8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.1 Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut T. Hani Handoko (2008:4), “Manajemen Sumber Daya
Manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan
penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan
individu maupun organisasi”.
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2005:10), “Manajemen Sumber
Daya Manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan
tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan
perusahaan, karyawan, dan masyarakat”.
Menurut Mutiara S. Panggabean (2004:15), “Manajemen Sumber
Daya Manusia adalah suatu proses yang terdiri atas perencanaan,
pengorganisasian, pemimpinan dan pengendalian kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan analisis pekerjaan, evaluasi pekerjaan, pengadaan,
pengembangan, kompensasi, promosi, dan pemutusan hubungan kerja
guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan menurut Gary Dessler (2004:2), “Manajemen Sumber
Daya Manusia adalah kebijakan dan praktik yang dibutuhkan seseorang
untuk menjalankan aspek “manusia” atau sumber daya manusia dari posisi
seorang manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi
penghargaan, dan kinerja”.
8
9
2.1.2 Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia menurut Malayu
S.P. Hasibuan (2005:21), antara lain:
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan (human resources planning) adalah merencanakan tenaga
kerja secara efektif serta efisien agar sesuai dengan kebutuhan
perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan
dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian. Program
kepegawaian meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian,
pengadaan,
pengembangan,
kompensasi,
pengintegrasian,
pemeliharaan, kedisiplinan dan pemberhentian karyawan. Program
kepegawaian yang baik akan membantu tercapainya tujuan perusahaan,
karyawan dan masyarakat.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan
menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang,
integrasi dan koordinasi dalam bagan organisasi (organization chart).
Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan
organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif.
3. Pengarahan (Directing)
Adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja sama
dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujaun
perusahaan, karyawan dan masyarakat. Pengarahan dilakukan pimpinan
10
dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan semua tugasnya
dengan baik.
4. Pengendalian (Controlling)
Adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar mentaati
peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana.
Apabila terdapat penyimpangan atau kesalahan, diadakan tindakan
perbaikan dan penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan
meliputi kehadiran, kedisiplinan, perilaku, kerja sama, pelaksanaan
pekerjaan, dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan.
5. Pengadaan (Procurement)
Adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi
untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan
perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan.
6. Pengembangan (Development)
Adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoretis, konseptual,
dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan
pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan
masa kini maupun masa depan.
7. Kompensasi (Compensation)
Adalah pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung
(indirect), uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa
yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan
layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, layak diartikan
11
dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada batas
upah minimum pemerintah dan berdasarkan internal dan eksternal
konsistensi.
8. Pengintegrasian (Integration)
Adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan
kebutuhan karyawan, agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling
menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba, karyawan dapat
memnuhi kebutuhan dari hasil pekerjaannya.
9. Pemeliharaan (Maintenance)
Adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik,
mental dan loyalitas agar mereka tetap mau bekerja sama sampai
pensiun.
Pemeliharaan
yang
baik
dilakukan
dengan
program
kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagian besar karyawan
serta berpedoman kepada internal dan eksternal perusahaan.
10. Kedisiplinan (Dicipline)
Merupakan fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia yang terpenting
dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa disiplin yang baik sulit
terwujud tujuan yang maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan dan
kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan normanorma sosial.
11. Pemberhentian (Separation)
Adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan.
Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan
perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun, dan sebab-sebab lainnya.
12
2.1.3 Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia
Manjemen Sumber Daya Manusia mengatur dan menetapkan
program kepegawaian yang mencakup masalah-masalah, menurut Malayu
S.P Hasibuan (2005:14) peranan dari manajemen sumber daya manusia
antara lain :
a. Menetapkan jumlah, kualitas, dan penempatan tenaga kerja yang efekitf
sesuai dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan job description, job
specification, job requirement, dan job evaluation.
b. Menetapkan penarikan, seleksi, dan penempatan karyawan berdasarkan
asas the right man in the right place and the right man in the right job.
c. Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi dan
pemberhentian.
d. Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada
masa yang akan datang.
e. Memperkirakan
keadaan
perekonomian
pada
umumnya
dan
perburuhan
dan
perkembangan perusahaan pada khususnya.
f. Memonitor
dengan
cermat
undang-undang
kebijaksaaan pemberian balas jasa perusahaan-perusahaan sejenis.
g. Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh.
h. Melaksanakan pendidikan, latihan, dan kinerja prestasi karyawan.
i. Mengatur mutasi karyawan baik vertikal maupun horizontal.
j. Mengatur pensiun, pemberhentian dan, pesangonnya.
13
Peranan
Manajemen
Sumber
Daya
Manusia
diakui
sangat
menentukan bagi terwujudnya tujuan, tetapi untuk memimpin unsur
manusia ini sangat sulit dan rumit. Tenaga kerja manusia selain mampu,
cakap dan terampil, juga tidak kalah pentingnya kemauan dan
kesungguhan mereka untuk bekerja efektif dan efisien. Kemampuan dan
kecakapan kurang berarti jika tidak diikuti moral kerja dan kedisiplinan
karyawan dalam mewujudkan tujuan.
2.2
Motivasi
2.2.1 Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti dorongan
atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya
ditujukan kepada sumber daya manusia umumnya dan bawahan
khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan
daya dan potensi bawahan agar mau bekerja sama secara produktif berhasil
mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan, Hasibuan
(2005:25).
Abraham
mengemukakan
Sperling
bahwa
motivasi
dalam
itu
Mangkunegara
didefinisikan
(2005:70)
sebagai
suatu
kecendrungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam diri (drive)
dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Sedangkan Mangkunegara (2005:70)
mengatakan bahwa motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam
menghadapi
situasi
kerja.
Motivasi
merupakan
kondisi
yang
menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan
organisasi.
14
Gibson (2001:125) menyatakan bahwa: “Motivasi sebagai suatu
dorongan yang timbul pada atau di dalam seorang individu yang
menggerakkan dan mengarahkan perilaku”. Oleh karena itu, motivasi
dapat berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang
melakukan suatu perbuatan/kegiatan yang berlangsung secara wajar.
