9 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Model

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Model Pembelajaran
Joyce and Weill dalam Huda (2014: 73) mendeskripsikan bahwa model
pengajaran atau pembelajaran sebagai rencana atau pola yang dapat digunakan
untuk membentuk kurikulum, mendesain materi-materi instruksional, dan
memandu proses pengajaran di ruang kelas atau di setting yang berbeda.
Models of teaching are really models of learning. As we helps students
acquire information, ideas, skills, values,ways of thingking, and means of
exspressing themselves, we are also teaching them how to learn. In fact the
most important long term outcome of instruction may be the students
increased capabilities to learn more easily and effectively in the future,
both because of the knowledge and skills they have acquired and because
they have mastered learning processes
Model-model
pengajaran
dirancang
untuk
tujuan-tujuan
tertentu,
pengajaran konsep-konsep informasi, cara-cara berpikir, studi nilai-nilai sosial,
dan sebagainya dengan meminta peserta didik untuk terlibat aktif dalam tugastugas kognitif dan sosial tertentu. Sebagian model berpusat pada penyamiapain
guru, sementara sebagian yang lain berusaha fokus pada respons peserta didik
dalam mengerjakan tugas dan posisi-posisi peserta didik sebagai partner dalam
proses
pembelajaran.
Model-model
pembelajaran
merupakan
cara
guru
mentransformasikan pengetahuan tentang belajar mengajar untuk mencapai
sasaran-sasaran
digunakan agar
instruksional
yang
berbeda.
Model-model
pembelajaran
para peserta didik dapat lebih memahami serta menerima
informasi yang disampaikan oleh guru dengan mudah.
Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan
untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang
9
10
bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang
lain (Rusman, 2012: 144).
Model pembelajaran menurut Rusman (2012: 136)
memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
a. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.
Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herbert Thelen
dan berdasarkan John Dewey. Model ini dirancang untuk melatih
partisipasi dalam kelompok secara demokratis.
b. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model
berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikit
induktif.
c. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di
kelas.
d. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan : (1) urutan langkahlangkah pembelajaran (syntax); (2) adanya prinsip-prinsip reaksi; (3)
sistem sosial; dan (4) sistem pendukung. Keempat bagian tersebut
merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model
pembelajaran.
e. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak
tersebut meliputi : (1) Dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang
dapat diukur; (2) Dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.
f. Membuat persiapan mengajar (desain insruksional) dengan pedoman
model pembelajaran yang dipilihnya.
Dari beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah rencana yang digunakan dalam pembelajaran untuk
mempermudah peserta didik dalam memahami materi dan mencapai tujuan
pembelajaran.
2. Model Advance Organizer
Menurut Joyce ( 2011: 34) model Advance Organizer adalah model yang
dirancang untuk menyediakan struktur kognitif pada peserta didik dalam
memahami presentasi pelajaran melalui ceramah, membaca dan media lain.
Orlich, Harder, Callahan & Harry (1998: 159) berpendapat bahwa model Advance
Organizer adalah alat yang efektif untuk mengajarkan beberapa konsep sekaligus.
Sedangkan menurut Arends (2008: 270) model Advance Organizer adalah model
yang digunakan untuk membantu membuat informasi lebih bermakna bagi siswa
11
dengan menghubungkan pengetahuan sebelumnya dengan pelajaran baru yang
akan diberikan. Dan menurut Luten dalam Oloyede (2011: 130) bahwa model
Advance Organizer adalah strategi yang digunakan guru untuk membantu peserta
didik dalam menghubungkan materi lama dengan materi baru. Hal ini dapat
dilakukan dengan menampilkan teks bacaan, desain grafik, bantuan tayangan
video maupun dengan presentasi biasa.
Dari beberapa pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa model
Advance Organizer adalah model yang dirancang untuk membantu peserta didik
dalam memahami presentasi dengan cara menghubungkan konsep sebelumnya
dengan pelajaran yang akan disampaikan.
Model Advance Organizer menurut Ausubel dalam Joyce
(2011: 286)
dideskripsikan sebagai berikut :
Ausubel mendeskripsikan bahwa
model advance oraganizer dapat
memperkuat struktur kognitif dan meningkatkan penyimpanan informasi
baru.Selain itu, model tersebut juga sebagai materi pengenalan yang
disajikan pertama kali dalam tugas pembelajaran dan dalam tingkat
abstraksi dan inklusivitas yang lebih tinggi dari pada tugas pembelajaran itu
sendiri. Tujuannya adalah menjelaskan, mengintegrasikan, dan
menghubungkan materi baru dalam tugas pembelajaran dengan materi yang
telah dipelajari sebelumnya dan juga membantu pembelajar membedakan
materi baru dari materi yang telah dipelajari sebelumnya
Menurut Joyce (2011: 292) model Advance Organizer berguna khusunya
untuk menyusun rangkaian atau arah kurikulum dan melatih peserta didik secara
sistematis dalam suatu gagasan kunci bidang tertentu. Langkah demi langkah,
konsep-konsep dan rancangan-rancangan penting dijelaskan dan diintergrasikan,
sehingga pada akhir pengajaran, pembelajaran akan memperoleh perspektif
tentang seluruh bidang yang dikaji. Sedangkan menurut Arends (2008: 267)
model Advance Organizer berguna untuk membantu peserta didik memperoleh
pengetahuan faktual langsung maupun pengetahuan konseptual. Sedangkan
beberapa pihak mengemukakan bahwa model pembelajaran ini dirancang secara
spesifik untuk meningkatkan pembelajaran peserta didik mengenai pengetahuan
prosedural dan beberapa tipe pengetahuan metakognitif.
12
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kegunaan model Advance Organizer untuk membantu peserta didik dalam
memahami
gagasan-gagasan,
konsep-konsep,
rancangan-rancangan,
serta
pengetahuan yang bersifat faktual, konseptual, prosedural dan metakognitif.
Model Advance Organizer memiliki tiga tahap kegiatan. Tahap pertama
adalah presentasi Advance Organizer, tahap kedua adalah presentasi tugas
pembelajaran atau materi pembelajaran, dan tahap ketiga adalah penguatan
pengolahan kognitif. Tahap terakhir ini menguji hubungan materi pembelajaran
dengan gagasan-gagasan yang ada untuk menghasilkan proses pembelajaran aktif.
Struktur pengajaran model Advance Organizer menurut Ausubel dalam
Joyce (2011: 289) adalah sebagai berikut :
Tahap pertama dalam struktur pengajaran ini adalah presentasi Advance
Organizer. Pada tahap ini ada tujuh cara yang harus diperhatikan yaitu
mengklarifikasi
tujuan-tujuan
pembelajaran,
menyajikan
organizer,
mengidentifikasi kesimpulan dari materi yang diberikan, memberikan contoh atau
ilustrasi yang sesuai, menyediakan konteks, mengulang penyampaian materi dan
mendorong kesadaran peserta didik pada materi yang disampaikan.
Tahap Kedua yaitu presentasi tugas atau materi pembelajaran Pada tahap
ini ada 3 cara yang harus diperhatikan yaitu menyajikan materi, membuat urutan
materi pembelajaran yang logis dan jelas dan menghubungkan materi sebelumnya
dengan materi yang akan disampaikan atau dijelaskan.
Tahap Ketiga yaitu memperkuat susunan kognitif peserta didik. Pada tahap
ini ada 4 cara yang harus diperhatikan, yaitu menggunakan prinsip-prinsip
pendamaian intergratif, membangkitkan pendekatan kritis pada mata pelajaran,
mengklarifikasikan gagasan-gagasan, dan menerapkan gagasan-gagasan tersebut.
Materi yang disusun dengan baik merupakan syarat yang penting untuk model
ini. Efektivitas model ini tergantung pada hubungan antara pelaksana konseptual
dengan materi yang akan disampaikan. Peran dan tugas guru dalam mensukseskan
13
penerapan model pembelajaran ini sangat penting terutama dalam merundingkan
tentang makna atau materi kepada peserta didik dan menghubungkan secara
responsif antara organizer dengan materi.
