BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pewarnaan merupakan suatu proses yang banyak diaplikasikan, baik di bidang industri maupun seni. Diantara pengaplikasian pewarnaan tersebut adalah di industri tekstil, karpet, makanan, kertas, kosmetik, desain grafis, seni lukis, seni pembuatan kain batik dan lain-lain. Warna merupakan suatu bagian yang penting dalam bidang-bidang tersebut. Selama ini, cara tradisional untuk mengetahui warna yang dihasilkan dari suatu pigmen (pewarna) adalah dengan cara melakukan eksperimen pewarnaan (pewarnaan manual, hand dyeing). Padahal banyak sekali pewarna yang dapat digunakan, baik digunakan sebagai pewarna tunggal, maupun dengan dicampur pewarna lain. Hal ini mengakibatkan proses pewarnaan manual menjadi proses yang time consuming (tidak efisien), karena harus mencoba banyak kombinasi pewarna secara trial and error. Sebagai contoh, Tandukar (2007) menyebutkan bahwa industri karpet menyimpan sekitar 30 pewarna dasar yang digunakan untuk mendapatkan warna yang diinginkan dengan proporsi tertentu berdasarkan trial and error. Hal ini merupakan proses yang tidak efisien dari sisi waktu dan ekonomi. Warna hasil kombinasi 30 pewarna dasar tersebut bisa sangat banyak (sebagaimana Gambar 1.1), dan untuk mendapatkan warna yang diinginkan bisa saja membutuhkan waktu yang lama (time consuming). Padahal industri karpet modern juga membutuhkan kemampuan agar dapat mempresentasikan desain mereka secara digital, sehingga komunikasi antara pihak manufaktur, pengimpor, dan konsumen akhir dapat berlangsung secara efisien (Tandukar, 2007). Selain time consuming, masalah lain pada pewarnaan manual adalah kerumitannya. Hal ini berkaitan dengan teknik pewarnaan untuk menghasilkan suatu pola pewarnaan. Terdapat beberapa teknik untuk menghalangi zat warna mengenai bagian tertentu kain sehingga membentuk pola pewarnaan, diantaranya adalah dengan cara diikat, diklem (dijepit, clamp resist dyeing), dilipat, ditahan, 1 2 Gambar 1.1 Pengembangan Warna pada Industri Karpet (Tandukar, 2007) dihalangi menggunakan lilin (teknik pewarnaan berpenghalang lilin (wax resistdyeing) atau disebut teknik pewarnaan batik), dan teknik pewarnaan Shibori. Sebagai contoh, Marimoto et al. (2011) menyebutkan bahwa pewarnaan berpenghalang jepitan, membutuhkan template kayu untuk menjepit kain selama proses pewarnaan dilakukan. Alat berupa template tersebut bisa saja sangat kompleks. Oleh karena itu, pewarnaan manual membutuhkan pengalaman, keahlian dan usaha, juga pengetahuan mengenai sifat kimia dan fisik dari material yang digunakan. Padahal tidak semua pihak yang berkepentingan terhadap warna, memiliki kapasitas demikian. Untuk mengatasi soal time consuming dan kerumitan dalam mendapatkan hasil pewarnaan pada pewarnaan manual, saat ini telah banyak penelitian yang berusaha mengembangkan sistem, simulasi, atau algoritma untuk memprediksi hasil pewarnaan. Tandukar (2007) dan Suyoto et al. (2012) merupakan contoh penelitian yang mengembangkan algoritma untuk memprediksi suatu warna. Sedangkan Marimoto et al. (2011) dan Furferi dan Carfagni (2010) adalah contoh penelitian untuk mensimulasikan hasil pewarnaan dari suatu teknik pewarnaan tertentu, Marimoto et al. (2011) mensimulasikan teknik pewarnaan ikat celup, dan 3 Furferi dan Carfagni (2010) mensimulasikan teknik pencampuran serat (fibre) berwarna. Sampai saat ini belum ada sistem yang dikembangkan untuk memprediksi (mensimulasikan) hasil teknik pewarnaan batik. Padahal teknik pewarnaan batik merupakan salah satu teknik pewarnaan yang sangat banyak dilakukan di Indonesia. Batik, sebagai hasil dari teknik pewarnaan tersebut, merupakan bagian dari kebudayaan serta memiliki nilai sebagai komoditas bagi Indonesia. Teknik pewarnaan batik terdiri dari 3 proses utama, yakni peneraan lilin, pewarnaan, dan pengambilan lilin dengan cara direbus (pelorodan). Adanya ketiga proses utama tersebut semakin menambah banyaknya kemungkinan kombinasi pewarnaan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang dapat disimpulkan dari latar belakang adalah bagaimana mengembangkan suatu sistem simulasi yang mampu memprediksi hasil teknik pewarnaan batik (wax-resist dyeing). 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan suatu sistem simulasi untuk memprediksi hasil pewarnaan batik. Hal ini dilakukan sebagai usaha menggantikan pewarnaan manual dalam mendapatkan hasil yang diinginkan. Secara lebih spesifik, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Mengembangkan metode untuk memprediksi hasil pewarnaan. b. Mengembangkan sistem simulasi berbasis komputer untuk memprediksi hasil pewarnaan batik, selanjutnya disebut sebagai program simulasi warna batik. 1.4 Pembatasan Masalah dan Asumsi Untuk memfokuskan penelitian, maka dilakukan beberapa pembatasan sebagai berikut. 1. Dalam hal proses pewarnaan, bahan yang digunakan adalah pewarna buatan, dan teknik yang digunakan adalah teknik celup. 4 2. Istilah batik yang dimaksud adalah kain batik. 3. Pengembangan program simulasi warna batik yang dimaksud disini meliputi pengembangan dari sisi metode, algoritma, dan antarmuka program tersebut. 4. Perangkat lunak pemrograman yang digunakan untuk membangun program simulasi warna batik adalah Visual Basic 6.0. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil yang nantinya diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berbagai pihak, antara lain sebagai berikut. 1. Bagi pengembangan teknologi pewarnaan batik Hasil penelitian ini, yakni metode prediksi hasil pewarnaan dan program simulasi warna batik diharapkan dapat bermanfaat untuk: a. Mengurangi resiko inefisiensi akibat pewarnaan manual. b. Sebagai masukan bagi pengembangan teknologi otomasi desain dan manufaktur batik. 2. Bagi pengguna (pengrajin dan konsumen batik) Hasil penelitian berupa program simulasi warna batik diharapkan dapat membantu konsumen dan pengrajin batik dalam mendapatkan gambar desain warna batik, sekaligus langkah proses produksinya.