KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Oleh NUR HIDAYAH NIM 11111217 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2015 i ii KEMENTERIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN SALATIGA) FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN Jl. Tentara Pelajar 02 telp.(0298)323706, 323433 Faks.323433 Salatiga 50721 http://www.iainsalatiga.ac.id e-mail: [email protected] Maslikhah, S.Ag., M.Si. DOSEN IAIN SALATIGA NOTA PEMBIMBING LAMP : 4 Ekslempar HAL : Naskah skripsi Kepada Yth. Dekan FTIK IAIN di Salatiga Assalamu’alaikum Wr. Wb Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini kami kirimkan naskah skripsi saudara : Nama :SitiHaniah NIM :11111117 Fakultas/Jurusan :Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Judul :NILAI-NILAI KEDISIPLINAN ANAK SEJUTA BINTANG Dengan ini kami mohon agar naskah skripsi dimunaqosahkan. Demikian agar menjadi perhatian DALAM tersebut dapat NOVEL segera Wassalamu’alaikum Wr. Wb Salatiga, 29 Agustus 2015 Pembimbing Maslikhah, S.Ag., M.Si NIP.19700529200003 2001 iii SKRIPSI KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM DISUSUN OLEH NUR HIDAYAH NIM 11111217 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI),Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 29 Agustus 2015 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar S.Pd.I Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji :M. Gufron, M.Ag. Sekretaris Penguji :Maslikhah, S.Ag., M.Si Penguji I :Drs. H. Mubasirun, M.Ag Penguji II : Dra. Nurhasanah, M.Pd Salatiga, 29 Agustus 2015 Dekan FTIK IAIN Salatiga Suwardi, M.Pd. NIP.19670121 199903 1 002 iv KEMENTERIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN SALATIGA) FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN Jl. Tentara Pelajar 02 telp.(0298)323706, 323433 Faks.323433 Salatiga 50721 http://www.iainsalatiga.ac.id e-mail: [email protected] PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Nur Hidayah NIM : 111 11 217 Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan : PAI Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Salatiga, 29 Agustus 2015 Yang membuat pernyataan Nur Hidayah NIM. 111 11 217 v PERSEMBAHAN 1. Kedua orang tuaku Nur Kholis dan Sutina tercinta yang selalu memberi kasih sayang, perhatian dan selalu mendo‟akanku, doaku semoga diberikan panjang umur dan kebahagiaan. 2. Adikku Mohandis Tabtila dan Tsaqila Mawazinuha tersayang yang selalu membuatku semangat dalam mengerjakan skripsiku, doaku semoga tambah pinter dan berbakti kepada kedua orang tua. 3. Kakek nenekku Ghufron dan Siti Khotijah yang selalu menyemangati dan selalu mendo‟akanku, semoga diberikan panjang umur dan kebahagiaan. vi MOTTO Artinya: “dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. ( Q.S Al-Qalam ayat 4) vii KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam yang telah memberikan petunjuk kepada kita sekalian untuk mengenal kebenaran dan mengikutinya agar terhindar dari cela dan siksa di dunia dan di akhirat.Shalawat dan salam kita curahkan kepada Nabi Besar Muhammad Saw, beserta keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikut beliau hingga akhir zaman. Dengan limpahan rahmatNya penulis telah mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul“Konsep pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam”. Selanjutnya pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Rektor IAIN Salatiga,Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. 2. Dekan Fakultas Tarbiyah dan ilmu Keguruan IAIN Salatiga,Suwardi, M.Pd. 3. Kajur PAI IAIN Salatiga, Hj.Siti Rukhayati, M.Ag. 4. Dosen Pembimbing skripsi,Maslikhah, S.Ag., M.Si. atas segala ilmu, waktu, tenaga dan bimbingan yang telah diberikan. 5. Dosen Pembimbing Akademik, Mufiq, S.Ag, M.Phil. atas perhatian dan bimbingan yang telah diberikan. 6. Segenap dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah memberikan ilmu dan motivasinya serta pelayanan kepada penulis. 7. Teman-temanku seperjuangan PAI F 2011 yang telah berjuang bersamasama 8. Sahabat-sahabatku tersayang, Sinta Widya, Miftachul, Zulaikhah, Yuanita, Cahyo, dan Saiful yang selalu menemani dalam mengerjakan skripsiku. 9. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. viii Teriring doa semoga amal dan budi baik semua yang telah diberikan kepada penulis menjadi catatan amal baik di sisi Allah Swt. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Salatiga, 29 Agustus 2015 Peneliti Nur Hidayah NIM 11111217 ix ABSTRAK Hidayah, Nur. 2015. 11111217. KonsepPendidikan Karakterdalam Perspektif Pendidikan Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Maslikhah, S.Ag., M.Si. Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Pendidikan Islam Pendidikan karakter merupakan suatu penanaman nilai-nilai yang baik kepada peserta didik agar menjadi manusia yang seutuhnya (yaitu menjadi insan kamil). Pendidikan karakter dianggap memiliki otoritas untuk memperbaiki moral bangsa Indonesia melalui jalur pendidikan. Pendidikan karakter menggugah dunia pendidikan untuk membentuk dan memperbaiki moral-moral anak bangsa yang semakin merosot.Nilai-nilaitersebut diantaranya adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan atau nasionalisme, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab. Sedangkan pendidikan Islam adalah pembentukan karakter peserta didik untuk menjadikannya manusia yang berakhlak mulia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : konseppendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam dan implikasinya. Skripsi ini menggunakan metode Library Research, yaitu penelitian yang dilakukan di perpustakaan yang objek penelitiannya dicari lewat beragam informasi kepustakaan (buku, jurnal ilmiah, koran, majalah, dokumen) dan lain sebagainya.Teknik pengumpulan data yang peneliti lakukan dalam penelitian ini adalah literatur (kepustakaan), sehingga penelitian ini menggunakan kajian dengan cara mempelajari, mendalami, mengutip teori-teori dan konsep-konsep dari sejumlah data pada buku-buku yang berkaitan dengan pendidkan karakter dan pendidikan Islam. Setelah buku-buku terkumpul kemudian peneliti menelaah secara sistematis buku-buku yang berhubungan dengan yang akan diteliti, dari situ peneliti dapat bahan atau informasi untuk pembuatan skripsi Konsep pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam adalah Pendidikan karakter berdasarkan dalil Al-Qur‟an dan Sunnah memiliki kesamaan dengan yang diajarkan Pendidian Islam dalam hal tujuan maupun metode-metode yang digunakan. Tujuan adalah membentuk karakter peserta didik menjadi manusia yang berakhlak mulia, sedangkan metode yang digunakan dalam pembelajarannya adalah metode dialog, metode cerita, metode perumpamaan, metode keteladanan, metode nasihat, metode pembiasaan dan metode janji dan ancaman. x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL......................................................................................i HALAMAN BERLOGO...............................................................................ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................... iii HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN............................... v HALAMAN PERSEMBAHAN....................................................................vi HALAMAN MOTTO..................................................................................... vii KATA PENGANTAR...................................................................................viii ABSTRAK......................................................................................................x DAFTAR ISI...................................................................................................xi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang.................................................................................. 1. B. Rumusan Masalah............................................................................. 5. C. Tujuan Penelitian.............................................................................. 5. D. Kegunaan Penelitian......................................................................... 6. E. Metode Penelitian............................................................................ 6. F. Penegasan Istilah.............................................................................. 8. G. Sistematika Penelitian.....................................................................10. BAB II PENDIDIKAN KARAKTER A. Pendidikan Karakter......................................................................12. B. Landasan Pendidikan Karakter......................................................15. C. Tujuan Pendidikan Karakter.......................................................... 18. D. Dimensi Pendidikan Karakter........................................................19. xi E. Ruang Lingkup Pendidikan Karakter............................................ 23. F. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter..............................................25. G. Nilai-nilai Pendidikan Karakter..................................................... 26. H. UrgensiPendidikanKarakter.........................................................37. I. Pengembangan Karakter sebagai Proses Pendidikan....................40. J. Realitas Pendidikan Karakter........................................................ 43. BAB III PENDIDIKAN ISLAM A. Definisi Pendidikan Islam.............................................................. 46. B. Dasar Pendidikan Islam..................................................................47. C. Tujuan Pendidikan Islam................................................................ 50. D. Prinsip-prinsip Pendidikan Islam................................................... 56. E. Fungsi Pendidikan Islam............................................................... 58. F. Metode-metode Pendidikan Islam................................................. 59. BAB IV PEMBAHASAN A. Konsep Pendidikan Karakter........................................................ 64. B. Konsep Pendidikan Karakter dalam Perspektif Pendidikan Islam.............................................................................................. 73. C. Implikasi Konsep Pendidikan Karakter terhadap prosesPendidikan Islam..............................................................................................77. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan.................................................................................. 80. B. Saran-saran................................................................................... 82. xii DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan seseorang, terutama untuk anak yang masih kecil. Anaklah yang akan menjadi generasi penerus bagi keluarga, teman, dan bangsa. Pendidikan adalah usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat dimasyarakat dan bangsa. Undang-undang RI No 20 (2003: 2) menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan juga merupakan upaya menumbuhkan budi pekerti (karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Ketiganya tidak boleh dipisahkan, agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara baik terutama pada akhlaknya. Anak yang masih kecil perlu adanya penekanan pada pendidikan karakter, karena pendidikan karakter merupakan hal penting untuk menanamkan nilai-nilai perilaku (karakter). Pendidikan karakter pada anak meliputi pendidikan karakter yang berhubungan dengan Tuhannya, dirinya, sesama manusia, maupun lingkungannya. 1 Pendidikan karakter dianggap memiliki otoritas untuk memperbaiki moral bangsa Indonesia melalui jalur pendidikan. Degradasi moral menggugah dunia pendidikan untuk merumuskan tentang konsep pendidikan karakter, berupa 18 nilai karakter yang akan diajarkan kepada peserta didik. Konsep pendidikan karakter tersebut, bertujuan untuk membentuk dan memperbaiki karakter peserta didik yang semakin merosot. Kemendiknas (2010), menyebutkan bahwa karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi sebagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap dan bertindak. Sementara pendidikan karakter adalah pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter bangsa pada diri peserta didik, sehingga memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya, sebagai anggota masyarakat dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif. Samani (2013: 45) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kabaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. 2 Zuchdi (2009: 10) mengemukakan pendapat bahwa pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena bukan sekadar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan tentang hal baik sehingga peserta didik menjadi paham tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan nilai yang baik dan biasa melakukannya Pendidikan karakter dalam perspektif Islam secara teoretik sebenarnya telah ada sejak Islam diturunkan di dunia, seiring dengan diutusnya Nabi Muhammad Saw untuk memperbaiki atau menyempurnakan akhlak (karakter) manusia. Ajaran Islam sendiri mengandung sistematika ajaran yang tidak hanya menekankan pada aspek keimanan, ibadah dan mu‟amalah, tetapi juga akhlak. Pengamalan ajaran Islam secara utuh merupakan model karakter seorang muslim, bahkan dipersonifikasikan dengan model karakter Nabi Muhammad Saw, yang dimiliki sifat Shidiq, Tabligh, Amanah, Fathonah (STAF). Pendidikan Islam dalam semua aspek kebaikan bersumber dari Allah Swt, yaitu Al-Qur‟an dan As-Sunnah (Hadis Nabi). Al-Qur‟an adalah sumber utama referensi agama Islam dalam menentukan berbagai hukum. Surat AlBaqoroh ayat (1-2) disebutkan: Artinya: “Alif laam miin,Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa ”. 