3. Model Mnemonik
Menurut Wolgemuth, Cobb, dan Alwell dalam Bekken dan Simpson
(2011: 79) intruksi mnemonik adalah cara untuk membantu siswa mengingat
informasi kosa-kata lebih efektif dan mudah. Model yang menghubungkan
informasi belajar dengan informasi yang sudah dikenal melalui penggunaan katakata, kombinasi gambar atau visual. Sedangkan menurut Bekken dan Simpson
(2011: 79) strategi mnemonik adalah
prosedur yang sistematis untuk
meningkatkan memori dan membuat informasi lebih bermakna dengan
menggunakan cara tertentu agar informasi lebih mudah untuk diingat. Sedangkan
menurut Lorayne dan Lukas dalam Joyce (2011: 231), model pembelajaran
mnemonik adalah model dengan sistem menghafal (memori) dengan teknik-teknik
tertentu yaitu :
a. Kesadaran (Awareness)
Sebelum kita dapat mengingat sesuatu, satu hal yang harus diingat :
“Pengamatan penting untuk memunculkan kesadaran yang sejati’ Menurut
Lorayne dan Lucas, segala hal yang betul-betul kita sadari, akan sangat sulit
untuk dilupakan termasuk materi-materi yang benar-benar dipahami peserta
didik saat guru menyampaikan di kelas dengan menggunakan teknik tertentu.
b. Asosiasi (Association)
Aturan dasar dalam menghafal adalah, “Anda dapat mengingat semua
informasi baru jika anda mengasosiasikannya dengan sesuatu yang sudah anda
kenal dan ingat sebelumnya”. Misalnya, untuk membuat para peserta didik
mengerti mengenai teori geosentris yang pernah berkemsbang dalam teori
terjadinya jagad raya, maka guru memberikan asosiasi antara kata geo dengan
makna bumi. Hal ini dilakukan agar peserta didik lebih cepat paham dan
mengingat mengenai teori geosentris yaitu teori yang menyatakan bahwa bumi
sebagai pusat segalanya. Walaupun teori ini sudah dibantah oleh teori
14
heliosentris, namun teori geosentris tetap harus tetap dipahami oleh peserta
didik agar mereka mengetahui bahwa teori ini tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada.
c. Sistem Link (Link System)
Inti dari prosedur memori adalah persambungan dua gagasan, dengan
gagasan kedua yang memicu gagasan lain, dan seterusnya. Walaupun secara
umum, kita hanya menghabisakan energi untuk belajar materi yang bermakna,
sebuah materi yang sebenarnya secara potensial tidak terlalu membantu kita
melihat bagaimana metode tersebut bekerja.
d. Asosiasi Konyol (Ridiculous Asociation)
Meskipun asosiasi merupakan dasar memori, kekuatannya sebenarnya
dapat diperbesar seandainya gambar yang diasosiasikan diwujudkan sebagai
gambar yang jelas dan lucu, sesuatu yang tidak mungkin, atau tidak masuk
akal. Contohnya, untuk menjelaskan pola aliran sungai sentripetal dan
sentrifugal, maka guru dapat menjelaskan dengan mengimajinasikan arah
barang yang terpental atau per besi yang terpental.
Ada beberapa cara untuk membuat asosiasi menjadi lucu, pertama yaitu
dengan menerapkan aturan substitusi/ penggantian. Cara yang kedua yaitu
dengan menerapkan aturan ketidakseimbangan, dengan membuat hal-hal yang
kecil menjadi besar atau hal-hal besar menjadi kecil. Cara yang ketiga yaitu
dengan membuat aturan tindakan yang membesar-besarkan khususnya dengan
angka.
e. Sistem Kata Ganti (Substitute-Word System)
Sistem Kata ganti merupakan cara untuk membuat hal-hal yang “tidak
dapat disentuh menjad hal-hal yang dapat disentuh, dan bermakna”.
Contohnya, untuk membuat peserta didik paham dan hafal mengenai sensus
defacto, maka guru mengganti kata facto menjadi fakta. Sensus defacto adalah
cara perhitungan jumlah penduduk yang dikenakan kepada setiap orang yang
pada waktu sensus berada di wilayah sensus. Jadi secara defacto (faktanya)
penduduk tersebut berada di wilayah sensus. Demikian yang dilakukan guru
agar para peserta didik mudah memahami dan mengingat kata sensus defacto.
15
f. Kata Kunci (Key Word)
Inti dari sistem kata kunci ini adalah memilih satu kata untuk
merepresentasikan
pemikiran
atau
beberapa
pemikiran
subordinate
(dibawahnya) yang lebih panjang. Misalnya, untuk membuat peserta didik
mudah meningat urutan planet, maka guru menciptakan kata kunci yang
menarik yaitu Mevebumayusa yang merupakan kepanjangan dari (Merkurius,
Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus). Hal tersebut dilakukan agar retensi
atau daya ingat siswa terhadap materi yang disampaikan guru lebih tahan lama.
Dari pendapat beberapa para ahli, dapat disimpulkan bahwa model
mnemonik adalah model yang digunakan untuk membantu peserta didik dalam
mengingat informasi dengan bantuan gambar, audio visual, asosiasi konyol, kata
ganti, kata kunci dan sistem link.
Dari Lorayne dan Lucas membangun model mereka untuk meningkatkan
(1) perhatian pada apa yang dipelajari, (2) perasaan untuk menghadirkan sesuatu,
dan (3) asosiasi yang kita buat untuk menghubungkan materi baru dengan materi
sebelumnya telah dipelajari (Joyce, 2011: 230).
Model mnemonik dapat diterapkan pada seluruh bidang kurikulum yang
materinya menuntut untuk hafalan dari peserta didik. Model mnemonik dapat
diterapkan secara berkelompok atau secara individu. Walaupun model ini dapat
diterapkan dalam sesi-sesi pengajaran memori yang dikontrol oleh guru, model
tersebut memiliki aplikasi yang cukup luas setelah peserta didik menguasainya,
seperti peserta didik dapat menggunakannya secara independen pada persoalan
atau materi materi lain. Oleh karena itu, model ini seharusnya diajarkan di sekolah
sehingga ketergantungan pada guru berkurang dan peserta didik dapat
menggunakan prosedur-prosedur di saat mereka ingin menghafal sesuatu
Menurut Joyce (2011, 237-239) langkah-langkah yang dapat diajarkan
langsung pada peserta didik agar dapat menerapkan model mnemonik secara
langsung adalah sebagai berikut :
a) Mengolah informasi untuk dipelajari. Pada dasarnya, semakin banyak
informasi yang diolah, semakin mudah ilmu tersebut untuk dipelajari dan
16
diperoleh oleh peserta didik. Informasi dapat diolah dengan kategorikategori. Model mnemonik ini memudahkan penghafalan dengan
membantu siswa mengasosiasikan materi menurut kategori-kategori.
b) Menata informasi untuk dipelajari. Informasi yang dpelajari dalam satu
rangkaian khususnya jika ada makna dalam rangkaian tersebut, lebih
mudah untuk diasimilasikan dan disimpan. Misalnya, jika peserta didik
ingin mempelajari nama-nama kota di Australia, akan lebih mudah jika
kita memulainya dengan satu kategori yang sama (katakanlah, kota yang
terbesar) dan berlanjut pada urutan yang sama.
c) Menghubungkan informasi dengan materi yang familiar (bunyi dan arti
keduanya perlu dipertimbangkan). Misalnya, jika peserta didik ingin
menghafalkan provinsi di Sulawesi, guru dapat membawa palu agar
peserta didik dapat dengan cepat menghafal Provinsi Palu yang berada di
Pulau Sulawesi.
d) Menghubungkan informasi dengan representasi visual. Misalnya, Kota
Meryland dapat dihubungkan dengan sebuah gambar pernikahan
(marriage), Oregun dengan gambar senjata (gun).
e) Menghubungkan informasi dengan informasi lain yang telah diasosiasikan.
