13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis

advertisement
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai
sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut
diuraikan sifat kimia tanah berdasarkan perbedaan kedalaman pirit yaitu
kemasaman tanah, kandungan aluminium dapat dipertukarkan, kandungan unsur
hara makro, dan kandungan basa-basa dapat dipertukarkan yang dipengaruhi
perbedaan kedalaman pirit yang dikelompokkan ke dalam tanah yang tidak
memiliki kandungan pirit (kontrol), tanah berpirit dangkal (kedalaman pirit <30
cm), tanah berpirit sedang (kedalaman pirit 30-60 cm), dan tanah berpirit dalam
(kedalaman pirit >60 cm).
4.1.
Kemasaman Tanah
Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel pH
disajikan pada Lampiran 2. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan di Lampiran 2
tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit berpengaruh nyata terhadap nilai pH tanah.
Berdasarkan hasil uji lanjut pada Lampiran 3, nilai pH tanah berpirit dangkal (pirit
<30 cm) dan tanah berpirit sedang (pirit 30-60 cm) berbeda nyata terhadap nilai
pH tanah berpirit dalam (pirit >60 cm) dan tanah yang tidak mengandung pirit
(kontrol).
Dari Gambar 2 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm)
memiliki nilai pH yang paling rendah dengan nilai pH rata-rata 4,4, sedangkan
tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki nilai pH yang
paling tinggi dengan nilai pH rata-rata 5,0. Hal ini menunjukkan bahwa pirit
berpengaruh nyata terhadap kemasaman tanah, semakin dangkal kedalaman pirit
maka akan semakin berpotensi pirit tersebut teroksidasi sehingga menyebabkan
turunnya pH dan tanah akan semakin masam.
Berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah
(2005), tanah berpirit dangkal dan tanah berpirit sedang tergolong ke dalam tanah
sangat masam karena memiliki nilai pH<4,5 sedangkan tanah berpirit dalam dan
tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) tergolong ke dalam tanah
masam karena memiliki nilai pH 4,5-5,5.
13
5.1
5.0
5.0
4.9
4.8
4.8
pH
4.7
4.6
4.5
4.4
4.4
30-60 cm
<30 cm
4.4
4.3
4.2
4.1
Kontrol
>60 cm
Kedalaman Pirit
Gambar 2. Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Kemasaman Tanah
Nilai pH tanah yang semakin turun seiring dengan semakin dangkalnya
kandungan pirit dapat disebabkan karena adanya oksidasi pirit. Oksidasi pirit
terjadi dalam beberapa langkah dari proses kimia maupun oleh mikrobiologi.
Berawal dari reaksi oksigen yang terlarut dengan pirit yang menghasilkan Fe(II),
sulfat, dan H+:
FeS2 + 7/2O2 + H2O
Fe2+ + 2SO42- + 2H+
Proses meningkatnya kemasaman pada tanah berpirit mula-mula diawali dengan
adanya oksidasi pirit oleh oksigen sebagaimana terlihat pada reaksi di atas. Hasil
dari oksidasi pirit tersebut menghasilkan sulfat dan 2 mol H+ yang mengakibatkan
turunnya nilai pH.
Selanjutnya Fe(II) yang dihasilkan dari reaksi 1 tersebut mengalami proses
oksidasi oleh oksigen sebagai oksidator sehingga menghasilkan Fe(III):
Fe2+ + 1/4O2 + H+
Fe3+ + 1/2H2O
Ketika pH tanah menurun seiring dengan adanya oksidasi pirit oleh
oksigen hingga mendekati nilai 4,5, Fe(III) menjadi mudah terlarut dan mulai
menjadi oksidator, dan apabila pH terus turun hingga 3,0 maka Fe(III) akan
menjadi oksidator utama dari proses oksidasi pirit. Fe(III) yang terlarut akan
mengoksidasi pirit seperti dalam reaksi berikut:
FeS2 + 14Fe3+ + 8H2O
15Fe2+ + 2SO42- + 16H+
14
Dari persamaan reaksi 3 terlihat bahwa setiap mol dari pirit yang teroksidasi akan
menghasilkan 16 mol H+. Hal inilah yang menyebabkan nilai pH tanah menjadi
semakin kecil sehingga tanah menjadi sangat masam.