3 Islam menyebutkan orang baik dan berperilaku positif itu adalah mereka orang-orang yang bertaqwa yang tidak meragukan Al-Qur‟an. Allah Swt juga menyebutkan bahwa Al-Qur‟an merupakan petunjuk bagi orang yang bertaqwa yang pada dasarnya adalah mereka yang mempunyai karakter dan bertujuan untuk menjadikan manusia yang seutuhnya. Penggagas pendidikan karakter yang sudah ada sejak zaman dahulu adalah Nabi Muhammad Saw, yang merupakan teladan bagi umat manusia. Tidak ada satu orang pun di dunia yang berkarakter Semulia Nabi Muhammad Saw. Karakter-karakter yang bisa di contoh dari beliau adalah sifatnya yang Shidiq, Tabligh, Amanah, Fathonah (STAF). Sifat-sifat Nabi Muhammad Saw, mendorong nilai-nilai karakter tertuang dalam pengembangan budaya dan karakter bangsa disusun Kemendiknas tahun 2010 yang dapat diterapkan dalam dunia pendidikan. Kementrian pendidikan nasional (Kemendiknas) telah merumuskan 18 (Delapan Belas) nilai pendidikan karakter yang akan ditanamkan dalam diri peserta didik sebagai upaya membangun karakter bangsa. Nilai-nilai ini berbeda dengan kementerian. Kementerian Agama melalui Direktoral Jendral Pendidikan Islam mencanangkan nilai karakter dengan merujuk pada Nabi Muhammad Saw sebagai tokoh agung yang berkarakter unggul. 18 (Delapan Belas) nilai pendidikan karakter tersebut menurut kemendiknas (2010) meliputi perilaku religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan atau nasionalisme, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, 4 peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Nilai karakter yang dicanangkan Kemendiknas dalam upaya membangun karakter bangsa melalui pendidikan di sekolah, agar dapat di implementasikan untuk menjadikan penerus bangsa yang berkarakter baik, selalu mengetahui kebaikan, mencintai kebaikan dan melakukan kebaikan dalam kehidupannya. Ketertarikan peneliti dalam mengkaji dan memahami ajaran Islam secara mendalam menginspirasi peneliti untuk menuangkan ide dan kajian pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam. Berdasarkan latar belakang tersebut, PENDIDIKAN perlu KARAKTER dilakukan penelitian DALAM tentang, PERSPEKTIF “KONSEP PENDIDIKAN ISLAM”. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep pendidikan karakter? 2. Bagaimana konsep pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam? 3. Bagaimana implikasi konsep pendidikan karakter terhadap proses pendidikan Islam? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian untuk mengetahui tentang: 1. Konsep pendidikan karakter; 2. Konsep pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam; 3. Implikasi konsep pendidikan karakter terhadap proses pendidikan Islam. 5 D. Kegunaan Penelitian Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis. 1. Manfaat Teoretis Menambah khasanah dunia pustaka tentang tentang konsep pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam. 2. Manfaat Praktis Mendorong terutama pembaca, pendidik agar lebih mendalami konsep pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam. E. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Skripsi ini menggunakan metode library research, yaitu penelitian yang dilakukan di perpustakaan yang objek penelitiannya dicari lewat beragam informasi kepustakaan (buku, jurnal ilmiah, koran, majalah, dokumen) dan lain sebagainya. 2. Sumber Data Sumber data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan yakni literatur baik buku, jurnal, majalah, koran ataupun karya tulis lainnya yang berhubungan dengan pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam. 3. Prosedur Pengumpulan data Penelitian ini bersifat literatur (kepustakaan), sehingga penelitian ini menggunakan kajian dengan cara mempelajari, mendalami, mengutip teori- 6 teori dan konsep-konsep dari sejumlah data pada buku-buku yang berkaitan dengan pendidkan karakter dan pendidikan Islam. 4. Analisis Data Dalam menganalisis data yang telah terkumpul digunakan beberapa metode, yaitu metode deduktif, metode induktif dan metode komparatif, berikut penjelasannya: a. Metode Deduktif Metode deduktif digunakan untuk menganalisis suatu permasalahan yang berasal dari generalisasi yang bersifat umum kemudian ditarik pada fakta yang bersifat khusus atau yang konkret terjadi (Anton, 1984: 56). Konsep pendidikan karakter yang bersifat umum direalisasikan dalam konsepnya bersifat khusus, yaitu berupa pilar pendidikan karakter, metode, tujuan, prinsip-prinsip dan lain-lain. b. Metode Induktif Metode induktif digunakan untuk menganalisis tentang permasalahan yang akan diteliti yaitu analisi yang bersifat khusus, kemudian diarahkan pada penarikan kesimpulan yang bersifat umum (Arifin, 1986: 41). Konsep yang sudah ada diformulasikan ke dalam konsep pendidikan karakter. c. Metode Komparatif Metode komparatif yaitu memahami dalam suatu perbandingan dengan latar belakang atau pemahaman umum yang memberikan kedudukan kepadanya dalam seluruh skala visi tentang kenyataan. Dalam 7 hal ini komparatif itu dapat diadakan diantara tokoh, atau naskah dan perbandingan yang dapat dilakukan antara dua pribadi atau orang banyak (Anton, 1990: 50). Metode komparatif juga bisa disebut dengan membandingkan beberapa pendapat para ahli, mengulas, kemudian menarik kesimpulan dari pendapat-pendapat yang dikutip tersebut. Konsep pendidikan karakter secara umum akan dianalisis perbandingannya dalam konsep pendidikan Islam. F. Penegasan Istilah Agar penelitian terarah dan tidak terlalu jauh menyimpang dari tujuan yang diharapkan maka perlu adanya penjelasan definisi istilah berikut: 1. Pendidikan Karakter Samani (2013: 45) mendefinisikan pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kabaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati Pendidikan karakter juga bisa di artikan sebagai upaya yang dilakukan dengan sengaja untuk mengembangkan karakter baik (good 8 character) berlandaskan kebajikan-kebajikan inti (core virtues) yang secara objektif baik bagi individu maupun masyarakat (Saptono, 2011: 23). Wibowo (2012: 35) mengemukakan pendidikan karakter sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter bangsa pada diri peserta didik, sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan maupun bangsa sehingga menjadi insan kamil (Narwanti, 2011: 14). Pendidikan karakter dalam penelitian ini adalah penanaman nilainilai karakter yang dapat membentuk pribadi-pribadi yang memiliki karakter baik, untuk dirinya, keluarga, teman dan bangsa. 2. Pendidikan Islam Daulay (2012: 3) mendefinisikan pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi Muslim seutuhnya, mengembangkan seluru potensi manusia baik yang berbentuk jasmaniah maupun rohmaniah, menumbuhsuburkan hubungan yang harmonis setiap pribadi dengan Allah, manusia dan alam semesta. 9 Pendidikan diartikan sebagai suatu usaha untuk mengembangkan manusia dalam semua aspeknya, baik spiritual, intelektual, imajinasi, jasmaniah dan ilmiah yang baik secara individual maupun kolektif menuju ke arah pencapaian kesempurnaan hidup sesuai dengan ajaran Islam (Yasin, 2008: 24). Pendidikan Islam menurut Achmadi (1987: 10) adalah segala usaha untuk mengembangkan fitrah manusia dan sumber daya insani menuju terbentuknya insan kamil sesuai dengan norma Islam. Insan kamil ialah “ MUTTAQIN ” yang terefleksikan dalam perilaku baik dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan sesama maupun dengan alam sekitarnya. Pendidikan Islam dalam penelitian ini adalah usaha yang lebih khusus diterapkan untuk mengembangkan fitrah keberagamaan dan sumber daya insani agar lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam. G. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN memuat tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, penegasan istilah dan sistematika penulisan. BAB 11 PENDIDIKAN KARAKTER memuat tentang kajian pustaka yang menjelaskan tentang pendidikan karakter. BAB III PENDIDIKAN ISLAM memuat tentang pendidikan Islam. 10 BAB IV PEMBAHASAN memuat tentang konsep pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam dan implikasinya terhadap proses pendidikan Islam. BAB V PENUTUP memuat tentang kesimpulan dan saran. Bagian akhir berisi tentang daftar pustaka dan lampiran-lampiran serta riwayat hidup penulis. 11 BAB II PENDIDIKAN KARAKTER A. Pendidikan Karakter 1. Pengertian Pendidikan Karakter a. Secara Bahasa Secara etimologi, pendidikan dalam bahasa inggris (education). Kata bahasa inggris (education) berasal dari bahasa latin, yaitu ducare, yang berarti “menuntun, mengarahkan, atau memimpin”. Pendidikan berasal dari bahasa yunani yaitu paedagogi, terdiri dari dua kata “paid” artinya anak dan “agogos” yang artinya membimbing. Pedagogi dapat diartikan sebagai “ilmu dan seni mengajar (Andre, 2013: 1). Secara etimologi, kata karakter (inggris: character) berasal dari bahasa yunani, eharassein yang berarti “to engrave” dapat diterjemahkan menjadi mengukir, melukis, memahatkan atau menggoreskan (Suyadi, 2013: 5). Karakter berasal dari bahasa yunani kharakter yang berakar dari diksi „kharassein‟ yang berarti memahat atu mengukir (to inscribe/to engrave), sedangkan dalam bahasa latin karakter bermakna membedakan tanda. Dalam bahasa Indonesia, karakter dapat diartikan sebagai sifatsifat kejiwaan/tabiat/watak (Narwanti, 2011: 1). Karakter berbeda dengan moral dan akhlak, Moral adalah suatu tindakan manusia yang bercorak khusus, yaitu yang didasarkan kepada pengertiannya mengenai baik buruk. Morallah sebenarnya yang membedakan manusia daripada 12 makhluk Tuhan lainnya dan menempatkannya bila telah menjadi tertib pada derajatdi atas mereka. Sedangkan akhlak adalah kebiasaan atau kehendak, akhlak juga bisa disebut menangnya keinginan dari beberapa keinginan manusia dengan langsung berturut-turut (Amin: 1983: 62). b. Secara Istilah Zubaedi, (2012: 8) mendefinisikan karakter adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak. Adapun berkarakter adalah kepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat dan berwatak. Wynne dalam Mulyasa (2011: 3) mengemukakan bahwa karakter berasal dari bahasa yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau perilaku sehari-hari. Karakter adalah sesuatu hal yang unik hanya ada pada individual ataupun pada suatu kelompok, bangsa. Karakter itu adalah landasan dari kesadaran budaya, kecerdasan budaya merupakan pula perekat budaya. Sedangkan core Values digali dan dikembangkan dari budaya masyarakat itu sendiri (Narwanti, 2011: 27), berbeda dengan Muslich (2011: 75) yang memaparkan untuk dapat memahami pendidikan karakter perlu mengetahui struktur antropologis yang ada dalam diri manusia, yaitu atas jasad, ruh dan akal. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana dalam proses pembimbingan dan pembelajaran bagi individu agar tumbuh berkembang 13 menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, kreatif, berilmu, sehat dan berakhlak (berkarakter) mulia (UU No. 20 Tahun 2003). Pendidikan karakter dalam hal ini merupakan proses berkelanjutan dan tak pernah berakhir (never ending process), sehingga menghasilkan perbaikan kualitas yang kesinambungan (continuous quality improvement), yang ditujukan pada terwujudnya sosok manusia masa depan dan berakar pada nilai-nilai budaya bangsa (Mulyasa, 2011: 1). Gaffar dalam Kesuma (2011: 5) menyebutkan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu. Pendidikan karakter dalam penelitian ini adalah pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter pada peserta didik sehingga memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya dan dapat menghasilkan sosok manusia yang berkualitas dan memiliki masa depan. 2. Pendidikan Karakter sebagai Fondasi Penting dalam Dunia Pendidikan Pakar, filsuf dan orang bijak mengatakan bahwa faktor moral (akhlak) adalah hal utama yang harus dibangun terlebih dahulu agar dapat membangun sebuah masyarakat yang maju, tertib, aman dan sejahtera. Salah satu kewajiban utama yang harus dijalankan oleh para orang tua dan guru adalah melestarikan dan mengajarkan nilai-nilai moral kepada anak-anak. Wiyani (2013: 32) menyebutkan nilai-nilai moral yang ditanamkan akan membentuk karakter (akhlak mulia) yang merupakan fondasi penting 14 terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang beradab dan sejahtera, untuk membentuk karakter mutlak diperlukan landasan penyelenggaraan pendidikan karakter. B. Landasan Pendidikan Karakter Landasan pendidikan karakter, di antaranya adalah landasan filsafat manusia, landasan filsafat pancasila, landasan filsafat pendidikan, landasan filsafat religius, landasan filsafat sosiologis, landasan filsafat psikologis dan landasan filsafat teoritik pendidikan karakter (Wiyani, 2013: 32) sebagai berikut: 1. Landasan Filsafat Manusia Landasan filsafat manusia secara filosofis, manusia diciptakan oleh Allah Swt dalam keadaan “belum selesai” mereka dilahirkan dalam keadaan belum jadi. Manusia ketika dilahirkan berwujud anak manusia belum tentu dalam proses perkembangannya menjadi manusia yang sesungguhnya. Manusia dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya memerlukan bantuan beberapa pihak agar menjadi manusia yang sesungguhnya, yaitu insan kamil. 