1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah World Health

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
World Health Organization (2006), merumuskan bahwa diabetes
melitus (DM) merupakan kumpulan masalah anatomi dan kimiawi dari
sejumlah faktor dimana terdapat defisiensi insulin yang absolut atau
relatif dan terjadi gangguan pada fungsi insulin. Saat ini penyakit
diabetes melitus telah menjadi penyakit epidemik. Dalam 10 tahun
terakhir terjadi peningkatan 2-3 kali lipat penderita diabetes melitus. Hal
tersebut disebabkan oleh pertambahan umur, kelebihan berat badan
dan gaya hidup. Diabetes melitus tipe 2 adalah tipe diabetes yang paling
sering terjadi di kalangan kehidupan masyarakat (Greenstein, 2006).
International Diabetes Federation (IDF) mengestimasi prevalensi
diabetes melitus secara global pada tahun 2015 adalah sebesar 8,8%
atau sekitar 415 juta orang dan 12% dari pengeluaran kesehatan global
digunakan untuk diabetes. Diperkirakan jika tren ini terus berlanjut maka
prevalensi diabetes akan semakin meningkat yaitu menjadi 10,4% atau
sekitar 642 juta orang pada tahun 2040. Sampai saat ini posisi tiga
teratas negara dengan penderita diabetes melitus terbanyak terdapat di
Cina, India, dan Amerika. Indonesia menempati urutan ke-7 dengan
jumlah penderita diabetes melitus sebanyak 10 juta orang dan jika hal
1
ini terus berlanjut maka diperkirakan pada tahun 2040 meningkat
menjadi 16,2 juta orang dan menempati urutan ke-6 (IDF, 2015).
Laporan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan (RISKESDAS) tahun 2013, menyebutkan bahwa
terjadi peningkatan prevalensi pada penderita diabetes melitus yang
diperoleh berdasarkan hasil wawancara yaitu 1,1% pada tahun 2007
dan menjadi 1,5% pada tahun 2013, dengan prevalensi tertinggi
diabetes melitus terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%),
dan
Sulawesi
Utara
(2,4%),
serta
Kalimantan
Timur
(2,3%).
RISKESDAS 2013, juga menunjukkan bahwa berdasarkan hasil
pemeriksaan gula darah pada penduduk usia ≥15 tahun diperoleh
proporsi diabetes melitus sebanyak 6,9% atau sekitar 12 juta orang.
Prevalensi penderita diabetes melitus pada laki-laki lebih rendah
dibandingkan
dengan
perempuan
yang
cenderung
lebih
tinggi.
Prevalensi diabetes melitus meningkat sesuai dengan bertambahnya
umur, tetapi mulai umur ≥ 65 tahun akan menurun. Penderita diabetes
melitus cenderung lebih tinggi bagi mereka yang tinggal di daerah
perkotaan dibandingkan dengan mereka yang tinggal di pedesaan
(RISKESDAS, 2013). Penderita yang terkena diabetes melitus bukan
hanya mereka yang telah berusia lanjut, namun banyak pula yang masih
berusia muda atau produktif dikarenakan gaya hidup yang tidak baik
sehingga menyebabkan sel – sel tubuh tidak dapat merubah glukosa
2
menjadi energi akibatnya glukosa menumpuk di dalam darah dan
menyebabkan naiknya produksi
gula di dalam darah (Kementrian
kesehatan, 2013).
Prevalensi diabetes melitus yang bergantung pada insulin di Provinsi
Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 0,06% lebih rendah di banding
tahun 2011 (0,09%) dan prevalensi diabetes melitus tertinggi terdapat di
Kabupaten Semarang yaitu sebesar 0,66%. Prevalensi diabetes melitus
tidak tergantung insulin lebih dikenal dengan diabetes tipe II, mengalami
penurunan dari 0,63% menjadi 0,55% di tahun 2012. Prevalensi
diabetes melitus tertinggi terdapat di Kota Magelang yaitu sebesar
7,93% (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2012).
Ulkus diabetikum adalah salah satu komplikasi kronik dari diabetes
melitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan
penderita diabetes. Ulkus diabetik biasanya terjadi pada penderita yang
memiliki kadar low density lipoprotein yang tinggi sehingga akan mudah
terjadi pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah.
Hal ini memainkan peranan penting untuk terjadinya ulkus diabetikum
(Zaidah, 2005). Ulkus diabetikum umumnya menyerang kaki sehingga
dikenal dengan istilah kaki diabetik. Hal ini disebabkan juga oleh adanya
kombinasi neuropati, insufisiensi vaskuler, serta infeksi dan akan
mengarah pada penurunan aliran darah ke perifer hingga menyebabkan
aliran darah tidak cukup dan terjadi iskemia serta gangrene sehingga
3
terjadi kaki diabetik. Menurut Singh, dkk., (2005), sebanyak 15 - 25%
penderita diabetes melitus akan mengalami ulkus kaki diabetik dalam
hidup mereka. Hal ini penting untuk diperhatikan karena menjadi
masalah utama kesehatan di seluruh dunia karena dapat bersifat kronis
dan sulit sembuh serta berisiko amputasi bahkan dapat mengancam
jiwa.