Nama seseorang, yang dihubungkan dengan informasi seperti orang
terkenal yang memiliki nama, bunyi, dan biografi sama, lebih mudah
diingat dari pada yang dihafalkan sendiri.
f) Perangkat-perangkat yang membuat informasi menjadi hidup juga
bermanfaat. Lorayne dan Lucas menyukai “asosiasi konyol”, yang
informasinya dihubungkan pada asosiasi yang aneh atau unik.
g) (Praktik) Latihan selalu penting, dan perserta didik akan mendapat
manfaat dengan melatih diri mereka senndiri. Peserta didik yang
sebelumnya tidak berhasil dengan tugas-tugas yang mensyaratkan hafalan
pada akhirnya akan lebih mudah belajar tugas-tugas yang relatif sebentar
dan jelas, yang nantinya juga akan memberikan umpan balik secara
periodik untuk membuat mereka menjadi sukses.
17
Struktur pengajaran model menghafal menurut Pressley, Levin dan rekanrekannya dalam Joyce (2011: 235) adalah sebagai berikut :
Tahap pertama pada struktur pengajaran mnemonik adalah Mempersiapkan
materi. Pada saat mempersiapkan materi, hal yang dapat dilakukan adalah dalam
penggunakan teknik-teknik yang mencakup menggarisbawahi (underlining),
membuat daftar (listng), dan merefleksikan (reflecting).
Tahap kedua
dalam struktur pengajaran ini adalah mengembangkan
hubungan-hubungan pada materi yang akan disampaikan. Dalam mengembangkan
hubungan-hubungan pada materi, hal yang dapat dilakukan adalah membuat
materi tersebut menjadi familiar atau mudah untuk dikenali, dan mengembangkan
hubungan-hubungan materi tersebut dengan teknik-teknik tertentu contohnya
sistem kata kunci (keyword), kata ganti (substitute word), dan kata hubung (link
word)
Tahap ketiga adalah memperluas gambaran-gambaran sensorik. Pada
tahap ini yang dapat dilakukan adalah penggunaan teknik-teknik asosiasi konyol
(ridiculous association) dan melebih-lebihkan (exaggeration) dan mengubah
gambar. Guru dapat menghubungkan materi dengan sebutan unik agar para
peserta didik lebih mudah mengingat materi.
Tahap keempat
yaitu mengingat kembali. Pada tahap ini yang harus
dilakukan adalah melakukan pengulangan materi (recalling) pada materi hingga
semuanya tuntas dipelajari.
Peran dan tugas guru dalam mensukseskan model pembelajaran mnemonik
ini sangat penting yaitu guru membantu peserta didik dalam mengidentifikasi
objek-objek kunci, pasangan, dan gambar-gambar, dengan menawarkan sugestisugesti tetapi tetap merujuk pada kerangka rujukan peserta didik. Unsur-unsur
yang dikenal utamanya harus sesuai dengan tingkat pemahaman peseta didik.
Dalam model pembelajaran mnemonik, guru dan peserta didik menjadi satu
tim yang sama-sama bekerja dengan materi baru. Guru dan peserta didik harus
berkomitmen dan bekerja sama dalam menghafalkan materi baru tersebut dengan
18
cara atau teknik yang sama, misalnya dengan menggunakan sistem kata kunci,
kata hubung, ataupun yang lainnya.
4. Model Pembelajaran Ekspositori
Model pembelajaran ekspositori adalah model pembelajaran yang
menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru
kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi
pelajaran secara optimal. Roy Killen menanamkan model ekspositori ini dengan
istilah model pembelajaran langsung (dirrect intruction), karena dalam model ini
materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk
menemukan materi itu (Sanjaya, 2013: 179). Dimyati (2006: 172) dalam bukunya
Belajar dan Pembelajaran, menyatakan prilaku mengajar strategi ekspositori juga
dinamakan model ekspositori. Pembelajaran ekspositori menekankan pada proses
penyampaian materi secara langsung dari guru kepada peserta didiknya dengan
maksud agar siswa dapat menguasai materi pembelajaran secara optimal.
Beberapa karakteristik model ekspositori menurut Sanjaya (2013: 179)
adalah sebagai berikut :
a. model ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi
pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat
utama dalam melakukan model ini., oleh karena itu sering
mengidentikanya dengan ceramah;
b. materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah
jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal
sehinga tidak menuntut siswa untuk bertutur ulang;
c. tujuan utama pembelajaran dalah penguasaan materi pelajaran itu
sendiri. Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir siswa
diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat
mengungkapkan kembali materi yang sudah diuraikan.
Langkah-langkah dalam penerapan model ekspositori menurut Sanjaya
(2013: 185- 187) adalah sebagai berikut :
1) Persiapan (preparation)
Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan peserta didik untuk
menerima pelajaran. Dalam model ekspositori, langkah persiapan
merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan dari model
ekspositori sangat bergantung pada tahap persiapan.
19
2) Penyajian (presentation)
Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran
sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Yang harus dipikirakan
oleh setiap guru dalam penyajian ini adalah sebagaimana agar materi
pelajaran dapatt dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa.
Dalam penyajian hal yang perlu diperhatikan adalah penggunaan
bahasa, intonasi suara, kontak mata dengan peserta didik, dan gurauan
di sela-sela proses pembelajaran.
3) Menghubungkan (correlation)
Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran
dengan pengalaman peserta didik atau dengan hal-hal lain yang
memungkinkan peserta didik dapat menangkap keterkaitannya dalam
struktur pengetahuan yang dimilikinya.
4) Menyimpulkan (generalization)
Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti (core) dari
materi pelajaran yang telah disajikan. Langkah menyimpulkan
merupakan langkah yang sangat penting dalam model ekspositori,
sebab melalui langkah menyimpulkan peserta didik akan dapat
mengambil inti sari dari proses penyajian. Menyimpulkan materi
berarti memberikan keyakinan pada peserta didik tentang kebenaran
suatu paparan. Dengan demikian, peserta didik tidak merasa ragu lagi
akan penjelasan guru.
5) Penerapan (aplication)
Langkah aplikasi adalah langkah untuk kemampuan siswa setelah
mereka menyimak penjelasan guru. Langkah ini merupakan langkah
yang sangat penting dalam model pembelajaran ekspositori, sebab
melalui langkah ini guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang
penguasaan dan pemahaman materi pelajaran oleh siswa. Teknik yang
biasa dilakukan pada langkah ini diantaranya, dengan membuat tugas
yang relevan dengan materi yang telah disampaikan dan dilanjutkan
dengan memberi tes yang sesuai dengan materi tersebut.
Model pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan
pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centerd approach).
Dikatakan demikian, sebab dalam model ini guru memegang peran yang sangat
dominan. Melalui ekspositori ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara
terstrukutur dengan harapan materi yang disampaikan dapat dikuasai peserta didik
dengan baik. Fokus utama ekspositori adalah kemampuan akademik (academic
achievment) peserta didik. Metode pembelajaran ceramah merupakan bentuk dari
model ekspositori.
20
Metode ceramah adalah metode pengajaran yang sangat sederhana. Justru
kesederhanaannya inilah maka metode ini paling banyak digunakan. Dengan
metode ini, pengajaran disampaikan secara lisan oleh guru kepada siswa. Pada
dasarnya ceramah murni cenderung pada bentuk komunikasi satu arah (W Gulo,
2004: 137).
Metode ceramah ialah cara penyajian pelajaran yang dilakukan guru dengan
penuturan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa (Sudirman dkk,
1992: 113).
Apabila guru menyampaikan informasi kepada peserta didik, maka guru
berfungsi sebagai transmitter dan peserta didik sebagai receiver. Bahasa
merupakan media yang digunakan dalam metode ceramah ini. Komunikasi
dianggap baik jika pesan yang disampaikan guru dapat diterima 100% oleh para
peserta didik. Sebaliknya, komunikasi dianggap buruk jika pesan yang
disampaikan guru tidak diterima dengan sesuai aslinya oleh para peserta didik.
Keunggulan metode ceramah menurut W. Gulo (2004: 140) adalah sebagai
berikut :
a) Hemat dalam penggunaan waktu dan alat. Melalui ceramah, bahan yang
banyak dapat disampaikan dalam waktu singkat. Alat (termasuk media)
yang digunakan juga cukup sederhana. Selain itu waktu untuk
penyampaian informasi kepada satu atau dua orang peserta didik sama
dengan yang diperlukan untuk seratus orang peserta didik.
b) Mampu membangkitkan minat dan antusias peserta didik.
