13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Pengertian kepemimpinan
Ardana, et.al (2009:89) mengutip pengertian kepemimpinan dari pendapat
beberapa ahli, antara lain sebagai berikut. Indriyo Gitosudarmo (1997) menyatakan
bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas dari individu atau
kelompok untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu, sedangkan menurut Nimran
(1999) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi perilaku
orang lain agar orang tersebut berperilaku seperti apa yang dikehendakinya,
selanjutnya Robbins dan Coulter (2004) menyatakan bahwa kepemimpinan
merupakan kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok menuju tercapainya
tujuan-tujuan, dan Sukanto Reksohadiprojo dalam Djatmiko (2002) menyatakan
bahwa kepemimpinan adalah proses memanfaatkan kekuasaan untuk mendapatkan
pengaruh pribadi.
2.1.2
Pengertian gaya kepemimpinan
Menurut Ardana, et.al (2009:181) gaya kepemimpinan adalah pola perilaku
yang ditunjukkan oleh pemimpin dalam mempengaruhi orang lain. Pola perilaku
tersebut bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti nilai-nilai, asumsi, persepsi,
harapan, maupun sikap yang ada dalam diri pemimpin. Berbagai penelitian tentang
13
gaya kepemimpinan yang dilakukan para ahli mendasarkan pada asumsi bahwa pola
perilaku tertentu pemimpin dalam mempengaruhi bawahan ikut menentukan
efektivitasnya dalam pemimpin. Menurut Heidjrachman dan Husnan (2008:224) gaya
kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang diancang untuk mengintegrasikan
tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu. Sementara
itu, pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku
(kata-kata dan tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang lain
Hersey (2004:29).
Yukl (2007:65) menyatakan beberapa penelitian yang menemukan bahwa tiga
jenis perilaku kepemimpinan dapat dibedakan antara para manajer yang efektif dan
manajer tidak efektif. Setiap jenis perilaku dijelaskan secara singkat, yaitu sebagai
berikut.
1) Perilaku yang berorientasi tugas
Pada pendekatan ini, manajer yang lebih efektif berkonsentrasi pada fungsi-fungsi
yang berorientasi pada tugas seperti merencanakan dan mengatur pekerjaan,
mengkoordinasikan kegiatan para bawahan dan menyediakan keperluan, peralatan
dan bantuan teknis yang dibutuhkan. Di samping itu, para manajer yang efektif
memandu para bawahannya dalam menetapkan sasaran kinerja yang tinggi, tetapi
realistis.
2) Perilaku yang berorientasi hubungan
Pada pendekatan ini, para manajer yang efektif lebih penuh perhatian, mendukung
dan membantu para bawahan. Perilaku mendukung yang berkorelasi dengan
14
kepemimpinan yang efektif meliputi memperlihatkan kepercayaan dan rasa tidak
percaya, bertindak ramah dan perhatian, berusahan memahami permasalahan
bawahan, membantu mengembangkan bawahan dan memajukan karier mereka,
selalu memberi informasi kepada bawahan, memperlihatkan apresiasi terhadap
ide-ide para bawahan dan memberikan pengakuan atas kontribusi dan
keberhasilan bawahan.
3) Kepemimpinan partisipatif
Para manajer yang efektif menggunakan lebih banyak supervisi kelompok
daripada mengendalikan tiap bawahan sendiri-sendiri. Pertemuan kelompok
memudahkan partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan, memperbaiki
komunikasi, mendorong kerjasama dan memudahkan pemecahan konflik. Namun,
penggunaan partisipasi tidak menyiratkan hilangnya tanggung jawab dan manajer
tersebut tetap bertanggung jawab atas semua keputusan dan hasilnya.
2.1.3
Tipe dan gaya kepemimpinan
Pendekatan yang digunakan untuk membedakan kepemimpinan, salah satunya
yang umum dikenal adalah yang menyatakan bahwa para pemimpin pada dasarnya
dapat dikategorikan menjadi lima tipe Djatmiko (2009) yang dikutip oleh Ardana,
et.al (2009:82) adalah sebagai berikut.
15
1) Tipe Otokratik
Ciri-cirinya antara lain: mengambil keputusan sendiri, memusatkan kekuasaan
dan pengambilan keputusan pada dirinya, bawahan melakukan apa sepenuhnya,
dan biasanya berorientasi pada kekuasaan.
2) Tipe Paternalistik
Ciri-cirinya antara lain: mengambil keputusan cenderung menggunakan cara
sendiri tanpa melibatkan bawahan, hubungan dengan bawahan bersifat bapakanak, berusaha memenuhi kebutuhan fisik anak buah untuk mencari perhatian dan
tanggung jawab mereka, orientasinya adalah menjaga hubungan yang baik dengan
anak buah.
3) Tipe Karismatis
Ciri-cirinya antara lain: memelihara hubungan dengan bawahan agar pelaksanaan
tugas dapat terselenggara dengan baik sekaligus memberi kesan bahwa hubungan
tersebut berbasis pada relasionalitas bukan kekuasaan.
4) Tipe Laisses Faire (Free Reign)
Ciri-cirinya antara lain: menghindari pemupukan kekuasaan dengan jalan
mendelegasikan kepada bawahan, tergantung pada kelompok dalam menentukan
tujuan penyelesaian masalah, efektif bila di lingkungan profesional yang
bermotivasi tinggi.
5) Tipe Demokratis (Partisipatif)
Ciri-cirinya antara lain: membagi tanggung jawab pengambilan keputusan dengan
kelompok, mengembangkan tanggung jawab kelompok untuk menyelesaikan
16
tugas, memakai pujian dan kritik meski pengambilan keputusan dilimpahkan,
namun tanggung jawab tetap pada pimpinan.
Menurut Ardana, et.al (2009:83) tipe-tipe kepemimpinan adalah sebagai
berikut.
1) Visionary atau kepemimpinan dengan visi, yang mampu membawa orang ke
tujuan impian bersama. Tipe ini dibutuhkan saat terjadi ketidakpastian atau
dibutuhkannya perubahan.
2) Coaching
atau
kepemimpinan
dengan
gaya
pembinaan,
yang
lebih
mengutamakan hubungan interpersonal untuk mencapai tujuan organisasi, sangat
cocok untuk melestarikan kemapanan.
3) Affiliate atau kepemimpinan kerjasama, yang lebih mengutamakan harmoni,
sangat tepat digunakan pada masa-masa susah dan memotivasi tim yang sedang
krisis.
4) Democratic atau kepemimpinan demokrasi, yang mengedepankan pendapat dan
pandangan semua orang, konsensus dan keinginan adalah pendapat tertinggi.
5) Pacesetting atau kepemimpinan memacu kemajuan, sangat dibutuhkan untuk
memotivasi tim mengejar ketertinggalan atau mencapai target yang luar biasa.
6) Comanding atau kepemimpinan otoriter, yang lebih umum dipakai untuk
mengatasi kemelut internal.
Yukl (2007:67) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang partisipatif,
suportif maupun direktif akan menjadi efektif dalam menggalang mitra saluran untuk
mengerahkan tingkat motivasi yang lebih tinggi yang pada gilirannya, dapat
17
berhubungan dengan tingkat kinerja yang lebih tinggi. Ardana, et.al (2009:182)
menyatakan ada beberapa jenis gaya kepemimpinan yaitu sebagai berikut.
1) Gaya Otokratis dan Demokratis
Kecenderungan seorang pemimpin untuk memilih gaya kepemimpinan yang
otokratis dan demokratis sangat dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu faktor pemimpin,
faktor pengikut dan faktor situasi kerja.
