Kamis, 28 Juli 2011 Spinal Anestesi pada Sectio Caesaria Emergency pada Pasien Eklampsia Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang baik untuk tindakantindakan bedah, obstetrik, operasi operasi bagian bawah abdomen dan ekstremitas bawah. Untuk operasi yang direncanakan secara elektif tersedia waktu berhari-hari untuk pemeriksaan klinik dan laboratorium, serta persiapan operasinya. Pada bedah gawat darurat, faktor waktu yang sangat berharga ini tidak ada lagi. Dokter anestesi dihadapkan kepada tugas dengan waktu persiapan yang sangat singkat, mungkin 1 jam atau kurang. Sehingga harus dicapai kompromi antara pendekatan ideal dan kondisi anestesi optimal yang dapat diberikan untuk menunjang intervensi bedah gawat darurat ini. Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul bukan akibat kelainan neurologi.Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedangkan pada eklampsia dalam 6 jam sejak gejala eklampsia timbul. Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam (pada eklampsia), lakukan seksio sesarea. Pasien wanita, 22 tahun, G1-P0-A0, datang dengan Hamil cukup bulan, merasa kenceng2 teratur dan terus menerus sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit. Saat diperiksakan di bidan tekanan darahnya tinggi. KASUS Riwayat Penyakit Sekarang 5Februari 2010 jam 06.00 Pasien merasa perutnya kenceng-kenceng teratur, lalu pergi ke bidan karena merasa bahwa dirinya akan segera melahirkan. 5Februari 2010 jam 15.20 Pasien datang ke bagian kebidanan RSUD Temanggung dirujuk oleh bidan Kalin karena tekanan darah tinggi (pre eklampsia), belum mengeluarkan air ketuban. Riwayat obstetri: G1-P0-A0, HPHT 30 April 2009, HPL 7 Februari 2010, Umur kehamilan 39 6/7. ANC rutin di bidan à ada riwayat hipertensi selama pemeriksaan rutin 3 bulan terakhir, riwayat kejang (-). BB: 60 kg 5Februari 2010 jam 21.40 Pasien kejang, kesadaran somnolen, TD terukur 190/120 mmHg, Nadi 132 bpm, suhu 36,5°C, 6Februari 2010 jam 03.00 Kulit ketuban pecah, nampak air ketubah keruh. Pada VT V/U tenang, Ø 6-7 cm, portio tipis lunak. His 2x/10’/30”, DJJ 152x/menit, KU sedang, kesadaran somnolen, TD terukur 140/110 mmHg, Nadi 132 bpm, suhu 36,5°C, kejang (-), 6Februari 2010 jam 06.00 Ku baik, kesadaran compos mentis, Pada VT V/U tenang, Ø 6-7 cm, portio tipis lunak. His 2x/10’/30”, DJJ 148x/menit, KU sedang, kesadaran somnolen, TD terukur 110/80 mmHg, suhu 36,5°C, kejang (-). Riwayat Penyakit Dahulu Pasientidak memiliki riwayat sakit asma, belum pernah menjalani operasi sebelumnya, tidak memiliki riwayat trauma, hipertensi, diabetes melitus, jantung (-), dan penyakit kronik lain. Pasien juga tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan. Dan tidak ada riwayat kejang sebelumnya. Riwayat Penyakit Keluarga Pada keluarga OS tidak ada yang memiliki riwayat sakit asma, hipertensi, jantung, diabetes melitus, maupun riwayat alergi. DIAGNOSIS Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis dari penderita adalahEklampsia pada G1-P0-A0 inpartu kala I fase laten dengan status anestesi Pasien fisik ASA III. TERAPI Pasien ini dilakukan terminasi kehamilan dengan sectio caesaria emergencymenggunakan spinal anestesi. TINDAKAN ANESTESI 1. Keadaan pre-operasi (5Februari 2010) Tekanan darah : 170/100 mmHg Nadi : 96 bpm, reguler, isi dan tegangan cukup Respiration rate : 20 x/menit, reguler, torakoabdominal Suhu : 36,3ºC per axilla 2. Anestesi yang diberikan Teknik : anestesi spinal dengan posisi duduk membungkuk Premedikasi :Induksi : Bupivacain spinal 12,5 % Maintenance : O2 3. Prognosis anestesi Sanam : dubia Vitam : dubia Fungsional : dubia 4. Keadaan post-operasi (6Februari 2010) Keadaan Umum : Cukup Tekanan Darah : 160/110 mmHg Nadi : 124 x/menit Respirasi : 24 x/menit Suhu : 36,30 