KEMAMPUAN GURU MELAKUKAN PENILAIAN

advertisement
Edisi Ke-2, No. 4, Nopember 2012
Nomor ISSN:2303-2979
PEMBINAAN KEPATUHANPESERTA DIDIK TERHADAP
NORMA SEKOLAH; Studi Kasus di SMA Korpri Banjarmasin*)
Sarbaini
ABSTRACT
The research is preliminary study to purpose of exploration to the develop of
building model of student obedience to school norm in SMA KORPRI
Banjarmasin with ordering of school climate and attitude or behavior of teacher
toward students. This research background is because of disobedience toward
law, culture and tradition norms a happened in line across of life, so it worries of
more powerful disobedience to students. The Research method is qualitative with
observation, interview, and document study for data collect of technique.
Research finding shows the develop of building model of student obedience base
to concept about obedience and disobediece of students personal category;
ordering of school climate include physical organize to give for free space to
activity and expression; setting of class position not base class ordering, but
orientation toward orderliness, tranquillity, respectful, responbility and example
of conduct; every where be found of banners and writes give about faith, takwa,
nobel morals, achievement, creative, innovative, outonomous, and discipline; sets
of tools to invite for neat, clean, orderly, and gender respect of conduct. Attitude
or counduct of teachers link to programmed action (action of daily, weekly,
monthly, and yearly) and accidental (cooperation with local community, handle of
casus and give to sanction)
Key words: Building, Obedience, Student, School Norms.
A. PENDAHULUAN
Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan
membantu watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa,
bertujuan
untuk
berkembangnya potensi peserta
didik, agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara
yang
demokratis
serta
bertanggungjawab (pasal 3 UU SPN
Tahun 2003).
Dari 10 Nilai Luhur (iman,
takwa, akhlak mulia, sehat, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
demokratis,bertanggungjawab) sebagai Moralitas yang hendaknya
dibentuk oleh Pendidikan Nasional,
khususnya Pendidikan Umum/Nilai
adalah nilai demokratis. Nilai moral
demokrasi menurut Unesco-Apnieve
(1998) adalah terdiri dari Respect for
Law and Order, Discipline, Respect
for Authority, Mutual trust. Dapat
dikatakan dasar nilai demokrasi itu
Edisi Ke-2, No. 4, Nopember 2012
adalah nilai kepatuhan kepada
hukum
dan
ketertiban.
Nilai
demokrasi jelas tidak bisa berjalan
baik kecuali terdapatnya karakter
pribadi yang patuh dan respek pada
hukum dan ketertiban publik.
Namun
saat
ini,
terlihat
demokrasi cenderung disalahpahami
kalangan
masyarakat
sebagai
demonstrasi massa dan berbagai
bentuk unjuk rasa lainnya, sehingga
memunculkan istilah “demo-crazy”.
Juga,
kebebasan
cenderung
disalahartikan sebagai “kebebasan
tanpa aturan” (lawlessness freedom)
dan tanpa kepatuhan kepada hukum.
Hasilnya seperti yang terjadi
kebanyakan di masyarakat adalah
anarki. Anarkisme bukan hanya
mencederai, tetapi bahkan jelas
bertentangan
dengan demokrasi.
Sehingga salah satu persoalan yang
dihadapi bangsa Indonesia adalah
perilaku masyarakat yang dengan
ringannya melanggar kaidah-kaidah
etis-normatif, tradisi, bahkan hukum
formal (Kompas, 2009), dan ini
hampir terjadi di semua lini
kehidupan.
Fenomena demikian mengindikasikan bahwa masih dianutnya
nilai-moral
dan perilaku tidak
demokratis, khususnya nilai-moral
dan perilaku yang tidak mematuhi
hukum
dan
ketertiban
(Unrespect/Disobedience for Law
and Order). Jika dibiarkan belarutlarut, akan memberikan dampak
negatif terhadap generasi muda,
bahkan
memperkuatnya, atau
terbentuknya
pemahaman
yang
keliru tentang demokrasi, yakni
demokrasi adalah paham kebebasan
yang menegasikan hukum dan
peraturan, dan tidak mematuhinya
peserta didik terhadap norma di
Nomor ISSN:2303-2979
sekolah.
Karena
data
tahun
2009/2010 di SMA KORPRI
Banjarmasin menunjukkan adanya
fenomena ketidakpatuhan, dalam
aspek kerajinan, kelakuan dan sikap,
kerapian, dan ketertiban.
Hal demikian menarik untuk
dikaji bagaimanakah pengembangan
model pembinaan kepatuhan peserta
didik terhadap norma sekolah di
SMA
Korpri
Banjarmasin?
Pertanyaan demikian dapat dirinci
lagi pada aspek permasalahan, yaitu :
1. Bagaimanakah konsepsi peserta
didik yang dianggap sebagai
pribadi yang patuh kepada norma
sekolah menurut kepala sekolah,
para guru dan peserta didik ?
2. Bagaimanakah iklim emosional
sekolah ditata dalam membina
kepatuhan peserta didik terhadap
norma sekolah ?
3. Bagaimanakah sikap dan perilaku
yang dilakukan guru dalam
membina kepatuhan peserta didik
terhadap norma sekolah?
