skrpisi didik h setiabudi

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Jarak
Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) mulai banyak dibicarakan di
Indonesia pada tahun 2005 dan dikenal dengan sebutan jarak pagar, karena
umumnya tanaman jarak ditanam dipagar atau sebagai pembatas lahan. Tanaman
ini berasal dari Meksiko Amerika Tengah, yang dibawa ke Indonesia pada saat
tanam paksa. Di Indonesia terdapat berbagai jenis tanaman jarak antara lain jarak
kepyar (Ricinus communis), jarak bali (Jatropha podagrica), jarak ulung
(Jatropha gossypifolia L.) dan jarak pagar (Jatropha curcas). Diantara jenis
tanaman jarak tersebut yang memiliki potensi sebagai penghasil bahan bakar
(biofuel) adalah jarak pagar (Jatropha curcas L.). Jarak pagar masih satu famili
dengan karet dan ubi kayu, termasuk dalam ordo Euphorbiales, famili
Euphorbiaceae (Prihandana dan Hendroko, 2006).
Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) telah lama dikenal oleh bangsa
Indonesia, yaitu semenjak diperkenalkan oleh Jepang pada tahun 1942. Nama
jarak pagar di masing-masing daerah berbeda sebutannya. Di daerah Jawa Barat
disebut jarak kosta, jarak budeg, di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur disebut
jarak gundul, jarak pager, di daerah Madura disebut kalekhe paghar, di Bali
disebut jarak pager, di daerah Nusa Tenggara disebut lulu mau, paku kase, jarak
pageh, di Alor disebut kuman nema, di daerah Sulawesi disebut jarak kosta, jarak
wolanda, bindalo, bintalo, tondo utomene, dan di daerah Maluku disebut ai huwa
kamala, balacai, kadoto (Hariyadi, 2005b).
Pohon jarak pagar berupa perdu dengan tinggi tanaman 1–7 m, bercabang
tidak teratur. Batangnya berkayu, silindris, bila terluka mengeluarkan getah.
Daunnya berupa daun tunggal, berlekuk, bersudut 3 atau 5, tulang daun menjari
dengan 5–7 tulang utama, warna daun hijau (permukaan bagian bawah lebih pucat
dibanding bagian atas). Panjang tangkai daun antara 4-15 cm. Bunga berwarna
kuning kehijauan, berupa bunga majemuk berbentuk malai, berumah satu. Bunga
jantan dan bunga betina tersusun dalam rangkaian berbentuk cawan, muncul
diujung batang atau ketiak daun. Buah berupa buah kotak berbentuk bulat telur,
diameter 2-4 cm, berwarna hijau ketika masih muda dan kuning jika masak. Buah
4
jarak terbagi 3 ruang yang masing-masing ruang diisi satu biji. Biji berbentuk
bulat lonjong, warna coklat kehitaman (Prihandana dan Hendroko, 2006).
Tandan buah jarak pagar terdapat pada cabang terminal. Pada tanaman
yang terawat tandan buah pada cabang terminal berjumlah 3-4 tandan, terdiri dari
tandan dengan buah yang sudah mulai kuning, buah yang masih hijau tapi
besarnya sudah sempurna, buah masih hijau dengan ukuran buah masih kecil dan
tandan bunga. Waktu yang diperlukan oleh bunga untuk menjadi buah lebih
kurang 3 bulan. Jarak pagar mampu hidup sampai 50 tahun. Penelitian Utomo
(2008) menunjukkan bahwa jumlah bunga (jantan dan betina) per malai bervariasi
antara 45-155 dengan rasio bunga jantan : betina = 12:1. Bunga yang mekar
memerlukan waktu 52-57 hari untuk berkembang menjadi buah masak.
Jarak pagar dikenal sebagai tanaman yang beracun dan mempunyai sifatsifat sebagai insektisida. Hasil dari penelitian menunjukkan adanya beberapa
hama dan penyakit yang menyerang tanaman ini, yang menimbulkan kerusakan
ekonomis pada perkebunan jarak pagar. Salah satu serangga yang umumnya
ditemukan oleh peneliti Puslitbang Perkebunan pada pertanaman jarak pagar di
Indonesia adalah kepik lembing (Chrysochoris javanus West) termasuk ordo
Hemiptera, famili Pentatomidae. Kepik lembing memiliki ciri-ciri panjang badan
sekitar 20 mm, antenna beruas tiga dan lebih panjang dari kepala, mempunyai
bentuk perisai yang khas, skutellum berkembang dengan baik. Tubuhnya
berwarna jingga kemerahan dan terdapat garis-garis hitam yang jelas, dan
mengalami metamorfosa sederhana yaitu telur-nimfa-serangga dewasa, dengan
siklus hidup sekitar 60-80 hari (Asbani et al., 2006).
