penatalaksanaan anestesi umum pada wanita 43 tahun

advertisement
PRESENTASI KASUS
PENATALAKSANAAN ANESTESI UMUM PADA WANITA 43 TAHUN
DENGAN TUBA OVARIAN ABSES
Disusun Untuk Memenuhi sebagian Syarat dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi Bagian Ilmu
Anastesi
Diajukan kepada Yth :
dr. H. Fauzi, Sp. An
Disusun oleh :
Mutiana Muspita Jeli
2007 031 0190
BAGIAN ILMU ANASTESI
RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2013
1
HALAMAN PENGESAHAN
Telah dipresentasikan presentasi kasus dengan judul
PENATALAKSANAAN ANESTESI UMUM PADA WANITA 43 TAHUN
DENGAN TUBA OVARIAN ABSES
Hari/Tanggal : 4 April 2013
Tempat : RS PKU MUHAMADIYAH YOGYAKARTA
Menyetujui
Dokter Pembimbing/Penguji
dr. H. Fauzi, Sp. An
2
STATUS PASIEN
I.
IDENTITAS PASIEN
No. Catatan Medik
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Agama
Alamat
Pekerjaan
Tanggal pemeriksaan
II. ANAMNESIS (Autonamnesis)
Keluhan utama
: 573389
: Nyonya S.
: 43 tahun
: Perempuan
: Islam
: Yogyakarta
: Ibu rumah tangga
: 28 Maret 2013
: Nyeri perut bawah sejak 2 minggu SMRS
Keluhan tambahan
: Demam
Riwayat Penyakit Sekarang
: Pasien datang dengan keluhan nyeri pada perut
bagian bawah kurang lebih mulai dari 2 minggu
SMRS. Pasien hanya membeli obat dari warung
untuk mengurangi nyeri namun nyeri tidak
membaik. Pasien juga mengeluh demam.
Riwayat penyakit dahulu
Penyakit Jantung
Penyakit Asma
Penyakit Hipertensi
Penyakit Diabetes Mellitus
Penyakit Alergi
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit jantung, hipertensi, asma, penyakit paru-paru, diabetes,
penyakit ginjal, dan gangguan pembekuan darah pada keluarga pasien.
Riwayat Operasi dan Anestesia
: disangkal
Riwayat kebiasaan
Merokok
Minum alkohol
Narkotik
: disangkal
: disangkal
: disangkal
3
Lain-lain
Gigi goyang
: Disangkal
Gigi palsu
: Disangkal
Konsumsi obat-obatan tertentu: Disangkal
III.
PEMERIKSAAN FISIK (28 Maret 2013)
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Kompos Mentis
Tanda-Tanda Vital
:
Tekanan darah`
Nadi
Pernapasan
Suhu
:
:
:
:
130/80
84x/menit
18x/menit
36.5C
Berat Badan
: 56 Kg
Tinggi Badan
: 160 cm
STATUS GENERALIS
i. Kepala
ii. Mata
iii.
iv.
v.
vi.
vii.
viii.
: Normosefal
: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil
isokor reflek cahaya langsung +/+ normal, reflek
cahaya tidak langsung +/+ normal
Hidung
: Tidak ada deviasi septum, discharge -/Mulut dan gigi
: Oral hygiene baik, bibir tidak kering, lidah bersih,
Telinga
: Normotia, liang telinga lapang +/+ normal
Leher
: Trakea tidak deviasi, KGB dan tiroid tidak
membesar
Thoraks
:
1. Jantung
: Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
2. Paru-paru
: Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/Abdomen
: Bising usus (+) normal, nyeri tekan suprapubik
(+), hepar tidak teraba , lien tidak teraba
Ekstremitas
: akral hangat, edema (-)
4
IV.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
 Pemeriksaan darah rutin
:
o Hemoglobin
: 13,1 mg/dl (12-16 mg/dl)
o Hematokrit
: 40
mg/dl (37-47%)
o Eritrosit
: 5,2
juta/uL (4.3-6.0 juta/uL)
o Leukosit
: 30000
/uL
(4800-10800/uL)
o Trombosit
: 613.000
/uL
(150.000-400.000/uL)
o MCV
: 69
o MCH
: 20
o MCHC
:22
o Masa Perdarahan
: 1 menit 44 detik
o Masa Pembekuan
: 2 menit
 Ureum
: 17
mg/dl (20-50 mg/dl)
 Creatinin
: 0.6
mg/dl (0.5-1.5 mg/dl)
 Glukosa Sewaktu
: 83
mg/dl (<140 mg/dl)
V.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Foto Thorax
: Cor dan Pulmo dalam batas normal
VI.
PENGGOLONGAN STATUS FISIK PASIEN MENURUT ASA
Pasien tergolong dalam ASA 2
VII.
DIAGNOSIS PENYAKIT
Tuba ovarian abses
VIII. RENCANA PEMBEDAHAN
Laparatomi drainase
IX.
RENCANA ANESTESI
Anestesi umum dengan ETT napas terkendali
X.
KESIMPULAN
Pasien, seorang perempuan usia 43 tahun, status fisik ASA II dengan diagnosa tuba
ovarian abses yang akan dilakukan tindakan operasi laparatomi drainase dengan
rencana anestesi umum dengan ETT napas terkendali.
