pemberian alih baring terhadap penurunan skor dekubitus pada

advertisement
PEMBERIAN ALIH BARING TERHADAP PENURUNAN
SKOR DEKUBITUS PADA ASUHAN KEPERAWATAN
NY. S DENGAN STROKE HEMORAGIK
DENGAN HEMIPARESIS DIRUANG
ANGGREK II RUMAH SAKIT
Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
Disusun Oleh :
YULIANTI
NIM. P.12121
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
PEMBERIAN ALIH BARING TERHADAP PENURUNAN
SKOR DEKUBITUS PADA ASUHAN KEPERAWATAN
NY. S DENGAN STROKE HEMORAGIK
DENGAN HEMIPARESIS DIRUANG
ANGGREK II RUMAH SAKIT
Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
Disusun Oleh :
YULIANTI
NIM. P.12121
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkatrahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis adapat menyelesaikan Proposal
Penelitian
dengan
judul
“PEMBERIAN
ALIH
BARING
TERHADAP
PENURUNAN SKOR DEKUBITUS PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY.S
DENGAN STROKE HEMORAGIK DENGAN HEMIPARESIS DIRUANG
ANGGREK II RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA”.
Dalam penyusunan Proposal Penelitian ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada yang terhormat :
1. Ibu Dra. Agnes Sri Hartati, M.Si selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta
2. Ibu Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ibu Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku sekretaris Ketua Program studi
DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba
ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
4. Ibu Wahyuningsih Safitri, M.Kep, selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
5. Ibu Anissa Cindy N.A, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku dosen penguji yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
6. Ibu Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku dosen penguji yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Ø Berjuanglah dengan kesabaran karena Tuhan tidak akan memberikan
cobaan dan ujian melebihi kemampuanmu dan percaya Tuhan berada
disampingmu dalam setiap langkahmu.
Ø Jangan takut akan perubahan, kita mungkin kehilangan sesuatu yang baik
namun kita akan peroleh sesuatu yang lebih baik lagi. PERCAYALAH
PERSEMBAHAN
Dengan
segala
rendah
hati
Karya
Tulis
Ini
penulis
persembahkan untuk :
1. Kedua orang tuaku, Ibu Sumarsi yang telah berdoa dan
memberikan perhatian serta kasih sayangnya kepada saya,
Bapak Marimin yang bekerja keras untuk keberhasilanku
dan tidak lelah memberikan motivasi dan semangatnya,
Kakak Joko Irianto yang tidak lelah memberikan motivasi
dan perhatiannya kepada saya setiap saat.
2. Keluarga besar Mbah Wiryo – Sadinah, yang selalu
memberikan dukungan semangat dan motivasi selama
penyusunan tugas akhir ku.
3. Almarhumah Kakak Winarni yang selalu memberikan
nasehat dan dukungan kepada saya selama masuk di dunia
kesehatan.
4. Semua sahabatku Alfiana Luthfi S, Kusumaningrum Fitria
T, Win Narsih yang selalu membantu dan memberikan
semangat dalam penyusunan tugas akhir ku dan yang
selalu bersama selama di DIII Keperawatan.
5. Kekasih
ku
Andrita
Rosyid
Annafi
yang
selalu
memberikan semangat, perhatian dan pengertiannya
kepada saya selama penyusunan tugas akhir ku.
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .......................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ..........................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................
vii
DAFTAR ISI .................................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
x
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................
1
B. Tujuan Penulisan ...................................................................
4
C. Manfaat Penulisan .................................................................
5
TINJAUAN PUSTAKA
A. Stroke......................................................................................
6
1. Stroke...............................................................................
6
2. Dekubitus.........................................................................
10
3. Alih baring ......................................................................
13
4. Asuhan keperawatan pada pasien stroke .........................
15
B. Kerangka Teori ......................................................................
26
C. Kerangka Konsep ..................................................................
27
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subyek aplikasi riset ...............................................................
28
B. Tempat dan Waktu .................................................................
28
C. Media dan alat yang digunakan ..............................................
28
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset .........................
28
E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset ...
30
viii
BAB IV LAPORAN KASUS
BAB V
A. Identitas pasien .......................................................................
38
B. Pengkajian ..............................................................................
39
C. Diagnosa Keperawatan ...........................................................
45
D. Perencanaan Keperawatan ......................................................
46
E. Implementasi Keperawatan ...................................................
49
F. Evaluasi keperawatan .............................................................
54
PEMBAHASAN
A. Pengkajian .............................................................................
58
B. Diagnosa Keperawatan ...........................................................
62
C. Intervensi Keperawatan ..........................................................
66
D. Implementasi Keperawatan ....................................................
69
E. Evaluasi Keperawatan ............................................................
77
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................
82
B. Saran ......................................................................................
86
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Lokasi luka tekan .....................................................................
13
Gambar 2 Kerangka Teori .........................................................................
26
Gambar 3 Kerangka Konsep ......................................................................
27
Gambar 4 Posisi Telentang .......................................................................
29
Gambar 5 Posisi Miring Kearah Kanan ....................................................
29
Gambar 6 Posisi Miring Kearah Kiri ........................................................
29
Gambar 7 Genogram keluarga ...................................................................
40
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Skor skala Braden .............................................................................
xi
31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Asuhan Keperawatan
Lampiran 2
Format Pendelegasian
Lampiran 3
Log Book
Lampiran 4
Lembar Konsul
Lampiran 5
Jurnal Utama
Lampiran 6
Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 7
Usulan Judul Aplikasi Jurnal Dalam Pengelolaan Asuhan
Keperawatan Pada Klien
Lampiran 8
Surat Pernyataan
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke merupakan gangguan saraf yang menetap, yang diakibatkan oleh
kerusakan pembuluh darah di otak, yang terjadi sekitar 24 jam atau lebih dan
serangannya berlangsung selama 15 - 20 menit (Sutrisno, 2007). Menurut
Price (2006) Stroke adalah penyebab kematian urutan ketiga pada orang
dewasa di Amerika Serikat. Angka kematian akibat stroke baru atau rekuren
lebih dari 200.000 orang. Insiden stroke secara nasional diperkirakan 750.000
per tahun, dengan 200.000 merupakan stroke rekuren. Penyakit jantung
koroner dan stroke adalah penyebab kematian tersering pertama dan kedua
dan menempati urutan kelima dan keenam sebagai penyebab kecacatan(
Depkes, 2008).
Menurut SKDI (2012) di Indonesia mengalami peringkat pertama
penderita stroke, prevalensi di Indonesia mencapai 8,3 % dari 1000
penduduk. Di Indonesia memiliki presentase terbesar sekitar 80%. Sedangkan
insiden stroke di negara- negara berkembang atau Asia diketahui stroke
iskemik lebih besar daripada stroke hemoragik. Kematian utama di Indonesia
adalah Stroke 15,4 %, Tuberkolosis 7,5%, Hipertensi 6,8% (Depkes, 2008).
Penyebab stroke adalah hemiparesis, hemiparesis adalah kelemahan
pada satu sisi tubuh. Pada gangguan aliran darah pada otak (stroke) dapat
ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai
1
2
oleh pembuluh darah. Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan
hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral. Penyakit stroke memberikan
dampak pada berbagai sistem tubuh. Menurut Lewis (2007) , pada umumnya
masalah yang dialami pasien stroke ada 5 yaitu gangguan sensorik termasuk
nyeri, masalah dalam menggunakan atau mengerti bahasa, masalah dalam
berfikir dan memori, gangguan emosional dan paralisis atau masalah
mengontrol gerakan. Pada pasien stroke apabila tubuhnya tidak dapat
digerakan akan mengakibatkan dekubitus yang dampaknya terlalu lama pada
area permukaan tulang yang menonjol dan berkurangnya sirkulasi darah yang
tertekan.
Dekubitus adalah kerusakan jaringan terlokalisir yang disebabkan
karena adanya kompresi jaringan lunak diatas tulang yang menonjol dan
adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu lama yang menyebabkan
gangguan pada suplai darah pada daerah yang tertekan (Nursalam, 2011).
Menurut Potter & Perry (2005) dekubitus adalah penurunan mobilisasi,
gangguan fungsi neurologis, penurunan persepsi sensorik ataupun penurunan
sirkulasi berisiko terjadi dekubitus.
Dekubitus menimbulkan sebuah ancaman pelayanan kesehatan kerena
kejadiannya semakin hari semakin meningkat. Kejadian dan prevalensi
dekubitus di Amerika, Kanada, dan Inggris sebesar 5%-32% (Spilsbury et al,
2007), di Negara Eropa berkisarantara 8,3%-22,9% (survei European Pressure
Ulcer Achisory Panel (EPUAP dalam Young, 2004). Menurut Suriadi (2004)
angka kejadian dekubitus di Indonesia adalah 33,3 %. Dekubitus meningkat
3
karena tidak dilakukan tirah baring selama 2 jam sekali, adanya penekanan
pada daerah yang bersentuhan dengan permukaan tempat tidur.
Berdasarkan penelitian cara untuk mencegah dekubitus dengan
menggunakan kasur anti dekubitus untuk lebih membagi rata tekan yang
terjadi pada tubuh penderita, misalnya kasur dengan gelembung tekan udara
yang naik turun, kasur air yang temperature airnya dapat diatur, sehingga luka
dekubitus tidak dapat terjadi (Potter & Perry, 2005). Alih baring adalah suatu
keadaan dimana pasien mengalami imobilisasi dan mengharuskan pasien
melakukan gerakan - gerakan untuk menghindari bedrest agar tidak
menimbulkan ulcher atau dekubitus. Tujuan alih baring antara lain untuk
mencegah ulkus tekan atau dekubitus, untuk menjaga kelembaban kulit. Alih
baring dilakukan setiap 2 jam dan 4 jam yang memberikan rasa nyaman pada
pasien, mempertahankan atau menjaga postur tubuh dengan baik menghindari
komplikasi yang mungkin timbul akibat tirah baring seperti luka tekan
(Potter & Perry, 2005).
Menurut data dari Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta penderita
stroke hemoragik dan stroke non hemoragik pada tahun 2013 adalah 452,
tahun 2014adalah 387, dan pada tahun 2015 adalah 64. Dari pengkajian yang
dilakukan
kepada
perawat
RSUD
Dr.Moewardi
Surakarta
sudah
menggunakan skala Braden untuk mengindetifikasi kejadian luka tekan atau
dekubitus tetapi ada tindakan untuk mencegah luka tekan yang terjadi.
Perawat hanya memberikan edukasi kepada keluarga untuk melakukan alih
baring setiap 2 jam sekali dengan posisi telentang, posisi miring kiri, dan
4
posisi miring kanan pada pasien yang berbaring terlalu lama ditempat tidur
untuk mencegah terjadinya luka tekan atau dekubitus.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk
menerapkan pemberian alih baring terhadap terjadinya luka tekan atau
dekubitus pada pasien yang berisiko agar mencegah terjadinya luka tekan
dengan skala Braden di RSUD Dr.Moewardi Surakarta.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Untuk mengaplikasikan tindakan alih baring terhadap kejadian dekubitus
pada pasien stroke hemoragik dengan hemiparesis diruang Anggrek II
Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui pengkajian keperawatan pada Ny. S dengan
stroke hemoragik dengan hemiparesis
b. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada Ny. S dengan stroke
hemoragik dengan hemiparesis
c. Untuk mengetahui intervensi keperawatan pada Ny. S dengan stroke
hemoragik dengan hemiparesis
d. Untuk mengetahui implementasi keperawatan pada Ny. S dengan
stroke hemoragik dengan hemiparesis
e. Untuk mengetahui evaluasi keperawatan pada Ny. S dengan stroke
hemoragik dengan hemiparesis
5
f. Untuk mengetahui pengaruh alih baring terhadap kejadian dekubitus
pada pasien stroke hemoragik dengan hemiparesis
C. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi pendidikan
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang pengaruh alih
baring terhadap kejadian dekubitus pada pasien stroke hemoragik dengan
hemiparesis sehingga dapat sebagai acuan pembelajaran di institusi
2. Bagi rumah sakit
Untuk memberikan informasi tentang pengaruh alih baring
terhadap kejadian dekubitus pada pasien stroke hemoragik dengan
hemiparesis agar dapat diaplikasikan di Rumah Sakit Dr. Moewardi
Surakarta
3. Bagi penulis
Untuk pembelajaran dan pengalaman dalam melakukan penelitian
yang terkait dengan pengaruh alih baring terhadap kejadian dekubitus
terhadap pada pasien stroke hemoragik dengan hemiparesis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Stroke
a. Definisi
Stroke merupakan gangguan saraf yang menetap, yang
diakibatkan oleh kerusakan pembuluh darah di otak, yang terjadi
sekitar 24 jam atau lebih dan serangannya berlangsung selama 15 20 menit (Sutrisno, 2007). Stroke merupakan kehilangan fungsi otak
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak, biasanya
merupakan akumulasi penyakit serebro vaskuler selama beberapa
tahun (Ariyani, 2012). Stroke adalah penyebab kematian ketiga di
dunia setelah penyakit jantung dan kanker (Ida, 2009).
b. Penyebab stroke
Penyebab dari stroke yaitu :
1) Trombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak dan
leher). Aterosklerosis serebral dan pelambatan sirkulasi serebral
adalah
penyebab
utama,
trombosis
serebral
merupakan
penyebab yang umum pada serangan stroke.
2) Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang
dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain). Abnormalitas
patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis, infeksi,
6
7
penyakit jantung rematik dan infark miokard serta infeksi
pulmonal adalah tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya
menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabang yang
merusak sirkulasi serebral.
3) Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). Iskemia serebral
(insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi
ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4) Hemoragik serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak).
Hemoragik dapat terjadi diluar durameter (hemoragik ekstra
dural dan epidural), dibawah durameter (hemoragik subdural),
diruang subarakhnoid (hemoragik subarakhnoid) atau didalam
subtansi otak (hemoragik intraserebral) (Ratna, 2011).
c. Tanda dan gejala stroke
Tanda dan gejala stroke berdasarkan klasifikasi stroke adalah :
1) Non hemoragik
a) Defisit neurologis yang mendadak
b) Sering terjadi waktu istirahat atau bangun pagi, usia >50
tahun (akibat trombosis)
c) Terjadi waktu aktif, kesadaran dapat menurun, usia lebih
muda (akibat emboli serebri)
d) Tanpa trauma kepala
e) Ada faktor resiko seperti : hipertensi, penyakit jantung, dll.
8
2) Hemoragik intraserebral
a) Nyeri kepala hebat, mual, muntah
b) Serangan sering waktu siang, waktu bergiat atau emosi
c) Hemiparesis / hemiplegia
d) Kesadaran menurun dan cepat masuk ke koma
e) Reflek patologis positif
3) Hemoragik subarakhnoid
a) Nyeri kepala hebat dan akut
b) Kesadaran sering terganggu, sangat bervariasi
c) Kaku kuduk dan kerning positif
d) Perdarahan subarakhnoid
e) Cairan LCS hampir 100% berdarah
f) Undus okuli 10% mengalami papil edema
d. Komplikasi stroke
1) Bekuan darah
Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan
penimbunan cairan, pembengkakan selain itu juga menyebabkan
embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu
arteri yang mengalirkan darah ke paru.
2) Dekubitus
Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul,
pantat, sendi kaki dan tumit bila memar ini tidak bisa dirawat
menjadi infeksi.
9
3) Pneumonia
Pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan
sempurna, hal ini menyebabkan cairan berkumpul di paru-paru
dan selanjutnya menimbulkan pneumonia.
4) Atrofi dan kekakuan sendi
Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi
(Ratna, 2011)
e. Pemeriksaan stroke
Menurut Ratna (2011) pemeriksaan stroke meliputi :
1) Ultrasonografi Doppler mengidentifikasi penyakit arteriovena,
masalah sistem arteri karotis (arteri darah atau muncul plak).
2) CT-Scan memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia
dan adanya infark.
3) Fungsi
Lumbal
menunjukkan
adanya
tekanan
normal,
hemoragik, malformasi arterial arteri vena (MAV).
4) Sinar X tengkorak menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas.
f. Klasifikasi Stroke
Menurut Rohmah & Walid( 2012), klasifikasi stroke ada 2 yaitu :
1) Intraserebral : mikro aneurisma oleh karena hipertensi, AVM,
kongenital
Kriteria intraserebral adalah kenaikan akut tekanan darah
sistol, kenaikan akut aliran darah otak pada reperfusi, dan
10
kebocoran atau kerusakan dinding pembuluh darah akibat
reperfusi atau luka.