Menurut Nawawi (2001:130) bahwa kata motivasi (motivation) kata
dasarnya adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan
seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu
kondisi yang mendorong atau menjadikan sebab seseorang melakukan
suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara sadar. Sedangkan
menurut Sedarmayanti (2003:86), motivasi dapat diartikan sebagai daya
pendorong (driving force) yang menyebabkan orang berbuat sesuatu atau
diperbuat karena takut akan sesuatu. Misalnya ingin naik pangkat atau naik
gaji, maka perbuatannya akan menunjang pencapaian keinginan tersebut.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
tidak ada motivasi jika tidak dirasakan adanya kebutuhan dan kepuasan
serta
keseimbangan.
Rangsangan
terhadap
hal
termaksud
akan
menumbuhkan tingkat motivasi, dan motivasi yang telah tumbuh akan
merupakan dorongan untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan. Motif
merupakan suatu dorongan kebutuhan dari dalam diri petugas yang perlu
dipenuhi agar petugas tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan
petugas agar mampu mencapai tujuan dari motifnya.
15
2.2.2 Teori-Teori Motivasi
Teori motivasi merupakan teori-teori yang membicarakan bagaimana
motivasi manusia di dalam melaksanakan pekerjaan dan mencapi tujuan,
yang dipengaruhi oleh berbagai faktor pembentuk terciptanya motivasi.
Ada beberapa teori motivasi yang dikembangkan oleh pakar ilmu perilaku
administrasi yang menurut Gibson dkk (2001:126) secara umum mengacu
pada dua kategori :
1. Teori kepuasan (content Theory), yang memusatkan perhatian kepada
faktor dalam diri orang yang menguatkan (energize), mengarahkan
(direct), mendukung (sustain) dan menghentikan(stop) perilaku
petugas.
2. Teori proses (process theory) menguraikan dan menganalisa bagaimana
perilaku
itu dikuatkan, diarahkan, didukung dan dihentikan. Lebih
lanjut Gibson
(2001:127) mengelompokkan teori motivasi sebagai
berikut :
a. Teori kepuasan terdiri :
1) Teori Hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow
2) Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg
3) Teori ERG (Existence, Relatednes, Growth) dari Alderfer
4) Teori prestasi dari McClelland
b. Teori Proses terdiri dari :
1) Teori harapan
2) Teori pembentukan perilaku
3) Teori keadilan
16
Lebih jelas berikut ini dipaparkan teori tentang motivasi yang
dikemukakan diatas sebagai berikut :
1. Teori Hirarki Kebutuhan dari Abraham Maslow
Hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas manusia
bekerja adalah disebabkan adanya kebutuhan yang relatif tidak
terpenuhi yang disebabkan adanya faktor keterbatasan manusia itu
sendiri, untuk memenuhi kebutuhannya itu manusia bekerja sama
dengan orang lain dengan memasuki suatu organisasi. Hal ini yang
menjadi dasar bagi Maslow dengan mengemukakan teori hirarki
kebutuhan sebagai salah satu sebab timbulnya motivasi pegawai.
Maslow mengemukan bahwa manusia termotivasi untuk memenuhi
kebutuhan yang ada didalam hidupnya, diantaranya a).Kebutuhan
fisiologi yaitu, pakaian, perumahan, makanan, seks (disebut kebutuhan
paling dasar) b).Kebutuhan keamanan, keselamatan, perlindungan,
jaminan pensiun, asuransi kecelakaan, dan asuransi kesehatan.
c).Kebutuhan sosial, kasih sayang, rasa memiliki, diterima dengan baik,
persahabatan. d).Kebutuhan penghargaan, status, titel, simbol-simbol,
promosi. e). Kebutuhan aktualisasi diri, menggunakan kemampuan,
skill, dan potensi.
Pada dasarnya manusia tidak pernah puas pada tingkat
kebutuhan manapun, tetapi untuk memunculkan kebutuhan yang lebih
tinggi perlu memenuhi tingkat kebutuhan yang lebih rendah terlebih
dahulu. Dalam usaha untuk memenuhi segala kebutuhannya tersebut
17
seseorang akan berperilaku yang dipengaruhi atau ditentukan oleh
pemenuhan kebutuhannya (Mangkunegara, 2005:73).
2. Teori Dua Faktor dari Herzberg
Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg yang
merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut
Maslow. Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi
pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama, teori ini
lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya
mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan.
Kedua, kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan
pekerjaan Leidecker and Hall dalam Timpe, (2002:90).
Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik
Amerika Serikat dari berbagai industri, Herzberg mengembangkan teori
motivasi dua faktor. Menurut teori ini ada dua faktor yang
mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor pemuas
(motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier atau instrinsic
motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier
atau ekstrinsic motivation. Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor
yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik yaitu daya
dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor
ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang,
terutama dari organisasi tempatnya bekerja.
18
Jadi petugas yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi
pekerjaan yang memungkinkannya menggunakan kreaktivitas dan
inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu
diawasi dengan ketat. Kepuasan disini tidak terutama dikaitkan dengan
perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih
terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa
yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan
kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (Siagian,
2003:83).
Menurut Herzberg faktor ekstrinsik tidak akan mendorong minat
para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini
dianggap tidak memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak
memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat
menjadi sumber ketidakpuasan potensial. Sedangkan faktor intrinsik
merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja
yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi
(faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi
dari pada pemuasan kebutuhan lebih rendah, Leidecker dan Hall dalam
Timpe (2002:91).
Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan
sebagai faktor motivasi dan ini mendapat kritikan dari para ahli.
Pekerjaan kerah biru sering kali dilakukan oleh mereka bukan karena
faktor intrinsik yang mereka peroleh dari pekerjaan itu, tetapi karena
19
pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka. Penelitian oleh
Schwab, De Vitt dan Cuming tahun telah membuktikan bahwa faktor
ekstrinsik pun dapat berpengaruh dalam memotivasi performa tinggi,
Grensing dalam Timpe (2002:92).
3. Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Alderfer
Menurut teori ERG dari Clayton Alderfer ini ada 3(tiga)
kebutuhan pokok manusia yaitu :a).Existence (eksistensi) ; Kebutuhan
akan pemberian persyaratan keberadaan materiil dasar kita (kebutuhan
psikologis dan keamanan). b).Relatednes (keterhubungan) ; Hasrat yang
kita miliki untuk memelihara hubungan antar pribadi (kebutuhan sosial
dan penghargaan). c).Growth (pertumbuhan) ; Hasrat kebutuhan instrik
untuk perkembangan pribadi (kebutuhan aktualisasi diri).
4. Teori Kebutuhan dari McClelland
Teori
kebutuhan
McClelland
dikemukakan
oleh
David
McClelland. Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan. Hal-hal yang
memotivasi seseorang menurut Mc.Clelland dalam Hasibuan (2005:29)
adalah : a).kebutuhan akan prestasi (need for achievement = n Ach). b).
kebutuhan akan kekuasaan (need for power = n Pow). c). kebutuhan
akan afiliasi (need for affiliation = n Af). a).Kebutuhan akan Prestasi (n
Ach). Kebutuhan akan Prestasi (n Ach) merupakan daya penggerak yang
memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena n Ach akan
mendorong
seseorang
untuk
mengembangkan
kreativitas
dan
mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya guna
20
mencapai prestasi kerja yang maksimal. Seseorang menyadari bahwa
hanya dengan mencapai prestasi kerja yang tinggi akan memperoleh
pendapatan yang besar yang akhirnya bisa memenuhi kebutuhankebutuhannya. b).Kebutuhan akan Kekuasaan (n Pow). Kebutuhan akan
Kekuasaan (n Pow) merupakan daya penggerak yang memotivasi
semangat kerja seseorang. n Pow akan merangsang dan memotivasi
gairah kerja seseorang serta mengerahkan semua kemampuannya demi
mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Seseorang dengan n
Pow tinggi akan bersemangat bekerja apabila bisa mengendalikan
orang yang ada disekitarnya. c).Kebutuhan akan Afiliasi (n Af).
Kebutuhan akan Afiliasi (n Af) menjadi daya penggerak yang
memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena n Af ini akan
merangsang gairah bekerja seseorang yang menginginkan kebutuhan
akan perasaan diterima oleh orang lain, perasaan dihormati, perasaan
maju dan tidak gagal, dan perasaan ikut serta.
5. Teori Harapan (Expectancy Theory)
Pencetus pertama dari teori dari harapan ini adalah Victor H.
Vroom dan merupakan teori motivasi kerja yang relatif baru. Teori ini
berpendapat bahwa orang-orang atau petugas akan termotivasi untuk
bekerja atau melakukan hal-hal tertentu jika mereka yakin bahwa dari
prestasinya itu mereka akan mendapatkan imbalan besar. Seseorang
mungkin melihat jika bekerja dengan giat kemungkinan adanya suatu
21
imbalan, misalnya kenaikan gaji, kenaikan pangkat dan inilah yang
menjadi perangsang seseorang dalam bekerja giat.
6. Teori Pembentukan Perilaku (Operant Conditioning)
Teori ini berasumsi bahwa prilaku pegawai dapat dibentuk dan
diarahkan kearah aktivitas pencapaian tujuan. Teori pembentukan
perilaku sering disebut dengan istilah-istilah lain seperti: behavioral
modification, positive reinforcement dan skinerian conditioning.
Pendekatan pembentukan perilaku ini didasarkan atas hukum
pengaruh (law of effect) yaitu perilaku yang diikuti konsekuensi
pemuasan sering diulang sedangkan perilaku konsekuensi hukuman
tidak diulang. Perlaku pegawai dimasa yang akan datang dapat
diperkirakan dan dipelajari, berdasarkan pengalaman dimasa lalu.
Menurut
teori
pembetukan
perilaku,
perilaku
pegawai
dipengaruhi kejadian-kejadian atau situasi masa lalu. Apabila
konsekuensi perilaku tersebut positif, maka pegawai akan memberikan
tanggapan yang sama terhadap situasi lama, tetapi apabila konsekuensi
itu tidak menyenangkan, maka pegawai cendrung mengubah perilakuya
untuk menghindar dari konsekuensi tersebut.
7. Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori motivasi ini didasarkan pada asumsi bahwa pegawai akan
termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, apabila ia
diperlakukan secara adil dalam pekerjaannya. “Keadilan adalah suatu
keadilan yang muncul dalam pikiran seseorang jika ia merasa bahwa
22
rasio antara usaha dan imbalan adalah seimbang dengan rasio seseorang
yang dibandingkan” (Davis, 2004:136).
Ketidakadilan akan ditanggapi dengan bermacam-macam
perilaku yang menyimpang dari aktivitas pencapaian tujuan seperti
menurunkan prestasi, mogok, malas dan sebagainya. Inti dari teori ini
adalah pegawai membandingkan usaha mereka terhadap imbalan yang
diterima pegawai lainnya dalam situasi kerja yang relatif sama. Selain
itu juga membandingkan imbalan dengan pengorbanan yang diberikan.
Apabila mereka telah mendapatkan keadilan dalam bekerja, maka
mereka termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya.
Berdasarkan pembahasan tentang berbagai teori motivasi dan
kebutuhan-kebutuhan yang mendorong manusia melakukan tingkah
laku dan pekerjaan, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi petugas
pemasyarakatan adalah keseluruhan daya penggerak atau tenaga
pendorong baik yang berasal dari dalam maupun dari luar diri yang
menimbulkan adanya keinginan untuk melakukan suatu kegiatan atau
aktivitas dalam menjalankan tugas sebagai petugas pemasyarakatan
untuk mencapai tujuan.
Untuk memahami motivasi petugas pemasyarakatan dalam
penelitian ini digunakan teori motivasi dua arah yang dikemukakan
Herzberg.