5
LAPORAN ANESTESI
1. PERSIAPAN ANESTESI
Persiapan alat
:
1. Laringoskop
2. Stetoskop
3. Endotracheal Tube 3 ukuran, yaitu No. 6.5; 7; 7.5
4. Face Mask Adult
5. Pipa Y-piece
6. Oropharyngeal Airway
7. Plester / Tape: Hypafix
8. Mandrin
9. Magill
10. Spuit 20 cc
11. Suction
12. Monitor EKG dan SpO2
13. Pulse Oxymetry
14. Lubricating Gel
Persiapan Obat-obatan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Propofol
Atracurium
Fentanyl
Morphine
Adona
Tranxenamic acid
Maintanence (rumatan)
Isofluran
N2O
Oksigen
8. Obat Emergensi
Sulfas Atropin
Epinephrine
Ephedrine
Prostigmin
Tramadol
Dexamethason
Aminophylline
Metocloperamide
(Dosis 2 - 2.5mg / kgBB)
(Dosis 0.5 – 1 mg/kgBB)
(Dosis 1-3 mcg/kgBB)
(Dosis 0.1 mg)
dosis tunggal dewasa (1 ampul)
dosis dewasa 500mg (1 ampul = 250 mg)
:
:
dosis 0.5 mg- 1 mg IV
dosis 1 mg atau 0.02 mg/kg larutan 1:10.000
dosis 5-20 mg
dosis 0.05 mg/kgBB (maks 5 mg)
dosis 50-100mg per 4 jam (maks 400mg/hari)
dosis 0.5- 25 mg/hari IV
dosis 5-6 mg/kg IV
dosis 10 mg IV
6
Amiodarone
dosis 150 mg IV dalam 10 menit (maks 2.2 gr)
2. PERSIAPAN PASIEN
1. Informed consent: bertujuan untuk memberitahu kepada pasien tindakan
medis apa yang akan dilakukan kepada pasien, bagaimana pelaksanaannya,
kemungkinan, hasilnya, dan resiko tindakan yang akan dilakukan.
2. Surat persetujuan operasi: merupakan bukti tertulis dari pasien atau keluarga
pasien yang menunjukkan persetujuan akan tindakan medis yang
akan dilakukan sehingga bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan keluarga
pasien tidak akan mengajukan tuntutan.
3. Pasien dipuasakan sejak pukul 24.00 WIB tanggal 27 Maret 2013, tujuannya
untuk memastikan bahwa lambung pasien telah kosong sebelum pembedahan
untuk menghindari kemungkinan terjadinya muntah dan aspirasi isi lambung
yang akan membahayakan pasien.
4. Pembersihan wajah dan kuku pasien dari kosmetik agar tidak mengganggu
pemeriksaan selama anestesi, misalnya bila ada sianosis. Bila ada gigi palsu
sebaiknya dilepaskan agar tidak mengganggu kelancaran proses intubasi dan
bila ada perhiasan sebaiknya diberikan kepada keluarga pasien.
5. Pemeriksaan fisik pasien di ruang persiapan : TD = 130/80 mmHg, Nadi = 80
x/menit, Suhu = 36.50C, RR = 18 x/menit
3. PELAKSANAAN ANESTESI (1 Mei 2011)
Teknik anestesi umum dengan ETT nafas kendali
1. Premedikasi
: Mophin 0,1 mg
2. Induksi
: Propofol 100 mg
3. Muscle Relaxant
: Atracurium 25 mg
4. Intubasi
: dilakukan dengan selang ETT kingking no.7 cuff (+),
pack (+).
5. Maintanance
: Isoflurane 1.4%vol, Oksigen: N2O (2:2)
6. Nafas kendali dengan respirator dengan frekuensi nafas 14 kali permenit, Nadi
80 kali per menit
4. MONITORING ANESTESI
Anestesi dimulai pukul 09.05 WIB dan selesai pada pukul 11.00. Pembedahan
dimulai pada pukul 09.25 WIB dan selesai pada pukul 10.45 WIB.
7
5. PENILAIAN PULIH SADAR
Kesadaran
:
Pernapasan
:
Tekanan Darah
:
Aktivitas
:
Warna Kulit
:
Jumlah Nilai Pulih Sadar :
2
2
2
2
2
10
6. INSTRUKSI PASCA OPERASI
Awasi perdarahan di hidung dan mulut
IVFD RL
20 tetes/ menit
Cefotaxime
1 gram/ 12 jam
Tramadol
1 ampul/ 12 jam
Ranitidine
1 ampul/ 12 jam
Dexamethasone 1 ampul/ 8 jam
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus ini, pasien berjenis kelamin perempuan dengan usia 43 tahun, status fisik ASA II,
dengan diagnosis tuba ovarian abses telah dilakukan operasi laparatomi drainase dengan teknik
anestesi umum dengan ETT napas terkendali.
Berdasarkan The American Society of Anesthesiologist (ASA), status fisik pasien dapat
digolongkan menjadi 6 yaitu,
ASA 1
ASA 2
ASA 3
ASA 4
ASA 5
ASA 6
: Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik dan biokimia
: Pasien dengan riwayat penyakit sistemik ringan atau sedang
: Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat, aktivitas lebih terbatas
: Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat dan penyaktinya merupakan
ancaman kehidupannya setiap saat
: Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak
akan lebih dari 24 jam
: pasien dengan mati batang otak yang organnya akan digunakan untuk tujuan
donor
KEBUTUHAN CAIRAN SELAMA ANESTESI
Berat badan pasien
= 56 kg
Lama Puasa
= 9 jam
8
Estimated Blood Volume (EBV)
: Berat badan x 70-75cc (pria)
Berat Badan x 65-70cc (wanita)
EBV Pada pasien
: 56 x 65 = 3640 ml
Allowed Blood Loss
: 1/5 x EBV
: 1/5 x 3640 = 728 ml
Rumatan (kebutuhan per jam)
: 2cc/kgBB/jam = 2x56 = 112 ml/jam
Translokasi (stress operasi)
: operasi sedang (6 ml/kgBB/jam) x BB
= 6x56 = 336 ml/jam
Cairan pengganti lama puasa
: lama puasa x maintenance = 9jam x 112ml/jam = 1008 ml
PEMBERIAN CAIRAN
1 Jam pertama
: rumatan + stress operasi + 50% pengganti
: 112 ml + 336 ml + 50% x 1008 ml
: 952 ml
Jumlah tetesan
: 952 ml x 20 tetes / 60
: 317 tetes/ menit
Cairan yang diberikan selama anestesi : RL I
Fimahes
500 mL
500 mL
9
TINJAUAN PUSTAKA
ANESTESIA UMUM
I. Definisi
Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran
yang bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesia yang ideal terdiri:
1. Hipnotik
2. Analgesia
3. Relaksasi otot.
Syarat utama melakukan anestesia umum ialah untuk menjaga agar jalan nafas selalu bebas,
berjalan lancar, dan teratur.