C Nyeri daerah op (+), gelisah (-),mual(-), muntah (-), sakit kepala (-) 5. Terapi yang diberikan Pre-operasi · Infus RL 24 tpm makro drip · Puasa 8 jam Post-operasi (cairan) · Infus RL 24 tpm makro drips · diet bebas Post-operasi (khusus) · Oksigenasi sampai sadar penuh · Analgesik antrain injeksi 1 gram/8 jam Jika tensi ≤ 90 mmHg à injeksi ephedrin 10 mg i.v. DISKUSI Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia adalah preeclampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul bukan akibat kelainan neurologi. Superimposed preeclampsia-eklampsia adalah timbulnya preeklampsia atau eklampsia pada pasien yang menderita hipertensi kronik. Pada pre-eklampsia terjadi spasmus pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasmus yang hebat dari arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasmus, maka tekanan darah dengan sendirinya akan naik sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenisasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui sebabnya, mungkin disebabkan oleh retensi air dan garam. proteinuri mungkin disebabkan oleh spasmus Arteriola sehingga terjadi perubahan glomerulus. Perubahan pada organ-organ: 1. Perubahan pada otak Pada pre-eklampsi aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam batasbatasn ormal. Pada eklampsi, resistensi pembuluh darah meninggi, ini terjadi pula pada pembuluh darah otak. Edema terjadi pada otak yang dapat menimbulkan kelainan serebral dan kelainan pada visus. Bahkan pada keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan. 2. Perubahan pada uri dan rahim Aliran darah menurun ke plasenta menyebabkan gangguan plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada pre-eklampsi dan eklampsi sering terjadi bahwa tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan meningkat maka terjadilah partus prematurus. 3. Perubahan pada ginjal Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal kurang. Hal ini menyebabkan filfrasi natrium melalui glomerulus menurun, sebagai akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filnasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria. 4. Perubahan pada paru-paru Kematian wanita pada pre-eklampsi dan eklampsi biasanya disebabkan oleh edema paru. Ini disebabkan oleh adanya dekompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya aspires pnemonia. Kadang-kadang ditemukan abses paru. 5. Perubahan pada mata Dapat ditemukan adanya edema retina spasmus pembuluh darah. Bila ini dijumpai adalah sebagai tanda pre-eklampsi berat. Pada eklampsi dapat terjadi ablasio retinae, disebabkan edema intra-okuler dan hal ini adalah penderita berat yang merupakan salah satu indikasi untuk terminasi kehamilan. Suatu gejala lain yang dapat menunjukkan arah atau tanda dari pre-eklampsi berat akan terjadi eklampsi adalah adanya: skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina. 6. Perubahan pada keseimbangan air dan elektrolit Pada pre-eklampsi ringan biasanya tidak dijumpai perubahan nyata pada metabolisme air, elektrolit, kristaloid dan protein serum. Dan tidak terjadi ketidakseimbangan elektrolit. Gula darah,bikarbonasn atrikusd an pH normal. Pada pre-eklampsi berat dan pada eklampsi : kadar gula darah naik sementara asam laktat dan asam organik lainnya naik sehingga cadangan alkali akan turun. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai zat-zat organik dioksidasi sehingga natrium dilepas lalu bereaksi dengan karbonik sehingga terbentuk bikarbonas natrikus. Dengan begitu cadangan alkali dapat kembali pulih normal. Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedangkan pada eklampsia dalam 6 jam sejak gejala eklampsia timbul. Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam (pada eklampsia), lakukan seksio sesarea. Jika seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa: 1. Tidak terdapat koagulopati (koagulopati merupakan kontra indikasi anestesi spinal). 2. Anestesia yang aman / terpilih adalah anestesia umum untuk eklampsia dan spinal untuk PEB. Dilakukan anestesia lokal, bila risiko anestesi terlalu tinggi. Pilihan anestesi spinal pada eklamsia kurang begitu dianjurkan, dengan alasan: 1. Pada spinal anestesi, hemodimanik akan bergejolak dan cenderung turun padahal looding cairan harus dibatasi karena resiko terjadi odema paru 2. Pada eklampsi pasti pasien sudah ada kejang à TIK meningkat. Spinal anestesi sangat tak dianjurkan pada peningkatan TIK. 3. Pada pasien PEB/ EB biasanya pasien sudah diberi MgSO4 oleh spesialis obsgin, obat ini potensiasi dengan relaxan à kurangi dosis karena dosis normal akan berefek lbh panjang kelumpuhan ototnya. Harus diperhatikan resiko HELLP Syndrom sebagai salah satu efek PEB/ EB. Jika dilakukan anestesi spinal dan terjadi epidural hematoma, maka blok akan ireversibel.Kecuali sebelum 7 jam dan diketahui dg pemeriksaan MRI atau CT scan dan langsung dilakukan laminektomi maka blok bisa reversibel. Pada kasus ini, pasien sudah mengalami episode kejang yang berarti bahwa pasien ini sudah masuk dalam kategori eklampsia. Persalinan pada pasien ini harus terjadi dalam waktu 6 jam.Ooleh karena kondisi pasien yang tidak memungkinkan untuk menjalani persalinan secara normal, maka terminasi kehamilan dilakukan dengan cara seksio sersaria emergensi. Penggunaan teknik anestesi harus ditentukan sesuai dengan kondisi pasien. Pada pasien ini jika dilakukan general anestesi dapat menyebabkan depresi pernafasan yang sangat berbahaya bagi ibu, sehingga dilakukan spinal anestesi, dengan catatan pasien harus benar-benar dimonitor selama pemberian anestesi, karena pasien ini berada dalam status fisik ASA III. KESIMPULAN Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang baik untuk tindakantindakan bedah, obstetrik, operasi operasi bagian bawah abdomen dan ekstremitas bawah. Untuk operasi yang direncanakan secara elektif tersedia waktu berhari-hari untuk pemeriksaan klinik dan laboratorium, serta persiapan operasinya. Pada bedah gawat darurat, faktor waktu yang sangat berharga ini tidak ada lagi. Dokter anestesi dihadapkan kepada tugas dengan waktu persiapan yang sangat singkat, mungkin 1 jam atau kurang. Sehingga harus dicapai kompromi antara pendekatan ideal dan kondisi anestesi optimal yang dapat diberikan untuk menunjang intervensi bedah gawat darurat ini. Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia adalah preeclampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul bukan akibat kelainan neurologi.Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedangkan pada eklampsia dalam 6 jam sejak gejala eklampsia timbul. Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam (pada eklampsia), lakukan seksio sesarea. KEPUSTAKAAN 1. Zuhardi, T.B, Anestesi untuk pembedahan darurat dalam Majalah Cermin Dunia Kedokteran no. 33, 1984 : 3-5 2. Rahardjo, E., Rahardjo, P., Sulistiyono, H., Anestesi untuk pembedahan darurat dalam Majalah Cermin Dunia Kedokteran no. 33, 1984 : 6-9. 3. Latief, dkk.2001.Petunjuk Praktis Anestesi. Penerbit FK UI : Jakarta 4. Morgan, G. Edward, Jr., Maged S. Mikhail, Michael J. Murray. 2007. Clinical Anesthesiology. 4th edition. The McGraw-Hill Companies: Philadelphia 5. Rasad, dkk.1989. Anestesiologi. CV Infomedika : Jakarta 6. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/158_08Prokontrapenangananaktifekl ampsia.pdf/158_08Prokontrapenangananaktifeklampsia.html PENULIS: Ciptaning Sari Dewi Kartika RSUD Temanggung Bagian Anestesi Sumber berita http://perawatanestesiindonesia.blogspot.com/2011/07/spinal-anestesi-padasectio-caesaria.html