(1) Gaya kepemimpinan otokratis
Dari faktor pemimpin pilihan pada pola perilaku ini didukung oleh
pemilikan kekuatan yang amat kuat, kehendak untuk mempertahankan
posisi dan mempunyai pandangan bahwa situasi yang dihadapi dalam
suasana yang kritis. Dari faktor pengikut kecenderungan memilih gaya
kepemimpinan ini, disebabkan pengikutnya memang sangat bergantung
pada pemimpin, mengakui situasi kritis dan mereka tidak menuntut
adanya kebebasan. Sedangkan dari segi situasi kerja memang menuntut
adanya kedisiplinan, pengawasan yang ketat, dan hanya memerlukan
kemampuan yang rendah.
(2) Gaya kepemimpinan demokratis
Dari faktor pemimpin pilihan pada pola perilaku ini didukung oleh suatu
kesadaran bahwa pemilikan kekuatan yang terbatas, adanya kelompok
penentang waktunya serba terbatas, serta tidak mudah untuk memberi
sangsi. Kemudian dari segi pengikut memang menghendaki pemberian
otoritas, mereka terdiri dari para profesional atau kelas menengah serta
18
memiliki kebutuhan sosial yang tinggi, sedangkan dari situasi kerja
diperlukan adanya rasa tanggung jawab bersama, koordinasi dan kerja tim.
2) Inisiasi Struktur dan Konsiderasi
(1) Gaya kepemimpinan inisiasi struktur
Suatu studi yang dilakukan atas kerjasama antara Ohio State University
dan The University of Michigan menghasilkan dua dimensi pola perilaku
kepemimpinan yang disebut Initiating Structure dan Consideration. Pada
dimensi yang pertama, pemimpin cenderung lebih aktif membuat
perencanaan pengorganisasian, pengkoordinasian maupun pengendalian
terhadap kegiatan para bawahan. Sehingga gaya kepemimpinan inisiasi
struktur ini terwujud dalam pola perilaku pemimpin yang lebih
mengutamakan pembuatan agenda kegiatan, menentukan struktur tugas,
prosedur kerja yang harus ditaati, maupun penetapan standar dan
persyaratan kerja tertentu.
(2) Gaya kepemimpinan konsiderasi
Pada dimensi yang kedua menunjukkan kecenderungan untuk membuat
pertimbangan dalam melakukan tindakan. Jadi gaya kepemimpinan
konsiderasi ini ditandai oleh pola perilaku pemimpin yang amat
memperhatikan kepentingan bawahan maupun keselarasan. Misalkan
lebih respek terhadap kemajuan bawahan, senang membantu dalam
menghadapi
problema
mereka,
ramah-tamah
lebih
senang
mempergunakan reward dari pada coercive, sehingga kepemimpinan
19
konsiderasi
ini
pemimpin
tidak
suka
menonjolkan
kedudukan/kewenangannya.
3) Kepemimpinan Situasional
Gaya kepemimpinan juga bisa diamati dari sudut pola perilaku pemimpin dalam
menghadapi tingkat kematangan dari para bawahan. Pengertian kematangan di
sini bukan seperti halnya pengertian umum tentang kedewasaan seseorang
melainkan menyangkut suatu kemampuan dan kemauan dari para bawahan untuk
bertanggungjawab dalam mengarahkan perilakunya sendiri. Tingkat kematangan
tersebut ditentukan sebagai berikut.
(1) Tingkat kematangan rendah jika tidak ada kemampuan maupun kemauan
dari bawahan.
(2) Tingkat kematangan rendah menuju sedang jika bawahan memiliki
kemampuan namun tidak memiliki kemauan.
(3) Tingkat kematangan sedang menuju tinggi jika bawahan memiliki
kemampuan namun tidak memiliki kemauan.
(4) Tingkat kematangan tinggi jika bawahan memiliki kemampuan dan
kemauan untuk melaksanakan tanggung jawabnya.
Berdasarkan tingkat kematangannya maka gaya tingkat kepemimpinan yang
nampak bisa dibagi dalam empat kategori yaitu sebagai berikut.
a) Instruktif, gaya kepemimpinan yang diambil dalam menghadapi bawahan
yang memiliki tingkat kematangan rendah.
20
b) Konsultatif, gaya kepemimpinan dalam menghadapi bawahan yang
memiliki tingkat kematangan rendah menuju sedang.
c) Partisipatif, gaya kepemimpinan dalam menghadapi bawahan yang
memiliki tingkat kematangan tinggi.
Gaya kepemimpinan menurut Hasibuan (2009:170) adalah sebagai berikut.
1) Gaya kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang sebagian
mutlak tetap berada pada pemimpin atau kalau pemimpin itu menganut sistem
sentralis wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijakan hanya ditetapkan
sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran,
ide dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.
2) Gaya kepemimpinan partisipatif adalah apabila di dalam kepemimpinannya
dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi,
menumbuhkan loyalitas dan partisipasi bawahannya. Pemimpin memotivasi
bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan.
3) Gaya kepemimpinan delegatif apabila seseorang pemimpin mendelegasikan
wewenang kepada bawahan dengan agak lengkap. Bawahan dapat mengambil
keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan
pekerjaan, pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan
kepada bawahan dalam arti pimpinan menginginkan agar para bawahan bisa
mengendalikan diri mereka sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut.
2.1.4
Indikator gaya kepemimpinan
21
Gaya kepemimpinan merupakan style/tipe seorang pemimpin dalam
mempengaruhi bawahannya. Thoha (2007:118) menyebutkan beberapa indikatorindikator mengenai gaya kepemimpinan, yaitu sebagai berikut.
1)
Perilaku instruktif yang meliputi pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan
semata-mata
menjadi
wewenang
pimpinan,
yang
kemudian
diumumkan pada bawahannya. Pelaksaaan pekerjaan diawasi secara ketat oleh
pimpinan. Dalam gaya kepemimpinan seperti ini komunikasi yang terjadi hanya
satu arah.
2)
Perilaku konsultatif yang meliputi pemberian instruksi yang sangat besar serta
penetapan keputusan dilakukan oleh pimpinan, namun menggunakan komunikasi
dua arah dan mendengarkan keluhan dan perasaan bawahan tentang keputusan
yang diambil.
3)
Perilaku partisipatif yang meliputi pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan seimbang antara pimpinan dan bawahan. Pimpinan dan bawahan samasama terlibat dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
4)
Perilaku delegatif yang meliputi pimpinan mendiskusikan masalah-masalah
yang dihadapi dengan para bawahannya dan selanjutnya mendelegasikan
pengambilan keputusan seluruhnya kepada bawahan.
House dalam Gorda (2004:172) menyebutkan 4 (empat) indikator mengenai
gaya kepemimpinan, yaitu sebagai berikut.
1) Kepemimpinan
direktif
yaitu
pemimpin
yang memungkinkan
bawahan
mengetahui apa yang diharapkan, memberikan arahan tentang apa yang harus
22
dilakukan dan bagaimana caranya, menjadwalkan pekerjaan yang akan dilakukan,
mempertahankan standar-standar kinerja tertentu dan memperjelas peranan
pemimpin dalam kelompok.
2) Kepemimpinan suportif yaitu perilaku pemimpin yang melakukan berbagai usaha
untuk membuat pekerjaan menjadi lebih menyenangkan, memperlakukan
anggota-anggota kelompok secara adil, bersahabat dan mudah bergaul serta
memperhatikan kesejahteraan karyawan.
3)
Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi yaitu pemimpin yang selalu
menentukan tujuan-tujuan yang menantang, mengharapkan tingkat kinerja
tertinggi, menekankan peningkatan berkelanjutan dalam kinerja dan menampilkan
keyakinan dalam memenuhi standar-standar yang tinggi.
4)
Kepemimpinan partisipatif yaitu pemimpin yang melibatkan para bawahan,
meminta sugesti-sugesti dari para bawahan dan menggunakan sugesti-sugesti
tersebut pada saat membuat keputusan.