II. Penilaian dan Persiapan Pra Anestesia
Tujuan utama kunjungan pra anestesia ialah untuk mengurangi angka kesakitan operasi,
mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Penilaian Prabedah
1. Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah penting untuk
mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus, misalnya alergi, mualmuntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak napas pasca bedah, sehingga kita dapat merancang
anesthesia berikutnya dengan baik. Kita harus pandai-pandai memilah apakahcerita pasien
termasuk alergi atau efek samping obat.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting untuk
diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga
akan menyulitkan intubasi. Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu
tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi semua sistem organ
tubuh pasien.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit yang sedang
dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan uji laboratorium secara rutin walaupun
pada pasien sehat untuk bedah minor, misalnya pemeriksaan darah kecil (Hb, leukosit, masa
10
perdarahan, dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien di atas 50 tahun ada anjuran
pemeriksaan EKG dan foto toraks. Praktek-praktek semacam ini harus dikaji ulang mengingat
biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat minimal uji-uji semacam ini.
4. Klasifikasi Status Fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah yang berasal
dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan
risiko anestesia, karena dampak samping anestesia tidak dapat dipisahkan daridampak samping
pembedahan.
Berdasarkan The American Society of Anesthesiologist (ASA), status fisik pasien dapat
digolongkan menjadi 6 yaitu,
ASA 1
ASA 2
ASA 3
ASA 4
: Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik dan biokimia
: Pasien dengan riwayat penyakit sistemik ringan atau sedang
: Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat, aktivitas lebih terbatas
: Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat dan penyaktinya merupakan
ancaman kehidupannya setiap saat
ASA 5
: Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak
akan lebih dari 24 jam
ASA 6
: pasien dengan mati batang otak yang organnya akan digunakan untuk tujuan
donor
Dalam keadaan darurat (emergensi), pasien yang dinilai dengan status ASA dapat ditandai
dengan symbol atau huruf “E”. Misalnya, pada pasien yang sehat secara, fisiologik, psikiatrik
dan biokimia tetapi harus dilakukan tindakan emergensi maka ditandai dengan ASA 1-E.
5. Masukan Oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang
terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesia.
Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif
dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum
induksi anestesia. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada
bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesia. Minuman
bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dalam
jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesia.
6. Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia dengan tujuan
untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia diantaranya:
1. meredakan kecemasan dan ketakutan
11
2. memperlancar induksi anestesia
3. mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
4. meminimalkan jumlah obat anestetik
5. mengurangi mual-muntah pasca bedah
6. menciptakan amnesia
7. mengurangi isi cairan lambung
8. mengurangi refleks yang membahayakan
Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seorang dihadapkan pada situasi yang tidak pasti.
Membina hubungan baik dengan pasien dapat membangun kepercayaan dan menentramkan hati
pasien.
III. Teknik Anestesia
Teknik anesthesia umum yakni:
1. Anestesia umum intravena
Dimana dilakukan penyuntikkan obat-obat anesthesia parenteral langsung kedalam
pembuluh darah vena.
2. Anesthesia umum inhalasi
dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat-obatan anesthesia inhalasi berupa
gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat/mesin anesthesia langsung ke
udara inspirasi.
Anestesia imbang yakni mempergunakan kombinasi obat-obatan intravena maupun anesthesia
inhalasi atau kombinasi teknik anesthesia umum dengan analgesik regional untuk mencapai trias
anestesi.
Teknik anesthesia umum inhalasi terdiri atas :
1. inhalasi sungkup muka
2. inhalasi pipa endotrakea (ETT) nafas spontan
3. inhalasi pipa endotrakea (ETT) nafas kendali
12
ANESTESIA UMUM DENGAN ETT NAFAS KENDALI
Anestesi umum dengan ETT napas kendali adalah suatu teknik anestesi umum dimana volume
tidal serta rasio ekspirasi dan inspirasi dikendalikan dan disesuaikan dengan kebutuhan penderita.
Pipa endotrakeal dapat dimasukkan melalui oro atau nasotrakeal. Rata-rata yang digunakan no.
7.5 untuk pipa orotrakeal dan No. 7 untuk pipa nasotrakeal. Untuk anak ukuran ini rata- rata
sebesar jari kelingking. Dengan tehnik ini, pasien dalam keadaan terdepresi nafas sempurna,
sehingga pasien membutuhkan bantuan nafas penuh.
Indikasi anestesi umum:
1. Infant & anak usia muda
2. Dewasa yang memilih anestesi umum
3. Pembedahannya luas / ekstensif
4. Penderita sakit mental
5. Pembedahan lama
6. Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan
7. Riwayat penderita toksik/ alergi obat anestesi lokal
Indikasi anestesi umum ETT dengan napas terkendali:
1. Untuk tindakan operasi yang lama
2. Keadaan umum pasien cukup baik (ASA I atau ASA II)
3. Lambung harus dalam keadaan kosong
IV. PERSIAPAN OBAT
1. PREMEDIKASI
Obat-obat yang digunakan sebagai premedikasi yaitu golongan:
i.
Sedativa
ii. Analgesik narkotika
iii. Tranquilizer
iv.
