BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian kepemimpinan Ardana, et.al (2009:89) mengutip pengertian kepemimpinan dari pendapat beberapa ahli, antara lain sebagai berikut. Indriyo Gitosudarmo (1997) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas dari individu atau kelompok untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu, sedangkan menurut Nimran (1999) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi perilaku orang lain agar orang tersebut berperilaku seperti apa yang dikehendakinya, selanjutnya Robbins dan Coulter (2004) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok menuju tercapainya tujuan-tujuan, dan Sukanto Reksohadiprojo dalam Djatmiko (2002) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses memanfaatkan kekuasaan untuk mendapatkan pengaruh pribadi. 2.1.2 Pengertian gaya kepemimpinan Menurut Ardana, et.al (2009:181) gaya kepemimpinan adalah pola perilaku yang ditunjukkan oleh pemimpin dalam mempengaruhi orang lain. Pola perilaku tersebut bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti nilai-nilai, asumsi, persepsi, harapan, maupun sikap yang ada dalam diri pemimpin. Berbagai penelitian tentang 13 gaya kepemimpinan yang dilakukan para ahli mendasarkan pada asumsi bahwa pola perilaku tertentu pemimpin dalam mempengaruhi bawahan ikut menentukan efektivitasnya dalam pemimpin. Menurut Heidjrachman dan Husnan (2008:224) gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang diancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu. Sementara itu, pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku (kata-kata dan tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang lain Hersey (2004:29). Yukl (2007:65) menyatakan beberapa penelitian yang menemukan bahwa tiga jenis perilaku kepemimpinan dapat dibedakan antara para manajer yang efektif dan manajer tidak efektif. Setiap jenis perilaku dijelaskan secara singkat, yaitu sebagai berikut. 1) Perilaku yang berorientasi tugas Pada pendekatan ini, manajer yang lebih efektif berkonsentrasi pada fungsi-fungsi yang berorientasi pada tugas seperti merencanakan dan mengatur pekerjaan, mengkoordinasikan kegiatan para bawahan dan menyediakan keperluan, peralatan dan bantuan teknis yang dibutuhkan. Di samping itu, para manajer yang efektif memandu para bawahannya dalam menetapkan sasaran kinerja yang tinggi, tetapi realistis. 2) Perilaku yang berorientasi hubungan Pada pendekatan ini, para manajer yang efektif lebih penuh perhatian, mendukung dan membantu para bawahan. Perilaku mendukung yang berkorelasi dengan 14 kepemimpinan yang efektif meliputi memperlihatkan kepercayaan dan rasa tidak percaya, bertindak ramah dan perhatian, berusahan memahami permasalahan bawahan, membantu mengembangkan bawahan dan memajukan karier mereka, selalu memberi informasi kepada bawahan, memperlihatkan apresiasi terhadap ide-ide para bawahan dan memberikan pengakuan atas kontribusi dan keberhasilan bawahan. 3) Kepemimpinan partisipatif Para manajer yang efektif menggunakan lebih banyak supervisi kelompok daripada mengendalikan tiap bawahan sendiri-sendiri. Pertemuan kelompok memudahkan partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan, memperbaiki komunikasi, mendorong kerjasama dan memudahkan pemecahan konflik. Namun, penggunaan partisipasi tidak menyiratkan hilangnya tanggung jawab dan manajer tersebut tetap bertanggung jawab atas semua keputusan dan hasilnya. 2.1.3 Tipe dan gaya kepemimpinan Pendekatan yang digunakan untuk membedakan kepemimpinan, salah satunya yang umum dikenal adalah yang menyatakan bahwa para pemimpin pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi lima tipe Djatmiko (2009) yang dikutip oleh Ardana, et.al (2009:82) adalah sebagai berikut. 15 1) Tipe Otokratik Ciri-cirinya antara lain: mengambil keputusan sendiri, memusatkan kekuasaan dan pengambilan keputusan pada dirinya, bawahan melakukan apa sepenuhnya, dan biasanya berorientasi pada kekuasaan. 2) Tipe Paternalistik Ciri-cirinya antara lain: mengambil keputusan cenderung menggunakan cara sendiri tanpa melibatkan bawahan, hubungan dengan bawahan bersifat bapakanak, berusaha memenuhi kebutuhan fisik anak buah untuk mencari perhatian dan tanggung jawab mereka, orientasinya adalah menjaga hubungan yang baik dengan anak buah. 3) Tipe Karismatis Ciri-cirinya antara lain: memelihara hubungan dengan bawahan agar pelaksanaan tugas dapat terselenggara dengan baik sekaligus memberi kesan bahwa hubungan tersebut berbasis pada relasionalitas bukan kekuasaan. 4) Tipe Laisses Faire (Free Reign) Ciri-cirinya antara lain: menghindari pemupukan kekuasaan dengan jalan mendelegasikan kepada bawahan, tergantung pada kelompok dalam menentukan tujuan penyelesaian masalah, efektif bila di lingkungan profesional yang bermotivasi tinggi. 5) Tipe Demokratis (Partisipatif) Ciri-cirinya antara lain: membagi tanggung jawab pengambilan keputusan dengan kelompok, mengembangkan tanggung jawab kelompok untuk menyelesaikan 16 tugas, memakai pujian dan kritik meski pengambilan keputusan dilimpahkan, namun tanggung jawab tetap pada pimpinan. Menurut Ardana, et.al (2009:83) tipe-tipe kepemimpinan adalah sebagai berikut. 1) Visionary atau kepemimpinan dengan visi, yang mampu membawa orang ke tujuan impian bersama. Tipe ini dibutuhkan saat terjadi ketidakpastian atau dibutuhkannya perubahan. 2) Coaching atau kepemimpinan dengan gaya pembinaan, yang lebih mengutamakan hubungan interpersonal untuk mencapai tujuan organisasi, sangat cocok untuk melestarikan kemapanan. 3) Affiliate atau kepemimpinan kerjasama, yang lebih mengutamakan harmoni, sangat tepat digunakan pada masa-masa susah dan memotivasi tim yang sedang krisis. 4) Democratic atau kepemimpinan demokrasi, yang mengedepankan pendapat dan pandangan semua orang, konsensus dan keinginan adalah pendapat tertinggi. 5) Pacesetting atau kepemimpinan memacu kemajuan, sangat dibutuhkan untuk memotivasi tim mengejar ketertinggalan atau mencapai target yang luar biasa. 6) Comanding atau kepemimpinan otoriter, yang lebih umum dipakai untuk mengatasi kemelut internal. Yukl (2007:67) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang partisipatif, suportif maupun direktif akan menjadi efektif dalam menggalang mitra saluran untuk mengerahkan tingkat motivasi yang lebih tinggi yang pada gilirannya, dapat 17 berhubungan dengan tingkat kinerja yang lebih tinggi. Ardana, et.al (2009:182) menyatakan ada beberapa jenis gaya kepemimpinan yaitu sebagai berikut. 