2. Landasan Filsafat Pancasila Landasan filsafat pancasila menyebutkan manusia yang ideal adalah manusia Pancasilais, yaitu menghargai nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial. Nilai-nilai Pancasila tersebut yang seharusnya menjadi core value dalam pendidikan karakter di negeri ini. 15 3. Landasan Filsafat Pendidikan Landasan filsafat pendidikan menyatakan bahwa pendidikan pada dasarnya bertujuan mengembangkan kepribadian utuh dan mencetak warga negara yang baik. Seseorang yang kepribadian utuh digambarkan dengan terinternalisasikannya nilai-nilai dari berbagai dunia makna (nilai), yaitu simbolik (ritual keagamaan dan matematika), empirik (Ilmu pengetahuan alam dan sosial), estetik (Kesenian), etik (pendidikan moral, budi pekerti, adab dan akhlak), sinoptik (pendidikan agama, sejarah dan filsafat) dan sinnoetik (pengalaman personal). Nilai-nilai tersebut menjadikan seseorang berkarakter baik. 4. Landasan Religius Landasan religius menjelaskan bahwa manusia adalah ciptaan Allah Swt, dalam agama dan sistem kepercayaan yang berkembang di Indonesia, manusia baik adalah manusia yang secara jasmani dan ruhani sehat dan dapat melaksanakan berbagai aktivitas hidup yang berkaitan dengan peribadatannya kepada Allah Swt. Manusia yang baik adalah manusia yang bertakwa dengan menghambakan diri kepada Allah Swt dengan jalan patuh terhadap ajaran-ajaran-Nya, dan manusia yang baik adalah manusia yang menjadi pemimpin diri, keluarga dan masyarakat yang dapat dipercaya atas dasar jujur, amanah, disiplin, kerja keras, ulet dan bertanggung jawab. Manusia yang baik adalah manusia yang manusiawi dalam arti bersifat/berkarakter sebagai manusia yang mempunyai sifat-sifat cinta kasih 16 terhadap sesama, kepedulian yang tinggi terhadap penderitaan orang lain, berlaku baik terhadap sesama manusia dan bermartabat. 5. Landasan Sosiologis Landasan sosiologis menjelaskan secara sosiologis, manusia Indonesia hidup dalam masyarakat heterogen yang terus berkembang. Manusia berada di tengah-tengah masyarakat dengan suku, etnis, agama, golongan, status sosial dan ekonomi yang berbeda-beda. Bangsa Indonesia juga hidup berdampingan dan bergaul dengan bangsa-bangsa lain. Upaya mengembangkan karakter saling menghargai dan toleran pada aneka ragam perbedaan menjadi sangat mendasar. 6. Landasan Psikologis Landasan psikologis menjelaskan dari sisi psikologis, karakter dapat dideskripsikan dari dimensi-dimensi intrapersonal, interpersonal dan interaktif. Dimensi intrapersonal terfokus pada kemampuan atau upaya manusia untuk memahami diri sendiri. Dimensi interpersonal secara umum dibangun atas kemampuan inti untuk mengenali perbedaan, sedangkan secara khusus merupakan kemampuan mengenali perbedaan dalam suasana hati, temperamen, motivasi dan kehendak. Dimensi interaktif adalah kemampuan manusia dalam berinteraksi sosial dengan sesama secara bermakna. 7. Landasan Teoritik Pendidikan Karakter Landasan teoritik pendidikan karakter menyebutkan teori-teori yang berorientasi behavioristik yang menyatakan bahwa “perilaku seseorang 17 sangat ditentukan oleh kekuatan eksternal, yang mana perubahan perilaku tersebut bersifat mekanistik”. Deskripsi landasan pendidikan karakter dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter pada dasarnya merupakan proses menghadirkan nilai-nilai dari berbagai dunia nilai (simbolik, empirik, etik, estetik, etik, sinnoetik dan sinoptik) pada diri peserta didik sehingga dengan nilai-nilai tersebut akan mengarahkan, mengendalikan dan mengembangkan kepribadian secara utuh yang terwujud dengan ciri pribadi dengan karakter baik. C. Tujuan Pendidikan Karakter Mulyasa (2011: 9) menjelaskan pendidikan karakter pada tingkat satuan pendidikan mengarah pada pembentukan budaya sekolah/madrasah, yaitu nilainilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan sehari-hari, serta simbolsimbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah/madrasah dan masyarakat sekitarnya. Budaya sekolah/madrasah merupakan ciri khas, karakter atau watak dan citra sekolah/madrasah tersebut di mata masyarakat luas. Zubaedi (2012: 18) berpendapat bahwa pendidikan karakter secara perinci memiliki lima tujuan, yaitu sebagai berikut: 1. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa; 2. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius; 3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa; 18 4. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif dan berwawasan kebangsaan; 5. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan dan dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan. Wiyani (2013: 70) mengemukakan tujuan pendidikan karakter adalah menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan, mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah dan membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab karakter bersama. Tujuan pendidikan karakter dalam penelitian ini adalah mengembangkan sikap peserta didik agar memiliki perilaku terpuji, sifat mandiri, kreatif, rasa tanggung jawab dan jiwa kepemimpinan serta menciptakan lingkungan yang bersahabat di sekolah. D. Dimensi Pendidikan Karakter Setiap manusia dalam hidupnya pasti mengalami perubahan atau perkembangan, baik perubahan yang bersifat nyata atau yang menyangkut perubahan fisik, maupun perubahan yang bersifat abstrak atau perubahan yang berhubungan dengan aspek psikologi. Perubahan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang berasal dari dalam manusia (internal) atau yang berasal dari luar (eksternal). Faktor-faktor itulah yang akan menentukan apakah proses 19 perubahan manusia mengarah pada hal-hal yang bersifat positif atau sebaliknya. Karakter yang dimiliki manusia bersifat fleksibel atau luwes serta bisa diubah atau dibentuk. Karakter manusia suatu saat bisa baik tetapi pada saat yang lain sebaliknya menjadi jahat. Perubahan ini tergantung bagaimana proses interaksi antara potensi dan sifat alami yang dimiliki manusia dengan kondisi lingkungannya, sosial budaya, pendidikan, dan alam. Karakter atau kualitas diri seseorang tidak berkembang dengan sendirinya. Perkembangan karakter pada setiap individu dipengaruhi oleh faktor bawaan (nature) dan faktor lingkungan (nurture). Seorang anak adalah gambaran awal manusia menjadi manusia, yaitu masa di mana kebajikan berkembang secara perlahan tapi pasti. Dengan kata lain, bila dasar-dasar kebajikan gagal ditanamkan pada anak di usia dini, maka dia akan menjadi orang dewasa yang tidak memiliki nilai-nilai kebajikan. Usia dua tahun pertama adalah masa kritis bagi pembentukan pola penyesuaian dan sosial. Pendidikan karakter sendiri mengemban misi untuk mengembangkan watak-watak dasar yang seharusnya dimiliki oleh peserta didik. Penghargaan (respect) dan tanggung jawab (responsibility) merupakan dua nilai moral pokok yang harus diajarkan. Nilai moral yang lainnya adalah kejujuran, keadilan, toleransi, kebijaksanaan, kedisiplinan diri, suka menolong, rasa kasihan, kerja sama dan keteguhan hati. Pendidikan karakter di Indonesia didasarkan pada sembilan pilar karakter dasar. Karakter dasar menjadi tujuan pendidikan karakter. Kesembilan 20 pilar karakter dasar ini, antara lain: Cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya, tanggung jawab,disiplin dan mandiri, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerja sama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik, dan rendah hati dan toleransi, cinta damai dan persatuan. Pendidikan karakter dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang menjadi nilai dasar karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. Pendidikan karakter pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa indonesia, agama, budaya dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter di Indonesia diidentifikasi berasal dari empat sumber yaitu agama, pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional (Zubaedi: 2011: 72), berikut penjelasannya: 1. Agama Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Karenanya, nilai-nilai pendidikan karakter harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama. 21 2. Pancasila Negara Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 yang dijabarkan lebih lanjut ke dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang baik yaitu negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan niali-nilai pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara. 3. Budaya Budaya sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat tersebut. Nilai budaya ini dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat tersebut. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa 4. Tujuan Pendidikan Nasional Tujuan pendidikan nasional dalam UU RI Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya 22 pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “ Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional menurut Zubaedi (2011: 74) sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam mengembangkan pendidikan budaya dan karakter bangsa. E. Ruang Lingkup Pendidikan Karakter Fathurrohman (2013: 124) mengemukakan beberapa batasan atau deskripsi nilai-niali pendidikan karakter antara lain: 1. Nilai karakter dalam hubungannya dengan Allah Swt, meliputi Pikiran, perkataan dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan ajaran agamanya; 2. Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri, meliputi sikap jujur, bertanggung jawab, bergaya hidup sehat, disiplin, kerja keras, percaya diri, berjiwa wirausaha, berpikir logis, mandiri, dan cinta ilmu; 23 3. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama, meliputi: a. Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain yaitu sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain; b. Patuh pada aturan-aturan sosial; c. Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum; d. Menghargai karya dan prestasi orang lain yaitu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain; e. Santun yaitu sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang; f. Demokratis yaitu cara berpikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. 4. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan, meliputi sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam disekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan; 5. Nilai kebangsaan, meliputi cara berpikir, bertindak dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan diri dan kelompoknya. 24 Pendidikan karakter akan mendorong lahirnya anak-anak yang baik. Anak yang memiliki karakter yang baik, akan tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar dan cenderung memiliki tujuan hidup. Pendidikan karakter yang efektif, ditemukan dalam lingkungan sekolah yang memungkinkan semua peserta didik menunjukkan potensi mereka untuk mencapai tujuan yang sangat penting. F. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter Pendidikan karakter dilaksanakan tidak semudah yang dibayangkan. Lebih-lebih pada dunia pendidikan di sekolah, perlu adanya persiapanpersiapan seperti perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, serta dibutuhkan pendidik-pendidik yang berkompeten, profesional dan berkepribadian baik. Pendidikan karakter secara maksimal ada beberapa prinsip yaitu a) berkelanjutan, bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter merupakan proses yang tiada henti, dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan bahkan sampai terjun ke masyarakat, b) melalui semua mata pelajaran yaitu pengembangan diri dan budaya sekolah serta muatan lokal, c) nilai-nilai yang tidak diajarkan tetapi dikembangkan dan dilaksanakan, hal ini dapat dilakukan melalui pengembangan kemampuan, baik ranah kognitif, afektif dan psikomotorik dan d) proses pendidikan peserta didik dengan aktif dan menyenangkan. Koesoema(2011: 145) berpandangan bahwa prinsip pendidikan karakter adalah: 25 1. Karaktermu ditentukan oleh apa yang kamu lakukan, bukan apa yang kamu katakan atau kamu yakini; 2. Setiap keputusan yang kamu ambil menentukan akan menjadi orang macam apa dirimu; 3. Karakter yang baik mengandaikan bahwa hal yang baik itu dilakukan dengan cara-cara yang baik, bahkan seandainya pun kamu harus membayarnya secara mahal disebabkan mengandung resiko; 4. Jangan pernah mengambil perilaku buruk yang dilakukan oleh orang lain sebagai patokan bagi dirimu. Kamu dapat memilih patokan yang lebih baik bagi mereka; 5. Bayaran bagi mereka yang mempunyai karakter baik adalah kamu menjadi pribadi yang lebih baik. Ini akan membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik untuk dihuni. G. Nilai-nilai Pendidikan Karakter Pendidikan karakter dapat teridentifikasi sejumlah nilai Zubaedi (2011: 74) yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab berikut penjelasannya: 1. Religius Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Religius juga bisa 26 diartikan sebagai nilai karakter dalam hubungannya dengan Allah Swt. Menunjukkan bahwa pikiran, perkataan dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan ajaran agamanya. Mustari (2011: 2) mengemukakan manusia religius berkeyakinan bahwa semua yang ada di alam semesta ini adalah merupakan bukti yang jelas terhadap adanya Tuhan. Narwanti, (2011: 64) menuliskan tentang unsur-unsur perwujudan serta benda-benda alam mengukuhkan keyakinan bahwa ada Maha Pencipta dan Pengatur, dengan indikator pencapaian pembelajaran meliputi beberapa hal yaitu: Beraqidah lurus, beribadah yang benar, berdo‟a sebelum mulai dan sesudah selesai pembelajaran, mengikuti materi pembelajaran dengan kekuasaan Allah Swt, melaksanakan shalat dhuha, melaksanakan shalat zhuhur secara berjamaah, melaksanakan shalat ashar secara berjamaah, dan Tahfiz Al-Qur‟an min 1 juz (Program Tahfiz: setoran hafalan 1 juz ayat Al-Qur‟an dan Program penunjang: Tilawah AlQur‟an/ tahfiz sesudah shalat dzuhur berjamaah selama 5 menit). 2. Jujur Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan. Suyadi (2013 :8) mengemukakan bahwa jujur diartikan sebagai sikap dan perilaku yang mencerminkan kesatuan antara pengetahuan, perkataan dan perbuatan mengetahui yang benar, mengatakan 27 yang benar dan melakukan yang benar, sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai pribadi yang dapat dipercaya. Mustari (2011: 15) mengemukakan jujur merujuk pada suatu karakter moral yang mempunyai sifat-sifat positif dan mulia seperti integritas, penuh kebenaran dan lurus sekaligus tiadanya bohong, curang ataupun mencuri. Narwanti (2011: 65) menuliskan dengan indikator pencapaian pembelajaran meliputi beberapa hal dibawah ini: a. Membuat laporan hasil percobaan sesuai dengan data yang diperoleh; b. Tidak pernah menyontek dalam ulangan; c. Tidak pernah berbohong dalam berbicara; d. Mengakui kesalahan; e. Terbuka dalam memberi penilaian kepada peserta didik. 