visi bersama
• Memberikan umpan
balik strategis
• Memfasilitasi
tinjauan ulang dan
pembelajaran strategi
Sumber: Robert S Kaplan dan David P Norton 1996
Gambar 5 Balanced scorecard sebagai suatu kerangka kerja tindakan strategis.
Balanced scorecard merupakan tolok ukur keberhasilan yang dianalisis
lebih lanjut dari tujuan strategis yang telah dihasilkan. Strategi dirumuskan
menjadi empat perspektif, yaitu: 1) finansial; 2) pelanggan; 3) bisnis internal;
serta 4) pembelajaran dan pertumbuhan (Nurani 2008).
Tiap perspektif dirinci visi dan dirumuskan seluruh sasaran strategis.
Sasaran merupakan indikator kinerja dari tujuan strategis, yang disebut juga
sebagai indikator ukuran hasil atau indikator akibat. Selanjutnya tolok ukur perlu
diterjemahkan dalam target-target kuantitatif yang dapat dijangkau pada periode
waktu tertentu. Umpan balik dapat diperoleh melalui evaluasi terhadap
pencapaian target dari tolok ukur yang sudah ditetapkan. Target-target yang sudah
ditetapkan perlu dicapai melalui langkah-langkah tindakan atau inisiatif. Inisiatif
dalam balanced scorecard disebut sebagai indikator sebab. Indikator sebab ini
merupakan langkah untuk mencapai indikator akibat. Sebagai salah satu contoh
untuk mencapai tujuan strategis meningkatkan sarana dan prasarana produksi
17
berkualitas untuk optimalisasi produksi dan pemenuhan kebutuhan pasar ekspor
sasaran (indikator akibat) yang diharapkan adalah pelabuhan berfungsi optimal
sebagai penyedia sarana produksi, pemasaran dan fungsi pelayanan lain, sehingga
inisiatif (indikator akibat) agar sasaran tercapai adalah dengan tersedianya dan
kemudahan memperoleh input produksi serta pengembangan fasilitas pelabuhan
(Nurani 2011).
2.7 Beberapa Penelitian yang Telah Dilakukan
Penelitian yang telah dilakukan mengenai pengelolaan perikanan maupun
keberlanjutan perikanan menjadi bahan masukan untuk penelitian yang dilakukan.
Beberapa penelitian tersebut, antara lain: Suman et al (2006) pada penelitian
berjudul “Pola Pemanfaatan Sumberdaya Udang Dogol (Metapenaeus ensis de
Haan) Secara Berkelanjutan di Perairan Cilacap dan Sekitarnya”. Kesimpulan
yang diberikan pada penelitian ini adalah: 1) pola pemanfaatan sumberdaya
udang dogol secara berkelanjutan di perairan Cilacap dan sekitarnya diusulkan
tiga alternatif pola pemanfaatan yaitu penutupan musim penangkapan,
pembatasaan upaya penangkapan dan penetapan kuota penangkapan. 2)
penerapan pola pemanfaatan sumberdaya udang dogol secara berkelanjutan di
perairan Cilacap dan sekitarnya dapat menjamin kelestarian sumberdaya,
pemanfaatannya dalam waktu panjang dan meningkatkan kesejahteraan nelayan,
disamping itu dapat mengintegrasikan aspek ekologi, ekonomi dan sosial sebagai
dimensi dari perikanan berkelanjutan.
Suyasa (2007) melakukan penelitian “Keberlanjutan dan Produktivitas
Perikanan Pelagis Kecil yang Berbasis di Pantai Utara Jawa”.
Hasilnya
menunjukkan bahwa keberlanjutan ikan pelagis kecil baik dilihat dari dimensi
ekologi, ekonomi, etik dan teknologi pada umumnya berada pada kategori
kurang. Sedangkan dilihat dari dimensi sosial dan kelembagaan menunjukkan
kategori sedang dan baik. Oleh karena itu strategi kebijakan pembangunan yang
menjadi prioritas utama untuk mengatasi masalah diatas adalah diversifikasi
usaha perikanan, relokasi nelayan dan armada perikanan serta perbaikan
ekosistem perairan dengan melibatkan masyarakat.
18
Hermawan
(2006)
melakukan
penelitian
mengenai
“Keberlanjutan
Perikanan Tangkap Skala Kecil (Kasus Perikanan Pantai di Serang dan Tegal)”.
Analisis yang digunakan adalah Rapfish. Hasil yang diperoleh menunjukkan
perikanan jaring udang di Pasauran Serang berstatus cukup berkelanjutan namun
perikanan payang bugis berstatus kurang berkelanjutan akibat rendahnya nilai
pada dimensi teknologi. Sedangkan perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten
Tegal untuk semua alat tangkap yang diteliti (jaring rampus, bundes dan payang
gemplo) berstatus kurang berkelanjutan, terutama dari sisi ekologi.
Nurani (2008) melakukan penelitian berjudul “Pengembangan Perikanan
Berbasis Karakteristik Spesifik Dari Potensi Daerah”. Penelitian dilakukan di
perairan selatan Jawa dengan menggunakan analisis pendekatan sistem. Hasil
yang diperoleh adalah dua model pengembangan yaitu: 1) perikanan lepas pantai
(SIMPELA) yang terintegrasi untuk perairan selatan Jawa dengan basis
penangkapan di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu dengan tujuan penangkapan
ikan tuna dan 2) perikanan pantai (SIMPETAI) yang cocok digunakan perikanan
skala kecil dan menengah dengan tujuan penangkapan ikan unggulan lain seperti
cakalang, tongkol, teri, bawal dan lobster.
Download