Adapun
pertimbangan
peneliti
karena
teori
yang
dikembangkan Herzberg berlaku mikro yaitu untuk karyawan atau
23
pegawai pemerintahan yang hubungannya antara kebutuhan dengan
performa pekerjaan.
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Faktor motivasi dibedakan menjadi dua, yang pertama dinamakan
situasi motivasi yang “subjective” atau faktor intrinsik dan yang kedua
adalah faktor “objective” atau faktor ekstrinsik.
Faktor-faktor intrinsik adalah faktor-faktor yang timbul dari individu
petugas dengan pekerjaanya yang sering disebut pula sebagai “Job content
factor”
Faktor
tersebut
diantaranya
meliputi
keberhasilan
dalam
melaksanakan tugas, memperoleh pengakuan atas prestasinya, memperoleh
tanggung jawab yang lebih besar dan memperoleh kemajuan kedudukan
melalui promosi jabatan. Sejauh mana semuanya itu dapat terpenuhi secara
positif bagi petugas, maka sejauh itu pula dorongan/daya motivasinya
untuk bekerja bagi tercapainya tujuan organisasi.
Penting diketahui bahwa manusia termotivasi untuk bekerja dengan
bergairah ataupun bersemangat tinggi, apabila ia memiliki keyakinan akan
terpenuhinya harapan-harapan yang didambakan serta tingkat manfaat yang
akan diperolehnya. Itu berarti bahwa semakin tinggi terpenuhinya akan
harapan-harapan dan hasil kongkrit yang akan diperolehnya, maka
semakin tinggi pula motivasi positif yang akan ditunjukkan olehnya
(Gibson, 2001:131).
24
Motivasi yang timbul karena adanya usaha-usaha yang secara sadar
dari manusia dan dilakukan untuk menimbulkan daya/kekuatan/dorongan
untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu (perilaku) bagi tercapainya
tujuan organisasi ditempat bekerja. Faktor-faktor tersebut meliputi upah
atau gaji yang meningkat, adanya atasan atau pimpinan yang bijak,
hubungan rekan sekerja yang baik, kebijaksanaan organisasi/instansi yang
tepat, lingkungan kerja fisik yang baik dan terjaminnya keselamatan kerja,
Gibson (2001:131).
Faktor-faktor motivasi yang digunakan dalam penelitian ini dikutip
dari teori motivasi dua faktor Herzberg. Adapun yang merupakan faktorfaktor motivasi menurut Herzberg dalam Hasibuan (2005:33) yang disebut
faktor intrinsik meliputi :
1. Tanggung jawab (responsibility). Setiap orang ingin diikutsertakan dan
ingin diakui sebagai orang yang berpotensi, dan pengakuan ini akan
menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang
lebih besar.
2. Prestasi yang diraih (achievement). Setiap orang menginginkan
keberhasilan dalam setiap kegiatan. Pencapaian prestasi dalam
melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan
untuk melakukan tugas-tugas berikutnya.
3. Pengakuan orang lain (recognition). Pengakuan terhadap prestasi
merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan bisa melebihi
kepuasan yang bersumber dari kompensasi..
25
4. Pekerjaan itu sendiri (the work it self). Pekerjaan itu sendiri merupakan
faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma tinggi. Pekerjaan atau
tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu, tugas itu
cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai,
merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan
bagi motivasi untuk berforma tinggi.
5. Kemungkinan Pengembangan (the possibility of growth). Karyawan
hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya
misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan
jenjang pendidikannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada
karyawan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan rencana
karirnya yang akan mendorongnya lebih giat dalam bekerja.
6. Kemajuan
(advancement).
Peluang
untuk
maju
merupakan
pengembangan potensi diri seorang pagawai dalam melakukan
pekerjaan, karena setiap pegawai menginginkan adanya promosi
kejenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan
pengalaman dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri
akan menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih
baik.
Sedangkan yang berhubungan dengan faktor ketidak puasan dalam
bekerja menurut Herzberg dalam Luthans (2003:79) dihubungkan oleh
faktor ekstrinsik antara lain:
26
1. Gaji. Menurut Robert W Braid dalam Timpe (2002:96) tidak ada satu
organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada tenaga
kerjanya atau meningkatkan produktivitas, jika tidak memiliki sistem
kompensasi yang realitis dan gaji bila digunakan dengan benar akan
memotivasi pegawai.
2. Keamanan dan keselamatan kerja. Kebutuhan akan keamanan dapat
diperoleh melalui kelangsungan kerja Maslow..
3. Kondisi kerja. Dengan kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang
serta didukung oleh peralatan yang memadai, karyawan akan merasa
betah dan produktif dalam bekerja sehari-hari.
4. Hubungan kerja. Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik,
haruslah didukung oleh suasana atau hubungan kerja yang harmonis
antara sesama pegawai maupun atasan dan bawahan.
5. Prosedur perusahaan. Keadilan dan kebijakasanaan dalam mengahadapi
pekerja, serta pemberian evaluasi dan informasi secara tepat kepada
pekerja juga merupakan pengaruh terhadap motivasi pekerja.
6. Status adalah posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang
diberikan kepada kelompok atau anggota kelompok dari orang lain
Status pekerja mempengaruhi motivasinya dalam bekerja. Status
pekerja yang diperoleh dari pekerjaannya antara lain ditunjukkan oleh
klasifikasi jabatan, hak-hak istimewa yang diberikan serta peralatan dan
lokasi kerja yang dapat menunjukkan statusnya.
27
2.2.4 Manfaat Motivasi
Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja,
sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu manfaat yang
diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah
pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan
sesuai standar yang ditetapkan dan dalam skala waktu yang sudah
ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya.
Sesuatu
yang
dikerjakan
dengan
adanya
motivasi
yang
mendorongnya akan membuat orang senang melakukannya. Orang pun
akan merasa dihargai atau diakui, hal ini terjadi karena pekerjaannya itu
betul-betul berharga bagi orang yang termotivasi, sehingga orang tersebut
akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena dorongan yang begitu tinggi
menghasilkan sesuai target yang mereka tetapkan. Kinerjanya akan
dipantau oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan membutuhkan
terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi (Arep dan
Tanjung: 2003).