2) Subarakhnoid : aneurisma kongenital
Dasar perdarahan subarakhnoid adalah aneurysma pada
bifurkasi arteri serebri besar sehingga terjadi kerusakan tunika
media dan tunika elastika interna dan adanya hipertensi
menyebabkan tekanan intraluminal naik menyebabkan ruptur.
2. Dekubitus
a. Definisi
Menurut Potter & Perry (2005) dekubitus adalah penurunan
mobilisasi, gangguan fungsi neurologi, penurunan persepsi sensorik
ataupun penurunan sirkulasi berisiko terjadi dekubitus. Sedangkan
menurut Suradi (2004) dekubitus merupakan masalah yang sangat
serius terutama bagi pasien yang harus dirawat lama di rumah sakit
dengan keterbatasan aktifitas Multiple and Life Threatening Medical
Complications dapat terjadi akibat dari timbulnya dekubitus selama
pasien dirawat dirumah sakit. Pasien dengan imobilisasi yang
berlangusng lama berpotensi besar untuk mengalami dekubitus.
b. Faktor resiko dekubitus
Faktor resiko dekubitus dibagi menjadi 4 yaitu :
1) Gangguan input sensorik
Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensorik
terhadap nyeri dan tekanan berisiko tinggi mengalami gangguan
11
integritas kulit.
2) Ganggguan fungsi motorik
Pasien yang tidak mampu mengubah posisi secara mandiri
berisiko tinggi terjadi dekubitus. Klien tersebut dapat merasakan
tekanan tetapi tidak mampu mengubah posisi mandiri untuk
menghilangkan tekanan tersebut.
3) Perubahan tingkat kesadaran
Pasien bingung, disorientasi, atau mengalami perubahan
tingkat kesadaran tidak mampu melindungi dirinya dari
dekubitus, pasien bingung atau disorientasi mungkin dapat
merasakan tekanan tetapi tidak mampu memahami bagaimana
menghilangkan tekanan itu. Pasien koma tidak dapat merasakan
tekanan dan tidak mampu mengubah ke posisi yang lebih baik.
4) Gips, traksi dan peralatan lain
Gips dan traksi mengurangi mobilisasi klien dan
ekstremitasnya, klien yang menggunakan gips beresiko tinggi
terjadi dekubitus karena adanya gaya friksi eksternal mekanik
dari permukaan gips yang bergesek pada kulit. Gaya mekanik
kedua adalah tekanan yang dikeluarkan gips pada kulit jika gips
terlalu ketat atau jika ekstremitasnya bengkak (Potter & Perry,
2005).
12
c. Klasifikasi dekubitus menurut NPUAP (2009) :
Menurut NPUAP klasifikasi dekubitus ada 4 stadium yaitu :
1) Stadium I
Adanya perubahan dari kulit yang diobservasi, apabila
dibandingkan dengan kulit yang normal maka nampak salah satu
tanda. Tanda yang muncul adalah perubahan temperatur kulit
(lebih dingin atau lebih hangat), perubahan konsistensi jaringan
(lebih keras atau lunak), perubahan sensasi (gatal atau nyeri).
Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai
kemerahan yang menetap. Sementara itu pada orang berkulit
gelap luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap,
biru atau ungu.
2) Stadium II
Hilangnya sebagian lapisan kulit meliputi epidermis, dan
dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superfisial,
abrasi, melepuh, atau membentuk lubang yang dangkal.
3) Stadium III
Hilangnya
lapisan
kulit
secara
lengkap,
meliputi
kerusakan atau nekrosis dari jaringan subkutan atau lebih dalam,
tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang
dalam.
13
4) Stadium IV
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan
yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang dan
tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga
termasuk dalam stadium IV dari dekubitus.
d. Lokasi luka dekubitus
Stephen & Haynes (2006) mengilustrasikan area – area
berisiko luka dekubitus :
Gambar 1 Lokasi luka tekan
Luka dekubitus terjadi dimana tonjolan tulang kontak dengan
permukaan. Adapun lokasi yang paling sering adalah bokong, tumit,
dan panggul.
3. Alih baring
a. Definisi
Alih baring adalah suatu keadaan dimana pasien mengalami
imobilisasi dan mengharuskan pasien melakukan gerakan-gerakan
14
untuk menghindari bedrest agar tidak menimbulkan ulcher atau
dekubitus (Potter & Perry, 2005). Karena apabila pasien bedrest
dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan kulit menjadi
lembab dan menyebabkan dekubitus. Alih baring dilakukan dengan
cara memiringkan pasien dari terlentang ke miring ataupun
sebaliknya biasanya alih baring mutlak diberikan kepada penderita
hemiplegia, koma dll. Alih baring dilakukan setiap 2 jam kearah
kanan dan 2 jam kearah kiri. Tanpa melihat sejauh mana efektifitas
keberhasilan dari alih baring tersebut, sementara pasien tetapi terjadi
dekubitus.
b. Penerapan alih baring pada klien
Pasien yang mengalami imobilisasi tidak bisa melakukan
gerakan secara mandiri harus di bantu oleh orang lain apalagi dengan
pasien yang mengalami kelumpuhan atau koma karena salah satu
sistem dalam tubuhnya mengalami gangguan. Apabila klien hanya
dalam posisi terlentang bisa mengalami dekubitus. Maka dilakukan
alih baring untuk mencegah terjadinya bedrest dengan cara
memiringkan klien. Yang pertama posisi klien saat berbaring
telentang adalah posisi kepala, leher dan punggung harus lurus,
letakkan bantal dibawah bahudan lengan yang lumpuh secara hatihati, sehingga bahu terangkat keatas dengan lengan agak ditinggikan
dan memutar kearah luar, siku dan pergelangan tangan agak
ditinggikan, letakkan juga bantal dibawah pangkal paha yang
15
lumpuh dengan posisi agak memutar ke arah dalam, lutut agak
ditekuk. Yang kedua miring kesisi yang sehat bahu yang lumpuh
harus menghadap ke depan, lengan yang lumpuh memeluk bantal
dengan siku diluruskan, kaki yang lumpuh diletakan didepan,
dibawah paha dan tungkai diganjal bantal, lutut ditekuk. Yang ketiga
adalah miring kesisi yang lumpuh lengan yang lumpuh menghadap
ke depan, pastikan bahwa bahu pasien tidak memutar secara
berlebihan, kaki yang lumpuh agak ditekuk, kaki yang sehat
menyilang diatas kaki yang lumpuh dengan diganjal bantal (Potter &
Perry, 2005).
c. Tujuan alih baring
1) Mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen untuk tubuh
2) Memungkinkan pasien sakit atau lemah untuk beristirahat dan
mengembalikan kekuatan, memberikan kesempatan pada pasien
yang lebih untuk beristirahat tanpat terganggu.
4. Asuhan keperawatan pada pasien stroke
a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal proses keperawatan yang sistematis
dalm pengumpulan data berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (Wahid & Suprapto, 2012).
Pengkajian menurut Wijaya & Putri (2013) tersebut meliputi :
1) Identitas klien
Umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa dll
16
2) Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan klien saat itu juga.
3) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat hipertensi, riwayat penyakit kardiovaskuler, riwayat
kolestrol, obesitas, DM, merokok, asterosklerosis, dan konsumsi
alkohol.
4) Riwayat penyakit sekarang
Hilangnya komunikasi, gangguan persepsi, hilangnya motorik,
sulit beraktivitas / kelemahan, hemiplegia, dan nyeri atau
kejang.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada riwayat penyakit keturunan dalam keluarga.
6) Pemeriksaan aktivitas / istirahat
Sulit dalam aktivitas / kelemahan , hemiplegia, susah istirahat
(kejang otot), terganggu tonus otot, gangguan penglihatan, dan
gangguan tingkat kesadaran.
7) Pemeriksaan eliminasi
Perubahan berkemih, distensi abdomen, dan bising usus tidak
ada.
8) Pemeriksaan nutrisi dan metabolik
Nafsu makan berkurang, mual muntah (masa fase peningkatan
TIK), kehilangan sensasi, riwayat DM, dan sulit dalam menelan.
17
9) Pemeriksaan neurosensori
Adanya sakit kepala berat, mengalami kesemutan / kelemahan,
status tingkat kesadaran : koma pada awal hemoragik, tetap
sadar jika trombosis alami.
10) Pemeriksaan neurologis
a) Status mental
Tingkat
kesadaran,
pemeriksaan
respon
emosional,
pemeriksaan kemampuan berbicara.
b) Nervus kranialis
Olfaktorius
(penciuman),
optikus
(penglihatan),
okulomotorius (gerak mata & kontraksi pupil), troklear
(gerak mata), trigeminus (sensasi wajah, gerak mengunyah),
abducen (gerak mata), fasialis (pengecap & eksperesi
wajah), vestibulokoklearis (pendengaran), aksesoris spinal
(gerakan kepala, bahu & leher), dan hipoglosus (gerak
lidah).
c) Fungsi motorik
Masa otot, kekuatan otot, dan tonus otot. Pada ekstremitas
diperiksa terlebih dahulu.
d) Fungsi sensorik
Sensasi nyeri, sensasi posisi, dan sensasi getaran,
e) Fungsi sereblum
Tes tumit lutut, berakan berganti dan gaya berjalan.
18
f) Refleks
Biceps, triceps, brachioradialis, patella, dan achilles.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis dari respon
individu, keluarag, dan masyarakat akibat masalah kesehatannya
yang actual maupun yang potensial / resiko (Wahid & Suprapto,
2012).
Menurut Wilkinson (2007) diagnosa tersebut meliputi :
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
perdarahan intraserebral, ganggaun oklusi, vasospasme serebral,
dan edema serebral.
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neurovaskuler, kelemahan dan flaksid, dan kerusakan perseptual
/ kognitif, penurunan kekuatan otot,
3) Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparesis/
hemiplegia.
4) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
ketidakmampuan batuk aktif sekunder gangguan kesadaran.
5) Resiko
kerusakan
integritas
kulit
berhubungan
dengan
imobilitas fisik.
c. Intervensi keperawatan
Intervensi
adalah
pengembangan
strategi
untuk
mengatasi,
mengurangi, mencegah masalah - masalah pada pasien yang
19
diidentifikasi pada diagnosa keperawatan (Wahid & Suprapto, 2012).
Intervensi menurut Wilkinson (2007) tersebut meliputi :
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
perdarahan intraserebral, ganggaun oklusi, vasospasme serebral,
dan edema serebral.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan … x 24 jam
ketidakefektifan perfusi jaringan otak teratasi dengan
KH : tidak ada peningkatan TIK, tekanan darah dalam
batas normal (sistolik 100 – 140 mmHg , diastolik
<85 mmHg), tidak ada hipotensi ortostotik, dan pupil
isokor.
Intervensi :
a) Observasi vital sign
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum pasien
b) Observasi status kesadaran dan pupil
Rasional : untuk mengetahui tingkat kesadaran dan pupil
pasien
c) Observasi peningkatan TIK
Rasional : untuk mengetahui kerusakan tanda dan gejala
neurologis
d) Berikan posisi kepala dengan sudut 30o
Rasional : untuk mencegah peningkatan TIK
20
e) Laksanakan
Ranitidine
terapi
pemberian
25ml/12jam,
Manitol
obat
(B121ml/12jam,
125mg/6jam,
KSR
600mg/12jam, Paracetamol 500mg/12jam, Acetazolamide
250mg/12jam) sesuai advice dokter
Rasional : mempercepat penyembuhan pasien
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neurovaskuler, kelemahan dan flaksid, dan kerusakan perseptual
/ kognitif.
Tujuan
: Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ...x
24 jam hambatan mobilitas fisik teratasi dengan KH
yaitu kekuatan otot 2 menjadi 3 (pergerakan aktif
hanya melawan gravitasi dan tidak melawan
tahanan),
aktivitas
pasien
terpenuhi
(aktivitas
dibantu dengan alat), pasien dapat mengubah posisi
secara mandiri.
Intervensi :
a) Observasi mobilitas fisik pasien setiap 2 jam
Rasional : untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan otot
dan memberi informasi pemulihan
b) Observasi daerah yang tertekan (warna, oedema, tanda lain)
Rasional : untuk jaringan oedema lebih mudah mengalami
trauma dan penyembuhan lambat
21
c) Ubah posisi pasien setiap 2 jam (telentang, miring kiri,
miring kanan)
Rasional : untuk menurunkan resiko terjadinya trauma
d) Tempatkan bantal dibawah axilla untuk melakukan abduksi
tangan
Rasional : untuk mencegah adduksi pada bahu dan fleksi
siku
e) Ajarkan ROM pasif pada pasien
Rasional : untuk mencegah kontraktur dan meningkatkan
sirkulasi
f) Anjurkan pasien untuk melakukan ROM aktif
Rasional : untuk melatih kekuatan otot yang mengalami
hemiparesis
g) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif
Rasional : untuk mempercepat penyembuhan pasien
3) Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparesis/
hemiplegia.
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ..x 24
jam kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi, dengan
KH yaitu klien dapat melakukan aktivitas perawatan
diri, klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi sesuai
kebutuhan.
22
Intervensi :
a) Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan
perawatan diri
Rasional : merencanakan pemenuhan kebutuhan secara
individual
b) Beri motivasi kepada klien untuk melakukan aktivitas dengan
sikap sungguh
Rasional : untuk meningkatkan harga diri dan semangat
untuk berusaha
c) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan
klien sendiri
Rasional : agar bantuan yang diberikan bermanfaat dalam
mencegah frustasi
d) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi / okupasi
Rasional : memberikan bantuan yang mantap untuk
mengembangkan rencana terapi
4) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
ketidakmampuan batuk aktif sekunder gangguan kesadaran.
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ..x 24
jam kebersihan jalan nafas efektif dengan KH yaitu
terdengar suara nafas normal vesikuler, RR batas
normal 16 - 24 x/mnt, tidak gelisah, produksi sputum
berkurang, dan irama nafas normal.
23
Intervensi :
a) Observasi pernafasan setiap 1 jam (bunyi nafas, frekuensi,
produksi sputum)
Rasional : mengetahui bunyi nafas , frekuensi dan produksi
sputum
b) Observasi tanda bersihan jalan nafas adanya (sputum, benda
asing)
Rasional : untuk menunjukkan kepatenan jalan nafas
c) Berikan posisi yang nyaman (posisi semi fowler)
Rasional : untuk mempermudah dan fungsi pernafasan
dengan menggunakan gravitasi
d) Lakukan penghisapan lendir (suction)
Rasional : untuk membuka jalan nafas dan pengeluaran
sputum
e) Informasikan keluarga tentang prosedur yang dilakukan
Rasional : agar keluarga mengerti tentang prosedur yang
dilakukan
f) Laksankan terapi dokter pemberian oksigen
Rasional : untuk membantu memperlancar pernafasan
5) Resiko
kerusakan
integritas
kulit
berhubungan
dengan
imobilitas fisik.
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ..x 24
jam resiko kerusakan integritas kulit teratasi dengan
24
KH yaitu tidak terjadi luka tekan pada kulit, tidak ada
kemerahan pada sakrum, kulit teraba hangat, skor skala
Braden 15 – 18 (resiko ringan).
Intervensi :
a) Kaji faktor yang menyebabkan kerusakan kulit
Rasional : untuk mengetahui penyebab terjadinya luka tekan
b) Observasi faktor resiko terjadinya kerusakan integritas
dengan skala braden setiap 1 hari
Rasional : untuk mengetahui resiko luka tekan pada kulit
dengan skala Braden
c) Observasi kulit pada daerah yang tertekan (warna, suhu,
kelembaban)
Rasional : mengetahui terjadinya kerusakan integritas pada
daerah yang tertekan
d) Pertahankan tempat tidur bersih dan kering
Rasional : agar tidak terjadi luka tekan pada daerah yang
beresiko
e) Ubah posisi alih baring setiap 2 jam sekali
Rasional : agar tidak terjadi luka tekan pada area yang
beresiko
f) Anjurkan keluarga untuk mengganti pakaian pasien saat
lembab
Rasional : untuk mencegah kelembaban
25
g) Kolaborasi dengan tim dokter pemberian obat
Rasional : mencegah infeksi
d. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah catatan indikasi kemajuan klien
terhadap tujuan yang dicapai (Wahid & Suprapto, 2012).
Evaluasi menurut Brunner & Suddarth (2004) yaitu :
1) Ketidakefektifan
perfusi
jaringan
otak
teratasi
dengan
ditunjukkan status neurologis baik (tanda-tanda vital dan pola
pernafasan normal), menunjukkan kekuatan, gerakan, dan
sensasi pada keempat ektremitas yang normal dan sama,
menunjukkan reflek tendon dan reaksi pupil normal.