Pada reaksi 3 terlihat adanya reduksi Fe(III) menjadi Fe(II), proses reduksi
ini berjalan lebih cepat bila dibandingkan dengan oksidasi Fe(II) menjadi Fe(III)
dan apabila proses ini terus berlanjut dapat mengakibatkan reaksi tersebut menjadi
terhenti karena semua Fe(III) telah tereduksi. Akan tetapi pada proses oksidasi
Fe(II) terdapat tahapan yang dapat mempercepat proses oksidasi tersebut. Salah
satu katalis yang berperan sangat penting dalam mempercepat laju oksidasi Fe(II)
menjadi Fe(III) adalah bakteri pengoksidasi besi , T. ferooxidans, yang diketahui
dapat mempercepat laju oksidasi Fe(II) hingga 5-6 kali. T. ferooxidans
mengendaki lingkungan yang lembab, tersedianya oksigen dan karbondioksida,
pH sekitar 3,2. Bakteri ini juga membutuhkan nutrien nitrogen dalam bentuk
ammonia, nitrogen, sejumlah fosfat, kalsium, magnesium yang biasanya terdapat
pada air di lingkungannya. Hal ini membuat laju oksidasi Fe(II) menjadi
sebanding atau lebih cepat bila dibandingkan dengan reduksi Fe(III), sehingga
membuat proses oksidasi pirit oleh Fe(III) tetap berlangsung dan dapat semakin
memasamkan tanah (Nordstorm, 1982). Laju oksidasi pirit sangat dipengaruhi
oleh 1) pH; 2) konsentrasi oksigen; 3) suhu; 4) kelembaban tanah; 5)
keseimbangan ion Fe(II) dan Fe(III) di dalam sistem.
Kemasaman tanah (pH) dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman
karena pengaruhnya terhadap ketersediaan unsur-unsur hara tertentu. Pengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman secara langsung yaitu melalui konsentrasi H+.
Reaksi-reaksi sorpsi dan pengendapan dari fosfat meningkat pada tanah-tanah
masam menyebabkan ketersediaan bagi tanaman rendah. Di samping pengaruhnya
terhadap ketersediaan unsur hara dan unsur-unsur toksik dalam tanah, pH tanah
juga diketahui berpengaruh terhadap kemungkinan timbulnya beberapa penyakit
salah satunya adalah soil born (Leiwakabessy, Wahjudin, dan Suwarno, 2003).
4.2.
Kandungan Aluminium Dapat Dipertukarkan
Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel
kandungan Al-dd disajikan pada Lampiran 4. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan
di Lampiran 4 tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit berpengaruh nyata terhadap
15
nilai aluminium dapat dipertukarkan (Al-dd). Berdasarkan hasil uji lanjut pada
Lampiran 5, nilai kandungan Al-dd pada tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) dan
tanah berpirit sedang (pirit 30-60 cm) berbeda nyata terhadap nilai Al-dd pada
tanah yang tidak mengandung bahan pirit (kontrol).
Dari Gambar 3 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm)
memiliki nilai kandungan Al-dd yang paling tinggi dengan nilai rata-rata 7,02
me/100 g, sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol)
memiliki nilai Al-dd yang paling rendah dengan nilai rata-rata 3,34 me/100 g. Hal
ini menunjukkan bahwa pirit berpengaruh nyata terhadap kandungan Al-dd tanah,
semakin dangkal kedalaman pirit maka akan semakin berpotensi meningkatkan
kandungan Al-dd di dalam tanah.
8
7.02
Aluminium (me/100 g)
7
5.97
6
5.32
5
4
3.34
3
2
1
0
Kontrol
>60 cm
30-60 cm
<30 cm
Kedalaman Pirit
Gambar 3. Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Kandungan Al-dd Tanah
Tingginya kandungan Al-dd pada tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm)
dapat disebabkan karena rendahnya nilai pH pada jenis tanah tersebut.
Lingkungan asam yang berlebihan mendorong rusaknya mineral silikat tipe 2:1
dalam tanah.
