PENDAHULUAN Latar Belakang Laju kerusakan hutan di Indonesia, berdasarkan data WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) tahun 2004, berada dalam situasi krisis dan kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Pembalakan hutan, baik yang legal maupun ilegal, telah menyebabkan kerusakan hutan yang sudah tidak terkendali di hampir seluruh kawasan hutan Indonesia. Tingkat deforestasi saat ini telah mencapai 3,8 juta hektar per tahun (tahun 2004). Hal ini menunjukan bahwa Indonesia telah kehilangan hutannya seluas 7,2 hektar setiap menitnya. Berdasarkan data WWF (World Wildlife Fund) tahun 2002, pemerintah Indonesia mengakui bahwa kerusakan hutan Indonesia selama 50 tahun terakhir sekitar 40% dari tutupan hutannya (Harsono, 2004). Tuntutan kebutuhan bahan baku kayu cenderung terus meningkat terutama jenis kayu keras seperti Jati (Tectona grandis) dan Meranti (Shorea spp.) (Handadhari, 2002). Laju pembalakan yang dilakukan sekarang kurang diikuti oleh rehabilitasi lahan yang seimbang. Selain itu, kegiatan pembalakan hutan juga tidak hanya menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati, hancurnya habitathabitat satwa endemik, juga menyebabkan semakin merosotnya kualitas sumber daya alam Indonesia. Pengembangan skema pengalihan lapangan kerja penebangan hutan sebaiknya dialihkan ke dalam program rehabilitasi hutan dengan menggunakan dana rehabilitasi hutan. Hasil penelitian South-Central Kalimatan Production Forest Project (SCKFP) kerjasama Dephut-Uni Eropa di Kalimantan Selatan merekomendasikan rehabilitasi hutan yang dilakukan diantaranya dengan menanam Meranti (Shorea spp.). Shorea leprosula merupakan salah satu jenis Meranti Merah yang tumbuh di hutan hujan dataran rendah. Kayunya mudah dikerjakan dan tidak mudah mengkerut. Banyak digunakan sebagai bahan baku meubel, kayu lapis dan vinir. Termasuk ke dalam kelas awet dan kuat III – IV. Meranti jenis ini merupakan kayu unggulan yang memiliki nilai ekonomis tinggi, tetapi dengan eksploitasi yang terus menerus dan upaya pembudidayaan yang tidak seimbang, kayu jenis meranti ini akan semakin langka pada masa mendatang. Budidaya meranti dalam skala besar (pola HTI) mempunyai kendala dalam pengadaan bibitnya (Murjahid, 2003). Ditambahkan oleh Sudarmonowati et al. (2004), bahwa kurang majunya pembangunan sektor kehutanan di Indonesia, karena kurang ketersediaan bibit yang bermutu. Dua diantara faktor penting yang berpengaruh pada penyediaan bibit bermutu adalah sumber bibit yang unggul dan teknik propagasi yang mapan. Untuk mewujudkan faktor penting ini, diperlukan satu penelitian untuk mengetahui potensi genetik yang ada, mengingat aspek genetik meranti masih sedikit keterangannya. Penelusuran variasi genetik penting dilakukan, sehingga sebelum dilakukan suatu program konservasi dan perbaikan genetik dalam upaya penyediaan bibit bermutu, informasi yang dibutuhkan sudah tersedia. Berdasarkan pada fenomena tersebut, mutlak tersedianya kondisi genetik yang memadai sehingga tercipta suatu sistem konservasi genetik yang mapan. Analisis genetik merupakan cara yang dapat digunakan untuk menduga karakteristik genetik mengkonfirmasi sifat unggul yang telah diamati berdasarkan pengamatan morfologi di lapangan. Manfaat dari analisis genetik ini, antara lain selain dapat mendeteksi sifat unggul pada saat kecambah atau bahkan fase embrio untuk program pemuliaan bibit, juga menunjang program konservasi karena dapat mendeteksi tingkat kepunahan jenis di suatu lokasi jauh hari sebelum penurunan populasi tersebut jelas terlihat. Aplikasi nyata lainnya dari analisis genetik adalah hubungan anak, tetua, dan kerabatnya yang ditanam di lain tempat dapat diketahui, sehingga gambaran asal individu tersebut dapat diketahui. Teknik analisis genetik ini, juga lebih menghemat tenaga dan biaya karena dapat mencegah penanaman bibit yang tidak unggul. Manfaat lain dari analisis genetik ini adalah dapat mengetahui evolusi dari suatu jenis tanaman, mendeteksi keragaman atau keseragaman genetik suatu populasi, mendeteksi variasi somaklonal (terutama pada tananaman hasil kultur jaringan), sertifikasi tanaman tetua, identitas benih murni, dapat melakukan studi tentang genetik yang tahan hama dan atau penyakit, pemetaan genetik yang memberi informasi letak gen pada kromosom-kromosom yang mengatur sifat-sifat tertentu, sehingga dapat di introduksi atau di solasi untuk perbaikan mahluk hidup. 