2.2.5 Unsur-unsur Motivasi
Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2000:144), motivasi terdiri dari tiga
unsur yang saling mempengaruhi dan saling tergantung, yaitu:
1. Kebutuhan adalah kekurangan dalam arti homostatis kebutuhan timbul
apabila ada suatu ketidak seimbangan fisiologis.
2. Perangsang merupakan suatu kekurangan akan suatu pengarahan.
Perangsang diorientasikan pada tindakan yang memberikan suatu daya
28
pendorong kekuatan kearah pencapaian tujuan. Perangsang merupakan
inti dari motivasi.
3. Tujuan merupakan suatu yang akan peringankan suatu tujuan dan
mengurangi suatu perangsang.
2.3
Kepuasan Kerja
2.3.1 Pengertian dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Organisasi merupakan wadah tempat berkumpulnya orang-orang
yang melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan.
Tujuan tersebut dapat berupa tujuan pribadi anggota organisasi dan tujuan
global organisasi.
Melalui pendapat-pendapat para ahli dapat dipahami bahwa aktivitas
manusia dalam mencapai tujuan dilatarbelakangi oleh perilaku individu,
perilaku kelompok, dan perilaku organisasi. Ketiga perilaku tersebut
berdampak pada tinggi rendahnya kinerja karyawan, tingkat kemangkiran,
perputaran karyawan (turnover) dan kepuasan kerja. Pemahaman kepuasan
kerja (job satisfaction) dapat dilihat dengan mengenal istilah dan
pengertian kepuasan kerja tersebut. Beberapa referensi berikut ini dapat
memberikan kejelasan makna kepuasan kerja. Handoko (2000:70)
menyatakan:
“Kepuasan
kerja
adalah
keadaan
emosional
yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan
memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan
seseorang terhadap pekerjaannya.
29
Davis dalam Mangkunegara (2005:95) mengatakan: “Kepuasan kerja
adalah perasaan menyokong atau tidak menyokong yang dialami karyawan
dalam bekerja.” Sedangkan menurut Hasibuan (2005:50): “Kepuasan kerja
adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya.
Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan kinerja.”.
Dari beberapa defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan
kerja merupakan rasa menyenangkan dan tidak menyenangkan yang
dirasakan oleh karyawan, secara langsung berpengaruh pada emosional
dan tingkah laku dalam bekerja berupa kinerja, disiplin dan moral kerja.
Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang
dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja,
penempatan, perlakuan, peralatan dan suasana lingkungan kerja yang baik.
Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan ini
akan lebih mengutamakan pekerjaanya dari balas jasa, walaupun balas jasa
itu penting. Adanya kepuasan kerja tentunya mempengaruhi beberapa
aspek yang melingkupi pada karyawan itu sendiri.
Kepuasan kerja karyawan terbentuk karena adanya faktor-faktor
yang melatarbelakanginya. Seperti kajian teori-teori kepuasan kerja
sebelumnya, kepuasan kerja dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal.
Menurut Harianja (2002:85) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kepuasan kerja berkaitan dengan beberapa aspek, yaitu: gaji, pekerjaan itu
sendiri, rekan sekerja, atasan, promosi dan lingkungan kerja.
30
Menurut
Hasibuan
(2005:51)
adapun
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kepuasan kerja adalah:
1. Balas jasa yang adil dan layak,
2. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian,
3. Berat ringannya pekerjaan,
4. Suasana dan lingkungan pekerjaan,
5. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan,
6. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya,
7. Sifat pekerjaan monoton atau tidak.
Menurut
Mangkunegara
(2005:106)
ada
2
faktor
yang
mempengaruhi kepuasan kerja yaitu:
1. Faktor karyawan, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur,
jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja,
kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi dan sikap kerja.
2. Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat
(golongan),
kedudukan,
mutu
pengawasan,
jaminan
finansial,
kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja.
Aspek-aspek lain yang terdapat dalam kepuasan kerja menurut
Robbins (2005:102) yaitu:
1.
Kerja yang secara mental menantang
Karyawan cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi
mereka
kesempatan
untuk
menggunakan
keterampilan
dan
kemampuan mereka dan menawarkan tugas, kebebasan dan umpan
31
balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan. Karakteristik ini
membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang terlalu
kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak
menantang menciptkan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi
tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami
kesenangan dan kepuasan.
2.
Ganjaran yang pantas Para karyawan menginginkan sistem upah dan
kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak
kembar arti, dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah
dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat
keterampilan
individu,
dan
standar
pengupahan
komunitas,
kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Tentu saja, tidak semua
orang mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima baik uang
yang lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau
dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan
yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam kerja.
Tetapi kunci hubungan antara upah dengan kepuasan bukanlah jumlah
mutlak yang dibayarkan; yang lebih penting adalah persepsi keadilan.
Serupa pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik
promosi yang lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh
karena itu individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi
dibuat dalam cara yang adil (fair and just) kemungkinan besar akan
mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka.
32
3. Kondisi kerja yang mendukung Karyawan peduli akan lingkungan
kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan
mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih
menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan.
Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain
seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit).
4.
Rekan kerja yang mendukung Orang-orang mendapatkan lebih
daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari dalam kerja.
Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan
interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai
rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan
kerja yang meningkat. Perilaku atasan seorang juga merupakan
determinan utama darikepuasan. Umumnya studi mendapatkan bahwa
kepuasan karyawan ditingkatkan bila penyelia langsung bersifat
ramah dan dapat memahami, menawarkan pujian untuk kinerja yang
baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu
minat pribadi pada mereka.
5.
Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan
Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan
sebangun)
dengan
pekerjaan
yang
mereka
pilih
seharusnya
mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang
tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan
demikian akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada
33
pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini, mempunyai kebolehjadian
yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari dalam
kerja mereka.