B. TINJAUAN PUSTAKA
Beberapa teori yang menjadi
landasan pengembangan model
pembinaan kepatuhan peserta didik
terhadap norma sekolah adalah teori
psikoanalitik, behavioristik, traits,
perkembangan kognitif dan holisitik
(Mulyana,
2002),
sedangkan
pendekatannya adalah pendekatan
psikoanalisis, teori-teori belajar dan
teori
perkembangan
kognitif
(Downey dan Kelly: 1982), namun
disesuaikan dengan kepribadian
manusia Indonesia yang berbasis
nilai ketuhanan dan nilai budaya
lokal Indonesia.
Kepatuhan sebagai kewajiban
moral dan kewajiban politik dalam
Edisi Ke-2, No. 4, Nopember 2012
mematuhi undang-undang Negara
dalam pelaksanaannya sebagai nilai
moral demokrasi amat ditentukan
oleh sistem demokrasi yang dianut
dalam suatu Negara. Kepatuhan
sebagai nilai moral demokrasi yang
dilaksanakan dalam suatu Negara
dan dipraktekkan oleh warga
negaranya ditentukan nilai ideal,
konseptual dan praktis yang yang
dianut dan dipraktekkan. Nilai
kepatuhan berbasis pada landasan
agama
(Al
Baqarah:285;
Al
Imran:132; Al Anfal:20 dan Al
Imran:17), dan landasan teoritis,
yaitu teori persetujuan, teori keadilan
dan teori kehendak umum (Raphael,
1993:175-197).
Pembinaan kepatuhan peserta
didik kepada norma di sekolah
dilakukan melalui model pendidikan
umum/nilai
dalam
konteks
pendidikan persekolahan, dieksplorasi dari penataan iklim sekolah dan
perlakuan guru terhadap peserta
didik. Penataan iklim sekolah seperti
konsistensi dan pengaturan tentang
hukuman dan ganjaran, telah
memberikan
sumbangan
yang
berharga terhadap pencapaian hasil
akademik siswa (Anderson,1982,
dalam Gallay dan Pong, 2004);
lingkungan sekolah yang teratur,
moral yang tinggi, perlakuan
terhadap
siswa
yang
positif,
penyertaan aktivitas siswa yang
tinggi dan hubungan sosial yang
positif ternyata memiliki korelasi
yang kuat dengan hasil-hasil
akademik siswa (Stockard dan
Mayberry,1992, dalam Gallay dan
Pong, 2004; berkontribusi positif
terhadap pencapaian hasil non
akademik,
seperti pembentukan
konsep diri, keyakinan diri, dan
aspirasi (Brookover et al., 1979;
Nomor ISSN:2303-2979
McDill & Rigsby, 1973; Mitchell,
1968; Anderson, 1982 dalam Gallay
dan Pong, 2004). Hubungan antara
siswa dan guru, yang ditentukan oleh
perlakuan guru terhadap siswa, oleh
siswa terhadap guru tertentu, oleh
stereotip budaya dari guru sebagai
kelompok, dan oleh teknik mengajar
serta kedisiplinan yang digunakan,
akan mempengaruhi sikap siswa
terhadap mata pelajaran. (Hurlock,
1976);
guru
berperan
dalam
mengembangkan perasaan dan emosi
yang melahirkan nilai, sikap, dan
tingkah laku yang baik bagi
seseorang dan masyarakat (APEID,
1992:83, dalam Mulyana, 2002),
berlangsungnya
“pertemuan
intensional”, suatu “pertemuan”
makna-makna
esensial
yang
dirasakan penting oleh guru dan
siswa (Soelaeman, 1988: 23).
C. METODE PENELITIAN
Pelaksanaan
penelitian
berbasis
pendekatan
kualitatif
(jenisnya)
atau
naturalistik
(prosesnya) dengan tipe penelitian
studi kasus (observational case
study)
pembinaan
kepatuhan
terhadap norma ketertiban di SMA
KORPRI Banjarmasin, dengan cara
deskriptif
analitik,
berupaya
menggambarkan
keadaan
yang
sedang berlangsung pada saat
penelitian dilakukan berdasarkan
fakta yang ada, dengan kajian yang
mendalam dan terfokus, serta
menggunakan
berbagai
teknik
penelitian ilmiah, seperti observasi,
wawancara, studi dokumentasi dan
foto.
Edisi Ke-2, No. 4, Nopember 2012
D. TEMUAN PENELITIAN
1.
Konsepsi
Peserta
Didik
sebagai Pribadi yang Patuh
terhadap Norma Sekolah
Peserta didik sebagai pribadi
yang patuh terhadap norma sekolah
menurut kepala sekolah, para guru
dan siswa adalah : pribadi yang
berperilaku sesuai dengan prosedur
yang berlaku di sekolah, yaitu sesuai
dengan tata tertib dan tata krama
sekolah, melaksanakan apa yang
ditetapkan oleh peraturan sekolah
dan
dipenuhi
olehnya,
serta
mematuhi dengan sendirinya, dan
terlihat dalam kesehariannya, pada
cara berpakaian dan sikap-sikap yang
menunjukkan tidak membuat hal-hal
yang di luar batas kewajaran sekolah
dan aktif dalam kegiatan sekolah”
2.
Penataan Iklim Emosional
Sekolah Dalam Membina
Kepatuhan Peserta Didik
Terhadap Norma Sekolah
Penataan
iklim
emosional
sekolah
diorientasikan
kepada
suasana lingkungan yang mengacu
kepada nilai-moral-norma Iman,
Takwa, Keamanan, Kebersihan,
Ketertiban, Kerindangan, Keindahan,
Kesehatan,
Kekeluargaan,
dan
Kenyamanan, sehingga melahirkan
iklim emosional yang kondusif bagi
kegiatan pembelajaran.