Dengan
ceramah, maka informasi tidak hanya disampaikan melalui kata-kata atau
pembicaraan saja, tetapi penampikab guru secara utuh sebagai penceramah
merupakan alat komunikasi. Dengan demikian, informasi diterima bukan
hanya dari apa yang didengar, tetapi dari apa yang dilihat misalnya,
mimik, gerak-gerik dan kesungguhan pembicara. Hal inilah yang mampu
membangkitkan minat dan antusias para peserta didik dalam menerima
informasi dari guru.
c) Membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan mendengarnya.
Mendengar itu sendiri dapat terjadi dalam tiga bentuk, yaitu :
(1) Pertama, mendengar secara marginal, yaitu mendengar sambil
memperhatikan hal-hal lain. Mendengar seseorang sambil membaca
koran, atau sambil mengerjakan pekerjaan lain, adalah contoh dari
mendengar marginal.
(2) Kedua, mendengar evaluatif, yaitu mendengar sambil menilai
informasi yang didengar dari yang bersangkutan menurut sudut
21
pandang pendengar. Karena itu, si pendengar dapat memberi komentar
atau kritik yang apabila dibuka jalur komunikasi dua arah akan
memberi balikan kepada pendengar.
(3) Mendengar cara ketiga ialah mendengar proyektif, yaitu mendengar
dengan menempatkan diri pada jalan pikiran si pembicara sehingga
informasi yang didengar, diterima, dan dipahami dari sudut si
pembicara. Melatih kemampuan mendengar berarti mengembangkan
cara mendengar dari tingkat marginal ke tingkat proyektif.
d) Merangsang kemampuan peserta didik untuk mencari informasi dari
berbagai sumber. Hal ini tergantung pada kemampuan si penceramah
untuk menimbulkan keingintahuan si pendengar melalui ceramahnya.
Kalau isi ceramah dianggap penting dan menarik, maka peserta didik akan
menindak-lanjuti dengan mengembangkan pemahamannya tentang itu
melalu berbagai sumber yang dicarinya di perpustakaan dan lain-lain.
Untuk itu, ceramah harus disajikan sejelas-jelasnya dengan materi yang
tersusun secara sistematis.
e) Mampu menyampaikan pengetahuan yang belum pernah diketahui peserta
didik, Kemampuan ini menjadi optimal jika dikembangkan pola interaksi
timbal balik antara guru dengan peserta didik.
Kelemahan-kelemahan metode ceramah menurut W. Gulo (2004: 140)
adalah sebagai berikut :
(a). Ceramah cenderung pada pola startegis ekspositorik yang berpusat
pada guru. Pola interaksi cenderung pada komunikasi satu arah.
Dengan demikian, sukar bagi guru untuk mengetahui dengan pasti
sejauh mana peserta didik memahami informasi yang telah
disampaikannya.
(b). Metode ceramah cenderung menempatkan posisi peserta didik sebagai
pendengar dan pencatat. Kadar CBSA tidak dapat dikembangkan
secara optimal. CBSA berubah pada pola DDDC (Datang, Duduk,
Dengar, Catat).
(c). Keterbatasan kemampuan pada tingkat rendah.Dilihat dari segi
taksonmi tujuan pengajaran, ceramag hanya mampu mengembangkan
kemampuan siswa pada tingkat pengetahuan sampai pemahaman,
Oleh karena bersifat verbal, maka kemampuan mengingat yang
diharapkan sangat terbatas. Lain halnya kalau bahan pelajaran berupa
fakta riil yang dilihat sendiri secara langsung oleh peserta didik, Apa
yang dilihat dapat diingat lebih lama dari pada apa yang didengar.
(d). Proses ceramah berlangsung menurut kecepatan bicara dan logat
bahasa yang dipaiak oleh guru. Ada guru yang bicara cepat sehingga
sukar diikuti oleh siswa. Ada juga guru yang logat bahasanya
dipengaruhi oleh bagasa daerah sehingga sukar ditangkat oleh peserta
didik dari daerah lain.
22
5. Retensi Peserta Didik
a. Pengertian Retensi
Dalam psikologi modern, kata ingatan atau retensi itu mengandung
pengertian yang bermacam-macam. Profesor Kohnstamm dalam Kartini Kartono
(1996: 62) mengartikan ingatan sebagai : “setiap ungkapan, dalam mana kaitan
psikis dimanifestikan dalam dimensi waktu”. Sedangkan sarjana W. Stern dalam
Kartini Kartono (1996: 62) mengungkapkan ingatan atau retensi sebagai tuntutan
atau kaitan masa lampau dari pengalaman. Ingatan atau retensi menurut Kartini
Kartono sendiri yaitu kemampuan untuk mencamkan, menyimpan, memprodusir
kembali isi kesadaran. Atribut ingatan ialah : setia, cepat, bisa menyimpan lama,
luas dan mengabdi (pada keinginan kita). Retensi atau ingatan didefinisikan
sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksikan kesankesan (Suryabrata, 2014: 44). Sedangkan menurut Santrock, retensi atau ingatan
adalah penyimpanan informasi dari waktu ke waktu (Santrock, 2014: 299).
Senada dengan Santrock, E Smith dan Stephen M. Kosslyn (2014: 2)
mengemukakan bahwa memori kerja atau yang bisa disebut dengan retensi
(working memory) adalah yang membuat peserta didik dapat menyimpan
informasi secara sadar dan memikirkannya . Dan retensi di dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia dapat diartikan penyimpanan atau penahanan. Retensi peserta
didik berasal dari kata retensi dan peserta didik.
Dari uraian di atas, maka jika digabungkan makna dari kata retensi peserta
didik yaitu kemampuan peserta didik dalam menyimpan atau menahan informasi
yang mereka dapat dari proses belajar di sekolah.
Menurut Sawrey dan Telford (1868: 199), retensi dapat diukur setelah
beberapa hari misalnya satu sampai empat belas hari (dua minggu). Persentase
retensi siswa dapat dihitung dengan rumus recognition method yaitu dengan
membandingkan tes kedua dengan tes pertama. Cara mengukur retensi adalah
dengan menggunakan rumus recognition method :
23
% Retensi =
x 100%
Selanjutnya dapat diketahui kategori retensi siswa seperti pada Tabel berikut :
Tabel 2.1 Kriteria Retensi
Retensi (R)
%
R ≥70
60 < R < 70
R ≤ 60
Sumber : Ibrahim dalam Setiawan dkk (2012: 287)
Kategori
Tinggi
Sedang
Rendah
Diadaptasi dari Anderson, bahwa indikator retensi yaitu mengenali dan
mengingat kembali. Proses mengenali adalah mengambil pengetahuan yang
dibutuhkan dari memori jangka panjang untuk membandingkannya dengan
informasi yang baru saja diterima. Dalam mengenali, peserta didik mencari
informasi yang identik dengan informasi yang baru saja diterima pada memori
jangka panjang mereka. Istilah lain dari mengenali adalah mengidentifikasi.
Proses mengingat kembali ialah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari
memori jangka panjang ketika peserta didik menghendaki hal tersebut terjadi.
Istilah lain dari mengingat kembali adalah mengambil.
b. Pembentukan Retensi
Menurut Suryabrata (2014: 45), terdapat tiga aspek dalam berfungsinya
ingatan atau retensi, yaitu :
1) Mencamkan, yaitu menerima kesan-kesan
Mencamkan dibedakan menjadi dua macam, yaitu mencamkan yang
dikehendaki dan mencamkan yang tidak dikehendaki. Pada tahap ini
peserta didik menerima materi yang disampaikan guru dengan sadar dan
mereka berhak memilih materi mana yang akan mereka terima saat proses
pembelajaran berlangsung. Saat peserta didik memilih materi yang akan
diterima, mereka secara sadar melakukan penghafalan. Dan disaat peserta
24
didik memilih untuk menolak materi yang disampaikan oleh guru, maka
mereka melakukan proses melupakan.
2) Menyimpan kesan-kesan.
