BAB 2 DASAR TEORI

advertisement
BAB 2
DASAR TEORI
2.1
Konsep Dasar Multicast
2.1.1 Pengertian
Multicast merupakan mekanisme pengiriman aliran paket data dari satu sumber ke
suatu grup yang berisi kumpulan host penerima. Keuntungan utama dari IP multicast
adalah kemampuannya untuk melakukan penghematan bandwidth. Ini karena sumber
multicast cukup mengirimkan satu aliran paket data saja untuk suatu grup berisi n
penerima yang menginginkan data tersebut. Aliran data tersebut akan direplikasi oleh
router-router multicast yang memiliki host anggota grup tersebut pada jaringan di
bawahnya. Bila menggunakan metode unicast, maka sumber harus mengirimkan
sebanyak n data untuk n penerima. Bila menggunakan metode broadcast, maka setiap
node di jaringan akan menerima data tersebut, meskipun sebenarnya node tersebut
tidak meminta data tersebut. Dengan demikian, jaringan akan terhindar dari beban
trafik yang tidak perlu.
Gambar 2.1 - Ilustrasi pengiriman paket multicast di jaringan
Oleh karena itu, IP multicast dimanfaatkan oleh aplikasi berbasis many-to-many
ataupun one-to-many seperti videoconference, distance learning, pendistribusian
software, dan sebagainya.
5
2.1.2 Grup Multicast
Multicast didasarkan pada konsep grup. Keberadaan sebuah grup penerima
menunjukkan adanya keinginan dalam menerima aliran data tertentu. Grup ini tidak
dibatasi oleh topologi fisik ataupun geografis. Host anggota grup tersebut dapat
berada di mana saja di Internet.
Host yang menginginkan untuk menerima aliran data multicast yang ditujukan ke
suatu grup tertentu harus bergabung (join) dengan grup tersebut terlebih dahulu.
Mekanisme koneksi host dengan router multicast untuk bergabung ataupun
meninggalkan (leave) suatu grup diatur oleh protokol tertentu. Untuk IPv4, protokol
tersebut adalah IGMP (Internet Group Message Protocol). Sedangkan untuk IPv6, hal
ini dilaksanakan oleh MLD (Multicast Listener Discovery).
2.1.3 Pohon Distribusi Multicast
Pada IP unicast, trafik dirutekan sepanjang jalur dari node pengirim ke penerima. Hal
berbeda terjadi pada IP multicast, di mana sumber mengirimkan trafik multicast ke
suatu grup penerima yang diwakili oleh sebuah alamat grup multicast.
Untuk mengirimkan trafik multicast ke seluruh penerima, digunakan pohon distribusi
multicast untuk mendeskripsikan jalur yang ditempuh oleh trafik IP multicast di
dalam jaringan. Ada dua tipe dasar pohon distribusi multicast, yaitu antara lain source
tree dan shared tree.
Source Tree
Source tree merupakan bentuk pohon distribusi multicast yang paling sederhana, di
mana sumber multicast akan menjadi pusat (root) dari pohon distribusi yang
cabangnya akan membentuk suatu spanning tree sepanjang link di jaringan hingga
mencapai penerima.
Karena tipe pohon distribusi ini menggunakan konsep shortest path untuk mencapai
penerima multicast, maka source tree sering juga disebut sebagai shortest path tree
(SPT).
6
Gambar 2.2 - Ilustrasi pembentukan source tree
Gambar di atas mengilustrasikan source tree. Notasi khusus (S,G) menunjukkan S
sebagai alamat IP dari sumber trafik multicast, sementara G adalah grup multicast
tujuan dari sumber tersebut. Karena sumber S disebutkan secara eksplisit, maka SPT
yang berbeda akan muncul untuk setiap sumber multicast yang mengirimkan trafik ke
grup yang berbeda. Sehingga, akan dihasilkan pohon distribusi yang berbeda untuk
setiap sumber.
Shared Tree
Tidak seperti source tree yang berpusat pada sumber multicast, shared tree
menggunakan pusat trafik yang digunakan bersama (common root) yang ditempatkan
di titik tertentu pada jaringan. Bergantung pada protokol routing yang digunakan, titik
pusat ini biasa disebut Rendezvous Point (RP) ataupun core.
Berdasarkan sifat aliran trafik multicastnya, shared tree dibagi menjadi menjadi dua :
unidirectional shared tree (satu arah) dan bidirectional shared tree (dua arah). Pada
unidirectional shared tree, atau lebih sering disebut sebagai shared tree (ST) saja,
trafik multicast hanya akan mengalir ke penerima dari arah downstream RP yang
digunakan. Pada bidirectional shared tree, atau biasa disingkat BST, trafik dapat
7
mengalir ke arah upstream ataupun downstream sepanjang shared tree yang
digunakan.
