BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Malayu Hasibuan ( 2007 : 11 ), “ Manajemen sumber daya manusia adalah Ilmu atau seni yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja secara efektif dan efisien yang membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. 2.1.2 Fungsi manajemen sumber daya manusia Fungsi manajemen sumber daya manusia menurut Malayu S.P Hasibuan ( 2007 : 21 -23 ) yaitu : a. Perencanaan ( planning ). Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. b. Pengorganisasian ( organzing ). Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam bagan organisasi. c. Pengarahan ( directing ). Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. d. Pengendalian ( controling ). Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan, agar mentaati peraturanperaturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. e. Pengadaan ( procurement ). Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan karyawan. f. Pengembangan ( development ). Pengembangan adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoretis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. g. Kompensasi ( compensation ). Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung dan tidak langsung, uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. h. Pengintegrasian ( Integration ). Kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan,agar terciptanya kerja sama yang serasi dan saling menguntungkan. i. Pemeliharaan ( maintenance ). Pemeliharaan adalah. Kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas karyawan agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun. j. Kedisiplinan ( dicipline ) Kedisiplinan merupakan fungsi manajemen sumber daya manusia yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa disipli yang baik sulit terwujud tujuan yang maksimal. k. Pemutusan Hubungan kerja ( separation ). Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan. Dimana antara fungsi yang satu dengan yang lainnya terdapat suatu keterkaitan dan secara berurutan, tahap demi tahap, membentuk suatu kesatuan yang membantu kantor didalam mengelola dan mengembangkan sumber daya manusia. 2.1.3 Aktifitas sumber daya manusia Menurut Mathis dan Jackson ( 2006 : 43 ) ada 7 ( tujuh ) aktivitas SDM adalah sebagai berikut : a. Perencanaan dan Analisis SDM Lewat perencanaan dan analisis SDM, manajer – manajer berusaha untuk mengantisipasi kekuatan yang akan mempengaruhi persedian dan tuntutan pada karyawan di masa depan . Pentingnya sumber daya manusia dalam daya saing organisasional, harus ada analisis dan penelitian efektivitas SDM. Karyawannya juga harus dimotivasi dengan baik dan bersedia untuk tinggal selam jangka waktu yang pantas. Hal yang sangat penting untuk memiliki Sistem Informasi Sumber Daya Manusia (SISDM) guna memberikan informasi yang akurat dan tepat pada waktunya untuk perencanaan SDM. b. Kesetaraan Kesempatan Kerja Pemenuhan hukum dan peraturan tentang kesetaraan kesempatan kerja mempengaruhi semua aktivitas SDM yang lain dan integral dengan manajemen SDM. Perencanaan SDM yang strategis harus bias memberikan perbedaan individu – individu yang memadai untuk memenuhi persyaratan tindakan alternatif. c. Pengangkatan Pegawai Tujuan dari pengangkatan pegawai adalah memberikan persedian yang memadai atas individu – individu yang berkualifikasi unutk mengisi lowongan pekerjaan disebuah organisasi. Dengan mempelajari apa yang dilakukan para pekerja, analisis pekerjaan merupakan dasar untuk fungsi pengangkatan pegawai. Kemudian deskripsi pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan dapat dipersiapkan untuk digunakan ketika merekrut para pelamar untuk lowongan pekerjaan. Proses seleksi berhubungan dengan pemilihan individu yang berkualifikasi unutk mengisi lowongan pekerjaan di organisasi tersebut. d. Pengembangan SDM Dimulai dengan orientasi karyawan baru, pengembangan SDM juga meliputi pelatihan keterampilan pekerjaan. Ketika pekerjaan – pekerjaan berkembang dan berubah, diperlukan adanya pelatihan ulang yang dilakukan terus menerus unutk menyesuaikan perubahan tehnologi. Melaksanakan pengembangan semua karyawan termasuk para surpervisor dan manajer, juga penting untuk mempersiapkan organisasi –organisasi agar dapat menghadapi tantangan masa depan. Perencanaan karier mutk karyawan menyebutkan arah dan aktifitas untuk karyawan dan individuketika mereka berkembang didalam organisasi tersebut. Menilai bagaiman karyawan melaksanakan pekerjaannya merupakan fokus dari manajemen kinerja. e. Kompensasi dan Tunjangan Kompensasi memberikan penghargaan pada karyawan atas pelaksanaan pekerjaan melalui gaji, insentif dan tunjangan. Para pemberi kerja harus mengembangkan dan memperbaiki system upah dan gaji dasr mereka. Selain itu, program insentif seperti pembagian keuntungan dan penghargaan produktivitas mulai digunakan. Kenaikan yang cepat dalam hal biaya tunjangan., terutam tunjangankesehatan, akan terus menjadi persoalan utama. f. Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Jaminan atas kelelahan fisik dan mentalserta keselamatan para karyawan adalah hal yang sangat penting. Secara global, berbagai hokum keselamatan dan kesehatan telah menjadikan organisasi lebih responsif terhadap persoalan kesehatan dan keselamatan. Persoalan tradisional mengenai keselamatan fokus pada peniadaan keselamatan kerja di tempat kerja. Melalui fokus mengenai kesehatan yang lebih luas, manajemen SDM dapat membantu karyawan yang menyalahi penggunaan obatdan masalah lain melalui program bantuan karyawan untuk memperthankan karyawan yang sebenarnya mempunyai kinerja yang memuaskan. Program peningkatan kesehatan yang menaikkan gaya hidup karyawan yang sehat menjadi lebih luas. Selain itu, keamanan tempat kerja menjadi lebih penting, sebagai akibat dari jumlah tindak kekerasan yang meningkat di tempat kerja. Perusahaan juga perlu meningkatakan keamanan menyangkut keselamatan kerja pegawainya. 2.2 Kepemimpinan 2.2.1 Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan salah satu aspek manajerial dalam kehidupan organisasi yang merupakan posisi kunci, karena kepemimpinan seseorang berperan sebagai penyelaras dalam proses kerja sama antar manusia dalam organisasi. Maka kepemimpinan itu melibatkan kemampuan untuk mempegaruhi, mengarahkan serta memberikan semangat kerja suatu tindakan pada diri seseorang atau kelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu. Oleh karena itu tugas pemimpin sangat besar, maka kualitas kepemimpinannya pun harus dilihat dari segi hubungan atasan dan bawahan apakah sudah terjalin dengan baik. Berikut ini penulis akan mengutip beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli : Menurut Yukl (1994 : 4) mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi intepretasi mengenai peristiwa-peristiwa bagi para pengikut, pilihan dari sasaran-sasaran bagi kelompok atau organisasi, pengorganisasian dari aktivitas-aktivitas kerja untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut, motivasi dari para pengikut untuk mencapai sasaran, pemeliharaan hubungan kerja sama dan tim kerja, serta perolehan dukungan dan kerja sama dari orangorang yang berada di luar kelompok atau organisasi. 2.2.2 Peran Kepemimpinan Dalam Organisasi Menurut Yukl (1998:6-7), efek-efek kepemimpinan dapat dilihat sebagai efek kepemimpinan langsung dan tidak langsung. Efek-efek langsung kepemimpinan merujuk kepada keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan pemimpin yang mempunyai dampak langsung terhadap kinerja karyawan dalam jangka pendek, misalnya dengan memberikan insentif khusus, memberikan ceramah-ceramah yang inspirasional tentang pentingnya pekerjaan, atau menetapkan tujuan-tujuan yang menantang. Efek-efek tidak langsung dari kepemimpinan merujuk pada keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan yang lebih perlahan dirasakan, namun seringkali lebih bertahan lama. Efek jangka panjang tersebut misalnya adalah mengubah budaya organisasi, misalnya dengan memperkuat nilai-nilai seperti perhatian terhadap kualitas, serta loyalitas terhadap organisasi. 2.2.3 Teori-Teori Baru Kepemimpinan Terdapat beberapa teori kepemimpinan baru, antara lain sebagai berikut : a. Teori Kepemimpinan Karismatik Teori kepemimpinan karismatik berdasarkan pemikiran Weber dalam Bratton (2005:203), yang membahas tentang kekuasaan dan otoritas dalam menjelaskan meningkatnya modernisasi, kapitalisme, dan birokrasi. Daft (2000:75) menyatakan bahwa pemimpin karismatik cenderung untuk kurang dapat ditebak dibanding pemimpin transaksional. Mereka menciptakan atmosfir perubahan dan dapat saja terobsesi oleh ideide khayalan yang memberi semangat, menstimulasi, dan mendorong orang lain untuk bekerja keras. Pemimpin karismatik mempunyai pengaruh emosional pada bawahan. Yukl (1998 : 268-276) menyatakan bahwa terdapat empat teori tentang kepemimpinan kharismatik adalah sebagai berikut : 1) Konsep Kepemimpinan Dini tentang Karisma Weber dalam Yukl (1998 : 268) menyatakan bahwa karisma adalah sebuah bentuk pengaruh yang didasarkan bukan atas tradisi atau kewenangan namun atas persepsi para pengikut bahwa pemimpin tersebut dikaruniakan dengan kemampuan-kemampuan yang luar biasa. 