Data penataan situasi iklim
sekolah dilakukan antara lain
berdasarkan observasi dan studi
dokumentasi peta sekolah; Penataan
bangunan fisik sekolah dengan
memberi ruang yang memberikan
kebebasan kepada peserta didik
untuk bergerak, bereskpresi dan
Nomor ISSN:2303-2979
melepaskan lelah atau berbelanja di
kantin dengan penempatan yang
tidak mengganggu ketenangan dan
kebersihan di sekolah; Penataan
ruang kelas yang berbeda dari
tatanan urutan kelas konvensional,
yang biasanya berdasarkan urutan.
Penataan
urutan
kelas
tidak
berdasarkan
urutan
tetapi
berorientasi pada terbentuknya sikap
bagi peserta didik untuk mematuhi
nilai-moral-norma
ketertiban,
ketenteraman, penghormatan kepada
kakak kelas dan memberikan
keteladanan pada adik kelas,
misalnya antara kelas X-2 dan X-3
terdapat kelas XII-IPS.1, antara kelas
X-4 dan X-5 terdapat kelas XIIIPS.2, kelas X-1 berdampingan kelas
X-1, kelas XI-IPA berdampingan
dengan kelas XII-IPA, dan kelas XIIPS.2 berdampingan dengan kelas
XI-IPS3; Penataan pohon dan
tanaman hias di halaman kelas
masing-masing dan di halaman
sekolah,
sehingga
terbentuklah
lingkungan sekolah yang asri, teduh
dan rindang. Tiap kelas diberi tugas
untuk memelihara tanaman hias yang
berada di halaman depan kelas
masing-masing; Penataan warna
lingkungan sekolah dengan warna
tertentu, seperti warna dinding kelas
coklat kekuning-kuningan, hijau,
hijau muda; papan informasi, nama
sekolah, merah, hitam, biru; lantai
dasar lapangan basket ball, merah
hati. Sehingga suasana (auora)
sekolah berwarna warni, meskipun
yang
dominan
adalah
coklat
kekuning-kuningan; Penataan papan
informasi dan spanduk yang berisi
pesan-pesan yang mengajak untuk
mematuhi nilai-moral-norma. Papan
informasi antara lain terletak; di
pintu gerbang sekolah, di samping
Edisi Ke-2, No. 4, Nopember 2012
pintu gerbang sekolah, di depan dan
di dinding kantor kepala sekolah, di
depan kantor guru, di depan koridor
lorong di kelas, di kantin dekat pintu,
di depan pintu kelas, di dinding luar
beberapa kelas, di dinding dalam di
depan kelas, di depan perpustakaan;
Penataan cermin besar di samping
pintu kelas, agar setiap orang yang
masuk kelas sudah memperhatikan
nilai kebersihan dan kerapian
penampilannya; Penataan kursi
panjang di sepanjang kelas, agar
peserta didik pada jam istirahat
keluar dari kelas, jika tidak
berbelanja ke kantin. Hal ini
berkaitan penciptaan kondisi untuk
penanaman sikap mematuhi norma
ketertiban, keamanan dan kesehatan;
Penataan tempat sampah dan sapu
di depan pintu setiap kelas,
mengundang
untuk
bersikap
mematuhi
norma
kebersihan;
Penataan parkir yang tertib dan
tidak mengganggu iklim sekolah,
mengundang
untuk
bersikap
mematuhi
norma
ketertiban,
keamanan dan ketenangan; Penataan
WC terpisah antara peserta didik
putra dan putri. 3 buah WC putri di
sebelah Timur dan 4 buah WC putra
di sebelah Barat, bermakna peserta
didik bersikap mematuhi nilai-moralnorma demokratis yakni kesetaraan
gender.
Sikap dan Perilaku Guru
Dalam Membina Kepatuhan
Peserta Didik
Terhadap
Norma Sekolah
Sikap dan perilaku guru dalam
membina kepatuhan peserta didik
terhadap norma sekolah diperoleh
datanya selama observasi, dan
melalui wawancara dan studi
dokumentasi.
Nomor ISSN:2303-2979
a.
Sikap dan Perilaku yang
berkaitan
dengan
Tindakan
Terprogram, yaitu :
1) Kegiatan Harian, di antaranya:
Guru menugaskan, mendampingi
dan
menyertai
peserta
didik
melaksanakan
piket
kebersihan
lingkungan sekolah dilakukan oleh
dua kelas bergantian setiap hari,
dilakukan selama 15 menit dengan
kegiatan
menyapu
dan
membersihkan lingkungan sekolah;
Sebagian guru yang bertugas sebagai
pengawas harian dan pengelola
kantin (6 buah) ikut serta
membersihkan pada pagi hari dan
siang hari, setelah peserta didik
pulang sekolah; Wali kelas dan guru
memonitor dan menilai kinerja
petugas kebersihan kelas, dinilai
setiap hari, minimal 1 kali. Penilaian
ini merupakan bagian dari Gerakan
Bersih Sekolah, jika terdapat
kekotoran, diberikan sanksi dengan
indikator pelanggaran berdasarkan
skor tertentu. Setiap bulan akan
diumumkan kelas yang memperoleh
skor tertinggi sebagai kelas terbersih
dan kelas terkotor, dan diberikan
hadiah tertentu kepada kelas dan
peserta didik; Setiap guru di kelas
pada jam pertama memonitor
kegiatan Tadarus Al Qur‟an selama
15 menit, hasilnya diparaf guru
dalam buku Aktifitas Keagamaan.
