BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Harga Diri 2.1.1 Pengertian Harga Diri Harga diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang mempunyai peran penting dan berpengaruh besar terhadap sikap dan perilaku individu. Coopersmith (dalam Burn, 1998) menyatakan bahwa harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak, dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuan, keberartian, kesuksesan, keberhargaan. Secara singkat, harga diri adalah “Personal judgment” mengenai perasaan berharga atau berarti yang diekspresikan dalam sikap-sikap individu terhadap dirinya. Beane (1980) menyatakan bahwa harga diri berhubungan dengan efikasi diri seseorang tentang yang bernilai dalam dirinya. Seseorang yang tidak menghargai atau menghormati dirinya sendiri akan merasa kurang percaya diri dan banyak berjuang dengan segala keterbatasan dirinya, sehingga sering mereka terlibat dalam tingkah laku yang salah atau rentan untuk dieksploitasi dan disalahgunakan oleh orang lain. Selanjutnya Beane (1980) menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki perasaan menghargai diri yang rendah timbul karena persepsi yang subjektif dan tidak selalu akurat dengan pandangan orang lain. Rasa menghargai diri yang rendah seringkali berasal dari perbandingan yang tidak menyenangkan tentang dirinya sendiri dan orang lain. 7 Pendapat senada dinyatakan Rosenberg (1982) bahwa individu yang memiliki harga diri tinggi akan menghormati dirinya dan menganggap dirinya sebagai individu yang berguna. Sedangkan individu yang memiliki harga diri yang rendah ia tidak dapat menerima dirinya dan menganggap dirinya tidak berguna dan serba kekurangan. Sedangkan Coopersmith (1967) mengatakan bahwa harga diri (self esteem) adalah evaluasi diri yang dibuat seseorang, biasanya untuk dipertahankan, dan sebagian berasal dari interaksi seseorang dengan lingkungannya dan dari sejumlah penghargaan, penerimaan dan perhatian orang lain yang diterimanya. Dapat disimpulkan bahwa harga diri menggambarkan sejauhmana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten. harga diri tinggi menunjukkan perilaku menerima dirinya apa adanya, percaya diri, puas dengan karakter dan kemampuan diri dan individu yang memiliki harga diri rendah, akan menunjukkan perhargaan buruk terhadap dirinya sehingga tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial (Blyth dan Trager, 1983). 2.1.2 Karakteristik Harga Diri Menurut Coopersmith (dalam Burn, 1998) harga diri mempunyai beberapa karakteristik, yaitu : (1) harga diri sebagai sesuatu yang bersifat umum; (2) harga diri bervariasi dalam berbagai pengalaman; dan (3) evaluasi diri. Individu yang memiliki 2.1.3 Pembentukan Harga Diri Harga diri mulai terbentuk setelah anak lahir, ketika anak berhadapan dengan dunia luar dan berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya. Interaksi 8 secara minimal memerlukan pengakuan, penerimaan peran yang saling tergantung pada orang yang bicara dan orang yang diajak bicara. Interaksi menimbulkan pengertian tentang kesadaran diri, identitas, dan pemahaman tentang diri. Hal ini akan membentuk penilaian individu terhadap dirinya sebagai orang yang berarti, berharga, dan menerima keadaan diri apa adanya sehingga individu mempunyai perasaan harga diri (Burn, 1998). Harga diri mengandung pengertian”siapa dan apa diri saya”. Segala sesuatu yang berhubungan dengan seseorang, selalu mendapat penilaian berdasarkan kriteria dan standar tertentu, atribut-atribut yang melekat dalam diri individu akan mendapat masukan dari orang lain dalam proses berinteraksi dimana proses ini dapat menguji individu, yang memperlihatkan standar dan nilai diri yang terinternalisasi dari masyarakat dan orang lain. 2.1.4 Aspek-Aspek dalam Harga Diri Coopersmith (1998) membagi harga diri ke dalam empat aspek: 1) Kekuasaan (power) Kemampuan untuk mengatur dan mengontrol tingkah laku orang lain. Kemampuan ini ditandai adanya pengakuan dan rasa hormat yang diterima individu dari orang lain. 2) Keberartian (significance) Adanya kepedulian, penilaian, dan afeksi yang diterima individu dari orang lain. 9 3) Kebajikan (virtue) Ketaatan mengikuti standar moral dan etika, ditandai oleh ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang tidak diperbolehkan. 