Metode konvensional telah diterapkan sejak dahulu dengan
menggunakan
antiseptik
dosis
tinggi,
dan
pembalutan
dengan
menggunakan bahan yang menyerap. Menurut Ovington (2002),
penggunaan kasa dengan cara kering memiliki beberapa kekurangan
yaitu muncul rasa tidak nyaman saat penggantian balutan, menunda
proses penyembuhan terutama epitalisasi, meningkatkan resiko infeksi
dan kurang efektif dan efisien dalam penggunaan waktu dan tenaga
bahkan tidak
membantu
penyembuhan
dari
luka
dan
berisiko
memperburuk kondisi luka. Sebagian besar rumah sakit di Indonesia
masih menerapkan prinsip perawatan luka dengan menggunakan
metode konvensional. Metode modern dressing masih sangat jarang di
lakukan. Di Indonesia hanya sekitar 2,4% yang menerapkan metode
modern dressing (Ismail, 2008).
Perkembangan
yang
signifikan
dalam
dunia
kesehatan
memunculkan penelitian yang dilakukan Winter (1962), tentang keadaan
lingkungan yang baik untuk proses penyembuhan luka menjadi dasar
4
diketahuinya konsep “Moist Wound
merupakan
metode
yang
di
Healing” (Morrison, 2004). Ini
lakukan
untuk
mempertahankan
kelembaban dari luka dengan menggunakan balutan penahan agar
kelembaban tetap terjaga. Hal ini dilakukan agar penyembuhan luka dan
pertumbuhan jaringan dapat terjadi secara alami. Munculnya konsep
perawatan luka lembab disertai dengan adanya teknologi yang memadai
dan mendukung. Hal ini yang menjadi dasar munculnya pembalut luka
modern dengan memakai alat ganti balut yang lebih modern atau juga
dikenal dengan moisture balance (Mutiara, 2009). Perawatan luka
dengan metode moisture balance dilakukan secara continue dan
mempercepat proses pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi.
Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di pusat perawatan
luka praktek perawat mandiri di temukan bahwa sebagian besar pasien
lebih memilih dirawat dengan menggunakan metode modern dressing di
banding dengan menggunakan metode konvensional yang biasanya
dipakai di rumah sakit. Kebanyakan dari mereka merupakan pasienpasien yang pernah menjalani perawatan menggunakan metode
konvensional di rumah sakit dan kemudian beralih ke pusat perawatan
luka modern untuk dirawat dengan menggunakan metode yang lebih
modern. Berdasarkan pemaparan di atas peneliti tertarik untuk
melakukan studi kasus yaitu menggambarkan keefektifan perawatan
5
luka baik secara konvensional maupun secara modern serta melihat
faktor - faktor yang mempengaruhi keefektifan masing-masing prosedur.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang akan
diajukan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana gambaran keefektifan
pada perawatan ulkus diabetes melitus dengan menggunakan teknik
konvensional dan modern dressing.
1.3 Signifikansi dan Keunikan Penelitian
Signifikansi dalam penelitian menjadi penting untuk dilakukan karena
penelitian
ini
membahas
tentang
dua
metode
berbeda
yaitu
konvensional dan modern yang di pakai dalam perawatan luka diabetes
melitus. Banyak penelitian yang dilakukan tentang perawatan luka
diabetes melitus menggunakan teknik konvensional dan modern.
Hampir semua penelitian yang peneliti temukan menggunakan metode
kuantitatif, salah satunya dalam penelitian Kristianto (2010), yang
melakukan penelitian terhadap perawatan luka diabetes menggunakan
kedua teknik perawatan luka yaitu konvensional dan modern, namun
bedanya penelitian tersebut hanya melihat perbandingan dari kedua
metode perawatan luka terhadap Transforming Growth Factor beta1 dan
respon nyeri. Keunikan dari penelitian yang peneliti lakukan yaitu
6
peneliti melihat kedua metode perawatan luka diabetes dari berbagai
sisi yaitu melalui teknik perawatan luka, strategi perawat dan
dokumentasi perawatan luka dan tentunya menggunakan metode
kualitatif. Ini berbeda dari penelitian – penelitian sebelumnya yang
peneliti temukan.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan Umum :
Mengetahui
secara
mendalam
gambaran
keefektifan
pada
perawatan ulkus diabetes melitus dengan menggunakan teknik
konvensional dan modern dressing.
Tujuan Khusus :
1.4.1
Mendapatkan gambaran keefektifan dalam merawat luka
diabetes melitus dengan teknik konvensional.
1.4.2
Mendapatkan gambaran keefektifan dalam merawat luka
diabetes mellitus dengan teknik modern dressing.
1.4.3
Melihat faktor - faktor yang mempengaruhi keefektifan masing
masing prosedur.
7
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1
Bagi Masyarakat
Memberikan
tambahan
pengetahuan
yang
luas
tentang
penyembuhan luka diabetes melitus.
1.5.2
Bagi Fakultas Ilmu Kesehatan
Hasil penelitian ini dijadikan sebagai bahan bacaan bagi
mahasiswa khususnya mahasiswa keperawatan di Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana dalam
menambah
pengetahuan
dan
dapat
digunakan
sebagai
tambahan informasi untuk penelitian lebih lanjut.
1.5.3
Bagi Profesi Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
yang berguna bagi profesi keperawatan dan dapat membantu
memberikan informasi mengenai keefektifan dan perawatan
ulkus diabetes melitus.
1.5.4
Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti agar
peneliti lebih memahami lagi mengenai perawatan diabetes
melitus. Penelitian ini juga menambah pengalaman yang
bermanfaat dalam kehidupan peneliti untuk
memberikan
pelayanan dalam mendukung kesehatan masyarakat dan dapat
memberikan dampak positif bagi masyarakat.
8
Download