3.
2) Kegiatan
Mingguan,
di
antaranya:
a) Setiap Hari Senin, diadakan
upacara
bendera.
Dalam
persiapan
upacara
bendera,
peserta didik ditata oleh guru
kerapian dan ketertiban untuk
mengikuti upacara. Peserta didik
yang tidak lengkap seragam
Edisi Ke-2, No. 4, Nopember 2012
upacara, langsung dihimbau
untuk membentuk kelompok
sendiri di hadapan peserta
upacara umumnya dan setelah
upacara
dikenakan
sanksi,
membersihkan
lingkungan
sekolah dan mendapatkan skor
hukuman. Pada acara pembina
memberikan
amanatnya,
materinya
adalah
penilaian
terhadap kelas yang melakukan
upacara dari aspek kerapian,
kesungguhan dan kekompakan
(kelompok
penaik
bendera,
kelompok penyanyi, protokol,
pembaca doa, dan komandan).
Selain
penilaian,
pembina
upacara
juga
memberikan
nasehat,
himbauan
untuk
mematuhi
norma
sekolah,
terutama menurunnya kepatuhan
pada norma tertentu.
b) Setiap Hari Jum‟at
(1) Minggu 1 dan 3 pada setiap pagi
Jum‟at, dilaksanakan kegiatan
Busana Muslim dan IMTAQ,
yakni peserta didik putra
diwajibkan memakai baju koko
dan putri memakai busana
muslimah, sebelum masuk kelas
sekitar 15 menit, dilaksanakan
Jum‟ at Imtaq. Acaranya terdiri
dari pembukaan, pembacaan
surah
Yasin,
shawalat,
pengumpulan donasi untuk siswa
tidak mampu, kultum. Kemudian
kepala sekolah memberikan
nasehat dan himbauan, serta
peringatan bagi yang melanggar
maupun yang mencoba mau
melanggar norma sekolah, dan
penutup. Pada beberapa Jum‟at
tertentu,
dilanjutkan
aksi
kebersihan, dan penataan parkir
sepeda motor yang dianggap
Nomor ISSN:2303-2979
mengganggu lalu lintas siswa di
area parkir.
(2) Minggu 2 dan 4 pada setiap pagi
Jum‟at, diwajibkan pakaian
olahraga dengan kegiatan senam
pagi, dan, setelah selesai kepala
sekolah memberikan nasehat dan
himbauan, serta peringatan bagi
yang melanggar maupun yang
mencoba mau melanggar norma
sekolah baru dilanjutkan acara
bersih-bersih lingkungan, dengan
pembagian berdasarkan blok
lokasi yang dibersihkan dan kelas
yang ditugaskan bersama para
guru dan kepala sekolah. Jika
penataan parkir sepeda motor
dilihat tidak teratur, karena
mengganggu lalu lintas siswa di
area
parkir,
maka
siswa
pemiliknya diminta menatanya
secara teratur, Jika masih tidak
teratur, sepeda motor yang
bersangkutan dikempesi bannya.
c) Setiap Sabtu. Setiap Sabtu,
khusus untuk siswa kelas X
diwajibkan hadir di sore hari
jam 15.00 WITA, untuk
kegiatan Pramuka. Jika rumah
jauh diminta tidak pulang, dan
membawa makan siang, dan
disediakan tempat istirahat di
Sanggar Pramuka. Jika tidak
hadir dalam kegiatan itu, maka
siswa akan dikenakan sanksi
berupa denda dalam bentuk
uang. Dalam kegiatan pramuka
ini, fokus kegiatannya adalah
kegiatan baris berbaris, dan
kegiatan pramuka lainnya.
3) Kegiatan Bulanan
a) Penilaian kelas terbersih dan
terkotor. Pada setiap bulan pada
minggu pertama dalam upacara
Edisi Ke-2, No. 4, Nopember 2012
bendera,
diumumkan
hasil
penilaian kebersihan kelas-kelas
berdasarkan penilaian guru yang
mengajar di kelas, hasilnya
berupa diumumkannya Kelas
Terbersih dan Kelas Terkotor.
b) Dilaksanakan berbagai kegiatan
ekstrakurikulum,
ada
yang
bersifat
wajib
dan
yang
berdasarkan
minat
dan
hobby.(1)Wajib. Setiap peserta
didik kelas X yang baru, setelah
dua bulan tahun ajaran berjalan,
semua
diwajibkan
untuk
mengikuti kegiatan pramuka,
selama 1 minggu sekolah, pada
setiap sore dan hari Minggu
diadakan
kegiatan
kemah
pramuka. Selanjutnya setiap
bulan sekali pada setiap sore
Sabtu, khusus dilaksanakan
kegiatan pramuka. Kegiatan
pramuka merupakan salah satu
kegiatan
unggulan
dan
pembentuk ikon spiritual nilaimoral
dan
norma
dasar
kedisiplinan dan citra positif
SMA KORPRI; (2) Sesuai Minat
dan Hobby. Setiap tengah
bulanan dilaksanakan kegiatan
ekstrakurikuler sesuai dengan
minat dan hobby masing-masing,
yang disusun setiap hari, dengan
jadwal masing-masing, kegiatan
ekstrakurikuler itu antara lain,
adalah olahraga (basketball,
futsal, volleyball, tenis meja,
bulu tangkis), musik, puisi, dance
(cheerleader).
