KEBERMAKNAAN PENDIDIKAN SAINS DALAM PENDEKATAN SAINTIFIK Oleh : Ahkam Zubair Abstrak Kurikulum 2013 telah digulirkan dengan maksud, agar manusia Indonesia menjadi produktif, kreatif, inovatif, dan efektif, melalui penguatan sikap, keterampilan dan pengetahuan. Dengan demikian sangat diperlukan tenaga pendidik handal yang dalam pembelajaran sains dapat menyesuaikan kepentingan peserta didik, dan memadukan, strategi, pendekatan saintifik dan media pendidikan, peserta didik akan lebih banyak mencari tahu, bukan diberi tahu, tahu merasa, bukan mersa tahu, serta mereferensi teori belajar Bruner, Pieget, dan Vygotsky, agar hasil belajar peserta didik lebih bermakna dalam kehidupan di lingkungannya. Pendidikan sains adalah upaya membekali sejumlah informasi, kebiasaan, sikap dan perilaku yang berkaitan dengan sains yang bermanfaat bagi seseorang dalam menjalani hidup bermasyarakat. Oleh karena itu, meskipun sains sendiri bersifat universal, tetapi pendidikan sains tidak harus universal sifatnya, yang diajarkan adalah yang dianggap perlu atau yang relevan dengan kepentingan peserta didik. Bagi peserta didik sekolah dasar yang daya abstrkasinya belum cukup tumbuh sehingga informasi harus dibatasi, seperti aturan Maxwell tentang kelistrikan atau hukum gravitasi Newton tidak harus diungkapkan secara lengkap. Kurikulum 2013, yang bertujuan untuk menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan efektif melalui penguatan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang terintegrasi, serta standar proses yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi dilengkapi dengan saintifik (mengamati, menanya, menalar, menyajikan, menyimpulkan, mencipta). Kurikulum 2013 ini bergulir sejak tahun ajaran 2013/2014 disemua jenjang sekolah, walaupun masih terbatas pada kelas tertentu pada jenjang sekolah. Amanah kurikulum 2013 sebagaimana yang disebut di atas adalah mendekatkan pembelajaran dengan saintifik. Oleh karena itu pembelajaran sains yang disajikan hendaknya disajikan sedemikian rupa dengan pendekatan/metode saintifik agar memudahkan pengertian dan pemahaman peserta didik, perolehan informasi yang relevan dengan kehidupan bermasyarakat, belajar kapan dan dimanapun agar kebermaknaan bisa dinikmati, yang pada akhirnya siswa merasa bahwa bersekolah dan belajar itu ada manfaatnya. http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=323:kebermaknaan-pendidikansains&catid=42:ebuletin&Itemid=215 Artikel E-Buletin Edisi Januari 2015 ISSN. 2355-3189 Tuntutan untuk membuat pandidikan dasar relefan dan bermakna bagi setiap peserta didik memang membawa konsekuensi yang cukup berat, karena kita memiliki lingkungan alam dan tahap perkembangan budaya, karakter yang sangat spesifik dan cukup luas ragamnya. Lingkungan masyarakat yang letaknya terpencil/terisolasi yang kehidupannya diwarnai oleh kegiatan bercocok tanam, tanpa listrik, pada saat itu barangkali informasi atau pengetahuan tentang kelistrikan tidak relevan. Namun ketika program listrik masuk desa menjangkau wilayah itu dan kemudian antena parabola memungkinkan mereka menyaksikan tayangan televisi, maka pengetahuan tentang kelistrikan perlu dipelajari dan sangat relevan untuk dibahas. Apa bila kita menyebutkan bahwa mereka perlu tahu kelistrikan, bukan berarti diajari persamaan Maxwell. Mereka perlu kenal listrik sebagai salah satu sumber energy, bukan saja penerangan di malam hari, tetapi juga untuk menggerakkan pengairan sawahnya, untuk mendengar siaran televisi, menyetel kamputer, kulkas, dan sebagainya. Mereka juga harus faham dampak lain dari salah menggunakan listrik, seperti kebakaran atau kerusakan alat‐alat elektronik yang ada di rumah, serta peralatan‐peralatan apa saja yang disediakan untuk pengamanan agar bahaya‐ bahaya seperti itu bisa dihindari. Kehadiran alat‐alat elektronik membawa konsekwensi yang rumit, perlu informasi yang cukup tentang kelistrikan yang hubungannya dengan alat komunikasi, misalnya TV, hand pone (HP), computer, laptop dan lain‐lain, yang dalam hal ini bukan lagi masalah yang sulit, mereka akan terbiasa pada akhirnya dan menikmati kebermaknaan itu. Masalah yang sama akan muncul dalam menjawab pertanyaan tentang pendidikan sains yang bermakna pada sekolah menengah sampai jenjang pendidikan tinggi. Informasi tentang gejala alam yang sudahan sudah sempat digali dan dikumpulkan