BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kacang Hijau 2.1.1 Klasifikasi

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kacang Hijau
2.1.1 Klasifikasi tanaman kacang hijau
Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di
seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan merupakan sumber
protein yang baik, dengan kandungan protein berkisar antara 20 - 35 %. Selain itu, kacangkacangan juga merupakan sumber lemak, vitamin, mineral dan serat pangan (dietary protein).
Kadar serat kacang-kacangan mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu mencegah
berbagai penyakit rendah serat (Astawan, 2009).
Tanaman kacang hijau termasuk suku (familia) Leguminosaceae yang banyak
varietasnya. Kedudukan kacang hijau dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai
berikut (Rukmana, 1997):
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospremae
Klas
: Dicotyledonae
Ordo
: Leguminales
Familia
: Leguminosaceae
Genus
: Phaseolus
Spesies
: Phaseolus radiatus L. (Vigna radiata L.)
2.1.2 Morfologi tanaman kacang hijau
4
Tanaman kacang hijau berakar tunggang. Sistem perakarannya dibagi menjadi dua
yaitu mesophytes dan xerophytes. Mesophytes mempunyai banyak cabang akar pada
permukaan tanah dan tipe pertumbuhannya menyebar, sementara xerophytes memiliki akar
cabang lebih sedikit dan memanjang kearah bawah (Purwono dan Hartono, 2005).
Batang tanaman kacang hijau berukuran kecil, berbulu, berwarna hijau kecokelatcokelatan atau kemerah-merahan. Batang tumbuh tegak mencapai ketinggian 30-110 cm dan
cabang menyebar kemana-mana. Setiap buku batang menghasilkan satu tangkai daun, kecuali
pada daun pertama berupa sepasang daun yang berhadapan dan masing-masing daun berupa
daun tunggal (Rukmana, 1997).
Daun tanaman kacang hijau terdiri dari 3 helaian (trifoliat) dan letaknya bersilang.
Tangkai daunnya cukup panjang dari daun. Daunnya berwarna hijau muda sampai hijau tua
(Andrianto dan Indiarto, 2004).
Bunga kacang hijau berkelamin sempurna (hermaprodite), berbentuk kupu-kupu dan
berwarna kuning. Proses penyerbukan terjadi pada malam hari sehingga pada pagi harinya
bunga akan mekar dan pada sore hari menjadi layu (Rukmana, 1997).
Kacang hijau memiliki buah yang berbentuk polong, yang panjangnya 5-16 cm. setiap
polong berisi 10-15 biji. Polong kacang hijau berbentuk bulat silindris atau pipih dengan
ujung agak runcing atau tumpul. Polong muda berwarna hijau, setelah tua berubah menjadi
coklat kehitaman (Marzuki dan Soeprapto, 2004).
Biji kacang hijau lebih kecil dibandingkan biji kacang-kacangan lainnya, warna biji
kebanyakan hijau kusam atau hijau mengkilap, beberapa ada yang berwarna kuning, coklat
dan hitam (Andrianto dan Indiarto, 2004).
2.1.3 Syarat tumbuh tanaman kacang hijau
Tanaman kacang hijau merupakan tanaman tropis, tanaman ini dapat ditanam di
dataran rendah hingga ketinggian 500 meter di atas permukaan air (Marzuki dan Soeprapto,
2004). Keadaan iklim yang ideal untuk tanaman kacang hijau adalah daerah yang bersuhu
250C – 270 C dengan kelembaban udara 50-80%, curah hujan antar 50-200 mm/bulan dan
cukup untuk mendapat sinar matahari (tempat terbuka). Jumlah curah hujan dapat
mempengaruhi produksi kacang hijau. Tanaman ini cocok ditanaman pada musim kering
(kemarau) yang curah hujannya rendah (Rukmana, 1997).