1) Gaya Otokratis dan Demokratis Kecenderungan seorang pemimpin untuk memilih gaya kepemimpinan yang otokratis dan demokratis sangat dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu faktor pemimpin, faktor pengikut dan faktor situasi kerja. (1) Gaya kepemimpinan otokratis Dari faktor pemimpin pilihan pada pola perilaku ini didukung oleh pemilikan kekuatan yang amat kuat, kehendak untuk mempertahankan posisi dan mempunyai pandangan bahwa situasi yang dihadapi dalam suasana yang kritis. Dari faktor pengikut kecenderungan memilih gaya kepemimpinan ini, disebabkan pengikutnya memang sangat bergantung pada pemimpin, mengakui situasi kritis dan mereka tidak menuntut adanya kebebasan. Sedangkan dari segi situasi kerja memang menuntut adanya kedisiplinan, pengawasan yang ketat, dan hanya memerlukan kemampuan yang rendah. (2) Gaya kepemimpinan demokratis Dari faktor pemimpin pilihan pada pola perilaku ini didukung oleh suatu kesadaran bahwa pemilikan kekuatan yang terbatas, adanya kelompok penentang waktunya serba terbatas, serta tidak mudah untuk memberi sangsi. Kemudian dari segi pengikut memang menghendaki pemberian otoritas, mereka terdiri dari para profesional atau kelas menengah serta 18 memiliki kebutuhan sosial yang tinggi, sedangkan dari situasi kerja diperlukan adanya rasa tanggung jawab bersama, koordinasi dan kerja tim. 2) Inisiasi Struktur dan Konsiderasi (1) Gaya kepemimpinan inisiasi struktur Suatu studi yang dilakukan atas kerjasama antara Ohio State University dan The University of Michigan menghasilkan dua dimensi pola perilaku kepemimpinan yang disebut Initiating Structure dan Consideration. Pada dimensi yang pertama, pemimpin cenderung lebih aktif membuat perencanaan pengorganisasian, pengkoordinasian maupun pengendalian terhadap kegiatan para bawahan. Sehingga gaya kepemimpinan inisiasi struktur ini terwujud dalam pola perilaku pemimpin yang lebih mengutamakan pembuatan agenda kegiatan, menentukan struktur tugas, prosedur kerja yang harus ditaati, maupun penetapan standar dan persyaratan kerja tertentu. (2) Gaya kepemimpinan konsiderasi Pada dimensi yang kedua menunjukkan kecenderungan untuk membuat pertimbangan dalam melakukan tindakan. Jadi gaya kepemimpinan konsiderasi ini ditandai oleh pola perilaku pemimpin yang amat memperhatikan kepentingan bawahan maupun keselarasan. Misalkan lebih respek terhadap kemajuan bawahan, senang membantu dalam menghadapi problema mereka, ramah-tamah lebih senang mempergunakan reward dari pada coercive, sehingga kepemimpinan 19 konsiderasi ini pemimpin tidak suka menonjolkan kedudukan/kewenangannya. 3) Kepemimpinan Situasional Gaya kepemimpinan juga bisa diamati dari sudut pola perilaku pemimpin dalam menghadapi tingkat kematangan dari para bawahan. Pengertian kematangan di sini bukan seperti halnya pengertian umum tentang kedewasaan seseorang melainkan menyangkut suatu kemampuan dan kemauan dari para bawahan untuk bertanggungjawab dalam mengarahkan perilakunya sendiri. Tingkat kematangan tersebut ditentukan sebagai berikut. (1) Tingkat kematangan rendah jika tidak ada kemampuan maupun kemauan dari bawahan. (2) Tingkat kematangan rendah menuju sedang jika bawahan memiliki kemampuan namun tidak memiliki kemauan. (3) Tingkat kematangan sedang menuju tinggi jika bawahan memiliki kemampuan namun tidak memiliki kemauan. (4) Tingkat kematangan tinggi jika bawahan memiliki kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Berdasarkan tingkat kematangannya maka gaya tingkat kepemimpinan yang nampak bisa dibagi dalam empat kategori yaitu sebagai berikut. a) Instruktif, gaya kepemimpinan yang diambil dalam menghadapi bawahan yang memiliki tingkat kematangan rendah. 20 b) Konsultatif, gaya kepemimpinan dalam menghadapi bawahan yang memiliki tingkat kematangan rendah menuju sedang. c) Partisipatif, gaya kepemimpinan dalam menghadapi bawahan yang memiliki tingkat kematangan tinggi. Gaya kepemimpinan menurut Hasibuan (2009:170) adalah sebagai berikut. 1) Gaya kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang sebagian mutlak tetap berada pada pemimpin atau kalau pemimpin itu menganut sistem sentralis wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijakan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran, ide dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. 2) Gaya kepemimpinan partisipatif adalah apabila di dalam kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan loyalitas dan partisipasi bawahannya. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan. 3) Gaya kepemimpinan delegatif apabila seseorang pemimpin mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan agak lengkap. Bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaan, pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan kepada bawahan dalam arti pimpinan menginginkan agar para bawahan bisa mengendalikan diri mereka sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut. 2.1.4 Indikator gaya kepemimpinan 21 Gaya kepemimpinan merupakan style/tipe seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya. Thoha (2007:118) menyebutkan beberapa indikatorindikator mengenai gaya kepemimpinan, yaitu sebagai berikut. 1) Perilaku instruktif yang meliputi pemecahan masalah dan pengambilan keputusan semata-mata menjadi wewenang pimpinan, yang kemudian diumumkan pada bawahannya. Pelaksaaan pekerjaan diawasi secara ketat oleh pimpinan. Dalam gaya kepemimpinan seperti ini komunikasi yang terjadi hanya satu arah. 2) Perilaku konsultatif yang meliputi pemberian instruksi yang sangat besar serta penetapan keputusan dilakukan oleh pimpinan, namun menggunakan komunikasi dua arah dan mendengarkan keluhan dan perasaan bawahan tentang keputusan yang diambil. 3) Perilaku partisipatif yang meliputi pemecahan masalah dan pengambilan keputusan seimbang antara pimpinan dan bawahan. Pimpinan dan bawahan samasama terlibat dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. 4) Perilaku delegatif yang meliputi pimpinan mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi dengan para bawahannya dan selanjutnya mendelegasikan pengambilan keputusan seluruhnya kepada bawahan. House dalam Gorda (2004:172) menyebutkan 4 (empat) indikator mengenai gaya kepemimpinan, yaitu sebagai berikut. 1) Kepemimpinan direktif yaitu pemimpin yang memungkinkan bawahan mengetahui apa yang diharapkan, memberikan arahan tentang apa yang harus 22 dilakukan dan bagaimana caranya, menjadwalkan pekerjaan yang akan dilakukan, mempertahankan standar-standar kinerja tertentu dan memperjelas peranan pemimpin dalam kelompok. 2) Kepemimpinan suportif yaitu perilaku pemimpin yang melakukan berbagai usaha untuk membuat pekerjaan menjadi lebih menyenangkan, memperlakukan anggota-anggota kelompok secara adil, bersahabat dan mudah bergaul serta memperhatikan kesejahteraan karyawan. 3) Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi yaitu pemimpin yang selalu menentukan tujuan-tujuan yang menantang, mengharapkan tingkat kinerja tertinggi, menekankan peningkatan berkelanjutan dalam kinerja dan menampilkan keyakinan dalam memenuhi standar-standar yang tinggi. 4) Kepemimpinan partisipatif yaitu pemimpin yang melibatkan para bawahan, meminta sugesti-sugesti dari para bawahan dan menggunakan sugesti-sugesti tersebut pada saat membuat keputusan. 