3. Toleransi Toleransi dalam pandangan Fathurrohman (2013: 19) adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Toleransi diartikan sebagai sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan terhadap perbedaan terhadap agama, aliran kepercayaan, suku adat, bahasa, ras, etnis, pendapat dan hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar dan terbuka, serat dapat hidup tenang di tengah perbedaan tersebut. Narwanti (2011: 65) menuliskan dengan indikator pencapaian pembelajaran meliputi beberapa hal dibawah ini: 28 a. Pelayanan yang sama terhadap peserta didik tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial dan status ekonomi; b. Memberikan pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus; c. Bekerja dalam kelompok dengan teman-teman yang berbeda jenis kelamin, agama, suku dan tingkat kemampuan; d. Tidak memaksakan pendapat atau kehendak kepada orang lain; e. Hormat menghormati; f. Raso jo pareso (Raso berarti rasa atau perasaan manusia). Raso dapat berbentuk malu, takut, senang atau bahagia. Ukuran raso didasarkan pada nilai budi yang dimiliki manusia; g. Basa basi; h. Sopan santun; i. Manyauk dihikie bakato dibawah-bawah (Hati-hati tidak boleh tinggi hati atau berbicara tinggi. 4. Disiplin Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Mustari (2011: 42) mengemukakan bahwa disiplin merujuk pada intruksi sistematis yang diberikan kepada murid (disciple). Untuk mendisiplinkan berarti menginstruksikan orang untuk mengikuti tatanan tertentu melalui aturan-aturan tertentu. Biasanya kata “disiplin” berkonotasi negatif, karena untuk melangsungkan tatanan dilakukan melalui hukuman. Disiplin dalam arti lain berarti suatu ilmu tertentu yang diberikan kepada murid. Narwanti (2011: 66) menuliskan 29 dengan indikator pencapaian pembelajaran meliputi beberapa hal yaitu: Hadir tepat waktu, mengikuti seluruh kegiatan pembelajaran, mengikuti prosedur kegiatan pembelajaran dan menyelesaikan tugas tepat waktu. 5. Kerja Keras Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguhsungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Mustari (2011: 52) mengemukakan bahwa kerja keras yang mesti dilakukan adalah hal-hal yang baik-baik, memperhatikan supaya segala urusannya dapat berbuah lezat dan dapat dirasakan manfaatnya, baik usaha itu tertuju pada bidang pelajaran ataupun pekerjaan. Kepentingannya agar apa-apa yang diusahakan itu tidak mudah roboh dan hancur, tidak mudah rusak dan punah, dihindarkan dari rasa mempermudah pekerjaan, sehingga menyebabkan mudah binasa dan terbengkalai. Nurwanti (2011: 66) menuliskan dengan indikator pencapaian pembelajaran meliputi beberapa hal dibawah ini: a. Berupaya dengan gigih untuk menciptakan semangat kompetisi yang sehat; b. Substansi pembelajaran menantang peserta didik untuk berpikir keras; c. Menyelesaikan semua tugas yang diberikan oleh guru; d. Berupaya mencari jalan keluar terhadap permasalahan yang dihadapi. 6. Kreatif Kreatif adalah berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. Suyadi (2013: 8) 30 mengemukakan kreatif sebagai sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya. Narwanti (2011: 66) menuliskan dengan indikator pencapaian pembelajaran meliputi beberapa hal dibawah ini: a. Menciptakan situasi belajar yang mendorong munculnya kreativitas peserta didik; b. Memberi tugas yang menantang munculnya kreativitas peserta didik (tugas projek, karya ilmiah, dsb); c. Menghasilkan suatu karya baru, baik otentik maupun modifikasi. 7. Mandiri Mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Mustari (2011: 94) mengemukakan orang mandiri adalah orang yang cukup-diri (self_sufficient), yaitu orang yang mampu berpikir dan berfungsi secara independen, tidak perlu bantuan orang lain, tidak menolak resiko dan bisa memecahkan masalah, bukan hanya khawatir tentang masalah-masalah yang dihadapinya. Orang seperti itu akan percaya pada keputusannya sendiri, jarang membutuhkan orang lain untuk menerima pendapat atau bimbingan orang lain. orang yang mandiri dapat menguasai kehidupannya sendiri dan dapat menangani apa saja dari kehidupan yang ia hadapi. Narwanti (2011: 66) menuliskan dengan indikator pencapaian pembelajaran meliputi beberapa hal dibawah ini: 31 a. Dalam ulangan tidak mengharapkan bantuan kepada orang lain; b. Penyelesaian tugas-tugas yang harus dikerjakan secara mandiri; c. Mempresentasi hasil pelaksanaan tugas-tugas yang diberikan; d. Memotivasi peserta didik untuk menumbuhkan rasa percaya diri. 8. Demokratis Demokratis adalah cara berpikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. Narwanti (2011: 67) menuliskan dengan indikator pencapaian pembelajaran meliputi beberapa hal dibawah ini: a. Pembelajaran yang dialogis dan interaktif; b. Keterlibatan semua peserta didik secara aktif selama pembelajaran; c. Menghargai setiap pendapat peserta didik. 9. Rasa Ingin Tahu Rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan didengar. Mustari (2011: 104) mengemukakan kuriositas (rasa ingin tahu) adalah emosi yang dihubungkan dengan perilaku mengorek secara alamiah seperti eksplorasi, investigasi dan belajar. Rasa ingin tahu terdapat pada pengalaman manusia dan binatang. Istilah itu juga dapat digunakan untuk menunjukkan perilaku itu sendiri yang disebabkan oleh emosi ingin tahu. Karena emosi ini mewakili kehendak untuk mengetahui hal-hal baru, rasa ingin tahu bisa diibaratkan “bensin” atas “kendaraan” ilmu dan disiplin lain dalam studi yang dilakukan oleh 32 manusia. Narwanti (2011: 67) menuliskan dengan indikator pencapaian pembelajaran meliputi beberapa hal dibawah ini: a. Penerapan dan elaborasi dalam pembelajaran; b. Memanfaatkan media pembelajaran (cetak dan elektronik) yang menumbuhkan keingintahuan; c. Menumbuhkan keinginan untuk melakukan penelitian; d. Berwawasan yang luas. 10. Semangat Kebangsaan Semangat kebangsaan adalah cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Narwanti (2011: 67) menuliskan dengan indikator pencapaian pembelajaran meliputi: Bekerjasama dengan teman yang berbeda suku/etnis dan mengaitkan materi pelajaran dengan peristiwa yang menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotisme. 11. Cinta Tanah Air Cinta tanah air adalah cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa. Narwanti (2011: 67) menuliskan dengan indikator pencapaian pembelajaran meliputi beberapa hal dibawah ini: a. Menyanyikan lagu-lagu perjuangan; b. Diskusi tentang kekayaan alam, budaya bangsa, peristiwa alam dan perilaku menyimpang; 33 c. Menumbuhkan rasa mencintai produk dalam negeri dalam pembelajaran; d. Menggunakan media dan alat-alat pembelajaran produk dalam negeri. 12. Menghargai Prestasi Menghargai prestasi adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. Narwanti (2011: 68) menuliskan dengan indikator pencapaian pembelajaran meliputi beberapa hal yaitu: Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menampilkan ide, bakat dan kreasi, pujian kepada peserta didik yang telah menyelesaikan tugas dengan baik, mengajukan ide cemerlang atau menghasilkan suatu karya, dan trampil. 13. Bersahabat/Komunikatif Bersahabat/komunikatif adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul dan bekerja sama dengan orang lain. Narwanti (2011: 68) menuliskan dengan indikator pencapaian pembelajaran meliputi beberapa hal dibawah ini: a. Pengaturan kelas memudahkan peserta didik berinteraksi; b. Diskusi kelompok untuk memecahkan suatu permasalahan; c. Melakukan bimbingan kepada peserta didik yang memerlukan; d. Mengajukan dan menjawab pertanyaan dengan santun ; e. Menyajikan hasil tugas secara lisan atau tertulis. 34 14. Cinta Damai Cinta damai adalah sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadirannya. Narwanti (2011: 68) menuliskan dengan indikator pencapaian pembelajaran meliputi beberapa hal yaitu: Tidak saling mengejek dan memburukburukkan orang lain, saling menjalin kerjasama dan tolong menolong dan menciptakan suasana damai dilingkungan sekolah. Saiyo sakato / sahino samalu (menghadapi suatu masalah atau pekerjaan, akan selalu terdapat perbedaan pandangan dan pendirian antar orang satu dengan yang lain. Bagaimana proses keputusan diambil, namun setelah ada mufakat maka keputusan itu harus dilaksanakan oleh semua pihak, karena tetap utuh dan tetap satu 15. Gemar Membaca Gemar membaca adalah kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. Suyadi (2013: 9) mengemukakan gemar membaca juga bisa diartikan sebagai kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk menyediakan waktu secara khusus guna membaca berbagai informasi, baik buku, jurnal, majalah, koran dan sebagainya sehingga menimbulkan kebijakan bagi dirinya. Narwanti (2011: 69) menuliskan dengan indikator pencapaian pembelajaran meliputi beberapa hal dibawah ini: a. Penugasan membaca buku pelajaran dan mencari referensi; 35 b. Peserta didik lebih mengutamakan membeli buku dibanding dengan yang lainnya; c. Peduli lingkungan; d. Kebersihan ruang kelas terjaga; e. Menyediakan tong sampah organik dan unorganik; f. Hemat dalam penggunaan bahan praktik; g. Penanganan limbah bahan kimia dari kegiatan praktik. 16. Peduli Lingkungan Peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. 17. Peduli Sosial Peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. Narwanti (2011: 96) menuliskan dengan indikator pencapaian pembelajaran meliputi beberapa hal dibawah ini: a. Tanggap terhadap teman yang mengalami kesulitan; b. Tanggap terhadap keadaan lingkungan; c. Kaba baiak bahimbauan, kaba buruak ba hambauan (kabar baik dipanggil kabar buruk diusir). Seandainya memperoleh kabar baik maka hendaknya disampaikan; 36 d. Barek samo dipikuo, ringan samo dijinjiang (berat sama dipikul, ringan sama dijinjing). 18. Tanggung Jawab Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Narwanti (2011: 69) menuliskan dengan indikator pencapaian pembelajaran meliputi: selalu melaksanakan tugas sesuai dengan aturan/kesepakatan dan bertanggung jawab terhadap semua tindakan yang dilakukan. H. Urgensi Pendidikan Karakter Persoalan karakter tidak dapat disangkal bahwa dalam kehidupan manusia di muka bumi sejak dulu sampai sekarang dan juga zaman yang akan datang, merupakan persoalan yang besar dan penting, bisa dikatakan persoalan hidup dan matinya suatu bangsa. Fakta-fakta sejarah telah cukup banyak memperlihatkan kepada kita bukti bahwa kekuatan dan kebesaran suatu bangsa pada hakikatnya berpangkal pada kekuatan karakternya, yang menjadi tulang punggung bagi setiap bentuk kemajuan lahiriah bangsa tersebut. Manusia mempunyai dua unsur pokok (yaitu jasmani dan rohani) dan rohani itulah yang memegang “komando” terhadap jasmani. Rohani kita yang mengatur apapun yang akan dilakukan. Maka dari itu usaha pendidikan karakter sungguh sangat diperlukan, karena pendidikan karakter dapat 37 menahan kemerosotan karakter seseorang. Selain itu, pendidikan karakter juga dapat meningkatkan mutu karakter generasi sekarang dan yang akan datang. Pendidikan karakter tidak hanya membuat seorang anak mempunyai akhlak mulia, akan tetapi juga dapat meningkatkan kualitas akademiknya. Hubungan antara keberhasilan pendidikan karakter dengan keberhasilan akademik dapat menumbuhkan suasana sekolah yang menyenangkan dan proses belajar mengajar yang kondusif. Fathurrohman (2013: 117) mengemukakan satu hal yang perlu dikemukakan dalam kaitan pentingnya pendidikan karakter bagi anak didik adalah pembinaan akhlak. Karena akhlak memegang peranan sangat penting dalam kehidupan manusia sehari-hari. Akhlak terpuji merupakan nilai ibadah dan sekaligus merupakan tujuan yang sangat mendasar dalam hidup manusia sehari-hari, berikut kaitannya dengan Akhlak antara lain: 1. Akhlak Adil Adil adalah memberikan setiap hak kepada pemiliknya tanpa memihak, membeda-bedakan di antara mereka atau bercampur tangan yang diiringi hawa nafsu. 2. Akhlak Ihsan Ihsan (berbuat baik) adalah ikhlas dalam beramal dan melakukan amal itu sebaik-baiknya tanpa diiringi riya‟ atau sum‟ah (ingin kedengaran orang lain dalam beramal). Sedangkan ihsan dalam pergaulan maksudnya adalah bergaul yang baik dengan semua orang. Misal, a) dengan orang tua yaitu mematuhi dan berbakti, tidak menyakiti, memohon ampun, 38 melaksanakan janji mereka, b) dengan saudara yaitu menyayangi, melakukan hal-hal yang mereka sukai dan menjauhi yang tidak disukai mereka, c) dengan orang diperjalanan yaitu membantu keperluannya, menjaga kehormatan, d) dengan anak yatim, orang miskin, pembantu yaitu hendaknya berbelas kasih, memperhatikan pendidikan mereka, menyayangi, tidak menyakiti, tidak merendahkan dan tidak berlaku sombong kepada mereka, melindungi, menghargai kedudukannya, menghormati kepribadiannya. 3. Akhlak Kasih Sayang Kasih sayang merupakan akhlak terpuji yang melembutkan akhlak tercela seseorang, berusaha menghilangkannya dan menyesali kesalahankesalahannya. Kasih sayang adalah kelembutan dalam hati yang dihubungkan dengan rasa sakit ketika terasa oleh indra. Atau kasih sayang adalah mendampingi teman di waktu duka atau suka. Meskipun kasih sayang pada dasarnya kelembutan hati, tetapi sama sekali bukan sekedar emosi diri yang berpengaruh ke luar (misal memaafkan orang yang bersalah, membantu yang tertindas, memberi makan yang lapar, memberi pakaian, memberi obat kepada yang sakit) tetapi justru mempunyai pengaruh eksternal dan bentuk yang nyata yang terwujud di alam yang nyata. Kasih sayang itu tidak terbatas kepada manusia saja, tetapi kepada seluruh alam, misalnya binatang, tanaman, maupun benda-benda mati. Nabi Muhammad Saw bersabda “Barang siapa yang tidak menyayangi yang di bumi, ia tidak disayangi oleh yang di langit”. 39 4. Akhlak Malu Malu merupakan akhlak yang paling menonjol dan yang paling berperan dalam menjaga diri dari segala keburukan. Adapun faidah malau adalah dapat mengajak kepada kebaikan dan menjauhkan dari keburukan. Dan malu tak akan menghambat seseorang untuk berkata benar, menyuruh kebaikan dan melarang kemungkaran. 