Setelah tahap menerima materi telah dilakukan oleh peserta didik, maka
tahap yang harus dilalui selanjutnya adalah menyimpan kesan-kesan atau
materi pelajaran.
3) Mereproduksikan kesan-kesan.
Memproduksi kesan-kesan adalah melakukan pengaktifan kembali apa
yang telah dicamkan atau diterima oleh peserta didik saat proses
pembelajaran. Reproduksi ada dua macam yaitu mengingat kembali
(recall) dan mengenal kembali (recognition).
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, maka apa yang telah
dikemukakan dapat dilihat seperti pada bagan yang terdapat di bawah ini :
Menerima cepat
Memproduksikan siap
Menyimpan
Setia - teguh – luas
Gambar 2.1 Bagan fungsi serta sifat-sifat ingatan atau retensi
Sumber : Suryabrata (2014: 45)
Menurut Suryabrata (2014: 45-46) untuk membantu peserta didik dalam
menghafal atau mencamkan dapat dilakukan dengan cara berikut :
1) Menyuarakan menambah ingatan. Membaca dengan bersuara dan
dilakukan berulang-ulang dipercayai dapat membantu dalam
mencamkan pengetahuan maupun informasi.
25
2) Pembagian waktu belajar yang tepat menambah pencaman. Belajar
secara borongan, yaitu sekaligus banyak dan dalam jangka waktu
yang lama umumnya kurang menguntungkan.
3) Penggunaan metode belajar yang tepat mempertinggi pengecaman,
Dalam hubungan ini dikenal beberapa metode belajar, yaitu :
a) Metode keseluruhan atau metode G (Ganzlern-methode),
yaitu metode menghafal dengan mengulang berkali-kali
dari permulaan sampai akhir.
b) Metode bagian atau metode T (Teillernmethode), yaitu
menghafal sebagian demi sebagian. Masing-masing bagian
itu dihafal.
c) Metode campuran atau metode V (Vermittelendelernmethode), yaitu menghafal bagian-bagian yang sukar
dahulu, selanjutnya dipelajari dengan metode keseluruhan.
Psikologi
pendidikan
mempelajari
bagaimana
informasi
awalnya
ditempatkan atau dikodekan ke dalam memori, bagaimana dipertahankan atau
disimpan setelah dikodekan, dan bagaimana hal tersebut ditemukan atau diambil
untuk tujuan tertentu nantinya. Menurut Ornstein & Lain dalam Santrock (2014:
300) bahwa penting untuk melihat ingatan tidak dalam hal bagaimana anak-anak
menambahkan sesuatu ke ingatan mereka, melainkan bagaimana mereka aktif
membangun ingatan mereka.
Menurut Aunillah (2015: 29) secara umum, memori otak dibagi menjadi
dua jenis. Pertama, memori jangka pendek yang memiliki kemampuan mengingat
pengalaman-pengalaman
yang
pernah
dialami
oleh
seseorang.
Namun,
pengalaman itu tidak menimbulkan kesan mendalam di dalam pikiran, sehingga
hanya dapat diingat dalam hitungan menit ataupun jam. Selain itu yang kedua
yaitu memori jangka panjang yang dapat menyimpan informasi atau pengalaman
dalam waktu relatif lama. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa
lamanya waktu memori otak dalam menyimpan informasi berkaitan dengan
sesuatu yang disebut “kesan”. Artinya otak dapat menyimpan sesuatu informasi
dalam waktu yang lama jika informasi tersebut memberikan kesan yang
mendalam.
26
Berikut adalah alur pemrosesan informasi ke dalam memori menurut
Santrock (2014: 300) :
Pengodean
Penyimpanan
Pengambilan
Mendapatkan
informasi ke
dalam memori
Menjaga
informasi dari
waktu ke waktu
Mengambil
informasi dari
penyimpanan
Gambar 2.2 Bagan alur pemrosesan informasi ke dalam memori.
Menurut Reed dalam Santrock (2014: 300) bahwa dalam bahasa seharihari, pengodean memiliki banyak kesamaan dengan perhatian dan pembelajaran.
Ketika peserta didik mendengarkan guru, menonton film, mendengarkan musik,
atau berbicara dengan seorang teman, ia sedang mengodekan informasi ke dalam
memori.
Setelah anak mengodekan informasi, peserta didik perlu mempertahankan
atau menyimpan informasi tersebut. Peserta didik mengingat beberapa informasi
kurang dari satu detik, beberapa selama sekitar setengah menit, dan lainnya
selama beberapa menit, jam, tahun, bahkan seumur hidup. Tiga jenis memori yang
sesuai dengan kerangka waktu yang berbeda tersebut adalah memori sensorik
(yang berlangsung sepersekian detik hingga beberapa detik), memori jangka
pendek (berlangsung sekitar 30 detik), dan memori jangka panjang (berlangsung
sampai seumur hidup). Setelah peserta didik melakukan pengodean informasi dan
kemudian menggambarkannya dalam memori, peserta didik dapat mengambil
beberapa informasi yang telah mereka peroleh, namun mereka juga dapat
melupakan beberapa hal dari informasi tersebut. Pengambilan yang dimaksud
disini adalah pengambilan sesuatu dari “bank data” pikiran dari peserta didik.
Sebagai contoh, ketika guru bertanya kepada peserta didik menenai bulan apa
sekarang, jawaban dari para peserta didik pasti otomatis dapat mereka ucapkan.
Berbeda ketika guru menanyakan mengenai tamu yang mendatangi mereka pada
dua bulan yang lalu, para peserta didik pasti membutuhkan waktu yang lama
dalam menjawab pertanyaan tersebut. Hal inilah yang membedakan antara
pengambilan atau melupakan yang dilakukan oleh para peserta didik.
27
6. Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran Geografi yang akan diajarkan dalam penelitian ini
adalah pada materi pokok “teori penciptaan planet bumi”. Indikator yang harus
dicapai peserta didik setelah mengikuti pembelajaran ini adalah sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi macam-macam teori penciptaan planet bumi.
Pembentukan planet bumi dapat diterangkan melalui berbagai teori
yang telah dikemukakan oleh para ahli. Teori-teori tersebut diantaranya adalah
teori kabut, teori planetesimal, teori pasang surut gas, teori pasang surut gas,
teori ledakan bintang dan teori kuiper. Berikut penjelasan lebih lengkapnya
mengenai teori-teori penciptaan planet bumi :
1) Teori kabut
Teori yang sering dinamakan teori nebula ini merupakan teori yang paling
tua dan paling terkenal. Pada abad VIII, Immanuel Kant, seorang ahli
filsafat berkebangsaan jerman, dan Pierre-Simon Laplace, seorang
astronom Prancis, membuat suatu teori tentang pembentukan tata surya.
Menurut teori tersebut, di jagat raya terdapat gumpalan kabut yang
berputar perlahan-lahan. Bagian tengah kabut itu lama-kelamaan menjadi
gumpalan gas yang kemudian menjadi matahari. Bagian kabut di
sekitarnya menjadi planet-planet dan satelit.
2) Teori planetesimal
Thomas C. Chamberlin, seorang ahli geologi dan ilmuan dari Amerika dan
R.Moulton, seorang ahli astronomi, menyampaikan teori yang dikenal
sebagai teori planetesimal (berarti planet kecil) dalam penelitiannya, The
Origin of the Earth (asal mula bumi), pada tahun 1916. Menurut teori ini,
matahari telah ada sebagai salah satu dari bintang-bintang di alam semesta.
Pada suatu masa, ada sebuah bintang berpapasan dengan matahari pada
jarak yang tidak terlalu jauh. Akibatnya, terjadilah peristiwa pasang naik
pada permukaan matahari maupun bintang itu. Sebagian dari masa
matahari tertarik ke arah bintang tersebut. Pada waktu bintang itu menjauh,
sebagian dari masa matahari jatuh kembali ke permukaan matahari dan
sebagian lagi terhambur ke ruang angkasa di sekitar matahari. Bagian dari
28
masa matahari tersebut dinamakan planetesimal, yang kemudian menjadi
planet-planet dan beredar pada orbitnya.