2) Teori Kepemimpinan Karismatik dari House House dalam Yukl (1998 : 269) mengidentifikasi bagaimana para pemimpin karismatik berperilaku, bagaimana mereka berbeda dari orang lain, serta dalam kondisi bagaimana mereka memperoleh dukungan untuk berkembang. 3) Teori Atribusi tentang Karisma Conger dan Kanungo dalam Yukl (1998 : 271) mengajukan teori kepemimpinan karismatik yang didasarkan asumsi bahwa karisma adalah sebuah fenomena atribusi (attributional phenomenon). 4) Teori Konsep Diri (self-concept) tentang Kepemimpinan Karismatik Teori konsep diri yang dikembangkan oleh Shamir et al dalam Yukl (1998 : 274) memformulasikan teori kepemimpinan karismatik yang menjelaskan proses di mana para pemimpin karismatik mampu secara mendalam mempengaruhi para pengikutnya dan memotivasi mereka untuk mengorbankan kepentingan mereka demi kepentingan organisasi. Teori ini dibangun atas teori kepemimpinan karismatik yang dikembangkan oleh House. Teori konsep diri berdasarkan pada proses-proses motivasional. Asumsi utama dari teori ini adalah bahwa perilaku merupakan ekspresi dari perasaan, nilai, dan konsep tentang diri sendiri dari seseorang dan juga sebagai sesuatu yang pragmatis dan berorientasi pada tujuan. Dampak motivasional pemimpin karismatik melalui proses-proses mempengaruhi yang mengetengahkan dampak perilaku pemimpin terhadap bawahan. 2.2.4 Tipe Gaya Kepemimpinan Terdapat beberapa gaya kepemimpinan yang mempengaruhi kepemimpinan setiap pemimpin, menurut Yukl (1998 : 296) menunjuk kepada proses membangun komitmen terhadap sasaran organisasi dan memberi kepercayaan kepada para pengikut untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut. a. Gaya Transformasional Konsep Awal Gaya Kepemimpinan Transformasional adalah Burn dalam Yukl (1998 : 296) yang membedakan kepemimpinan menjadi dua, yakni kepemimpinan transformasional dan transaksional. Gaya kepemimpinan transformasional adalah sebagai sebuah proses yang mana para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Sedangkan kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan dimana proses memotivasi para pengikutnya dengan menunjuk kepada kepentingan diri mereka sendiri. b. Gaya Transaksional Kepemimpinan transaksional, sebagaimana dikemukakan oleh Bass dalam Yukl (1998 : 297-298) mendefinisikan kepemimpinan transaksional sebagai kepemimpinan berdasarkan pertukaran untuk imbalan-imbalan untuk mendapatkan kepatuhan. Bass dalam Gill (2006: 51) menyatakan bahwa komponen kepemimpin transaksional terdiri dari manajemen berdasarkan penyimpangan aktif maupun pasif, dan imbalan kontinjen. Teori Full-Range Leadership Bass and Avolio (1994, 1997) mengembangan teori fullrange leadership yang mengintegrasikan gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional untuk menilai efektivitas kepemimpinan. Tabel ini menunjukkan lima faktor (skala) terkait pada kepemimpinan transformasional, tiga faktor berkaitan dengan kepemimpinan transaksional, dan satu berkaitan dengan kepemimpinan laissez-faire (tanpa kepemimpinan) c. Gaya Laissez Faire Kepemimpinan ini adalah sang pemimpin praktis tidak memimpin, dia memberikan kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Dia merupakan pemimpin simbol dan biasanya tidak memiliki keterampilan teknis serta tidak mempunyai kewibawaan dan tidak bias mengontrol bawahannya. Pemimpin yang bertipe seperti ini juga tidak mampu melaksanakan kordinasi kerja dan tidak berdaya sama sekali menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Tabel 2.1 “Komponen-komponen Model Teori Full- Range Leadership” Teori Kepemimpinan Kepemimpinan Transformasional Kepemimpinan Transaksional Laissez-faire Skala Kepemimpinan Full-Range Leadership Theory 1. Pengaruh Idealisasi atribusi karisma 2. Pengaruh Idealisasi atau keperilakuan karisma 3. Motivasi Inspirasional 4. Stimulasi Intelektual 5. Pertimbangan Individu 6. Imbalan Kontinjen 7. Manajemen berdasarkan penyimpangan (pasif) 8. Manajemen berdasarkan penyimpangan (aktif) 9. Laissez-faire Sumber: Bass and Avolio dalam Daft (2002) Penelitian-penelitian yang dilaksanakan oleh Bass and Avolio (1997) menunjukkan korelasi antara kepemimpinan transformasional dan imbalan kontinjen dengan efektivitas, sementara terdapat hubungan negatif atau nol untuk gaya kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan laissez-faire dengan efektivitas. Kepemimpinan yang efektif sebaiknya menggunakan kepemimpinan dengan hiararki frekuensinya adalah : kepemimpinan transformasional, kepemimpinan transaksional, dan laissez-faire. 