Anti kolinergik
MIDAZOLAM
Midazolam merupakan obat golongan benzodiazepin. Yang digunakan sebagai anestetik
ialah diazepam, lorazepam, dan midazolam. Dengan dosis induksi anesthesia, kelompok
13
obat ini menyebabkan tidur, mengurangi cemas, dan menimbulkan amnesia retrograd,
tetapi tidak berefek analgesik. Efek pada SSP ini dapat diatasi dengan Flumazenil.
Peggunaan : premedikasi, sedasi sadar, obat induksi, suplementasi anesthesia.
Dosis :
Premedikasi :
1. IM 2.5 – 10mg (0.05-0.2mg/kgBB)
2. Per Oral 20-40mg (0.5-0.75mg/kg).Gunakan larutan injektat potensi
tinggi (5mg/ml). encerkan dalam 3-5ml sari apel atau minuman cola
bersendawa. Atropin 0.03mg/kg PO dapat ditambahkan untuk mengurangi
sekresi.
3. Intranasal 0.2-0.3mg/kg. gunakan larutan injektat potensi-tinggi (5mg/ml).
4. Rectal 15 -20mg (0.3-0.35mg/kg). encerkan dalam 5ml NS.
Sedasi sadar :
o IV, 0.5-5 mg (0.025-0.1 mg/kg). Titrasi lambat hingga efek yang
diinginkan (contohnya, awitan bicara tidak jelas). Pernapasan dan fungsi
jantung harus di monitor secara continu.
Induksi :
a. IV, 0.05-0.35mg/kg
b. Infus, 0.25g/kg/menit
Antikonvulsan :
 IV/IM, 2-5mg (0.025-0.1 mg/kg) setiap 10-15 menit seperti yang
diperlukan.
Eliminasi : Ginjal
Pengenceran untuk infus :
 15mg dalam 250 ml D5W atau NS (60g/ml)
Farmakologi
o Benzodiasepin aksi-pendek ini memiliki sifat ansiansietas, sedatif, amnesik,
antikonvulsan, dan relaksan otot skeletal.
o Transmisi neuromuskuler tidak dipengaruhi tidak dipengaruhi, dan aksi obatobatan nondepolarisasi tidak berubah.
o Memiliki sifat larut dalam air sehingga mempermudah pencampuran intravena,
dan sifat lipofilik yang memperkecil iritasi venosa.
o Efek sedasi midazolam timbul lebih cepat dibanding diazepam. Mula kerja
midazolam juga lebih cepat, dan potensinya lebih besar dengan metabolit yang
14
aktif sehingga midazolam lebih disukai untuk induksi dan mempertahankan
amnesia.
Farmakodinamik
o Midazolam menekan ventilasi dan mengurangi tahanan vaskular perifer dan
tekanan darah.
Farmakokinetik
 Aksi Awitan
 Efek Puncak
 Lama Aksi
 Interaksi / Toksisitas
: IV (30 detik – 1 menit), IM (15 menit).
: IV (3-5 menit), IM (15-30 menit), Per Oral (30 menit)
Intranasal (10 menit), Rektal (20-30 menit).
: IV / IM (15-80 menit), PerOral / Rektal (2-6 jam).
: Efek depresi SSP dan sirkulasi dipotensiasi oleh alcohol,
narkotik, sedatif, anestetik volatile; efeknya diantagonis
oleh Flumazenil.
Efek Samping
 Kardiovaskular
 Pulmoner
 SSP
 GI
 Dermatologik
: Takikardi, episode vasovagal, kompleks ventrikuler
premature, hipotensi.
: Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi.
: Euforia, delirium bangkitan, bangkitan yang
diperpanjang, gerakan tonik-klonik, agitasi,
hiperaktivitas.
: Salivasi, muntah, rasa asam.
: Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat
suntikan.
FENTANYL
Fentanyl merupakan analgetik golongan opioid dengan lama kerja sedang ( 30 menit)
yang menimbulkan efek analgesia anesthesia yang lebih kuat dengan depresi napas yang
lebih ringan.
Dosis
:
Analgesia
o IV / IM, 25 - 100g (0.72-2g/kg)
Induksi
o Bolus IV, 5-40g/kg atau
15
o Infus 0.25-0.2g/kg/menit selama  20 menit. Dosis dititrasi sesuai dengan
respon pasien. Untuk menghindari kekakuan dinding dada berikan
relaksan otot secara serentak dengan dosis induksi.
Anestetik tunggal
o IV, 50-150g/kg (dosis total) atau
o Infus, 0.25-0.5g/kg/menit
Eliminasi
: Hati
Farmakologi
Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu analgesik,
fentanyl 75-125 kali lebih poten disbanding morfin. Awitan yang cepat dan lama aksi
yang singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar dari fentanyl dibanding
morfin. Depresi dan ventilasi tergantung pada dosis dan dapat berlangsung lama
disbanding analgesia. Stabilitas kardiovaskular dipertahankan walaupun dalam dosis
besar saat digunakan sebagai anestetik tunggal.
Farmakodinamik
o menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolisme otak, dan tekanan
intracranial.
o Fentanyl (dan opioid lain) meningkatkan aksi anestetik local pada blok saraf tepi.
Keadaan sebagian disebabkan oleh sifat anestetik local yang lemah (dosis yang
tinggi menekan hantaran saraf) dan efeknya terhadap reseptor opiat pada terminal
saraf tepi).
Farmakokinetik
o Aksi awitan
o Efek Puncak
o Lama Aksi
: IV (dalam 30 detik), IM (<8 menit), Epidural/spinal (4-10
menit).
: IV (5-15 menit), IM (1-2 jam),epidural / spinal (<30 menit).
: IV (30-60 menit), IM (1-2 jam), Epidural/spinal (1-2 jam).
Efek Samping






Kardiovaskular
Pulmoner
SSP
GI
: Hipotensi, bradikardia
: Depresi pernapasan, apnea
: pusing, penglihatan kabur, kejang
: mual, emesis, pengosongan lambung tertunda, spasme traktus
biliaris.