3) Teori pasang surut gas
Pada tahun 1917, James Jeans dan Harold Jeffries mengemukakan teori
tentang terjadinya planet-planet yang dikenal dengan nama teori pasang
surut. Teori ini mengatakan bahwa matahari sebagai suatu bintang yang
sudah ada sebelumnya. Pada suatu masa, sebuah bintang melintas dengan
posisi sangat dekat dengan matahari lalu terjadilah tarik-menarik antara
matahari dengan bintang sehingga berakibat pada terlepasnya partikelpartikel matahari yang membentuk pola cerutu. Bagian pinggir tipis,
sedangkan bagian tengah mengembang. Kemudian, bintang tersebut
semakin menjauh disusul dengan massa cerutu yang terputus-putus dan
membentuk gumpalan gas disekitar matahari. Gumpalan-gumpalan itulah
yang kemudian membentuk planet-planet dan salah satunya adalah bumi.
4) Teori ledakan bintang
Teori ini dikemukakan oleh ahli astronomi Inggris. Fred Hoyle, pada tahun
1956. Matahari mempunyai kawan yang berupa bintang dan pada mulanya
mereka berevolusi satu sama lain. Ada juga bintang yang memadat dan
terjerat ke dalam orbit matahari, namun banyak juga bintang yang meledak
di luar angkasa dan menghasilkan planet-planet yang kini mengorbit pada
matahari. Salah satunya adalah bumi. Teori ini didukung oleh banyak ahli
astronomi karena bintang ganda atau bintang kembar memang ada.
5) Teori Awan Debu atau Kuiper
Astronom Gerad P. Kuiper mengemukakan bahwa semesta terdiri atas
formasi bintang-bintang. Menurut Kuiper, matahari dan semua olanetnya
terbentuk dari satu buah kabut. Kabut-kabut tersebut merupakan kumpulan
kabut-kabut kosmis yang melayang-layang bebas di angkasa, kemudian
menyatu, mengumpal dan memadat. Dalam gumpalan-gumpakan tersebut
di dalamnya terjadi penyatuan energi dan reaksi termonuklir yang akhirnya
menjadi tenaga untuk bergerak. Gerakan tersebut adalah gerakan mengitari
satu sumber atau biasa disebut dengan gerakan rotasi. Gerakan tersebut
29
menyebabkan bentuk gumpalan tersebut semakin pepat pada bagian
tengahnya, dan terjadilah konsentrasi kabut di bagian tersebut. Konsentrasi
gas yang memusat tersebut akhirnya berubah menjadi sebuah bintang baru
yang sekarang kita sebut dengan matahari, Sedangkan konsentrasi gas-gas
yang bertebaran disekitar matahari berubah menjadi protoplanet yang
berwujud gumpalan-gumpalan gas. Karena matahari bersinar dengan api
nuklirnya maka gas-gas yang menyelubungi protoplanet-protoplanet
tersebut hilang dan akhirnya terbentuklah planet-planet di tata surya yang
salah satunya adalah planet bumi.
b. Menjelaskan macam-macam teori penciptaan planet bumi.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa teori penciptaan planet bumi
terdapat 5 macam, yaitu teori kabut, teori planetesimal, teori pasang surut gas,
teori pasang surut gas, teori ledakan bintang dan teori kuiper. Peserta didik
diharapkan dapat menjelaskan macam-macam teori penciptaan planet bumi
secara singkat sesuai dengan pemahaman mereka.
c. Menganalisis pembentukan planet bumi menurut hipotesis atau teori yang ada.
Dari teori-teori yang telah dijelaskan, peserta didik diharapkan dapat
menganalisis dan menjelaskan teori atau hipotesis mana yang paling tepat.
d. Menggambarkan teori penciptaan planet bumi.
Peserta didik diharapkan dapat menggambarkan teori penciptaan planet bumi
sesuai analogi yang telah dijelaskan pada lembar soal.
e. Mengingat kembali makna dan kosa kata terkait pada materi teori penciptaan
planet bumi.
Peserta didik diberikan artikel yang sesuai dengan materi teori penciptaan
planet bumi dan mereka diharapkan dapat menjodohkan soal dengan pilihan
jawaban yang telah diberikan pada lembar soal.
B. Penelitian yang Relevan
Amin Suroso (2010) telah melakukan penelitian dengan judul : Pengaruh
Metode Diskusi Bervariasi Terhadap Prestasi Belajar Pokok Bahasan Sistem
Persamaan Linier Dua Variabel Ditinjau Dari Retensi Siswa Kelas II Semester I
30
SMP Negeri 6 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui : (1) apakah pembelajaran matematika pada pokok bahasan
sistem persamaan linier dua variabel dengan metode diskusi bervariasi lebih baik
daripada metode konvensional, (2) manakah yang memberikan prestasi belajar
matematika yang lebih baik, antara siswa yang mempunyai retensi tinggi, retensi
sedang atau retensi rendah dalam mempelajari pokok bahasan sistem persamaan
linier dua variabel , (3) apakah terdapat interaksi antara metode pembelajaran
dengan retensi siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa pada pokok
bahasan sistem persamaan linier dua variabel. Penelitian ini menggunakan metde
penelitian eksperimental semu kuantitatif. Teknik analisis data yang digunakan
adalah analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama, yang dilakukan setelah
memenuhi uji normalitas yang dilakukan menggunakan metode Lilliefors dan uji
homogenitas yang dilakukan dengan menggunakan metode Bartlett.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil:
(1) Pembelajaran matematika dengan vi metode diskusi bervariasi sama baiknya
dengan metode pembelajaran konvensional pada pokok bahasan sistem persamaan
linier dua variabel (F a = 2,7181 < 3,97 = F 0,05;1;80 = Ftabel pada taraf
signifikansi 5%, rerata kelas eksperimen = 68 > 60, 875 = rerata kelas kontrol ),
(2) prestasi belajar matematika siswa dengan retensi siswa tinggi lebih baik
daripada siswa dengan retensi rendah pada pokok bahasan sistem persamaan linier
dua variabel (F b = 4,2503 > 3,13 = F 0,05;2;80 = F tabel pada taraf signifikansi
5%), (3) tidak terdapat interaksi antara metode pembelajaran dan retensi siswa
terhadap prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan sistem persamaan
linier dua variabel (F ab = 0,9143 < 3,13 = F 0,05;2;80 = F tabel pada taraf
signifikansi 5%). Dari hasil komparasi ganda antar kolom diperoleh bahwa (1)
siswa dengan retensi tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang sama
baiknya dengan siswa dengan retensi sedang (F hit = 5,6088 < 6,26= F tab ), (2)
siswa dengan retensi tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih
baik dari pada siswa yang mempunyai retensi rendah (F hit = 6,7637 > 6,26 = F
tab ), (3) siswa dengan retensi sedang mempunyai prestasi belajar matematika
31
yang sama baiknya dengan siswa yang mempunyai retensi rendah (F hit = 0,9438
< 6,26 = F tab ).
Amanda Gusti Maharani (2013) telah melakukan penelitian dengan
judul : Eksperimentasi Model Pembelajaran Advance Organizer Pada Materi
Operasi Hitung Bentuk Aljabar Ditinjau Dari Motivasi Belajar Siswa Kelas VII
SMP Negeri 8 Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013. Penelitian ini termasuk jenis
penelitian eksperimental semu. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1)
Apakah pembelajaran matematika pada materi operasi hitung pada bentuk aljabar
dengan
menggunakan
model
pembelajaran
Advance
Organizer
akan
menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik jika dibandingkan dengan
pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran langsung,
(2) Apakah siswa dengan motivasi belajar tinggi mempunyai prestasi belajar
matematika yang lebih baik daripada siswa dengan motivasi belajar sedang
maupun rendah, dan apakah siswa dengan motivasi belajar sedang mempunyai
prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa dengan motivasi
belajar rendah pada materi operasi hitung bentuk aljabar, (3) Pada masing-masing
tingkat motivasi belajar siswa, manakah model pembelajaran yang menghasilkan
prestasi belajar matematika lebih baik, model pembelajaran Advance Organizer
atau model pembelajaran langsung. Teknik analisis data yang digunakan adalah
analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Sebagai persyaratan analisis yaitu
uji normalitas menggunakan uji Lilliefors dan analisis variansi yang sama
(homogen) menggunakan metode Bartlett.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Model pembelajaran
Advance Organizer menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik
daripada model pembelajaran langsung pada materi operasi hitung bentuk aljabar,
(2) Siswa dengan motivasi belajar matematika tinggi mempunyai prestasi belajar
matematika yang lebih baik daripada siswa dengan motivasi belajar matematika
sedang maupun rendah dan siswa dengan motivasi belajar sedang mempunyai
prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa dengan motivasi
belajar rendah pada materi operasi hitung bentuk aljabar, (3) Pada masing-masing
32
tingkat motivasi belajar siswa, model pembelajaran Advance Organizer
menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model
pembelajaran langsung pada materi operasi hitung bentuk aljabar.