2.1.5 Pengertian kepuasan kerja Kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individu sehingga akan terjadi dinamika atau perubahan-perubahan setiap waktu yang harus diantisipasi agar tidak berkembang ke arah hal-hal yang bersifat negatif yang merugikan organisasi. Tiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda dengan nilai-nilai yang berlaku pada dirinya, semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan 23 keinginan maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan dan begitupula sebaliknya. Kepuasan kerja merupakan istilah yang menunjukkan sampai seberapa jauh organisasi membutuhkan para karyawan, untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan organisasi harus merespon kebutuhan karyawan. Ukuran kepuasan kerja meliputi sikap karyawan, penggantian karyawan (turn over), kemangkiran keterlambatan, dan keluhan. Hasibuan (2009:202) mengemukakan bahwa kepuasan kerja (job satisfaction) adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja kedisiplinan dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dalam pekerjaan merupakan kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh hasil pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa walau balas jasa itu penting. Kepuasan kerja diluar pekerjaan merupakan kerja karyawan yang dinikmati diluar pekerjaan dengan besarnya balas jasa yang akan diterima dari hasil kerjanya agar dia dapat membeli kebutuhan-kebutuhannya. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasannya diluar pekerjaan lebih mempersoalkan balas jasa daripada pelaksanaan tugas-tugasnya. Menurut Ardana, et.al (2009:23), kepuasan kerja adalah selisih dari sesuatu yang seharusnya ada dengan sesuatu yang sesungguhnya ada (faktual), semakin kecil selisih kondisi yang seharusnya ada dengan kondisi yang sesungguhnya (faktual) seseorang cenderung merasa semakin puas. Pendapat dari Mathis dan Jackson (2006:98) pada pikiran yang paling 24 mendasar, kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang positif dari mengevaluasi pengalaman kerja seseorang. Ketidakpuasan kerja muncul saat harapan-harapan ini tidak terpenuhi. Sebagai contoh, jika seorang tenaga kerja mengharapkan kondisi kerja yang aman dan bersih, maka tenaga kerja mungkin bisa menjadi tidak puas jika tempat kerja tidak aman dan kotor. Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dari karyawan terhadap pekerjaannya bila dibandingkan dengan balas jasa yang seharusnya mereka terima yang sesuai dengan harapannya. 2.1.6 Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja Kepuasan kerja merupakan sikap positif yang menyangkut penyesesuaian karyawan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Luthans (2006:243), faktor-faktor utama yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah sebagai berikut. 1) Pekerjaan itu sendiri Pekerjaan yang memberikan kepuasan adalah pekerjaan yang menarik dan menantang, pekerjaan yang tidak membosankan, serta pekerjaan yang dapat memberikan status. 2) Upah Upah dan gaji merupakan hal yang signifikan, namun merupakan faktor yang kompleks dan multidimensi dalam kepuasan kerja. 25 3) Promosi Kesempatan dipromosikan hal yang signifikan, namun memiliki pengaruh yang beragam terhadap kepuasan kerja, karena promosi bisa dalam bentuk yang berbeda-beda pula imbalannya. 4) Pengawasan Kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku. 5) Rekan Kerja Pada dasarnya, kelompok kerja akan berpengaruh pada kepuasan kerja. Rekan kerja yang ramah dan kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja bagi karyawan individu. 6) Kondisi Kerja Jika kondisi kerja bagus (misalnya, lingkungan sekitar bersih dan menarik), maka karyawan akan lebih mudah mengerjakan pekerjaan mereka, namun bila kondisi kerja rapuh (misalnya, lingkungan sekitar panas dan berisik), karyawan akan lebih sulit menyelesaikan pekerjaan mereka. Pendapat dari Hasibuan (2009:203) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah balas jasa yang adil dan layak, komunikasi yang tepat sesuai dengan keahlian, berat ringannya pekerjaan, suasana dan lingkungan kerja, peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan, sikap pimpinan dalam kepemimpinannya, dan sikap pekerjaan monoton atau tidak. 26 2.1.7 Efek kepuasan kerja karyawan Tiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda dengan nilai- nilai yang berlaku pada dirinya, semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan dan begitupula sebaliknya. Menurut Robbins (2008:111) efek kepuasan kerja karyawan adalah sebagai berikut. 1) Kepuasan dan Produktivitas Organisasi-organisasi dengan karyawan yang lebih terpuaskan cenderung lebih efektif dibandingkan dengan organisasi dengan karyawan yang kurang terpuaskan sehingga dapat meningkatkan produktivitas karyawan. 2) Kepuasan dan Kemangkiran Dari beberapa penelitian yang dilakukan para ahli serta pengalaman berbagai organisasi terlihat bahwa ada korelasi kuat antara kepuasan kerja dengan tingkat kemangkiran. Jika karyawan yang tinggi tingkat kepuasannya cenderung tingkat kemangkirannya, demikian pula sebaliknya. 3) Kepuasan dan tingkat keluarnya karyawan Salah satu penyebab timbulnya keinginan pindah kerja adalah kepuasan pada tempat kerja sekarang. 2.1.8 Efek ketidakpuasan karyawan Kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individu sehingga akan terjadi dinamika atau perubahan-perubahan setiap waktu yang harus diantisipasi agar tidak 27 berkembang ke arah hal-hal yang bersifat negatif yang merugikan organisasi. Menurut Robbins (2008:112) ketidakpuasan karyawan dapat dijelaskan sebagai berikut. 1) Keluar (exit), perilaku yang ditunjukkan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri. 2) Aspirasi (voice), secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja. 3) Kesetiaan (loyalty), secara pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk melakukan hal yang benar. 4) Pengabaian (neglect), secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus, kurangnya usaha dan meningkatnya angka kesalahan. 2.1.9 Teori kepuasan kerja Pada umumnya terdapat banyak teori yang membahas masalah kepuasan seseorang dalam bekerja. Teori-teori kepuasan kerja menurut Mangkunegara (2010:91) antara lain sebagai berikut. 1) Teori Keseimbangan (Equity Theory) Teori ini dikembangkan oleh Adam, komponen dari teori ini adalah input, outcome, comparison person, dan equity-in-equity. Input adalah semua nilai yang diterima karyawan yang dapat menunjang pelaksanaan kerja, misalnya 28 pendidikan, pengalaman, kemampuan, usaha, peralatan pribadi dan jumlah jam kerja. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan karyawan, misalnya upah, keuntungan tambahan, status simbol, pengenalan kembali (recognition), kesempatan untuk berprestasi atau mengekspresikan diri. Sedangkan comparison person adalah seorang karyawan dalam organisasi yang sama, seorang karyawan dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya. Menurut teori ini, puas atau tidak puasnya karyawan merupakan hasil dari membandingkan antara input-outcome dirinya dengan perbandingan input-outcome karyawan lain (comparison person). Jadi jika perbandingan tersebut dirasakan seimbang (equity) maka karyawan tersebut akan merasa puas. Tetapi apabila terjadi tidak seimbang (inequity) dapat menyebabkan dua kemungkinan, yaitu over compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan dirinya) dan sebaliknya, under compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan karyawan lain yang menjadi pembanding atau comparison person. 