Mata
: miosis
Muskuloskeletal : kekakuan otot.
16
2. INDUKSI DAN RUMATAN ANESTESIA
A. Induksi Anestesia
Induksi anesthesia ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,
sehingga memungkinkan dimulainya anesthesia dan pembedahan.
Induksi dapat dikerjakan melalui :
a. Intravena
b. Inhalasi
c. Intramuscular
d. Rektal
Setelah pasien tidur akibat induksi anesthesia langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan
anesthesia sampai tindakan pembedahan selesai. Sebelum memulai induksi anesthesia
selayaknya disiapkan peralatan dan obat-obatan yang diperlukan, sehingga seandainya
terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih cepat dan lebih baik.
Untuk persiapan induksi anesthesia sebaiknya kita ingat kata STATICS :







S = Scope
: Stetoskop, untuk mendengarkan suara jantung dan paru.
Laryngo-scope (pilih bilah atau blade yang sesuai dengan
pasien) dan lampu harus cukup terang.
T = Tube
: Pipa Trakea (pilih sesuai usia). Usia <5tahun tanpa balon (cuff)
dan >5tahun dengan balon (cuff)
A = Airway
: Pipa mulut-faring (guedel, orotracheal airway) atau pipa
hidung-faring (naso-tracheal airway) untuk menahan lidah saat
pasien tidak sadar dan menahan lidah agar tidak menyumbat
jalan nafas.
T = Tape
: Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
I = Introducer : Mandrin atau Stilet dari kawat dibungkus plastik yang mudah
dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah
dimasukkan.
C = connector : penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
S = Suction
: penyedot lendir, ludh, dan lain-lainnya.
Setelah dilakukan premedikasi dilanjutkan dengan tindakan induksi, memakai obat
anestesi intravena antara lain :
o Tiopental
o Propofol
o Ketamin
o Opioid Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak bewarna putih susu bersifat isotonik
dengan kepekatan 1% (1ml = 10mg). Suntikan intravena menyebabkan nyeri, sehingga
beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2mg/kg intravena.
17
PROPOFOL
Dosis
: Bolus IV 25 – 50mg (0.5-1mg/kgBB), titrasi lambat hingga
efek yang diinginkan (contonya awitan dari bicara yang tidak
jelas). Fungis napas dan jantung harus dipantau terus-menerus.
Induksi
: IV (2-2.5mg/kgBB) diberikan secara lambat dalam 30 detik.
Pemeliharaan
: Bolus IV (25-50mg)
Infus (0.1-0.2mg/kgBB/menit)
Antiemetik : IV (10mg).
Eliminasi
: Hati, ekstrahepatik (paru)
Pengenceran untuk infus : diencerkan dengan D5W hingga konsentrasi 2mg/ml
atau lebih tinggi. Buang setelah digunakan atau dalam 6 jam setelah ampul atau
vial dibuka.
Sedasi sadar
Farmakologi
 Secara kimiawi propofol tidak ada hubungannya dengan anestetik IV lain. Zat
yang berupa minyak pada suhu kamar ini tersedia sebagai emulsi 1%. Propofol IV
1.5-2.5mg/kgBB menimbulkan induksi anestesi secepat thiopental, tetapi dengan
pemulihan yang lebih cepat dan pasien segera “merasa lebih baik” disbanding
setelah penggunaan anestetik lain.
 Nyeri kadang terasa ditempat suntikan tetapi jarang disertai phlebitis atau
trombosis.
 Anestesia kemudian diperpanjang dengan menggunakan infus propofol
dikombinasi dengan opiat, N2O, dan / atau anestetik inhalasi lainnya.
Farmakodinamik
 Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 30% tetapi efek ini lebih
disebabkan oleh vasodilatasi perifer ketimbang penurunan curah jantung. Tekanan
darah sistemik kembali normal dengan intubasi trakea.
 Propofol tidak menimbulkan aritmia atau iskemia otot jantung, tetapi terjadi
sensitisasi jantung terhadap katekolamin.
Farmakokinetik




Aksi awitan
:  dalam 40 detik
Efek puncak
: 1 menit
Lama aksi
: 5-10 menit
Interaksi /Toksisitas : mempotensi efek depresi SSP dan sirkulasi dari narkotik
sedatif, anestetik volatile, ekstraksi pulmoner berkurang dan kadar plasma
18
meningkat (hingga 50%) dengan pemberian bersama alfentanil, fentanil, halotan
(konsentrtat >1.5%); nyeri dapat terjadi pada suntikan ke dalam vena kecil;
mempotensiasi blokade neuromuskuler dari relaksan otot nondepolariasi (contoh :
atracurium).
Efek Samping
Kardiovaskular
Pulmoner
SSP
GI
Lokal
Alergik
Lain
: Hipotensi, aritmia, takikardi, bradikardi, hipertensi.
: Depresi pernapasan, apnea, cegukan, bronkospasme,
laringospasme.
: Sakit kepala, pusing, euphoria, kebingungan, gerakan
klonik/mioklonik, opistotonus, kejang.
: Mual, muntah, kram abdomen.
: Rasa terbakar, tersengat, nyeri pada tempat suntikan.
: Eritema, Urtikaria, Pruritus
: Demam, disinhibisi, ilusi seksual.
Kontra Indikasi
o Pada pasien dengan alergi terhadap telur atau minyak kedelai.
B. Rumatan Anestesia
Rumatan anesthesia (Maintanace) dapat dilakukan secara:
1. Intravena (Anestesia total intravena)
2. Inhalasi
3. Campuran intravena dan inhalasi.
Rumatan anesthesia biasanya mengacu pada trias anestesi yaitu tidur ringan (hypnosis)
sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak
menimbulkan nyeri, dan relaksasi otot lurik yang cukup.
