TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Kacang Buncis Buncis (Phaseolus vulgaris L.) termasuk sayuran polong semusim divisi spermatophyta, dicotyledoneae, sub-divisi ordo angiospermae, leguminales, kelas famili dicotyledoneae, Leguminocea, kelas sub-family papillionaceae, genus phaseolus berumur pendek (Cahyono, 2007) dan merupakan tanaman budidaya penting untuk pangan (Rubyogo dkk., 2004). Tanaman ini bukan tanaman asli Indonesia melainkan tempat asal primernya adalah Meksiko Selatan dan Amerika Tengah, sedangkan daerah sekunder adalah Peru, Equador, dan Bolivia (Maesen dan Sadikin, 1992) dan menyebar ke negaranegara Eropa sampai ke Indonesia dan sering disebut snap beans atau french beans (hhtp://www.plantamor.com/spedtail.php?recid=982, 2008). Buncis bentuknya semak atau perdu terdiri dua tipe pertumbuhan yaitu tipe merambat (indeterminate) mencapai tinggi tanaman ± 2 m (Cahyono, 2007) bahkan dapat mencapai 2.4 m (Ashari, 1995) dan lebih dari 25 buku pembungaan (Rubatzky, 1997) sehingga memerlukan turus untuk pertumbuhannya (Setiawan, 1993) dan tipe tegak/pendek (determinate) tinggi tanaman antara 30-50 cm (Cahyono, 2007) dengan jumlah buku sedikit dan pembungaannya terbentuk di ujung batang utama (Rubatzky, 1997). Universitas Sumatera Utara Komponen Pertumbuhan Vegetatif Kacang Buncis Pertumbuhan dan produksi tanaman dipengaruhi oleh sifat fisiologi dan morfologi tanaman. Arsitektur suatu tanaman dicerminkan oleh bentuk tajuk dan sangat mempengaruhi proses fotosintesis (Sutoro dkk., 1997). Umumnya, sistem perakaran tanaman buncis tidak besar atau ekstensif, berakar tunggang dan serabut dengan percabangan lateral dangkal dan dapat tumbuh hingga sekitar ± 1 m (Rubatzky, 1997). Batang tanaman ini bentuknya merambat, bengkok, bercabang banyak, bulat, beruas-ruas, berbulu halus, dan lunak sehingga tanaman tampak rimbun (Tindall, 1983). Daunnya bulat lonjong, ujung daun runcing, tepi daun rata, berbulu sangat halus, tulang daun menyirip (Rao, 1991 dan Decoteau, 2000). Daun berukuran kecil lebarnya 6-7.5 cm dan panjangnya 7.5-9 cm, sedangkan berukuran besar lebarnya 10-11 cm dan panjangnya 11-13 cm (Cahyono, 2007). Posisi duduk daun tegak agak mendatar dan bertangkai pendek dan setiap cabang terdapat tiga daun menyirip yang kedudukannya berhadapan (Tindall, 1983). Ukuran daun sangat bervariasi tergantung varietasnya (Cahyono, 2007). Selanjutnya Wuryaningsih dkk. (2001) mengatakan daun merupakan salah satu organ tanaman yang menjadi tempat berlangsungnya proses fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat. Karbohidrat hasil fotosintesis akan digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan organ-organ lainnya. Dengan jumlah daun yang cukup, tanaman dapat melakukan fotosintesis secara optimal, sehingga dapat meningkatkan kualitas bunga dan polong berisi. Universitas Sumatera Utara Komponen Pertumbuhan Generatif Kacang Buncis Bunga tanaman buncis tergolong bunga sempurna atau berkelamin dua (hermaprodit), ukurannya kecil, bentuk bulat panjang (silindris) berukuran ± 1 cm (Cahyono, 2007) dan tumbuh dari cabang yang masih muda atau pucuk-pucuk muda berwarna putih, merah jambu dan ungu (Tindall, 1983). Bunga menyerbuk sendiri dengan bantuan angin dan serangga (Rubatzky, 1997). Polong bentuknya ada yang pipih lebar memanjang ± 20 cm, bulat lurus dan pendek ± 12 cm dan bulat panjang ± 15 cm. Susunan polong bersegmen-segmen dengan jumlah biji 514/polong. Ukuran dan warna polong bervariasi tergantung kepada