2.3 Motivasi Kerja Pegawai 2.3.1 Pengertian Motivasi Definisi dan Arti Pentingnya Motivasi Kerja Motivasi merupakan hal yang sangat penting dan harus dimulai oleh setiap orang dalam rangka meningkatkan produktivitas kerjanya. Motivasi berasal dari bahasa latin ”Movere”, yang berarti bergerak (to move). Pada hakekatnya perilaku manusia dimotivasi oleh keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang merupakan tujuan dari kegiatan. Arti dari motivasi adalah sebagai kebutuhan, keinginan, dorongan, gerak hati diri seseorang. Menurut Flippo (1987) mengatakan bahwa motivasi adalah suatu keterampilan dalam memadukan kepentingan karyawan dan kepentingan organisasi sehingga keinginan-keinginan karyawan dipuaskan bersamaan dengan tercapainya sasaran-sasaran organisasi. Salah satu model motivasi yang paling awal dan paling populer dikemukakan oleh Maslow dalam Reksohadiprojo dan Handoko (2004) yang merupakan salah satu pakar yang mengungkapkan teori motivasi, ia mempetimbangkan beberapa kebutuhan untuk menjelaskan perilaku manusia, dan mengemukakan bahwa kebutuhan-kebutuhan ini mempunyai suatu hirarki bahwa beberapa kebutuhan berada di tingkat yang lebih rendah dari pada kebutuhan lainnya. Ia juga mengemukakan bahwa kecuali jika kebutuhan tingkat lebih rendah itu dipenuhi, kebutuhan yang lebih tinggi tidak akan berfungsi dan setelah kebutuhan yang lebih rendah dipenuhi, kebutuhan ini tidak akan memotivasikan orang. 2.3.2 Teori Motivasi McClelland McClelland menemukan tiga macam motivasi yang sangat mempengaruhi kemajuan, keberhasilan dan kinerja organisasi McClelland (1985) yaitu : a. Motivasi Kekuasaan (N Pow) Motivasi ini ditandai dengan keinginan individu untuk memegang kendali atas orang lain, mempengaruhi orang lain dan sekaligus menguasai kehidupan orang lain. Individu yang tinggi pada motivasi kekuasaan ini akan menunjukan sikap dominasi yang kentara, seperti selalu ingin menguasai forum diskusi, selalu ingin menjadi pemimpin, dan selalu ingin pendapatnya diikuti oleh banyak orang. b. Motivasi Affiliasi (N Aff) Motivasi affiliasi berkaitan dengan kebutuhan individu untuk menjalin hubungan social secara harmonis dengan orang lain dan berusaha untuk diterima oleh lingkungan sosialnya. Bisa juga dikatakan bahwa individu ini berorientasi pada orang dalam setiap tindakannya. c. Motivasi Berprestasi (N Ach) Motif berprestasi ini ditandai dengan dorongan dari individu untuk memperoleh kesuksesan yang memaksimal, menyukai tantangan pekerjaan, ingin menghasilkan prestasi yang tinggi dan semangat bersaing untuk menjadi yang terbaik. McClelland meneliti motivasi ini melalui sebuah tes yang dinamakan TAT (The Tematic Apperception) yaitu sebuah tes psikologi yang berisi gambar-gambar manusia yang sedang beraktivitas di dalam berbagai setting dan kondisi. Menurut McClelland, motivasi berprestasi ini harus dikembangkan dan ditimbulkan pada anggota organisasi, untuk menjamin kemajuan organisasi itu sendiri McClelland (1985). 2.4 Hubungan Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Karyawan Salah satu cara untuk mengetahui suatu kepemimpinan yang berhasil adalah dengan mengetahui seberapa tinggi prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi yang dipimpinnya, untuk itu dibutuhkan seorang pemimpin yang mampu menciptakan suatu sistem kerja yang baik guna mencapai tujuan organisasi yang mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh pegawainya serta mampu memanfaatkan setiap informasi yang terkumpul. Hubungan Gaya kepemimpinan dengan Motivasi Kerja Karyawan didalam Kantor Walikota Jakarta Barat sangat penting untuk diketahui karena dalam menerapkan motivasi atau pemberian motivasi yang baik sangatlah diperlukan oleh Satpol PP, dimana pimpinan tersebut harus memberikan motivasi pada karyawannya, agar karyawannya tersebut benarbenar dapat memanfaatkan aktivitas kerja dan memberikan semangat kerja yang tinggi. Dengan adanya pemberian motivasi yang diberikan pimpinan akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreatifitas dan mengerahkan semua kemampuan dan keahlian yang dimilikinya.