2) Teori Perbedaan (Discrepancy Theory) Teori ini pertama kali dipelopori oleh Proter. Ia berpendapat bahwa mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan karyawan. Locke (1997) mengemukakan bahwa kepuasan kerja karyawan tergantung pada perbedaan antara apa yang didapat dan apa yang diharapkan oleh karyawan. Apabila yang didapat karyawan ternyata lebih besar daripada apa yang diharapkan maka 29 karyawan tersebut menjadi puas. Sebaliknya, apabila yang didapat karyawan lebih rendah daripada yang diharapkan, akan menyebabkan karyawan tidak puas. 3) Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory) Teori ini pertama kali dipelopori A. H. Maslow. dikemukakan oleh A. H. Maslow tahun 1943. Teori ini merupakan kelanjutan dari “Human Science Theory” Elton Mayo (1880-1949) yang menyatakan bahwa kebutuhan dan kepuasan seseorang itu jamak, yaitu kebutuhan biologis dan psikologis berupa kebutuhan meteriil dan non-materiil. Dalam teori ini Maslow menyatakan adanya suatu hirarki kebutuhan pada setiap orang. Setiap orang memberi prioritas pada suatu kebutuhan sampai kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Jika suatu kebutuhan sudah terpenuhi, maka kebutuhan yang kedua akan memegang peranan, demikian seterusnya menurut urutannya. 4) Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory) Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan bukanlah bergatung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para karyawan dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut oleh karyawan dijadikan tolak ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi, karyawan akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan. 5) Teori Pengharapan (Ecpentancy Theory) 30 Teori pengharapan dikembangkan oleh Victor H. Vroom, kemudian teori ini diperluas oleh Porter dan Lawler. Vroom menjelaskan bahwa motivasi suatu produk dari bagaimana seseorang menginginkan sesuatu dan penaksiran seseorang memungkinkan aksi tertentu yang akan menuntunnya. Pernyataan ini berhubungan dengan rumus sebagai berikut. Valensi x Harapan = Motivasi Keterangan: (1) Valensi merupakan kekuatan hasrat seseorang untuk mencapai sesuatu. (2) Harapan merupakan kemungkinan mencapai sesuatu dengan aksi tertentu. (3) Motivasi merupakan kekuatan dorongan yang mempunyai arah pada tujuan tertentu. 6) Teori Dua Faktor Herzberg (Herzberg’s Two Factor Theory) Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg (1950). Ia menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Penelitian Herzberg diadakan dengan melakukan wawancara terhadap subjek insinyur dan akuntan. Masingmasing subjek diminta menceritakan kejadian yang dialami mereka baik yang menyenangkan (memberikan kepuasan) maupun yang tidak menyenangkan atau tidak memberi kepuasan, kemudian dianalisis dengan analisis isi (content analysis) untuk menentukan faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan atau ketidakpuasan. Dua faktor yang dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas menurut Herzberg, yaitu faktor pemeliharaan (maintenance factors) 31 dan faktor pemotivasian (motivational factors). Faktor pemeliharaan disebut pula dissatisfiers, hygiene factors, job context, extrinsic factors yang meliputi administrasi dan kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dengan pengawas, hubungan dengan sub ordinat, upah, keamanan kerja, kondisi kerja dan status. Sedangkan faktor pemotivasian disebut pula satisfier, motivators, job content, intrinsic factors yang meliputi dorongan berprestasi, pengenalan, kemajuan (advancement), kesempatan berkembang dan tanggung jawab. 2.1.10 Indikator kepuasan kerja Penelitian dari Rivai (2010:860), menyatakan bahwa indikator kepuasan kerja dapat dilihat sebagai berikut. 1) Isi pekerjaan, merupakan penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan 2) Supervisi, merupakan pengarahan dan pengendalian kepada tingkat karyawan yang ada dibawahnya dalam suatu organisasi. 3) Organisasi dan manajemen, merupakan suatu alat atau wadah kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. 4) Kesempatan untuk maju, merupakan keadaan dimana karyawan memiliki kesempatan untuk mengembangkan karir. 5) Gaji dan keuntungan dalam bidang financial lainnya seperti adanya insentif, merupakan timbal balik yang diberikan perusahaan untuk karyawan karena telah bekerja sesuai ketentuan. 32 6) Rekan kerja, merupakan orang yang diajak bekerjasama dalam menyelesaikan pekerjaan. 7) Kondisi pekerjaan, merupakan serangkaian kondisi atau keadaan lingkungan kerja dari suatu perusahaan yang menjadi tempat bekerja dari para karyawan yang bekerja didalam lingkungan tersebut. 2.1.11 Pengertian prestasi kerja Hasibuan (2009:130) mengemukakan bahwa prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya berdasarkan kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan. Menurut Mangkunegara (2010:120), prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Nawawi (2008:43) pada hakekatnya penilaian prestasi kerja karyawan yang merupakan kegiatan manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses pengamatan (observasi) terhadap pelaksanaan pekerjaan oleh seorang pekerja yang memiliki hak-hak asasi yang dilindungi. Penilaian prestasi kerja adalah menilai rasio hasil kerja nyata dengan standar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan setiap karyawan, menetapkan kebijaksanaan mengenai promosi atau balas jasanya. 2.1.12 Faktor yang mempengaruhi prestasi kerja Bagi perusahaan prestasi kerja karyawan sangatlah penting karena sangat terkait erat dengan output yang akan didapat dan keberlangsungan perusahaan. 33 Sangatlah sulit bagi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan besar jika prestasi kerja karyawannya rendah. Menurut Notoadmojo (2003:36), beberapa faktor penting yang mempengaruhi prestasi kerja karyawan adalah sebagai berikut. 1) Kemampuan pembawaan (Ability) 2) Kemampuan yang dapat dikembangkan (Capacity) 3) Bantuan untuk terwujudnya prestasi kerja (Help) 4) Insentif material maupun non material (Incentive) 5) Lingkungan kerja (Environment) 6) Uraian kerja (Validacy) 7) Umpan balik hasil (Evaloation) Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja karyawan adalah pengetahuan (knowledge), sikap (attitudes), keterampilan (skill), dan tingkah laku (behaviour). Menurut Martoyo (2007:108), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja adalah sebagai berikut. 1) Kecakapan kerja, yaitu mempunyai kecakapan di dalam melaksanakan suatu pekerjaan serta mampu menyelesaikan pekerjaan dengan hasil yang lebih baik. 2) Kualitas pekerjaan, yaitu mampu melaksanakan pekerjaan dengan baik. 3) Pengembangan, yaitu mempunyai kreativitas yang bisa menentukan dan mengembangkan gagasan atau cara kerja baru agar pekerja dapat disesuaikan lebih baik. 34 4) Tanggung jawab, yaitu mempunyai tanggung jawab dalam melakukan suatu pekerjaan. 5) Prakarsa, yaitu selalu mengambil langkah-langkah positif untuk memperbaiki atau meningkatkan pekerjaannya untuk mencapai tujuan perusahaan. 