2.1.5
Pengertian kepuasan kerja
Kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individu sehingga akan terjadi
dinamika atau perubahan-perubahan setiap waktu yang harus diantisipasi agar tidak
berkembang ke arah hal-hal yang bersifat negatif yang merugikan organisasi. Tiap
individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda dengan nilai-nilai yang
berlaku pada dirinya, semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan
23
keinginan maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan dan begitupula
sebaliknya. Kepuasan kerja merupakan istilah yang menunjukkan sampai seberapa
jauh organisasi membutuhkan para karyawan, untuk meningkatkan kepuasan kerja
karyawan organisasi harus merespon kebutuhan karyawan. Ukuran kepuasan kerja
meliputi sikap karyawan, penggantian karyawan (turn over), kemangkiran
keterlambatan, dan keluhan.
Hasibuan (2009:202) mengemukakan bahwa kepuasan kerja (job satisfaction)
adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini
dicerminkan oleh moral kerja kedisiplinan dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dalam
pekerjaan merupakan kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan
memperoleh hasil pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan dan suasana
lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja
dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa walau
balas jasa itu penting. Kepuasan kerja diluar pekerjaan merupakan kerja karyawan
yang dinikmati diluar pekerjaan dengan besarnya balas jasa yang akan diterima dari
hasil kerjanya agar dia dapat membeli kebutuhan-kebutuhannya. Karyawan yang
lebih suka menikmati kepuasannya diluar pekerjaan lebih mempersoalkan balas jasa
daripada pelaksanaan tugas-tugasnya. Menurut Ardana, et.al (2009:23), kepuasan
kerja adalah selisih dari sesuatu yang seharusnya ada dengan sesuatu yang
sesungguhnya ada (faktual), semakin kecil selisih kondisi yang seharusnya ada
dengan kondisi yang sesungguhnya (faktual) seseorang cenderung merasa semakin
puas. Pendapat dari Mathis dan Jackson (2006:98) pada pikiran yang paling
24
mendasar, kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang positif dari mengevaluasi
pengalaman kerja seseorang. Ketidakpuasan kerja muncul saat harapan-harapan ini
tidak terpenuhi. Sebagai contoh, jika seorang tenaga kerja mengharapkan kondisi
kerja yang aman dan bersih, maka tenaga kerja mungkin bisa menjadi tidak puas jika
tempat kerja tidak aman dan kotor. Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat
dikatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan atau
tidak menyenangkan dari karyawan terhadap pekerjaannya bila dibandingkan dengan
balas jasa yang seharusnya mereka terima yang sesuai dengan harapannya.
2.1.6
Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Kepuasan kerja merupakan sikap positif yang menyangkut penyesesuaian
karyawan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Luthans
(2006:243), faktor-faktor utama yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah sebagai
berikut.
1) Pekerjaan itu sendiri
Pekerjaan yang memberikan kepuasan adalah pekerjaan yang menarik dan
menantang, pekerjaan yang tidak membosankan, serta pekerjaan yang dapat
memberikan status.
2) Upah
Upah dan gaji merupakan hal yang signifikan, namun merupakan faktor yang
kompleks dan multidimensi dalam kepuasan kerja.
25
3) Promosi
Kesempatan dipromosikan hal yang signifikan, namun memiliki pengaruh yang
beragam terhadap kepuasan kerja, karena promosi bisa dalam bentuk yang
berbeda-beda pula imbalannya.
4) Pengawasan
Kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku.
5) Rekan Kerja
Pada dasarnya, kelompok kerja akan berpengaruh pada kepuasan kerja. Rekan
kerja yang ramah dan kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja bagi
karyawan individu.
6) Kondisi Kerja
Jika kondisi kerja bagus (misalnya, lingkungan sekitar bersih dan menarik), maka
karyawan akan lebih mudah mengerjakan pekerjaan mereka, namun bila kondisi
kerja rapuh (misalnya, lingkungan sekitar panas dan berisik), karyawan akan lebih
sulit menyelesaikan pekerjaan mereka.
Pendapat
dari
Hasibuan
(2009:203)
mengenai
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kepuasan kerja adalah balas jasa yang adil dan layak, komunikasi
yang tepat sesuai dengan keahlian, berat ringannya pekerjaan, suasana dan
lingkungan kerja, peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan, sikap pimpinan
dalam kepemimpinannya, dan sikap pekerjaan monoton atau tidak.
26
2.1.7
Efek kepuasan kerja karyawan
Tiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda dengan nilai-
nilai yang berlaku pada dirinya, semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai
dengan keinginan maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan dan
begitupula sebaliknya. Menurut Robbins (2008:111) efek kepuasan kerja karyawan
adalah sebagai berikut.
1) Kepuasan dan Produktivitas
Organisasi-organisasi dengan karyawan yang lebih terpuaskan cenderung lebih
efektif dibandingkan dengan organisasi dengan karyawan yang kurang terpuaskan
sehingga dapat meningkatkan produktivitas karyawan.
2) Kepuasan dan Kemangkiran
Dari beberapa penelitian yang dilakukan para ahli serta pengalaman berbagai
organisasi terlihat bahwa ada korelasi kuat antara kepuasan kerja dengan tingkat
kemangkiran. Jika karyawan yang tinggi tingkat kepuasannya cenderung tingkat
kemangkirannya, demikian pula sebaliknya.
3) Kepuasan dan tingkat keluarnya karyawan
Salah satu penyebab timbulnya keinginan pindah kerja adalah kepuasan pada
tempat kerja sekarang.
2.1.8
Efek ketidakpuasan karyawan
Kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individu sehingga akan terjadi
dinamika atau perubahan-perubahan setiap waktu yang harus diantisipasi agar tidak
27
berkembang ke arah hal-hal yang bersifat negatif yang merugikan organisasi.
Menurut Robbins (2008:112) ketidakpuasan karyawan dapat dijelaskan sebagai
berikut.
1) Keluar (exit), perilaku yang ditunjukkan untuk meninggalkan organisasi,
termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri.
2) Aspirasi (voice), secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi,
termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan dan
beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.
3) Kesetiaan (loyalty), secara pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya kondisi,
termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan
mempercayai organisasi dan manajemennya untuk melakukan hal yang benar.
4) Pengabaian (neglect), secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk,
termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus, kurangnya usaha
dan meningkatnya angka kesalahan.
2.1.9
Teori kepuasan kerja
Pada umumnya terdapat banyak teori yang membahas masalah kepuasan
seseorang dalam bekerja. Teori-teori kepuasan kerja menurut Mangkunegara
(2010:91) antara lain sebagai berikut.
1) Teori Keseimbangan (Equity Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Adam, komponen dari teori ini adalah input,
outcome, comparison person, dan equity-in-equity. Input adalah semua nilai yang
diterima karyawan yang dapat menunjang pelaksanaan kerja, misalnya
28
pendidikan, pengalaman, kemampuan, usaha, peralatan pribadi dan jumlah jam
kerja. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan karyawan,
misalnya upah, keuntungan tambahan, status simbol, pengenalan kembali
(recognition), kesempatan untuk berprestasi atau mengekspresikan diri.
Sedangkan comparison person adalah seorang karyawan dalam organisasi yang
sama, seorang karyawan dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri
dalam pekerjaan sebelumnya. Menurut teori ini, puas atau tidak puasnya
karyawan merupakan hasil dari membandingkan antara input-outcome dirinya
dengan perbandingan input-outcome karyawan lain (comparison person). Jadi
jika perbandingan tersebut dirasakan seimbang (equity) maka karyawan tersebut
akan merasa puas. Tetapi apabila terjadi tidak seimbang (inequity) dapat
menyebabkan
dua
kemungkinan,
yaitu
over
compensation
inequity
(ketidakseimbangan yang menguntungkan dirinya) dan sebaliknya, under
compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan karyawan lain
yang menjadi pembanding atau comparison person.