2) Hambatan
mobilitas
ditunjukkannya
partisipasi
fisik
berhubungan
teratasi
dengan
perubahan
bentuk
tulang,
menghindari
progam
latihan
yang
ditentukan,
mencapai
keseimbangan duduk, dan menggunakan sisi yang terpengaruh
untuk membantu fungsi sisi yang mengalami hemiplegia.
3) Resiko
kerusakan
integritas
kulit
teratasi
dengan
mempertahankan kulit yang baik tanpa kerusakan, menunjukkan
turgor kulit yang normal, dan berpartisipasi dalam kegiatan
perubahan posisi.
26
B. Kerangka Teori
Trombosis
Hemoragik serebral
Sumbatan pembuluh darah
ke otak
pecahnya pembuluh darah
Iskemik
defisit neurologis (kortek parietalis)
Suplai darah ke otak
gangguan sensorik kontralateral
Peningkatan TIK
Tekanan darah,
kelemahan pada nervus cranialis
pusing
reflek batuk & menelen
akumulasi sekret
Ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
Bersihan jalan nafas
tidak efektif
arteri vertebralis
disfungsi assesoris
fungsi motorik / anggota gerak muskuloskletal
kelemahan pada satu / keempat anggota gerak
Hambatan mobilitas fisik
tirah baring
penekanan lama pada area tonjolan tulang
Resiko kerusakan integritas
kulit
melakukan perubahan posisi (telentang, miring kiri, miring kanan)
aliran darah lancar
zat makanan & zat asam disalurkan ke kulit
tidak terjadi luka tekan pada area tonjolan tulang
Gambar 2 Kerangka Teori
Kurangnya perawatan
diri
27
C. Kerangka Konsep
Alih Baring
Dekubitus penurunan skor dekubitus
Gambar 3 Kerangka Konsep
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subyek aplikasi riset
Subyek dalam kasus ini adalah Ny. S pasien yang mengalami stroke
hemiparesis.
B. Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta dan
waktu pelaksanaan tanggal 16 – 21 Maret 2015, penelitian selama 6 hari.
C. Media dan alat yang digunakan
Bantal, guling, lembar observasi, bolpoint, skor skala Braden dan tanda
klinis derajat I sampai IV menurut NPUAP.
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset
Posisi terlentang bisa mengalami dekubitus, maka akan dilakukan alih
baring untuk mencegah terjadinya bedrest dengan cara memiringkan klien.
Yang pertama posisi klien saat berbaring telentang adalah posisi kepala, leher
dan punggung harus lurus, letakkan bantal dibawah bahu dan lengan yang
lumpuh secara hati-hati, sehingga bahu terangkat keatas dengan lengan agak
ditinggikan dan memutar kearah luar, siku dan pergelangan tangan agak
ditinggikan, letakkan juga bantal dibawah pangkal paha yang lumpuh dengan
28
29
posisi agak memutar ke arah dalam, lutut agak ditekuk. Yang kedua miring
kesisi yang sehat bahu yang lumpuh harus menghadap ke depan, lengan yang
lumpuh memeluk bantal dengan siku diluruskan, kaki yang lumpuh diletakan
didepan, dibawah paha dan tungkai diganjal bantal, lutut ditekuk. Yang ketiga
adalah miring kesisi yang lumpuh lengan yang lumpuh menghadap ke depan,
pastikan bahwa bahu pasien tidak memutar secara berlebihan, kaki yang
lumpuh agak ditekuk, kaki yang sehat menyilang diatas kaki yang lumpuh
dengan diganjal bantal( Potter & Perry, 2005 ).
Gambar 4
Pengaturan posisi telentang
Gambar 5
Pengaturan posisi miring kearah kanan
Gambar 6
Pengaturan posisi miring ke arah kiri
30
E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset
Menggunakan NPUAP (2009) yaitu :
1. Stadium I
Adanya
perubahan
dari
kulit
yang
diobservasi,
apabila
dibandingkan denagn kulit yang normal akan nampak salah satu tanda.
Tanda yang muncul adalah perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau
lebih hangat), perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak),
perubahan sensasi (gatal atau nyeri). Pada orang yang berkulit putih, luka
mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap. Sementara itu pada
orang berkulit gelap luka akan kelihatan sebagai warna merah yang
menetap, biru atau ungu
2. Stadium II
Hilangnya sebagian lapisan kulit meliputi epidermis, dan dermis,
atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superfisial, abrasi, melepuh, atau
membentuk lubang yang dangkal.
3. Stadium III
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau
nekrosis dari jaringan subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada
fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam.
4. Stadium IV
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang
luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang dan tendon. Adanya
31
lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV
dari dekubitus.
Menggunakan skor skala Braden :
Tabel 1 Skor skala Braden
Faktor
Deskriptif
Persepsi
Sensori
Kemampuan
untuk
merespon
secara tepat
terhadap rasa
tidak nyaman
yang
berhubungan
dengan
tekanan
1. Keterbatasan Penuh
Tidak ada respon
(tidak mengerang,
menyentak atau
menggenggam)
terhadap rangsangan
nyeri karena
menurunnya
kemampuan untuk
merasakan nyeri yang
sebagian besar pada
permukaan tubuh
2. Sangat terbatas
Hanya dapat merespon
terhadap rangsangan
nyeri. Namun tidak
dapat menyampaikan
rasa tidak nyaman
kecuali dengan
mengerang atau sikap
gelisah atau
mempunyai gangguan
sensori yang
menyebabkan
terbatasnya
kemampuan untuk
merasakan nyeri atau
tidak nyaman pada
lebih dari ½ bagian
tubuh
3. Keterbatasan ringan
Dapat merespon
panggilan tetapi tidak
selalu dapat
menyampaikan respon
rasa tidak nyaman atau
1
2
3
Skor
4
5
6
7
32
keinginan untuk
merubah posisi badan.
Memiliki beberapa
gangguan sensori yang
membatasinya untuk
dapat merasakan nyeri
atau tidak nyaman
pada satu atau kedua
ekstremitas
4. Tidak ada gangguan
Dapat merespon
panggilan. Tidak
memiliki penurunan
sensori sehinggadapat
menyatakan rasa nyeri
atau rasa tidak
nyaman.
Kelembaban 1. Selalu Lembab
Tingkat
Kulit selalu dalam
keadaan lembab oleh
keadaan
keringat, urine dan
dimana kulit
lainnya, keadaan
menjadi
lembab dapat dilihat
lembab
pada setiap kali pasien
digerakkan atau
dibalik
2.
Umumnya Lembab
Kulit sering terlihat
lembab akan tetapi
tidak selalu. Pakaian
pasien dan atau alas
tempat tidur harus
diganti sedikitnya satu
kali setiap pergantian
dinas.
3.
Kadang - Kadang
Lembab
Kulit kadang - kadang
lembab. Penggantian
pakaian pasien dan
atau alas tempat tidur
selain jadual rutin,
perlu diganti minimal
satu kali sehari.
33
4.
Aktivitas
Tingkat
aktivitas
1.
Jarang Lembab
Kulit biasanya dalam
keadaan kering, pakain
pasien dan atau alas
tempat tidur diganti
sesuai dengan jadual
rutin penggantian.
Total di tempat tidur
Hanya berbaring di
tempat tidur
2.
Dapat duduk
Kemampuan untuk
berjalan sangat
terbatas atau tidak bias
sama sekali dan tidak
mampu menahan berat
badan atau harus
dibantu untuk kembali
ke kursi atau kursi
roda
3.
Berjalan kadang kadang
Selama siang hari
kadang-kadang dapat
berjalan, tetapi
jaraknya sangat dekat
saja, dengan atau tanpa
bantuan.
Mobilitas
1.
Kemampuan
untuk
merubah dan
mengatur
posisi bada.
Tidak dapat
bergerak sama sekali
Tidak dapat merubah
posisi badan atau
ekstrimitas bahkan
posisi yang ringan
sekalipun tanpa adanya
bantuan.
2. Sangat terbatas
Kadang-kadang
merubah posisi badan
atau ekstremitas, akan
34
tetapi tidak dapat
merubah posisi
sesering mungkin atau
bergerak secara efektif
( merubah posisi badan
terhadap tekanan
)secara mandiri.
3. Tidak ada masalah
Bergerak secara
mandiri baik dikursi
maupun diatas tempat
tidur dan memiliki
kekuatan otot yang
cukup untuk menjaga
posisi badan
sepenuhnya selama
bergerak. Dapat
mengatur posisi yang
baik ditempat tidur
ataupun dikursi kapan
saja.
Nutrisi
Pola
kebiasaan
makan
4. Tanpa keterbatasan
Dapat merubah posisi
badan secara tepat dan
sering mengatur posisi
badan tanpa adanya
bantuan.
1. Sangat buruk
Tidak pernah
menghabiskan makan.
Jarang makan lebih 1/3
dari makanan
yangendapatkandiberik
an. Makan
mengandung protein
sebanyak 2 porsi atau
kurang setiap harinya.
Kurang mengkonsumsi
cairan. Tidak
mengkonsumsi cairan
suplemen. Atau pasien
dipuaskan, dan atau
mengkonsumsi
makanan cairan atau
35
mendapatkan cairan
infus melalui intravena
lebih dari 5 hari.
2. Kurang mencukupi
Jarang sekali
menghabiskan
makanan dan biasanya
hanya menghabiskan
kira-kira ½ dari
makanan yang
diberikan. Pemasukan
makanan yang
mengandung protein
hanya 3 porsi setiap
harinya. Kadangkadang mengkonsumsi
makanan suplemen.
Atau mendapatkan
makanan cairan atau
selang NGT dengan
jumlah kurang dari
kebutuhan optimum
perhari.
3. Mencukupi
Satu hari makan tiga
kali. Setiap makan
mengandungproteinset
iap harinya. Kadang
menolak untuk makan
tapi biasanya
mengkonsumsi
makanan suplemen
bila diberikan. Atau
mendapatkan cairan
infus berkalori tinggi
yang dapat memenuhi
kebutuhan nutrisi.
4. Sangat Baik
Mengabiskan setiap
makanan yang
diberikan. Tidak
pernah menolak.
Biasanya
36
Pergeseran
dan
pergerakan
mengkonsumsi 4 porsi
atau lebih menu
protein. Kadang
mengemail. Tidak
memerlukan makanan
suplemen.
1. Bermasalah
Memerlukan bantuan
sedang sampai
maksimal untuk
bergerak. Tidak
mungkin memindahkan
badan tanpa
bergesekan dengan alas
tempat tidur. Sering
merosot kebawah
diatas tempat tidur atau
kursi dan sering kali
memerlukan bantuan
yang maksimal untuk
pengambilan posisi
semula. Kekakuan
pada otot, kontraktur
atau gelisah yang
sering menimbulkan
terjadinya gesekan
yang terus menerus.
2. Potensial bermasalah
Bergerak lemah atau
memerlukan bantuan
minimal. Selama
bergerak kulit
kemungkinan
bergesekan dengan alas
tempat tidur, kursi,
sabuk pengekangan
atau alat bantu lain.
Hamper selalu mampu
menjaga badan dengan
cukup baik dikursi
ataupun di tempat
tidur, namun kadang kadang merosot
kebawah.
37
3. Keterbatasan ringan
Sering merubah posisi
badan atau ekstremitas
secara mandiri
meskipun hanya
dengan gerakan ringan.
Jumlah
Keterangan :
>18
: tidak berisiko
15 – 18
: mempunyai risiko ringan
13 – 14
: mempunyai risiko sedang
10 – 12
: mempunyai risiko tinggi
<9
: mempunyai risiko sangat tinggi
BAB IV
LAPORAN KASUS
Asuhan keperawatan yang dilakukan pada Ny. S dengan diagnosa
medis diagnosa stroke hemoragik dengan hemiparesis, dilaksanakan pada
tanggal 16 – 18 Maret 2015. Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian,
perumusan
masalah,
diagnosa
keperawatan,
rencana
keperawatan,
implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.
A. Identitas pasien
Pengkajian dilakukan pada tanggal 16 Maret 2015 jam 10.00 wib, pada
kasus ini dilakukan dengan cara metode alloanamanesa dan autoanamnesa.
Dalam pengkajian ini perawat mengadakan wawancara, observasi langsung,
pemeriksaam fisik, menelaah catatan medis dan catatan perawat. Pada tanggal
16 Maret 2015 didapatkan identitas pasien bernama Ny.S umur 62 tahun
beragama islam, berpendidikan SD, alamat Gagan, Sragen yang dirawat
diruang anggrek II kamar 7E dengan diagnosa medis stroke hemoragik
dengan hemiparesis. Yang bertanggung jawab kepada Ny.S adalah Tn. P
umur 65 tahun , pendidikan SD, beragama islam, pekerjaan petani dengan
alamat Gagan, Sragen.
38
39
B. Pengkajian
Pengkajian ini yang didapatkan data hasil keluhan utama adalah pasien
merasakan pusing berputar. Riwayat penyakit sekarang 2 hari yang lalu
pasien mengatakan pusing, anggota tubuh sebelah kiri lemah, bicara pelo,
kemudian dibawa ke IGD Rumah Sakit Dr.Moewardi pada tanggal 13 Maret
2015 jam 08.00 wib. Pada saai di IGD pasien diberikan infus Nacl 0,9% 20
tetes per menit. Hasil saat di IGD pasien mengeluh pusing, anggota tubuh
sebelah kiri lemah, bicara pelo, TD : 150/100mmHg, N: 86 x/menit, RR: 20
x/menit, Suhu : 36,2Ǒ c. Setelah 1 hari di IGD pasien dipindahkan keruang
Anggrek II kamar 7E pada tanggal 14 Maret 2015. Hasil pengkajian pada
tanggal 16 Maret 2015 pasien mengeluh pusing berputar, anggota tubuh
sebelah kiri susah digerakkan untuk aktivitas dibantu orang lain, bicara pelo,
punggung terasa panas dan gatal karena terlalu lama tidur dengan posisi
berbaring. Sebelum sakit pasien bisa beraktivitas ke sawah dengan baik
meskipun anggota tubuh kiri lemah, kekuatan otot baik.
Pada
pengkajian
riwayat
penyakit
dahulu
pasien
mengatakan
mempunyai penyakit hipertensi kurang lebih 1 tahun yang lalu, pasien juga
mengalami kesemutan pada anggota tubuh sebelah kiri sehingga pasien
melakukan fisioterapi di dekat rumah pasien, sedangkan riwayat kesehatan
keluarga pasien mengatakan keluarganya tidak mempunyai penyakit menular
seperti DM, hipertensi, dll dan riwayat kesehatan lingkungan pasien
mengatakan lingkungan rumahnya bersih, bebas dari polusi, tidak dekat
pabrik dan pasar ,rumah mempunyai ventilasi.
40
Adapun genogram keluarga :
Gambar 7 Genogram Keluarga
Keterangan:
Laki-laki meninggal
Perempuan meninggal
Laki - laki
Perempuan
Pasien
Fungsi kesehatan pola Gordon terdiri dari pola persepsi dan
pemeliharaan kesehatan, pola nutrisi dan metabolik, pola eliminasi, pola
aktivitas dan latihan, pola istirahat tidur, pola kognitif – perseptual, pola
persepsi konsep diri, pola hubungan peran, pola seksualitas reproduksi, pola
mekanisme koping, dan pola nilai dan keyakinan.
Hasil pengkajian pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien
mengatakan sehat itu penting, pasien menjaga kesehatan keluarganya dengan
cara selalu makan pagi dan tepat waktu makan, pasien suka makan makanan
41
yang asin. Saat ada keluarganya yang sakit selalu dibawa kepusat pelayanan
kesehatan seperti puskesmas, bidan dan rumah sakit.
Pola nutrisi dan metabolik sebelum sakit pasien makan 3x sehari
dengan nasi, sayur bayem, ikan asin, tempe, tahu dan minum air teh 1 porsi
habis tidak ada keluhan. Selama sakit pasien makan 3x sehari dengan bubur,
sayur, lauk pauk, dan minum air putih atau air teh ½ porsi habis tidak ada
keluhan.
Pengkajian pola eliminasi sebelum sakit pasien BAK 6 - 8x sehari
jumlah urin kurang lenih 50 cc kuning jernih, BAB 1 - 2x sehari secara
teratur konsistensi lunak warna kecoklatan berbau khas tidak ada keluhan.
Selama sakit pasien BAK 5 - 6x sehari jumlah urin kurang lebih 45 cc
kuning jernih, BAB 1x sehari konsistensi lunak warna kecoklatan berbau
khas tidak ada keluhan. Pasien BAK menggunakan pispot.