4) Kemampuan (competence) Melakukan kegiatan pembelajaran dan sukses memenuhi tuntutan prestasi. 2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri Faktor-faktor yang melatarbelakangi harga diri (Coopersmith, dalam Burn, 1998) yaitu : (1) Pengalaman; Pengalaman merupakan suatu bentuk emosi, perasaan, tindakan, dan kejadian yang pernah dialami individu yang dirasakan bermakna dan meninggalkan kesan dalam hidup individu. (2) Pola asuh; Pola asuh merupakan sikap orangtua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya yang meliputi cara orangtua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orangtua menunjukkan otoritasnya, dan cara orangtua memberikan perhatiannya serta tanggapan terhadap anaknya. (3) Lingkungan; dan Lingkungan memberikan dampak besar kepada remaja melalui hubungan yang baik antara remaja dengan orangtua, teman sebaya, dan lingkungan sekitar sehingga menumbuhkan rasa aman dan nyaman dalam penerimaan sosial dan harga dirinya. 10 (4) Sosial Ekonomi Sosial ekonomi merupakan suatu yang mendasari perbuatan seseorang untuk memenuhi dorongan sosial yang memerlukan dukungan finansial yang berpengaruh pada kebutuhan hidup seharihari . 2.1.6 Hambatan dalam Perkembangan Harga Diri Menurut Dariuszky (2004) yang menghambat perkembangan harga diri adalah : 1) Perasaan takut yaitu kekhawatiran atau ketakutan (fear). Dalam kehidupan sehari-hari individu harus menempatkan diri di tengah-tengah realita. Ada yang menghadapi fakta-fakta kehidupan dengan penuh kebenaran, akan tetapi ada juga yang menghadapinya dengan perasaan tidak berdaya. Ini adalah tanggapan negatif terhadap diri, sehingga sekitarnya pun merupakan sesuatu yang negatif bagi dirinya. Tanggapan ini menjadikan individu selalu hidup dalam ketakutan yang akan mempengaruhi seluruh alam perasaannya sehingga terjadi keguncangan dalam keseimbangan kepribadian, yaitu suatu keadaan emosi yang labil. Maka dalam keadaan tersebut individu tidak berpikir secara wajar, jalan pikirannya palsu, dan segala sesuatu yang diluar diri yang dipersepsikan secara salah. Dengan demikian tindakan-tindakannya menjadi tidak kuat sebab diarahkan untuk kekurangan dirinya. Keadaan ini lama kelamaan tidak dapat dipertahankan lagi, yang akhirnya akan menimbulkan kecemasan, sehingga jelaslah bahwa keadaan ini akan berpengaruh pada perkembangan harga dirinya. 2) Perasaan salah Perasaan salah yang pertama dimiliki oleh individu yang mempunyai pegangan hidup berdasarkan kesadaran dan keyakinan diri, atau dengan kata lain individu 11 sendiri telah menentukan criteria mengenai mana yang baik dan buruk bagi dirinya. Perasaan salah yang kedua adalah merasa salah terhadap ketakutan, seperti umpamanya orangtua. Keadaan ini kemudian terlihat dalam bentuk kecemasan yang merupakan unsur penghambat bagi perkembangan kepercayaan akan diri sendiri. 2.1.7 Meningkatkan Harga Diri Hal-hal yang dapat meningkatkan Harga diri seseorang menurut pendapat Coopersmith (1998) diantaranya adalah keberhasilan yang diperoleh selama dirinya berinteraksi dengan lingkungan. Keberhasilan itu sendiri antara lain: a. Power, kemampuan untuk mempengaruhi atau menguasai orang lain; b. Virtue, kesesuaian diri dan kecemasan dalam mengemukakan tentang dirinya; c. Significance, penerimaan perhatian dari keluarga; d. Competence, kesuksesan dan perasaan katidakpuasan. Sedangkan Kohn (1994) menjelaskan beberapa cara yang dapat dilakukan dalam upaya meningkatkan harga diri adalah : a) Mengenali diri sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangan dengan cara bercermin baik dengan kaca maupun melalui tulisan dikertas dan menuliskan mana potensi-potensi yang bisa di kembangkan atau tunjukan ke orang lain, dan mana yang harus ditinggalkan. b) Menerima diri seperti apa adanya. Orang yang dapat menerima diri sendiri apa adanya tidak akan menyesali segala yang terjadi dalam menghadapi kenyataan. Artinya, apa yang ada pada diri sendiri harus diterima dan dikembangkan. 