5. Akhlak jujur Jujur adalah mengatakan sesuatu apa adanya lawan dari dusta. Nabi Muhammad Saw bersabda “Jujur itu merupakan ketentraman”. Jujur menjadi karakter yang perlu untuk mendapatkan perhatian yang memadai pada proses pendidikan. Pentingnya pendidikan karakter dalam diri seseorang, juga ada banyak manfaat yang bisa diperoleh dari pendidikan karakter, antara lain: a. Peserta didik mampu mengatasi masalah pribadinya sendiri b. Meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain c. Dapat memotivasi peserta didik dalam meningkatkan prestasi akademiknya d. Meningkatkan suasana sekolah yang aman, nyaman dan menyenangkan serta kondusif untuk proses belajar mengajar yang efektif. I. Pengembangan Karakter sebagai Proses Pendidikan 1. Tahapan Pengembangan Karakter Pengembangan karakter sebagai proses yang tiada henti terbagi menjadi empat tahapan : pertama, pada usia dini disebut sebagai tahap 40 pembentukan karakter; kedua, pada usia remaja disebut sebagai tahap pengembangan; ketiga, pada usia dewasa disebut sebagai tahap pemantapan; keempat, pada usia tua disebut sebagai tahap pembijaksanaan 2. Domain Pendidikan Karakter Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), acting, menuju kebiasaan (habit). Karakter tidak sebatas pada pengetahuan. Seseorang yang memiliki pengetahuan tentang kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya jika tidak terlatih untuk melakukan kebaikan tersebut, karakter tidak sebatas pengetahuan. Karakter lebih dalam lagi,menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikaian, diperlukan komponen karakter yang baik (companents of good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan moral. Hal ini diperlukan siswa didik agar mampu memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan (Zubaedi, 2012: 110). Muslich (2011: 133) mengemukakan bahwa moral knowing merupakan hal yang penting untuk diajarkan. Moral knowing ini terdiri dari enam hal, yaitu: (1) moral awareness (kesadaran moral), (2) knowing moral values (mengetahui nilai-nilai moral), (3) perspective taking, (4) moral reasoning, (5) decision making dan (6) self knowledge. Moral feeling adalah aspek yang lain yang harus ditanamkan kepada anak yang merupakan sumber energi dari diri manusia untuk bertindak sesuai dengan prinsipprinsip moral. Terdapat enam hal yang merupakan aspek emosi yang harus 41 mampu dirasakan oleh seseorang untuk menjadi manusia berkarakter, yakni (1) conscience (nurani), (2) self esteem ( percaya diri), (3) empathy ( merasakan penderitaan orang lain), (4) loving the good (mencintai kebenaran), (5) self control (mampu mengontrol diri) dan (6) humility (kerendahan hati). Moral action adalah bagaimana membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Perbuatan tindakan moral ini merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lain. untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter, yaitu kompetensi (competence), keinginan (wiil) dan kebiasaan (habit) (Muslich, 2011: 134). Ketiga aspek moral tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat dan ketiganya saling bersinergi. Seorang anak harus diberikan pengetahuan tentang moral karena tanpa adanya arahan dari orang tua, anak tidak akan memiliki pengetahuan dan kesadaran tentang moral yang dengannya anak mengetahui hal-hal yang baik dan yang buruk. Penanaman perasaan moral dan pelaksanaan atau tindakan moral harus ditanamkan sejak dini, karena seorang anak yang sudah terlanjur dan terbiasa melakukan hal-hal buruk atau negatif akan sulit sekali untuk menanamkan moral kembali, maka sebelum hal itu terjadi alangkah baiknya dilakukan pencegahan sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan. 42 J. Realitas Pendidikan Karakter bagi Peserta Didik Pendidikan karakter sekarang ini masih belum menunjukkan tandatanda kualitasnya dan pendidikan agama dianggap belum bisa memperkuat moralitas anak. Selain itu pendidikan karakter juga belum dapat dilaksanakan secara optimal, baik oleh pemerintah maupun pelaku pendidikan. Secara umum, ada empat kelemahan yang menyebabkan pendidikan karakter belum optimal yaitu sebagai berikut : 1. Guru belum memahami sepenuhnya bagaimana mengintegrasikan nilai-nilai karakter pada masing-masing materi pelajaran. Sehingga ketika menyantumkan nilai karakter saat penyusunan silabus dan RPP terkesan asal yang penting bunyi nilai karakter “formalitas”; 2. Silabus dan RPP hanya sebagai formalitas, maka dalam proses pembelajaran berjalan secara konvensional sesuai gaya guru masing-masing dan tidak mencerminkan pelaksanaan dari silabus dan RPP, sehingga pesan penanaman nilai karakter juga tidak terealisasikan; 3. Masih kuatnya orientasi pendidikan pada dimensi pengetahuan dan kurang memperhatikan pengembangan sikap. Hal ini menyebabkan peserta didik mengetahui banyak hal, namun kurang memiliki sistem nilai, sikap, minat maupun apresiasi secara positif terhadap apa yang diketahuinya; 4. Masih kuatnya asumsi bahwa jika aspek perkembangan kognitif dikembangkan secara benar maka aspek afektif akan ikut berkembang. Asumsi ini salah, mengingat pengembangan afektif bisa secepat 43 perkembangan kognitif, jika pengalaman pembelajaran afektif diberikan sama banyaknya dengan pengalaman pembelajaran kognitif. Empat kelemahan dalam pendidikan karakter diatas bisa disimpulkan bahwasannya karakter peserta didik belum dapat dikembangkan secara baik dalam proses pembelajaran disekolah. Karakter peserta didik belum bisa dikatakan baik jika dalam proses belajar mengajarnya tidak baik, gurunya yang seharusnya menjadikan peserta didik memiliki budi pekerti yang baik tetapi peserta didik tidak diperlakukan dengan baik. Misalnya, seorang guru hanya memberi pembelajaran kognitif saja, sehingga anak didik belum mampu mengerti seperti apa harus bersikap dan bertindak. Peserta didik tidak terarah, tidak kuad moralitasnya selalu melakukan hal-hal yang negatif, tidak mengerti mana hal yang baik dan mana hal yang tidak baik. Selain dari pihak guru, keluarga juga sangat penting dalam menjadikan karakter peserta didik menjadi lebih baik. Misalnya bisa dengan memberi pengetahuan-pengetahuan agama, menanamkan sikap-sikap yang baik agar menjadi pribadi yang baik. Perkembangan zaman yang semakin maju, realitasnya karakter peserta didik belum mencapai tahap yang sempurna. Masih banyak peserta didik yang tidak bermoral, bertingkah laku tidak sesuai dengan aturan dan norma agama. Misalnya, banyak anak-anak kecil yang sudah merokok, bahkan sampai melakukan hal-hal yang keji. Bukan hanya peran orang tua dan guru saja, akan tetapi faktor lingkungan sangat berpengaruh dalam membentuk karakter anak. Lingkungan yang baik akan berpengaruh baik dan lingkungan yang buruk akan 44 berpengaruh buruk. Dalam menjaga dan mengawasi pergaulan anak harus berhati-hati agar tidak terjerumus dalam perilaku yang tidak baik. 45 BAB III PENDIDIKAN ISLAM A. Definisi Pendidikan Islam Pendidikan Islam ialah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi Muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmaniah maupun rohaniah, menumbuhksuburkan hubungan yang harmonis setiap pribadi dengan Allah Swt, manusia dan alam semesta (Daulay, 2012: 3). Berbeda dengan Yasin (2008: 7) mendefinisikan pendidikan Islam adalah suatu disiplin ilmu karena merupakan sekumpulan ide-ide dan konsep-konsep ilmiah dan intelektual yang tersusun dan diperkuat melalui pengalaman dan pengetahuan. Mengalami dan mengetahui merupakan pangkal dari konseptualisasi manusia yang berlanjut kepada terbentuknya suatu ilmu pengetahuan. Yasin (2008: 24) Melengkapi konsepnya bahwa pendidikan Islam adalah suatu usaha untuk mengembangkan manusia dalam semua aspeknya, baik aspek spiritual, intelektual, imajinasi, jasmaniah dan ilmiah baik secara individual maupun kolektif menuju ke arah pencapaian kesempurnaan hidup sesuai dengan ajaran Islam Pendidikan Islam bertolak dari pandangan Islam tentang manusia. AlQur‟an menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai fungsi ganda yang sekaligus mencakup tugas pokok. Fungsi pertama, manusia sebagai khalifah Allah Swt di bumi. Yang mengandung arti bahwa manusia diberi amanah untuk memelihara, merawat, memanfaatkan serta melestarikan alam raya. Agar terlaksana funsi khalifah tersebut dengan baik, maka manusia 46 memiliki syarat pokok yaitu keilmuan dan memiliki moral atau akhlak. Fungsi kedua, manusia adalah makhluk Allah Swt yang ditugasi untuk menyembah dan mengabdi kepada-Nya. Manusia tunduk dan pasrah kepada kebesaran Allah Swt. Hubungan manusia dengan Allah Swt adalah hubungan khalik dengan makhluk. Pendidikan Islam ialah mendidik akhlak dan jiwa, menanamkan rasa fadhilah (keutamaan), membiasakan dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas dan jujur. Berdasarkan beberapa definisi pendidikan Islam di atas, dapat di simpulkan bahwa pendidikan Islam adalah membentuk pribadi muslim seutuhnya, mendidik akhlak dan jiwa serta mengembangkan seluruh potensi manusia dalam semua aspek, baik spiritual, intelektual, jasmani dan ilmiah dan mempersiapkan kehidupan yang ikhlas dan jujur. B. Dasar Pendidikan Islam Dasar pendidikan Islam adalah Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi. Di atas kedua pilar inilah dibangun konsep dasar pendidikan Islam, kedua pilar itu pula yang melahirkan pendapat para ulama dan cendekiawan Muslim tentang dasar pendidikan Islam. Dasar ketiga, yaitu ijtihad para ulama dan cendekiawan Muslim tentang pendidikan Islam (Daulay, 2012: 7). Konsep Daulay tentang Dasar-dasar pendidikan Islam tersebut dapat dipaparkan di bawah ini: 47 1. Al-Qur‟an Al-Qur‟an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh jibril kepada Nabi Muhammad Saw. Didalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam Al-Qur‟an itu terdiri dari dua prinsip besar, yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut Aqidah dan yang berhubungan dengan amal yang disebut Syari‟ah. Al-Qur‟an merupakan sumber nilai yang absolut, yang eksistensinya tidak mengalami perubahan walaupun interpretasinya dimungkinkan mengalami perubahan sesuai dengan konteks zaman, keadaan dan tempat (Muhaimin, 1993: 145). Al-Qur‟an sebagai sumber pendidikan Islam memiliki Keistimewaan, yaitu menghormati akal manusia, bimbingan ilmiah, tidak menentang fitrah manusia, penggunaan kisah-kisah untuk tujuan pendidikan dan memelihara keperluan-keperluan sosial (Achmadi, 1987: 21). Ketetapan Allah itu terdapat dalam surat an-Nisa‟ ayat 59, sebagai berikut: Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah Swt (Al 48 Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. Firman Allah Swt dalam surat Al-Luqman ayat 13 yang memaparkan contoh pendidikan Islam, sebagai berikut: Artinya: “dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". 2. As-Sunnah As-Sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasul Allah Swt. Yang dimaksud dengan pengakuan itu ialah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan. Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al-Qur‟an. Seperti Al-Qur‟an, Sunnah juga berisi aqidah dan syari‟ah. Sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemashlahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertakwa. Hadis Rasul menyebutkan, 49 ْ ُا طلُبُوا ال ِع ْل َم ِمنَ ال َم ْه ِد إِلى اللَّحْ ِد “ Tuntutlah ilmu mulai dari buaian sampai keliang lahat ”. Hadis Rasul di atas mencerminkan bahwa pendidikan Islam menghendaki proses yang terus-menerus dan sepanjang hayat. Dapatlah dikatakan juga bahwa pendidikan Islam harus dilaksanakan dalam tiga lembaga pendidikan tersebut, yaitu dalam keluarga yang menjadi tanggung jawab orang tua, di sekolah yang menjadi tanggung jawab para guru,, di masyarakat yang menjadi tanggung jawab para tokoh dan semua anggota masyarakat. Oleh karena itu, terlihatlah betapa pentingnya dan mutlak diperlukan adanya keterpaduan (Baharuddin, 2010: 16). 3. Ijtihad Ijtihad ialah berpikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuan syari‟at Islam untuk menetapkan/ menentukan sesuatu hukum Syari‟at Islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur‟an dan Sunnah. Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada Al-Qur‟an dan Sunnah (Daradjat, 2011: 21). C. Tujuan Pendidikan Islam Pendidikan Islam akan terlihat dengan jelas sesuatu yang diharapkan terwujud setelah orang mengalami pendidikan Islam secara keselurahan, yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi insan kamil dengan pola takwa insan kamil artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena takwanya kepada Allah Swt. Ini 50 mengandung arti bahwa pendidikan Islam itu diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakat serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan dengan manusia sesamanya, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia kini dan di akhirat nanti Ada beberapa tujuan pendidikan Islam (Daradjat, 2011: 29) antara lain tujuan umum, tujuan akhir, tujuan sementara dan tujuan operasional yaitu sebagai berikut: 1. Tujuan Umum Tujuan umum pendidikan Islam harus dikaitkan pula dengan tujuan pendidikan nasional negara tempat pendidikan Islam itu dilaksanakan dan harus dikaitkan pula dengan tujuan institusional lembaga yang menyelenggarakan pendidikan itu. Tujuan umum itu tidak dapat dicapai kecuali setelah melalui proses pengajaran, pengalaman, pembiasaan, penghayatan dan keyakinan akan kebenarannya. 2. Tujuan Akhir Pendidikan Islam itu berlangsung selama hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir pula. Tujuan umum yang berbentuk insan kamil dengan pola takwa dapat mengalami perubahan naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup seseorang. Perasaan, lingkungan dan pengalaman dapat mempengaruhinya. Karena itulah, pendidikan Islam itu berlaku selama hidup untuk 51 menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai. Orang yang sudah takwa dalam bentuk insan kamil, masih perlu mendapatkan pendidikan dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan, sekurang-kurangnya pemeliharaan supaya tidak luntur dan berkurang, meskipun pendidikan oleh diri sendiri dan bukan dalam pendidikan formal. 