Kegiatan
ini
bersifat
diversifikasi
dan
beragam
sesuai
dengan
kebutuhan, minat dan hobi
peserta didik
4) Kegiatan Tahunan
Nomor ISSN:2303-2979
a) Kegiatan MOS. Pada setiap
tahun dikenalkan norma sekolah
kepada peserta didik khususnya
tata tertib sekolah, dilakukan
pada waktu awal masuk sekolah.
Naskah tata tertib sekolah
diberikan kepada peserta didik
yang baru masuk, kemudian
dijelaskan dalam masa orientasi
masa pengenalan sekolah (MOS),
diminta untuk dikopi dan
diberikan kepada orang tua untuk
ditanda tangani sebagai tanda
kesediaan orang tua dan siswa
mematuhi tata tertib sekolah.
Tata
tertib
sekolah
juga
ditempelkan di samping pintu
masuk pada masing-masing
kelas.
b) Sosialisasi Visi, Misi dan Tata
Tertib Sekolah Kepada Orang
Tua Siswa. “Setelah MOS
berakhir, para orang tua siswa
diundang untuk hadir dalam
acara silaturahmi antara SMA
KORPRI ( kepala sekolah, para
wakil dan dewan guru) dan orang
tua, dengan acara khusus
Sosialisasi visi, misi dan tata
tertib sekolah. Tujuan dari
kegiatan ini selain memperkuat
ikatan kerja sama antara sekolah
dan para orang tua, juga agar
orang tua mengetahui dan
memahami visi, misi, tata tertib
sekolah, juga ikut berpartisipasi
dalam merealisasikan visi, misi,
dan menegakkan tata tertib
sekolah.
c) HUT Gugus Depan Pramuka,
kegiatan ini merupakan salah
satu kegiatan unggulkan SMA
KORPRI Banjarmasin, sebagai
puncak aktualisasi
kegiatan
pramuka di sekolah, selain
Edisi Ke-2, No. 4, Nopember 2012
berlatih melaksanakan kegiat-an
kepramukaan, juga menguji
keterampilan-keterampilan kepramukaan yang telah dilatih
selama ini. Kegiatan ini pemuh
makna
nilai
kedisiplinan,
ketertiban,
kerapian
dan
keteraturan serta kepatuhan.
d) Upacara Adat Tradisi Pelepasan
Siswa, dilaksanakan dengan
melibatkan para orang tua dan
salah kiat yang membuat lulusan
tidak melakukan aksi coret-coret
pakaian seragam dan konvoi di
jalan setelah kelulusan. Seluruh
kegiatan paduan antara acara
formal, tradisi budaya dan
disiram air oleh pemadam
kebakaran. Acara formal sesuai
dengan
petunjuk
dinas
pendidikan
berupa
acara
pelepasan
siswa
berupa
penghormatan terhadap bendera,
janji putera-puteri Indonesia
sambil
memegang
bendera,
pelepasan
atribut.
Berbeda
dengan sekolah lainnya, dalam
acara ini siswa melepaskan baju
seragam dan ditaruh dalam
kotak, hasilnya disumbangkan
kepada siswa yang tidak mampu.
Setelah itu acara tradisi budaya,
siswa satu persatu dimandikan
oleh orang tua/wali, kemudian
para wali kelas dengan air tujuh
kembang setaman (bamandimandi). Siswa yang telah mandi
kemudian disembur dengan air
oleh mobil pemadam kebakaran.
Akhirnya
tanda
kelulusan
diberikan kepada orang tua,
sementara para siswa bermainmain bersama-sama temannya
sambil disembur dengan air oleh
mobil pemadam kebakaran.
Nomor ISSN:2303-2979
Akhirnya para siswa kelelahan
dan pulang bersama orang
tua/walinya”
b. Sikap dan Perilaku yang berkaitan
dengan
Tindakan
Secara
insidental, seperti;
1) Kepala Sekolah, beberapa guru
bersama peserta didik putra kelas
XII melaksanakan Sholat Jenazah,
jika terdapat warga di lingkungan
komplek perumahan sekitar SMA
KORPRI yang meninggal dunia di
mesjid atau di mushola.
2) Sanksi kepada peserta didik yang
dmelakukan pelanggaran terhadap
norma sekolah selain dilakukan
berdasarkan poin, juga berupa
denda uang dan material serta
hukuman (dijemur karena tidak
ikut upacara, selama waktu
pelaksanaan
upacara,
agar
merasakan bagaimana mengikuti
upacara).
3) Penanganan kasus pelanggaran
sebagai sikap tidak mematuhi
norma sekolah, penyelesaian
selalu melibatkan orang tua siswa,
baik ringan maupun berat, tidak
hanya sebagai mitra tetapi
sekaligus
sebagai
penentu
keputusan terhadap apa yang
dilakukan terhadapnya dalam
pembinaan peserta didik. Guru
hanya memberikan pandangan
dan
alternatif,
misalnya.