6) Ketabahan, yaitu mempunyai jiwa yang sabar dan tabah dalam menghadapi segala masalah dan mampu untuk menyelesaikan. 7) Kejujuran, yaitu tidak pernah menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan kepadanya dalam keadaan apapun. 8) Tingkat kehadiran, yaitu tidak pernah absen dan senantiasa bersemangat dalam melaksanakan tugas. 9) Kerjasama, yaitu dapat bekerja sama baik vertikal mapupun horizontal sehingga mampu meningkatkan efektifitas kelompok dan berpengaruh positif pada lingkungan. 10) Tingkah laku, yaitu mempunyai sikap yang sopan, luwes, bijaksana, dan tegas sehingga patut dijadikan teladan. 2.1.13 Pengertian penilaian prestasi kerja Menurut Simamora (2006:416), penilaian prestasi kerja merupakan proses organisasi mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Sedangkan menurut Handoko (2008:135), penilaian prestasi kerja adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Sehingga berdasarkan uraian tersebut, dapat dikemukakan bahwa penilaian prestasi kerja merupakan proses penilaian serta pengevaluasian hasil kerja karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas 35 yang diberikan kepadanya, dapat dilihat bagaimana prestasi kerja karyawan dengan melakukan penilaian prestasi kerja. 2.1.14 Tujuan penilaian prestasi kerja Perusahaan atau organisasi dapat menjadikan penilaian prestasi kerja sebagai acuan atau standar di dalam membuat keputusan berkenaan dengan kondisi pekerjaan karyawan, termasuk untuk promosi pada jenjang karir yang lebih tinggi, pemberhentian, dan penghargaan atau penggajian. Menurut Hasibuan (2009:100) tujuan penilaian prestasi kerja karyawan adalah sebagai berikut. 1) Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, demosi, pemberhentian dan penetapan besarnya balas jasa. 2) Untuk mengukur prestasi kerja yaitu sejauh mana karyawan bisa sukses dalam pekerjaannya. 3) Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam perusahaan. 4) Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan koefektifan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja, dan peralatan kerja. 5) Sebagai indikator untuk menemukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang berada di dalam organisasi. 6) Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai tujuan-tujuan untuk mendapatkan kerja yang baik. 36 7) Sebagai alat untuk mendorong atau membiasakan para atasan untuk mengobservasi perilaku bawahan supaya diketahui minat dan kebutuhankebutuhan karyawannya atau bawahannya. 8) Sebagai alat untuk bisa melihat kekurangan atau kelemahan di masa lampau dan meningkatkan kemampuan-kemampuan karyawan-karyawan selanjutnya. 9) Sebagai kriteria di dalam menentukan seleksi dan penempatan karyawan. 10) Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan. 2.1.15 Manfaat penilaian prestasi kerja Ukuran terakhir keberhasilan dari suatu departemen personalia adalah prestasi kerja. Penilaian prestasi kerja dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka. Manfaat penilaian prestasi kerja menurut Tohardi (2008:249) adalah sebagai berikut. 1) Program perbaikan Evaluasi penilaian prestasi kerja dapat digunakan untuk memperbaiki pekerjaan seseorang. Jika hasil penilaian sangat rendah, maka dicari apa masalahnya, jika kurang terampil maka program perbaikannya dengan peningkatan keterampilan itu berarti dapat diikutkan dalam pelatihan. Dengan adanya koreksi terhadap keterampilan seseorang karyawan dan selanjutnya ada follow-upnya, maka berarti penilaian prestasi kerja telah memberikan solusi dalam meningkatkan produktivitas kerja bawahan atau karyawan. 2) Promosi 37 Dengan adanya penilaian prestasi kerja, maka kita akan mengetahui siapa yang duduk pada peringkat yang paling tinggi dan yang paling rendah. Adanya datadata tentang peringkat prestasi tersebut, maka akan memudahkan manajer sumber daya manusia dalam melakukan promosi, untuk itu secara logis karyawan yang menduduki peringkat tertinggi yang akan dipromosikan. 3) Kompensasi Penilaian prestasi kerja juga memberikan kontribusi bagi manajer sumber daya manusia dalam pengambilan keputusan mengenai besar kecilnya kompensasi yang akan diberikan kepada karyawan bersangkutan. 4) Pelatihan dan pengembangan Melalui penilaian prestasi kerja ini dapat diketahui kelemahan-kelemahan bidang keterampilan yang selanjutnya diperbaiki dengan pelatihan. 5) Penempatan (Replacement) Dalam manajemen dikenal filosofi the right man on the right place yang maksudnya bahwa penempatan (replacement) seseorang yang kurang tepat dalam sebuah jabatan atau pekerjaan, dapat membuat orang yang bersangkutan malas dalam bekerja atau kurang bergairah dalam bekerja. Untuk itu jika ditemukan pegawai yang kurang berprestasi maka dapat ditelusuri lebih jauh, apakah rendahnya prestasi karyawan yang bersangkutan dikarenakan penempatan yang kurang sesuai dengan kemampuan, keahlian dan keterampilannya. Jika jawabannya adalah iya, maka evaluasi tersebut telah memberikan kontribusi 38 dalam menemukan atau menempatkan seorang karyawan sesuai dengan keahlian, keterampilan atau kemampuannya. 6) Desain pekerjaan Penilaian prestasi kerja juga dapat menguak tabir kelemahan desain pekerjaan, sehingga desain pekerjaan yang ada (kurang sempurna) dalam menciptakan lingkungan kerja yang kondusif bagi karyawan segera diperbaiki atau dibenahi guna menciptakan suasana kerja yang kondusif dalam meningkatkan prestasi kerja karyawan. 7) Kecemburuan sosial Jika penilaian prestasi kerja dilakukan secara benar, terbuka dan obyektif, maka dapat saja menghilangkan kecemburuan sosial di dalam organisasi atau perusahaan. 8) Kompetisi Jika hasil penilaian prestasi kerja dilakukan secara benar (obyektif) dan terbuka, maka dapat menumbuhkan persaingan yang sehat, sehingga karyawan berupaya memberikan kontribusi semaksimal mungkin untuk organisasi atau perusahaan. 2.1.16 Metode penilaian prestasi kerja Terdapat berbagai macam metode untuk melakukan penilaian prestasi kerja karyawan. Menurut Hasibuan (2009:96) metode penilaian prestasi karyawan pada dasarnya dikelompokkan atas metode tradisional dan metode modern. 1) Metode tradisional. Metode ini merupakan metode tertua dan paling sederhana menilai prestasi karyawan dan diterapkan secara sistematis sebagai berikut. 39 (1) Rating scale. Metode ini merupakan metode penilaian yang paling tua dan banyak digunakan, dimana penilaian yang dilakukan oleh atasan untuk mengukur karakteristik, misalnya mengenai inisiatif, ketergantungan, kematangan, dan kontribusinya terhadap tujuan kerjanya. (2) Employee comparation. Metode ini merupakan metode penilaian yang dilakukan dengan cara membandingkan antara pekerja dengan pekerja lainnya. (3) Check list. Metode ini sebenarnya tidak menilai tetapi hanya memberikan masukan informasi bagi penilaian yang dilakukan oleh bagian personalia. (4) Freedom essay. Dengan metode ini seorang penilai diharuskan membuat karangan yang berkenaan dengan orang atau karyawan yang sedang dinilainya. (5) Critical incident. Dengan metode ini penilai harus mencatat semua kejelasan mengenai tingkah laku bawahannya sehari-hari kemudian ke dalam buku catatan khusus yang terdiri dari berbagai macam kategori tingkah laku bawahannya, misalnya mengenai inisiatif, kerjasama, dan keselamatan. 