Anestesi inhalasi yang umum digunakan untuk praktek klinik ialah :
1.
2.
3.
4.
5.
N2O
Halotan
Enfluran
Isofluran
Sevofluran
Obat-obat lain seperti Eter, kloroform, etilt-klorida, triklor-etilen, dan metoksifluran
ditinggalkan karena memiliki efek yang tidak dikehendaki.
19
Isofluran
Dosis Rumatan : 2-4 vol %
Farmakologi


Isofluran (foran, aeran) merupakan halogenasi eter
Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi hingga 1/3 dosis biasa jika menggunakan
isofluran.
Farmakodinamik



Pada dosis anestetik atau subanestetik menurunkan laju metabolisme otak terhadap
oksigen, tetapi meninggikan aliran darah otak dan tekanan intrakranial.
Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal
Isofluran dengan konsentrasi >1% terhadap uterus hamil menyebabkan relaksasi dan
kurang responsive jika diantisipasi dengan oksitosin, sehingga dapat menyebabkan
perdarahan pasca persalinan.
Farmakokinetik




Waktu awitan
Durasi
Metabolisme
Ekskresi
: 7-10 menit
: tergantung konsentrasi darah saat dihentikan
: Hepar minimal (<0.2%)
: Ekshalasi gas
Efek samping








Cardiovaskuler
: aritmia, hipotensi, depresi miokard, takikardi
Sistem saraf pusat
: perubahan mood dan kognitif selama beberapa hari
Endokrin & metabolik: penurunana kolesterol, hiperglikemia, hiperkalemia
Gastrointestinal
: Ileus, mual, dan muntah
Hematologic
: Leukositosis
Hepar
: disfungsi hepar dan hepatitis (jarang)
Renal
: penurunan BUN, kreatitinin meningkat
Respiratory
: depresi napas, laringospasme akibat iritasi
Kontraindikasi
o Hipersensitivitas terhadap isoflurane
20
N2O (Gas gelak, laughing gas, nitorous oxide)
Tujuan
 Sedasi ,analgesi, dan amnesia .
Dosis
 Dewasa. 25-50% N20 dengan oksigen. Untuk anestesi umum 40%-70% melalui
ETT atau sungkup muka.
Farmakologi

Dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tidak iritasi, tak terbakar
dan beratnya 1.5 kali berat udara.
 Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%
 Bersifat anestetik lemah tetapi analgesianya kuat.
Farmakodinamik
o N2O menginhibisi aksi potensil system saraf pusat secara parsial. N2O juga dapat
meningkatkan aliran darah otak dan tekanan intracranial seta menurunkan aliran
darah hepar dan ginjal.
o Pada akhir anestesi N2O dihentikan, maka N2O akan cepat mengisi alveoli
sehingga terjadi pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk
menghindari terjadinya hipoksia difusi maka diberikan O2 selama 5-10 menit.
Farmakokinetik
 Awitan aksi : inhalasi 2-5 menit
 Absorpsi
: cepat melalui paru
 Metabolisme : tubuh <0.004%
 Ekskresi
: ekshalasi
Efek samping
 Cardiovascular
: Hipotensi
 system saraf pusat
: sakit kepala, pusing, bingung, eksitasi system saraf pusat
 Gastrointestinal
: mual dan muntah
 Respiratori
: Apnea
Kontraindikasi
a) Hipersensitivitas terhadap N2O
b) Emboli udara
c) Pneumothoraks
d) Iobstruksi intestinal
e) Graft membrane timpani
f) Hipertensi pulmonal
21
3. PELUMPUH OTOT (MUSCLE RELAXANT)
Pelumpuh otot digunakan sebagai fasilitasi tindakan laringoskopi dan intubasi.
Pelumpuh otot terdiri atas 2 golongan yakni:
1. Pelumpuh otot depolarisasi (DMR = Depolarisasi Muscle Relaxan)
o Succynilcholine (Sch)
o Dekametonium
2. Pelumpuh otot non-depolarisasi (NDMR = Non Depolarisasi Muscle Relaxan)
o Short-Acting
: Mivacurium
o Intermediate-Acting
: Atracurium, Cis-atracurium, Vecuronium, dan
Rocuronium
o Long-Acting
: Pancuronium, Doxacuronium, dan Pipecuronium
Golongan non-depolarisasi merupakan senyawa yang larut dalam air sehingga tidak
menembuh sawar otak dan plasenta.
Atracurium
Tujuan
 Merelaksasi otot selama pembedahan
 Menghilangkan spasme laring dan efek jalan nafas selama anestesi yang
memudahkan nafas kendali selama anestesi.
Dosis
 Intubasi
: IV (0.3 – 0.5mg/kg)
 Maintanance
: IV (0.1-0.2mg/kg) (10-50% dari dosis intubasi).
 Infus
: 2-15g/kg/menit
 Prapengobatan / priming
: IV (10% dari dosis intubasi) diberikan 3-5 menit
sebelum dosis relaksan depolarisasi/nondepolarisasi.
 Pengenceran untuk infus
: 20mg dalam 100ml larutan D5W atau NS
(0.2mg/ml); 50mg dalam 100ml larutan D5W atau
NS (0.5mg/ml).
Farmakologi
Metabolit primernya adalah laudanosis, suatu stimulan otak yang terutama
diekskresikan di urin.
Farmakodinamik
Berkompetisi untuk reseptor kolinergik pada lempeng akhir motorik
Menyebabkan terjadinya pelepasan histamin, penurunan tekanan arteri, dan
peningkatan nadi.
Farmakokinetik
Awitan aksi: 2-3 menit
22
Durasi : 20-35 menit
Metabolism:eliminasi dengan hidrolisis ester dan hofmann (proses nonbiologis).
Dapat terjadi penumpukan (akumulasi pada pemberian berulang) dan akticasi SSP
dari hasil eliminasi Hoffman
Eliminasi
: plasma, hati, dan ginjal.