Umumnya para guru setelah
memberikan
sanksi
kepada
peserta didik, para guru kemudian
“mambisai” atau “mamusuti”
(bahasa Banjar, artinya membujuk
atau
membelai-belai
dengan
lembut), yakni menasehati dengan
maksud agar peserta didik
menyadari dan memahami diri
dan
lingkungannya
maupun
Edisi Ke-2, No. 4, Nopember 2012
menurut norma agama, bahwa
perbuatannya itu salah dan
membawa akibat buruk baginya,
kadangkala menyebabkan peserta
didik ada yang menangis. Untuk
peserta didik yang termasuk
“langganan”, dipanggil orang
tuanya atau disarankan kepada
guru BK untuk mendialogkan
masalah
anaknya,
Kalau
dipandang tidak sanggup lagi dan
dikuatirkan
akan
membawa
dampak negatif bagi peserta
lainnya, maka yang bersangkutan
dipanggil
orang
tua
dan
didiskusikan tentang kondisi
anaknya serta disarankan untuk
pindah sekolah lain.
E. PEMBAHASAN
Secara umum sikap dan perilaku
guru dalam membina kepatuhan
peserta didik terhadap norma sekolah
beragam, tergantung pada karakter
guru masing-masing, tegas, lembut,
akrab, namun umumnya diterima
oleh peserta didik, karena dilandasi
oleh tugas, kewajiban, tanggung
jawab dan panggilan hati seorang
guru. Apalagi sebagian besar peserta
didik sebagian besar berasal dari
kalangan status sosial bawah, dan
beberapa di antaranya adalah yang
tidak diterima di SMA Negeri,
sehingga para guru mengupayakan
mereka menjadi pribadi yang patuh,
baik dan pintar. Oleh karena itu, para
guru merasa tidak enak di hati dan
tidak nyaman melihat kalau ada
peserta didik melakukan perbuatan
melanggar norna sekolah,sebab tugas
guru bukan hanya mengajar dan
mendidik.
Sikap dan perilaku guru dalam
memberikan tindakan penghargaan
Nomor ISSN:2303-2979
maupun hukuman bertujuan agar
menjadi baik dan mendidik peserta
didik yang tidak patuh, kapok untuk
dirinya sendiri dan menjadi contoh
yang agar jangan melanggar, namun
mendorong
timbulnya
rasa
tanggungjawabnya
dalam
menyelesaikan masalahnya sendiri.
Pemberian penghargaan dilakukan
untuk menghargai kerja sama,
semangat kompetitif, kreativitas dan
inovasi peserta didik secara pribadi
maupun kelompok, misalnya kelas
terbersih dan prestasi dalam bidang
akademis dan non akademis,
semuanya
pada
gilirannya
menumbuhkan partisipasi dan kerja
sama dalam mengembangkan nilaimoral-norma yang dipatuhi bersama
oleh warga sekolah.
Pribadi peserta didik yang patuh
terhadap norma sekolah sebagai hasil
model pembinaan yang dilakukan,
sebenarnya tidaklah datang dengan
sendirinya, tetapi hasil kerja sama
semua pihak, kepala sekolah, para
guru,warga sekolah, peserta didik
sendiri, khususnya dukungan orang
tua.
Sekolah
tidak
hanya
memberikan lingkungan dan suasana
iklim emosional yang kondusif agar
pribadi peserta didik yang patuh
pada norma sekolah, dapat tumbuh
dan berkembang, tapi sekolah juga
berkewajiban
memberikan
lingkungan sekolah suatu nuansa
emosional yang sarat dengan muatan
nilai-moral-norma,
yaitu
iman,
takwa,
kebersihan,
kerapian,
ketertiban,
kenyamanan,
keindahan,kesehatan,
keteladan,
kebersamaan,
ketulusan
hati,
kebangsaan dan kekeluargaan.
Melalui lingkungan dan suasana
iklim emosional sekolah yang
kondusif peserta didik termotivasi
Edisi Ke-2, No. 4, Nopember 2012
pribadinya untuk mematuhi norma
sekolah, karena lingkungan telah
berupaya memenuhi kebutuhan dan
minat peserta didik, baik melalui
penataan iklim emosional sekolah
dan tindakan yang dilakukan oleh
guru melalui sikap dan perilaku di
sekolah dan di kelas. Hampir semua
jenis kebutuhan dan minat peserta
didik dipenuhi dengan berbasis pada
nilai-moral-norma, seperti; iman dan
takwa
(spiritual),
kebangsaan,
kreatifitas, kompetitif, keindahan,
ketertiban,
ketentraman,
kekeluargaan (setiap acara yang
dilaksanakan
selalu
melibatkan
kepanitian antara guru, peserta didik
dan alumni), sehingga lingkungan
dan iklim emosional sekolah
demikian memberikan rasa “aman”,
khususnya bagi peserta didik yang
berasal dari status sosial-bawah.
Mereka menjadi tidak merasa rendah
diri, dilindungi, diayomi dan
diperhatikan serta dibimbing untuk
menumbuhkan potensi, minat, hobby
dan menghargai prestasi mereka,
juga memberikan sanksi bagi yang
tidak patuh, sehingga kebutuhan
mereka untuk mengaktualisasi diri
berkembang.
