disini - WordPress.com

advertisement
Perlindungan
Hak Berserikat
dan
Berorganisasi
J. Frans Gultom SH., S.kom., MM
• Sekretaris Eksekutif Departemen
Hubungan Internasional SBSI
• Sekjen IBU (Indonesia Banking Union)
• Ketua Umum SPBMI SBSI
Perlindungan Hak Berserikat dan
Berorganisasi
•
Kebebasan
berserikat
adalah
perubahan yang paling signifikan
dalam tonggak sejarah pergerakkan
serikat pekerja di Indonesia melalui
ratifikasi Konvensi ILO No. 87/1948
tentang Kebebasan Berserikat dan
Perlindungan
Hak
untuk
Berorganisasi, konvensi tersebut
diratifikasi pada tanggal 9 Juni
1998.
• Perjanjian kerja bersama diatur
dalam konvensi ILO No. 98
tahun
1949
tentang
Hak
Berorganisasi dan Melakukan
Perundingan
Bersama
telah
diratifikasi
oleh
pemerintah
Indonesia melalui UU No. 18
tahun
1956.
Maksud
dari
Konvensi
ini
adalah
untuk
melindungi hak pekerja untuk
berserikat tanpa adanya campur
tangan dari pihak pengusaha.
• Menjadi anggota serikat pekerja
adalah kekuatan pekerja untuk
menghilangkan
permasalahan
yang dihadapi seperti gaji yang
rendah,
buruknya
kondisi
pelayanan
kesehatan
dan
perlindungan
kerja,
PHK
sepihak dan sebagainya
• Melalui serikat pekerja mereka
terlindungi
kepentingannya,
dapat menyuarakan aspirasinya
kepada pengusaha, peningkatan
kondisi-kondisi kerja melalui
perjanjian kerja bersama.
• Hak menjadi anggota Serikat
Pekerja/Serikat
Buruh
merupakan hak asasi pekerja
yang telah dijamin didalam
Pasal 28 Undang Undang Dasar
1945
• Pengertian
Serikat
Pekerja/Serikat Buruh menurut
Pasal 1 ayat 1 Undang- Undang
No. 21 Tahun 2000 tentang
Serikat Pekerja adalah organisasi
yang dibentuk dari, oleh, dan
untuk
pekerja/buruh
baik
di
perusahaan
maupun
di
luar
perusahaan, yang bersifat bebas,
terbuka, mandiri, demokratis, dan
bertanggung
jawab
guna
memperjuangkan, membela serta
melindungi hak dan kepentingan
pekerja/buruh serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya.
• Pekerja/buruh menurut UU
No.21 tahun 2000 ialah
setiap orang yang bekerja
dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain.
Dari
definisi
tersebut
terdapat dua unsur yaitu
orang yang bekerja dan
unsur menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain.
• Serikat pekerja/serikat buruh
bebas dalam menentukan asas
organisasinya tetapi tidak boleh
menggunakan
asas
yang
bertentangan dengan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945
dikarenakan Pancasila sebagai
dasar negara dan UndangUndang Dasar 1945 sebagai
konstitusi
Negara
Kesatuan
Republik Indonesia.
• Berdasarkan ketentuan Pasal 4
Undang-undang No.21 Tahun
2000, Serikat Pekerja /Buruh,
federasi
dan
konfederasi
Serikat Pekerja/Buruh bertujuan
untuk
memberikan
perlindungan, pembelaan hak
dan
kepentingan,
serta
meningkatkan
kesejahteraan
yang layak bagi pekerja/buruh
dan keluarganya.
• Berdasarkan ketentuan umum Pasal
1 angka 17 UU Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan : serikat
pekerja merupakan organisasi yang
dibentuk dari, oleh, dan untuk
pekerja baik di perusahaan maupun
di luar perusahaan, yang bersifat
bebas, terbuka, mandiri, demokratis,
dan
bertanggung
jawab
guna
memperjuangkan, membela serta
melindungi hak dan kepentingan
pekerja
serta
meningkatkan
kesejahteraan
pekerja
dan
keluarganya.
• Sesuai dengan Pasal 102 UU Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan :
Dalam
melaksanakan
hubungan
industrial, pekerja dan serikat pekerja
mempunyai
fungsi
menjalankan
pekerjaan
sesuai
dengan
kewajibannya,
menjaga
ketertiban
demi
kelangsungan
produksi,
menyalurkan
aspirasi
secara
demokratis,
mengembangkan
keterampilan, dan keahliannya serta
ikut
memajukan
perusahaan
dan
memperjuangkan
kesejahteraan
anggota beserta keluarganya.
• Sedangkan menurut UU No.21
tahun 2000 mengenai Serikat
Buruh/Serikat Pekerja, Fungsi
serikat mencakup pembuatan
Perjanjian Kerja Bersama (PKB),
penyelesaian
perselisihan
industrial, mewakili pekerja di
dewan atau lembaga yang
terkait
dengan
urusan
perburuhan, serta membela hak
dan
kepentingan
anggota
serikat.
Memahami UU PPHI
• Mekanisme
penyelesaian
perselisihan
hubungan
industrial diatur dalam UU
Nomor 2 Tahun 2004.
• Sebagai hukum positif UU PPHI
mencabut UU Nomor 12 Tahun
1964 dan UU Nomor 22 Tahun
1957.
• Sejatinya UU PPHI berlaku satu
tahun sejak diundangkan.