Pada pengkajian pola aktivitas dan latihan sebelum sakit kemampuan
perawatan diri pasien seperti makan atau minum, toileting, berpakaian,
mobilisasi ditempat tidur, berpindah dan ambulasi atau ROM dilakukan
secara mandiri dengan kode 0. Selama sakit kemampuan perawatan diri
pasien dalam makan atau minum, toileting, berpakaian, mobilisasi ditempat
tidur, berpindah dan ambulasi atau ROM tidak dapat dilakukan secara
mandiri tetapi aktivitas dibantu orang lain dengan kode 2.
Pengkajian istirahat tidur sebelum sakit pasien tidak pernah tidur siang,
6 - 8 jam tidur malam tidak ada penggunaan obat dan selama sakit pasien
42
tidur siang 1 - 2 jam, tidur malam kurang lebih 5 jam tidak ada penggunaan
obat tidur.
Pola kognitif dan perseptual sebelum sakit pasien berbicara lancar,
pendidikan SD, pasien tidak tahu tentang penyakit yang dialaminya, dapat
melihat dan bisa meerasakan teh manis dan selama sakit pasien dapat
berbicara lancar, bisa menjawab pertanyaan dari perawat, dapat melihat,
mengidentifikasi bau minyak kayu putih dan bisa merasakan teh manis.
Pada pengkajian pola persepsi dan konsep diri sebelum sakit harga diri
pasien mengatakan bahwa saya sudah melakukan yang terbaik dan saya
merasa bahagia berada di lingkungan orang-orang yang saya sayangi,
gambaran diri pasien mengatakan menerima kondisi anggota badannya, ideal
diri pasien mengatakan ingin menjadi ibu rumah tangga yang baik untuk
keluargnya, identitas diri pasien sebagai ibu rumah tangga dan peran diri
pasien mengatakan sebagai ibu untuk anak-anaknya. Selama sakit harga diri
pasien mengatakan dirinya bahagia dan merasa dihargai oleh orang lain
karena dijenguk tetangga saat dirumah sakit, ideal diri pasien mengatakan
bahwa kejadian ini saya tidak dapat melakukan tugas rumah dengan baik,
gambaran diri pasien saat dirawat dirumah sakit belum bisa menerima
kondisinya, tetapi saat ini pasien sudah dapat menerima kondisinya, peran diri
pasien selama dirumah sakit tidak bisa melakukan tugas dengan baik sebagai
ibu rumah tangga dan pergi petani kesawah dan identitas diri pasien sebagai
ibu rumah tangga.
43
Pola hubungan peran sebelum sakit hubungan pasien dengan keluarga
harmonis dan hubungan dengan masyarakat sekitar cukup baik. Selama sakit
hubungan pasien dengan keluarga harmonis dan hubungan dengan
masyarakat baik ditandai dengan dijenguk kerumah sakit.
Pada pola seksualitas reproduksi pasien mengatakan berjenis kelamin
perempuan, memiliki 1 suami dan 3 orang anak laki-laki 1 anak perempuan.
Pasien pernak KB kurang lebih 15 tahun yang lalu dengan KB suntik tetapi
saat ini pasien sudah tidak KB.
Pola mekanisme koping sebelum dan selama sakit pasien mengatakan
bahwa ketika ada masalah didalam keluarga dirinya selalu bercerita kepada
seluruh anggota keluarganya dan ketika mengambil keputusan dilakukan
secara musyawarah. Pola nilai dan keyakinan sebelum sakit pasien
mengatakan beragama islam, melakukan solat 5 waktu dengan tepat dan
selama sakit pasien mengatakan beragama islam, tidak bisa melakukan solat 5
waktu.
Pemeriksaan fisik pada Ny. S keadaan atau penampilan pasien tampak
baik, kesadaran composmentis , TD : 160/100mmHg, N: 84 x/menit, RR: 24
x/menit, S: 36,5Ǒ c. Bentuk kepala mesocephal, kulit kepala bersih, rambut
bersih, hitam , dan tidak ada ketombe. Pada muka palbebra tidak ada oedema,
konjungtiva pink, sclera putih, pupil isokor, diameter kanan kiri kurang lebih
2 mm, reflek terhadap cahaya positif,tidak dapat menggunakan alat bantu
penglihatan. Bentuk hidung kanan kiri simetris, tidak ada sekret pada hidung,
tidak ada cuping hidung, pada mulut bibir simetris, tidak ada sianosis pada
44
bibir, tidak ada gangguan pengecapan, tidak ada stomatitis, gigi kelihatan
bersih, tidak ada karies gigi, telinga bersih kanan kiri simetris, tidak ada
serumen, tidak ada gangguan pendengaran dan leher tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid dan tidak ada kaku kuduk.
Pada pemeriksaan dada, didapatkan hasil paru inspeksi bentuk dada
kanan kiri sama dan simetris, palapasi vocal premitus kanan kiri sama,
perkusi : terdapat suara sonor, auskultasi : tidak ada bunyi tambahan atau
vesikuler. Jantung inspeksi ictus cordis tidak tampak, palpasi ictus cordis
teraba di ICS V kiri teraba kuat, perkusi suara pekak ,auskultasi bunyi jantung
I, II murni, tidak ada bunyi tambahan. Pada abdomen inspeksi tidak ada jejas,
terdapat umbilikus, auskultasi bising usus 12x/menit, palpasi tidak ada nyeri
tekan pada abdomen, perkusi suara tympani. Genetalia tidak terpasang DC
rektum tidak ada luka dan tidak ada hemoroid. Pemeriksaan ekstremitas atas
kekuatan otot kanan 5 kiri 2 ROM kanan kiri aktif, capilary refille kanan kiri
kurang dari 2 detik, tidak ada deformitas, akral teraba hangat, tidak ada
oedema, pada ekstremitas bawah kekuatan otot kanan 5 kiri 2 ROM kanan
kiri aktif, capilary refille kanan kiri kurang dari 2 detik, tidak ada deformitas,
akral teraba hangat, tidak ada oedema. Integrumen kulit tampak kemerahan
dibagian punggung dan sakrum, tampak lembab, dan skor skala Braden 14
(resiko sedang).
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 13 Maret 2015 di IGD
jam 12.26 wib menunjukkan hemoglobin 13,1 g/dl, hematokrit 3,9 %, leukosit
7,0 ribu/ul, trombosit 207 ribu/ul, eritrosit 4,68 juta/ul, MCV 83,5/um, MCH
45
27,9 pg, MCHC 33,5 g/dl, RDW 13,6 %, granulosit 73,90 %, limfosit 19,30
%, mono, eos, baso 6,80 %, PT 12,8 detik, APTT 20,5 detik, NR 1,020 , GDS
97 mg/dl, kreatine 0,5 mg/dl, ureum 29 mg/dl. Pada tanggal 14 Maret 2015
didapatkan hasil protein total 6,2 g/dl, albumin 3,4 g/dl, globulin 2,8 g/dl,
kreatine 0,6 mg/dl, ureum 24 mg/dl, asam urat 5,3 mg/dl, cholestrol total 167
mg/dl, cholestrol LDL 114 mg/dl, cholestrol HDL 39 mg/dl, trigliserida 57
mg/dl, natrium darah 138 mmol/ul, dan kalium darah 33 mmol/ul.
Pemeriksaan CT-Scan kepala tanpa kontras pada tanggal 13 Maret 2015
didapatkan hasil ICH basal ganglia kanan, sedangkan foto thorax AP
didapatkan hasil cardiomegaly, aortosclerosis. Program terapi pasien pada
tanggal 16 -18 Maret 2015 yaitu ranitidine 25ml/12 jam obat untuk saluran
cerna, manitol 125mg/12 jam untuk menurunkan TIK (Tekanan Intra
Kranial), KSR 600mg/12jam obat dan pencegahan hipokalemia, paracetamol
500mg/12jam untuk meringankan sakit kepala, simvastatin 10mg/24jam obat
kardiovaskuler, acetazolamide 250mg/12jam obat untuk glaukoma, epilepsi,
dan oedema yang disebabkan oleh obat- obatan, dan B12/12jam obat untuk
mencegah kekurangan vitamin.
C. Diagnosa Keperawatan
Analisa data pada tanggal 16 Maret 2015 jam 10.10 wib didapatkan
subjektif pasien mengatakan kepala terasa pusing berputar, data objektif TD :
160/100mmHg, hasil CT-Scan : ICH basal ganglia kanan. Berdasarkan
46
pengkajian tersebut dapat dihasilkan diagnosa keperawatan ketidakefektifan
perfusi jaringan otak berhubungan dengan hemoragik serebral.
Analisa data pada tanggal 16 Maret 2015 jam 10.20 wib didapatkan
subjektif sebelum sakit : pasien bisa beraktivitas kesawah dengan baik
meskipun anggota tubuh sebelah kiri lemah, kekuatan otot baik selama sakit :
pasien mengatakan anggota tubuh sebelah kiri susah digerakkan dan dara
objektif aktivitas pasien dibantu orang lain kode 2, kekuatan otot ekstremitas
atas kanan 5 kiri 2 dan ekstremitas bawah kanan 5 kiri 2, pasien mengalami
hemiparesis sisnistra sehingga ditemukan diagnosa keperawatan hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
Analisa data pada tanggal 16 Maret 2015 jam 10.30 wib didapatkan
subjektif pasien mengatakan punggung terasa panas dan gatal dan data
objektif kulit kemerahan pada sakrum dan punggung, kulit lembab, nilai skor
skala Braden 14 yaitu resiko sedang, maka dapat ditemukan diagonosa
keperawatan resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas
fisik.
D. Perencanaan Keperawatan
Berdasarkan hasil diagnosa keperawatan menulis menentukan rencana
keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
hemoragik serebral dengan tujuan dan kriteri hasil, setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam perfusi jaringan otak teratasi dengan kriteria
hasil : tidak ada peningkatan TIK, tekanan darah batas normal (sistolik 100 –
47
140 mmHg , diastolik < 85 mmHg), tidak ada hipotensi ortofik dan pupil
isokor atau normal. Dengan intervensi observasi vital sign (Tekanan Darah,
Heart Rate, Respiratory Rate, Suhu) setiap 6 jam rasional untuk mengetahui
keadaan umum pasien, observasi status kesadaran dan pupil rasional untuk
mengetahui tingkat kesadaran dan pupil, observasi peningkatan TIK (Tekanan
darah meningkat, merasa pusing, GCS) rasional untuk mengetahui kerusakan
tanda dan gejala neurologis, berikan posisi kepala dengan sudut 30Ǒ rasional
untuk mencegah peningkatan TIK, dan laksanakan terapi pemberian B12
1ml/12 jam sesuai advice dokter.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
dengan tujuan dan kriteria hasil, setelah dilakukan tindakan keperawtan
selama 3 x 24 jam hambatan mobiltas fisik teratasi dengan kriteria hasil :
kekuatan otot 2 menjadi 3 (pergerakan aktif hanya melawan gravitasi dan
tidak melawan tahanan), aktivitas pasien terpenuhi (aktivitas dibantu dengan
alat), tidak ada perubahan bentuk tulang dan pasien dapat mengubah posisi
secara mandiri. Dengan intervensi observasi mobiltas fisik pasien setipa 2
jam rasional untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan otot dan memberi
informasi pemulihan, observasi daerah yang tertekan (warna, oedema, tanda
lain) rasional jaringan oedema lebih mudah mengalami trauma dan
penyembuhan lambat, ubah posisi pasien setiap 2 jam sekali (telentang,
miring kanan, miring kiri) rasional untuk menurunkan resiko terjadinya
trauma, tempatkan bantal dibawah axiila untuk melakukan abduksi tangan
rasional untuk mencegah adduksi pada bahu dan fleksi siku, ajarkan ROM
48
pasif pada pasien rasional unutk mencegah kontraktur dan meningkatkan
sirkulasi, anjurkan pasien untuk melakukan ROM aktif rasional untuk melatih
kekuatan otot yang mengalami hemiparesis dan konsultasikan dengan ahli
fisioterapi secara aktif rasional untuk mempercepat persembuhan pasien.
Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik
dengan tujuan dan kriteria hasil, setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24
jam tidak terjadi luka tekan denagn kriteria hasil : tidak terjadi luka tekan
pada kulit, tidak ada kemerahan pada sakrum dan punggung, kulit teraba
hangat, turgor kulit normal dan skor skala Braden 15 – 18 (resiko ringan).
Dengan intervensi kaji adanya faktor yang dapat menyebabkan kerusakan
kulit (ketidakmampuan untuk bergerak) rasional untuk mengetahui penyebab
terjadniya luka tekan pada kulit, observasi faktor resiko terjadinya kerusakan
integritas dengan skala Braden setiap 1 hari rasional untuk mengetahui resiko
luka tekan pada kulit dengan skala Braden, observasi kulit pada daerah yang
terjadi luka tekan (suhu, warna , kelembaban) rasional untuk mengetahui
terjadinya kerusakan integritas pada daerah yang tertekan, pertahankan
tempat tidur bersih dan kering rasional agar tidak terjadi luka tekan, ubah
posisi alih baring setiap 2 jam sekali (telentang, miring kanan , miring kiri)
rasional agar tidak terjadi luka tekan pada area yang beresiko, anjurkan
keluarga untuk mengganti pakaian pasien saat lembab rasional untuk
mencegah kelembaban dan kolaborasi pemberian obat dengan advice dokter
rasional untuk mencegah infeksi.
49
E. Implementasi Keperawatan
Pada tanggal 16 Maret 2015 jam 10.35 wib mengobservasi vital sign
(Tekanan Darah, Nadi, Respiratory Rate, Suhu) dengan respon subjektif
pasien mengatakan bersedia diperiksa perawat , respom objektif TD:
160/100mmHg, N: 84 x/mnt, RR: 24 x/mnt, Suhu: 36,5Ǒ c. Jam 10.40 wib
mengobservasi status kesadaran dan pupil dengan respon subjektif tidak
terkaji, respon objektif pasien composmentis, pupil isokor. Pada jam 10.45
wib mengobservasi peningkatn TIK (Tekanan darah meningkat, merasa
pusing dan GCS) respon subjektif pasien mengatakan pusing berputar respon
objektif TD 160/100mmHg.
Selanjutnya jam 10.50 wib mengobservasi mobilitas fisik setiap 2 jam
respon subjektif pasien mengatakan anggota tubuh sebelah kiri susah
digerakkan respon objektif kekuatan otot ekstremitas kanan atas 5 kiri 2 dan
ektremitas bawah kanan 5 kiri 2, hemiparesis sinistra, aktivitas dibantu orang
lain. Jam 10.55 wib mengubah posisi alih baring setiap 2 jam sekali
(telentang, miring kanan miring kiri) respon subjektif pasien mengatakan
bersedia dilakukan alih baring respon objektif pasien tampak miring kanan.
Pada jam 11.00 wib mengobservasi faktor resiko terjadinya kerusakan
integritas dengan skala Braden setiap 1 hari respon subjektif pasien
mengtakan punggung terasa panas dan gatal respon objektif kulit kemerahan
pada sakrum dan punggung, skor skala Braden 14 (resiko sedang).
Pada jam 11.05 wib mengobservasi kulit pada daerah yang terjadi luka
tekan (warna, suhu, kelembaban) respon subjektif tidak terkaji respon objektif
50
kulit kemerhan pada sakrum dan punggung, kulit teraba hangat, lembab. Jam
11.50 wib menganjurkan pasien untuk melakukan ROM aktif pada pasien
respon subjektif pasien kooperatif respon objektif pasien tampak mengangkat
tangan kiri dengan bantuan tangan kanan yang tidak sakit. Selanjutnya jam
12.00 wib mengkolaborasikan pemberian obat dengan advice dokter (KSR,
Paracetamol, Acetazolamide) respon subjektif
pasien mau minum obat
respon objektif obat diminum semua.
Jam 12.30 wib menganjurkan keluarga untuk mengganti pakaian saat
lembab respon subjektif tidak terkaji respon objektif keluarga tampak
mengerti yang dianjurkan perawat. Selanjutnya jam 12.55 wib mengubah
posisi alih baring setiap 2 jam sekali (telentang, miring kanan, miring kiri)
respon subjektif pasien mengatakan bersedia dilakukan alih baring respon
objektif pasien tampak posisi telentang.