Program perbaikan tanaman telah dimulai oleh Pusat Penelitian
Perkebunan yang mengoleksi provenan jarak pagar di seluruh Indonesia. Dari
koleksi yang ada kemudian dilakukan seleksi massa yang menghasilkan populasi
yang lebih seragam dengan produktivitas lebih tinggi disebut IP (improved
population). Menurut Heliyanto et al. (2009) produktivitas tanaman meningkat
dari 0,36 ton (IP-0) menjadi 0,97 ton biji kering per hektar (IP-1) pada siklus-1,
kemudian meningkat menjadi 2,2 ton (IP-2) pada siklus-2 pada provenan
Lampung. Provenan Nusa Tenggara Barat juga demikian, produktivitas biji kering
meningkat dari 0,43 ton (IP-0) menjadi 1,0 ton (IP-1) pada siklus-1 kemudian 1,9
5
ton (IP-2) pada siklus-2. Populasi IP-2 berasal dari hasil seleksi populasi IP-1
yang telah diluncurkan tahun 2006. Litbang Deptan (2010) menyatakan bahwa
produktivitas IP-2 mampu mencapai 2 ton per ha pada tahun I dan diprediksi
mampu mencapai 6-7 ton/ha mulai tahun ke-4 pada kondisi optimal. Populasi IP2 mempunyai umur panen 4 bulan setelah penanaman dengan kadar minyak 3334%. Populasi komposit jarak pagar IP-2 yang dihasilkan dari Kebun Induk Jarak
Pagar meliputi IP-2A dan IP-2M yang merupakan klon unggul untuk daerah
kering dan IP-2P yang merupakan klon unggul untuk daerah basah.
Syarat Tumbuh
Jarak pagar dapat tumbuh pada lahan marjinal yang miskin hara, namun
dengan drainase dan aerasi baik. Untuk
mendapatkan produksi optimal
memerlukan syarat tumbuh tertentu seperti ketinggian tanam 0 - 500m dpl, curah
hujan 300 - 1000 mm/tahun, suhu lebih dari 20 0C , tanah berpasir, pH 5,5-6,5
(Bramasto, 2006). Menurut Mahmud (2006), sampai saat ini belum ada hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa jarak pagar dapat tumbuh di lahan gambut.
Berdasarkan karakter jarak pagar yang tidak tahan genangan, diduga tanaman ini
tidak dapat tumbuh dengan baik di lahan gambut.
Perbanyakan Secara Vegetatif
Jarak pagar dapat diperbanyak secara vegetatif maupun generatif.
Perbanyakan vegetatif dapat dilakukan dengan menggunakan stek batang maupun
stek pucuk. Keuntungan yang diperoleh dari perbanyakan vegetatif dengan stek
antara lain :(1) bibit dapat diperoleh dalam jumlah dan waktu yang diinginkan, (2)
tanaman cukup homogen dan dapat dipilih dari bahan tanaman yang berkualitas
tinggi dan nilai genetik yang diturunkan sesuai dengan induknya, (3) beberapa
tanaman baru dapat dibuat dari induk yang sedikit, (4) dihasilkan populasi
tanaman dengan kemampuan tumbuh yang relatif seragam, (5) tidak mahal dan
tidak memerlukan teknik khusus (Hartmann dan Kester, 1983).
Stek batang sebagai bahan tanaman perlu memperhatikan
diameter
batang, umur batang yang dicirikan dengan batang berkayu dan batang belum
berkayu, serta panjang stek. Stek batang yang cukup baik pertumbuhannya adalah
6
stek yang batangnya memiliki diameter 2 cm, batang berkayu dan telah berwarna
hijau keabu-abuan (Prawitasari, 2006), sedangkan yang menjadi pertimbangan
untuk menentukan panjang stek adalah efisiensi pemakaiannya. Stek panjang
memerlukan bahan yang lebih banyak dari pada stek pendek. Bahan stek yang
terlalu pendek sulit untuk tumbuh, sehingga panjang stek yang dinilai cukup
memadai adalah yang memiliki panjang stek 25 cm (Ferry, 2006).
Untuk stek pucuk ukurannya lebih panjang karena dari pucuk sampai
bagian berkayu panjangnya mencapai 50 cm. Pembibitan stek pucuk memerlukan
naungan pada sebulan pertama. Setelah stek tumbuh tunas, maka naungan dapat
dihilangkan. Stek pucuk jumlahnya relatif terbatas, karena dalam satu batang
hanya dapat digunakan satu stek pucuk (Ferry, 2006).