Sekolah
dalam
membina
kepatuhan peserta didik terhadap
norma sekolah nampaknya sejalan,
dengan teori kepribadian dan teori
perkembangan
nilai-moral-norma,
baik yang berdimensi kognitif
(mengenalkan, memasang pesan dan
simbol
di
berbagai
tempat,
menjelaskan,
menghimbau,
mengingatkan, menegur, menasehati,
memperingatkan), afektif (merasa
dihargai, diberikan hadiah kepada
yang berpretasi, dilibatkan untuk
merasa memiliki sekolah “piket
harian membersihkan lingkungan
Nomor ISSN:2303-2979
sekolah‟, „panitia bersama guru
dalam acara-acara kegiatan‟; berdoa
sebelum memulai dan mengakhiri
pelajaran; merasa sebagai orang
berguna ikut bersama masyarakat
melaksanakan sholat jenazah di
mesjid umum; diberikan tanggung
jawab sebagai piket dan petugas
kebersihan, mengawasi adik-adik
kelas di samping kelasnya, sikap dan
perilaku dilandasi oleh rasa tanggung
jawab dan panggilan hati sebagai
pendidik), psikomotor (penghargaan
kepada yang peserta didik dan kelas
yang berprestasi „kelas terbersih;
memberikan sanksi kepada peserta
didik dan kelas terkotor; memberikan
teladan kepada peserta didik; siswa
kelas tertinggi diberikan tanggung
jawab untuk menjadi teladan dan
pembimbing adik-adik kelasnya;
pembiasaan secara individu dan
kelompok terhadap nilai kebersihan
(piket harian kebersihan), nilai
kerapian (cermin di depan pintu),
kebersihan, dan kerapian (rak helm
dan sepatu ), ketertiban (parkir
sepeda motor secara rapi dan teratur,
makan dan minum di kantin ).
Model pembinaan kepatuhan
peserta didik terhadap norma sekolah
yang dilakukan oleh SMA KORPRI
melalui penataan iklim emosional
sekolah dan tindakan yang dilakukan
sebagai aktualisasi sikap dan
perilakunya adalah suatu proses
pembinaan kepatuhan yang berbasis
pada aspek kognitif, afektif dan
psikomotor. Hal demikian sejalan
dengan pendapat Triandis (1971,
dalam Neila Ramadhani, 2008) dan
Fishbein & Ajzen (1975) yang
menyatakan bahwa sikap termasuk
kepatuhan sebagai cermin pribadi
yang patuh berkaitan dengan proses
kognitif, afektif dan perilaku. Proses
Edisi Ke-2, No. 4, Nopember 2012
kognitif dapat terjadi pada saat
individu memperoleh informasi
mengenai objek sikap kepatuhan.
Proses kognitif ini dapat terjadi
melalui pengalaman langsung dan
tidak langsung. Proses afektif terjadi
ketika objek sikap kepatuhan
dihadirkan
dengan
penguatan
tertentu akan melahirkan respon
individu, baik positif maupun
negatif. Sedangkan proses perilaku
muncul saat perilaku kepatuhan
sebelumnya dapat mempengaruhi
sikap.
Lingkungan dan iklim emosional
sekolah yang sarat dan melibatkan
beragam nilai-moral-norma tersebut,
dapat berupa hal yang disengaja
dilembagakan
melalu
sejumlah
ketentuan formal, seperti kode etik
dan tata tertib sekolah, yang memuat
nilai-moral-norma
ketertiban,
kerapian dan kebersihan, atau
kecerdasan,
kegotongroyongan,
kebersamaan,
kekeluargaan,
keindahan dan kesehatan melalui
kurikulum tertulis maupun “hidden
curriculum”. Selain itu, sekolah
adalah tempat bertemunya nilaimoral-norma kehidupan yang lahir
secara pribadi dan ditampilkan dalam
bentuk pikiran, ucapan, tindakan
perorangan, yang muncul secara
spontan dalam berbagai khasan
pribadi setiap orang (Mulyana,
2004).
Karena itu, para ahli Pendidikan
Nilai, Moral dan Karakter selalu
melihat adanya pembinaan nilaimoral-norma kepatuhan sebagai
basis pembentukan pribadi yang
patuh pada norma di sekolah pada
dua sisi kepentingan yang berbeda
(Mulyana, 2004). Pertama, sekolah
secara terstruktur membangun nilaimoral-norma yang menyatu dengan
Nomor ISSN:2303-2979
pengembangan
kemampuan
akademis melalui kurikulum tertulis.
Kedua, perambatan nilai-moralnorma berlangsung secara alamiah
dan
sukarela
melalui
jalinan
hubungan interpersonal antar warga
sekolah, meski hal itu tidak diatur
langsung dalam kurikulum formal,
atau dengan kata lain berada dalam
wilayah kurikulum tersembunyi.
Namun di SMA KORPRI hal
demikian, lebih merupakan realisasi
dari program sekolah dalam bidang
budaya dan lingkungan sekolah.
Budaya dan lingkungan diupayakan
mendukung proses belajar mengajar
sekaligus memberikan suasana iklim
kondusif bagi terwujudnya tujuan,
misi, dan visi sekolah. Salah satunya
adalah pembinaan yang menumbuhkembangkan kepatuhan peserta didik
menjadi pribadi yang patuh terhadap
norma sekolah, sebagai indikator dari
perilaku berdisipilin terhadap normanorma sekolah, yaitu nilai-moralnorma iman, bertakwa, berakhlak
mulia, cerdas, sehat, kreatif, inovatif
dan mampu beradaptasi, berprestasi
dan berbudi pekerti.