• Melalui peraturan Pemerintah
pengganti UU (PERPU) Nomor 1
Tahun 2005 UU PPHI dinyatakan
ditunda.
• Kemudian UU PPHI
berlaku sejak tahun
dilanjutkan
dengan
berdirinya
Pengadilan
Industrial oleh ketua
Agung (Bp. Bagir Manan)
Januari 2006.
dinyatakan
2006 dan
peresmian
Hubungan
Mahkamah
tanggal 14
• Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UndangUndang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang
Penyelesaian
Perselisihan
Hubungan
Industrial (“UU PHI”), yang dimaksud
perselisihan hubungan industrial adalah
perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan
antara
pengusaha
atau
gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh
atau serikat pekerja/serikat buruh karena
adanya
perselisihan
mengenai
hak
perselisihan
kepentingan,
perselisihan
pemutusan
hubungan
kerja
dan
perselisihan antar serikat pekerja/serikat
buruh dalam satu perusahaan.
• Apabila
terjadi
perselisihan
hubungan industrial, maka ada 2
(dua) cara untuk menyelesaikan
perselisihan
hubungan
industrial
tersebut yaitu dengan perundingan
bipatrit dan perundingan tripatrit.
Jika
ternyata
penyelesaian
perselisihan
hubungan
industrial
tidak dapat diselesaikan melalui
perundingan bipatrit, maka tahap
yang dipakai untuk menyelesaikan
perselisihan adalah penyelesaian
melalui
tripatrit
yaitu
secara
mediasi.
• Upaya
penyelesaian
perselisihan
hubungan industrial melalui cara
mediasi bersifat wajib (mandatory)
apabila cara penyelesaian melalui
konsiliasi
atau
arbitrase
tidak
disepakati
oleh
para
pihak.
Penyelesaian perselisihan melalui
mediasi dilakukan oleh mediator
yang berada di setiap kantor instansi
yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan Kabupaten/Kota.
• Berdasarkan ketentuan Pasal 10 UU
PHI diatur bahwa dalam selambatlambatnya 7 (tujuh) hari kerja
setelah
menerima
pelimpahan
penyelesaian perselisihan, mediator
harus sudah mengadakan penelitian
tentang
duduknya
perkara
dan
segera mengadakan sidang mediasi.
Adapun mekanisme penyelesaian
perselisihan
hubungan
industrial
melalui
mediasi
dilaksanakan
sebagai berikut:
• Penyelesaian melalui mediasi
dilaksanakan paling lama 30
(tiga puluh) hari kerja terhitung
sejak
menerima
pelimpahan
penyelesaian perselisihan;
• Mediator
dapat
memanggil
saksi atau saksi ahli untuk hadir
pada
sidang
mediasi
guna
diminta
dan
didengar
keterangannya;
• Bilamana ternyata dalam sidang
mediasi
tercapai
kesepakatan,
dibuat Perjanjian Bersama yang
ditandatangani oleh para pihak,
dengan disaksikan oleh mediator
untuk
kemudian
didaftarkan
di
Pengadilan
Hubungan
Industrial
pada Pengadilan Negeri di wilayah
hukum pihak-pihak yang berselisih;
• Bila ternyata dalam mediasi tidak
tercapai
kesepakatan,
mediator
membuat anjuran tertulis;
• Mediator harus sudah mengeluarkan
anjuran tertulis selambat-lambatnya
10 (sepuluh) hari setelah sidang
mediasi dilaksanakan;
• Pihak-pihak yang berselisih harus
sudah
menyampaikan
tanggapan
atau jawaban secara tertulis atas
anjuran
mediator
selambatlambatnya 10 (sepuluh) hari setelah
anjuran mediator diterima;
• Bila
ternyata
pihak-pihak
yang
berselisih
tidak
memberikan
tanggapan atau jawaban tertulis,
dianggap menolak anjuran mediator;
• Dalam hal pihak-pihak yang
berselisih
dapat
menerima
anjuran
mediator,
selambatlambatnya 3 (tiga) hari harus
dibuatkan perjanjian Bersama
untuk kemudian didaftarkan di
Pengadilan Hubungan Industrial
pada Pengadilan Negeri di
wilayah domisili hukum pihakpihak yang berselisih untuk
mendapatkan
akta
bukti
pendaftaran;
• Dalam
hal
tidak
tercapai
kesepakatan dan atau pihakpihak
menolak
anjuran
mediator, salah satu pihak
dapat melanjutkan penyelesaian
perselisihan
dengan
mengajukan
gugatan
ke
Pengadilan Hubungan Industrial
pada Pengadilan Negeri di
wilayah hukum pekerja/buruh
bekerja.
• Bila diperbandingkan antara cara
penyelesaian perselisihan bipatrit
dengan mediasi, yang membedakan
adalah masuknya pihak luar selain
para pihak yang berselisih. Dalam
bipatrit
perundingan
dilakukan
terbatas pada pihak-pihak yang
berselisih,
sementara
dalam
mediasi, adanya pihak luar yaitu
mediator
yang
masuk
sebagai
penengah
untuk
mencoba
menyelesaikan
perselisihan
tersebut.
Referensi :
• Undang- Undang Dasar 1945.
• Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan.
• Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2000 Tentang Serikat Pekerja.
• http://www.hukumtenagakerja.com
J. Frans Gultom SH., S.kom., MM
Email : [email protected]
HP: 081315222506, 087889161165
TERIMA KASIH
Download