KAlSi3O8 + H+ + 12H2O
K-Feldspar
KAlSi3O10(OH)2 + 6H4SiO4 + 2K+
K-Mika
Asam Silikat (Larut)
2KAl3Si3O10(OH)2 + 2H+ + 3H2O
K-Mika
H4Al2Si2O9 + 5H2O
Kaolinit
3H3Al2Si2O9 + 2K+
Kaolinit
Al2O3.3H2O + 2H4SiO4
Gibsit
Asam Silikat
16
Tingginya kandungan silika dan Al3+ yang terlarut merupakan indikasi
terjadinya rusaknya mineral aluminium silikat tipe 2:1 karena kemasaman yang
tinggi. Aktivitas Al3+ berhubungan langsung dengan nilai pH tanah, pada saat
larutan tanah dijenuhi oleh ion H+ maka Al(OH)3 yang mengendap akan terlarut
membentuk:
Al(OH)3 + H+
Al(OH)2+ + H+
Al(OH)2+ + 3H+
Al(OH)2+ + H2O
Al(OH)2+ + H2O
Al3+ + 3H2O
Ion Al3+ yang dihasilkan akan menggantikan kedudukan K+, Na+, Ca2+,
dan Mg2+ yang dijerap pada permukaan koloid tanah. Basa-basa yang digantikan
ini, masuk ke dalam larutan tanah dan akhirnya tercuci. Ion Al3+ karena
mempunyai afinitas yang lebih tinggi akan tetap tinggal dalam tanah.
Aluminium menghambat perpanjangan dan pertumbuhan akar primer,
serta menghalangi pembentukan akar lateral dan bulu akar. Keracunan aluminium
dapat disebabkan aluminium yang terlarut terakumulasi dari jaringan akar,
menghambat pembelahan dan pemanjangan sel, dan menghambat aktivitas enzim
dalam mensintesis senyawa-senyawa dalam dinding sel (Rorison, 1973).
4.3.
Kandungan Nitrogen Total dan Fosfor Tersedia
Nitrogen Total
Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel
kandungan N-total disajikan pada Lampiran 6. Berdasarkan hasil yang
ditunjukkan di Lampiran 6 tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit berpengaruh
nyata terhadap nilai N-total tanah. Berdasarkan hasil uji lanjut pada Lampiran 7,
nilai kandungan N-total tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) dan tanah berpirit
sedang (pirit 30-60 cm) berbeda nyata terhadap nilai N-total tanah berpirit dalam
(pirit >60 cm) dan tanah yang tidak mengandung pirit (kontrol).
Dari Gambar 4 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm)
memiliki nilai kandungan N-total yang paling rendah dengan nilai rata-rata
0,17 %, sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki
nilai N-total yang paling tinggi dengan nilai rata-rata 0,53 %. Hal ini
menunjukkan bahwa pirit berpengaruh nyata terhadap kandungan N-total tanah,
17
semakin dangkal kedalaman pirit maka akan semakin berpotensi mengakibatkan
terjadinya defisiensi N-total.
Berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah
(2005), tanah berpirit dangkal memiliki kandungan N-total yang tergolong rendah
karena memiliki nilai N-total antara 0,1-0,2 %, tanah berpirit sedang dan dalam
memiliki kandungan N-total yang tergolong sedang karena memiliki nilai N-total
antara 0,21-0,5 %, sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol)
memiliki kandungan N-total yang tergolong tinggi karena memiliki nilai N-total
antara 0,51-0,75 %.
0.6
0.53
N-total (%)
0.5
0.46
0.4
0.26
0.3
0.17
0.2
0.1
0
Kontrol
>60 cm
30-60 cm
<30 cm
Kedalaman Pirit
Gambar 4. Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Kandungan N-total Tanah
Kekurangan N biasanya menyebabkan pertumbuhan tanaman tertekan dan
daun-daun menjadi kering. Gejala khlorosis mula-mula timbul pada daun yang tua
sedangkan daun-daun muda tetap berwarna hijau. Apabila akar tanaman tidak
dapat mengambil N cukup untuk pertumbuhannya maka senyawa N di dalam
daun-daun tua menjalani proses autolisis. Dalam hal ini protein diubah menjadi
bentuk yang larut ditranslokasi ke bagian-bagian yang muda dimana jaringan
meristemnya masih aktif. Pada kandungan N yang rendah sekali, daun akan
menjadi coklat dan mati (Leiwakabessy, Wahjudin, dan Suwarno, 2003).