Yang dimaksud dengan upstream RP adalah interface RP yang menerima trafik
multicast sumber (incoming interface). Sedangkan downstream adalah interface
tempat RP mengirimkan trafik tersebut ke node penerima (outgoing interface).
Gambar 2.3 - Unidirectional Shared Tree
Trafik multicast dari sumber host A dan F dikirim menuju ke pusat pohon distribusi
(router D), baru kemudian trafik tersebut dikirimkan ke masing-masing penerima.
Karena seluruh sumber multicast menggunakan pohon distribusi bersama, maka
notasi pohonnya adalah (*,G). Tanda * menunjukkan semua sumber, dan G
menunjukkan grup multicast.
8
Gambar 2.4 - Bidirectional Shared Tree
Pada ilustrasi BST di atas, terlihat bahwa trafik multicast yang dihasilkan sumber
akan dirutekan oleh router next hopnya (router B) ke RP dan sekaligus ke node
penerima 192.5.5.5.
2.1.4 Multicast Forwarding
Multicast pada subnetwork lokal tidak memerlukan keberadaan router multicast.
Sumber data cukup mengirimkan stream data multicast ke subnet tersebut, maka host
penerima yang terdapat pada subnet yang sama akan mendapatkan stream data
tersebut.
Hal yang berbeda dialami bila data multicast harus dirutekan ke subnetwork lain.
Subnet sumber data harus terhubung dengan router multicast, dimana router tersebut
juga terkoneksi dengan router multicast yang lain. Hal ini memerlukan tiga buah
mekanisme :
•
Kemampuan untuk membangun jalur distribusi (distribution tree).
•
Keberadaan protokol routing multicast.
•
Keberadaan protokol manajemen grup yang memungkinkan router untuk
memonitor keanggotaan suatu grup multicast pada subnet di bawahnya.
9
Prinsip dasar routing unicast adalah meneruskan aliran data menuju penerima. Pada
perutean multicast, sumber harus mengirimkan trafik ke sejumlah penerima.
Sebaliknya, prinsip dasar routing multicast adalah meneruskan trafik multicast
menjauhi sumber. Metode ini disebut sebagai Reverse Path Forwarding (RPF).
RPF memiliki karakteristik berikut :
•
Trafik mengikuti jalur terpendek dari sumber ke setiap tujuan.
•
Pohon yang berbeda akan dihitung untuk setiap sumber yang berbeda.
•
Pengiriman paket didistribusikan melalui berbagai link jaringan.
Metode RPF memungkinkan router untuk meneruskan trafik multicast ke sepanjang
pohon distribusi secara benar dan menghindari looping. Router tersebut harus
mengingat arah mana yang menuju sumber (upstream) dan arah yang menuju
penerima (downstream). Router hanya akan meneruskan suatu paket multicast apabila
paket tersebut diterima pada interface upstream. Ketika ada sejumlah jalur
downstream, router akan mereplikasi paket tersebut sebanyak downstream yang ada.
2.1.5 Protokol Manajemen Keanggotaan Grup Multicast
Router multicast menggunakan IGMP maupun MLD untuk mempelajari grup mana
yang memiliki anggota pada network dibawah router tersebut. Router multicast
tersebut menyimpan daftar keanggotaan grup multicast beserta timer untuk setiap
keanggotaan grup tersebut. Meskipun penjelasan berikut untuk IGMP saja, namun
konsep yang sama juga berlaku untuk MLD.
Tipe message dasar IGMPv2 (dijelaskan di RFC 2236) adalah Membership Query
(MQ), Membership Report (MR), dan Leave Group (LG). Host yang ingin bergabung
dengan grup multicast tertentu akan mengirimkan message MR berisi referensi grup
multicast tersebut ke router. Router kemudian akan membuat entri forwarding table
dan secara periodik mengirimkan paket multicast ke interface yang terhubung ke
subnet yang berisi host penerima tersebut.
Router secara periodik akan mengirimkan message MQ untuk mengecek bahwa
minimal ada satu buah host di subnetnya yang masih ingin menerima stream data
multicast. Ketika tidak ada jawaban dari tiga MQ berurutan, router mengeset timer
untuk grup tersebut menjadi timeout dan menghentikan proses forwarding stream data
yang ditujukan untuk grup tersebut. Message LG digunakan oleh host penerima yang
secara eksplisit memberitahu router bahwa ia akan meninggalkan grup multicast.