Efek samping
 Kardiovaskular
: hipotensi, vasodilatasi, takikardi sinus, bradikardi sinus
 Pulmoner
: hipoventilasi, apnea, bronkospasme, laringospasme,
dispnea.
 Musculoskeletal
: Blok yang tidak adekuat, blok yang lama.
 Dermatologik
: Ruam, urtikaria
4. REVERSE
Prostigimin (Neostigmine)
Penggunaan
o Reversi dari relaksan otot depolarisasi, pengobatan miastenia gravis, ileus, dan
retensi urin pasca bedah, pengobatan tambahan takikardi sinus atau
supraventrikuler.
Dosis
:
o Reversi : IV lambat, 0.05mg/kg (dosis maksimum 5mg)
Eliminasi
: Hati, esterase plasma
Farmakodinamik
o Menghambat hidrolisis asetilkolin melalui kompetisi dengan asetilkolin untuk
perlekatan dengan asetilkolinesterase dan menimbulkan akumulasi asetilkolin
yang mempermudah transmisi impuls melintasi sambungan neuromuskuler.
o Jika digunakan untuk reversi blokade neuromuskuler, efek kolinergik muskarinik
(salvias, bradikardi) dapat dicegah melalui penggunaan bersama atropin atau
glikopirolat.
Farmakokinetik
a) Aksi Awitan reversi
b) Lama aksi reversi
Efek samping
a) Kardiovaskular
: IV, <3menit
: IV, 40-60 menit
: aritmia, hipotensi, takikardia, AV blok, henti jantung,
23
b) Sistem saraf pusat
c) Dermatologis
d) Gastrointestinal
e)
f)
g)
h)
Genitourinari
Neuromuscular
Ocular
Respiratory
i) Lain-lain
Kontraindikasi
a) Hipersensitivitas
b) Peritonitis
c) Obstruksi usus
d) Obstruksi urinarius
sinkop, kemerahan, ritme nodal
: kejang, disatria, disponia, hilang kesadaran, gelisah, sakit
kepala.
: kulit kemerahan, thrombophlebitis (I.V.), urtikaria
: Hiperperistalsis, mual, muntah, hipersalivasi, kram perut,
disfagia, flatulensi
: urgensi
: kelemahan, fasikulasi, kram otot, spasme, artralgia
: pupil miosis, lakrimasi
: sekresi bronchial menignkat, laringospasme,
bronkokonstriksi, depresi napas, bronkospasme
: alergi, anafilaksis
Sulfas Atropin
Tujuan
Pengobatan bradikardia sinus, vagolitik (premedikasi),reverse dari blockade
neuromuskuler (blockade efek muskarinik antikolinesterase), terapi tambahan untuk
bronkospasme dan tukak lambung
Dosis:
 Bradikardi sinus:
Dewasa, IV/IM/SK (0.5-1mg, ulangi setiap 3-5 menit sesuai indikasi; dosis
maksimum 40g/kg)
Anak-anak, IV/IM/SK (10-20g/kg; dosis minimum 0.1mg)
 Reversi blokade neuromuskuler:
IV (0.015mg/kg) dengan antikolinesterase neostigmin (IV, 0.05mg/kg).
Farmakokinetik
a) Awitan Aksi
b) Waktu puncak
c) Lama Aksi
Eliminasi
: 45-60 detik (IV)
: 2 menit (IV)
: blockade vagal 1-2 jam
: Hati dan ginjal.
Farmakologi
 Atropin kompetisi mengantagonis aksi asetilkolin pada reseptor muskarinik.
24
 Meruapakan suatu amin tersier sehingga mampu melewati sawar darah otak.
Farmakodinamik
 Menurunkan sekresi saliva, bronkus, lambung dan merelaksasi otot polos bronkus.
 Menekan tonus dan motilitas gastrointestinal, sfingter esophagus bagian bawah,
dan menaikkan tekanan intraokuler (karena dilatasi pupil).
 Dosis yang besar dapat meningkatkan suhu tubuh dengan mencegah sekresi
keringat.
 Blokade vagus perifer dari sinus dan nodus AV meningkatkan nadi.
 Penurunan sementara dari nadi pada dosis yang kecil (0.5mg pada orang dewasa)
disebabkan oleh efek agonis kolinergik muskarinik perifer yang lemah.
 Pada dosis yang tinggi merangsang dan kemudian depresi medulla dan pusat otak
yang lebih tinggi.
Farmakokinetik
 Aksi Awitan : IV (45-60 detik), Intratekal (10-20 detik), IM (5-40 menit), PO
(30menit – 2jam), inhalasi (3-5 menit).
 Lama aksi
: IV/IM (Blokade vagal, 1-2 jam), inhalasi (blokade vagal, 3-6jam).
 Efek puncak : IV (2menit), Inhalasi (1-2jam).
Efek samping
 Kardiovaskular
: takikardia (dosis tinggi), bradikardia (dosis rendah),
palpitasi
 Pulmoner
: Depresi pernapasan
 SSP
: kebingunga, halusinasi, kegugupan
 GI
: Refluks gastroesofagus
 Mata
: midriasis, penglihatan kabur, peningkatan tekanan
intraokuler.
 Dermatologik
: urtikaria
 Lain
: keringat berkurang, reaksi alergi
Kontraindikasi
: Glaukoma
5.
ANALGETIK
TRAMADOL
Tujuan
Dalam mengobati nyeri ringan sampai sedang, efektivitas tramadol setara dengan
morphin. Pada nyeri kronik atau berat efektifitasnya berkurang.
Farmakologi
o Merupakan analog kodein sintetis
25
Farmadinamik
o Bekerja dengan cara menginhibisi uptake dari norepinefrin dan serotonin.