18
Fosfor Tersedia
Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel
kandungan P-tersedia disajikan pada Lampiran 8. Berdasarkan hasil yang
ditunjukkan di Lampiran 8 tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit tidak
berpengaruh nyata terhadap nilai P-tersedia tanah. Nilai kandungan P-tersedia
tanah berpirit dangkal, sedang, dalam, dan tanah yang tidak memiliki kandungan
pirit tidak berbeda nyata.
Walaupun kedalaman pirit tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan Ptersedia tanah, dari Gambar 5 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit
<30 cm) memiliki nilai kandungan P-tersedia yang paling rendah dengan nilai
rata-rata 9,57 ppm, sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit
(kontrol) memiliki nilai P-tersedia yang paling tinggi dengan nilai rata-rata 11,9
ppm. Dari Gambar 5 terlihat bahwa kandungan P-tersedia cenderung menurun
dengan semakin dangkalnya lapisan pirit.
Berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah
(2005), tanah berpirit dangkal, dalam, dan sangat dalam memiliki kandungan Ptersedia yang tergolong sedang karena memiliki nilai P-tersedia antara 8-10 ppm,
sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki
kandungan P-tersedia yang tergolong tinggi karena memiliki nilai P-tersedia
antara 11-15 ppm.
14.00
12.00
11.90
10.62
10.34
P (ppm)
10.00
9.57
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
Kontrol
>60 cm
30-60 cm
<30 cm
Kedalaman Pirit
Gambar 5. Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Kandungan P-Tersedia Tanah
19
4.4.
Kandungan Basa-basa Dapat Dipertukarkan
Kalsium
Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel
kandungan Ca disajikan pada Lampiran 9. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan di
Lampiran 9 tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit tidak berpengaruh nyata
terhadap nilai Ca tanah. Kadar Ca-dd tanah berpirit dangkal, sedang, dalam, dan
tanah yang tidak memiliki kandungan pirit tidak berbeda nyata.
Walaupun kedalaman pirit tidak berpengaruh nyata terhadap kadar Ca-dd
tanah, dari Gambar 6 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm)
memiliki nilai kandungan Ca yang paling rendah dengan nilai rata-rata 1,20
me/100 g, sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol)
memiliki nilai Ca yang paling tinggi dengan nilai rata-rata 1,72 me/100 g. Dari
Gambar 6 terlihat bahwa kadar Ca cenderung menurun dengan semakin
dangkalnya lapisan pirit.
Berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah
(2005), tanah berpirit dangkal, sedang, dalam, dan tanah yang tidak memiliki
kandungan pirit (kontrol) memiliki kandungan Ca yang tergolong sangat rendah
karena memiliki nilai Ca <2 me/100 g.
2.00
Kalsium (me/100 g)
1.80
1.72
1.68
1.60
1.39
1.40
1.20
1.20
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
Kontrol
>60 cm
30-60 cm
<30 cm
Kedalaman Pirit
Gambar 6. Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Kandungan Ca Tanah
.
20
Magnesium
Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel
kandungan Mg disajikan pada Lampiran 10. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan
di Lampiran 10 tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit tidak berpengaruh nyata
terhadap nilai Mg tanah.
Walaupun kedalaman pirit tidak berpengaruh nyata terhadap Mg-dd tanah,
dari Gambar 7 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) memiliki
nilai Mg-dd yang paling rendah dengan nilai rata-rata 0,48 me/100 g, sedangkan
tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki nilai Mg-dd yang
paling tinggi dengan nilai rata-rata 1,25 me/100 g. Dari Gambar 7 terlihat bahwa
kadar Mg-dd cenderung menurun dengan semakin dangkalnya lapisan pirit.
Berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah
(2005), tanah berpirit dangkal, sedang, dan dalam, memiliki kadar Mg-dd yang
tergolong rendah karena memiliki nilai antara 0,4-1 me/100 g, sedangkan tanah
yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki kadar Mg-dd yang
tergolong sedang karena memiliki nilai antara 1,1-2 me/100 g.
Magnesium (me/100 g)
1.40
1.25
1.20
1.00
1.00
0.72
0.80
0.60
0.48
0.40
0.20
0.00
Kontrol
>60 cm
30-60 cm
<30 cm
Kedalaman Pirit
Gambar 7. Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Kandungan Mg Tanah
Kalium
Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel
kandungan K disajikan pada Lampiran 11. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan di
Lampiran 11 tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit berpengaruh nyata terhadap
21
nilai K-dd tanah. Berdasarkan hasil uji lanjut pada Lampiran 12, nilai kadar K
tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) berbeda nyata terhadap nilai K tanah berpirit
dalam (pirit >60 cm) dan tanah yang tidak mengandung pirit (kontrol). Nilai
kandungan K tanah berpirit sedang (pirit 30-60 cm) berbeda nyata terhadap nilai
K tanah yang tidak mengandung pirit (kontrol).
Dari Gambar 8 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm)
memiliki nilai kadar K-dd yang paling rendah dengan nilai rata-rata 0.18 me/100
g, sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki nilai
K yang paling tinggi dengan nilai rata-rata 0.41 me/100 g. Hal ini menunjukkan
bahwa pirit berpengaruh nyata terhadap kadar K-dd tanah, semakin dangkal
kedalaman pirit maka akan semakin berpotensi mengakibatkan terjadinya
defisiensi K
Berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah
(2005), tanah berpirit dangkal, sedang, dan dalam, memiliki kadar K-dd yang
tergolong rendah karena memiliki nilai antara 0,1-0,3 me/100 g, sedangkan tanah
yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki kadar K-dd yang
tergolong sedang karena memiliki nilai antara 0,4-0,5 me/100g.
0.45
0.41
Kalium (me/100 g)
0.4
0.35
0.35
0.3
0.25
0.2
0.19
0.18
30-60 cm
<30 cm
0.15
0.1
0.05
0
Kontrol
>60 cm
Kedalaman Pirit
Gambar 8. Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Kandungan K Tanah
Rendahnya K-dd pada tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) dapat
disebabkan terjadinya penjenuhan kompleks pertukaran oleh aluminium karena
tingginya kelarutan Al3+ pada tanah berpirit. Ion H dan Al yang dihasilkan dari
22
oksidasi pirit akan menggantikan kadar K-dd yang dijerap pada permukaan koloid
tanah. Basa-basa yang digantikan ini, masuk ke dalam larutan tanah dan akhirnya
tercuci. Unsur-unsur lain yang mempunyai afinitas lebih tinggi (terutama Al dan
Fe), akan tetap tinggal dalam tanah.
Nilai K-dd jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan Ca dan Mg-dd. Hal
tersebut disebabkan karena kation-kation monovalen seperti K umumnya dijerap
lebih lemah bila dibandingkan dengan kation-kation divalen seperti Ca dan Mg.
Kation dengan radius hidrasi lebih kecil seperti Ca dan Mg memiliki kerapatan
muatan per unit volume lebih tinggi. Kation demikian mengikat air hidrasi lebih
sedikit, sehingga radius terhidrasinya lebih kecil bila dibandingkan dengan kation
dengan muatan sama yang memiliki radius hidrasi lebih besar. Kation dengan
radius hidrasi lebih besar ditahan lebih lemah oleh permukaan koloid
dibandingkan dengan kation dengan radius hidrasi lebih kecil. Hal ini dikarenakan
kation terhidrasi lebih kecil dapat mencapai permukaan koloid lebih dekat.
Dengan demikian gaya tarik coulomb terhadap kation yang terakhir ini juga
meningkat. Suatu kation yang hanya terhidrasi sebagian dapat mencapai
permukaan koloid lebih dekat dan umumnya akan ditahan lebih kuat oleh partikel
koloid tanah (Anwar dan Sudadi, 2007).