10
Dengan LG, maka router tidak perlu menunggu message MQ time out untuk
mengetahui bahwa host tersebut sudah meninggalkan grup multicastnya.
2.1.6 Kategori Protokol Routing Multicast
Protokol routing multicast yang pernah ada sampai saat ini dapat dibagi menjadi tiga
kategori dasar :
•
Protokol dense mode
Protokol berbasis dense mode –misalnya DVMRP (Distance Vector Multicast Routing
Protocol) dan PIM-DM (Protocol Independent Multicast Dense Mode)– menggunakan SPT di dalam mentransmisikan trafik multicast. Dense mode menggunakan
prinsip push, di mana setiap subnet di jaringan diasumsikan memiliki minimal satu
buah penerima, sehingga trafik multicast dikirimkan (flooded) ke seluruh subnet di
jaringan. Router yang tidak memiliki node penerima di bawahnya akan mengirimkan
paket Prune ke router multicast upstreamnya.
Protokol dense mode memiliki kelemahan di dalam efisiensi penggunaan resource
jaringan. Ini disebabkan oleh metode flooding yang dilakukan. Oleh karena itu,
protokol dense mode jarang diimplementasikan.
•
Protokol sparse mode
Contoh dari protokol sparse mode adalah PIM-SM (Protocol Independent Multicast –
Sparse Mode) dan CBT (Core Based Tree). Sparse mode menggunakan shared tree di
dalam mendistribusikan trafik multicast. Berbeda dengan dense mode, sparse mode
menggunakan prinsip pull, di mana trafik multicast ‘ditarik’ oleh penerima di
jaringan. Artinya, trafik multicast tidak akan dikirimkan kecuali ada permintaan
secara eksplisit dari penerima melalui mekanisme Join.
•
Protokol link state
Contoh protokol link state adalah MOSPF (multicast open shortest path first). Seperti
halnya
dense
mode, protokol link
state
juga
menggunakan SPT
dalam
mendistribusikan trafik multicast. Bedanya, protokol link state tidak menggunakan
mekanisme Flood dan Prune, tapi dengan menggunakan pembanjiran informasi linkstate yang mengidentifikasi anggota grup multicast di jaringan.
Kelemahan dari protokol link state ini adalah ketergantungannya terhadap protokol
unicast tertentu. Misalnya, MOSPF bergantung pada protokol OSPF dalam
11
menentukan SPT. Ini membuat protokol link state kurang cocok untuk
diimplementasikan.
2.1.7 PIM Sparse Mode
PIM disebut independen karena tidak bergantung pada suatu protokol routing unicast
tertentu di dalam melakukan fungsi RPF. Pada dasarnya, PIM dibagi menjadi dua :
PIM-SM (sparse mode) dan PIM-DM (dense mode). Karena kelebihan sparse mode
dibandingkan dengan dense mode, maka PIM-SM menjadi protokol de facto multicast
saat ini.
Dalam sparse mode, trafik hanya dikirimkan kepada node yang secara eksplisit
merekues trafik tersebut. Pada PIM-SM, hal tersebut dilakukan dengan menggunakan
mekanisme PIM Join, yang dikirim hop per hop menuju RP.
Kemudian, ketika trafik multicast tersebut sudah tidak diinginkan lagi, router akan
mengirimkan pesan PIM Prune ke RP untuk menghentikan pengiriman trafik
multicast ke router tersebut.
PIM-SM menggunakan shared tree satu arah,di mana pusatnya adalah RP. Oleh
karena itu, trafik hanya dapat mengalir ke arah downstream dari tree tersebut. Sumber
multicast harus melakukan register dengan RP agar trafik multicastnya dialirkan ke
arah downstream oleh RP.
2.2
Multicast Antar Domain
Protokol multicast yang telah dibahas di atas terfokus pada routing intra domain. Dan
seperti telah disebutkan, PIM-SM merupakan protokol multicast de facto yang
digunakan di dalam multicast intra domain.
Dalam melakukan multicast antar domain, ada beberapa permasalahan yang dihadapi
oleh PIM-SM. Secara umum, permasalahannya terletak pada keberadaan RP yang
sangat vital bagi penerima dan pengirim. Jika setiap pengelola domain (Autonomous
System) tidak ingin bergantung pada pengelola domain yang lain mengenai informasi
routing multicast, maka mereka harus menyediakan RP sendiri untuk semua grup
multicast. Hal ini bertentangan dengan ide satu RP per grup multicast untuk seluruh
jaringan Internet global. Di sisi lain, dengan menggunakan RP independen di setiap
domain, proses pertukaran informasi pengirim dan penerima di domain lain akan
menjadi masalah.