12 c) Manfaatkan kelebihan dengan cara mengenali kelebihan yang dimiliki, selanjutnya digunakan dan dimanfaatkan seoptimal mungkin. Misalnya siswa yang pandai berbicara, mengapa tidak mencoba jadi pembawa acara. d) Meningkatkan keahlian yang dimiliki. Kemampuan, keahlian, dan keterampilan yang kita miliki memberikan sumbangan untuk meningkatkan harga diri kita. Semakin banyak dan beragam keahlian yang siswa miliki, akan semakin besar siswa menghargai diri sendiri. e) Memperbaiki kekurangan. siswa harus mengenali kekurangan yang ada pada diri sendiri. Kalau diri sendiri tidak mengenalinya, maka keinginan untuk memotivasi dan mengembangkan diri ke arah yang lebih baik juga tidak ada. Kalau individu mengenali kekurangan diri, maka sebenarnya kekurangan itu dapat juga dimanfaatkan untuk sesuatu yang berguna. f) Mengembangkan pemikiran bahwa semua orang sama dan sederajat dengan orang lain. Setiap orang berbeda satu dengan yang lain. Perbedaan itu bisa dari sudut ekonomi ataupun status sosial. Tetapi semuanya itu akan sama haknya dalam setiap kesempatan. Pemikiran itulah yang harus selalu dikembangkan bahwa setiap orang punya hak dan derajat yang sama. 2.1.8 Memelihara Harga Diri Ubaydillah (2007) menjelaskan bahwa terdapat tiga hal yang dapat dilakukan agar harga diri atau kehormatan diri seseorang dapat terpelihara dengan baik diantaranya ; a) Mengenali kelebihan dan kekurangan diri sendiri, artinya menyadari bahwa setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan. 13 b) Menerima diri apa adanya , artinya menyadari dan menerima apa adanya dengan mensyukuri keadaan yang ada pada diri sendiri walau dalam keadaan apapun juga dengan menyadari bahwa manusia tidak ada yang sempurna. c) Memanfaatkan kelebihan, artinya menyadari bahwa semua orang mempunyai kelebihan dan kekurangan yang beragam bentuknya. 2.2 Efikasi Diri 2.2.1 Pengertian Efikasi Diri Efikasi dirimerupakan satu kesatuan arti yang diterjemahkan dari Bahasa Inggris, self efficacy. Konstruk tentang self efficacy diperkenalkan pertama kali oleh Bandura yang menyajikan satu aspek pokok dari teori kognitif sosial. Menurut Bandura (1997), efikasi diri adalah evaluasi seseorang terhadap kemampuan atau kompetisinya untuk melakukan sebuah tugas, mencapai tujuan atau mengatasi hambatan. Efficacy didefenisikan sebagai kapasitas untukmendapatkan hasil atau pengaruh yang diinginkannya, dan self sebagai orang yang dirujuk (Louis, 2000). Defenisi ini merujuk pada orang yang mempunyai kapasitas yang digunakan untuk mendapatkan hasil atau pengaruh yang diinginkannya. Defenisi lain yang lebih spesifik dikemukakan oleh Putra (2010), efikasi diri adalah keyakinan seseorang tentang kemampuannya untuk melaksanakan suatu tingkah laku dengan berhasil. Kata efikasi berkaitan dengan kebiasaan hidup manusia yang didasarkan atas prinsipprinsip karakter, seperti integritas, kerendahan hati, kesetiaan, pembatasan diri, keberanian, keadilan, kesabaran, kerajinan, kesederhanaan dan kesopanan yang seharusnya dikembangkan dari dalam diri menuju ke luar diri, bukan dengan 14 pemaksaan dari luar ke dalam diri manusia. Seseorang dikatakan efektif apabila individu dapat memecahkan masalah dengan efektif, memaksimumkan peluang, dan terus menerus belajar serta memadukan prinsip-prinsip lain dalam spiral pertumbuhan. Efikasi diri mempengaruhi motivasi, baik ketika manajer memberikan imbalan maupun ketika karyawan sendiri memberikan kemampuannya. Makin tinggi efikasi diri maka makin besar motivasi dan kinerja. Menurut Pajares (1996) bahwa efikasi diri didefenisikan sebagai keyakinan seseorang dengan kemampuannya untuk melaksanakan suatu tugas yang spesifik. Diakuinya bahwa dalam beberapa hal konsep efikasi diri serupa dengan self-esteem dan locus of