Penanaman kacang hijau memerlukan tanah yang subur, gembur, banyak
mengandung humus, aerase dan drainase baik, serta mempunyai kisaran pH 5,8 (Rukmana,
1997). Unsur hara makro tersedia dalam jumlah optimal pada kisaran pH 6,5 - 7,5 atau
mendekati netral, seperti unsur hara P tersedia dalam jumlah banyak pada kisaran pH 6,5-8
dan 9-10 (Sutedjo, 1987).
Tanah dengan kandungan bahan organik tinggi sangat baik digunakan untuk
menanam tanaman kacang hijau. Tanah berpasir juga dapat digunakan untuk pertumbuhan
kacang hijau jika kandungan air tanahnya tetap terjaga dengan baik (Purwono dan Hartono,
2005). Kacang hijau memerlukan tanah dengan kandungan hara (fosfor, kalium, kalsium,
magnesium, dan belerang) yang cukup. Dosis anjuran pemupukan tanaman kacang hijau
adalah 50 N kg/ha, 75 TSP kg/ha atau 34,5 kg/ha P2O5, 50 kg/ha KCl atau 30 kg/ha K2O
(Marzuki dan Soeprapto, 2004).
2.2 Biostimulan
Biostimulan adalah bahan organik yang mengandung zat-zat organik berkualitas
tinggi seperti asam amino, asam humik, vitamin, fitohormon, hara asensil, dan terutama
mengandung mikroflora menguntungkan (penambat N, pelarut fosfat, penghasil hormone
untuk memacu pertumbuhan dan hasil tanaman. Beberapa bakteri mampu berperan sebagai
agens biostimulan. Genus
tanaman yaitu genus
bakteri yang biasa digunakan untuk memacu pertumbuhan
Rhizobium, Azotobacter, Azospirillum, Bacillus, Arthobacter,
Bacterium, Mycobacterium, dan Pseudomonas (Saraswati, 2004).
Mekanisme bakteri yang berperan sebagai biostimulan berkaitan dengan aktivitas ezin
acetoin dan urease yang berperan dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman (Anonim,
2007) dan produksi fitohormon seperti indole-3-acetic acid (IAA), citokinin, dan hormon
pemacu pertumbuhan lainnya, dan atau sebagian endofit dapat meningkatkan penambahan
nutrisi seperti nitrogen dan fosfat (Tan dan Zou, 2001). Menurut Taghavi et al (2009) dalam
Suriaman (2010), Proses sintesis IAA dapat dibagi menjadi tiga proses yaitu :
1. Jalan pertama, tryptophan-2-monooxygenase (IaaM) mengoksidasi tryptophan menjadi
indole-3-acetamide, kemudian indole-3-acetamide dihidrolisasi oleh indole-acetamide
hydrolase untuk menghasilkan IAA.
2. Sintesis IAA juga dapat terjadi dengan merubah tryptophan menjadi tryptamine oleh
enzim triptofan dekarboksilase, kemudian tryptamine dirubah menjadi indole-3acetaldehyde oleh enzim amin oksidase, yang kemudian dirubah menjadi Indole-acetid
acid oleh enzim indoleacetaldehid dehidrogenasae.
3. Sintesis IAA juga dapat terjadi melalui perubahan tryptophan kemudian dirubah menjadi
asam indol piruvat oleh enzim triptofan transaminase, kemudian dirubah menjadi indol-3acetaldehid oleh enzim indolpiruvat dekarboksilase, dan kemudian dirubah menjadi
indole acetid acid (IAA) oleh enzim indole acetaldehid dehidrogenase.
Bakteri tersebut positif menghidrolisis urea menjadi CO2 dan NH3. Adapun reaksi
kimianya: NH2CONH2 + H2O → CO2 + 2NH3. Kemudian NH3 dilakukan perombakan
secara oksidasi yang kemudian akan menjadi NO3 yang akan diserap oleh tanaman padi.
