IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia tanah berdasarkan perbedaan kedalaman pirit yaitu kemasaman tanah, kandungan aluminium dapat dipertukarkan, kandungan unsur hara makro, dan kandungan basa-basa dapat dipertukarkan yang dipengaruhi perbedaan kedalaman pirit yang dikelompokkan ke dalam tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol), tanah berpirit dangkal (kedalaman pirit <30 cm), tanah berpirit sedang (kedalaman pirit 30-60 cm), dan tanah berpirit dalam (kedalaman pirit >60 cm). 4.1. Kemasaman Tanah Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel pH disajikan pada Lampiran 2. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan di Lampiran 2 tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit berpengaruh nyata terhadap nilai pH tanah. Berdasarkan hasil uji lanjut pada Lampiran 3, nilai pH tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) dan tanah berpirit sedang (pirit 30-60 cm) berbeda nyata terhadap nilai pH tanah berpirit dalam (pirit >60 cm) dan tanah yang tidak mengandung pirit (kontrol). Dari Gambar 2 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) memiliki nilai pH yang paling rendah dengan nilai pH rata-rata 4,4, sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki nilai pH yang paling tinggi dengan nilai pH rata-rata 5,0. Hal ini menunjukkan bahwa pirit berpengaruh nyata terhadap kemasaman tanah, semakin dangkal kedalaman pirit maka akan semakin berpotensi pirit tersebut teroksidasi sehingga menyebabkan turunnya pH dan tanah akan semakin masam. Berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah (2005), tanah berpirit dangkal dan tanah berpirit sedang tergolong ke dalam tanah sangat masam karena memiliki nilai pH<4,5 sedangkan tanah berpirit dalam dan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) tergolong ke dalam tanah masam karena memiliki nilai pH 4,5-5,5. 13 5.1 5.0 5.0 4.9 4.8 4.8 pH 4.7 4.6 4.5 4.4 4.4 30-60 cm <30 cm 4.4 4.3 4.2 4.1 Kontrol >60 cm Kedalaman Pirit Gambar 2. Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Kemasaman Tanah Nilai pH tanah yang semakin turun seiring dengan semakin dangkalnya kandungan pirit dapat disebabkan karena adanya oksidasi pirit. Oksidasi pirit terjadi dalam beberapa langkah dari proses kimia maupun oleh mikrobiologi. Berawal dari reaksi oksigen yang terlarut dengan pirit yang menghasilkan Fe(II), sulfat, dan H+: FeS2 + 7/2O2 + H2O Fe2+ + 2SO42- + 2H+ Proses meningkatnya kemasaman pada tanah berpirit mula-mula diawali dengan adanya oksidasi pirit oleh oksigen sebagaimana terlihat pada reaksi di atas. Hasil dari oksidasi pirit tersebut menghasilkan sulfat dan 2 mol H+ yang mengakibatkan turunnya nilai pH. Selanjutnya Fe(II) yang dihasilkan dari reaksi 1 tersebut mengalami proses oksidasi oleh oksigen sebagai oksidator sehingga menghasilkan Fe(III): Fe2+ + 1/4O2 + H+ Fe3+ + 1/2H2O Ketika pH tanah menurun seiring dengan adanya oksidasi pirit oleh oksigen hingga mendekati nilai 4,5, Fe(III) menjadi mudah terlarut dan mulai menjadi oksidator, dan apabila pH terus turun hingga 3,0 maka Fe(III) akan menjadi oksidator utama dari proses oksidasi pirit. Fe(III) yang terlarut akan mengoksidasi pirit seperti dalam reaksi berikut: FeS2 + 14Fe3+ + 8H2O 15Fe2+ + 2SO42- + 16H+ 14 Dari persamaan reaksi 3 terlihat bahwa setiap mol dari pirit yang teroksidasi akan menghasilkan 16 mol H+. Hal inilah yang menyebabkan nilai pH tanah menjadi semakin kecil sehingga tanah menjadi sangat masam. Pada reaksi 3 terlihat adanya reduksi Fe(III) menjadi Fe(II), proses reduksi ini berjalan lebih cepat bila dibandingkan dengan oksidasi Fe(II) menjadi Fe(III) dan apabila proses ini terus berlanjut dapat mengakibatkan reaksi tersebut menjadi terhenti karena semua Fe(III) telah tereduksi. Akan tetapi pada proses oksidasi Fe(II) terdapat tahapan yang dapat mempercepat proses oksidasi tersebut. Salah satu katalis yang berperan sangat penting dalam mempercepat laju oksidasi Fe(II) menjadi Fe(III) adalah bakteri pengoksidasi besi , T. ferooxidans, yang diketahui dapat mempercepat laju oksidasi Fe(II) hingga 5-6 kali. T. ferooxidans mengendaki lingkungan yang lembab, tersedianya oksigen dan karbondioksida, pH sekitar 3,2. Bakteri ini juga membutuhkan nutrien nitrogen dalam bentuk ammonia, nitrogen, sejumlah fosfat, kalsium, magnesium yang biasanya terdapat pada air di lingkungannya. Hal ini membuat laju oksidasi Fe(II) menjadi sebanding atau lebih cepat bila dibandingkan dengan reduksi Fe(III), sehingga membuat proses oksidasi pirit oleh Fe(III) tetap berlangsung dan dapat semakin memasamkan tanah (Nordstorm, 1982). Laju oksidasi pirit sangat dipengaruhi oleh 1) pH; 2) konsentrasi oksigen; 3) suhu; 4) kelembaban tanah; 5) keseimbangan ion Fe(II) dan Fe(III) di dalam sistem. Kemasaman tanah (pH) dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman karena pengaruhnya terhadap ketersediaan unsur-unsur hara tertentu. Pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman secara langsung yaitu melalui konsentrasi H+. Reaksi-reaksi sorpsi dan pengendapan dari fosfat meningkat pada tanah-tanah masam menyebabkan ketersediaan bagi tanaman rendah. Di samping pengaruhnya terhadap ketersediaan unsur hara dan unsur-unsur toksik dalam tanah, pH tanah juga diketahui berpengaruh terhadap kemungkinan timbulnya beberapa penyakit salah satunya adalah soil born (Leiwakabessy, Wahjudin, dan Suwarno, 2003). 4.2. Kandungan Aluminium Dapat Dipertukarkan Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel kandungan Al-dd disajikan pada Lampiran 4. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan di Lampiran 4 tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit berpengaruh nyata terhadap 15 nilai aluminium dapat dipertukarkan (Al-dd). Berdasarkan hasil uji lanjut pada Lampiran 5, nilai kandungan Al-dd pada tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) dan tanah berpirit sedang (pirit 30-60 cm) berbeda nyata terhadap nilai Al-dd pada tanah yang tidak mengandung bahan pirit (kontrol). Dari Gambar 3 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) memiliki nilai kandungan Al-dd yang paling tinggi dengan nilai rata-rata 7,02 me/100 g, sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki nilai Al-dd yang paling rendah dengan nilai rata-rata 3,34 me/100 g. Hal ini menunjukkan bahwa pirit berpengaruh nyata terhadap kandungan Al-dd tanah, semakin dangkal kedalaman pirit maka akan semakin berpotensi meningkatkan kandungan Al-dd di dalam tanah. 8 7.02 Aluminium (me/100 g) 7 5.97 6 5.32 5 4 3.34 3 2 1 0 Kontrol >60 cm 30-60 cm <30 cm Kedalaman Pirit Gambar 3. Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Kandungan Al-dd Tanah Tingginya kandungan Al-dd pada tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) dapat disebabkan karena rendahnya nilai pH pada jenis tanah tersebut. Lingkungan asam yang berlebihan mendorong rusaknya mineral silikat tipe 2:1 dalam tanah. KAlSi3O8 + H+ + 12H2O K-Feldspar KAlSi3O10(OH)2 + 6H4SiO4 + 2K+ K-Mika Asam Silikat (Larut) 2KAl3Si3O10(OH)2 + 2H+ + 3H2O K-Mika H4Al2Si2O9 + 5H2O Kaolinit 3H3Al2Si2O9 + 2K+ Kaolinit Al2O3.3H2O + 2H4SiO4 Gibsit Asam Silikat 16 Tingginya kandungan silika dan Al3+ yang terlarut merupakan indikasi terjadinya rusaknya mineral aluminium silikat tipe 2:1 karena kemasaman yang tinggi. Aktivitas Al3+ berhubungan langsung dengan nilai pH tanah, pada saat larutan tanah dijenuhi oleh ion H+ maka Al(OH)3 yang mengendap akan terlarut membentuk: Al(OH)3 + H+ Al(OH)2+ + H+ Al(OH)2+ + 3H+ Al(OH)2+ + H2O Al(OH)2+ + H2O Al3+ + 3H2O Ion Al3+ yang dihasilkan akan menggantikan kedudukan K+, Na+, Ca2+, dan Mg2+ yang dijerap pada permukaan koloid tanah. Basa-basa yang digantikan ini, masuk ke dalam larutan tanah dan akhirnya tercuci. Ion Al3+ karena mempunyai afinitas yang lebih tinggi akan tetap tinggal dalam tanah. Aluminium menghambat perpanjangan dan pertumbuhan akar primer, serta menghalangi pembentukan akar lateral dan bulu akar. Keracunan aluminium dapat disebabkan aluminium yang terlarut terakumulasi dari jaringan akar, menghambat pembelahan dan pemanjangan sel, dan menghambat aktivitas enzim dalam mensintesis senyawa-senyawa dalam dinding sel (Rorison, 1973). 