control. Namun, efikasi diri adalah menyangkut tugas yang spesifik dibandingkan dengan persepsi umum dari keseluruhan kompetensi. Subtansial definisi efikasi diri di atas, dapat dikatakan lebih spesifik dan secara hakiki mempunyai perbedaan arti dengan self-esteem. Bandura (1977) merumuskan bahwa ekspektasi menentukan perilaku atau kinerja dilakukan atau tidak, oleh karena itu ekspektasi sangat menentukan kontribusi pada perilaku bahkan juga menjadi penentu lama tidaknya suatu perilaku dapat dipertahankan bila dihadapkan dengan masalah. Individu yang mempunyai ekspektasi efikasi diri yang rendah akan berpengaruh terhadap perilakunya yang rendah pula. Dalam konteks ini tidak adanya ekspektasi efikasi diri akan membuat rendahnya partisipasi dan memilih menyerah ketika menghadapi kesulitan (Bandura, 1997) Keyakinan kepada kemampuan sendiri mempengaruhi motivasi pribadi, makin tinggi efikasi diri maka tingkat stres makin rendah. Sebaliknya, makin tinggi keyakinan kepada kemampuan sendiri, maka makin kokoh tekadnya untuk 15 menyelesaikan tugas dengan baik. Keyakinan kepada efikasi mempengaruhi tingkat tantangan dalam menyelesaikan tugas. Secara singkat dapat dikatakan bahwa bukan hanya kemampuan kerja yang menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas, melainkan juga ditentukan oleh tingkatkeyakinan pada kemampuan sehingga dapat menambah intensitas motivasi dan kegigihan. Di dalam melaksanakan berbagai tugas, orang yang mempunyai efikasi diri tinggi adalah sebagai orang yang berkinerja sangat baik. Individu yang mempunyai efikasi diri dengan senang hati menyongsong tantangan, sedangkan mereka yang peragu mencobapun tidak bisa, tidak peduli betapa baiknya kemampuan mereka yang sesungguhnya. Rasa percaya diri meningkatkan hasrat untuk berprestasi, sedangkan keraguan menurunkannya. Tingkat efikasi dirimerupakan alat prediksi yang lebih tepat untuk kinerja seseorang dibandingkan keterampilan atau pelatihan yang dimiliki sebelum seseorang dipekerjakan (Goleman,1999:111). Tingkat efikasi diri ditentukan oleh pengalaman sebelumnya (kesuksesandan kegagalan), pengalaman yang diakui oleh orang lain (dengan mengamati kesuksesan dan kegagalan orang lain), persuasi verbal (dari teman, kolega, saudara) dan keadaan emosi (kekhawatiran). Persepsi yang dimiliki oleh seseorang terhadap kemampuannya untuk melaksanakan tugas akan meningkatkan kemungkinan tugas tersebut dapat diselesaikan dengan sukses. Secara ringkas dapat disebutkan dua pengertian penting dari efikasi diri yaitu: Efikasi diri atau efikasi ekspektasi (self effication – efficacy expectation) adalah “Persepsi diri sendiri mengenai seberapabaik dirinya dapat berfungsi dalam situasi tertentu’’. Efikasi diri berhubungandengan keyakinan bahwa individumemiliki 16 kemampuan melakukan tindakan yangdiharapkan. Ekspektasi hasil (outcome expectation): perkiraan atau estimasi diri bahwa tingkah laku yang dilakukan diri itu akan mencapai hasil tertentu. Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidakbisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Efikasi iniberbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya (dapat dicapai), sedang efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri. Efikasi diri menurut Kinicky (2007:124) menguatkan jalan menuju keberhasilan ataupun kegagalan. 2.2.2 Aspek-Aspek Efikasi Diri Aspek – aspek efikasi diri menurut Bandura, (1997) ada tiga aspek yakni: 1) Tingkat Kesulitan (Level) Kemampuan seseorang dalam menyelesaikan tugas dengan tingkat kesulitan yang berbeda. Individu dengan efikasi diri tinggi akan mempunyai keyakinan yang tinggi tentang kemampuan dalam melakukan suatu tugas yaitu keyakinan akan tugas yang digelutinya akan sukses. Sebaliknya individu dengan efikasi diri rendah akan memiliki keyakinan yang rendah pula tentang setiap usaha yang dilakukan. Efikasi diri dapat ditunjukkan dengan tingkat yang dibebankan pada individu, terhadap tantangan dengan tingkat yang berbeda dalam rangka menuju keberhasilan. Individu akan mencoba tingka laku yang dirasa mampu untuk dilakukannya dan akan menghindari tingkah laku yang dirasa tiak mampu untuk dilakukannya atau diluar batas kemampuan yang dirasakannya. 