Proses ini dilakukan melalui 2 tahap yaitu proses mineralisasi dan imobilasi Nitrogen. Faktor
yang mempengaruhi proses tersebut antara lain : oksigen, pH, suhu, dan kelembapan
(Subadiyasa, 2008).
2.3 Pupuk Organik dan Pupuk Kimia
Pupuk organik (kompos) merupakan hasil akhir dan atau hasil antara dari perubahan
atau peruraian bagian dan sisa tanaman dan hewan. Misalnya bungkil, guano, tepung tulang
dan sebagainya. Pupuk organik berasal dari bahan organik yang mengandung segala macam
unsur maka pupuk ini pun mengandung hampir semua unsur (baik makro maupun mikro).
Hanya saja, ketersediaan unsur tersebut biasanya dalam jumlah yang sedikit. Pupuk organik
diantaranya ditandai dengan ciri-ciri :
1. Nitrogen terdapat dalam bentuk persenyawaan organik sehingga mudah dihisap
tanaman.
2. Tidak meninggalkan sisa asam anorganik didalam tanah.
3. Mempunyai kadar persenyawaan C organik yang tinggi, misalnya hidrat arang
(Murbandono, 2000).
Pupuk organik (kompos) merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikrobia
dengan hasil akhir berupa kompos yang memiliki nisbah C/N yang rendah. Bahan yang ideal
untuk dikomposkan memiliki nisbah C/N sekitar 30, sedangkan kompos yang dihasilkan
memiliki nisbah C/N < 20. Melalui cara ini proses pembuatan kompos dapat berlangsung
lebih singkat dibandingkan cara konvensional (Yuwono, 2005).
Pupuk kimia Urea adalah suatu senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon,
hidrogen, oksigen dan nitrogen dengan rumus CON2H4 atau (NH2)2CO. Nama lain yang juga
sering dipakai adalah carbamide resin, isourea, carbonyl diamide dan carbonyldiamine. Urea
merupakan pupuk nitrogen yang paling mudah dipakai. Zat ini mudah larut didalam air dan
tidak mempunyai residu garam sesudah dipakai untuk tanaman. Disamping penggunaannya
sebagai pupuk, urea juga digunakan sebagai tambahan makanan protein untuk hewan
pemamah biak, juga dalam produksi melamin, dalam pembuatan resin, plastik, adhesif, bahan
pelapis, bahan anti ciut, tekstil, dan resin perpindahan ion. Bahan ini merupakan bahan antara
dalam pembuatan amonium sulfat, asam sulfanat, dan ftalosianina (Austin, 1997).
Pupuk Kimia Urea ditemukan pertama kali oleh Roelle pada tahun 1773 dalam urine.
Pembuatan urea dari amonia dan asam sianida untuk pertama kalinya ditemukan oleh
F.Wohler pada tahun 1828 . Pada saat ini pembuatan urea pada umumnya menggunakan
proses dehidrasi yang ditemukan oleh Bassarow pada tahun 1870. Proses ini mensintesis urea
dari pemanasan amonium karbamat. Prinsip pembuatan urea pada umumnya yaitu dengan
mereaksikan antara amonia dan karbondioksida pada tekanan dan temperatur tinggi didalam
reaktor kontinu untuk membentuk amonium karbamat (reaksi1) selanjutnya amonium
karbamat yang terbentuk didehidrasi menjadi urea. Penggunaan pupuk organik yang
dipadukan dengan penggunaan pupuk kimia dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan
pengurangan penggunakan pupuk kimia, baik pada lahan sawah maupun lahan kering. Telah
banyak dilaporkan bahwa terdapat interaksi positif pada penggunaan pupuk organik dan
pupuk kimia secara terpadu. Penggunaan pupuk kimia secara bijaksana diharapkan
memberikan dampak yang lebih baik dimasa depan. Tidak hanya pada kondisi lahan dan hasil
panen yang lebih baik, tetapi juga pada kelestarian lingkungan (Musnamar, 2005)
Download