Pada tanggal 17 Maret 2015 jam 08.20 wib mengobsservasi vital sign
(Tekanan Darah, Heart Rate, Respiratory Rate, Suhu) respon subjektif pasien
mengatakan bersedia diperiksa perawat respon objektif TD : 150/100 mmHg,
N:82 x/mnt, RR:22x/mnt, Suhu 36,8Ǒ c. Jam 08.30 wib mengobservasi
peningkatan TIK (Tekanan darah meningkat , merasa pusing , GCS) respon
subjektif
pasien mengatakan pusing berputar respon objektif TD :
150/100mmHg. Selanjutnya jam 08.40 wib mengobservasi mobilitas fisik
pasien setiap 2 jam respon subjektif pasien mengatakan anggota tubuh
sebelah kiri susah digerakkan respon objektif kekuatan otot ektremitas atas
51
kanan 5 kiri 2 ektremitas bawah kanan 5 kiri 2, hemiparesis sisnistra, aktivitas
dibantu orang lain.
Jam 08.50 wib mengajarkan ROM pasif pada pasien respon subjektif
pasien mengatakan mau diajarkan ROM respon objektif tangan kanan bisa
digerakkan , tangan kiri susah digerakkan dengan bantuan orang lain, kaki
kanan bisa digerakkan , kaki kiri susah digerakkan dengan dibantu orang lain.
Selanjutnya jam 09.00 wib mengubah posisi alih baring setiap 2 jam sekali
respon subjektif pasien mengatakan bersedia dilakukan alih baring respon
objektif pasien tampak posisi miring kiri. Pada jam 09.30 wib
mengkolaborasikan dengan ahli fisioterapi respon subjektif tidak terkaji
respon objektif pasien tampak difisioterapi dengan ahli fisioterapi.
Jam 09.50 wib mnegobservasi faktor resiko terjadinya kerusakan
integritas kulit dengan skala Braden setiap 1 hari respon subjektif tidak terkaji
respon objektif kulit kemerhan pada daerah sakrum dan punggung, skala
braden 14 (resiko sedang). Jam 10.35 wib mengobservasi kulit pada daerah
yang terjadi luka tekan (warna, suhu, kelembaban) respon subjektif pasien
mengatakan punggung terasa panas dan gatal respon objektif sakrum dan
punggung tampak kemerahan, kulit teraba hangat, lembab. Selanjutnya 11.00
wib mengubah posisi alih baring setiap 2 jam sekali (telentang , miring kanan
, miring kiri)respon subjektif pasien mengatakan bersedia dilakukan alih
baring respon objektif pasien tampak posisi telentang.
Pada jam 11.10 wib memberikan posisi kepala dengan sudut 30 Ǒ respon
subjektif pasien kooperatif respon objektif pasien tampak meninggikan
52
kepalanya dengan posisi sudut 30Ǒ. Jam 11.30 wib mengkolaborasikan
pemberian obat dengan advice dokter (B12 , Ranitidine , Manitol) respon
subjektif pasien memngatakan mau disuntik respon objektif obat injeksi
masuk
lewat
selang
Intravena
secara
perlahan.
Jam
11.50
wib
mengkolaborasikan pemberian obat dengan advice dokter (KSR, Paracetamol,
Acetazolamide) respon subjektif pasien mengatakan obat mau diminum
respon objektif obat oral diminum. Terakhir jam 13.00 wib mengubah posisi
alih baring setiap 2 jam sekali (telentang, miring kanan, miring kiri) respon
subjektif pasien mengatakan bersedia dilakukan alih baring respon objektif
pasien tampak posisi miring kanan.
Pada tanggal 18 Maret 2015 jam 08.30 wib mengobservasi vital sign
(Tekanan Darah, Nadi, Respiratory Rate, Suhu) respon subjektif pasien
mengatakan mau diperiksa perawat respon objektif TD : 150/100mmHg, N:
84 x/mnt, RR : 20 x/mnt, Suhu : 36,8Ǒ c. Jam 08.40 wib mengobservasi status
kesadaran dan pupil respon subjektif tidak terkaji respon objektif pasien
composmentis , pupil isokor. Jam 08.50 wib mengubah posisi alih baring
setiap 2 jam sekali (telentang, miring kanan, miring kiri) respon subjektif
pasien mengatakan mau dilakukan alih baring respon objektif pasien tampak
posisi miring kanan. Pada jam 09.00 wib mengobservasi peningktan TIK
(Tekanan darah meningkat, merasa pusing, GCS) respon subjektif
mengatakan masih pusing berputar respon objektif TD : 150/100mmHg.
Jam 09.15 wib mengkolaborasikan dengan ahli fisioterapi respon
subjektif pasien kooperatif respon objektif pasien tampak difisioterapi dengan
53
ahli fisioterapi. Pada jam 09.30 wib mengobservasi faktor resiko terjadinya
kerusakan integritas dengan skala braden setiap 1 hari respon subjektif pasien
mengatakan punggung sudah tidak terasa panas dan gatal respon objektif kulit
kemerahan pada sakrum dan punggung, kulit terasa hangat, lembab, skor
skala Braden 14 (resiko sedang). Selanjutnya 09.45 wib mengobservasi kulit
pada daerah yang terjadi luka tekan (warna, suhu, kelembaban) respon
subjektif tidak terkaji respon objektif sakrum dan punggung kemerahan , kulit
terasa hangat, lembab.
Pada jam 10.00 wib mengobservasi mobilitas fisik setiap 2 jam respon
subjektif pasien mengatakan anggota tubuh sebelah kiri sudah bisa
digerakkan sedikit demi sedikit respon objektif kekuatan otot ektremits ata
kanan 5 kiri 3, ektremitas bawah kanan 5 kiri 3, hemiparesis sinisntra,
aktivitas dibantu orang lain. Jam 10.30 wib menganjurkan pasien untuk
melakukan ROM aktif respon subjektif pasien kooperatif respon objektif
pasien tampak mengangkat tangan kiri dengan tangan kanannya. Selanjutnya
10.50 wib mengubah posisi alih baring setiap 2 jam sekali (telentang, miring
kanan, miring kiri) respon subjektif pasien mengatakan mau dilakukan alih
baring respon objektif pasien tampak posisi miring kiri.
Jam 11.10 wib menganjurkan keluarga untuk mengganti pakaian pasien
saat lembab respon subjektif tidak terkaji respon objektif pasien tampak
diganti pakaiannya. Selanjutnya jam 11.40 wib mengkolaborasikan
pemberian obat dengan advice dokter (B12, Ranitidine, Manitol) respon
subjektif pasien mengatakan mau disuntik respon objektif obat injeksi masuk
54
lewat
selang
Intravena
secara
perlahan.
Pada
jam
12.20
wib
mengkolaborasikan pemberian obat dengan advice dokter (KSR, Paracetamol,
Acetazolamide) respon subjektif pasien mengatakan obat diminum respon
objektif obat diminum. Terakhir jam 12.50 wib mengubah posisi alih baring
setiap 2 jam sekali (telentang, miring kanan, miring kiri) respon subjektif
pasien mengatakan mau dilakukan alih baring respon objektif pasien tampak
posisi telentang.
F. Evaluasi keperawatan
Setelah dilakukan perencanaan keperawatan dan tindakan keperawatan,
evaluasi hasil dari masalah keperawatan pertama pada hari senin 16 Maret
2015 diagnosa pertama jam13.50 wib adalah Subjektif : pasien mengatakan
pusing berputar. Objektif : TD : 160/100mmHg, hasil CT-Scan : ICH basal
ganglia kanan. Analisa : masalah perfusi jaringan otak belum teratasi.
Planning : lanjutkan intervensi : observasi vital sign (Tekanan Darah, Nadi,
Respiratory Rate, Suhu), observasi peningkatan TIK (Tekanan darah
meningkat, merasa pusing ,GCS), laksanakan terapi pemberian B12 1 ml/ 12
jam. Diagnosa kedua pada jam 13.55 wib Subjektif : pasien mengatakan
anggota tubuh sebelah kiri susah digerakkan. Objektif : aktivitas dibantu
orang lain, kekuatan otot ektremitas atas kanan 5 kiri 2 , ektremitas bawah
kanan 5 kiri 2, hemiparesis sinistra. Analisa : masalah hambatan mobilitas
fisik belum teratasi. Planning : observasi mobilitas fisik pasien setiap 2 jam,
ubah posisi alih baring setiap 2 jam sekali, ajarkan ROM pasif pada pasien,
55
kolaborasi dengan ahli fisioterapi. Diagnosa ketiga pada jam 14.00 wib
Subjektif : pasien mengatakan punggung terasa panas dan gatal. Obejktif :
kulit kemerahan pada sakrum dan punggung, skala Braden 14 (resiko
sedang). Analisa : masalah resiko kerusakan integritas kulit belum teratasi.
Planning : observasi faktor resiko terjadinya kerusakan integritas dengan
skala Braden, observasi kulit pada daerah yang terjadi luka tekan (warna,
suhu, kelembaban), ubah posisi alih baring setiap 2 jam sekali, anjurkan
keluarga untuk mengganti pakaian pasien saat lembab, kolaborasi denagn
advice dokter.
Evaluasi pada hari selasa 17 Maret 2015 diagnosa pertama jam 13.55
wib adalah Subjektif : pasien mengatakan pusing berputar. Objektif : TD :
150/100mmHg, hasil CT-Scan : ICH basal ganglia kanan. Analisa : masalah
perfusi jaringan otak belum teratasi. Planning : lanjutkan intervensi :
observasi vital sign (Tekanan darah, Nadi, Respiratory Rate, Suhu), observasi
peningkatan TIK (Tekanan darah meningkat, merasa pusing ,GCS),
laksanakan terapi pemberian B12 1ml/ 12 jam sesuai advice dokter. Diagnosa
kedua jam 14.00 wib Subjektif : pasien mengatakan anggota tubuh sebelah
kiri susah digerakkan. Objektif : aktivitas dibantu orang lain, kekuatan otot
ektremitas atas kanan 5 kiri 2 , ektremitas bawah kanan 5 kiri 2, hemiparesis
sinistra. Analisa : masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi. Planning :
observasi mobilitas fisik pasien setiap 2 jam, ubah posisi alih baring setiap 2
jam sekali, ajarkan ROM pasif pada pasien, kolaborasi dengan ahli
fisioterapi. Diagnosa ketiga pada jam 14.05 wib Subjektif : pasien
56
mengatakan punggung terasa panas dan gatal. Objektif : kulit kemerahan pada
sakrum dan punggung, skala Braden 14 (resiko sedang). Analisa : masalah
resiko kerusakan integritas kulit belum teratasi. Planning : observasi faktor
resiko terjadinya kerusakan integritas dengan skala Braden, observasi kulit
pada daerah yang terjadi luka tekan (warna, suhu, kelembaban), ubah posisi
alih baring setiap 2 jam sekali, anjurkan keluarga untuk mengganti pakaian
pasien saat lembab, kolaborasi denagn advice dokter.
Evaluasi pada tanggal 18 Maret 2015 diagnosa pertama jam 13.50 wib
adalah Subjektif : pasien mengatakan pusing . Objektif : TD : 150/100mmHg,
hasil CT-Scan : ICH basal ganglia kanan. Analisa : masalah perfusi jaringan
otak belum teratasi. Planning : lanjutkan intervensi : observasi vital sign
(Tekanan darah, Nadi, Respiratory Rate, Suhu ), observasi peningkatan TIK
(Tekanan darah meningkat, merasa pusing ,GCS ), laksanakan terapi
pemberian
obat
(B12
1ml/12jam,
Ranitidine
25ml/12jam,
Manitol
125mg/6jam, KSR 600mg/12jam, Paracetamol 500mg/12jam, Acetazolamide
250mg/12jam) sesuai advice dokter. Diagnosa kedua jam 14.00 wib Subjektif
: pasien mengatakan anggota tubuh sebelah kiri sudah bisa digerakkan sedikit
demi sedikit. Objektif : aktivitas dibantu orang lain, kekuatan otot ektremitas
atas kanan 5 kiri 3, ektremitas bawah kanan 5 kiri 3, hemiparesis sinistra.
Analisa : masalah hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian. Planning :
observasi mobilitas fisik pasien setiap 2 jam, ubah posisi alih baring setiap 2
jam sekali, ajarkan ROM pasif pada pasien, kolaborasi dengan ahli
fisioterapi. . Diagnosa ketiga pada jam 14.05 wib Subjektif : pasien
57
mengatakan punggung sudah tidak terasa panas dan gatal. Obejktif : kulit
kemerahan pada sakrum dan punggung, skala braden 14 ( resiko sedang ).
Analisa : masalah resiko kerusakan integritas kulit teratasi sebagian .
Planning : observasi faktor resiko terjadinya kerusakan integritas dengan
skala Braden, observasi kulit pada daerah yang terjadi luka tekan (warna,
suhu, kelembaban), ubah posisi alih baring setiap 2 jam sekali, anjurkan
keluarga untuk mengganti pakaian pasien saat lembab, kolaborasi denagn
advice dokter
BAB V
PEMBAHASAN
Pada BAB ini penulis akan membahas tentang “Pemberian Alih Baring
Terhadap Kejadian Dekubitus” pada Asuhan Keperawatan Ny.S dengan Stroke
Hemoragik Dengan Hemiparesis di Ruang Anggrek II Rumah Sakit Dr. Moewardi
Surakarta.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal proses keperawatan yang sistematis
dalam pengumpulan data berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (Wahid & Suprapto, 2012).
Hasil pengkajian yang dilakukan secara observasi dan wawancara, dari
pasien mengatakan kepala terasa pusing berputar, pada saat dilakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil TD : 160/100mmHg, N:
84x/menit, RR : 24x/menit, S : 36,5Ǒ C, kemudian hasil CT-Scan : ICH basal
ganglia kanan.
Hal tersebut sesuai dengan teori Ratna (2011) serangan stroke dapat
menyerang apa saja terutama penderita penyakit- penyakit kronis, seperti
tekanan darah tinggi, kencing manis, jantung, kadar kolestrol tinggi,
trigleserida tinggi, pengerasan pembuluh tinggi, penyempitan pembuluh
darah, penebalan pembuluh darah, obesitas, dan lain-lain. Akan tetapi, pada
umumnya stroke rentan terjadi pada penderita tekanan darah tinggi. Stroke
berkaitan dengan tekanan darah tinggi yang mempengaruhi munculnya
58
59
kerusakan dinding pembuluh sehingga dinding pembuluh darah tidak merata.
Akibatnya, zat-zat yang terlarut seperti kolestrol, kalsium dan lain sebagainya
akan mengendap pada dinding pembuluh yang dikenal dengan istilah
penyempitan pembuluh darah.
Bila penyempitan pembuluh darah terjadi dalam waktu lama, akan
mengakibatkan suplai darah ke otak berkurang, bahkan terhenti yang
selanjutnya menimbulkan stroke. Penyebab stroke ada 3 yaitu faktor resiko
medis (migrain, tekanan darah tinggi, diabetes, aterosklerosis), faktor resiko
perilaku (kurang olahraga, stress, makanan tidak sehat), dan faktor lain
(trombosis serebral, emboli serebral, perdarahan intraserebral). Perdarahan
intraserebral yaitu pembuluh darah otak bisa pecah, terjadi karena
asteosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak akan
menyebabkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan akibatnya otak akan bengkak, jaringan otak internal tertekan
sehingga menyebabkan infark otak, edema dan mungkin terjadi herniasi otak
(Ratna, 2011)
Hal sesuai dengan teori Herlambang (2013) tekanan darah tinggi yang
terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan kerja jantung bekerja lebih
keras, dalam kondisi ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah
jantung, otak dan mata. Stroke karena pecahnya pembuluh darah sehingga
aliran darah terhambat yang normal dan darah rembes ke dalam otak dan
merusaknya (Ratna, 2011).
60
Stroke hemoragik juga terjadi karena tekanan darah tinggi. Pecahnya
pembuluh darah mengakibatkan darah menggenangi jaringan otak disekitar
pembuluh darah yang terjadi suplai darah terganggu. Karena suplai darah
terganggu, fungsi dari otak juga menurun. Penyebab stroke hemoragik adanya
pemyumbatan dinding pembuluh darah yang rapuh, pada umumnya terjadi
pada usia lanjut karena faktor keturunan, tetapi kerapuhan tersebut terjadi
karena mengerasnya dinding pembuluh darah akibat plak yang disebut
arteriosklerosis. Keadaan ini terjadi apabila terdapat gejala hipertensi dalam
teori Farida dan Amalia (2009).
Pola aktivitas dan latihan, selama sakit aktivitas pasien dibantu orang
lain seperti makan/minum, toileting, berpakaian, berpindah, mobilitas
ditempat tidur dan ambulasi (ROM), nilai aktivitas 2. Pemeriksaan ektremitas
atas dan bawah kanan baik , ektremitas atas dan bawah kiri lemah.