Uswatun Khasanah (2014) telah melakukan penelitian dengan judul :
Pengaruh problem based learning terhadap retensi dan kemampuan berpikir
rasional pada materi ekosistem siswa kelas X MIA SMAN 8 Surakarta. Penelitian
bertujuan untuk: (1) mengetahui pengaruh PBL terhadap retensi pada materi
ekosistem siswa kelas X MIA SMAN 8; (2) mengetahui pengaruh PBL terhadap
kemampuan berpikir rasional pada materi ekosistem siswa kelas X MIA SMAN 8
Surakarta. Penelitian merupakan penelitian eksperimen semu (quasi experiment)
dengan desain penelitian postest only nonequivalent control group design. Metode
yang digunakan adalah dengan menggunakan uji-t.
Hasil uji hipotesis dengan uji-t untuk pengaruh PBL terhadap retensi
menunjukkan nilai signifikasi 0,02 (sig. < 0,05) dan nilai thitung 2,334 (t hitung >
t tabel). Nilai sigifikasi pengaruh PBL terhadap kemampuan berpikir rasional
sebesar 0,01 (sig. < 0,05) dan nilai thitung sebesar 2,616 (thitung > ttabel).
Simpulan penelitian ini adalah model PBL berpengaruh terhadap retensi dan
kemampuan berpikir rasional pada materi ekosistem siswa kelas X MIA SMAN 8
Surakarta.
33
Tabel 2.2 Penelitian Relevan
Nama
Judul
Amin Suroso
Pengaruh
Metode
Diskusi
Bervariasi Terhadap Prestasi
Belajar Pokok Bahasan Sistem
Persamaan Linier Dua Variabel
Ditinjau Dari Retensi Siswa
Kelas II Semester I SMP Negeri
6 Surakarta Tahun Pelajaran
2009/2010.
Amanda Gusti Maharani
Eksperimentasi
Model
Pembelajaran
Advance
Organizer
Pada
Materi
Operasi Hitung Bentuk Aljabar
Ditinjau Dari Motivasi Belajar
Siswa Kelas VII SMP Negeri 8
Surakarta
Tahun
Ajaran
2012/2013.
Uswatun Khasanah
Pengaruh
problem
based
learning terhadap retensi dan
kemampuan berpikir rasional
pada materi ekosistem siswa
kelas X MIA SMAN 8
Surakarta.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui :
(1)
apakah
pembelajaran
matematika
pada
pokok
bahasan sistem persamaan linier
dua variabel dengan metode
diskusi bervariasi lebih baik
daripada metode konvensional,
(2) manakah yang memberikan
prestasi belajar matematika
yang lebih baik, antara siswa
yang mempunyai retensi tinggi,
retensi sedang atau retensi
rendah dalam mempelajari
pokok
bahasan
sistem
persamaan linier dua variabel ,
(3) apakah terdapat interaksi
antara metode pembelajaran
dengan retensi siswa terhadap
prestasi belajar matematika
Tujuan Penelitian ini adalah
untuk mengetahui: (1) Apakah
pembelajaran matematika pada
materi operasi hitung pada
bentuk
aljabar
dengan
menggunakan
model
pembelajaran
Advance
Organizer akan menghasilkan
prestasi belajar yang lebih baik
jika dibandingkan dengan
pembelajaran
matematika
dengan menggunakan model
pembelajaran langsung, (2)
Apakah siswa dengan motivasi
belajar tinggi mempunyai
prestasi belajar matematika
yang lebih baik daripada siswa
dengan
motivasi
belajar
sedang maupun rendah, dan
apakah siswa dengan motivasi
Penelitian bertujuan untuk: (1)
mengetahui pengaruh PBL
terhadap retensi pada materi
ekosistem siswa kelas X MIA
SMAN 8;
(2) mengetahui pengaruh PBL
terhadap kemampuan berpikir
rasional pada materi ekosistem
siswa kelas X MIA SMAN 8
Surakarta.
Na’imah Ramadhani
Studi
Komparasi
Model
Pembelajaran
Advance
Organizer, Mnemonik Dan
Ekspositori Terhadap Daya
Ingat (Retensi) Peserta Didik
Mata Pelajaran Geografi Kelas
X SMA Negeri 1 Boyolali
Tahun
Ajaran
2015/2016
(Materi Pokok Teori Penciptaan
Planet Bumi)
1.Untuk mengetahui perbedaan
retensi peserta didik yang
menggunakan model Advance
Organizer, Mnemonik, dan
Ekspositori
2. Untuk mengetahui perbedaan
retensi peserta didik antara
yang menggunakan model
Mnemonik dengan Ekspositori
3. Untuk mengetahui perbedaan
retensi peserta didik antara
yang menggunakan Model
Advance Organizer dengan
Ekspositori
4. Untuk mengetahui perbedaan
retensi peserta didik antara
yang menggunakan
model
pembelajaran
Mnemonik
dengan Advance Organizer
34
Metode
Uji
Hipotesis
Hasil
siswa pada pokok bahasan belajar sedang mempunyai
sistem persamaan linier dua prestasi belajar matematika
variabel.
yang lebih baik daripada siswa
dengan motivasi belajar rendah
pada materi operasi hitung
bentuk aljabar, (3) Pada
masing-masing
tingkat
motivasi
belajar
siswa,
manakah model pembelajaran
yang menghasilkan prestasi
belajar matematika lebih baik,
model pembelajaran Advance
Organizer
atau
model
pembelajaran langsung.
Penelitian ini menggunakan Penelitian ini termasuk jenis Penelitian
merupakan
metode
penelitian penelitian eksperimental semu. penelitian eksperimen semu
eksperimental semu kuantitatif.
(quasi experiment) dengan
desain penelitian postest only
nonequivalent control group
design.
Analisis variansi dua jalan
Analisis variansi dua jalan
Menggunakan uji-t.
(1) pembelajaran matematika
dengan vi metode diskusi
bervariasi sama baiknya dengan
metode
pembelajaran
konvensional
pada
pokok
bahasan sistem persamaan linier
dua variabel, (2) prestasi belajar
matematika
siswa
dengan
(1)
Model
pembelajaran
Advance
Organizer
menghasilkan prestasi belajar
matematika yang lebih baik
daripada model pembelajaran
langsung pada materi operasi
hitung bentuk aljabar, (2)
Siswa dengan motivasi belajar
Hasil uji hipotesis dengan uji-t
untuk pengaruh PBL terhadap
retensi menunjukkan nilai
signifikasi 0,02 (sig. < 0,05)
dan nilai thitung 2,334 (thitung
> ttabel). Nilai sigifikasi
pengaruh
PBL
terhadap
kemampuan berpikir rasional
Penelitian ini menggunakan
metode penelitian eksperimen
semu
(quasi
experimental
research).
Penelitian
ini
menggunakan desain penelitian
Posttest-only
with
nonequivalent group design.