Dosis :
o Dewasa
o Anak-anak
: 50–100 mg PO setiap 4-6 jam, dosis maksimal 400 mg/hari.
: 0.5–1 mg/kg
Farmakokinetik
a) Awitan
b) Durasi
c) Absorpsi
d) Ikatan protein plasma
e) Metabolisme
f) Paruh waktu eliminasi
g) Waktu puncak
h) Ekskresi
Efek samping
sedasi. [3]
Kontraindikasi
: 1 jam
: 9 jam
: cepat (Immediate release) dan lambat (Extended release)
: 20%
: melalui hepar dengan cara demetilasi, glucuronidase, and
sulfasi
: 6-8 jam
: cepat (Immediate release): 2 jam dan lambat (Extended
release) : 4 jam
: Urine
: Mual, muntah, pusing, bibir kering, sakit kepala, dan
: Sensitif terhadap kodein
INTUBASI ENDOTRAKHEA
Intubasi endotrakhea ialah tindakan memasukkan pipa trachea kedalam trachea melaui rima
glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trachea antara pita suara dan
bifurkasio trakea.
Indikasi:
 Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun. (Kelainan anatomi, bedah khusus, bedah
posisi khusus, pembersihan secret jalan napas, dan lain-lainnya).
 Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi (misalnya pada saat resusitasi,
memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien, ventilasi jangka panjang).
 Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi.
Kesulitan Intubasi:
 Leher pendek berotot
26





Mandibula menonjol
Maksila/ gigi depan menonjol
Uvula tidak terlihat (mallampati 3 atau 4)
Gerak sendi tempo-mandibular terbatas
Gerak vertebra servikalis terbatas.
Komplikasi intubasi:
1. selama intubasi
o trauma gigi-geligi
o laserasi bibir, gusi, laring
o merangsang saraf simpatis (hipertensi-takikardi)
o intubasi bronkus
o intubasi esophagus
o aspirasi
o spasme bronkus
2. setelah ekstubasi
 spasme laring
 aspirasi gangguan fonasi
 edema glottis-subglotis
 infeksi laring, faring, trakea.
DISKUSI
Pada pasien dipilih untuk dilakukan tindakan anestesi umum dengan intubasi endotrakeal napas
terkendali dengan pertimbangan keuntungan yang didapat dari tindakan anestesia tersebut.
Keuntungan dari tindakan tersebut antara lain:




Jalan napas yang aman dan terjamin karena terpasang ETT
Pasien akan merasa lebih nyaman karena dalam keadaan tertidur
Kondisi pasien lebih mudah dikendalikan sesuai dengan kebutuhan operasi
Mencegah gerakan pasien yang tidak diharapkan
Akan tetapi alasan yang lebih utama dipilihnya teknik anestesi ini karena jenis operasi yang
hendak dilakukan adalah laparatomi drainase (salphingektomi). Setelah dipasang jalur intravena
dengan cairan RL sebagai loading mulai dimasukkan obat premedikasi, morphin 0,1 mg
analgetik opioid, propofol 100 mg sebagai obat induksi anestesia, muscle relaxant dengan
golongan non depolarisasi jenis intermediate acting yaitu atracurium dosis 25 mg, sebagai obat
anestesi diberikan isofluran 1,4 % vol dengan tambahan O2 dan N2O dengan perbandingan 2:2.
27
KESIMPULAN
Sebelum melakukan pembedahan elektif, pasien harus disiapkan supaya berada dalam
keaadaan bugar. Oleh karena itu, pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu tetapi
sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak perlu harus dihindari. Pasien
tergolongA S A I I b e r d a s a r k a n s t a t u s f i s i k .
Pada operasi ini, digunakan anastesi umum dengan pemasangan ETT nafas terkendali
s u p a ya m e m a s t i k a n b a h w a j a l a n n a f a s ya n g s e l a l u b e r a d a d a l a m k o n d i s i
t e r b u k a d a n mendapatkan ventilasi yang adekuat selama operasi, serta mencegah terjadinya
aspirasi atau r e g u r g i t a s i ya n g d a p a t m e n j a d i p e n yu l i t s e m a s a o p e r a s i . T e h n i k
a n e s t e s i i n i d a p a t j u g a digunakan untuk operasi dengan durasi yang lama dan pada
kondisi-kondisi yang sulit untuk mempertahankan jalan nafas bebas dengan sungkup muka.
Sejak insisi pertama kali dilakukan hinggga jahitan terakhir tel ah
tercapai triasanestesia dengan pemberian obat-obatan anestesi seperti :
m o r p h i n s e b a g a i a n a l g e s i k , atracurium sebagai relaksan, propofol sebagai
induksi, dan isofluran sebagai obat anestesi inhalasi dan juga sebagai maintenance
anestesia bekerja dengan baik.
Setelah operasi selesai, pasien segera dipindahkan ke ruang recovery room.
Pasien segera diperiksa nilai kesadarannya menggunakan Aldrette score. Penilaian tersebut
mencakup penilaian terhadap kesadaran, warna kulit, aktivitas, kardiovaskuler dan respirasi.
Pasien ini mendapat nilai 9/10 yang berarti pasien dapat dipindahkan ke ruang perawatan. Hasil
tindakan anestesi yang baik didapatkan dengan p ersiapan yang baik dan tepat
dengan dimulainya praanestesi, premedikasi, pemilihan teknik anestesi, pemilihan
obat-obatan anestesi serta melakukan pengawasan tanda -tanda vital selama operasi
dan tindakan pasca operasi.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, editors. Anestesiologi. Jakarta: Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 1989.2.
2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi
kedua.Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2002.
3. Morgan GE, Mikhail MS. Clinical Anesthesiology.3 rd ed. Appleton & LangeStamford
2002; 110-125
4. Miller RD. Anesthesia 5 th ed Churchill Livingstone Philadelphia.2000; 1585-1610
29
Download