Hal tersebut sesuai dengan teori Susilo & Wulandari (2010) yang
menyebutkan hipertensi yang tidak terkontrol dapat stroke yang menjurus
pada kerusakan otak atau saraf, stroke biasanya disebabkan oleh suatu
gumpalan darah (thrombosis) dari pembuluh – pembuluh darah yang
mensuplai darah ke otak, stroke dapat menyebabkan kelemahan, kelumpuhan
tangan dan kaki, kesulitan bicara dan kondisi mata tidak normal.
Hal tersebut sesuai dengan teori Farida
& Amalia (2009), yang
menyebutkan bahwa salah satu gejala stroke adalah mati rasa yang mendadak
diwajah, lengan, atau kaki, dan terutama hanya terasa disalah satu sisi saja,
kiri atau kanan sehingga dapat mempengaruhi aktivitas sehari hari. Stroke
61
mempunyai gejala neurologis yang bergantung pada arah kerusakan, salah
satunya arteri yang potensial mengalami kerusakan adalah arteri serebral
media, apabila seluruh arteri tersumbat bisa terjadi hemiparalisis dan
hemihipestesia kontralateral (Irfan, 2012).
Pada pemeriksaan fisik pada daerah integrumen dengan teknik inspeksi
didapatkan hasil punggung dan sakrum kemerahan, kulit teraba hangat dan
keras. Faktor untuk mengetahui resiko luka tekan yaitu pertama faktor
persepsi sensori 1 (keterbatasan penuh), 2 (sangat terbatas), 3 (keterbatasan
ringan), 4 (tidak ada gangguan). Kedua kelembaban 1 (selalu lembab), 2
(umumnya lembab), 3 (kadang-kadang lembab), 4 (jarang lembab). Ketiga
karena aktivitas 1 (total di tempat tidur), 2 (dapat duduk), 3 (berjalan kadangkadang). Keempat mobilitas 1 (tidak dapat bergerak sama sekali), 2 (sangat
terbatas), 3 (tidak ada masalah), 4 (tanpa keterbatasan). Kelima yaitu karena
nutrisi 1 (sangat buruk), 2 (kurang mencukupi), 3 (mencukupi), 4 (sangat
baik). Keenam yaitu karena pergesekan dan pergerakan 1 (bermasalah), 2
(potensial bermasalah), 3 (keterbatasan ringan) (Suradi, 2004). Pada Ny.S
saat di kaji pada persepsi sensori dengan nilai 4 (tidak ada gangguan), faktor
kelembaban nilai 2 (umumnya lembab), faktor aktivitas nilai 1 (total ditempat
tidur), faktor mobilitas nilai 2 (sangat terbatas) , faktor nutrisi nilai 3
(mencukupi), dan faktor pergesekan dan pergeseran nilai 2 (potensial
bermasalah), sehingga total skor skala Braden 14 (resiko sedang terjadi luka
tekan). Hal sesuai dengan teori Ratna (2011) stroke yang berbaring terlalu
62
lama dapat menimbulkan maslah emosional dan fisik, diantaranya terjadi luka
tekan.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis dari respon individu,
keluarga, dan masyarakat akibat masalah kesehatannya yanga actual maupun
yang potensial / resiko (Wahid & Suprapto, 2012).
Menentukan prioritas masalah keperawatan adalah suatu tindakan untuk
memprioritaskan masalah agar diatasi terlebih dahulu, dengan menggunakan
skala prioritas Hierarki Maslow pada Ny.S yaitu (kebutuhan fisiologis,
kebutuhan rasa aman, kebutuhan rasa cinta memiliki dan dimiliki, kebutuhan
harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri) karena memahami kebutuhan
Maslow, diperoleh persepsi yang sama bahwa untuk beralih ketingkat
kebutuhan yang lebih tinggi, kebutuhan yang bawah harus terpenuhi terlebih
dahulu, artinya
suatu jenjeng kebutuhan yang “ lebih penting “ harus
terpenuhi sebelum kebutuhan lainnya terpenuhi (Mubarak & Chayatin, 2008).
Berdasarkan cara penentuan prioritas diagnosa keperawatan diatas pada
kasus Ny.S adalah ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
hemoragik serebral, hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot, dan resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
imobilitas fisik.
Dari pengkajian pada Ny.S didapatkan hasil diagnosa pertama:
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragik
63
serebral, karena pada waktu pengkajian didapatkan data subyektif pasien
mengatakan pusing berputar dan data obyektif terdapat pemeriksaan tandatanda vital TD : 160/100 mmHg, N : 84 x/menit, RR : 24 x/menit, S : 36,5Ǒ c,
pasien bicara pelo, dan hasil CT-Scan : ICH basal ganglia kanan.
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah berisiko mengalami
penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat mengganggu kesehatan.
Ditandai denagn batasan karakteristik antara lain : hipertensi, ateroklerosis
aerotik, trauma kepala, peningkatan TIK (Heather, 2012).Etiologi dari
problem (masalah keperawatan) ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
adalah hemoragik serebral (Heather, 2012). Pasien stroke hemoragik bisa
menyebabkan ketidakefektifan perfusi jaringan otak karena hilangnya darah,
terjadinya infeksi, hipertensi dan bisa terjadi peningkatan TIK (Irfan, 2012).
Diagnosa kedua yang ditemukan adalah hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, karena saat dilakukan
pengkajian didapatkan data subyektif sebelum sakit pasien bisa beraktivitas
kesawah dengan baik meskipun anggota tubuh sebelah kiri lemah, kekuatan
otot baik, selama sakit pasien mengatakan anggota tubuh sebelah kiri susah
digerakkan. Data obyektif didapatkan hasil aktivitas pasien dibantu orang lain
(Kode 2), kekuatan otot ektremitas atas kanan 5 kiri 2, kekuatan otot
ektremitas bawah kanan 5 kiri 2, dan pasien mengalami hemiparesis sinistra.
Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik
tubuh satu atau lebih ektremitas secara mandiri dan terarah. Ditandai dengan
batasan karakteristik : penurunan waktu reaksi, kesulitan membolak - balik
64
posisi, keterbatasan kemampuan melakukan ketrampilan motorik halus,
keterbatasan kemampuan melakukan ketrampilan motorik kasar, keterbatasan
rentan pergerakan sendi, pergerakan tidak koordinasi (Heather, 2012).
Etiologi dari problem (masalah keperawatan) hambatan mobilitas fisik adalah
penurunan kekuatan otot (Heather, 2012). Penurunan kekuatan otot ditandai
dengan
kesuliatn
membolak-
balik
posisi,
keterbatasan
melakukan
ketrampilan motorik halus & kasar, keterbatasan rentan pergerakan sendi bisa
menyebabkan hambatan mobiltas fisik (Heather, 2012).
Diagnosa ketiga yang ditemukan adalah resiko kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan imobilitas fisik, karena saat dilakukan pengkajian
subjektif pasien mengatakan punggung terasa panas dan gatal. Data objektif
kulit kemerahan pada sakrum dan punggung, kulit lembab, nilai skor skala
Braden 14 yaitu resiko sedang.
Resiko kerusakan integritas kulit adalah berisiko mengalami perubahan
kulit yang buruk. Ditandai dengan batasan karakteristik : kerusakan lapisan
kulit, gangguan permukaan dan invasi / gangguan struktur kulit (Heather,
2012). Etiologi dari problem (masalah keperawatan) resiko kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik (Heather, 2012).
Imobilitas fisik bisa menyebabkan resiko kerusakan integritas kulit karena
kerusakan lapisan kulit, gangguan permukaan kulit dan gangguan struktur
kulit (Heather, 2012).
65
Menurut teori Wilkinson (2007) diagnosa tersebut meliputi :
1) Ketidakefektifan
perfusi
jaringan
serebral
berhubungan
dengan
perdarahan intraserebral, ganggaun oklusi, vasospasme serebral, dan
edema serebral
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neurovskuler,
kelemahan dan flaksid, dan kerusakan perseptual / kognitif, penurunan
kekuatan otot
3) Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparesis/ hemiplegia
4) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan
batuk aktif sekunder gangguan kesadaran
5) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik
Berdasarkan
kasus
yang
dikelola,
maka
perumusan
diagnosa
keperawatan tidak muncul sesuai dengan diagnosa keperawatan secara teori
pada asuhan keperawatan pasien stroke. Hal ini terjadi, karena penulis
menegakkan diagnosa keperawatan sesuai dengah hasil pengkajian, observasi
dan keadaan pasien yang telah dilakukan selama 3 hari pengelolaan kasus.
Selain keterbatasan waktu pengelolaan tersebut penulis hanya bisa
merumuskan diagnosa keperawatan yang memungkinkan untuk bisa dikelola
selama dalam pengelolaan tersebut.
66
C. Perencanaan Keperawatan
Intervensi adalah pengembangan strategi untuk mengatasi, mengurangi,
mencegah masalah- masalah pada pasien yang diidentifikasi pada diagnosa
keperawatan (Wahid & Suprapto, 2012).
Intervensi atau rencana yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan
dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan
SMART(Spesifik,
Measurable,
Acceptance,
Rasional
dan
Timing)
(Dermawan, 2012 ).
Merumuskan intervensi keperawatan adalah suatu kegiatan untuk
membantu pasien agar tujuan dan kriteria hasil tercapai, ada rencana tindakan
keperawatan, yaitu observasi, teraupitek atau Nursing Treatment, pendidikan
kesehatan, kolaborasi. Rasional adalah alasan ilmiah untuk menetapkan suatu
rencana tindakan keperawatan (Wahid & Suprapto, 2012).
Rencana
keperawatan
selama
3
x
24
jam
untuk
masalah
ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hemoragik
serebral meliputi tujuan yang diharapkan ketidakefektifan perfusi jaringan
otak teratasi dengan kriteria hasil tidak ada peningkatan TIK, tekanan darah
dalam batas normal ( sistolik 100 – 140 mmHg , diastolik <85 mmHg ), tidak
ada hipotensi ortostotik dan pupil isokor atau normal. Adapun intervensi
keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan NIC dan kriteria
NOC adalah observasi vital sign dengan rasional untuk mengetahui keadan
umum pasien, observasi status kesadaran dan pupil dengan rasional untuk
67
mengetahui tingkat kesadaran dan pupil pasien, observasi peningkatan TIK
dengan rasional untuk mengetahui kerusakan tanda dan gejala neurologis,
berikan posisi kepala dengan sudut 30o dengan rasional untuk mencegah
peningkatan TIK, laksanakan terapi pemberian obat(B12 1ml/12jam,
Ranitidine 25ml/12jam, Manitol 125mg/6jam,
KSR 600mg/12jam,
Paracetamol 500mg/12jam, Acetazolamide 250mg/12jam ) sesuai advice
dokter dengan rasional untuk mempercepat penyembuhan pasien (Wilkinson,
2007 ).
Rencana keperawatan selama 3 x 24 jam untuk masalah hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot meliputi tujuan
hambatan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil yaitu kekuatan otot 2
menjadi 3 (pergerakan aktif hanya melawan gravitasi dan tidak melawan
tahanan), aktivitas pasien terpenuhi (aktivitas dibantu dengan alat), pasien
dapat mengubah posisi secara mandiri. Adapun intervensi keperawatan NIC
dan kriteria hasil NOC adalah observasi mobilitas fisik pasien setiap 2 jam
dengan rasional untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan otot dan memberi
informasi pemulihan, observasi daerah yang tertekan (warna, oedema, tanda
lain) dengan rasional untuk jaringan oedema lebih mudah mengalami trauma
dan penyembuhan lambat, ubah posisi pasien setiap 2 jam (telentang, miring
kiri, miring kanan) dengan rasional untuk menurunkan resiko terjadinya
trauma, tempatkan bantal dibawah axilla untuk melakukan abduksi tangan
dengan rasional untuk mencegah adduksi pada bahu dan fleksi siku, ajarkan
ROM pasif pada pasien dengan rasional untuk mencegah kontraktur dan
68
meningkatkan sirkulasi, anjurkan pasien untuk melakukan ROM aktif dengan
rasional untuk melatih kekuatan otot yang mengalami hemiparesis,
konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif dengan rasional untuk
mempercepat penyembuhan pasien (Wilkinson, 2007).
Rencana keperawatan selama 3 x 24 jam untuk masalah resiko
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik meliputi
tujuan resiko kerusakan integritas kulit teratasi dengan kriteria hasil tidak
terjadi luka tekan pada kulit, tidak ada kemerahan pada sakrum, kulit teraba
hangat, scor skala braden 15 – 18 (resiko ringan). Adapun intervensi atau
rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan NIC dan
kriteria hasil NOC adalah kaji adanya faktor yang dapat menyebabkan
kerusakan kulit (ketidakmampuan untuk bergerak) dengan rasional untuk
mengetahui penyebab terjadinya luka tekan pada kulit, observasi faktor resiko
terjadinya kerusakan integritas dengan skala braden setiap 1 hari dengan
rasional untuk mengetahui resiko luka tekan pada kulit dengan skala Braden,
observasi kulit pada daerah yang terjadi luka tekan (warna, suhu,
kelembaban) dengan rasional untuk mengetahui terjadinya kerusakan
integritas pada daerah yang tertekan, pertahankan tempat tidur bersih dan
kering dengan rasional agar tidak terjadi luka tekan, ubah posisi alih baring
setiap 2 jam sekali (telentang, miring kiri, miring kanan) dengan rasional agar
tidak terjadi luka tekan pada area yang beresiko, anjurkan keluarga untuk
mengganti pakaian pasien saat lembab dengan rasional untuk mencegah
69
kelembaban, kolaborasi pemberian obat dengan advice dokter dengan rasional
untuk mencegah infeksi (Wilkinson, 2007).
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah catatan tindakan yang diberikan
perawat kepada klien yang berisikan catatan pelaksanaan rencana
keperawatan, pemenuhan kriteria hasil dari rencana tindakan keperawatan
mandiri dan tindakan kolaboratif (Wahid & Suprapto, 2012).
Dalam pembahasan ini penulis berusaha menerangkan implementasi
tentang pengaruh alih baring sesuai dengan hasil riset yang terdapat dalam
jurnal Aini & Purwaningsih (2013). Tindakan keperawatan dilakukan pada
tanggal 16 – 18 Maret 2015. Pemberian alih baring dilakukan secara berkala
setiap 2 jam sekali yaitu mulai 08.00 – 10.00 WIB pasien dimiringkan kearah
kanan, kemudian jam 10.00 – 12.00 WIB pasien ditelentangkan, dan jam
12.00 - 14.00 WIB pasien dimiringkan kearah kiri, dan seterusnya seperti itu.
Observasi dilakukan setiap hari yaitu dengan melakukan pemeriksaan
terhadap terjadinya luka tekan dialami pada pasien tersebut. Observasi pada
setiap pasien dilakukan sampai 6 hari perawatan. Daerah yang diobservasi
adalah terutama daerah yang tulang – tulang yang menonjol yaitu daerah
belakang kepala, sakrum, iskium, koksik, tumit dan trokanter. Kondisi yang
diobservasi mencakup perabaan kulit yang hangat, adanya perubahan
konsistensi jaringan lebih keras atau lunak, adanya perubahan sensasi dan
adanya kulit yang berwarna merah (Huda, 2012).
70
Pada tanggal 16 – 18 Maret 2015 diagnosa pertama ketidakefektifan
perfusi jaringan otak dilakukan tindakan mengobservasi vital sign didapatkan
data subyektif pasien mengatakan bersedia diperiksa perawat dan data
obyektif TD : 160 / 100mmHg, N : 84x/mnt, RR 24:x/mnt, S : 36,5oc .
Alasan penulis melakukan tindakan mengobservasi vital sign untuk
mengetahui apakah pasien mengalami hipertensi, karena hipertensi faktor
risiko utama. Hipertensi disebabkan oleh arterosklerosis pembuluh darah
serebral, kemudian pembuluh darah mengalami penebalan dan degenerasi
yang mudah pecah atau dapat menimbulkan pendarahan (Wijaya & Putri,
2013).
Tindakan mengobservasi status kesadaran dan pupil didapatkan data
obyektif pasien composmentis, pupil isokor. Alasan penulis melakukan
tindakan tersebut untuk mengetahui perubahan tingkat kesadaran (penurunan
orientansi dan respons terhadap stimulus) dan perubahan ukuran pupil
(bilateral atau unilateral dilatasi), unilateral penyebab dari perdarahan serebral
(Padila, 2012).