Pemahaman tentang kepuasan kerja dapat terwujud apabila analisis
tentang kepuasan kerja dikaitkan dengan kinerja, tingkat kemangkiran,
keinginan pindah, usia, jabatan dan besar kecilnya organisasi. (Siagian,
2002). Kepuasan kerja berhubungan dengan variabel-variabel seperti
turnover, tingkat absensi, umur, tingkat pekerjaan dan ukuran organisasi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Davis dalam Mangkunegara (2005:107).
2.3.2 Teori Kepuasan Kerja
Pada umumnya terdapat banyak teori yang membahas masalah
kepuasan seseorang dalam bekerja. Teori-teori kepuasan kerja menurut
Mangkunegara (2005:108) antara lain:
1. Teori Keseimbangan (Equity Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Adam. Adapun komponen dari
teori ini adalah input, outcome, comparison person, dan equity-inequity. Input adalah semua nilai yang diterima karyawan yang dapat
menunjang pelaksanaan kerja. Misalnya pendidikan, pengalaman, skill,
usaha, peralatan pribadi dan jumlah jam kerja.
Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan
karyawan. Misalnya upah, keuntungan tambahan, status symbol,
pengenalan kembali (recognition), kesempatan untuk berprestasi atau
mengekspresikan diri. Sedangkan comparison person adalah seorang
34
karyawan dalam organisasi yang sama, seorang karyawan dalam
organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaan
sebelumnya.
Menurut teori ini, puas atau tidak puasnya karyawan merupakan
hasil dari membandingkan antara input-outcome dirinya dengan
perbandingan input-outcome karyawan lain (comparison person). Jadi
jika perbandingan tersebut dirasakan seimbang (equity) maka
karyawan tersebut akan merasa puas. Tetapi apabila terjadi tidak
seimbang (inequity) dapat menyebabkan dua kemungkinan, yaitu over
compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan
dirinya)
dan
sebaliknya,
under
compensation
inequity
(ketidakseimbangan yang menguntungkan karyawan lain yang
menjadi pembanding atau comparison person.
2. Teori Perbedaan (Discrepancy Theory)
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Proter. Ia berpendapat
bahwa mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung
selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan
karyawan. Locke mengemukakan bahwa kepuasan kerja karyawan
tergantung pada perbedaan antara apa yang didapat dan apa yang
diharapkan oleh karyawan. Apabila yang didapat karyawan ternyata
lebih besar daripada apa yang diharapkan maka karyawan tersebut
menjadi puas. Sebaliknya, apabila yang didapat karyawan lebih
35
rendah daripada yang diharapkan, akan menyebabkan karyawan tidak
puas.
3. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory)
Teori ini pertama kali dipelopori A. H. Maslow. dikemukakan
oleh A. H. Maslow tahun 1943. Teori ini merupakan kelanjutan dari
“Human Science Theory” Elton Mayo (1880-1949) yang menyatakan
bahwa kebutuhan dan kepuasan seseorang itu jamak, yaitu kebutuhan
biologis dan psikologis berupa kebutuhan meteriil dan non-materiil.
Dalam teori ini Maslow menyatakan adanya suatu hirarki
kebutuhan pada setiap orang. Setiap orang memberi prioritas pada
suatu kebutuhan sampai kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Jika suatu
kebutuhan sudah terpenuhi, maka kebutuhan yang kedua akan
memegang peranan, demikian seterusnya menurut urutannya.
4. Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan bukanlah bergatung
pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada
pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para karyawan dianggap
sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut oleh karyawan
dijadikan tolok ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya.
Jadi, karyawan akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan
minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan.
36
5. Teori Pengharapan (Ecpentancy Theory).
Teori pengharapan dikembangkan oleh Victor H. Vroom.
Kemudian teori ini diperluas oleh Porter dan Lawler. Vroom
menjelaskan bahwa motivasi suatu produk dari bagaimana seseorang
menginginkan sesuatu dan penaksiran seseorang memungkinkan aksi
tertentu yang akan menuntunnya. Pernyataan ini berhubungan dengan
rumus dibawah ini:
Valensi x Harapan = Motivasi
Keterangan:
a)
Valensi merupakan kekuatan hasrat seseorang untuk
mencapai sesuatu.
b)
Harapan merupakan kemungkinan mencapai sesuatu
dengan aksi tertentu.
c)
Motivasi merupakan kekuatan dorongan yang mempunyai
arah pada tujuan tertentu.
6. Teori Dua Faktor Herzberg (Herzberg’s Two Factor Theory)
Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg (1950).
Ia menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya.
Penelitian Herzberg diadakan dengan melakukan wawancara terhadap
subjek insinyur dan akuntan. Masing-masing subjek diminta
menceritakan kejadian yang dialami mereka baik yang menyenangkan
(memberikan kepuasan) maupun yang tidak menyenangkan atau tidak
memberi kepuasan. Kemudian dianalisis dengan analisis isi (content
37
analysis)
untuk
menentukan
faktor-faktor
yang
menyebabkan
kepuasan atau ketidakpuasan.
Dua faktor yang dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak
puas menurut Herzberg, yaitu faktor pemeliharaan (maintenance factors)
dan faktor pemotivasian (motivational factors). Faktor pemeliharaan
disebut pula dissatisfiers, hygiene factors, job context, extrinsic factors
yang
meliputi
administrasi
dan
kebijakan
perusahaan,
kualitas
pengawasan, hubungan dengan pengawas, hubungan dengan sub ordinat,
upah, keamanan kerja, kondisi kerja dan status. Sedangkan faktor
pemotivasian disebut pula satisfier, motivators, job content, intrinsic
factors yang meliputi dorongan berprestasi, pengenalan, kemajuan
(advancement), kesempatan berkembang dan tanggung jawab.
2.3.3 Unsur-unsur Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh
pekerjaan-pekerjaan
secara
keseluruhan
memuaskan
kebutuhannya.
