PENDAHULUAN Latar Belakang Makhluk hidup khususnya manusia tidak bisa terlepas dari kebutuhan pokok seperti pangan (makanan) di samping kebutuhan sandang (pakaian) dan papan (tempat tinggal atau rumah). Tentunya makanan yang dikonsumsi oleh manusia harus dengan kualitas maupun kuantitas yang cukup agar dapat terpenuhi kebutuhan gizi seseorang sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas sumber daya manusia. Namun ada dua hal yang harus diperhatikan dalam pemenuhan gizi yaitu ketahanan atau ketersediaan pangan (food security) dan keamanan pangan (food safety) yang berarti makanan harus dalam jumlah cukup dan aman untuk dikonsumsi. Ketika permasalahan pertama dapat diatasi (food security), hal yang baru-baru ini semakin kritis adalah permasalahan food safety (keamanan pangan) (Badan Karantina 2007). Keamanan pangan sangat terkait dengan makanan yang tercemar/ terkontaminasi hingga menimbulkan penyakit pada konsumen atau sering disebut sebagai foodborne disease atau penyakit yang ditularkan melalui makanan. Kontaminan dapat berupa mikroba patogen seperti Salmonella dan Shigella, atau bahan kimia beracun misalnya logam berat, residu pestisida, dan enterotoksin dari bakteri. Oleh karena itu, makanan maupun minuman yang secara sengaja dimasukkan atau dicampur bahan-bahan berbahaya yang bukan untuk makanan seperti zat pewarna tekstil yang dicampur ke dalam makanan juga termasuk foodborne disease. Foodborne disease yang paling sering terjadi diketahui antara lain yang disebabkan oleh bakteri Campylobacter, Salmonella, dan E. coli O157:H7. Selain itu, foodborne disease sering disebabkan oleh golongan calicivirus yang juga disebut virus Norwalk dan parasit seperti sistiserkus. Di Indonesia, pengawasan ketat terhadap hewan dan bahan-bahan yang berasal dari hewan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia sudah diatur oleh pemerintah sejak jaman Hindia-Belanda disebut bidang kesehatan masyarakat veteriner (Kesmavet) yang dipegang oleh dokter hewan. Bidang kesmavet mempunyai peranan penting dalam mencegah 2 penularan penyakit kepada manusia baik melalui hewan maupun produk hewan lainnya dan ikut serta memelihara dan mengamankan produksi pangan asal hewan dari pencemaran dan kerusakan akibat penanganan yang kurang higienis (Badan Karantina 2007). Permasalah global mengenai foodborne disease dewasa ini belum diketahui, namun WHO sudah merespon kesenjangan data ini dengan mengeluarkan gagasan baru untuk memberikan estimasi yang lebih baik. Pada tahun 2005 dilaporkan bahwa 1.8 juta orang meninggal karena diare, sebagian besar diakibatkan oleh makanan dan minuman yang terkontaminasi. Permasalahan ini tidak hanya terjadi di negara-negara belum berkembang. Terdapat sekitar 76 juta kasus foodborne disease, sebanyak 325.000 dirawat dan 5000 meninggal, diperkirakan terjadi tiap tahun di Amerika Serikat. Ada lebih dari 200 mikroba, bahan kimia atau fisik yang dapat menyebabkan penyakit ketika tercerna. Lebih dari 20 tahun terakhir, setidaknya di negara-negara industri, foodborne disease disebabkan oleh bakteri, parasit, virus dan prion secara signifikan sudah menjadi agenda politik dan umum, bahkan menjadi perhatian media (Bhunia 2008). Hal ini dikarenakan foodborne disease merupakan permasalahan dunia yang menyangkut kebutuhan yang sangat penting dan mendasar bagi manusia (makanan dan minuman). Disamping itu, foodborne disease menyebabkan banyak penderitaan dan kematian. Banyaknya kasus foodborne disease yang terjadi dan penarikan produk makanan terkontaminasi dari masyarakat yang terus-menerus telah menyebabkan peningkatan kerugian ekonomi yang besar bagi produsen dan pengolah makanan (Bhunia 2008). Penelitian ini dilakukan terhadap mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) dengan responden yang tersebar pada masingmasing semester. Mahasiswa FKH IPB mendapatkan materi kuliah mengenai zoonosis khususnya yang berkaitan dengan foodborne disease sehingga lebih mengenal mengenai foodborne disease yang diharapkan dapat menjadi dokter hewan yang berkompetensi untuk mengatasi masalah foodborne disease. 3 Tujuan Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pengetahuan dan sikap mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) terhadap foodborne disease.