2) Teori Perbedaan (Discrepancy Theory)
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Proter. Ia berpendapat bahwa mengukur
kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang
seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan karyawan. Locke (1997)
mengemukakan bahwa kepuasan kerja karyawan tergantung pada perbedaan
antara apa yang didapat dan apa yang diharapkan oleh karyawan. Apabila yang
didapat karyawan ternyata lebih besar daripada apa yang diharapkan maka
29
karyawan tersebut menjadi puas. Sebaliknya, apabila yang didapat karyawan lebih
rendah daripada yang diharapkan, akan menyebabkan karyawan tidak puas.
3) Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory)
Teori ini pertama kali dipelopori A. H. Maslow. dikemukakan oleh A. H. Maslow
tahun 1943. Teori ini merupakan kelanjutan dari “Human Science Theory” Elton
Mayo (1880-1949) yang menyatakan bahwa kebutuhan dan kepuasan seseorang
itu jamak, yaitu kebutuhan biologis dan psikologis berupa kebutuhan meteriil dan
non-materiil. Dalam teori ini Maslow menyatakan adanya suatu hirarki kebutuhan
pada setiap orang. Setiap orang memberi prioritas pada suatu kebutuhan sampai
kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Jika suatu kebutuhan sudah terpenuhi, maka
kebutuhan yang kedua akan memegang peranan, demikian seterusnya menurut
urutannya.
4) Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan bukanlah bergatung pada pemenuhan
kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok
yang oleh para karyawan dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan
tersebut oleh karyawan dijadikan tolak ukur untuk menilai dirinya maupun
lingkungannya. Jadi, karyawan akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai
dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan.
5) Teori Pengharapan (Ecpentancy Theory)
30
Teori pengharapan dikembangkan oleh Victor H. Vroom, kemudian teori ini
diperluas oleh Porter dan Lawler. Vroom menjelaskan bahwa motivasi suatu
produk dari bagaimana seseorang menginginkan sesuatu dan penaksiran
seseorang memungkinkan aksi tertentu yang akan menuntunnya. Pernyataan ini
berhubungan dengan rumus sebagai berikut.
Valensi x Harapan = Motivasi
Keterangan:
(1) Valensi merupakan kekuatan hasrat seseorang untuk mencapai sesuatu.
(2) Harapan merupakan kemungkinan mencapai sesuatu dengan aksi tertentu.
(3) Motivasi merupakan kekuatan dorongan yang mempunyai arah pada tujuan
tertentu.
6) Teori Dua Faktor Herzberg (Herzberg’s Two Factor Theory)
Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg (1950). Ia menggunakan
teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Penelitian Herzberg diadakan
dengan melakukan wawancara terhadap subjek insinyur dan akuntan. Masingmasing subjek diminta menceritakan kejadian yang dialami mereka baik yang
menyenangkan (memberikan kepuasan) maupun yang tidak menyenangkan atau
tidak memberi kepuasan, kemudian dianalisis dengan analisis isi (content
analysis) untuk menentukan faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan atau
ketidakpuasan. Dua faktor yang dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau
tidak puas menurut Herzberg, yaitu faktor pemeliharaan (maintenance factors)
31
dan faktor pemotivasian (motivational factors). Faktor pemeliharaan disebut pula
dissatisfiers, hygiene factors, job context, extrinsic factors yang meliputi
administrasi dan kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dengan
pengawas, hubungan dengan sub ordinat, upah, keamanan kerja, kondisi kerja dan
status. Sedangkan faktor pemotivasian disebut pula satisfier, motivators, job
content, intrinsic factors yang meliputi dorongan berprestasi, pengenalan,
kemajuan (advancement), kesempatan berkembang dan tanggung jawab.
2.1.10 Indikator kepuasan kerja
Penelitian dari Rivai (2010:860), menyatakan bahwa indikator kepuasan kerja
dapat dilihat sebagai berikut.
1) Isi pekerjaan, merupakan penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai
kontrol terhadap pekerjaan
2) Supervisi, merupakan pengarahan dan pengendalian kepada tingkat karyawan
yang ada dibawahnya dalam suatu organisasi.
3) Organisasi dan manajemen, merupakan suatu alat atau wadah kerjasama untuk
mencapai tujuan bersama.
4) Kesempatan untuk maju, merupakan keadaan dimana karyawan memiliki
kesempatan untuk mengembangkan karir.
5) Gaji dan keuntungan dalam bidang financial lainnya seperti adanya insentif,
merupakan timbal balik yang diberikan perusahaan untuk karyawan karena telah
bekerja sesuai ketentuan.
32
6) Rekan kerja, merupakan orang yang diajak bekerjasama dalam menyelesaikan
pekerjaan.
7) Kondisi pekerjaan, merupakan serangkaian kondisi atau keadaan lingkungan kerja
dari suatu perusahaan yang menjadi tempat bekerja dari para karyawan yang
bekerja didalam lingkungan tersebut.
2.1.11 Pengertian prestasi kerja
Hasibuan (2009:130) mengemukakan bahwa prestasi kerja adalah suatu hasil
kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya
berdasarkan kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan. Menurut Mangkunegara
(2010:120), prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Menurut Nawawi (2008:43) pada hakekatnya penilaian prestasi kerja
karyawan yang merupakan kegiatan manajemen sumber daya manusia adalah suatu
proses pengamatan (observasi) terhadap pelaksanaan pekerjaan oleh seorang pekerja
yang memiliki hak-hak asasi yang dilindungi. Penilaian prestasi kerja adalah menilai
rasio hasil kerja nyata dengan standar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan
setiap karyawan, menetapkan kebijaksanaan mengenai promosi atau balas jasanya.
2.1.12 Faktor yang mempengaruhi prestasi kerja
Bagi perusahaan prestasi kerja karyawan sangatlah penting karena sangat
terkait erat dengan output yang akan didapat dan keberlangsungan perusahaan.
33
Sangatlah sulit bagi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan besar jika prestasi
kerja karyawannya rendah. Menurut Notoadmojo (2003:36), beberapa faktor penting
yang mempengaruhi prestasi kerja karyawan adalah sebagai berikut.
1) Kemampuan pembawaan (Ability)
2) Kemampuan yang dapat dikembangkan (Capacity)
3) Bantuan untuk terwujudnya prestasi kerja (Help)
4) Insentif material maupun non material (Incentive)
5) Lingkungan kerja (Environment)
6) Uraian kerja (Validacy)
7) Umpan balik hasil (Evaloation)
Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi kerja karyawan adalah pengetahuan (knowledge), sikap
(attitudes), keterampilan (skill), dan tingkah laku (behaviour).
Menurut Martoyo (2007:108), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja
adalah sebagai berikut.
1) Kecakapan kerja, yaitu mempunyai kecakapan di dalam melaksanakan suatu
pekerjaan serta mampu menyelesaikan pekerjaan dengan hasil yang lebih baik.
2) Kualitas pekerjaan, yaitu mampu melaksanakan pekerjaan dengan baik.
3) Pengembangan, yaitu mempunyai kreativitas yang bisa menentukan dan
mengembangkan gagasan atau cara kerja baru agar pekerja dapat disesuaikan
lebih baik.
34
4) Tanggung jawab, yaitu mempunyai tanggung jawab dalam melakukan suatu
pekerjaan.
5) Prakarsa, yaitu selalu mengambil langkah-langkah positif untuk memperbaiki
atau meningkatkan pekerjaannya untuk mencapai tujuan perusahaan.
6) Ketabahan, yaitu mempunyai jiwa yang sabar dan tabah dalam menghadapi segala
masalah dan mampu untuk menyelesaikan.
7) Kejujuran, yaitu tidak pernah menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan
kepadanya dalam keadaan apapun.