Hasil penelitian di India menunjukkan jumlah ideal cabang tanaman jarak
pagar per pohon sebanyak 40 cabang, dengan jumlah buah 10-15 buah per tandan
(Mahmud, 2006). Jika
jumlah cabang melebihi 40 per pohon, maka akan
mengurangi jumlah dan ukuran buah per tandan, sehingga akan mempengaruhi
mutu biji yang dihasilkan. Bila setiap hektar terdiri atas 2500 tanaman jarak pagar
unggul yang sudah dewasa (umur 4 tahun setelah tanam) dengan pertumbuhan dan
pemeliharaan yang optimal, maka setiap pohon jarak pagar yang memiliki 40
cabang, setiap cabang memiliki 3 tandan buah per tahun, setiap tandan
menghasilkan 10-15 buah, dengan jumlah biji per buah sebanyak 3 butir, maka
jumlah biji yang dihasilkan dalam satu hektar selama satu tahun mencapai 36005400 biji/ha/tahun setara dengan 4.5-6.75 ton/ha/tahun biji.
Media Tanam
Media tanam merupakan bahan yang penting sebagai tempat tumbuh dan
melekatnya akar tanaman. Media tanam sangat penting untuk tanaman. Media
tanam tersebut menentukan pertumbuhan yang pada akhirnya terhadap
produktivitas tanaman.
Hasil penelitian para pakar menyebutkan produksi
pertanian di kawasan tropis ternyata hanya mencapai 25% dari potensi produksi
yang sesungguhnya.
Tidak tercapainya produksi secara maksimal karena
ketidaksesuaian antara tanaman dengan tempat tumbuh tanaman(Setiadi, 1995).
7
Media tanam yang baik berisikan zat hara yang diperlukan oleh tanaman.
Bahan aktif dari tanah adalah koloid yang tersusun dari liat dan humus. Peranan
utama dari koloid tanah adalah menyerap dan mempertukarkan ion sehingga
tersedia hara bagi tanaman (Anonimous, 1986). Bahan-bahan untuk media tanam
sebaiknya dipilih dan disesuaikan dengan jenis tanaman dan teknik budidaya.
Media tanam yang biasanya digunakan dapat berupa pupuk kandang, arang sekam
dan pasir. Media tanam tersebut berfungsi untuk menyediakan unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang.
Dalam pertumbuhan dan perkembangannya tanaman secara terus- menerus
menyerap unsur hara sehingga ketersediaan unsur hara dalam tanah berkurang.
Oleh karenanya tanah memerlukan tambahan unsur hara dari luar.
Caranya
dengan pemberian pupuk. Jenis pupuk yang diberikan antara lain pupuk kandang.
Pupuk kandang merupakan pupuk organik dari hasil fermentasi kotoran
padat dan cair (urine) hewan ternak yang umumnya berupa mamalia (sapi,
kambing, babi, kuda) dan unggas (ayam, burung). Pupuk kandang ini paling
umum dan sering digunakan petani untuk menyuburkan tanah pertaniannya.
Pupuk kandang yang telah siap digunakan adalah pupuk kandang yang telah
masak atau yang telah disimpan 3-4 bulan. Pupuk kandang yang telah masak
ditandai dengan warnanya yang hitam, tidak berbau, remah (gembur) dan di
permukaan pupuk kandang sudah mulai tumbuh rumput/gulma (Musnamar,
1992).
Penggunaan sekam pada media tanam dapat memberikan pengaruh
penting terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Pengaruhnya terhadap sifat
fisik tanah adalah merangsang granulasi dan memperbaiki struktur tanah.
Pengaruh kimia dari pemberian sekam yaitu dapat meningkatkan C organik, N
total, pH dan P tersedia. Pengaruh biotik dari sekam yaitu sebagai bahan organik
yang merupakan sumber energi untuk perkembangan jasad renik tanah. Dengan
demikian
jumlah
CO2
yang
dihasilkan
menjadi
cenderung
meningkat
(Dalimoenthe, 1996).
Penelitian Suri (2000) menunjukkan bahwa media campuran arang sekam
dan tanah dapat meningkatkan produksi stek mini kentang dengan produksi stek
total rata-rata 14.67 stek/tanaman, lebih tinggi bila dibanding dengan media arang
8
sekam saja yang menghasilkan 11.34 stek/tanaman. Media pupuk kandang
menghasilkan nilai tinggi persentase stek hidup, panjang tunas, jumlah daun dan
berpengaruh nyata terhadap bobot basah tanaman dan bobot kering tanaman pada
tanaman panili (Kusumawardana, 2008). Menurut Sumanto (2006) campuran
media tanam tanah, pasir dan pukan mampu memberikan hasil yang bagus
terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang berat basah dan berat
kering tanaman jarak pagar.
Download