Tindakan mengobservasi peningkatan TIK (Intra Cranial) didapatakan
hasil data subyektif pasien mengatakan pusing berputar dan data obyektif :
TD : 160/100mmHg, hasil CT Scan : ICH basal ganglia kanan. Alasan
penulis melakukan tindakan tersebut karena peningkatan TIK terjadi sangat
cepat, mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intracerebral disebabkan oleh hipertensi dijumpai pada daerah putamen,
talamus, pons, sereblum. Pecahnya pembuluh darah diakibatkan hipertensi
71
lalu darah masuk ke otak, membentuk massa pada jaringan otak yang tertekan
maka timbul edema otak (Wijaya & Putri , 2013).
Dalam tindakan memberikan memberikan posisi kepala ditinggikan
dengan sudut 300 didapatkan hasil data subyektif pasien kooperatif dan data
obyektif
kepala pasien posisi sudut 300, pasien tampak nyaman. Alasan
penulis memberikan tindakan tersebut adalah pasien dipasok oksigen, karena
bagian otak pada pasien yang terserang stroke mengalami kekurangan darah.
Posisi kepala ditinggikan dengan sudut 300 agar tidak terjadi cepat peninggian
tekanan didalam kepala (Purwanti & Maliya, 2008).
Tindakan melaksanakan kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian
obat sesuai advice (B12 1ml/12jam, Ranitidine 25ml/12jam, Manitol
125mg/6jam,
KSR
600mg/12jam,
Paracetamol
500mg/12jam,
Acetazolamide 250mg/12jam) didapatkan data subyektif pasien mengatakan
mau disuntik dan data obyektif obat masuk lewat selang Intravena dan obat
oral diminum. Alasan penulis memberikan terapi tersebut karena B12
berfungsi untuk mencegah kekurangan vitamin B12, mengobati penyakit
akibat kekurangan vitamin, Ranitidine berfungsi untuk tukak lambung dan
duodenum akut, refleks esofagitis, Manitol berfungsi memperlancar diuresis
dan ekskresi material toksis dalam urine, mengurangi TIK, massa pada otak,
dan TIO ynag tinggi, KSR berfungsi sebagai pengobatan dan pencegahan
hipokalemia, Paracetamol berfungsi meringankan rasa sakit kepala dan sakit
gigi, Acetazolamide berfungsi sebagai glaukoma, gagal jantung, epilepsi yang
disebabkan oleh obat-obatan (Sirait, dkk, 2013).
72
Pada teori menurut (Padila, 2012) pengobatan pada pasien stroke yaitu
pemenuhan cairan dan elektrolit dengan pemasangan infus, mencegah
peningkatan TIK (antihipertensi, deuritika, vasodilator perifer, antikoagulan,
anti tukak, kortikosteroid, dan manitol).
Pada diagnosa kedua hambatan mobilitas fisik pada tanggal 16 – 18
Maret 2015 dilakukan tindakan mengobservasi mobilitas fisik setiap 2 jam
didapatkan data subyektif pasien mengatakan anggota tubuh sebelah kiri
susah digerakkan dan data obyektif kekuatan otot kanan atas & bawah 5 kiri
atas & bawah 2, aktivitas dibantu oarang lain. Alasan penulis melakukan
tindakan itu karena mobilisasi suatu hal yang menyebabkan bergeraknya
sesuatu. Tujuan mobilisasi pada pasien stroke yaitu mempertahankan ROM,
memperbaiki fungsi persyarafan dan sirkulasi, menggerakkan seseorang
secara dini pada fungsi aktivitas meliputi gerakan ditempat tidur, duduk,
berdiri, dan berjalan, dan meningkatkan kesadaran diri dari bagian
hemiplegia. Tindakan mobilisasi pada perdarahan subarachnoid dimulai dari
2 -3 minggu setlah serangan. Pasien dengan stroke harus dimobilisasi sedini
mungkin, bila kondisi klinis neurologis dan hemodinamik stabil, maka latigan
gerakan sendi anggota badan yang pasif 4 kali sehari untuk mencegah
kontraktur (Purwanti & Maliya, 2008).
Tindakan
menganjurkan
pasien
untuk
melakukan
ROM
aktif
didapatkan data subyektif : pasien kooperatif dan data obyektif : pasien
tampak mengangkat tangan kiri dengan bantuan tangan kanan yang tidak
sakit. Alasan penulis melakukan tindakan itu karena latihan rentang gerak
73
sendi merupakan latihan yang dilakukan secara teratur dan berulang- ulang
dengan cara meluruskan atau menekuk satu atau beberapa sendi serta
digerakkan secara normal. Latihan ROM dapat meningkatkan fleksibilitas dan
luas gerak sendi pada pasien stroke. Hal ini dikarenakan latihan ROM sendi
akan bermobilisasi. Mobilisasi sendi dapat mencegah kekakuan, kontraktur
dan melancarkan sirkulasi darah (Victoria & Kristiyawati, 2014).
Dalam tindakan mengubah posisi alih baring setiap 2 jam sekali
didapatkan hasil data subyektif pasien mengatakan bersedia dilakukan alih
baring dan data obyektif pasien tampak miring kanan. Alasan penulis
melakukan tindakan karena perubahan posisi alat bantu untuk posisi yang
digunakan dalam melindungi tonjolan tulang, perubahan posisi untuk
mencegah cedera akibat friksi, ketika mengubah posisi lebih baik diangkat
daripada diseret. Dalam posisi yang dilakukan adalah posisi telentang, miring
kanan, dan miring kiri. Perubahan posisi mengunakan bantal kaku dan
berbentuk donat agar mengurangi suplai darah karena yang mengalami
tekanan, sehinnga menimbulkan area iskemi yang lebih luas, kemudian kasur
dan tempat tidur khusus untuk mengurangi bahaya imobilitas pada kulit dan
muskoloskeletal (Potter & Perry, 2005). Perubahan posisi badan dan
ektremitas setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus karena pada pasien stroke
harus dimobilisasi dan fisioterapi sedini mungkin, bila kondisi neorologis dan
hemodinamik stabil (Purwanti & Maliya , 2008).
Tindakan mengkolaborasikan dengan ahli fisioterapi didapatkan hasil
data obyektif : pasien tampak diberikan fisioterapi oleh ahli fisioterapi.
74
Alasan penulis mengkolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk membantu
pasien stroke kembali berjalan. Terapi ini dimulai dengan latihan – latihan
yang sederhana agar meningkatkan kemampuan pasien stroke untuk bergerak
dan melatih otot sampai mampu berjalan. Terapi yang dilakukan pada pasien
stroke yaitu terapi fisioterapi, okupasi atau wicara itu bisa dilakukan satu per
satu atau dipadukan (Hariandja & Maitimo, 2014).
Diagnosa ketiga pada tanggal 16 – 18 Maret 2015 resiko kerusakan
integritas kulit dilakukan tindakan mengubah posisi alih baring setiap 2 jam
sekali didapatkan hasil data subyektif pasien mengatakan bersedia dilakukan
alih baring dan data obyektif pasien tampak miring kanan. Alasan penulis
melakukan tindakan karena perubahan posisi alat bantu untuk posisi yang
digunakan dalam melindungi tonjolan tulang, perubahan posisi untuk
mencegah cedera akibat friksi, ketika mengubah posisi lebih baik diangkat
daripada diseret. Dalam posisi yang dilakukan adalah posisi telentang, miring
kanan, dan miring kiri. Perubahan posisi menggunakan bantal kaku dan
berbentuk donat agar mengurangi suplai darah karena yang mengalami
tekanan, sehinnga menimbulkan area iskemi yang lebih luas, kemudian kasur
dan tempat tidur khusus untuk mengurangi bahaya imobilitas pada kulit dan
muskoloskeletal (Potter & Perry, 2005).
Pada mengobservasi faktor resiko terjadinya kerusakan integritas
dengan skala Braden setiap 1 hari didapatkan data subyektif pasien
mengatakan punggung terasa panas dan gatal dan data obyektif kulit
kemerahan pada sakrum dan punggung, skor skala Braden 14 (resiko sedang).
75
Alasan penulis melakukan tindakan tersebut karena skala Braden memiliki 6
subskala yaitu persepsi sensori, kelembaban, aktivitas, mobilitas, nutrisi,
friksi dan gesekan. Nilai skala Braden >18 (tidak berisiko), 15 – 18 (risiko
ringan), 13 – 14 (risiko sedang), 10 -12 (risiko tinggi), <9 (risiko sangat
tinggi) (Potter & Perry, 2005).
Tindakan mengobservasi kulit pada daerah yang terjadi luka tekan
(warna, suhu, lembab) didapatkan hasil data obyektif kulit kemerahan pada
sakrum dan punggung, kulit teraba hangat, lembab, S : 36,5oc. Alasan
penulis melakukan tersebut karena adanya metode klasifikasi warna untuk
fase penyembuhan dalam luka, warna hitam terjadi pada luka nekrotik, warna
kuning pada eksudat dan debris berserat kuning, warna merah muda hingga
merah terjadi pada luka fase penyembuhan aktif dan bersih disertai granulasi,
dan warna merah diklasifikasi pada jaringan epitel. Kelembaban pada kulit
dan durasinya akan menjadi meningkat sehingga menjadi ulkus. Kelembaban
akan menurunkan resistensi kulit pada faktor fisik lain seperti tekanan atau
gaya gesek (Potter & Perry , 2005)
Dilakukan tindakan menganjurkan keluarga untuk mengganti pakaian
pasien saat lembab didapatkan data obyektif keluarga tampak mengerti yang
dianjurkan perawat untuk mengganti pakaian pasien. Alasan penulis
melakukan itu untuk mempertahankan tempat tidur bersih, kering, dan
menjaga kelembaban agar tidak terjadi dekubitus (Potter & Perry, 2005).
Mekanisme dekubitus yaitu penekanan ini hanya berlangsung untuk
waktu lama, maka merugikan aliran darah. Pada penekanan berlangsung lama
76
maka timbul dalam peredaran zat makanan dan zat asam yang harus
disalurkan dibagian kulit yang mengalami penekanan. Jaringan yang tidak
mendapatkan zat makan dan zat asam perlahan akan mati, kemudian disinilah
terjadi luka dekubitus (Gisbreng, 2008).
Gaya gesek adalah tekanan yang diberikan pada kulit dengan arah
paralel terhadap permukaan tubuh. Gaya ini terjadi pada pasien bergerak atau
memperbaiki posisi tubuhnya di atas tempat tidur dengan cara didorong atau
digeser. Jika gaya gesek kulit dan lapisan subkutan menempel pada
permukaan tempat tidur, dan lapisan otot serta tulang bergeser dengan
gerakan arah tubuh. Tulang pasien bergeser ke arah kulit dan memberi gaya
pada kulit kapiler jaringan yang berada dibawah tertekan dan terbebani oleh
gaya tersebut.
Akibatnya penekanan pada kulit, tidak lama setelah itu akan terjadi
pendarahan dan nekrosis pada lapisan jaringan, selain itu terdapat aliran darah
kapiler akibat tekanan eksternal pada kulit. Oleh sebab itu pasien harus
diubah dengan tingkat aktivitas, kemampuan persepsi, dan rutinitas seharihari dengan dilakukan alih baring setiap 2 atau 4 jam yang dapat memberikan
rasa nyaman pada pasien, mempertahankan atau menjaga postur tubuh
dengan baik menghindari komplikasi yang mungkin timbul akibat tirah
baring seperti luka tekan (dekubitus), maka dengan dilakukannya tindakan
alih baring tersebut akan mencegah terjadinya dekubitus.
77
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah catatan indikasi kemajuan klien terhadap
tujuan yang dicapai (Wahid & Suprapto, 2012). Evaluasi yang akan dilakukan
oleh penulis disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada,
sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan SOAP (Subyektif,
Obyektif, Analisa, Plannimg)(Dermawan, 2012).
Evaluasi pada diagnosa keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan
otak berhubungan dengan hemoragik serebral tanggal 16 - 18 Maret 2015
masalah ketidakefektifan perfusi jaringan otak belum teratasi diperoleh data
pasien mengatakan masih pusing, kemudian didapatkan TD : 150/100mmHg,
hasil CT-Scan : ICH basal ganglia kanan. Planning : intevensi dilanjutkan
meliputi observasi vital sign, observasi peningkatan TIK, laksanakan terapi
pemberian
125mg/6jam,
obat
B12
KSR
1ml/12jam,
Ranitidine
600mg/12jam,
25ml/12jam,
Paracetamol
Manitol
500mg/12jam,
Acetazolamide 250mg/12jam dengan tim dokter sesuai advice tersebut.
Menurut Brunner & Suddarth (2004) evaluasi ketidakefektifan perfusi
jaringan otak dengan menunjukkan status neurologis baik (tanda-tanda vital
dan pola pernafasan normal), menunjukkan kekuatan, gerakan, dan sensasi
pada keempat ektremitas yang normal dan sama, menunjukkan reflek tendon
dan reaksi pupil normal.
Hasil evaluasi dari diagnosa keperawatan ketidakefektifan perfusi
jaringan otak berhubungan dengan hemoragik serebral tidak sesuai dengan
teori karena data yang didapatkan belum sesuai dengan kriteria hasil yaitu
78
tidak ada peningkatan TIK, tekanan darah dalam batas normal (sistolik 100 –
140 mmHg , diastolik <85 mmHg), tidak ada hipotensi ortostotik dan pupil
isokor atau normal.
Evaluasi diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik pada tanggal
16 - 18 Maret 2015 masalah hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian
diperoleh data pasien mengatakan anggota tubuh sebelah kiri sudah bisa
digerakkan sedikit demi sedikit, kemudian didapatkan data aktivitas dibantu
orang lain, kekuatan otot atas kanan kiri 5 bawah kanan kiri 3, hemiparesis
sinistra. Planning : intervensi dilanjutkan yaitu : observasi mobilitas fisik
pasien setiap 2 jam sekali itu, ubah posisi alih baring setiap 2 jam sekali ,
anjurkan ROM aktif pada pasien , kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
Hasil evaluasi dari diagnosa keperawatan hambatan mobiltas fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot tidak sesuai dengan teori
karena data yang didapatkan belum sesuai dengan kriteria hasil yaitu
kekuatan otot 2 menjadi 3 (pergerakan aktif hanya melawan gravitasi dan
tidak melawan tahanan), aktivitas pasien terpenuhi (aktivitas dibantu dengan
alat), pasien dapat mengubah posisi secara mandiri.
Menurut Brunner & Suddarth (2004) Hambatan mobilitas fisik dengan
menghindari perubahan bentuk tulang, partisipasi progam latihan yang
ditentukan, mencapai keseimbangan duduk, menggunakan sisi yang
terpengaruh untuk membantu fungsi sisi yang mengalami hemiplegia.
Evaluasi diagnosa keperawtan resiko kerusakan integritas kulit pada
tanggal 16 - 18 Maret 2015 masalah resiko kerusakan integritas kulit teratasi
79
sebagian diperoleh data pasien mengatakan punggung sudah tidak terasa
panas dan gatal, kemudian didapatkan kulit tidak kemerahan pada sakrum dan
punggung, skor skala Braden 14 (resiko sedang) . Planning : intervensi
dilanjutkan meliputi observasi faktor resiko terjadinya kerusakan integritas
dengan skala Braden tersebut, observasi kulit pada daerah yang terjadi luka
tekan (warna, suhu, lembab), ubah posisi alih baring setiap 2 jam , anjurkan
keluarga untuk mengganti pakaian pasien saat lembab.
Hasil evaluasi dari diagnosa keperawatan resiko kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan imobilitas fisik tidak sesuai dengan teori karena
data yang didapatkan belum sesuai dengan kriteria hasil yaitu tidak terjadi
luka tekan pada kulit, tidak ada kemerahan pada sakrum, kulit teraba hangat,
scor skala braden 15 – 18 (resiko ringan).
Menurut Brunner & Suddarth (2004) Resiko kerusakan integritas kulit
dengan mempertahankan kulit yang baik tanpa kerusakan, menunjukkan
turgor kulit yang normal, dan berpartisipasi dalam kegiatan perubahan posisi.
Berdasarkan jurnal penelitian Aini & Purwaningsih (2013) didapatkan
hasil bahwa pengaruh alih baring untuk mencegah kejadian dekubitus ,
ditemukan bahwa terdapat 15 (100 %) reponden pada kelompok intervensi
tidak mengalami kejadian dekubitus. Sedangkan pada kelompok kontrol lebih
banyak yang mengalami kejadian dekubitus derajat I , yaitu terdapat 8 (53,3
% ), yang tidak mengalami dekubitus terdapat 7 (46,7 % ). Hasil uji bivariat
diperoleh bahwa ada perbedaan yang signifikan antara pengaruh alih baring
dengan kejadian dekubitus antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol
80
pada pasien stroke yang mengalami hemiparesis. Hal ini menunjukkan bahwa
ada pengaruh yang signifikan alih baring terhadap kejadian dekubitus pada
pasien stroke yang mengalami hemiparesis.