2 Teknik analisis yang banyak dikembangkan sekarang adala h berdasarkan markapenanda isozim dan markapenanda DNA. Pendugaan variasi genetik dengan teknik isozim merupakan teknik yang paling awal dikembangkan dan di aplikasikan pada tanaman. Masing- masingBerbagai teknik yang dikembangkann, masing- masing mempunyai kelemahan dan kelebihannya, hal ini disesuaikanjika dikaikan dengan tujuan dan biaya yang tersedia. MarkaPenanda DNA merupakan dasar untuk melihat adanya suatu perubahan sifat dengan mendeteksi perubahan urutan basa dan basa nukleotida DNA khas untuk setiap jenis protein atau enzim. MarkaPenanda DNA yang di maksud dapat berupaadalah markapenanda dominan dan ko-dominan. MarkaPenanda dominan adalah penanda berdasarkan ada atau tidaknya pita DNA yang muncul setelah elektroforesis, yang termasuk ke dalam markapenanda ini adalah RAPD (random amplified polymorphic DNAdna) dan RFLP (restriction fragment length polymorphism). Sedangkan markapenanda kodominan adalah penanda yang menghasilkan pita heterozigot dan homozigot. MarkaPenanda yang termasuk co-dominan adalah Mikrosatelit dan IsozimAFLP (amplified fragment length polymorphism). . Menurut Finkeldey (2003), sumber DNA yang diteliti dengan markapenanda genetik ini sebagian besar terdapat dalam nukleus (99,9%). Sisanya yang 0,1% terdapat dalam organel tertentu. Organel yang mengandung DNA ialah terdapat pada plastida yang terdiri dari mitokondria dan kloroplas. Material genetik yang di analisis dari plastida biasanya hanya berasal dari sifat satu tetuanya, kalau tidak dari tetua jantannya saja atau hanya dari betinanya, sedangkan dengan material genetik yang diambil dari inti, analisis genetiknya bisa menunjukan dua tetuanya. Pada DNA kloroplas material genetik diturunkan dari tetua betina, tetapi bisa mendeteksi tetua genetik jantannya. Melihat kondisi di atas dalam usaha melengkapi data mengenai keragaman genetik Meranti maka perlu dilakukan suatu penelitian yang dapat memberikan infomasi mengenai hal tersebut. Penulis memilih DNA kloroplas (cpDNA) sebagai bahan untuk analisis keragaman genetik Meranti dan teknik PCR–RFLP sebagai markapenanda genetik. Teknik ini sangat sederhana, cepat dan ekonomis, memiliki kisaran 50-3000 bp yang dapat dibedakan dan lebih sesuai bagi individu yang ditangani dalam jumlah banyak (Hillis et al, 1996). 3 Permasalahan Kerusakan hutan dipterokarpa yang diakibatkan oleh deforestrasi seperti pembalakan hutan secara liar, kebakaran dan lainnya dapat berdampak pada penurunan populasi S. leprosula. Penurunan populasi ini menyebabkan terjadi penurunan sumberdaya genetik dari S. leprosula, oleh karena itu perlu segera dilakukan program konservasi genetik jenis ini. Penelitian tentang keragaman genetik S. leprosula sangat diperlukan untuk memberikan landasan ilmiah dalam penggunaan stategi konservasi genetik. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui variasi keragaman cpDNA S. leprosula, yaitu jumlah haplotiype berdasarkan PCR-RLFP, yaitu titik potong (restriction site) pada DNA fragmen hasil PCR dengan menggunakan enzim restriksi 2. Mengetahui variasi cpDNA di dalam dan antar populasi S. leprosula Hipotesis Hipotesis yang diuji adalah bahwa cpDNA S. leprosula di Indonesia memiliki variasi yang rendah, dimana pola yang dijumpai dapat digunakan untuk melacak atau membedakan populasi antar pulau.karena diwariskan secara maternal. Manfaat 1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tetang variasi genetik S. leprosula yang ada di Indonesia untuk kepentingan suatu program konservasi genetik yang berkesinambungan, dan pada akhirnya dapat digunakan untuk mendukungsuatu program pemuliaan dari jenis ini 2. Variasi cpDNA S. leprosula dapat digunakan untuk menentukan asal usul, serta aliran gen berupa migrasi benih dari jenis ini 4