PENDAHULUAN Latar Belakang Dewasa ini telah terjadi perubahan gaya hidup pada masyarakat. Salah satu diantaranya adalah pergeseran pola makan. Ada kecenderungan masyarakat untuk mengkonsumsi makanan cepat saji atau fast food. Komposisi makanan cepat saji tersebut pada umumnya banyak mengandung karbohidrat dan lemak. Hasil studi yang dilakukan oleh Nuryati (2009) menunjukkan bahwa pria dengan umur > 45 tahun berisiko 12,7 kali lebih tinggi terkena diabetes melitus (status gizi obes) dibanding umur < 45 tahun, sedangkan wanita dengan umur > 45 tahun berisiko 13,0 kali lebih tinggi terkena diabetes melitus (status gizi obes) dibanding umur < 45 tahun. Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan mutu sumber daya manusia. Sejalan dengan perubahan gaya hidup, penderita DM di Indonesia diperkirakan semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa ke atas pada seluruh status sosial ekonomi (Dirjen Bina Kesmas Depkes RI 2003). Tidak seperti penyakit lain yang biasanya menunjukkan gejala penyakit yang khas dan mudah dikenali, penyakit ini agak berbeda. Lebih dari 50% penderita tidak menyadari sudah mengidap penyakit DM. Bila tidak ditangani lebih dini dan tidak dilakukan pengobatan, maka timbul berbagai macam komplikasi kronis yang sering berakibat fatal seperti penyakit jantung, ginjal, kebutaan, impotensia dan koma diabetik yang dapat menyebabkan kematian. Menurut data National Diabetes Information Clearinghouse (2005), angka kejadian DM di Amerika Serikat mencapai 20,8 juta jiwa atau sekitar 7 persen dari seluruh populasi dan yang terdiagnosa sebanyak 14,6 juta jiwa. Menurut survei yang dilakukan oleh WHO, Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk indonesia pada tahun 1995 yaitu 4,5 juta pengidap DM, maka pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita. Berdasarkan data Depkes (2005), jumlah pasien DM rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin. Mengingat besarnya masalah ini, telah dibentuk 2 direktorat baru di Departemen Kesehatan untuk menangani penyakit tidak menular. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional 2007, memperlihatkan bahwa proporsi penyakit tidak menular mengalami peningkatan cukup tinggi dari 42 persen menjadi 60 persen. Proporsi penyebab kematian pada kelompok umur 45 – 54 tahun menurut tipe daerah, DM menempati posisi kedua untuk wilayah perkotaan yaitu sebesar 14,7%, sedangkan untuk wilayah pedesaan menempati posisi kelima yaitu sebesar 5,8%. DM yang tidak dikelola dengan baik dapat mengakibatkan berbagai penyakit menahun. Langkah pertama yang harus dilakukan dalam pengelolaan DM dapat dengan perencanaan diet dan kegiatan jasmani (Ristanti 2009). Bahan alami yang telah banyak diteliti untuk mengendalikan DM adalah daun teh. Teh merupakan salah satu minuman yang terpopuler di dunia karena selain nikmat juga memberikan manfaat bagi kesehatan. Kandungan polifenol dalam teh hijau mampu menangkal radikal bebas dalam tubuh. Menurut Song et al. (2003) polifenol terutama epigalokatekin galat (EGCG) dapat melindungi kerusakan sel pankreas dari pengaruh oksidasi. Kobayashi et al. (2000) dan Maeda et al. (2005) melakukan penelitian dengan pemberian teh hijau secara oral, menemukan bahwa pemberian teh hijau dapat menekan kadar gula darah. EGCG pada teh hijau bekerja dengan cara menghambat transport sodium glukosa pada mukosa. Berdasarkan penelitian Damayanthi et al. (2008) pemberian teh hijau menunjukkan secara ilmiah adanya indikasi bahwa secara in vivo mampu mengendalikan kadar glukosa darah pada tikus DM, namun hasil penelitian tersebut sangat terbatas, karena hanya dilakukan pada teh hijau. Penelitian terbaru oleh Cameron et al. (2008) tentang manfaat teh hitam untuk mengendalikan DM, menunjukkan bahwa theaflavin dan thearubigin dari teh hitam dapat meniru kerja insulin dalam mengendalikan DM. Terdapat tiga jenis theaflavin yang diidentifikasi meniru kerja insulin tersebut yaitu theaflavin 3-o-galat, theaflavin 3' -o-galat, theaflavin 3,3' di-o-galat. Penelitian dengan menggunakan tikus diabetes yang diinduksi dengan streptozotocin (STZ) diindikasi bahwa theaflavin dapat mencegah kehilangan limposit dari toksisitas STZ (Gomes et al. 1995). Penelitian lain yang dilakukan 3 oleh Anderson & Polansky (2002), theaflavin dapat meningkatkan aktivitas insulin secara in vitro pada percobaan sel lemak epididymal. Meskipun mekanisme antihiperglikemik dari theaflavin belum jelas, aktivitas antihipeglikemik dari theflavin tidak diragukan (Wang & Li 2006). Menurut Bambang (2006) teh hijau Indonesia merupakan produk yang unik karena diolah dari pucuk teh Camelia. sinensis var. assamica. Dibandingkan dengan teh hijau Cina, teh hijau Indonesia berbeda bahan bakunya (C. sinensis var. sinensis). Karena perbedaan bahan baku ini, maka secara khusus teh hijau Indonesia diduga lebih potensial menjadi minuman fungsional. Teh hijau Indonesia yang terbuat dar C. sinensis var. assamica memiliki kandungan katekin yang lebih tinggi yaitu 11,60% daripada sencha (teh hijau Jepang) yang hanya 5,06%. Bahan alami lainnya yang dikembangkan sebagai minuman fungsional yang mempunyai khasiat antihiperglikemik adalah daun murbei. Daun murbei telah diketahui merupakan ramuan kuno obat tradisional Cina untuk mengobati pengidap penyakit DM. Menurut Asano et al. (2001) penelitian pada daun murbei (Morus alba) telah berhasil mengisolasi sekitar limabelas polyhydroxylated alkaloids, salah satunya yaitu 1-Deoxynojirimycin (DNJ) yang mempunyai potensi berfungsi menghambat -glucosidase. Alpha-glucosidase merupakan enzim yang mengkatalisis hidrolisis ikatan pada maltose untuk menghasilkan dua molekul. Penelitian yang dilakukan oleh Damayanthi, et al. (2008) pemberian teh daun murbei dan campuran teh hijau dan teh daun murbei menunjukkan bahwa pada hari keempat pengamatan terjadi penurunan kadar glukosa pada tikus DM. Hasil penelitian Ama (2009) menunjukkan bahawa ekstrak daun murbei dapat menurunkan kadar glukosa darah dan berpengaruh nyata (p<0,05) dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus yang diinduksi dengan aloksan. Berdasarkan informasi di atas, walaupun telah banyak penelitian tentang teh hijau dan teh hitam dalam pengendalian diabetes, tetapi penelitian tersebut menggunakan teh dengan varietas yang berbeda dengan yang digunakan di Indonesia, sedangkan penelitian menggunakan varietas yang dikembangkan di Indonesia masih terbatas. Oleh karena itu, sebagai lanjutan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Damayanthi et al. (2008), maka penelitian ini diuji cobakan 4 seduhan teh hitam, teh hijau, teh daun murbei dan campuran teh hitam + TDM serta campuran teh hijau + TDM. Tujuan Tujuan Umum Secara umum tujuan penelitian ini untuk melihat efektifitas teh hitam, teh hijau, teh daun murbei dan campurannya dalam pengendalian kadar glukosa darah dalam rangka pencegahan penyakit DM. Tujuan Khusus 1. Menganalisis kandungan fitokimia (theaflavin, thearubigin dan EGCG) dari teh hitam dan teh hijau 2. Menganalisis kandungan air, protein, lemak dan karbohidrat dari teh hitam, teh hijau dan teh daun murbei. 3. Menganalisis perubahan kadar glukosa darah melalui uji toleransi glukosa selama pengamatan 150 menit. 4. Membandingkan pengaruh pemberian seduhan dari teh hitam, teh hijau, teh daun murbei dan campurannya terhadap kadar glukosa darah tikus diabetes selama 16 hari pengamatan. 5. Menganalisis perubahan hemoglobin glikosilat darah tikus yang diinduksi dengan aloksan kemudian diberi seduhan dari teh hitam, teh hijau, teh daun murbei dan campurannya. 6. Menganalisis kadar insulin pada serum darah tikus yang diinduksi dengan aloksan kemudian diberi seduhan dari teh hitam, teh hijau, teh daun murbei dan campurannya. 5 Manfaat 1. Memperoleh perbandingan mengenai efektivitas dari teh hitam, teh hijau, teh daun murbei dan campurannya dalam mengendalikan kadar glukosa darah sebagai dasar penerapannya pada penderita diabetes. 2. Memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh dari pemberian seduhan dari teh hitam, teh hijau, teh daun murbei dan campurannya terhadap perubahan hemoglobin glikosilat, toleransi glukosa dan kadar insulin darah. Hipotesis 1. Pemberian seduhan teh hitam, teh hijau, teh daun murbei dan campurannya memberikan pengaruh dalam penurunan kadar glukosa darah. 2. Pemberian seduhan dari teh hitam, teh hijau, teh daun murbei dan campurannya memberikan pengaruh pada kadar hemoglobin glikosilat dan kadar insulin pada tikus yang telah diinduksi dengan aloksan.