Kemudahan penggantian kation pada koloid telah dikenal dengan sebutan
deret lyotrop:
Li+=Na+>K+=NH4+>Rb+>Cs+=Mg2+>Ca2+>Sr2+=Ba2+>La3+=”H”(Al3+)>Th4+
Semakin ke kiri maka kation tersebut akan ditahan lebih lemah oleh permukaan
koloid, sedangkan semakin ke kanan maka kation tersebut akan ditahan lebih kuat
oleh permukaan koloid.
Kejenuhan Basa
Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel
kejenuhan basa disajikan pada Lampiran 13. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan
di Lampiran 13 tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit tidak berpengaruh nyata
terhadap kejenuhan basa tanah.
Walaupun kedalaman pirit tidak berpengaruh nyata terhadap kejenuhan
basa tanah, dari Gambar 9 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit <30
23
cm) memiliki kejenuhan basa yang paling rendah dengan nilai rata-rata 14 %,
sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki
kejenuhan basa yang paling tinggi dengan nilai rata-rata 35 %. Dari Gambar 9
terlihat bahwa kejenuhan basa cenderung menurun dengan semakin dangkalnya
lapisan pirit.
Berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah
(2005), tanah berpirit dangkal dan sedang memiliki kejenuhan basa yang
tergolong sangat rendah karena memiliki nilai <20 %, sedangkan tanah berpirit
dalam dan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki
kejenuhan basa yang tergolong rendah karena memiliki nilai antara 20-40 %.
40
35
Kejenuhan Basa (%)
35
31
30
25
20
17
14
15
10
5
0
Kontrol
>60 cm
30-60 cm
<30 cm
Kedalaman Pirit
Gambar 9. Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Kejenuhan Basa Tanah
4.5.
Perbedaan Sifat Kimia Antara Tanah Berpirit yang Belum dan Telah
Teroksidasi
Selain faktor pengaruh perbedaan kedalaman pirit, dilihat juga faktor
pengaruh oksidasi tanah yang mengandung pirit terhadap sifat kimia tanah.
Perbedaan sifat kimia antara tanah berpirit yang belum dan telah teroksidasi dapat
dilihat pada Gambar 10 dan 11.
24
40.0
36.53
35.0
30.0
Tanah Belum
Teroksidasi
23.00
25.0
Tanah Telah
Teroksidasi
20.0
15.0
10.0
6.49
5.0
4.2 3.5
2.84
pH H2O
C-org (%)
0.0
KTK (me/100 g)
Gambar 10. Perbedaan Nilai pH, C-organik, dan KTK Antara Tanah Berpirit
yang Belum dan Telah Teroksidasi
1.33
1.40
1.20
1.00
1.00
0.76
0.80
0.60
0.56
0.53
0.50
0.43
0.40
Tanah Belum
Teroksidasi
Tanah Telah
Teroksidasi
0.31
0.20
0.20
0.04
0.00
N (%)
Ca
(me/100g)
Mg
(me/100g)
K (me/100g)
Na
(me/100g)
Gambar 11. Perbedaan Kadar N-total, Ca, Mg, K, dan Na Antara Tanah Berpirit
yang Belum dan Telah Teroksidasi.
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa pada semua variabel yang diteliti,
meliputi nilai pH, C-organik, N-total, Ca, Mg, K, Na, dan KTK, tanah berpirit
yang telah mengalami proses oksidasi memiliki kecenderungan nilai yang lebih
rendah dibandingkan dengan tanah berpirit yang belum mengalami proses
oksidasi.
Nilai pH pada tanah berpirit yang telah teroksidasi tergolong sangat
masam dengan nilai rata-rata pH 3,5. Hal ini menunjukkan bahwa tanah yang
25
memiliki kandungan pirit apabila teroksidasi berpotensi untuk meningkatkan
kemasaman tanah. Kemasaman tanah yang terlalu ekstrim dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman yang dapat berimbas kepada penurunan hasil produksi.