17 2) Keluasan (Generality) Berkaitan dengan cakupan luas bidang tingkah laku diman individu merasa yakin akan kemampuannya. Individu mampu menilai keyakinan dirinya dalam menyelesaikan tugas. Mampu tidaknya individu dalam menyelesaikan bidang-bidang dan konteks tertentu terungkap gambaran secara umum tentang efikasi diri individu yang berkaitan. Generalisasi dapat bervariasi dalam beberapa bentuk dimensi yang berbeda, termasuk tingkat kesamaan ativitas dan modalitas dimana tingkat kemampuan diekspresikan dalam bentuk tingkah laku, kognitif, dan afeksi. 3) Kekuatan (Strength) Berkaitan dengan kekuatan pada keyakinan individu atas kemampuannya. Individu mempunyai keyakinan yang kuat dan ketekunan dalam usaha yang akan dicapai meskipun terdapat kesulitan dan rintangan. Dengan efikasi diri, kekuatan untuk usaha yang lebih besar mampu didapat. Semakin kuat perasaan efikasi diri dan semakin besar ketekunan, maka semakin tinggi kemungkinan kegiatan yang dipiliha dan dilakukan berhasil. 2.2.3 Penilaian Tentang Efikasi Diri Penilaian efikasi diri merupakan proses penarikan kesimpulan yang mempertimbangkan sumbangan faktor kemampuan dan bukan kemampuan pada keberhasilan dan kegagalan pada performansi. Sejauh mana individu mengubah efikasinya melalui pengalaman performansi, akan tergantung pada faktor-faktor lain seperti kesulitan tugas, besar usaha yang dikeluarkan, besar bantuan eksternal yang diterima, situasi pada saat performansi dan pola-pola keberhasilan dan kegagalan. Menurut Bandura (1997) efikasi tergantung pada kemampuan individu. Oleh karena 18 itu pada umunya individu yang berkemampuan tinggi memiliki efikasi yang lebih tinggi tentang belajar dibandingkan dengan individu yang berkemampuan rendah. Jadi dapat dismimpulkan bahwa efikasi dapat melebihi sesuai atau dibawah hasil performansi tergantung pada bagaimana performansi tersebut dinilai secara kognitif. Penilaian efikasi ditentukan pula oleh pendapat orang lain. Kredibilitas orang yang mempersepsikan itu penting. Individu akan mengalami efikasi diri yang lebih tinggi bila diberitahu dirinya mampu oleh sumber yang dipercaya. Namun individu mungkin pula mengabaikan sumber yang dipercaya bila ia yakin sumber tersebut tidak memahami tuntutan tugas dan pengaruh dari luar. 2.2.4 Fungsi Efikasi Diri Mekanisme efikasi diri memuat penjelasan bagaimana efikasi diri pada individu. Persepsi diri atas efikasi yang berlangsung dalam diri individu keberadaannya sebagai suatu fungsi yang menentukan dalam bagaimana cara perilaku individu, pola pikirnya dan reaksi emosional yang mereka alami. (Bandura, 1977) Secara rinci fungsi efikasi adalah sebagai berikut : a. Pemilihan perilaku Faktor ini merupakan faktor yang sangat penting sebagai sumber pembentukan efikasi diri seseorang karena hal ini berdasarkan kepada kenyataan keberhasilan seseorang dapat menjalankan suatu tugas atau ketrampilan tertentu akan meningkatkan efikasi diri dan kegagalan yang berulang akan mengurangi efikasi diri. b. Besar Usaha dan Ketekunan Keyakinan yang kuat tentang efektifitas kemampuan seseorang akan sangat menentukan usahanya untuk mencoba mengatasi siatuasi yang sulit. Pertimbangan 19 efikasi juga menentukan seberapa besar usaha yang akan dilakukan dan seberapa lama bertahan dalam menghadapi tantangan. Semakin kuat efikasi dirinya maka semakin lama bertahan dalam usahanya. c. Cara Berfikir dan Reaksi Emosional Dalam pemecahan masalah yang sulit, individu yang mempunyai efikasi tinggi cenderung mengatribusikan kegagalan pada usaha-usaha yang kurang, sedangkan individu yang mempunyai efikasi rendah menganggap kegagalan berasal dari kurangnya kemampuan mereka. 