8) Tingkat kehadiran, yaitu tidak pernah absen dan senantiasa bersemangat dalam
melaksanakan tugas.
9) Kerjasama, yaitu dapat bekerja sama baik vertikal mapupun horizontal sehingga
mampu meningkatkan efektifitas kelompok dan berpengaruh positif pada
lingkungan.
10) Tingkah laku, yaitu mempunyai sikap yang sopan, luwes, bijaksana, dan tegas
sehingga patut dijadikan teladan.
2.1.13 Pengertian penilaian prestasi kerja
Menurut Simamora (2006:416), penilaian prestasi kerja merupakan proses
organisasi mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Sedangkan menurut Handoko
(2008:135), penilaian prestasi kerja adalah proses melalui mana organisasi-organisasi
mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Sehingga berdasarkan uraian
tersebut, dapat dikemukakan bahwa penilaian prestasi kerja merupakan proses
penilaian serta pengevaluasian hasil kerja karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas
35
yang diberikan kepadanya, dapat dilihat bagaimana prestasi kerja karyawan dengan
melakukan penilaian prestasi kerja.
2.1.14 Tujuan penilaian prestasi kerja
Perusahaan atau organisasi dapat menjadikan penilaian prestasi kerja sebagai
acuan atau standar di dalam membuat keputusan berkenaan dengan kondisi pekerjaan
karyawan, termasuk untuk promosi pada jenjang karir yang lebih tinggi,
pemberhentian, dan penghargaan atau penggajian. Menurut Hasibuan (2009:100)
tujuan penilaian prestasi kerja karyawan adalah sebagai berikut.
1) Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi,
demosi, pemberhentian dan penetapan besarnya balas jasa.
2) Untuk mengukur prestasi kerja yaitu sejauh mana karyawan bisa sukses dalam
pekerjaannya.
3) Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam perusahaan.
4) Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan koefektifan jadwal kerja,
metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja, dan peralatan
kerja.
5) Sebagai indikator untuk menemukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang
berada di dalam organisasi.
6) Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai
tujuan-tujuan untuk mendapatkan kerja yang baik.
36
7) Sebagai alat untuk
mendorong atau membiasakan para atasan untuk
mengobservasi perilaku bawahan supaya diketahui minat dan kebutuhankebutuhan karyawannya atau bawahannya.
8) Sebagai alat untuk bisa melihat kekurangan atau kelemahan di masa lampau dan
meningkatkan kemampuan-kemampuan karyawan-karyawan selanjutnya.
9) Sebagai kriteria di dalam menentukan seleksi dan penempatan karyawan.
10) Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan.
2.1.15 Manfaat penilaian prestasi kerja
Ukuran terakhir keberhasilan dari suatu departemen personalia adalah prestasi
kerja. Penilaian prestasi kerja dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan
memberikan umpan balik kepada karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka.
Manfaat penilaian prestasi kerja menurut Tohardi (2008:249) adalah sebagai berikut.
1) Program perbaikan
Evaluasi penilaian prestasi kerja dapat digunakan untuk memperbaiki pekerjaan
seseorang. Jika hasil penilaian sangat rendah, maka dicari apa masalahnya, jika
kurang terampil maka program perbaikannya dengan peningkatan keterampilan
itu berarti dapat diikutkan dalam pelatihan. Dengan adanya koreksi terhadap
keterampilan seseorang karyawan dan selanjutnya ada follow-upnya, maka berarti
penilaian prestasi kerja telah memberikan solusi dalam meningkatkan
produktivitas kerja bawahan atau karyawan.
2) Promosi
37
Dengan adanya penilaian prestasi kerja, maka kita akan mengetahui siapa yang
duduk pada peringkat yang paling tinggi dan yang paling rendah. Adanya datadata tentang peringkat prestasi tersebut, maka akan memudahkan manajer sumber
daya manusia dalam melakukan promosi, untuk itu secara logis karyawan yang
menduduki peringkat tertinggi yang akan dipromosikan.
3) Kompensasi
Penilaian prestasi kerja juga memberikan kontribusi bagi manajer sumber daya
manusia dalam pengambilan keputusan mengenai besar kecilnya kompensasi
yang akan diberikan kepada karyawan bersangkutan.
4) Pelatihan dan pengembangan
Melalui penilaian prestasi kerja ini dapat diketahui kelemahan-kelemahan bidang
keterampilan yang selanjutnya diperbaiki dengan pelatihan.
5) Penempatan (Replacement)
Dalam manajemen dikenal filosofi the right man on the right place yang
maksudnya bahwa penempatan (replacement) seseorang yang kurang tepat dalam
sebuah jabatan atau pekerjaan, dapat membuat orang yang bersangkutan malas
dalam bekerja atau kurang bergairah dalam bekerja. Untuk itu jika ditemukan
pegawai yang kurang berprestasi maka dapat ditelusuri lebih jauh, apakah
rendahnya prestasi karyawan yang bersangkutan dikarenakan penempatan yang
kurang sesuai dengan kemampuan, keahlian dan keterampilannya. Jika
jawabannya adalah iya, maka evaluasi tersebut telah memberikan kontribusi
38
dalam menemukan atau menempatkan seorang karyawan sesuai dengan keahlian,
keterampilan atau kemampuannya.
6) Desain pekerjaan
Penilaian prestasi kerja juga dapat menguak tabir kelemahan desain pekerjaan,
sehingga desain pekerjaan yang ada (kurang sempurna) dalam menciptakan
lingkungan kerja yang kondusif bagi karyawan segera diperbaiki atau dibenahi
guna menciptakan suasana kerja yang kondusif dalam meningkatkan prestasi
kerja karyawan.
7) Kecemburuan sosial
Jika penilaian prestasi kerja dilakukan secara benar, terbuka dan obyektif, maka
dapat saja menghilangkan kecemburuan sosial di dalam organisasi atau
perusahaan.
8) Kompetisi
Jika hasil penilaian prestasi kerja dilakukan secara benar (obyektif) dan terbuka,
maka dapat menumbuhkan persaingan yang sehat, sehingga karyawan berupaya
memberikan kontribusi semaksimal mungkin untuk organisasi atau perusahaan.
2.1.16 Metode penilaian prestasi kerja
Terdapat berbagai macam metode untuk melakukan penilaian prestasi kerja
karyawan. Menurut Hasibuan (2009:96) metode penilaian prestasi karyawan pada
dasarnya dikelompokkan atas metode tradisional dan metode modern.
1) Metode tradisional. Metode ini merupakan metode tertua dan paling sederhana
menilai prestasi karyawan dan diterapkan secara sistematis sebagai berikut.
39
(1) Rating scale. Metode ini merupakan metode penilaian yang paling tua dan
banyak digunakan, dimana penilaian yang dilakukan oleh atasan untuk
mengukur karakteristik, misalnya mengenai
inisiatif, ketergantungan,
kematangan, dan kontribusinya terhadap tujuan kerjanya.
(2) Employee comparation. Metode ini merupakan metode penilaian yang
dilakukan dengan cara membandingkan antara pekerja dengan pekerja
lainnya.
(3) Check list. Metode ini sebenarnya tidak menilai tetapi hanya memberikan
masukan informasi bagi penilaian yang dilakukan oleh bagian personalia.
(4) Freedom essay. Dengan metode ini seorang penilai diharuskan membuat
karangan yang berkenaan dengan orang atau karyawan yang sedang
dinilainya.
(5) Critical incident. Dengan metode ini penilai harus mencatat semua kejelasan
mengenai tingkah laku bawahannya sehari-hari kemudian ke dalam buku
catatan khusus yang terdiri dari berbagai macam kategori tingkah laku
bawahannya, misalnya mengenai inisiatif, kerjasama, dan keselamatan.
