1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ekstraksi gigi atau pencabutan gigi merupakan tindakan pembedahan dengan
tujuan menghilangkan gigi dari soketnya (Balaji, 2007; Gupta, 2011).
Berdasarkan data di Puskesmas daerah pelosok Indonesia, dari 2.332 orang
penerima pelayanan kesehatan gigi dan mulut, 2.226 di antaranya adalah tindakan
ekstraksi gigi (Abdurachman, 2007). Ekstraksi gigi dapat mengakibatkan
terganggunya kontinyuitas jaringan sehingga menyebabkan kerusakan jaringan
yang disebut dengan luka (Touger-Decker dkk., 2005; Adeliantini dkk., 2015).
Proses penyembuhan luka adalah proses alami dari tubuh manusia melalui
empat fase yaitu hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodelling (Gosain dan
DiPietro, 2004). Proses penyembuhan luka pasca ekstraksi gigi melibatkan proses
penyembuhan pada jaringan lunak yaitu jaringan ikat dan epitel gingiva serta pada
jaringan keras yaitu tulang alveolar (Steiner dkk., 2008). Angiogenesis pada
penyembuhan luka adalah proses pembentukan pembuluh darah baru yang
merupakan suatu proses fisiologis tubuh untuk menyediakan nutrisi, oksigen, dan
memicu pembentukan jaringan granulasi pada daerah luka (Maragoudakis, 1998;
Kohn, 1995). Pemicu angiogenesis salah satunya adalah ketersediaan faktor
pertumbuhan antara lain Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan
Fibroblast Growth Factor (FGF) yang diproduksi oleh berbagai macam sel
sebagai respon dari kekurangan nutrisi dan oksigen pada area luka termasuk sel
1
2
makrofag, endotel, otot polos, platelet, netrofil, fibroblas, dan lain-lain (Jeschke,
2012; Goldberg dan Rosen, 1997; Rucker dkk., 2006; Larjava, 2012).
Pada saat ini, berbagai macam material untuk mempercepat proses
penyembuhan luka telah banyak diteliti (Kanczler dan Oreffo, 2008). Salah satu
material yang banyak dikembangkan adalah hidroksiapatit. Hidroksiapatit
merupakan bentuk alami kalsium apatit dengan rumus Ca5(PO4)3(OH), namun
hidroksiapatit merupakan sel satuan kristal yang terdiri dari dua molekul sehingga
biasa ditulis Ca10(PO4)6(OH)2 (Zhang, 2013). Material tersebut merupakan bahan
dengan biokompatibilitas yang sangat baik karena memiliki komposisi yang mirip
dengan apatit yang ditemukan dalam tulang manusia sehingga paling banyak
digunakan sebagai implan (Anil dkk., 2015). Penggunaan hidroksiapatit sebagai
bahan implan dapat memicu regenerasi jaringan (Narang, 2000).
Hidroksiapatit mampu meningkatkan regulasi ekspresi FGF dan meningkatkan
proliferasi endotel yang dibutuhkan untuk terjadinya angiogenesis (Pezzatini,
2007). Menurut penelitian yang dilakukan Rucker dkk. (2006) hidroksiapatit juga
dapat meningkatkan proses migrasi lekosit ke daerah luka sebagai respon
inflamasi akibat adanya implan yang dinilai sebagai benda asing di dalam tubuh.
Proses migrasi tersebut menyebabkan peningkatan produksi VEGF oleh lekosit
yang dapat menginduksi angiogenesis (Rucker dkk., 2006). Proses angiogenesis
tersebut dikontrol oleh VEGF dan FGF melalui regulasi proses proliferasi,
migrasi, diferensiasi dan permeabilitas sel endotel (Goldberg dan Rosen, 1997).
Hidroksiapatit sebagai implan juga berguna menjaga konsentrasi kalsium pada
darah (Zhang, 2013). Kalsium merupakan mineral dasar yang memiliki berbagai
3
fungsi pada tubuh termasuk dalam menginduksi angiogenesis. Kalsium dapat
mempengaruhi sel endotel dalam mengaktifkan tranduksi sinyal pada tahap
migrasi, proliferasi, serta diferensiasi (Kohn dkk., 1995; Tran dkk., 2000).
Keong sawah (Pila ampullacea) merupakan hewan dengan tubuh yang lunak
dan dilindungi oleh cangkang keras yang berbentuk spiral (Khalil, 2003). Hewan
ini biasanya hidup dan berkembangbiak di air tawar seperti danau dan sawah.
Keong sawah biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat hanya bagian isinya sebagai
bahan pangan yang bernilai gizi tinggi, sedangkan cangkang yang mencakup
sekitar 83-85% dari bobot utuh keong sawah umumnya dibuang tanpa
dimanfaatkan (Khalil, 2003). Cangkang keong sawah memiliki kandungan
beberapa mineral diantaranya kalsium, fosfor, natrium, besi, kalium air, zat
tanduk, arragonit, magnesium, protein, silikat, besi, dan strontium (Florkin dan
Scheer, 1972; Winata, 2012).
Saat ini hidroksiapatit terbukti dapat disintesis dari berbagai macam bahan dan
memiliki biokompatibilitas yang baik (Kanczler dan Oreffo, 2008). Hidroksiapatit
merupakan salah satu material biokeramik yang dapat dibuat dari bahan alami,
salah satunya adalah cangkang keong sawah karena mengandung sumber kalsium
yang tinggi mencapai 52% (Winata, 2012). Hidroksiapatit cangkang keong sawah
diharapkan dapat mempercepat angiogenesis pada proses penyembuhan luka
pasca ekstraksi gigi.
4
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang timbul suatu permasalahan: Bagaimana pengaruh
hidroksiapatit cangkang keong sawah terhadap angiogenesis pada proses
penyembuhan pasca ekstraksi gigi marmut (Cavia Cobaya) ?
C. Keaslian Penelitian
Penelitian terdahulu oleh Winata (2012) menunjukkan bahwa hidroksiapatit
yang baik dapat disintesis dari cangkang keong sawah yang disintering dengan
suhu 900oC. Penelitian tentang angiogenesis pada luka yang diimplantasikan
hidroksiapatit pernah dilakukan oleh Pezzatini (2007) dan disimpulkan bahwa
hidroksiapatit yang dibuat dengan bentuk nanokristalin dapat menginduksi
angiogenesis melalui peningkatan proliferasi endotel dan ekspresi FGF. Penelitian
mengenai pengaruh implantasi hidroksiapatit berbasis cangkang keong sawah
terhadap angiogenesis pasca ekstraksi gigi pada marmut belum pernah dilakukan.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh hidroksiapatit cangkang
keong sawah terhadap angiogenesis pada proses penyembuhan luka pasca
ekstraksi gigi marmut.
E. Manfaat Penelitian
1. Meningkatkan nilai guna cangkang keong sawah yang biasanya hanya dibuang
sebagai bahan dasar sintesis hidroksiapatit.
2. Mensintesis hidroksiapatit dengan bahan dasar yang mudah diperoleh dan lebih
ekonomis di Indonesia.
Download