oleh para pakar dunia kini semakin banyak, bahkan mencapai jumlah yang diluar kemampuan seseorang untuk dapat menempuhnya. Porsi yang harus diberikan kepada peserta didik yang selajutnya akan diteruskan kepada warga masyarakat, perlu disaring secara tepat bila diharapkan informasi itu bermakna dan dirasakan membantu kehidupannya. http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=323:kebermaknaan-pendidikansains&catid=42:ebuletin&Itemid=215 Artikel E-Buletin Edisi Januari 2015 ISSN. 2355-3189 Yang menjadi masalah bagi peserta didik untuk memahami perilakau alam bukan hanya jumlahnya, melainkan juga tingkat kesukarannya. Tuhan menciptakan aturan‐aturan alam yang kita kenal dengan hukum sebab‐akibat (hukum kausalitas) tersebut dalam bentuk yang tidak begitu mudah untuk dipahami, maupun digali. Misalnya perkakas yang menggunakan laser dewasa ini sudah hadir sebagai bagian dari kehidupan kita sehari‐hari , ada laser disc, ada laser untuk kedokteran, untuk memotong baja, geodasi, pointer laser untuk menunjuk power point ke layar saat presentasi dengan menggunakan LCD, dan sebagainya. Untuk menjelaskan perbedaan cahaya matahari dengan sinar laser, untuk peserta didik SMA bukanlah hal yang mudah, karena diperlukan penjelasan dan pendekatan yang tepat, karena memerlukan pengetahuan mekanika kuantum yang jelas. Namun jenjang pendidikan di bawahnya sangat diperlukan penyesuaian kedalaman materinya, pendekatan dan praktik di sekolah dan di sekitar tempat tinggalnya, ini diperlukan dalam rangka pemahaman yang mendalam dan pemahaman tentang sains dengan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar, teori Bruner, teori piaget, dan teori Vygotsky. Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Ada empat hal berkaitan dengan teori belajar Bruner (Mulyasa, 2006). Pertama, individu belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses‐proses kognitif dalam proses penemuan, siswa akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatu penghargaan intrinsik. Ketiga, memiliki kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat retensi ingatan. Empat hal di atas bersesuaian dengan proses kognitif yang diperlukan dalam pembelajaran mengguanakan pendekatan saintifik. Teori Piaget (dalam Sutikno,M. Sobary, 2011), belajar berkaitan dengan pembentukan dan perkembangan skema (jamak schemata). Skema adalah suatu struktur mental dan struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. (Usman, Moh. Uzer, 2006), skema tidak pernah berhenti berubah, skema seorang anak akan berkembang menjadi skemata orang dewasa, proses yang menyebabkan terjadinya perubahan skemata disebut adaptasi. Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, asimilasi dan akomodasi . Asimilasi merupakan proses http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=323:kebermaknaan-pendidikansains&catid=42:ebuletin&Itemid=215 Artikel E-Buletin Edisi Januari 2015 ISSN. 2355-3189 kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan stimulus yang dapat berupa persepsi, konsep, hokum, prinsip ataupun pengalaman baru ke dalam skema yang sudah ada dalam pikirannya. Vygotsky, menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas‐tugas yang belum dipelajari namun tugas‐tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu berada dalam zone of proximal development, daerah yang terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini yang didefenisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah dibawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu. Ketiga teori belajar di atas, disimpulkan bahwa pendidikan sains dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik memiliki karakter sebagai berikut : 1. Berpusat pada peserta didik 2. Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip. 3. Melibatkan proses‐proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik 4. Dapat mengembangkan karakter peserta didik. Semoga segala upaya kita dalam mensukseskan pemberlakuan kurikulum 2013 tercapai, utamanya pendekatan saintifik yang merupakan roh kurikulum 2013, dan harapan kita dalam pembelajaran sains peserta didik akan lebih bermakna, berlangsung terus menerus, dan berkesinambungan. http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=323:kebermaknaan-pendidikansains&catid=42:ebuletin&Itemid=215 Artikel E-Buletin Edisi Januari 2015 ISSN. 2355-3189