12
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu solusi multicast antar
domain :
• Adanya protokol yang mengimplementasikan Explicit Join di dalam domain untuk
efisiensi resource jaringan.
• Penggunaan protokol unicast yang sudah ada dalam melakukan peering multicast.
• Mekanisme multicast antar domain tersebut tidak boleh bergantung pada RP dari
pengelola domain yang lain.
• Fleksibilitas dalam melakukan penempatan RP.
Persyaratan pertama telah terpenuhi dalam spesifikasi PIM-SM. Untuk persyaratan
yang lain, agar PIM-SM dapat bekerja sebagai solusi multicast antar domain,
diperlukan dua buah solusi lagi, yaitu MBGP dan MSDP.
2.2.1 MBGP
MBGP[12] merupakan solusi untuk persyaratan multicast antar domain di atas yang
ke dua. MBGP menyediakan metode untuk membedakan prefiks rute mana yang akan
digunakan untuk melakukan pengecekan RPF multicast. Pengecekan RPF merupakan
mekanisme dasar yang digunakan router untuk menentukan jalur yang akan
digunakan oleh pohon distribusi multicast dari sumber ke penerima.
MBGP merupakan ekstensi dari BGP yang menambahkan beberapa kemampuan pada
BGP
berupa
dua
tambahan
atribut,
yaitu
MP_REACH_NLRI
dan
MP_UNREACH_NLRI. Atribut baru tersebut menciptakan cara sederhana untuk
membawa dua set informasi routing –satu untuk routing unicast dan satu untuk
routing multicast. Rute yang diasosiasikan dengan routing multicast digunakan untuk
melakukan pengecekan RPF pada perbatasan antar domain.
Keuntungan utama dari MBGP adalah suatu internetwork dapat mendukung adanya
topologi unicast dan multicast yang non kongruen. MBGP dapat mendukung policy
yang berbeda untuk masing-masing topologi. Tabel routing BGP terpisah dibuat
untuk Unicast Routing Information Base (U-RIB) dan Multicast Routing Information
Base (M-RIB). M-RIB diturunkan dari tabel routing unicast dengan menerapkan
policy untuk multicast. Pengecekan RPF dan PIM forwarding dilakukan berdasarkan
informasi di dalam M-RIB.
13
2.2.2 MSDP
MSDP (Multicast Source Discovery Protocol) merupakan solusi untuk kedua
persyaratan terakhir implementasi multicast antar domain, yaitu independensi dari RP
domain lain serta fleksibilitas dalam penempatan RP.
Pada model PIM-SM, sumber multicast harus melakukan proses register dengan RP
lokal, sehingga setiap RP mengetahui seluruh sumber untuk setiap grup tertentu di
domain tersebut. RP di dalam suatu domain tidak memiliki cara untuk mengetahui
sumber multicast yang terletak di domain lain. MSDP mengatasi hal tersebut dengan
cara memungkinkan RP untuk membagikan informasi mengenai sumber aktif di
domainnya masing-masing.
RP di tiap domain membangun sesi peering MSDP dengan menggunakan koneksi
TCP dengan RP domain lain. Ketika RP tersebut mengetahui adanya sumber baru di
dalam domainnya, RP tersebut mengenkapsulasikan paket data pertama di dalam
message Source-Active (SA) dan mengirimkannya ke seluruh peer MSDP. Setiap peer
penerima akan menggunakan pengecekan RPF untuk meneruskan SA hingga SA
mencapai seluruh router MSDP yang ada. Jika peer penerima MSDP adalah sebuah
RP, dan RP tersebut memiliki entri (*,G) untuk grup di dalam SA, RP tersebut akan
membuat kondisi (S,G) ke sumber trafik bergabung ke SPT arah sumber. Data
terenkapsulasikan tersebut dide-enkapsulasikan dan diteruskan ke arah bawah dari
shared tree RP tersebut.
MSDP dikembangkan untuk keperluan peering antar pengelola domain, atau secara
khusus ISP. Suatu ISP tidak akan mau bergantung pada RP milik ISP lain dalam
menyediakan layanan ke kustomer mereka. MSDP memungkinkan setiap ISP untuk
memiliki RP masing-masing namun masih dapat meneruskan dan menerima trafik
multicast ke Internet. Gambar berikut menunjukkan bagaimana data mengalir antara
sumber di domain A ke penerima di domain E.