3. Tujuan Sementara Pada tujuan sementara bentuk insan kamil dengan pola takwa sudah kelihatan meskipun dalam ukuran sederhan, sekurang-kurangnya beberapa ciri pokok sudah kelihatan pada pribadi anak didik. Tujuan pendidikan Islam seolah-olah merupakan suatu lingkaran yang pada tingkat paling rendah mungkin merupakan lingkaran kecil. Semakin tinggi tingkat pendidikannya, lingkaran tersebut semakin besar. Tetapi sejak dari tujuan pendidikan tingkat permulaan, bentuk lingkarannya sudah harus kelihatan. 4. Tujuan Operasional Dalam tujuan operasional ini lebih banyak dituntut dari anak didik suatu kemampuan dan ketrampilan tertentu. Sifat operasionalnya lebih ditonjolkan dari sifat penghayatan dan kepribadian. Untuk tingkat yang paling rendah, sifat yang berisi kemampuan dan keterampilanlah yang ditonjolkan. Misalnya, dapat berbuat, terampil melakukan, lancar mengucapkan, mengerti, memahami, meyakini dan menghayati adalah soal kecil. Pada masa permulaan yang penting ialah anak didik mampu dan terampil berbuat, baik perbuatan itu perbuatan lidah (ucapan) ataupun 52 perbuatan anggota badan lainnya. Kemampuan dan ketrampilan yang dituntut pada anak didik, merupakan sebagian kemampuan dan ketrampilan insan kamil yang semakin sempurna (meningkat). Tujuan pendidikan Islam dalam penelitian ini, pendidikan Islam memiliki tujuan umum, akhir, sementara dan operasional yang menjelaskan bahwa pendidikan Islam melalui proses pengajaran, pengalaman, pembiasaan, penghayatan dan keyakinan untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan tujuan pendidikan yang telah dicapai untuk menjadi insan kamil dengan pola takwa yang dituntut memiliki ketrampilan dan kemampuan tertentu. Tujuan pendidikan Islam terkait erat dengan tujuan penciptaan manusia sebagai Khalifahtullah dan sebagai „abd Allah Swt. Rincian-rincian dari itu telah diuraikan oleh banyak pakar pendidikan Islam di antaranya „Atiyah AlAbrasy dalam Daulay (2012: 8), mengemukakan tujuan pendidikan Islam yaitu Untuk membantu pembentukan akhlak mulia, persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat, menumbuhkan roh ilmiah (scientific spirit), menyiapkan peserta didik dari segi profesional dan persiapan untuk mencari rezeki. Tujuan pendidikan Islam juga dikemukakan oleh (al-Abrasyi, 1993: 1) sebagai berikut: a. Jiwa pendidikan Islam adalah budi pekerti Pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam, dan Islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam untuk mencapai suatu akhlak yang sempurna 53 adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Tujuan pokok dan terutama dari pendidikan Islam adalah mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa. b. Memperhatikan Agama dan Dunia sekaligus Ruang lingkup pendidikan di dalam pandangan Islam tidak sempit, tidak terbatas pada pendidikan agama dan tidak pula terbatas pada pendidikan duniawi semata-mata, tetapi Rasulullah Saw sendiri pernah menghasung setiap individu dari umat Islam supaya bekerja untuk agama dan dunia sekaligus. Rasulullah Saw tidak hanya memikirkan dunia sematamata atau agama semata-mata, tetapi beliau memikirkan untuk bekerja buat keduanya tanpa meremehkan alam dunia atau agama. c. Memperhatikan Segi-segi Manfaat Pendidikan Islam memperhatikan segi-segi agama, moral dan kejiwaan dalam pendidikan dan pengajarannya, ia juga tidak meremehkan kurikulum sekolah-sekolahnya. Pendidikan Islam tidak seluruhnya bersifat keagamaan, akhlak dan kerohanian semata-mata tetapi ketiga hal inilah yang lebih dipentingkan dibandingkan dengan segi-segi kemanfaatan lainnya. Dasar pendidikan Islam tidaklah kebendaan atau mencari rezeki, tetapi kedua hal ini adalah suatu yang sekunder di dalam hidup bukan menjadi tujuan pokok dalam pendidikan. d. Mempelajari Ilmu semata-mata untuk Ilmu itu saja Pendidikan Islam adalah pendidikan yang ideal, dimana ilmu diajarkan karena ia mengandung kelezatan-kelezatan rohaniah, untuk dapat sampai kepada hakekat ilmiah dan akhlak yang terpuji. Setiap orang 54 menengok kapada apa-apa yang ditinggalkan oleh kaum muslimin dalam bentuk peninggalan-paninggalan ilmiah, sastra, agama, seni, maka ia akan mendapatkan suatu kenyataan yang maha besar yang tidak ada bandingannya di dunia ini. e. Pendidikan Kejuruan, Pertukangan untuk mencari Rezeki Pendidikan Islam tidak mengabaikan masalah mempersiapkan seseorang untuk mencari kehidupannya dengan jalan mempelajari beberapa bidang pekerjaan, industri dan mengadakan latihan-latihan. Seseorang dipersiapkan untuk berkarya, berpraktek dan berproduksi sehingga dapat bekerja, mendapat rezeki, hidup dengan hormat serta tetap memelihara segisegi kerohanian dan keagamaan. Pendidikan Islam sebagian besar mempelajari akhlak, tetapi tetap tidak mengabaikan masalah mempersiapkan seseorang untuk hidup, mencari rezeki dan tidak pula melupakan soal pendidikan jasmani, akal, hati, kemauan, cita-cita, kecakapan tangan, lidah, dan kepribadian. Tujuan yang di ungkapkan oleh al-abrasy di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam untuk menjadikan pribadi yang memiliki jiwa pendidikan Islam yaitu budi pekerti, memiliki pandangan Islam yang tidak sempit yang memperhatikan agama dan dunia secara seimbang, memperhatikan segi-segi agama, moral dan kejiwaan dan selalu mempelajari ilmu-ilmu serta tidak melupakan kebutuhan hidupnya. Hafidz (2009: 34) mengemukakan tujuan Pendidikan Islam yang agung senantiasa selaras dengan tujuan agama itu sendiri, yaitu 55 mewujudkan seorang mu‟min yang takut kepada Allah Swt dan bertaqwa kepada-Nya, memperbaiki ibadahnya untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat, sebagaimana Allah mengutus para rasul sebagai pendidik dan pengajar dan melengkapinya dengan berbagai kitab samawi. D. Prinsip-prinsip Pendidikan Islam Prinsip-prinsip Pendidikan Islam (Daulay, 2012: 11) prinsip keseimbangan, prinsip pengembangan potensi dan prinsip pengembangan ilmu yaitu sebagai berikut: 1. Prinsip Keseimbangan Manusia yang dibentuk oleh pendidikan Islam akan melahirkan manusia yang berkeseimbangan, antara: a. Jasmani dan rohani Manusia dibentuk dari dua unsur yang menyatu yaitu jasmani dan rohani. Unsur jasmani berasal dari tanah dan unsur rohani berasal dari roh yang diciptakan Allah Swt. Setelah manusia tercipta, kedua unsur itu tetap menyatu dalam diri manusia yaitu unsur fisik yang berasal dari tanah dan unsur spiritual yang berasal dari roh yang ditiupkan Allah. Dalam Praktik kehidupan, kedua unsur itu memiliki lapangan masingmasing. Pandangan Islam kedua unsur haruslah manyatu, tidak boleh ada dikotomis, karena masing-masing saling membutuhkan. Dalam konsep pendidikan Islam kedua ini menjadi objek pendidikan, ada pendidikan fisik (jasmani) seperti olah raga dan kesehatan, serta ada unsur rohani, 56 untuk membentuk manusia yang dapat mengaplikasikan potensi rohaniahnya (akal,qalb, nafs dan ruh). b. Dunia dan Akhirat Islam meletakkan prinsip yang berimbang antara dunia dan akhirat, artinya dalam setiap aktivitas keseharian tergambar tentang urgensi keduniaan dan urgensi keakhiratan. c. Akal dan Qalbu Allah Swt telah menganugrahkan kepada manusia akal sebagai sarana untuk berpikir dan qalbu untuk merasa. Di sini peranan akal untuk berpikir dan qalb untuk merasa. d. Individu dan Masyarakat Manusia menurut konsep Islam adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Seseorang tidak diperbolehkan hanya memikirkan dan mengurusi diri dan keluarganya saja, tetapi juga mempunyai perhatian pada masyarakat, dan juga tidak diperbolehkan pula memperhatikan dan mengurusi masyarakat saja dengan mengabaikan dirinya dan keluarganya. 2. Prinsip Pengembangan Potensi Allah Swt telah menciptakan potensi lahir dan batin, fisik dan non fisik pada diri seseorang. Potensi fisik adalah tubuh jasmaniah manusia yang terwujud nyata yang dikembangkan menjadi manusia yang sehat, segar dan tegar. Potensi nonfisik manusia, berupa akal, qalb, nafs dan ruh. Potensi ini masing-masing memiliki bidangnya sendiri-sendiri. Akal untuk berpikir, 57 qalb untuk merasa, nafs untuk mendorong, ruh sumber kehidupan manusia. Semua potensi ini harus dididik agar aktif melahirkan kontribusi bagi pencapaian kemaslahatan manusia. 3. Prinsip Pengembangan Ilmu Umat Islam pada periode pertengahan mencapai puncak kemajuan dan menjadi mercu-suar ilmu pengetahuan di dunia. Setelah semangat mengembangkan ilmu itu melemah, maka umat Islam mengalami fase kemunduran dan pada fase kemunduran itu pulalah ilmu menjadi dikotomis. E. Fungsi Pendidikan Islam Berpijak dari pengertian Pendidikan Islam sesungguhnya sudah jelas pada fungsi pendidikan Islam itu, yakni untuk mengembangkan fitrah dan sumber daya insani. Karena fungsi tersebut masih begitu global dan mungkin ferbalistik maka perlu dijabarkan dalam fungsi-fungsi yang lebih rinci, dengan mempertimbangkan fenomena yang muncul dalam proses perkembangan peradaban manusia, dengan asumsi bahwa peradaban manusia tumbuh berkembang karena melalui pendidikan. Fungsi pendidikan Islam menurut (Achmadi, 1987: 20) sebagai berikut: 1. Mengembangkan wawasan yang tepat dan benar terhadap manusia termasuk dirinya sendiri, alam sekitarnya dan terhadap kebesaran Ilahi; 2. Mensucikan diri dari syirik dan berbagai perilaku yang tidak manusiawi; 3. Mentransformasi dan melestarikan nilai-nilai insani yang berdasarkan nilainilai Ilahi melalui pengajaran Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi; 58 4. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan berbagai ketrampilan untuk menopang dan memajukan taraf hidup, baik individu maupun masyarakat. F. Metode Pendidikan Islam Metode pendidikan Islam bersumber pada Al-Qur‟an dan Al-Hadist, metode inilah yang sudah digunakan oleh Nabi Muhammad Saw dalam mendidik sahabatnya. Metode pendidikan yang dilakukan oleh Nabi Saw sangat memperhatikan aspek-aspek manusia, mencakup perkembangan akal, jiwa, intuisi bagi setiap individu, memperhatikan tingkat kemampuan mereka, aspek motivasi yang sangat berpengaruh dan aspek kesiapan jiwa untuk belajar. Metode-metode pendidikan Islam (Gunawan, 2014:260) antara lain metode hiwar, qishah, amtsal, keteladanan, pembiasaan, mau‟idzhah, peringatan, targhib dan tarhib, praktik, ceramah, diskusi, demonstrasi, simulasi, dan proyek. Deskripsi metode pendidikan Islam tersebut dapat dicermati berikut ini: 1. Metode Hiwar (percakapan) Metode hiwar ialah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih melalui tanya jawab mengenai satu topik dan dengan sengaja diarahkan kepada satu tujuan yang dikehendaki. Contohnya dialog terdapat dalam sunnah ialah dialog yang berlangsung antara Nabi Muhammad Saw dengan malaikat jibril as yang terkait dengan rukun agama, yang menarik (memikat) perhatian para sahabat yang datang dan menarik akal mereka 59 untuk memahami serta mengikuti dialog dari awal hingga akhir dengan penuh antusias. 2. Metode Qishah (kisah) Kisah atau cerita sebagai suatu metode pendidikan mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan hati seseorang. Islam menyadari sifat alamiah manusia untuk menyenangi cerita dan menyadari pengaruhnya sangat besar terhadap perasaan. Oleh karena itu, Islam menyuguhkan kisahkisah untuk dijadikan salah satu metode dalam proses pendidikan. 3. Metode Amtsal (perumpamaan) Metode perumpamaan baik digunakan oleh para guru dalam mengajari peserta didiknya,terutama dalam menanamkan karakter. Cara penggunaan metode ini hampir sama dengan metode kisah yaitu dengan berceramah (berkisah atau membacakan kisah) atau membaca teks. 4. Metode keteladanan Keteladanan merupakan metode yang lebih efektif dan efisien, karena peserta didik (terutama siswa pada usia pendidikan dasar atau menengah) pada umumnya cenderung meneladani/meniru guru. Secara psikologi siswa memang senang meniru, tidak saja yang baik, bahkan terkadang yang buruk ditiru. 5. Metode Pembiasaan Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulangulang, agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Metode ini berintikan 60 pengalaman, karena yang dibiasakan itu adalah sesuatu yang diamalkan dan inti kebiasaan adalah pengulangan. 6. Metode Mau’idzhah (Nasihat) Metode Mau’idzhah ialah nasihat yang lembut yang diterima oleh hati dengan cara menjelaskan pahala atau ancamannya. Nasihat sangat memiliki pengaruh terhadap jiwa manusia, terlebih apabila nasihat itu keluar dari seseorang yang dicintainya. 7. Metode Peringatan Metode peringatan merupakan penyempurnaan dari metode nasihat. Metode peringatan ini terdapat aktivitas yang sangat jelas dalam mengarahkan pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap jiwa jika dilakukan dalam waktu yang tepat dan kondisi yang tepat pula, terlebih jika dilakukan dengan cara yang tepat. 8. Metode Targhib Tarhib Targhib ialah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai dengan bujukan. Tarhib ialah ancaman karena dosa yang dilakukan. Targhib Tarhib bertujuan agar orang mematuhi aturan Allah Swt. Akan tetapi keduannya mempunyai titik tekan yang berbeda. Targhib agar melakukan kebaikan yang diperintahkan oleh Allah Swt, sedangkan tarhib agar menjauhi perbuatan jelek yang dilarang oleh Allah Swt. 9. Metode Praktik Metode praktik dianggap sebagai metode pendidikan yang paling penting, karena belajar dan pengalaman keduanya menghendaki metode 61 secara langsung (praktik). Metode ini membuat siswa ikut serta secara aktif dalam proses pembelajaran dan pendidikan. Metode ini menghendaki usaha individu peserta didik terhadap pengetahuan dan ketrampilan serta mempraktikkannya. 