Menurut Tiffin (1958) berpendapat bahwa kepuasan kerja berhubungan
erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi
kerja, kerjasama antara pimpinan dengan sesama karyawan. Kemudian
Blum (1956) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap
umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktorfaktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individual di luar
kerja.
38
Menurut Luthans (dalam Husein, 1998) Job Description Index (JDI)
dapat digunakan untuk menentukan unsur kepuasan kerja, dimana unsur
kepuasan kerja tersebut terdiri dari:
a.
Pembayaran, seperti gaji dan upah
Merupakan imbalan jasa yang diterima oleh karyawan sesuai dengan
jenis, dan beban pekerjaan yang dilaksanakan.
b.
Pekerjaan itu sendiri
Menyangkut karakteristik pekerjaan, yaitu apakah pekerjaan itu
menantang, menarik, ataukah justru membosankan.
c.
Promosi
Merupakan komponen yang mengukur tersedianya kesempatan untuk
berkembang dalam tugas dan jabatan.
d.
Supervisi
Merupakan kualitas dan bentuk pengawasan, pengarahan dan
pembimbingan yang diterima dari atasan.
e.
Rekan sekerja
Merupakan komponen yang mengukur apakah rekan-rekan kerja
dapat diajak bekerja sama, apakah mereka memiliki kompetensi yang
saling mendukung, persahabatan, serta perilaku tolong-menolong
antar rekan kerja.
39
2.4
2.4.1
Kinerja Karyawan
Pengertian Kinerja
Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual
performance (prestasi kerja atau prestasi yang sesungguhnya dicapai
seseorang). Kinerja adalah hasil kerja seorang pegawai/karyawan selama
periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya
standart target, sasaran, atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu
dan disepakati bersama. Jika pegawai tidak melakukan pekerjaannya, maka
suatu organisasi akan mengalami kegagalan. Perilaku manusia, tingkat,
dan kualitas kerja ditentukan oleh sejumlah variabel perseorangan dan
lingkungan (Laurensius, 2006:16). Menurut Mangkunegara (2005:67),
kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.
Menurut Prawiro Suntoro dalam Tika (2006:121) mendefinisikan
kinerja sebagai hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok
orang dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi
dalam periode waktu tertentu. Menurut Pamungkan dalam Tjandra
(2005:38) kinerja adalah penampilan cara-cara untuk menghasilkan sesuatu
hasil yang diperoleh dengan aktivitas yang dicapai dengan suatu unjuk
kerja. Dengan demikian dari konsep yang ditawarkan tersebut dapat
dipahami
bahwa
kinerja
adalah
konsep
utama
organisasi
yang
menunjukkan seberapa jauh tingkat kemampuan pelaksanaan tugas-tugas
organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.
40
Menurut Sedharmayanti (2003:147) menyatakan kinerja adalah hasil
kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing
dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Yang paling
penting dari pengertian itu adalah prestasi yang dicapai oleh individu
ataupun kelompok kerja sesuai dengan aturan yang berlaku yang telah
ditetapkan oleh organisasi.
Menurut Simanjuntak, Payaman J. (2005:1) dalam bukunya
Manajemen Dan Evaluasi Kinerja memberikan gambaran bahwa kinerja
suatu organisasi atau perusahaan adalah akumulasi kinerja semua individu
yang bekerja didalamnya. Dengan kata lain, upaya peningkatan kinerja
organisasi dilakukan melalui peningkatan kinerja masing-masing individu.
Kinerja karyawan merupakan prestasi kerja atau hasil kerja baik
kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan per satuan
periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya. Setiap organisasi atau instansi dalam
melaksanakan program yang diarahkan selalu berdaya guna untuk
mencapai tujuan perusahaan. Salah satu caranya adalah meningkatkan
kinerja karyawan.
Kinerja pada dasarnya adalah sesuatu yang dilakukan atau tidak
dilakukan karyawan sehingga mereka mempengaruhi seberapa banyak
mereka memberi kontribusi kepada instansi atau organisasi termasuk
41
pelayanan kualitas yang disajikan. Strategi peningkatan kinerja adalah cara
perusahaan untuk meningkatkan kinerja karyawan agar tujuan perusahaan
dapat tercapai. Agar strategi peningkatan kinerja tersebut dapat berhasil
maka perusahaan perlu mengetahui sasaran kinerja.
2.4.2
Pengertian Kinerja Karyawan
Kinerja individu pegawai adalah tingkat pencapaian atau hasil kerja
seseorang dari sasaran yang harus dicapai atau tugas yang harus
dilaksanakn dalam kurun waktu tertentu. Beberapa ahli mendefenisikan
kinerja pegawai sebagai berikut:
a. Bambang Kusriyanto dalam Mangkunegara (2005:9)
Perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja
persatuan waktu (lazimnya perjam).
b. Faustino Cardosa dalam Mangkunegara (2005:9)
Ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas sering dibutuhkan
dengan produktivitas.
c. Anwar Prabu Mangkunegara (2005:9)
Kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Kesimpulannya kinerja pegawai adalah prestasi kerja atau hasil kerja
baik dari kualitas dan kuantitas yang dicapai pegawai persatuan periode
waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya.
42
2.4.3
Faktor –faktor yang mempengaruhi Kinerja
1.
Faktor Kemampuan
Secara psikologi, kemampuan karyawan terdiri dari kemampuan dalam
hal kepintaran dan juga kemampuan dalam hal keahlian. Artinya
karyawan yang memiliki keahlian diatas rata –rata dengan pendidikan
sehari–hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang
diharapkan. Oleh sebab itu, karyawan perlu ditempatkan pada
pekerjaan sesuai dengn keahliannya. Mangkunegara (2005:65).
2.
Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap seorang karyawan dalam menghadapi
situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi pengerakkan diri pegawai
yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (Mangkunegara,
2005:67).
3.