Analisis varian satu jalan
35
retensi siswa tinggi lebih baik
daripada siswa dengan retensi
rendah pada pokok bahasan
sistem persamaan linier dua
variabel , (3) tidak terdapat
interaksi
antara
metode
pembelajaran dan retensi siswa
terhadap
prestasi
belajar
matematika siswa pada pokok
bahasan sistem persamaan linier
dua variabel. Dari hasil
komparasi ganda antar kolom
diperoleh bahwa (1) siswa
dengan
retensi
tinggi
mempunyai prestasi belajar
matematika yang sama baiknya
dengan siswa dengan retensi
sedang, (2) siswa dengan retensi
tinggi mempunyai prestasi
belajar matematika yang lebih
baik dari pada siswa yang
mempunyai retensi rendah, (3)
siswa dengan retensi sedang
mempunyai prestasi belajar
matematika yang sama baiknya
dengan siswa yang mempunyai
retensi rendah.
matematika tinggi mempunyai
prestasi belajar matematika
yang lebih baik daripada siswa
dengan
motivasi
belajar
matematika sedang maupun
rendah dan siswa dengan
motivasi
belajar
sedang
mempunyai prestasi belajar
matematika yang lebih baik
daripada
siswa
dengan
motivasi belajar rendah pada
materi operasi hitung bentuk
aljabar, (3) Pada masingmasing
tingkat
motivasi
belajar
siswa,
model
pembelajaran
Advance
Organizer
menghasilkan
prestasi belajar matematika
yang lebih baik daripada
model pembelajaran langsung
pada materi operasi hitung
bentuk aljabar.
sebesar 0,01 (sig. < 0,05) dan
nilai thitung sebesar 2,616
(thitung > ttabel). Simpulan
penelitian ini adalah model
PBL berpengaruh terhadap
retensi
dan
kemampuan
berpikir rasional pada materi
ekosistem siswa kelas X MIA
SMAN 8 Surakarta.
36
C. Kerangka Berpikir
Pencapaian tujuan pendidikan bergantung pada kegiatan belajar mengajar
dikelas. Pengukuran berhasil tidaknya kegiatan belajar mengajar di kelas diukur
menggunakan suatu alat ukur yang berupa tes maupun non tes, alat ini digunakan
untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam menahan atau menyimpan
informasi yang mereka peroleh dalam proses pembelajaran di kelas.
Dalam pembelajaran Geografi di SMA Negeri 1 Boyolali terdapat
permasalahan dalam kegiatan pembelajaran antara lain rendahnya retensi peserta
didik terutama pada materi pokok penciptaan planet bumi. Permasalahan ini diduga
karena penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat dalam menyampaikan
materi kepada peserta didik.
Terkait permasalahan tersebut perlu adanya variasi
penggunaan model
pembelajaran yang mampu membuat para peserta didik lebih aktif, sehingga mereka
dapat menyerap materi yang disampaikan oleh guru dengan sebaik-baiknya.
Penerapan model Advance Organizer dan Mnemonik menekankan pada pemrosesan
informasi, sehingga diharapkan dapat membantu para peserta didik dalam menguasai
materi yang disampaikan oleh guru.
Model Advance Organizer adalah model yang dibentuk oleh David Ausubel.
Model ini dirancang untuk menyediakan struktur kognitif pada peserta didik dalam
memahami presentasi pelajaran melalui ceramah, membaca dan media lain. Model
ini telah digunakan di hampir semua pelajaran dan pada peserta didik seluruh
tingkatan umur. Dikaji. Model Advance Organizer memiliki tiga tahap kegiatan.
Tahap pertama adalah presentasi Advance Organizer, tahap kedua adalah presentasi
tugas pembelajaran atau materi pembelajaran, dan tahap ketiga adalah penguatan
pengolahan kognitif. Tahap terakhir ini menguji hubungan materi pembelajaran
dengan gagasan-gagasan yang ada untuk menghasilkan proses pembelajaran aktif
Model pembelajaran mnemonik adalah model dengan sistem menghafal
(memori) dengan teknik-teknik tertentu, yaitu kesadaran, asosiasi, sistem link,
asosiasi konyol, sistem kata-ganti, dan kata kunci. Model mnemonik dapat diterapkan
37
pada seluruh bidang kurikulum yang materinya menuntut untuk hafalan dari peserta
didik. Model mnemonik dapat diterapkan secara berkelompok atau secara individu.
Walaupun model ini dapat diterapkan dalam sesi-sesi pengajaran memori yang
dikontrol oleh guru, model tersebut memiliki aplikasi yang cukup luas setelah peserta
didik menguasainya, seperti peserta didik dapat menggunakannya secara independen
pada persoalan atau materi materi lain. Oleh karena itu, model ini seharusnya
diajarkan di sekolah sehingga ketergantungan pada guru berkurang dan peserta didik
dapat menggunakan prosedur-prosedur di saat mereka ingin menghafal sesuatu.
Dalam penelitian ini model pembelajaran yang dipakai adalah model
pembelajaran Mnemonik sebagai kelas eksperimen 1, model pembelajaran Advance
Organizer sebagai kelas eksperimen 2, serta model pembelajaran ekspositori sebagai
kelas kontrol. Dalam model pembelajaran Advance Organizer setiap peserta didik
mampu memahamkan peserta didik terhadap informasi faktual yang dihubungkan
dengan dan dijelaskan oleh gagasan-gagasan. Sedangkan pada model pembelajaran
mnemonik diharapkan dapat membantu peserta didik dalam menghafalkan materi
yang sulit untuk dihafalkan dengan berbagai teknik-teknik yang ada. Setelah setiap
kelas yang telah ditentukan diajarkan dengan model pembelajaran Advance
Organizer, Mnemonik dan Ekspositori maka dapat diperoleh hasil posttest dan retest
para peserta didik yang akan dihitung dengan uji anava satu jalan untuk
membuktikan hipotesis dalam perbandingan retensi peserta didik pada masingmasing model yang telah diberikan.
Berdasarkan pemikiran diatas dapat digambarkan alur kerangka berpikir
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
38
Rendahnya daya ingat (retensi) peserta didik Kelas X SMA Negeri 1
Boyolali Tahun Ajaran 2015/2016
Kelompok Eksperimen 2
Kelompok Kontrol
Model Pembelajaran
Mnemonik
Model Pembelajaran
Advance Organizer
Model Pembelajaran
Ekspositori
Retensi Peserta Didik
Retensi Peserta Didik
Retensi Peserta Didik
Kelompok Eksperimen 1
Perbedaan daya ingat (retensi) peserta didik yang menggunakan model pembelajaran Mnemonik,
Advance Organizer dan Ekspositori
Tujuan :
1.Untuk mengetahui perbedaan daya ingat (retensi) peserta didik yang menggunakan model
Mnemonik, Advance Organizer dan Ekspositori
2.Untuk mengetahui perbedaan daya ingat (retensi) peserta didik antara yang menggunakan
model Mnemonik dengan Ekspositori
3.Untuk mengetahui perbedaan daya ingat (retensi) peserta didik antara yang menggunakan
Model Advance Organizer dengan Ekspositori
4.Untuk mengetahui perbedaan daya ingat (retensi) peserta didik antara yang menggunakan
model pembelajaran Mnemonik dengan Advance Organizer.
Keterangan :
: Input
: Proses
Gambar 2.3 Proses Kerangka Berpikir
: Output
39
D. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan maka
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
1. Ada perbedaan daya ingat (retensi) peserta didik yang menggunakan
model Mnemonik, Advance Organizer dan Ekspositori pada materi pokok
teori penciptaan planet bumi kelas X SMA Negeri 1 Boyolali Tahun
Ajaran 2015/2016.
2. Daya ingat (retensi) peserta didik yang menggunakan model pembelajaran
Mnemonik lebih baik dari pada retensi peserta didik yang menggunakan
model pembelajaran Ekspositori pada materi pokok teori penciptaan planet
bumi kelas X SMA Negeri 1 Boyolali Tahun Ajaran 2015/2016.
3. Daya ingat (retensi) peserta didik yang menggunakan model pembelajaran
Advance Organizer lebih baik dari pada retensi peserta didik yang
menggunakan Ekspositori pada materi pokok teori penciptaan planet bumi
kelas X SMA Negeri 1 Boyolali Tahun Ajaran 2015/2016.
4. Daya Ingat (retensi) peserta didik yang menggunakan model pembelajaran
Mnemonik lebih baik dari pada retensi peserta didik yang menggunakan
model Advance Organizer
pada materi pokok teori penciptaan planet
bumi kelas X SMA Negeri 1 Boyolali Tahun Ajaran 2015/2016.
Download