Hemiparesis
menyebabkan
pasien
stroke
tidak
mampu
untuk
melakukan pergerakan. Karena keterbatasan gerak ini maka untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya secara mandiri memerlukan bantuan orang lain, pasien
yang mengalami perubahan sensori terhadap nyeri dan tekananan beresiko
tinngi mengalami gangguan integritas kulit daripada pasien yang sensasinya
normal. Ketidakmampuan mengubah posisi menyebabkan terhambatnya input
sensori, persepsi yang utuh terhadap nyeri dan tekanan dapat mengetahui
bagian tubuhnya merasakan tekanan / nyeri yang besar. Sehingga pasien
dapat mengubah posisi atau meminta bantuan mengubah posisi (Aini &
Purwaningsih, 2013).
Posisi miring dapat menghilangkan tekanan dari tonjolan tulang pada
punggung pasien dan mendistribusikan bagian berat badan pasien pada
panggul dan bahu dibawah menurut Potter & Perry (2005). Sedangkan posisi
telentang yang dikenal sebagai posisi dorsal rekumben, diperlukan setelah
pembedahan spinal dan setelah pemberian anestesi, dalam posisi ini,
hubungan antara bagian-bagian tubuh pada dasarnya sama dengan kesejajaran
tubuh.
Menurut Kusyati (2006) posisi miring atau posisi sim’s adalah posisi
berbaring pada pertengahan antara posisi lateral dan posisi pronasi, pada
posisi ini, lengan bawah ada dibelakang tubuh klien, sedangkan lengan atas
81
ada di depan tubuh klien. Merubah posisi adalah kemampuan individu untuk
bergerak secara bebas, mudah untuk memenuhi kebutuhan aktivitas agar
mempertahankan kesehatan dalam jurnal Simanjuntak & Sirait (2013).
Merubah posisi dapat melancarkan peredaran darah untuk memperbaiki
pengaturan metabolisme tubuh , kembalinya kerja fisiologi organ – organ
vital dan cepat penyembuhan luka yang terjadi, perubahan posisi juga
memungkinkan kulit dapat tertekan, sehingga kelembaban, temperature dan
pH kulit bisa dipertahankan dalam kondisi yang optimal(Simanjuntak &
Sirait, 2013).
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pengkajian
Hasil pengkajian pada Ny.S tanda vital sign TD : 160/100mmHg,
N : 84x/mnt, RR : 24x/mnt, S : 36,5oc, hasil CT Scan : ICH basal ganglia
kanan. Pola aktivitas dan latihan dibantu orang lain dengan kode 2.
Pemeriksaan ektremitas atas dan bawah kanan baik, ektremitas atas
bawah kiri lemah. Pada pemeriksaan fisik pada daerah integrumen
dengan teknik inspeksi
didapatkan
hasil punggung dan sakrum
kemerahan, kulit teraba hangat dan keras. Total skor skala Braden 14
(resiko sedang terjadi luka tekan).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Ny.S adalah
ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hemoragik
serebral, hambatan mobilitan fisik berhubungan penurunan kekuatan otot,
dan resiko integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan
otak berhubungan dengan hemoragik serebral meliputi observasi vital
sign, observasi status kesadaran dan pupil, observasi peningkatan TIK,
berikan posisi kepala dengan sudut 30o, laksanakan terapi pemberian obat
82
83
(B12 1ml/12jam, Ranitidine 25ml/12jam, Manitol 125mg/6jam, KSR
600mg/12jam, Paracetamol 500mg/12jam, Acetazolamide 250mg/12jam)
sesuai advice dokter.
Intervensi
keperawatan
masalah
hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot meliputi observasi
mobilitas fisik pasien setiap 2 jam, observasi daerah yang tertekan
(warna, oedema, tanda lain), ubah posisi pasien setiap 2 jam (telentang,
miring kanan, miring kiri), tempatkan bantal dibawah axilla untuk
melakukan abduksi tangan, ajarkan ROM pasif pada pasien, anjurkan
pasien untuk melakukan ROM aktif, konsultasikan dengan ahli fisioterapi
secara aktif.
Intervensi keperawatan masalah resiko kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan imobilitas fisik meliputi kaji adanya faktor yang
dapat menyebabkan kerusakan kulit (ketidakmampuan untuk bergerak),
observasi faktor resiko terjadinya kerusakan integritas dengan skala
Braden setiap 1 hari, observasi kulit pda daerah yang tertekan (warna,
suhu, kelembaban), pertahankan tempat tidur bersih dan kering, ubah
posisi alih baring setiap 2 jam sekali (telentng, miring kanan, miring
kiri), anjurkan keluarga untuk mengganti pakaian pasien saat lembab,
kolaborasi pemberian obat denagn advice dokter.
84
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi dalam asuhan keperawatan Ny.S dengan stroke
hemoragik yang mengalami hemiparesis dari tanggal 16 – 18 Maret 2015
di Ruang Anggrek II Rumah Sakit Dokter Moewardi Surakarta sesuai
dengan intervensi yang dirumuskan penulis pada diagnosa pertama yaitu
mengobservasi vital sign, mengobservasi status kesadaran dan pupil,
mengobservasi peningkatan TIK, memberikan posisi kepala dengan
sudut 30o,melaksanakan terapi pemberian obat B12 1ml/12jam,
Ranitidine 25ml/12jam, Manitol 125mg/6jam,
KSR 600mg/12jam,
Paracetamol 500mg/12jam, Acetazolamide 250mg/12jam dengan tim
dokter sesuai advice.
Diagnosa kedua yaitu mengobservasi mobilitas fisik pasien setiap 2
jam, mengobservasi daerah yang tertekan (warna, oedema, tanda lain),
mengubah posisi pasien setiap 2 jam (telentang, miring kanan, miring
kiri),menempatkan bantal dibawah axilla untuk melakukan abduksi
tangan, mengajarkan ROM pasif pada pasien, menganjurkan pasien
untuk melakukan ROM aktif, mengkonsultasikan dengan ahli fisioterapi
secara aktif.
Penulis juga menekankan pada diagnosa ketiga yaitu mengkaji
adanya
faktor
(ketidakmampuan
yang
dapat
menyebabkan
untuk
bergerak),
kerusakan
mengobservasi
faktor
kulit
resiko
terjadinya kerusakan integritas dengan skala Braden setiap 1 hari,
mengobservasi kulit pda daerah yang tertekan (warna, suhu, kelembaban,
85
mempertahankan tempat tidur bersih dan kering), mengubah posisi alih
baring setiap 2 jam sekali (telentng, miring kanan, miring kiri),
menganjurkan keluarga untuk mengganti pakaian pasien saat lembab.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi tindakan yang dilakukan oleh penulis menggunakan
metode SOAP (Subyektif, Obyektif, Assement, Planning). Evaluasi pada
diagnosa keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan
dengan hemoragik serebral tanggal 16 - 18 Maret 2015 masalah
ketidakefektifan perfusi jaringan otak belum teratasi diperoleh data pasien
mengatakan masih pusing, kemudian didapatkan TD : 150/100mmHg,
hasil CT-Scan : ICH basal ganglia kanan. Planning : intevensi
dilanjutkan meliputi observasi vital sign, observasi peningkatan TIK,
laksanakan
terapi
pemberian
obat
25ml/12jam, Manitol 125mg/6jam,
B12
1ml/12jam,
Ranitidine
KSR 600mg/12jam, Paracetamol
500mg/12jam, Acetazolamide 250mg/12jam dengan tim dokter sesuai
advice tersebut.
Evaluasi diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik pada
tanggal 16 - 18 Maret 2015 masalah hambatan mobilitas fisik teratasi
sebagian diperoleh data pasien mengatakan anggota tubuh sebelah kiri
sudah bisa digerakkan sedikit demi sedikit, kemudian didapatkan data
aktivitas dibantu orang lain, kekuatan otot atas kanan kiri 5 bawah kanan
kiri 3, hemiparesis sinistra. Planning : intervensi dilanjutkan yaitu :
observasi mobilitas fisik pasien setiap 2 jam sekali itu, ubah posisi alih
86
baring setiap 2 jam sekali , anjurkan ROM aktif pada pasien , kolaborasi
dengan ahli fisioterapi. Evaluasi diagnosa keperawtan resiko kerusakan
integritas kulit pada tanggal 16 - 18 Maret 2015 masalah resiko kerusakan
integritas kulit teratasi sebagian diperoleh data pasien mengatakan
punggung sudah tidak terasa panas dan gatal, kemudian didapatkan kulit
tidak kemerahan pada sakrum dan punggung, skor skala Braden 14
(resiko sedang). Planning :
intervensi dilanjutkan meliputi observasi
faktor resiko terjadinya kerusakan integritas dengan skala Braden
tersebut, observasi kulit pada daerah yang terjadi luka tekan (warna, suhu,
lembab), ubah posisi alih baring setiap 2 jam, anjurkan keluarga untuk
mengganti pakaian pasien saat lembali fisioterapi.
6. Hasil analisa pemberian alih baring
Hasil pemberian alih baring yang dilakukan selama 3 hari terhadap Ny. S
dengan stroke hemoragik dengan hemiparesis terbukti efektif dalam
upaya
mencegah
terjadinya
luka
tekan
terbukti
dengan
tidak
kemerahanan pada sakrum dan punggung. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian oleh Aini & Purwaningsih (2013) dalam jurnal yang
menerangkan bahwa alih baring mampu mencegah terjadinya luka tekan
pada pasien yang berisiko mengalami luka tekan.
87
B. Saran
1. Bagi institusi pendidikan
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang penagruh alih
baring terhadap kejadian dekubitus pada pasien stroke hemoragik dengan
hemiparesis sehingga dapat sebagai acuan pembelajaran proses belajar
mengajar tentang Klinical Medikal Bedah di institusi
2. Bagi rumah sakit
Hasil aplikasi riset pendidikan ini diharapkan rumah sakit mampu
memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif melalui terapi non
farmakologi dengan pemberian alih baring setiap 2 jam sekali pada
stroke untuk mencegah luka tekan
3. Bagi profesi keperawatan
Menjadi referensi dan pengetahuan yang mampu dikembangkan untuk
memberikan pelayanan kepada pasien dengan stroke hemoragik yang
lebih berkualits dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan salah
satunya pemberian alih baring terhadap kejadian dekubitus pada pasien
stroke hemoragik yang mengalami hemiparesis.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, F & Purwaningsih, H. 2013 . Pengaruh Alih Baring Terhadap Kejadian
Dekubitus Pada Pasien Stroke Yang Mengalami Hemiparesis Diruang
Yudistira Di RSUD Semarang
Ariyani, T.A. 2012. Sistem Neurobehaviour. Penerbit Salemba Medika : Jakarta
Brunner & Suddarth. 2004. Management of Patients With Cerebrovaskuler
Disorders Vol.3. Penerbit Buku Kedokteran : EGC
Cahyati, Y. 2012. Perbandingan Latihan ROM Unilateral Dan Latiahan ROM
Bilateral Terhadap Kekuatan Otot Pasien Hemiparese Akibat Stroke
Iskemik Di RSUD Kota Tasikmalaya Dan RSUD Kabupaten Ciamis.
Magister Keperawatan : Depok
Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2008. Profil Kesehatan-Dinkes Jateng. Diakses
dari http://www.dinkesjatengprov.go.id/. Diakses tanggal 09 Maret 2015
Dermawan, D. 2012. Proses Keperawatan : Penerapan Konsep dan Kerangka
Kerja . Penerbit Gosyen Publishing : Jogjakarta
Farida, I & Amalia. N. 2009. Mengantisipasi Stroke. Yogyakarta: Buku Biru
Hariandjo, J.R.O & Maitimo, R. 2014. Perancangan Alat Bantu Interaktif
Penunjang Aktivitas Pendamping Insan Pasca Stroke. Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Universitas Katolik
Parahyangan
Heather, H.T. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012 –
2014. Penerbit Buku Kedokteran : EGC
Herlambang. 2013. Menaklukkan Hipertensi dan Diabetes. Penerbit Tugu
Publisher : Jakarta Selatan
Huda, N. 2012. Pengaruh Posisi Miring Untuk Mengurangi Luka Tekan Pada
Pasien
Dengan
Gangguan
Persyarafan.
Http:/lp3msht.files.wordpress.com/. Diakses tanggal 10 Maret 2015
Ida , F & Nila, A. 2009. Menganti Sipasi Stroke. Penerbit Buku Biru : Jogjakarta
Irfan, M. 2012. Fisioterapi Bagi Insan Stroke . Penerbit Graha Ilmu : Jogjakarta
Kusyati, E. 2006. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium (Keperawatan
Dasar). Penerbit Buku Kedokteran : EGC
Mubarok, W.I & Chayatin, N. 2008.Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia : Teori
& Aplikasi dalam Praktik. Penerbit Buku Kedokteran : EGC
Nastiti , D. 2012. Gambaran Faktor Risiko Kejadian Stroke Pada Pasien Stroke
Rawap Inap Di Rumah Sakit Krakatau Medika. Skripsi. Kesehatan
Masyarakat : Depok
Nugroho, T. 2011. Asuhan Keperawatan : Maternitas, Anak, Bedah , Penyakit
Dalam. Penerbit Nuha Medika : Jogjakarta
Purwati, O.S & Maliya, A. 2008. Rehabilitasi Klien Pasca Stroke. Jurusan
Keperawatan FIK UMS : Kartosuro
Padila. 2012 . Buku Ajar Keperawatan Medika Bedah. Penerbit Nuha Medika :
Jogjakarta
Potter, T.A & Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses dan Praktek, Edisi.4 Vol.2. Penerbit Buku Kedokteran : EGC
Potter, T.A & Perry, A.G. 2005. Buku Saku Keterampilan & Prosedur Dasar,
Edisi 5. Penerbit Buku Kedokteran : EGC
Prof, Dr. Sirait, M , dkk. 2013. ISO ( Informasi Spesialite Obat ) Indonesia Vol 47
2012 – 2013 ISSN 0854-4492. Penerbit PT.ISFI : Jakarta Barat
Ratna, D.P. 2011. Penyakit Pemicu Stroke : Dilengkapi Dengan Posyandu Lansia
dan Posbindu PTM . Penerbit Nuha Medika : Jogjakarta
Rohmad, N & Walid, S. 2012. Proses Keperawatan : Teori dan Aplikasi. Penerbit
AR-RUZZ Media : Jogjakarta
Simanjutak, C.M & Sirait, M. 2013 . Pengaruh Merubah Posisi dan Masage Kulit
Pada Pasien Stroke Terhadap Terjadinya Luka Dekubitus Di ZAAL F
RSU HKP Balige Sumatra Utara
Suradi, 2004. Perawatan Luka.Edisi 1. Penerbit Pustaka Nasional RI : Jakarta
Susilo Y & Wulandari A. 2012. Cara Jitu Mengatasi Darah Tinggi ( Hipertensi ).
Penerbit ANDI : Jogjakarta
Sutrisno, A.2007. Stroke ?? You Must Know Before You Get It. PT.Gramedia
Pustaka Utama : Jakarta
Victoria, A.L & Kustiyawati, S.P. 2014. Pengaruh Latihan Laretal Prehension
Grip Terhadap Peningkatan Luas Gerak Sendi ( IGS ) Jari Tangan Pada
Pasien Stroke di RSUD Dr.H Soewando Kendal. Program Studi S1 Ilmu
Keperawatan Stikes Telogorejo : Semarang
Wahyuni, T. 2014. Pengaruh Posisi Miring 30 Derajat Menggunkan Absorbent
Triangle Pillow Terhadap Dekubitus Grade I Pada Pasien Gangguan
Penurunan Kesadaran Di Ruang ICU RSUD Sragen. Sarjana
Keperawatan : Surakarta
Weinstock, D. 2008. Rujukan Di Ruang ICU / CCU. Penerbit Buku Kedokteran :
EGC
Wijaya,
A.S & Putri, Y.M. 2013. KMB2 Keperawatan
Medikal
Bedah ( Keperawatan Dewasa ). Penerbit Nuha Medika : Jogjakarta
Wilkinson, J.M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Penerbit Buku
Kedokteran : Jakarta
Download