Kepuasan kerja
Kepuasan kerja bisa berupa perasaan menyokong atau tidak
menyokong yang dialami karyawan dalam bekerja. Kepuasan kerja
dapat merupakan sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai
pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan
dan kinerja karyawan yang meningkat serta prestasi kerja yang lebih
baik lagi (Hasibuan,2005:50)
43
2.4.4
Unsur – unsur Kinerja Karyawan
Menurut Hasibuan (2005:56), kinerja pegawai dapat dikatakan baik
atau dapat dinilai dari beberapa hal, yaitu:
1.
Kesetiaan
Kinerja dapat diukur dari kesetiaan karyawan terhadap tugas dan
tanggung jawabnya dalam organisasi.
2.
Prestasi Kerja
Hasil prestasi kerja karyawan, baik kualitas maupun kuantitas dalam
menjadi tolok ukur kinerja.
3.
Kedisplinan
Kedisiplinan pegawai dalam mematuhi peraturan - peraturan yang ada
dan melaksanakan instruksi yang diberikan kepadanya dalam mencari
tolok ukur kinerja.
4.
Kreativitas
Kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitas dan
mengeluarkan
potensi
yang
dimiliki
dalam
menyelesaikan
pekerjaannya sehingga bekerja lebih berdaya guna dan berhasil guna.
5.
Kerja sama
Diukur dari kesediaan karyawan dalam berpartisipasi dan bekerja
sama dengan karyawan lain sehingga hasil pekerjaannya akan
semakin baik.
6.
Kecakapan
Kecakapan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan yang telah
dibebankan kepadanya juga menjadi tolok ukur dalam meningkatkan
kinerja.
44
7.
Tanggung jawab.
Kesanggupan karyawan dalam menyelesaikan tugas dengan sebaikbaiknya dan tepat waktu, dan mempunyai tanggung jawab jabatan
masing-masing.
8.
Efektivitas dan efisiensi.
Mengunakan waktu sebaik-baiknya dalam melaksanakan pekerjaan
dan memanfaatkan fasilitas perusahaan dengan sebaik-baiknya,
misalnya penggunaan telephone, listrik dan alat-alat kantor lainnya.
2.5
Pengaruh antara Motivasi dan Kepuasan Kerja dengan Kinerja
Karyawan Berdasarkan Penelitian-penelitian Sebelumnya
Listiyanto dan Setiaji (2007:92) melakukan penelitian dengan judul
Pengaruh Motivasi, Kepuasan, dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan (Studi Kasus di Lingkungan Pegawai Kantor PDAM Kota
Surakarta). Kesamaan dalam penelitian tersebut adalah dalam metode
penelitian dilakukan dengan metode survey dan kuesioner sebagai alat
pengumpulan data utama dengan model analisis regresi linier berganda.
Sedangkan perbedaannya adalah variabel bebas yang diteliti adalah 3
(satu) yaitu motivasi, kepuasan kerja dan disiplin kerja dan sedangkan
dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah motivasi dan kepuasan kerja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel motivasi, kepuasan kerja,
dan variabel disiplin kerja terbukti mempunyai pengaruh positif dan
signifikan.
45
Ma’rifah (2005:83) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh
Motivasi Kerja Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pekerja Sosial
Pada Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur. Kesamaan
dalam penelitian tersebut adalah dalam metode penelitian dilakukan
dengan metode sensus dan kuesioner sebagai alat pengumpulan data utama
dengan model analisis regresi linier berganda. Sedangkan perbedaannya
adalah variabel bebas yang diteliti adalah 2 (dua) yaitu motivasi kerja dan
budaya organisasi sedangkan dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah
motivasi dan kepuasan kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi
kerja dan budaya organisasi secara bersama-sama (serempak) berpengaruh
signifikan terhadap kinerja pekerja sosial. Variabel yang paling dominan
mempengaruhi kinerja pekerja sosial adalah budaya organisasi data
menunjukkan hubungan positif (searah) antara budaya organisasi dengan
kinerja pekerja sosial.
Damayanti (2006:76) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh
Faktor-Faktor Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai (Studi Pada PT. PLN
(Persero) Distribusi Jawa Timur Area Pelayanan dan Jaringan Malang).
Kesamaan dalam penelitian tersebut adalah dalam metode penelitian
dilakukan dengan metode survey dan kuesioner sebagai alat pengumpulan
data, analisis data dengan regresi linier berganda. Sedangkan perbedaannya
adalah variabel bebas yang diteliti adalah 2 (dua) yaitu karateristik
individu, karakteristik pekerjaan dan karakteristik situasi kerja sedangkan
dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah motivasi dan kepuasan kerja.
46
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel bebas yang meliputi
karakteristik individu, karakteristik
situasi
kerja
secara
pekerjaan,
dan
karakteristik
bersama-sama berhubungan dan berpengaruh
sangat kuat terhadap pegawai. Hal ini dapat dilihat dari hasil sig F < 5%
(0,000 < 0,05) yang artinya bahwa secara bersama-sama variabel
karakteristik individu, karakteristik pekerjaan, dan karakteristik situasi
kerja berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kinerja pegawai.
Penelitian dari Nugroho Arianto (2004:87), dengan judul Penelitiannya
adalah: Pengaruh motivasi, budaya organisasi dan kepuasan kerja terhadap kinerja
karyawan
(Studi pada PT Nyonya Meneer di Semarang). Hasil pengujian
terhadap hipotesis ini menunjukkan bahwa variabel motivasi memiliki
pengaruh positif terhadap variabel kinerja karyawan. Variabel motivasi
dibentuk oleh indikator-indikator pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan
promosi, supervisi, rekan kerja. Sedangkan variabel kinerja karyawan dibentuk
oleh indikator-indikator kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, efektivitas,
kemandirian, komitmen kerja. Pengaruh antara motivasi dengan kinerja
karyawan ada bentuknya langsung mempengaruhi kinerja karyawan. Pengaruh
positif ini terjadi karena motivasi secara langsung mempengaruhi terhadap
kinerja karyawan. Hasil pengujian terhadap hipotesis ini menunjukkan bahwa
variabel budaya organisasi memiliki pengaruh positif terhadap variabel kinerja
karyawan.
Download