Kadar C-organik pada tanah berpirit yang telah teroksidasi terlihat berbeda
nyata terhadap nilai kadar C-organik tanah berpirit yang belum mengalami proses
oksidasi. Nilai rata-rata C-organik pada tanah berpirit yang belum teroksidasi
tergolong sangat tinggi yaitu 6,49 %, sedangkan nilai rata-rata C-organik pada
tanah berpirit yang telah teroksidasi tergolong sedang yaitu 2,84 %.
Nilai N-total pada tanah berpirit yang telah teroksidasi yaitu sebesar
0,43 %, lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai N-total pada tanah berpirit
yang belum teroksidasi yaitu sebesar 0,53 %.
Kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, K, dan Na pada tanah berpirit
yang telah teroksidasi memiliki nilai relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan
tanah berpirit yang belum teroksidasi. Hal ini disebabkan oleh penjenuhan
kompleks pertukaran oleh aluminium karena tingginya kelarutan Al3+ pada tanah
berpirit yang telah mengalami proses oksidasi. Kation-kation tersebut terdorong
ke larutan sehingga relatif lebih mudah tercuci dan lebih mudah kehilangan unsurunsur tersebut. Nilai K dan Na terlihat lebih rendah disebabkan oleh kation-kation
monovalen dijerap lebih lemah bila dibandingkan dengan kation-kation divalen
seperti Ca dan Mg..
Nilai kapasitas tukar kation pada tanah berpirit yang telah teroksidasi
terlihat lebih rendah bila dibandingkan tanah berpirit yang belum mengalami
proses oksidasi. Nilai rata-rata kapasitas tukar kation pada tanah berpirit yang
belum teroksidasi yaitu 36,53 me/100 g, sedangkan nilai rata-rata kapasitas tukar
kation pada tanah berpirit yang telah teroksidasi yaitu 23,00 me/100 g.
Oksidasi pirit dapat terjadi pada saat musim kemarau dan mengakumulasi
Fe(III). Oksidasi pirit pada musim hujan terjadi dengan menggunakan oksida dan
Fe(III) yang terakumulasi sepanjang musim kemarau. Meskipun demikian, suplai
oksigen juga akan menjadi faktor penentu laju oksidasi pirit. Material pirit yang
terangkat oleh pembuatan surjan akan teroksidasi lebih intensif, dan menyebabkan
pH sangat rendah dibanding bila material yang sama teroksidasi di lapisan yang
tak terangkat. Oksidasi pirit terjadi sangat cepat pada lahan masih dalam kondisi
26
yang aerob, disebabkan oleh drainase yang terlalu berlebihan atau oleh kondisi
musim kemarau yang ekstrim, maka kemasaman tanah akan meningkat.
Sebaliknya oksidasi pirit akan terhenti dengan peningkatan muka air tanah.
4.6.
Produksi Tanaman Kelapa Sawit
Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel produksi
disajikan pada Lampiran 14. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan di Lampiran 14
tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit berpengaruh nyata terhadap produksi.
Berdasarkan hasil uji lanjut pada Lampiran 15, besarnya produksi tanaman kelapa
sawit pada tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) dan tanah berpirit sedang (pirit
30-60 cm) berbeda nyata terhadap besarnya produksi tanaman kelapa sawit pada
tanah berpirit dalam (pirit >60 cm), serta berbeda nyata terhadap besarnya
produksi tanaman kelapa sawit pada tanah yang tidak berpirit.
Dari Gambar 12 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm)
memiliki produksi yang paling rendah dengan nilai rata-rata 18.365 kg/ha,
sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki produksi
14000
12000
18365
Kontrol
>60
30-60
<30
6548
10000
14295
16000
15749
Kg/ha
18000
12130
20000
16895
22000
18094
16074
19086
24000
21075
18371
24777
yang paling tinggi dengan nilai rata-rata 24.777 kg/ha.
8000
6000
2007
2008
2009
Tahun Produksi
Gambar 12. Pengaruh Pirit Terhadap Produksi Tanaman Kelapa Sawit (Tahun
Tanam 2000)
Produksi tanaman yang lebih rendah pada tanah berpirit dengan
kedalaman <30 cm merupakan sebagai akibat dari meningkatnya kemasaman
tanah, meningkatnya kadar Al-dd, dan unsur hara yang rendah.
27
Download