jenis varietas. Biji berukuran agak besar, bentuknya bulat lonjong dan pada bagian tengah melengkung (cekung), berat 100 biji 16-40.6 g berwarna hitam (Cahyono, 2007 dan Sentra Informasi Iptek, 2008). Bagian dari komponen pertumbuhan dan produksi tanaman buncis sangat bervariasi sesuai dengan kondisi masing-masing varietas. Syarat Tumbuh Kacang Buncis Pertumbuhan dan produktivitas buncis dipengaruhi oleh berbagai faktor kondisi iklim lingkungan tumbuh. Umumnya tanaman buncis ditanam di dataran tinggi 1.000-1.500 m dpl dengan iklim kering (Nainggolan, 2001) dan sudah diuji di dataran medium 300-760 m dpl di Tapanuli Selatan (Bangun dkk., 2001) dan bisa jadi dapat ditanam di dataran rendah di bawah 300 m dpl (Cahyono, 2007) dan pernah ditanam 200-300 m dpl ternyata hasilnya memuaskan Universitas Sumatera Utara (hhttp://www.plantamor.com.php?recid=982, 2008). Ketiga medium tersebut tergantung jenis varietas dan tipe pertumbuhannya. Agar optimum pertumbuhan dan hasil tanaman buncis rata-rata suhu udara yang dibutuhkan 20-250C, kelembaban udara 50-60% (Cahyono, 2007), cahaya matahari 400-800 feetcandle (http://www.spt01.tripod.com/kacang_buncis.htm, 2008). Curah hujan 1.5002.500 mm/tahun (Cahyono, 2007) dan rata-rata 250-450 mm/bulan (Sentra Informasi Iptek, 2008). Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman buncis adalah tanah andosol dan regosol yang terdapat di daerah pengunungan (hhtp://www.plantamor.com/spedtail.php?recid=982, 2008), menghendaki pH tanah 5.5-6.0, gembur dengan tekstur tanah liat, liat berpasir (Thompson dan Kelly, 1957) dan lempung berliat dengan suhu tanah rata-rata 18-300C (Sentra Informasi Iptek, 2008). Peranan Varietas Kacang Buncis Unggul Penyebab ketidakberhasilan dalam peningkatan produksi di tingkat petani adalah akibat varietas yang digunakan selalu berulang-ulang dan turun temurun menggunakan varietas lokal (Saidah dkk., 2007) dan tanpa melalui seleksi yang ketat, sehingga kualitas hasil mengalami penurunan (deregenerasi). Biasanya petani belum mau mengganti varietas lokalnya sebelum yakin dengan varietas baru lebih unggul dan menguntungkan (Nieldalina, 2001) sehingga pengenalan varietas baru sering memberikan tantangan, diantaranya pasokan awal benih Universitas Sumatera Utara kadang tidak mencukupi dan jangkauan penyediaan benih sering kali terbatas (Rubyogo, 2004). Manshuri (2007) mengatakan penggunaan varietas unggul merupakan alternatif bagi peningkatan produksi dan mampu mewujudkan keunggulan hasil pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu. Varietas unggul selalu mempunyai sifat berproduksi tinggi dan lebih baik dari varietas yang telah ada (Nieldalina, 2001). Umurnya pendek, tahan terhadap serangan hama dan penyakit (Insidewinne, 2007), kualitas hasilnya baik, berpenampilan menarik dan mempunyai daya adaptasi luas di berbagai iklim dan tipe tanah (Sahat, 1984) sehingga dengan meluasnya penggunaan varietas unggul dan intensifnya pemanfaatan lahan akan memperbesar peluang tersingkirnya varietas lokal (Trustinah dkk., 2007). Banyak petani melakukan uji coba dan menginginkan akses lebih baik terhadap buncis varietas baru, tapi tidak berarti menggantikan varietas lokal milik mereka (Rubyogo, 2004). Terjadinya keragaman pertumbuhan tanaman dapat disebabkan oleh beragamnya kualitas varietas yang ditanam dan penggunaan varietas yang berbeda akan menunjukkan respon yang berbeda pula terhadap perlakuan yang diberikan (Erythrina dkk., 2008). Universitas Sumatera Utara Pengaruh Lingkungan