2.2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Efikasi Diri Menurut Bandura (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembentukan efikasi diri seseorang antara lain : 1. Pencapaian secara aktif Faktor ini merupakan faktor yang sangat penting sebagai sumber pembentukan efikasi seseorang karena hal ini berdasarkan kepada kenyataan keberhasilan seseorang dapat menjalankan suatu tugas atau ketrampilan tertentu akan meningkatkan efikasi diri dan kegagalan yang berulang akan mengurangi efikasi diri. 2. Pengalaman tidak langsung Dengan melihat kesuksesan orang lain yang memiliki kesamaan dengan pengamat akan dapat meningkatkan harapan efikasi diri pengamat, ia dapat menilai dirinya memiliki kemampuan seperti yang dimiliki orang yang diamati sehingga ia melakukan usaha-usaha untuk memperoleh atau meningkatkan ketrampilannya. Dengan prinsip yang sederhana, jika orang laind apat melakukannya begitu pula dengan saya. Pengamat dapat melihat cara-cara dan ketrampilan orang yang 20 diamatinya. Dengan model yang kompeten pengamat dapat belajar cara-cara yang efektif untuk menghadapi hambatan maupun keadaan yang menakutkan. 3. Persuasi verbal Persuasi verbal sering digunakan untuk meyakinkan seseorang tentang kemampuannya sehingga dapat memungkinkan dia meningkatkan usahanya untuk mencapai yang ditujunya. Persuasi verbal ini akan berlangsung efektif bila berdasarkan realita dan memiliki alasan untuk meyakinkan dirinya bahwa ia dapat mencapai apa yang ditujukannya melalui tindakan nyata. Namun tidak efektif bila tidak berdasarkan alasan yang kuat dan realita. Persuasi akan meningkatkan dan menguatkan efikasi diri seseorang sehingga mengarahkan untuk berusaha keras mencapai tujuan. Dalam hal ini pengaruh persuasi pada seseorang berlangsung untuk meningkatkan perkembangan keterampilan dan efikasi dirinya. 4. Keadaan fisiologis Seseorang akan memperoleh informasi melalui keadaan fisiologisnya dalam menilai kemampuannya sehingga akan cenderung memiliki harapan kesuksesan dalam melakukan tugas yang lebih besar, bila dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh ketegangan dan tidak merasakan adanya keluhan atau gangguan somatis dalam dirinya. Sebab ketegangan akan mengakibatkan seseorang menjadi terhambat dalam berunjuk kerja yang baik. Dalam kegiatan sehari-hari yang meliputi kegiatan stamina dan kekuatan fisik, seseorang akan melihat kelelahan dan sakit sebagai indikasi ketidak efektifan fisiknya sehingga akan mempengaruhi unjuk kerjanya. 21 2.3 Kajian yang Relevan Penelitian yang dilakukan Belz dan Hacket pada tahun 1983, (Pajares; 1996) melaporkan bahwa dengan self efficacy yang tinggi, maka pada umumnya seorang siswa akan lebih mudah dan berhasil melampaui latihan-latihan yang diberikan padanya, sehingga hasil akhir dari pembelajaran tersebut yang tercermin dalam prestasi akademiknya juga cenderung akan lebih tinggi dibandingkan siswa yang memiliki self efficacy lebih rendah. Hasil penelitian Jex, dan Guanowski (1992) yang mendapatkan hasil bahwa self efficacy turut mempengaruhi keyakinan dalam mencapai sesuatu. Dari hasil penelitian tersebut juga ditemukan bahwa tingkat terbesar yang mempengaruhi self efficacy, adalah adanya konsistensi dalam melakukan hubungan sosial serta dapat memecahkan masalah yang sedang dihadapinya. Dari sejumlah 154 sampel dalam penelitiannya didapatkan 65% sampel memiliki keyakinan yang baik berpengaruh terhadap pembentukan self efficacy. Penelitian Partino (1999), mendapatkan hasil bahwa Self efficacy berhubungan dengan harga diri seseorang. Penelitian dengan responden siswa sekolah menengah atas tersebut menjelaskan bahwa self efficacy mempengaruhi harga diri seseorang, hal ini ditunjukan oleh rata-rata koefisien korelasi terbobot sebesar 0,375 yang berada pada daerah interval kepercayaan 95% yakni - 055 < r < 945. Dari penelitian Partino (1999) ditemukan ada hubungan yang positif dan signifikan antara harga diri dengan Self efficacy. 22 2.4 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut, ada hubungan yang signifikan antara harga diri dengan efikasi diri pada siswa kelas X-F SMK PGRI 2 Salatiga tahun ajaran 2011/2012. 23