2) Metode modern. Metode ini merupakan perkembangan dari metode tradisional
dalam menilai prestasi karyawan, yang termasuk dalam metode ini adalah sebagai
berikut.
(1) Assessment centre. Metode ini biasanya dilakukan dengan pembentukan tim
penilai khusus. Tim penilai khusus ini bisa dari luar, dari dalam, maupun
kombinasi dari luar dan dalam. Cara penilaian tim dilakukan dengan
40
wawancara, permainan bisnis dan lain-lain. Dengan indeks prestasi inilah
ditetapkan kebijaksanaan selanjutnya terhadap setiap individu karyawan
seperti promosi, demosi, pemindahan, pemberhentian dan lain sebagainya.
(2) Management
diikutsertakan
by
objective.
dalam
Dalam
perumusan
metode
persoalan
ini
karyawan
dengan
langsung
memperhatikan
kemampuan bawahan dalam menentukan sasaran masing-masing yang
ditekankan pada pencapaian sasaran perubahan.
(3) Human asset accounting. Dalam metode ini, faktor pekerja dinilai sebagai
individu modal jangka panjang sehingga sumber tenaga kerja dinilai dengan
cara membandingkan terhadap variabel-variabel yang dapat mempengaruhi
keberhasilan perusahaan. Jika biaya untuk tenaga kerja meningkat laba pun
meningkat, maka peningkatan tenaga kerja tersebut telah berhasil.
2.1.17 Indikator prestasi kerja
Indikator prestasi kerja sangat diperlukan untuk mengukur prestasi kerja
karyawan di perusahaan. Ada banyak pendapat para ahli mengenai indikator prestasi
kerja, salah satunya yaitu indikator prestasi kerja menurut Muskita (2007) adalah
sebagai berikut.
(1) Kehadiran
Kehadiran adalah kedatangan karyawan dalam waktu kerja.
(2) Kemampuan
41
Kemampuan adalah kesanggupan karyawan untuk mencapai target yang telah
ditetapkan.
(3) Kejujuran
Kejujuran adalah sikap jujur dalam bekerja terutama dalam melaporkan hasil
pekerjaan sesuai dengan apa adanya.
(4) Kerjasama
Kerjasama adalah hubungan baik yang harus dilaksanakan oleh karyawan dan
sesama karyawan.
(5) Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan karyawan untuk memimpin dan memotivasi
orang lain untuk bekerja secara efektif dan efisien.
(6) Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah kewajiban karyawan untuk melaksanakan tugas-tugas
yang dibebankan kepadanya dengan sebaik-baiknya.
2.1.18 Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan dan prestasi kerja
karyawan
Hasibuan (2009:130) mengemukakan bahwa prestasi kerja adalah suatu hasil
kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya
berdasarkan kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan. Prestasi kerja pegawai pada
dasarnya adalah kegiatan dan hasil yang dapat dicapai atau dilanjutkan seseorang atau
sekelompok orang di dalam pelaksanaan tugas, artinya mencapai sasaran atau standar
42
kerja yang telah ditetapkan sebelum dan atau bahkan dapat melebihi standar yang
ditentukan oleh perusahaan pada periode tertentu (As’ad, 2005:39).
Kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individu sehingga akan terjadi
dinamika atau perubahan-perubahan setiap waktu yang harus diantisipasi agar tidak
berkembang ke arah hal-hal yang bersifat negatif yang merugikan organisasi. Tiap
individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda dengan nilai-nilai yang
berlaku pada dirinya, semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan
keinginan maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan dan begitupula
sebaliknya.
Dalam perusahaan, bawahan bekerja selalu tergantung pada pimpinan. Bila
pimpinan tidak memiliki kemampuan memimpin, maka tugas-tugas yang sangat
kompleks tidak dapat dikerjakan dengan baik. Apabila manajer mampu melaksanakan
fungsi-fungsinya dengan baik, sangat mungkin organisasi tersebut dapat mencapai
sasarannya. Suatu organisasi membutuhkan pemimpin yang efektif, yang mempunyai
kemampuan mempengaruhi perilaku anggotanya atau anak buahnya (Alimuddin
dalam Darwito, 2008). Jadi, seorang pemimpin atau kepala suatu organisasi akan
diakui sebagai seorang pemimpin apabila ia dapat memberi pengaruh dan mampu
mengarahkan bawahannya ke arah tujuan organisasi.
Pimpinan perlu melakukan pembinaan yang sungguh-sungguh terhadap
pegawai di lingkungannya agar dapat meningkatkan prestasi kerja, salah satu cara
untuk mendukung pembinaan tersebut adalah dengan menciptakan suatu kepuasan
kerja terhadap karyawan sehingga memacu karyawan untuk memberikan kontribusi
43
yang maksimal terhadap perusahaan. Pada saat pimpinan mampu menerapkan gaya
kepemimpinannya dengan baik, maka akan memberikan kepuasan kerja yang pada
akhirnya mampu meningkatkan prestasi kerja karyawan (Sasongko, 2008).
2.2
Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang terkait dengan penelitian yang dilakukan sekarang ini adalah
sebagai berikut.
1) Penelitian dari Aurik Gustomo dan Anita Silvianita (2011) tentang “Pengaruh
Nilai-nilai Personal, Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap
Kepuasan Kerja Karyawan di PT. Inti”. Riset ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara kepuasan kerja pegawai dengan faktor-faktor nilai personal,
gaya kepemimpinan dan budaya organisasi. Hasil riset ini menunjukkan bahwa
nilai-nilai personal, gaya kepemimpinan dan budaya organisasi memiliki
hubungan yang positif dengan kepuasan kerja. Persamaan dengan riset sekarang,
riset
ini
sama-sama
menggunakan
variabel
gaya
kepemimpinan
yang
mempengaruhi kepuasan kerja. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode
yang digunakan untuk mengolah data berbeda.
2) Penelitian dari Muhammad Fauzan Baihaqi (2010) tentang “Pengaruh Gaya
Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja dengan Komitmen
Organisasi Sebagai Variabel Intervening Pada PT. Yudhistira Ghalia Indonesia
Area Yogyakarta”. Tujuan penelitian ini adalah menginvestigasi pengaruh
komitmen organisasi terhadap hubungan antara gaya kepemimpinan dengan
44
kepuasan kerja dan pengaruh komitmen organisasi terhadap hubungan antara gaya
kepemimpinan dengan kinerja karyawan PT Yudhistira Galia Indonesia Area
Yogyakarta. Hasil penelitian ini adalah: gaya kepemimpinan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan; komitmen
organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dan kinerja
karyawan; komitmen organisasi secara positif dan signifikan memediasi
hubungan antara gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan; dan
komitmen organisasi secara positif dan signifikan juga memediasi hubungan
antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan. Persamaan dengan riset
sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang
mempengaruhi kepuasan kerja. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode
yang digunakan untuk mengolah data berbeda.
3) Penelitian dari Kholijah Siregar (2006) tentang “Hubungan Gaya Kepemimpinan
dengan Kepuasan Kerja Karyawan pada Bagian Produksi PT Unitex Tbk,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat”. Uji yang akan dilakukan adalah Uji ChiSquare, korelasi Spearman dan Pearson. Berdasarkan hasil uji chi square pada taraf
nyata α 0,05 memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara gaya
kepemimpinan dengan kepuasan kerja terhadap pengakuan. Hal ini dapat
dilihat dari angka X2 hitung yaitu sebesar 6,422 yang ternyata lebih besar dari
X2 tabel yaitu sebesar 5,99. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama
45
menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi kepuasan kerja.
Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah
data dan teknik pengambilan sampelnya berbeda.