14
Gambar 2.5 - Contoh koneksi multicast antar domain menggunakan MSDP
2.2.3 BGMP
BGMP didesain untuk menjadi suatu kesatuan protokol multicast antar domain,
dengan cara yang hampir mirip dengan penggunaan BGP pada routing unicast. BGMP
adalah protokol antar domain mengadopsi fitur desain tertentu dari BGP, yaitu
penggunaan koneksi TCP untuk melakukan transfer informasi routing, serta
penggunaan state machine yang mirip dengan BGP.
BGMP mendukung langsung metode source specific multicast (SSM) dan juga anysource multicast (ASM). BGMP membangun bidirectional shared trees untuk grup
multicast aktif, dan memungkinkan domain untuk membangun cabang distribusi antar
domain yang bersifat source tree bila diperlukan. BGMP dikembangkan berdasarkan
konsep dari PIM-SM dan CBT. BGMP mensyaratkan setiap grup multicast global
untuk diasosiasikan dengan sebuah single root. Namun, pada BGMP, konsep single
root ini adalah sebuah domain utuh, bukan per router.
Untuk grup-grup yang sumbernya tidak spesifik,
BGMP mengasumsikan bahwa
rentang alamat multicast telah diberikan pada domain-domain yang ikut grup tersebut.
15
Masing-masing domain tersebut menjadi root dari shared domain-trees untuk semua
grup pada range tersebut.
BGMP menggunakan TCP sebagai protokol transport. Hal Ini menghilangkan
keharusan untuk mengimplementasikan fragmentasi message, retransmisi, acknowledgement, dan pengurutan.
Dua buah peer BGMP akan saling membentuk koneksi TCP dan mempertukarkan
message untuk membuka dan mengkonfirmasi parameter koneksi. Mereka kemudian
mengirim update message Join/Prune secara inkremental bila keanggotaan grup di
dalam domain tersebut berubah.
Ada tiga perbedaan utama antara BGMP dengan protokol shared-tree lainnya :
•
Pohon bidireksional vs unidireksional
Penggunaan pohon bidireksional pada BGMP meminimalkan ketergantungan pada
pihak ketiga yang merupakan suatu hal penting di dalam konteks koneksi antar
domain.
•
Pohon/cabang distribusi spesifik pada suatu sumber multicast
Perbedaan BGMP dari protokol shared tree lainnya adalah bahwa state spesifik
sumber BGMP dibangun hanya ketika :
1. Keadaan mensyaratkan untuk menarik trafik multicast ke arah router BGMP yang
telah memiliki state spesifik sumber (S,G).
2. Router BGMP tersebut belum termasuk dalam shared tree yang digunakan.
3. Router BGMP tersebut tidak ingin menerima paket melalui enkapsulasi dari router
yang termasuk di dalam shared tree.
BGMP menyediakan cabang spesifik sumber karena kebanyakan protokol multicast
intra domain saat ini menggunakan pohon spesifik sumber. Cabang spesifik sumber
dari BGMP menghilangkan overhead yang tidak perlu dari enkapsulasi untuk sumber
dengan rate data yang tinggi.
Meskipun demikian, secara umum BGMP tidak menggunakan pohon distribusi antar
domain yang spesifik sumber karena :
1. Konektivitas antar domain secara umum kurang dinamis dibandingkan dengan
konektivitas intra domain, sehingga shared distribution tree kan memiliki panjang
jalur dan konsentrasi trafik yang lebih dapat diterima dalam konteks antar domain.
16
2. Dengan selalu memprioritaskan penggunaan state shared tree dibandingkan
dengan state source-specific tree, kemungkinan munculnya ambiguitas dapat
dihindari.
Dari hal-hal di atas, secara umum dapat disebutkan bahwa BGMP merupakan
gabungan antara PIM-SM dengan pohon CBT.
•
Metode pemilihan root dari pohon group-shared
Pemilihan shared-tree-root dari suatu grup memiliki dampak terhadap performansi
dan policy. Pada kasus intra domain, sering diasumsikan bahwa seluruh kandidat RP
di dalam suatu domain memiliki cost yang sama untuk menjadi root dari suatu grup
yang diinisiasi di dalam domain tersebut. Pada kasus antar domain, akan muncul lebih
banyak peluang munculnya kasus penempatan RP yang buruk, serta adanya kendali
administratif dari dari sebuah root shared tree suatu grup.
Oleh karena itu, pada kasus intra domain, protokol lain terkadang memperlakukan
seluruh kandidat RP adalah sama dan mengimplementasikan load sharing untuk
memaksimalkan kinerja multicast. Hal tersebut tidak dapat dilakukan pada kasus antar
domain, sehingga digunakan pendekatan dimana suatu root domain dari suatu grup
tidak dipilih acak, namun dipilih berdasarkan pada kendali administratif.
17
Download