Tumbuh Terhadap Kacang Buncis Untuk meningkatkan produktivitas buncis perlu dilakukan pengembangan budidayanya ke suatu wilayah kisaran tertentu dengan uji coba menggunakan beberapa kacang buncis dan mana yang lebih sesuai dengan kondisi biofisik setempat. Perubahan lingkungan tumbuh serta biofisik setempat yang dilakukan terhadap kacang buncis pada dasarnya sebagai upaya perluasan areal, meskipun tanaman itu sendiri akan mengalami perubahan fisik mulai dari awal pertanaman sampai panen. Sebaliknya tiap tumbuhan mempunyai mekanisme karakteristik yang berbeda dan memungkinkan untuk tumbuh lebih baik dan dapat hidup di lingkungan tumbuhnya. Faktor pembatas pertumbuhan dan hasil pada lingkungan tumbuhnya dipengaruhi oleh suhu, lama penyinaran, angin dan kelembaban. Ekstensifikasi wilayah pertanaman juga sering terbentur pada berbagai kendala, diantaranya jenis tanah, tingkat kesuburan tanah dan ketinggian tempat. Malau dkk. (2002) menunjukkan adanya pengaruh perbedaan lokasi produksi benih terhadap pertumbuhan dan produksi kacang jogo (Vicia faba L.) dan ercis (Pisum sativum L.). Selain itu Ashari (1995) berpendapat buncis yang ditanam pada dataran rendah, pembentukan polong dan pengisian buah menjadi lambat dan menghasilkan kualitas yang kurang baik. Universitas Sumatera Utara Deskripsi Varietas Unggul Kacang Buncis Deskripsi suatu varietas adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran pertumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu mencakup karakter morfologis, agronomis, dan fisiologis tanaman itu sendiri, sehingga bila varietas tersebut sebelum ditanam di suatu tempat secara bersama-sama dalam satu populasi pada lingkungan yang berbeda terlebih dahulu diketahui karakternya (Somantri dkk., 2008). Dataran tinggi merupakan sentra produksi sayuran kacang buncis, namun target pencapaian produksi secara nasional mengalami hambatan akibat keterbatasan luas areal dan minimnya penggunaan varietas unggul serta manajemen hara yang digunakan. Demikian sebaliknya sasaran pencapaian produksi dapat diupayakan dengan perluasan areal tanam ke dataran rendah, juga mengalami hambatan yaitu minimnya varietas unggul yang sesuai dataran rendah dan hambatan kondisi iklim serta fisik tanah. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki karakteristik tanaman yaitu dengan mengubah lingkungan tumbuh tanaman dan mekanisme fisiologi lingkungan tumbuh tanaman (Welsh, 1991). Selanjutnya Dorst (1957) mengatakan adaptif merupakan kemampuan suatu individu, populasi atau spesies untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan kondisi iklim atau lingkungannya. Lebih lanjut Frey (1987) menyatakan secara umum suatu genotipe atau populasi dikatakan mempunyai daya adaptif yang baik, jika berproduksi tinggi pada berbagai kondisi lingkungan tumbuh, sehingga Universitas Sumatera Utara interaksi antara genotipe dengan lingkungan berkaitan dengan karakteristik tanaman. Varietas/genotipe unggul kacang buncis merupakan hasil rakayasa untuk perbaikan peningkatan pertumbuhan dan hasil. Varietas unggul yang terdapat di kalangan petani dan beredar saat ini di pasaran banyak jenisnya, namun tidak semua varietas tersebut memiliki karakteristik yang sesuai untuk ditanam pada kondisi kisaran tertentu dan hanya sebahagian saja. Umumnya varietas unggul yang ditanam pada kondisi kisaran tertentu yaitu varietas Superking dan Widuri. Varietas tersebut kebanyakan golongan tipe pertumbuhan merambat (indeterminate) dengan hasil produksi rata-rata 