4) Penelitian dari Fajar Hananto Setyawan (2007) dengan judul “Analisis
Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada
Perusahaan Rokok Gama di Karanganyar”. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh konsultatif, perilaku partisipatif, dan perilaku delegatif
terhadap kepuasan kerja karyawan, serta faktor manakah yang paling
dominan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan perusahaan Rokok Gama
di Karanganyar. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama
menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi kepuasan kerja.
Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah
data berbeda.
5) Penelitian dari Anuar Bin Hussin (2011) dengan judul “Hubungan di antara
Kepuasan Kerja dan Prestasi Kerja di Kalangan Pekerja-pekerja di Kumpulan
Syarikat-syarikat Tradewinds”. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan
tahapan kepuasan kerja dan prestasi kerja serta mengenal pasti hubungan di antara
komponen-komponen kepuasan kerja yaitu gaji, kenaikan pangkat, kerja itu
46
sendiri, penyeliaan dan rekan kerja dan prestasi kerja di kalangan pekerja-pekerja
Kumpulan Syarikat-Syarikat Tradewinds. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat
hubungan positif di antara komponen kepuasan kerja yaitu kenaikan pangkat,
kerja itu sendiri, penyeliaan dan rekan kerja kecuali komponen gaji terhadap
prestasi kerja. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama
menggunakan variabel kepuasan kerja dan prestasi kerja, selain itu juga samasama menggunakan teknik pengambilan sampel jenuh. Perbedaan dengan riset
sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda.
6) Penelitian dari Elon Salamala (2007) mengenai “Pengaruh Faktor-Faktor Gaya
Kepemimpinan Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Koperasi Unit Desa (KUD)”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikansi gaya kepemimpinan
terhadap prestasi kerja karyawan di Koperasi Unit Desa (KUD) di Kabupaten
Sorong. Hasil penelitian ini adalah faktor gaya kepemimpinan yang meliputi the
free rein leader (X1), the autocratic leader (X2), the participative leader (X3),
secara simultan mempunyai pengaruh bermakna terhadap prestasi kerja karyawan
Koperasi Unit Desa di Kabupaten Sorong. Persamaan dengan riset sekarang, riset
ini sama-sama menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi
prestasi kerja. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan
untuk mengolah data berbeda.
7) Penelitian dari Ryani Mutiara Hardy (2007) tentang “Hubungan antara Gaya
Kepemimpinan dengan Pencapaian Prestasi Kerja Karyawan di Taman Akuarium
Air Tawar, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta”. Tujuan dari penelitian ini
47
adalah untuk mengetahui bentuk gaya kepemimpinan manajemen TAAT-TMII
berdasarkan persepsi karyawan, mengetahui bentuk prestasi kerja yang dicapai
karyawan TAAT-TMII serta mengetahui hubungan gaya kepemimpinan
manajemen TAAT-TMII dalam pencapaian prestasi kerja karyawan dan
perbedaannya di tiap bagian. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa nilai
gaya kepemimpinan tertinggi diperoleh Kepala Bagian Umum sebesar 86.2.
Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel gaya
kepemimpinan yang mempengaruhi prestasi kerja. Perbedaan dengan riset
sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda.
8) Penelitian dari Ramlan Ruvendi
(2005)
tentang “Imbalan
dan
Gaya
Kepemimpinan Pengaruhnya terhadap Kepuasan Kerja Karyawan di Balai Besar
Industri Hasil Pertanian Bogor”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
apakah ada pengaruh dan hubungan antara a) reward yang diterima oleh karyawan
IRDABI pada kepuasan kerja, b) gaya kepemimpinan pada kepuasan kerja, c)
reward bersama dengan gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan
IRDABI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan dan pengaruh
antara imbalan terhadap kepuasan kerja dengan ditunjukkan oleh nilai koefisien
korelasi parsial 0,6185 dan koefisien regresi untuk variabel imbalan (β1)
dari 0,412. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan
variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Perbedaan
dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data
berbeda.
48
9) Penelitian dari Seno Andri, et.al (2011) tentang “Pengaruh Gaya Kepemirnpinan,
Budaya Organisasi, Motivasi, Program Diklat terhadap Kinerja, dan Kepuasan
Kerja Karyawan pada PT. Telkom Tbk Pekanbaru”. Penelitian ini menggunakan
jenis penelitian penjelasan atau penelitian eksplanatori yaitu menjelaskan
hubungan kausal dan pengujian hipotesis. Persamaan dengan riset sekarang, riset
ini sama-sama menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi
kepuasan kerja. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan
untuk mengolah data berbeda.
10) Penelitian dari Totok Sasongko (2008) mengenai “Pengaruh Gaya Kepemimpinan
terhadap Prestasi Kerja Karyawan pada KPRI Bima Jaya Pasuruan”. Hasil analisis
regresi linier dengan uji secara simultan diperoleh hasil bahwa gaya
kepemimpinan berpengaruh terhadap prestasi kerja karyawan KPRI Bima Jaya
Pasuruan. Namun apabila dianalisis secara parsial, variabel gaya kepemimpinan
orientasi pada tugas mempunyai pengaruh signifikan terhadap prestasi kerja.
Sedangkan variabel gaya kepemimpinan orientasi pada hubungan juga
mempunyai pengaruh terhadap peningkatan prestasi kerja karyawan KPRI Bima
Jaya Pasuruan. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama
menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi prestasi kerja.
Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah
data berbeda.
11) Penelitian dari Sugeng Mulyono dan Zai Dani Almas (2009) dengan judul
“Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan pada
49
Gramedia Malang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana gaya
kepemimpinan berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Penelitian ini
menggunakan sampel jenuh karena jumlah populasi kurang dari 100, yaitu
sebanyak 63 orang. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan,
yang dalam penelitian ini diwakili oleh gaya-gaya otoriter, demokratis dan laissez
faire, baik secara simultan maupun parsial terbukti berpengaruh signifikan
terhadap kepuasan kerja karyawan. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini
sama-sama menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi
kepuasan kerja, selain itu juga sama-sama menggunakan sampel jenuh. Perbedaan
dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data
berbeda.
12) Penelitian yang dilakukan oleh Muskita (2007) dengan judul “Analisa Pengaruh
Disiplin Kerja terhadap Prestasi Kerja pada AJB Bumiputera 1912 Kantor
Operasional Biak”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
disiplin kerja dan prestasi kerja karyawan. Hasil yang didapatkan dari penelitian
ini adalah adanya hubungan yang positif anatara disiplin kerja dan prestasi kerja
karyawan AJB Bumiputera 1912 Kantor Operasional Biak. Persamaan dari
penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama
meneliti variabel prestasi kerja, sedangkan perbedaannya adalah tidak adanya
variabel gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja, waktu penelitian, tempat
penelitian, jumlah sampel dan teknik analisis data.
50
13) Penelitian dari Ilham Anshari (2007) dengan judul “Pengaruh Kepuasan Kerja
terhadap Prestai Kerja Karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang
Binjai”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh
secara positif dan signifikan terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. Bank
Rakyat Indonesia cabang Binjai. Sedangkan faktor yang paling dominan
mempengaruhi prestasi kerja karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia cabang
Binjai adalah kepuasan atas hubungan dalam kelompok kerja, hal ini dikarenakan
hubungan yang terbangun dan terbinan dalam kelompok kerja sangat baik.
Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel
kepuasan dan prestasi kerja karyawan. Perbedaan dengan riset sekarang adalah
metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda.
14) Penelitian dari Mulyanto dan Djoko Mochammad Wahyudi (2008) tentang
“Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Kompensasi, dan Budaya Organisasi terhadap
Prestasi Kerja Pegawai di PT. Telkom Kandatel Surakarta”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengeksplorasi pengaruh yang signifikan antara gaya
kepemimpinan, kompensasi dan budaya organisasi terhadap prestasi kerja staf di
PT. Telkom Kandatel Surakarta apakah variabel ini berpengaruh secara simultan
dan parsial, dan untuk mengetahui diantara variabel tersebut yang mana
berpengaruh dominan. Hasil dari penelitian ini adalah Budaya Organisasi
merupakan variabel yang dominan pengaruhnya terhadap prestasi kerja.
Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel gaya
kepemimpinan yang mempengaruhi prestasi kerja. Perbedaan dengan riset
51
sekarang adalah metode dan pengambilan sampel yang digunakan untuk
mengolah data berbeda.
15) Penelitian dari Darwinto (2008) tentang “Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan
terhadap Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi untuk Meningkatkan Kinerja
Karyawan pada RSUD Kota Semarang”. Penelitian ini menganalisis pengaruh
gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi untuk
meningkatkan kinerja karyawan. Hasil penelitian ini menunjukkan diantaranya
bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja.
Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel gaya
kepemimpinan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Perbedaan dengan riset
sekarang adalah metode dan pengambilan sampel yang digunakan untuk
mengolah data berbeda.
16) Penelitian dari Kylie Bartolo dan Brett Furlonger (2000) tentang “Leadership and
Job Satisfaction Among Aviation Fire Fighters in Australia”. Penelitian ini
bertujuan untuk meneliti hubungan antara kepuasan kerja dan gaya kepemimpinan
dalam pemadam kebakaran penerbangan. Penelitian ini menggunakan sampel
jenuh dengan lima puluh enam orang pemadam kebakaran sebagai responden.
Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel gaya
kepemimpinan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Perbedaan dengan riset
sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda.
17) Penelitian dari Ali Mohammad Mosadegh Rad dan Mohammad Hossein
Yarmohammadian (2006) dengan judul “A Study of Relationship between
52
Managers Leadership Style and Employees Job Satisfaction”.
Tujuan
dari penelitian deskriptif dan cross-sectional ini adalah untuk mengeksplorasi
hubungan antara gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja karyawan di Rumah
Sakit Universitas Isfahan, Iran. Hasil dari penelitian ini adalah ada hubungan yang
signifikan antara gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan.
Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel gaya
kepemimpinan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Perbedaan dengan riset
sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda.
18) Penelitian dari Kasim Randeree dan Abdul Ghaffar Chaudhry (2012) dengan
judul “Leadership Style, Satisfaction and Commitment an Exploration in The
United Arab Emirates Construction Sector”. Penelitian ini bertujuan untuk
membuktikan sejauh mana gaya kepemimpinan berdampak pada kepuasan kerja
karyawan dan komitmen organisasi di Uni Emirat (UEA) melalui analisis kasus di
sector kontruksi. Hasil dari penelitian ini adalah kepuasan kerja karyawan sangat
dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan dengan lebih dari 50% responden
menyatakan bahwa gaya kepemimpinan sangat mempengaruhi kepuasan kerja
mereka. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan
variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Perbedaan
dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data
berbeda.
19) Penelitian dari Jose R. Goris (2006) dengan judul “Effects of Satisfaction with
Communication on the Relationship between Individual-job Congruence and Job
53
Performance/Satisfaction”. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh
moderating kepuasan berkomunikasi pada hubungan antara prestasi kerja dan
kepuasan kerja karyawan. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama
menggunakan variabel kepuasan dan prestasi kerja karyawan. Perbedaan dengan
riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda.
20) Penelitian dari Peter Lok dan John Crawford (2004) mengenai “The Effect of
Organizational Culture and Leadership Style on Job Satisfaction and
Organisational Commitment A Cross-National Comparison”. Penelitian ini
menguji pengaruh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap kepuasan
kerja dan komitmen organisasi dengan mengambil sampel dari Hong Kong dan
Australia. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan
variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Perbedaan
dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data
berbeda.
21) Penelitian dari Timothy Bartram dan Gian Casimir (2007) dengan judul “The
Relationship between Leadership and Follower in-role Performance and
Satisfaction with The Leader”. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan
pemeriksaan efek mediasi dari pemberdayaan dan kepercayaan pemimpin pada
hubungan antara kepemimpinan transformasional dan dua hasil yaitu peran
kinerja sebagai pengikut dinilai oleh pemimpin dan kepuasan kerja dengan
pemimpin. Hasil dari penelitian ini adalah pendekatan yang lebih halus diperlukan
untuk memahami kepemimpinan dalam mediator yang berbeda telah terbukti
54
mempengaruhi hasil yang berbeda. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini
sama-sama menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi
kepuasan kerja. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan
untuk mengolah data berbeda.
22) Penelitian dari Linda S. Wing (2005) dengan penelitian yang berjudul
“Leadership in High Performance Teams : A Model for Superior Team
Performance”. Penelitian ini bertujuan untuk menjelajahi bagaimana tim
berperforma tinggi membuat pertumbuhan eksponensial. Penelitian ini sangat
relevan untuk berlatih menjadi pemimpin ditandai dengan kecepatan transaksi dan
inovasi, serta perubahan yang sering ada. Persamaan dengan riset sekarang, riset
ini sama-sama menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi
prestasi kerja. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan
untuk mengolah data berbeda.
23) Penelitian dari Eran Vigoda-Gadot (2007) dengan judul “Leadership Style,
Organizational Politics, and Employees Performance An Empirical Examination
of Two Competing Models”. Penelitian ini bertujuan untuk menguji persepsi
politik antara karyawan sector public sebagai mediator antara gaya kepemimpinan
atasan dan aspek formal dan informal prestasi kerja karyawan. Kepemimpinan
multifactor kuesioner (MLQ) adalah didistribusikan kepada karyawan dari sebuah
organisasi keamanan public Israel, meminta mereka untuk mengevaluasi gaya
atasan mereka tentang gaya kepemimpinan. Persamaan dengan riset sekarang,
riset
ini
sama-sama
menggunakan
55
variabel
gaya
kepemimpinan
yang
mempengaruhi prestasi kerja. Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode
yang digunakan untuk mengolah data berbeda.
24) Penelitian dari Su Chao Chang dan Ming Shing Lee (2007) dengan judul
penelitian “A Study on Relationship Among Leadership, Organizational Culture,
The Operation of Learning Organization and Employees Job Satisfaction”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kepemimpinan,
budaya organisasi, operasi pembelajaran organisasi dan kepuasan kerja karyawan.
Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama menggunakan variabel gaya
kepemimpinan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Perbedaan dengan riset
sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah data berbeda.
25) Penelitian dari Lee Huey Yiing dan Kamarul Zaman Bin Ahmad (2009) dengan
judul penelitian “The Moderating Effects of Organizational Culture of The
Relationships between Leadership Behaviour and Organizational Commitment
and
between
Organizational
Commitment
and
Job
Satisfaction
and
Performance”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek moderasi
budaya organisasi pada hubungan antara gaya kepemimpinan dan komitmen
organisasi dan antara komitmen organisasi dan kepuasan kerja dan kinerja dalam
pengaturan Malaysia. Persamaan dengan riset sekarang, riset ini sama-sama
menggunakan variabel gaya kepemimpinan yang mempengaruhi kepuasan kerja.
Perbedaan dengan riset sekarang adalah metode yang digunakan untuk mengolah
data berbeda.
2.3
Rumusan Hipotesis
56
Hipotesis yang dikemukakan terhadap permasalahan dalam penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut.
1) Gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan positif terhadap kepuasan kerja
karyawan pada PT. Arabikatama Khatulistiwa Fishing Industry (AKFI) Benoa
Bali.
2) Kepuasan kerja karyawan berpengaruh signifikan positif terhadap prestasi kerja
karyawan pada PT. Arabikatama Khatulistiwa Fishing Industry (AKFI) Benoa
Bali.
3) Gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan positif terhadap prestasi kerja
karyawan pada PT. Arabikatama Khatulistiwa Fishing Industry (AKFI) Benoa
Bali.
57
Download