Peningkatan sekolah sebagai
wahana Pendidikan Nilai, Moral dan
Karakter perlu memadukan kekuatan
ketentuan-ketentuan formal yang
dibangun melalui sejumlah aktifitas
belajar
(kognitif, afektif dan
psikomotor) di dalam kelas dan di
luar kelas, yang terintegrasi baik
dalam kurikuler, kokurikuler dan
ekstrakurikuler dengan kekuatan
komunitas
pendidikan
secara
sukarela oleh warga sekolah
berbasiskan
nilai-moral-norma
agama dan kebudayaan (kearifan
lokal, local indigeneous) mengacu
pada
teori
dan
pendekatan
psikoanalisis, sifat-sifat, perkem-
Edisi Ke-2, No. 4, Nopember 2012
bangan kognitif belajar sosial dan
holistik. Paling urgen adalah sekolah
berperan dalam pengenalan, penanaman, penyadaran, pembinaan dan
pengembangan nilai-moral-norma,
sehingga
terjadilah
sosialisasi
(sosializing), internalisasi (internalizing), pemberdayaan (empowering),
pembudayaan (civilizing), pemanusiaan (humanilizing), melalui para
guru yang benar-benar bertindak
sebagai “loco parentis” (Mosher,
dalam Mulyana, 2004) sebagai peran
pengganti
orang
tua,
namun
meninggalkan peran orang sebagai
mitra sekolah dalam pembinaan
anak-anaknya. Melalui interaksi para
individu dalam hal para guru dan
para siswanya mungkin memperoleh
basis untuk kegiatan kerjasama dan
sosial. Antara para guru dan para
siswa berhubungan dengan “diridiri”
mereka.Pemahaman
guru
terhadap dirinya adalah secara
khusus penting, karena dari cara
mana
yang
mempengaruhi
persepektif-perspektif,
strategistrategi
dan
tindakan-tindakan
terhadap anak-anak
(Hargreaves,
1975; Nias, 1989, dalam Dogarel dan
Nitu, 2003). Bruner (1977, dalam
Dogarel
dan
Nitu,
2003)
mengemukakan bahwa guru adalah
model, simbol pribadi dari proses
pendidikan, figur dengan siapa para
siswa dapat mengidentifikasi dan
membandingkan diri mereka sendiri.
Hubungan sosial antara siswa dengan
guru yang mutualistik merupakan
unsur penting dalam kehidupan
sekolah.
Nomor ISSN:2303-2979
F. PENUTUP
1.
a.
b.
c.
Kesimpulan
Pribadi peserta didik yang
dikategorikan patuh kepada
norma sekolah menurut sekolah
adalah
berperilaku
sesuai
dengan prosedur yang berlaku di
sekolah, yaitu sesuai dengan tata
tertib dan tata krama sekolah,
melaksanakan
apa
yang
ditetapkan
oleh
peraturan
sekolah dan dipenuhi olehnya,
serta
mematuhi
dengan
sendirinya, dan terlihat dalam
kesehariannya,
pada
cara
berpakaian dan sikap-sikap.
Penataan
iklim
emosional
sekolah diwujudkan dalam
bentuk penataan fisik sarana dan
prasarana, ruang sekolah, warna
dan
penghijauan
disertai
penempatan pesan-pesan dan
symbol tertulis serta peralatan
yang sarat dengan nuansa nilaimoral-norma iman dan takwa
(spiritual), kebangsaan, kreatifitas,
kompetitif,
keindahan,
ketertiban, ketentraman, kekeluargaan,
kesehatan
dan
kenyamanan.
Sikap dan perilaku guru yang
terwujud
dalam
tindakantindakan yang dilakukan secara
terprogram dan insidental sarat
dengan muatan nilai-morlanorma iman, takwa, ketertiban,
kebersihan, kerapian, ketenangan, keindahan, kesehatan, kebersamaan dan kekeluargaan,
berbasis nilai kebudayan lokal
dengan
melalui
proses
pengembangan kognitif, afektif
dan pikomotor.
Edisi Ke-2, No. 4, Nopember 2012
DAFTAR PUSTAKA
Nomor ISSN:2303-2979
McGraw-Hill
Company Ltd.
Publishing
Al Qur‟an
Downey, Meriel and Kelly, A.V
(1982). Moral Education,
Theory and Practice. London:
Harper adn Row, Publisher.
Dogarel, Christina dan Nitu, Amalia.
(2003). Teacher’s Behavior in
the Classroom.[11 Mei 2009].
Fishbein and Ajzen (1975). Belief,
Attitude.
Intention.and
Behavior; An Introduction to
Theory
and
Research.
Massachusetts:
AddisonWesley Publishing Company.
Gallay, Les and Pong, Suet-ling.
(2004). Schools Climate and
Students
Intervention
Strategies. www.pop.psy.edu
[7 Juni 2009].
Hurlock,
Elizabeth.
(1976).
Personality Development. Tata
Mulyana,
Rohmat.
(2004).
Mengartikulasikan Pendidikan
Nilai. Bandung: Alfabeta.
Ramdhani, Neila.(2008). Sikap dan
Beberapa
Definisi
untuk
Memahaminya.
http://neila.staff.ugm.ac.id/wordpress
/wp-content/uploads/2008/03/
definisi.pdf.
Raphael, D.D. (1993). Problem of
Political Philosophy. Second
Edition. Hongkong: Macmillan
Press Ltd.
Unesco-Apnieve (1998). Learning to
Live Together in Peace and
Harmony. Value Education for
Peace,
Human
Rights,
Democracy, and Sustainable
Developoment for Asia-Pasific
Region. Bangkok: Unesco
Principal Regional Office for
Asia and the Pasific.
Download