2) Metode modern. Metode ini merupakan perkembangan dari metode tradisional dalam menilai prestasi karyawan, yang termasuk dalam metode ini adalah sebagai berikut. (1) Assessment centre. Metode ini biasanya dilakukan dengan pembentukan tim penilai khusus. Tim penilai khusus ini bisa dari luar, dari dalam, maupun kombinasi dari luar dan dalam. Cara penilaian tim dilakukan dengan 40 wawancara, permainan bisnis dan lain-lain. Dengan indeks prestasi inilah ditetapkan kebijaksanaan selanjutnya terhadap setiap individu karyawan seperti promosi, demosi, pemindahan, pemberhentian dan lain sebagainya. (2) Management diikutsertakan by objective. dalam Dalam perumusan metode persoalan ini karyawan dengan langsung memperhatikan kemampuan bawahan dalam menentukan sasaran masing-masing yang ditekankan pada pencapaian sasaran perubahan. (3) Human asset accounting. Dalam metode ini, faktor pekerja dinilai sebagai individu modal jangka panjang sehingga sumber tenaga kerja dinilai dengan cara membandingkan terhadap variabel-variabel yang dapat mempengaruhi keberhasilan perusahaan. Jika biaya untuk tenaga kerja meningkat laba pun meningkat, maka peningkatan tenaga kerja tersebut telah berhasil. 2.1.17 Indikator prestasi kerja Indikator prestasi kerja sangat diperlukan untuk mengukur prestasi kerja karyawan di perusahaan. Ada banyak pendapat para ahli mengenai indikator prestasi kerja, salah satunya yaitu indikator prestasi kerja menurut Muskita (2007) adalah sebagai berikut. (1) Kehadiran Kehadiran adalah kedatangan karyawan dalam waktu kerja. (2) Kemampuan 41 Kemampuan adalah kesanggupan karyawan untuk mencapai target yang telah ditetapkan. (3) Kejujuran Kejujuran adalah sikap jujur dalam bekerja terutama dalam melaporkan hasil pekerjaan sesuai dengan apa adanya. (4) Kerjasama Kerjasama adalah hubungan baik yang harus dilaksanakan oleh karyawan dan sesama karyawan. (5) Kepemimpinan Kepemimpinan adalah kemampuan karyawan untuk memimpin dan memotivasi orang lain untuk bekerja secara efektif dan efisien. (6) Tanggung jawab Tanggung jawab adalah kewajiban karyawan untuk melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan sebaik-baiknya. 2.1.18 Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan dan prestasi kerja karyawan Hasibuan (2009:130) mengemukakan bahwa prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya berdasarkan kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan. Prestasi kerja pegawai pada dasarnya adalah kegiatan dan hasil yang dapat dicapai atau dilanjutkan seseorang atau sekelompok orang di dalam pelaksanaan tugas, artinya mencapai sasaran atau standar 42 kerja yang telah ditetapkan sebelum dan atau bahkan dapat melebihi standar yang ditentukan oleh perusahaan pada periode tertentu (As’ad, 2005:39). Kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individu sehingga akan terjadi dinamika atau perubahan-perubahan setiap waktu yang harus diantisipasi agar tidak berkembang ke arah hal-hal yang bersifat negatif yang merugikan organisasi. Tiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda dengan nilai-nilai yang berlaku pada dirinya, semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan dan begitupula sebaliknya. Dalam perusahaan, bawahan bekerja selalu tergantung pada pimpinan. Bila pimpinan tidak memiliki kemampuan memimpin, maka tugas-tugas yang sangat kompleks tidak dapat dikerjakan dengan baik. Apabila manajer mampu melaksanakan fungsi-fungsinya dengan baik, sangat mungkin organisasi tersebut dapat mencapai sasarannya. Suatu organisasi membutuhkan pemimpin yang efektif, yang mempunyai kemampuan mempengaruhi perilaku anggotanya atau anak buahnya (Alimuddin dalam Darwito, 2008). Jadi, seorang pemimpin atau kepala suatu organisasi akan diakui sebagai seorang pemimpin apabila ia dapat memberi pengaruh dan mampu mengarahkan bawahannya ke arah tujuan organisasi. Pimpinan perlu melakukan pembinaan yang sungguh-sungguh terhadap pegawai di lingkungannya agar dapat meningkatkan prestasi kerja, salah satu cara untuk mendukung pembinaan tersebut adalah dengan menciptakan suatu kepuasan kerja terhadap karyawan sehingga memacu karyawan untuk memberikan kontribusi 43 yang maksimal terhadap perusahaan. Pada saat pimpinan mampu menerapkan gaya kepemimpinannya dengan baik, maka akan memberikan kepuasan kerja yang pada akhirnya mampu meningkatkan prestasi kerja karyawan (Sasongko, 2008). 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian yang terkait dengan penelitian yang dilakukan sekarang ini adalah sebagai berikut. 1) Penelitian dari Aurik Gustomo dan Anita Silvianita (2011) tentang “Pengaruh Nilai-nilai Personal, Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Karyawan di PT. Inti”. Riset ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepuasan kerja pegawai dengan faktor-faktor nilai personal, gaya kepemimpinan dan budaya organisasi. Hasil riset ini menunjukkan bahwa nilai-nilai personal, gaya kepemimpinan dan budaya organisasi memiliki hubungan yang positif dengan kepuasan kerja. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda. 2) Penelitian dari Muhammad Fauzan Baihaqi (2010) tentang “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Intervening Pada PT. Yudhistira Ghalia Indonesia Area Yogyakarta”. Tujuan penelitian ini adalah menginvestigasi pengaruh komitmen organisasi terhadap hubungan antara gaya kepemimpinan dengan 44 kepuasan kerja dan pengaruh komitmen organisasi terhadap hubungan antara gaya kepemimpinan dengan kinerja karyawan PT Yudhistira Galia Indonesia Area Yogyakarta. Hasil penelitian ini adalah: gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan; komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan; komitmen organisasi secara positif dan signifikan memediasi hubungan antara gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan; dan komitmen organisasi secara positif dan signifikan juga memediasi hubungan antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda. 3) Penelitian dari Kholijah Siregar (2006) tentang “Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Kepuasan Kerja Karyawan pada Bagian Produksi PT Unitex Tbk, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat”. Uji yang akan dilakukan adalah Uji ChiSquare, korelasi Spearman dan Pearson. Berdasarkan hasil uji chi square pada taraf nyata α 0,05 memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan dengan kepuasan kerja terhadap pengakuan. Hal ini dapat dilihat dari angka X2 hitung yaitu sebesar 6,422 yang ternyata lebih besar dari X2 tabel yaitu sebesar 5,99. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama 45 menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data dan teknik pengambilan sampelnya berbeda. 4) Penelitian dari Fajar Hananto Setyawan (2007) dengan judul “Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada Perusahaan Rokok Gama di Karanganyar”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh konsultatif, perilaku partisipatif, dan perilaku delegatif terhadap kepuasan kerja karyawan, serta faktor manakah yang paling dominan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan perusahaan Rokok Gama di Karanganyar. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda. 5) Penelitian dari Anuar Bin Hussin (2011) dengan judul “Hubungan di antara Kepuasan Kerja dan Prestasi Kerja di Kalangan Pekerja-pekerja di Kumpulan Syarikat-syarikat Tradewinds”. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan tahapan kepuasan kerja dan prestasi kerja serta mengenal pasti hubungan di antara komponen-komponen kepuasan kerja yaitu gaji, kenaikan pangkat, kerja itu 46 sendiri, penyeliaan dan rekan kerja dan prestasi kerja di kalangan pekerja-pekerja Kumpulan Syarikat-Syarikat Tradewinds. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan positif di antara komponen kepuasan kerja yaitu kenaikan pangkat, kerja itu sendiri, penyeliaan dan rekan kerja kecuali komponen gaji terhadap prestasi kerja. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel kepuasan kerja dan prestasi kerja, selain itu juga samasama menggunakan teknik pengambilan sampel jenuh. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda. 6) Penelitian dari Elon Salamala (2007) mengenai “Pengaruh Faktor-Faktor Gaya Kepemimpinan Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Koperasi Unit Desa (KUD)”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikansi gaya kepemimpinan terhadap prestasi kerja karyawan di Koperasi Unit Desa (KUD) di Kabupaten Sorong. Hasil penelitian ini adalah faktor gaya kepemimpinan yang meliputi the free rein leader (X1), the autocratic leader (X2), the participative leader (X3), secara simultan mempunyai pengaruh bermakna terhadap prestasi kerja karyawan Koperasi Unit Desa di Kabupaten Sorong. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi prestasi kerja. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda. 7) Penelitian dari Ryani Mutiara Hardy (2007) tentang “Hubungan antara Gaya Kepemimpinan dengan Pencapaian Prestasi Kerja Karyawan di Taman Akuarium Air Tawar, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta”. Tujuan dari penelitian ini 47 adalah untuk mengetahui bentuk gaya kepemimpinan manajemen TAAT-TMII berdasarkan persepsi karyawan, mengetahui bentuk prestasi kerja yang dicapai karyawan TAAT-TMII serta mengetahui hubungan gaya kepemimpinan manajemen TAAT-TMII dalam pencapaian prestasi kerja karyawan dan perbedaannya di tiap bagian. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa nilai gaya kepemimpinan tertinggi diperoleh Kepala Bagian Umum sebesar 86.2. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi prestasi kerja. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda. 8) Penelitian dari Ramlan Ruvendi (2005) tentang “Imbalan dan Gaya Kepemimpinan Pengaruhnya terhadap Kepuasan Kerja Karyawan di Balai Besar Industri Hasil Pertanian Bogor”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada pengaruh dan hubungan antara a) reward yang diterima oleh karyawan IRDABI pada kepuasan kerja, b) gaya kepemimpinan pada kepuasan kerja, c) reward bersama dengan gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan IRDABI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan dan pengaruh antara imbalan terhadap kepuasan kerja dengan ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi parsial 0,6185 dan koefisien regresi untuk variabel imbalan (β1) dari 0,412. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda. 48 9) Penelitian dari Seno Andri, et.al (2011) tentang “Pengaruh Gaya Kepemirnpinan, Budaya Organisasi, Motivasi, Program Diklat terhadap Kinerja, dan Kepuasan Kerja Karyawan pada PT. Telkom Tbk Pekanbaru”. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian penjelasan atau penelitian eksplanatori yaitu menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesis. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda. 10) Penelitian dari Totok Sasongko (2008) mengenai “Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Prestasi Kerja Karyawan pada KPRI Bima Jaya Pasuruan”. Hasil analisis regresi linier dengan uji secara simultan diperoleh hasil bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap prestasi kerja karyawan KPRI Bima Jaya Pasuruan. Namun apabila dianalisis secara parsial, variabel gaya kepemimpinan orientasi pada tugas mempunyai pengaruh signifikan terhadap prestasi kerja. Sedangkan variabel gaya kepemimpinan orientasi pada hubungan juga mempunyai pengaruh terhadap peningkatan prestasi kerja karyawan KPRI Bima Jaya Pasuruan. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi prestasi kerja. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda. 11) Penelitian dari Sugeng Mulyono dan Zai Dani Almas (2009) dengan judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan pada 49 Gramedia Malang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Penelitian ini menggunakan sampel jenuh karena jumlah populasi kurang dari 100, yaitu sebanyak 63 orang. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan, yang dalam penelitian ini diwakili oleh gaya-gaya otoriter, demokratis dan laissez faire, baik secara simultan maupun parsial terbukti berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi kepuasan kerja, selain itu juga sama-sama menggunakan sampel jenuh. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda. 12) Penelitian yang dilakukan oleh Muskita (2007) dengan judul “Analisa Pengaruh Disiplin Kerja terhadap Prestasi Kerja pada AJB Bumiputera 1912 Kantor Operasional Biak”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara disiplin kerja dan prestasi kerja karyawan. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah adanya hubungan yang positif anatara disiplin kerja dan prestasi kerja karyawan AJB Bumiputera 1912 Kantor Operasional Biak. Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama meneliti variabel prestasi kerja, sedangkan perbedaannya adalah tidak adanya variabel gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja, waktu penelitian, tempat penelitian, jumlah sampel dan teknik analisis data. 50 13) Penelitian dari Ilham Anshari (2007) dengan judul “Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Prestai Kerja Karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia cabang Binjai. Sedangkan faktor yang paling dominan mempengaruhi prestasi kerja karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia cabang Binjai adalah kepuasan atas hubungan dalam kelompok kerja, hal ini dikarenakan hubungan yang terbangun dan terbinan dalam kelompok kerja sangat baik. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel kepuasan dan prestasi kerja karyawan. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda. 14) Penelitian dari Mulyanto dan Djoko Mochammad Wahyudi (2008) tentang “Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Kompensasi, dan Budaya Organisasi terhadap Prestasi Kerja Pegawai di PT. Telkom Kandatel Surakarta”. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan, kompensasi dan budaya organisasi terhadap prestasi kerja staf di PT. Telkom Kandatel Surakarta apakah variabel ini berpengaruh secara simultan dan parsial, dan untuk mengetahui diantara variabel tersebut yang mana berpengaruh dominan. Hasil dari penelitian ini adalah Budaya Organisasi merupakan variabel yang dominan pengaruhnya terhadap prestasi kerja. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi prestasi kerja. Perbedaan dengan riset 51 sekarang adalah metode dan pengambilan sampel yang digunakan untuk mengolah data berbeda. 15) Penelitian dari Darwinto (2008) tentang “Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan pada RSUD Kota Semarang”. Penelitian ini menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi untuk meningkatkan kinerja karyawan. Hasil penelitian ini menunjukkan diantaranya bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode dan pengambilan sampel yang digunakan untuk mengolah data berbeda. 16) Penelitian dari Kylie Bartolo dan Brett Furlonger (2000) tentang “Leadership and Job Satisfaction Among Aviation Fire Fighters in Australia”. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara kepuasan kerja dan gaya kepemimpinan dalam pemadam kebakaran penerbangan. Penelitian ini menggunakan sampel jenuh dengan lima puluh enam orang pemadam kebakaran sebagai responden. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda. 17) Penelitian dari Ali Mohammad Mosadegh Rad dan Mohammad Hossein Yarmohammadian (2006) dengan judul “A Study of Relationship between 52 Managers Leadership Style and Employees Job Satisfaction”. Tujuan dari penelitian deskriptif dan cross-sectional ini adalah untuk mengeksplorasi hubungan antara gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja karyawan di Rumah Sakit Universitas Isfahan, Iran. Hasil dari penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda. 18) Penelitian dari Kasim Randeree dan Abdul Ghaffar Chaudhry (2012) dengan judul “Leadership Style, Satisfaction and Commitment an Exploration in The United Arab Emirates Construction Sector”. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan sejauh mana gaya kepemimpinan berdampak pada kepuasan kerja karyawan dan komitmen organisasi di Uni Emirat (UEA) melalui analisis kasus di sector kontruksi. Hasil dari penelitian ini adalah kepuasan kerja karyawan sangat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan dengan lebih dari 50% responden menyatakan bahwa gaya kepemimpinan sangat mempengaruhi kepuasan kerja mereka. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda. 19) Penelitian dari Jose R. Goris (2006) dengan judul “Effects of Satisfaction with Communication on the Relationship between Individual-job Congruence and Job 53 Performance/Satisfaction”. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh moderating kepuasan berkomunikasi pada hubungan antara prestasi kerja dan kepuasan kerja karyawan. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel kepuasan dan prestasi kerja karyawan. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda. 20) Penelitian dari Peter Lok dan John Crawford (2004) mengenai “The Effect of Organizational Culture and Leadership Style on Job Satisfaction and Organisational Commitment A Cross-National Comparison”. Penelitian ini menguji pengaruh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi dengan mengambil sampel dari Hong Kong dan Australia. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda. 21) Penelitian dari Timothy Bartram dan Gian Casimir (2007) dengan judul “The Relationship between Leadership and Follower in-role Performance and Satisfaction with The Leader”. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan pemeriksaan efek mediasi dari pemberdayaan dan kepercayaan pemimpin pada hubungan antara kepemimpinan transformasional dan dua hasil yaitu peran kinerja sebagai pengikut dinilai oleh pemimpin dan kepuasan kerja dengan pemimpin. Hasil dari penelitian ini adalah pendekatan yang lebih halus diperlukan untuk memahami kepemimpinan dalam mediator yang berbeda telah terbukti 54 mempengaruhi hasil yang berbeda. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda. 22) Penelitian dari Linda S. Wing (2005) dengan penelitian yang berjudul “Leadership in High Performance Teams : A Model for Superior Team Performance”. Penelitian ini bertujuan untuk menjelajahi bagaimana tim berperforma tinggi membuat pertumbuhan eksponensial. Penelitian ini sangat relevan untuk berlatih menjadi pemimpin ditandai dengan kecepatan transaksi dan inovasi, serta perubahan yang sering ada. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi prestasi kerja. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda. 23) Penelitian dari Eran Vigoda-Gadot (2007) dengan judul “Leadership Style, Organizational Politics, and Employees Performance An Empirical Examination of Two Competing Models”. Penelitian ini bertujuan untuk menguji persepsi politik antara karyawan sector public sebagai mediator antara gaya kepemimpinan atasan dan aspek formal dan informal prestasi kerja karyawan. Kepemimpinan multifactor kuesioner (MLQ) adalah didistribusikan kepada karyawan dari sebuah organisasi keamanan public Israel, meminta mereka untuk mengevaluasi gaya atasan mereka tentang gaya kepemimpinan. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan 55 variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi prestasi kerja. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda. 24) Penelitian dari Su Chao Chang dan Ming Shing Lee (2007) dengan judul penelitian “A Study on Relationship Among Leadership, Organizational Culture, The Operation of Learning Organization and Employees Job Satisfaction”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kepemimpinan, budaya organisasi, operasi pembelajaran organisasi dan kepuasan kerja karyawan. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda. 25) Penelitian dari Lee Huey Yiing dan Kamarul Zaman Bin Ahmad (2009) dengan judul penelitian “The Moderating Effects of Organizational Culture of The Relationships between Leadership Behaviour and Organizational Commitment and between Organizational Commitment and Job Satisfaction and Performance”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek moderasi budaya organisasi pada hubungan antara gaya kepemimpinan dan komitmen organisasi dan antara komitmen organisasi dan kepuasan kerja dan kinerja dalam pengaturan Malaysia. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda. 2.3 Rumusan Hipotesis 56 Hipotesis yang dikemukakan terhadap permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1) Gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan positif terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT. Arabikatama Khatulistiwa Fishing Industry (AKFI) Benoa Bali. 2) Kepuasan kerja karyawan berpengaruh signifikan positif terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. Arabikatama Khatulistiwa Fishing Industry (AKFI) Benoa Bali. 3) Gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan positif terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. Arabikatama Khatulistiwa Fishing Industry (AKFI) Benoa Bali. 57