10. Metode Ceramah Metode ceramah merupakan cara menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung kepada sekelompok siswa. Cara mengajar dengan ceramah dapat dikatakan juga sebagai teknik kuliah, yaitu cara mengajar dengan menyampaikan keterangan atau informasi atau uraian tentang pokok persoalan serta masalah secara lisan (verbal). 11. Metode Diskusi Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada sesuatu permasalahan. Dalam proses pembelajaran, metode ini mendapatkan perhatian yang lebih khusus, karena dengan metode diskusi dapat merangsang siswa berpikir atau mengeluarkan pendapat sendiri. 12. Metode Demonstrasi Metode Demonstrasi adalah metode pembelajaran dengan menggunakan peragaan yang berguna untuk memperjelas suatu pengertian atau konsep-konsep atau untuk memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu kepada siswa. 13. Metode Simulasi Metode simulasi ialah cara penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan untuk memahami tentang konsep, prinsip atau 62 ketrampilan lain. Simulasi dapat digunakan sebagai metode mengajar dengan asumsi tidak semua proses pembelajaran dapat dilakukan secara langsung pada objek yang sebenarnya. 14. Metode Proyek Metode ini dalam pelaksanaannya siswa disuguhi dengan berbagai macam masalah dan siswa bersama-sama menghadapi masalah tersebut dengan mengikuti langkah-langkah tertentu secara ilmiah, logis dan sistematis. Metode-metode dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam proses pembelajaran pendidikan Islam dapat menggunakan beberapa metode untuk memberikan pembelajaran kepada peserta didik. Metode yang digunakan harus sesuai dengan materi yang akan diajarkan, karena materi ada porsinya masing-masing dalam penggunaan metode. 63 BAB IV PEMBAHASAN A. Konsep Pendidikan Karakter 1. Ruang Lingkup Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan seseorang, terutama untuk anak yang masih kecil. Anaklah yang akan menjadi generasi penerus bagi keluarga, teman, dan bangsa. Pendidikan adalah usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat dimasyarakat dan bangsa. Undang-undang RI No 20 (2003: 2) menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,bangsa, dan negara. Pendidikan karakter sebagai proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kabaikkan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Pendidikan karakter juga bisa diartikan sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter pada peserta didik 64 sehingga memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya dan dapat menghasilkan sosok manusia yang berkualitas dan memiliki masa depan. Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) telah merumuskan 18 (Delapan Belas) pilar pendidikan karakter yang akan ditanamkan dalam diri peserta didik sebagai upaya membangun karakter bangsa. 18 (Delapan Belas) pilar pendidikan karakter telah mencakup nilai-nilai karakter dalam berbagai agama, termasuk Islam yang telah disesuaikan dengan kaidahkaidah ilmu pendidikan secara umum, sehingga lebih implementatif untuk diterapkan dalam praksis pendidikan, baik sekolah maupun madrasah. Pilar-pilar pendidikan karakter ini berbeda dengan kementriankementrian lain yang juga menaruh perhatian terhadap karakter bangsa. Kementrian Agama melalui Direktoral Jendral Pendidikan Islam mencanangkan nilai karakter dengan merujuk pada Nabi Muhammad Saw sebagai tokoh agung yang paling berkarakter. Pilar-pilar pendidikan karakter di antaranya adalah perilaku religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan atau nasionalisme, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab, (Suyadi, 2013: 8) berikut penjelasannya: 1. Religius Religius yakni ketaatan dan kepatuhan dalam memahami dan melaksanakan ajaran agama (aliran kepercayaan) yang dianut, termasuk dalam hal ini adalah sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama 65 (aliran kepercayaan) lain serta hidup rukun dan berdampingan. Religius juga diartikan sebagai nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuahn. Menunjukkan bahwa pikiran, perkataan dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan ajaran agamanya. 2. Jujur Jujur yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan kesatuan antara pengetahuan, perkataan dan perbuatan (mengetahui yang benar, mengatakan yang benar dan melakukan yang benar), sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai pribadi yang dapat dipercaya. Jujur diartikan sebagai perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan. 3. Toleransi Toleransi yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan terhadap perbedaan agama, aliran kepercayaan, suku, adat, bahasa, ras, etnis, pendapat dan hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar dan terbuka, serta dapat hidup tenang di tengah perbedaan tersebut. 4. Disiplin Disiplin adalah kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku. Disiplin juga 66 diartikan sebagai tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 5. Kerja Keras Kerja keras yakni perilaku yang menunjukkan upaya secara sungguh-sungguh (berjuang hingga titik darah penghabisan) dalam menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan dan lain-lain dengan sebaik-baiknya. Kerja keras yang mesti dilakukan adalah hal-hal yang baik-baik, memperhatikan supaya segala urusannya dapat berbuah lezat dan dapat dirasakan manfaatnya, baik usaha itu tertuju pada bidang pelajaran ataupun pekerjaan. 6. Kreatif Kreatif yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya, dan berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki 7. Mandiri Mandiri yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. Namun hal ini bukan berarti boleh kerja sama secara kolaboratif, melainkan tidak boleh melemparkan tugas dan tanggung jawab kepada orang lain. 67 8. Demokratis Demokratis yakni sikap dan cara berpikir yang mencerminkan persamaan hak dan kewajiban secara adil dan merata antara dirinya dengan orang lain. Demokratis adalah Pembelajaran yang dialogis dan interaktif, keterlibatan semua peserta didik secara aktif selama pembelajaran dan menghargai setiap pendapat peserta didik. 9. Rasa Ingin Tahu Rasa ingin tahu yakni cara berpikir, sikap dan perilaku yang mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang dilihat, didengar dan dipelajari secara mendalam. Kuriositas (rasa ingin tahu) adalah emosi yang dihubungkan dengan perilaku mengorek secara alamiah seperti eksplorasi, investigasi dan belajar. 10. Semangat Kebangsaan atau Nasionalisme Semangat kebangsaan atau nasionalisme yakni sikap dan tindakan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau individu dan golongan. Bekerjasama dengan teman yang berbeda suku/etnis dan mengaitkan materi pelajaran dengan peristiwa yang menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotisme. 11. Cinta Tanah Air Cinta tanah air yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa bangga, setia, peduli dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya, sehingga tidak mudah menerima tawaran bangsa lain yang dapat merugikan bangsa sendiri. 68 12. Menghargai Prestasi Menghargai prestasi yakni sikap terbuka terhadap prestasi orang lain dan mengakui kekurangan diri sendiri tanpa mengurangi semangat berprestasi yang lebih baik. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menampilkan ide, bakat dan kreasi, pujian kepada peserta didik yang telah menyelesaikan tugas dengan baik, mengajukan ide cemerlang atau menghasilkan suatu karya, dan trampil. 13. Komunikatif, Senang bersahabat atau Proaktif Komunikatif, senang bersahabat atau proaktif yakni sikap dan tindakan terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun sehingga tercipta kerja sama secara kolaboratif dengan baik. 14. Cinta Damai Cinta damai yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan suasana damai, aman, tenang dan nyaman atas kehadiran dirinya dalam komunitas atau masyarakat tertentu. Tidak saling mengejek dan memburuk-burukkan orang lain, saling menjalin kerjasama dan tolong menolong dan menciptakan suasana damai dilingkungan sekolah 15. Gemar Membaca Gemar membaca yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk menyediakan waktu secara khusus guna membaca berbagai informasi, baik buku, jurnal, majalah, koran dan sebagainya, sehingga menimbulkan kebijakan bagi dirinya. 69 16. Peduli Lingkungan Peduli lingkungan yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar. sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. 17. Peduli Sosial Peduli sosial yakni sikap dan perbuatan yang mencerminkan kepedulian terhadap orang lain maupun masyarakat yang membutuhkannya. Tanggap terhadap teman yang mengalami kesulitan, tanggap terhadap keadaan lingkungan, kaba baiak bahimbauan, kaba buruak ba hambauan (kabar baik dipanggil kabar buruk diusir) seandainya memperoleh kabar baik maka hendaknya disampaikan dan barek samo dipikuo, ringan samo dijinjiang (berat sama dipikul, ringan sama dijinjing). 18. Tanggung Jawab Tanggung jawab yakni sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara maupun agama. Selalu melaksanakan tugas sesuai dengan aturan/ kesepakatan dan bertanggung jawab terhadap semua tindakan yng dilakukan. Demikianlah kedelapan belas nilai karakter yang dicanangkan Kemendiknas dalam upaya membangun karakter bangsa melalui pendidikan 70 di sekolah/madrasah. Selanjutnya Menurut suparlan, para penggiat pendidikan karakter mencoba melukiskan pilar-pilar penting dalam pendidikan karakter, diantaranya adalah: Responsibility (tanggung jawab), Respect (rasa hormat), Fairness (keadilan), Caurage (keberanian), Honesty (kejujuran), Citizenship (kewarganegaraan), Self-discipline (disiplin diri), dan Caring (peduli), Perseverance (ketekunan) (Asmani: 2011: 50). Kesembilan pilar di atas, dijelaskan bahwa nilai-nilai dasar kemanusiaan harus dikembangkan melalui pendidikan bervariasi antara lima sampai sepuluh aspek. Pendidikan karakter memang harus mulai dibangun di rumah (home), dan dikembangkan di lembaga pendidikan sekolah (school), bahkan diterapkan secara nyata di dalam masyarakat (community) dan termasuk di dalamnya adalah dunia usaha dan dunia industri (business). Pendapat lain dari Suyanto menyebutkan 9 pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal manusia, yang kelihatannya sedikit berbeda dengan 9 pilar yang telah disebutkan sebelumnya. Sembilan pilar karakter itu adalah: cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, kemandirian dan tanggung jawab, kujujuran dan amanah, hormat dan santun, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong atau kerja sama, percaya diri dan pekerja keras, kepemimpinan dan keadilan, baik dan rendah hati, dan toleransi, kedamaian dan kesatuan. Jumlah dan jenis pilar yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain, tergantung pada kepentingan dan kondisi masing-masing. Perbedaan itu juga dapat terjadi 71 karena pandangan dan pemahaman yang berbeda terhadap pilar-pilar yang lain, masing-masing memiliki pendapat, akan tetapi tujuannya sama yaitu untuk memfasilitasi peserta didik menjadi orang yang memiliki kualitas moral yang baik. 2. Metode Proses pendidikan, dalam pendidikan karakter diperlukan metodemetode pendidikan yang mampu menanamkan nilai-nilai karakter baik kepada siswa, sehingga siswa bukan hanya tahu tentang moral (karakter) atau moral knowing. Tetapi juga di harapkan mereka mampu melaksanakan moral atau moral action yang menjadi tujuan utama pendidikan karakter. Pembelajaran pendidikan karakter dapat dilakukan substansi materi, pendekatan, metode dan model evaluasi yang dikembangkan. Tidak semua substansi materi cocok untuk semua karakter yang akan di kembangkan. Pada prinsipnya semua mata pelajaran dapat digunakan sebagai alat untuk mengembangkan karakter peserta didik, namun agar tidak terjadi tumpang tindih dan terabaikannya salah satu karakter yang akan dikembangkan, perlu dilakukan pemetaan berdasarkan pendekatan materi dengan karakter yang akan dikembangkan. Zuchdi (2010: 46-50) Pendekatan dan metode meliputi Inkulkasi (inculcation), keteladanan (modeling,qudwah), fasilitas (facilitation) dan pengembangan ketrampilan (skill building). Dalam pendidikan karakter, pemodelan atau pemberian teladan merupakan strategi yang biasa digunakan. Ada dua syarat yang harus dipenuhi, yaitu: guru harus berperan 72 sebagai model yang baik bagi peserta didik dan anaknya dan peserta didik harus meneladani orang terkenal yang berakhlak mulia, yaitu Nabi Muhammad Saw. Cara guru menyelesaikan masalah dengan adil, menghargai pendapat anak dan mengkritik orang lain dengan santun merupakan perilaku secara alami dijadikan model bagi anak. Metode pendidikan karakter yang bisa diterapkan selain metodemetode di atas dalam proses pembelajaran ada juga metode hiwar atau percakapan, Metode Qishah atau cerita, Metode Amtsal atau perumpamaan, Metode uswah atau keteladanan, Metode pembiasaan, Metode „ibrah dan mau’idah dan Metode Targhib dan tarhib (janji dan ancaman). Metodemetode bermacam-macam yang bisa digunakan dalam proses pembelajaran, akan tetapi hanya satu tujuannya untuk membentuk karakter peserta didik dan menjadikannya berakhlak mulia. B. Konsep Pendidikan Karakter dalam Perspektif Pendidikan Islam 1. Ruang lingkup Pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam, pendidikan karakter secara teoretik sebenarnya telah ada sejak Islam diturunkan di dunia, seiring dengan diutusnya Nabi Muhammad Saw untuk memperbaiki atau menyempurnakan akhlak (karakter) manusia. Ajaran Islam sendiri mengandung sistematika ajaran yang tidak hanya menekankan pada aspek keimanan, ibadah dan mu‟amalah, tetapi juga akhlak. Istilah al-khuluq (karakter) dalam pendidikan Islam adalah bentuk jamak dari akhlak. Kondisi batiniah (dalam) bukan kondisi luar yang 73 mencakup al-thab’u (tabiat) dan al-sajiyah (bakat) dalam terminologi psikologi, karakter adalah watak, perangai, sifat dasar yang khas, satu sifat atau kualitas yang tetap terus menerus dan kekal yang dapat dijadikan ciri untuk mengidentifikasi seorang pribadi. Elemen karakter terdiri atas dorongan-dorongan, insting, refleks-refleks, kebiasaan-kebiasaan, kecenderungan-kecenderungan, perasaan, emosi, sentimen, minat, kebajikan dan dosa serta kemauan (Mujib, 2006: 45). Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), acting, menuju kebiasaan (habit). Karakter tidak sebatas pada pengetahuan. Seseorang yang memiliki pengetahuan tentang kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya jika tidak terlatih untuk melakukan kebaikan tersebut, karakter tidak sebatas pengetahuan. Karakter lebih dalam lagi,menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikaian, diperlukan komponen karakter yang baik (companents of good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan moral. Hal ini diperlukan siswa didik agar mampu memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan (Zubaedi, 2012: 110). Nilai-nilai karakter dalam pembelajaran pendidikan karakter antara lain perilaku religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan atau nasionalisme, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab, juga termasuk dalam 74 ajaran Islam yaitu aspek keimanan, ibadah dan mu‟amalah juga akhlak. Aspek-aspek dalam ajaran Islam termasuk didalamnya aspek ajaran nilai karakter, diantaranya: Aspek keimanan meliputi nilai: perilaku religius, sedangkan Aspek Ibadah meliputi nilai:kerja keras, kreatif, disiplin, mandiri, peduli lingkungan, peduli sosial, gemar membaca dan yang termasuk Aspek Mu‟amalah meliputi nilai: jujur, toleransi, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan atau nasionalisme, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, dan tanggung jawab. Nilai karakter yang dicanangkan Kemendiknas di atas, sama halnya dengan pendidikan Islam. Aspek-aspek yang akan ditanamkan pada peserta didik keduannya memiliki persamaan dan saling berkaitan dalam upaya membangun karakter bangsa melalui pendidikan di sekolah, dapat diimplementasikan kepada peserta didik agar jadi penerus bangsa yang berkarakter baik, selalu mengetahui kebaikan, mencintai kebaikan dan melakukan kebaikan dalam kehidupannya. 2. Metode Pendidikan karakter dalam pendidikan Islam haruslah ada metode pembelajaran yang digunakan. Metode pembelajaran yang digunakan di sekolah lebih banyak dan bervariasi yang tidak mungkin semua dikemukakan secara detail. Metode pembelajaran tersebut adalah “mission screed” yaitu sebagai penyalur hikmah, penebar rahmat Allah Swt kepada anak didik agar menjadi anak yang sholeh. Semua pendekatan dan metode pendidikan dan pengajaran (pembelajaran) haruslah mengacau pada tujuan 75 akhir pendidikan yaitu terbentuknya anak yang berkarakter taqwa dan berakhlak budi pekerti yang luhur. Metode pembelajaran dikatakan mengemban misi suci karena metode sama pentingnya dengan substansi dan tujuan pembelajaran. Metode pendidikan Islam bersumber pada Al-Qur‟an dan Al-Hadist, metode inilah yang sudah digunakan oleh Nabi Muhammad Saw dalam mendidik sahabatnya. Metode pendidikan yang dilakukan oleh Nabi Saw sangat memperhatikan aspek-aspek manusia, mencakup perkembangan akal, jiwa, intuisi bagi setiap individu, memperhatikan tingkat kemampuan mereka, aspek motivasi yang sangat berpengaruh dan aspek kesiapan jiwa untuk belajar. Pendidikan karakter dalam prosesnya, diperlukan metode-metode pendidikan yang mampu menanamkan nilai-nilai karakter baik kepada siswa, sehingga siswa bukan hanya tahu tentang moral (karakter) atau moral knowing, tetapi juga di harapkan mereka mampu melaksanakan moral atau moral action yang menjadi tujuan utama pendidikan karakter. Metode pendidikan karakter sama dengan metode pendidikan Islam yaitu: Metode percakapan, metode cerita, metode perumpamaan, metode keteladanan, metode pembiasaan, metode nasihat dan metode janji dan ancaman. Jadi, metode yang digunakan dalam pendidikan karakter dan pendidikan Islam sama. Metode pembelajaran di atas sangat penting dalam proses pembelajaran. Hal yang penting yang tidak bisa di tinggalkan menurut 76 Achmadi (1987: 139) yaitu Isi pendidikan Islam, untuk mencapai tujuan pendidikan Islam sebagaimana telah dibicarakan terdahulu perlu adanya isi atau materi pendidikan Islam yang berupa ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang disampaikan dan di internalisasikan pada subjek didik melalui interaksi pendidikan. Materi pendidikan Islam akan mudah diterima oleh subjek didik apabila sesuai dengan fitrahnya sehingga usaha pendidikan ibarat gayung bersambut karena pendidikan sekedar memberikan sesuatu yang memang di butuhkan. Pada dasarnya materi pendidikan Islam yang sumber utamanya dari Al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah adalah ilmu Allah Swt, yang dengan ilmu tersebut diharapkan dapat mengantarkan subjek didik ketujuan pendidikan yang tertinggi dan terakhir (Achmadi, 1987: 140), yaitu sebagai berikut: 1. Ma‟rifatullah dan taabud ilallah; 2. Mampu berperan sebagai khalifatullah filardli; 3. Memperoleh kebahagian hidup di dunia dan akhirat. Ilmu Allah Swt secara tersurat dapat dikaji dari Al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah sebagai penjelasannya dan secara tersirat dapat diperoleh dari alam semesta dan segala isinya sebagai ciptaannya. C. Implikasi Konsep Pendidikan karakter terhadap proses Pendidikan Islam Pendidikan karakter dalam pendidikan Islam adalah hal terpenting yang tidak bisa dipisahkan. Pendidikan Islam mencakup pendidikan karakter, dalam pendidikan Islam unsur yang ada selain tentang agama juga ada unsur akhlak 77 dan budi pekerti. Pendidikan Islam tidak hanya mencakup pendidikan karakter, pendidikan umum lainnya juga ada. Pendidikan karakter yang telah dibahas, dalam upaya membangun karakter bangsa melalui pendidikan sekolah atau madrasah berkaitan juga dengan pendidikan karakter dalam perspektif Islam yang mengacu pada karakter Nabi Muhammad Saw yang ajaran Islam menekankan pada aspek keimanan, ibadah dan mu‟amalah, tetapi juga akhlak. Sementara menurut kemendiknas, nilai 18 (Delapan Belas) pendidikan karakter telah mencakup dalam berbagai aspek. Pendidikan karakter dan pendidikan Islam memiliki kesamaan dalam metode pembelajarannya, misalnya sama-sama menggunakan metode dialog, cerita, perumpamaan dan lain sebagainya. Pendidikan karakter juga memiliki tujuan yang sama dalam membentuk moral peserta didik, menjadikan manusia yang seutuhnya. Proses pendidikan karakter agar bisa berjalan dengan baik terutama dalam dunia pendidikan harus ada pendidik yang benar-benar mampu membawa anak didiknya menjadi lebih baik, dan juga peran keluarga sangat penting untuk membentuk watak, jiwa peserta didik. Agar peserta didik kedepannya menjadi pribadi yang baik, pribadi yang berakhlak yang berguna untuk dirinya sendiri, keluarga maupun bangsa. Pendidik juga harus memperhatikan metode-metode pembelajaran yang akan diajarkan kepada peserta didik agar dapat berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan akhir yaitu menjadikan dan membentuk peserta didik yang berakhlak mulia. 78 Implikasi pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam memiliki kesamaan baik dari metode pembelajaran maupun tujuannya dalam membentuk pribadi yang baik bagi peserta didik akan berdampak positif, jika pendidikan karakter sudah diterapkan peserta didik oleh pendidik dengan menggunakan metode-metode pembelajaran sesuai dengan yang diajarkan, maka dengan mudah akan dapat dikembangkan, juga tidak terlepas dari peran keluarga dan pendidik yang mempunyai peranan dalam membentuk pribadi peserta didik menjadi lebih baik. Berkaitan dengan itu, pendidikan karakter dan pendidikan Islam dapat diimplementasikan dalam dunia pendidikan agar peserta didik tumbuh dan berkembang dengan berkarakter dan berakhlak mulia. 79 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Konsep pendidikan karakter Pendidikan karakter merupakan proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang seutuhnya (insan kamil), yang memiliki akhlak mulia, terpadu dan seimbang. Pendidikan karakter memiliki nilai-nilai karakter yang akan diajarkan kepada peserta didik, nilai-nilai itu tidak hanya 18 (Delapan Belas) yang telah di paparkan oleh Kemendiknas melainkan ada banyak para ahli yang menyebutkan 9 (Sembilan) nilai, 5 (Lima). Masing-masing memiliki pendapat yang berbeda-beda, pada dasarnya tujuannya sama untuk memfasilitasi peserta didik dalam memperoleh karakter yang baik dan menjadi manusia yang sesungguhnya dengan menggunakan metode pembelajaran yang meliputi Inkulkasi (inculcation), keteladanan (modeling,qudwah), fasilitas (facilitation) dan pengembangan ketrampilan (skill building). 2. Konsep pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam Pendidikan karakter secara teoretik sebenarnya telah ada sejak Islam diturunkan di dunia, seiring dengan diutusnya Nabi Muhammad Saw untuk memperbaiki atau menyempurnakan akhlak (karakter) manusia. Ajaran Islam sendiri mengandung sistematika ajaran yang tidak hanya menekankan 80 pada aspek keimanan, ibadah dan mu‟amalah, tetapi juga akhlak. Nilai karakter yang dicanangkan Kemendiknas, sama halnya dengan pendidikan Islam. Aspek-aspek yang akan ditanamkan pada peserta didik keduannya memiliki persamaan dan saling berkaitan dalam upaya membangun karakter bangsa melalui pendidikan di sekolah, dapat diimplementasikan kepada peserta didik agar jadi penerus bangsa yang berkarakter baik, selalu mengetahui kebaikan, mencintai kebaikan dan melakukan kebaikan dalam kehidupannya. Metode yang digunakan yaitu: Metode percakapan, metode cerita, metode perumpamaan, metode keteladanan, metode pembiasaan, metode nasihat dan metode janji dan ancaman. 3. Implikasi konsep pendidikan karakter terhadap prose pendidikan Islam Pendidikan karakter berdasarkan dalil Al-Qur‟an dan Sunnah, memiliki kesamaan yang diajarkan dalam pendidikan Islam baik dari metode pembelajaran maupun tujuannya dalam membentuk pribadi yang baik bagi peserta didik akan berdampak positif, jika pendidikan karakter sudah diterapkan peserta didik oleh pendidik dengan menggunakan metodemetode pembelajaran sesuai dengan yang diajarkan, maka dengan mudah akan dapat dikembangkan, juga tidak terlepas dari peran keluarga dan pendidik yang mempunyai peranan dalam membentuk pribadi peserta didik menjadi lebih baik. Berkaitan dengan itu, pendidikan karakter dan pendidikan Islam dapat diimplementasikan dalam dunia pendidikan agar peserta didik tumbuh dan berkembang dengan berkarakter dan berakhlak mulia. 81 B. Saran 1. Bagi Lembaga Pendidikan Pemerintah Indonesia mampu mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mengarah pada pembentukan karakter positif serta penerapan nilainilai pendidikan karakter untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. 2. Bagi Guru Guru sebagai pemeran pendidikan karakter hendaknya mengetahui nilai-nilai karakter yang wajib ditanamkan pada diri anak dan guru memberikan dukungan kepada peserta didik untuk menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter untuk mencapai tujuan pendidikan. 82 DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Abdurrahman Saleh. 2005. Teori-teori Pendidikan berdasarkan AlQur’an. Jakarta: PT Rineka Cipta. Achmadi. 1987. Ilmu Pendidikan Islam. Salatiga: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo. Al-Abrasyi, M Athiyah. 1993. Dasar-dasar Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bulan Bintang. Amin, Ahmad. 1983. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: PT Bulan Bintang. Anton, Bakker. 1984. Metode-metode Filsafat. Jakarta: Ghaila Indonesia. Anton, Bakker dan Ahmad Charis. 1990. Metodologi Penelitian Filsafat. Jakarta: Kanisius. Arifin, M. 1986. Ilmu Perbandingan Pendidikan. Jakarta: Golden Terayon Press. Baharuddin dan Moh Makin. 2010. Manajemen Pendidikan Islam. Malang: UINMaliki Press. Daradjat, Zakiah. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara. Daulay, Haidar Putra dan Nurgaya Pasa. 2012. Pendidikan Islam dalam mencerdaskan Bangsa. Jakarta: PT Rineka Cipta. Fathurrohman, Pupuh, AA Suryana, & Fenny Fatriany. 2013. Pengembangan Pendidikan Karakter. Bandung: PT Refika Aditama. Gunawan, Heri. 2014. Pendidikan Islam kajian teoretis dan Pemikiran Tokoh. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hafidz, Muhammad dan Kastolani. 2009. Pendidikan Islam antara Tradisi dan Modernitas. Salatiga-jawa tengah: STAIN Salatiga Press. 83 https://andregiawaministry.wordpress.com2013/7/4/pengertianpendidikan, diakses 11 september 2015 pukul 13.21 wib. Kesuma, Dharma, Cepi Triatna, & Johar Permana. 2011. Pendidikan Karakter kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Koesoema, Doni. 2011. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo. Muhaimin dan Abdul Mujib. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam kajian filosofis dan kerangka Dasar Operasionalisasinya. Bandung: PT Trigenda Karya Mulyasa. 2011. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara. Muslich, Masnur. 2011. Pendidika Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: PT Bumi Aksara. Mustari, Mohamad. 2011. Nilai Karakter Refleksi untuk Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Laksbang Pressindo. Narwanti, Sri. 2011. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Familia. Saptono. 2011. Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter. Jakarta: Erlangga. Suyadi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdaya. Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Wiyani, Novan Ardy. 2013. Membumikan Pendidikan Karakter di SD. Jogjakarta: AR-Ruzz Media. Yasin, Fatah. 2008. Dimensi-dimensi Pendidikan Islam. Malang: UIN-Malang Pess. Zubaedi. 2012. Desain Pendidikan Karakter. Jakarta: Kencana. 84 Zuchdi, Darmiyati. 2009. Pendidikan Karakter Grand Design dan Nilai-nilai Target. Yogyakarta: UNY Press 85 86 87 88 89 90