20 – 25 ton/ha. Moeljopawiro (2008) mengatakan varietas baru belum dapat dirasakan sebelum tersedia benih yang cukup untuk penanaman skala komersil dan cocok ditanam di daerah tertentu. Deskripsi varietas tipe merambat yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pada Lampiran 45. Kalium dan Kacang Buncis Ketersediaan kalium diartikan sebagai kalium yang dibebaskan dari bentuk tidak dapat dipertukarkan ke bentuk yang dapat dipertukarkan, sehingga dapat diserap oleh tanaman dalam bentuk K+ yang monovalen (Gardner dkk., 1991). Kalium tersebut diserap oleh akar tanaman lebih banyak dari pada kation lainnya dan selalu diserap lebih awal dari pada nitrogen dan fosfor (Ruhnayat, 1995) dan Universitas Sumatera Utara kalium ini bukan merupakan komponen bahan organik yang dapat membentuk bagian tanaman, tetapi mutlak harus ada di dalam proses metabolisme tanaman. Kalium yang diberikan kepada tanaman diserap sekitar 20-40% dan merupakan hara mobil yang dapat ditranslokasikan ke bagian jaringan tanaman muda dan jaringan meristem lainnya bila terjadi kekurangan (Clark, 1965). Total kadar kalium di dalam tanah jauh lebih besar dibanding jumlah yang diserap tanaman, sehingga ketersediaan hara ini biasanya rendah, khususnya pada tanahtanah tropika yang diakibatkan suhu dan curah hujan yang tinggi. Kedua faktor ini merupakan penyebab proses pembebasan dan pencucian kalium dari tanah (Leiwakabessy, 1988). Konsentrasi kalium rata-rata di dalam tanah adalah 1.2% dengan kisaran 0.5-2.5% (Tisdale et al., 1990) dan dapat merata di semua lapisan tanah serta tergantung pada jenis bahan induk dan proses pelapukannya (Ruhnayat, 1995). Di dalam tubuh tanaman hara kalium terlibat langsung dalam beberapa proses fisiologi tanaman dan secara garis besarnya dapat dibedakan menjadi dua kepentingan utama, yakni proses biofisika dan biokimia yang berlangsung dalam sel-sel tanaman (Black, 1968) dan dari segi biofisika peranannya untuk mengatur tekanan osmotik dan turgor dalam tubuh tanaman, sehingga mengakibatkan membuka dan menutupnya stomata (Barden et al., 1987). Kumar et al. (1979) mengatakan melalui proses ini tanaman yang banyak mengandung kalium lebih mampu mengatasi kekurangan air. Universitas Sumatera Utara Efisiensi penggunaan pupuk KCL umumnya rendah karena pupuk ini mudah larut dan tercuci bersama air perkolasi atau bahkan terikat bersama oleh mineral liat tipe 2:1 (Suriadikarta dan Abdurachman, 2001), sehingga kekurangan pupuk kalium pada tanaman dapat mempengaruhi laju fotosintesa, transformasi dan transportasi karbohidrat, resistensi terhadap penyakit, pertumbuhan dan kualitas hasil (Ruhnayat, 1995), dan kerdilnya pertumbuhan tanaman, bentuk daunnya pendek, berwarna hitam gelap, serta terkulai (droopy). Pada daun tua terjadi penguningan dekat bagian tulang daun yang dimulai dari ujung daun dan setelah kering, daun berubah warna menjadi coklat terang. Munculnya bercak coklat mirip gejala penyakit pada bagian daun berwarna hijau gelap (Tanaka dan Yoshida, 1975) sehingga bila terjadi kahat kalium akan tampak pada daun-daun bagian bawah yang lebih tua. Tanaman yang banyak mengandung kalium lebih mampu untuk mengatasi kekurangan air dan berperan sebagai pengatif enzim untuk proses pembentukan pati dan protein, translokasi fotosintat ke bagian tubuh tanaman, tahan terhadap serangan penyakit (Beringer, 1980 dan Wallington 1980) karena kalium dapat merangsang perkembangan penebalan lapisan luar sel epidermis (Gross, 1968). Universitas Sumatera Utara