4.3. Kandungan Nitrogen Total dan Fosfor Tersedia Nitrogen Total Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel kandungan N-total disajikan pada Lampiran 6. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan di Lampiran 6 tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit berpengaruh nyata terhadap nilai N-total tanah. Berdasarkan hasil uji lanjut pada Lampiran 7, nilai kandungan N-total tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) dan tanah berpirit sedang (pirit 30-60 cm) berbeda nyata terhadap nilai N-total tanah berpirit dalam (pirit >60 cm) dan tanah yang tidak mengandung pirit (kontrol). Dari Gambar 4 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) memiliki nilai kandungan N-total yang paling rendah dengan nilai rata-rata 0,17 %, sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki nilai N-total yang paling tinggi dengan nilai rata-rata 0,53 %. Hal ini menunjukkan bahwa pirit berpengaruh nyata terhadap kandungan N-total tanah, 17 semakin dangkal kedalaman pirit maka akan semakin berpotensi mengakibatkan terjadinya defisiensi N-total. Berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah (2005), tanah berpirit dangkal memiliki kandungan N-total yang tergolong rendah karena memiliki nilai N-total antara 0,1-0,2 %, tanah berpirit sedang dan dalam memiliki kandungan N-total yang tergolong sedang karena memiliki nilai N-total antara 0,21-0,5 %, sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki kandungan N-total yang tergolong tinggi karena memiliki nilai N-total antara 0,51-0,75 %. 0.6 0.53 N-total (%) 0.5 0.46 0.4 0.26 0.3 0.17 0.2 0.1 0 Kontrol >60 cm 30-60 cm <30 cm Kedalaman Pirit Gambar 4. Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Kandungan N-total Tanah Kekurangan N biasanya menyebabkan pertumbuhan tanaman tertekan dan daun-daun menjadi kering. Gejala khlorosis mula-mula timbul pada daun yang tua sedangkan daun-daun muda tetap berwarna hijau. Apabila akar tanaman tidak dapat mengambil N cukup untuk pertumbuhannya maka senyawa N di dalam daun-daun tua menjalani proses autolisis. Dalam hal ini protein diubah menjadi bentuk yang larut ditranslokasi ke bagian-bagian yang muda dimana jaringan meristemnya masih aktif. Pada kandungan N yang rendah sekali, daun akan menjadi coklat dan mati (Leiwakabessy, Wahjudin, dan Suwarno, 2003). 18 Fosfor Tersedia Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel kandungan P-tersedia disajikan pada Lampiran 8. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan di Lampiran 8 tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit tidak berpengaruh nyata terhadap nilai P-tersedia tanah. Nilai kandungan P-tersedia tanah berpirit dangkal, sedang, dalam, dan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit tidak berbeda nyata. Walaupun kedalaman pirit tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan Ptersedia tanah, dari Gambar 5 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) memiliki nilai kandungan P-tersedia yang paling rendah dengan nilai rata-rata 9,57 ppm, sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki nilai P-tersedia yang paling tinggi dengan nilai rata-rata 11,9 ppm. Dari Gambar 5 terlihat bahwa kandungan P-tersedia cenderung menurun dengan semakin dangkalnya lapisan pirit. Berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah (2005), tanah berpirit dangkal, dalam, dan sangat dalam memiliki kandungan Ptersedia yang tergolong sedang karena memiliki nilai P-tersedia antara 8-10 ppm, sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki kandungan P-tersedia yang tergolong tinggi karena memiliki nilai P-tersedia antara 11-15 ppm. 14.00 12.00 11.90 10.62 10.34 P (ppm) 10.00 9.57 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 Kontrol >60 cm 30-60 cm <30 cm Kedalaman Pirit Gambar 5. Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Kandungan P-Tersedia Tanah 19 4.4. Kandungan Basa-basa Dapat Dipertukarkan Kalsium Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel kandungan Ca disajikan pada Lampiran 9. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan di Lampiran 9 tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit tidak berpengaruh nyata terhadap nilai Ca tanah. Kadar Ca-dd tanah berpirit dangkal, sedang, dalam, dan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit tidak berbeda nyata. Walaupun kedalaman pirit tidak berpengaruh nyata terhadap kadar Ca-dd tanah, dari Gambar 6 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) memiliki nilai kandungan Ca yang paling rendah dengan nilai rata-rata 1,20 me/100 g, sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki nilai Ca yang paling tinggi dengan nilai rata-rata 1,72 me/100 g. Dari Gambar 6 terlihat bahwa kadar Ca cenderung menurun dengan semakin dangkalnya lapisan pirit. Berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah (2005), tanah berpirit dangkal, sedang, dalam, dan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki kandungan Ca yang tergolong sangat rendah karena memiliki nilai Ca <2 me/100 g. 2.00 Kalsium (me/100 g) 1.80 1.72 1.68 1.60 1.39 1.40 1.20 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 Kontrol >60 cm 30-60 cm <30 cm Kedalaman Pirit Gambar 6. Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Kandungan Ca Tanah . 20 Magnesium Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel kandungan Mg disajikan pada Lampiran 10. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan di Lampiran 10 tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit tidak berpengaruh nyata terhadap nilai Mg tanah. Walaupun kedalaman pirit tidak berpengaruh nyata terhadap Mg-dd tanah, dari Gambar 7 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) memiliki nilai Mg-dd yang paling rendah dengan nilai rata-rata 0,48 me/100 g, sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki nilai Mg-dd yang paling tinggi dengan nilai rata-rata 1,25 me/100 g. Dari Gambar 7 terlihat bahwa kadar Mg-dd cenderung menurun dengan semakin dangkalnya lapisan pirit. Berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah (2005), tanah berpirit dangkal, sedang, dan dalam, memiliki kadar Mg-dd yang tergolong rendah karena memiliki nilai antara 0,4-1 me/100 g, sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki kadar Mg-dd yang tergolong sedang karena memiliki nilai antara 1,1-2 me/100 g. Magnesium (me/100 g) 1.40 1.25 1.20 1.00 1.00 0.72 0.80 0.60 0.48 0.40 0.20 0.00 Kontrol >60 cm 30-60 cm <30 cm Kedalaman Pirit Gambar 7. Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Kandungan Mg Tanah Kalium Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel kandungan K disajikan pada Lampiran 11. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan di Lampiran 11 tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit berpengaruh nyata terhadap 21 nilai K-dd tanah. Berdasarkan hasil uji lanjut pada Lampiran 12, nilai kadar K tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) berbeda nyata terhadap nilai K tanah berpirit dalam (pirit >60 cm) dan tanah yang tidak mengandung pirit (kontrol). Nilai kandungan K tanah berpirit sedang (pirit 30-60 cm) berbeda nyata terhadap nilai K tanah yang tidak mengandung pirit (kontrol). Dari Gambar 8 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) memiliki nilai kadar K-dd yang paling rendah dengan nilai rata-rata 0.18 me/100 g, sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki nilai K yang paling tinggi dengan nilai rata-rata 0.41 me/100 g. Hal ini menunjukkan bahwa pirit berpengaruh nyata terhadap kadar K-dd tanah, semakin dangkal kedalaman pirit maka akan semakin berpotensi mengakibatkan terjadinya defisiensi K Berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah (2005), tanah berpirit dangkal, sedang, dan dalam, memiliki kadar K-dd yang tergolong rendah karena memiliki nilai antara 0,1-0,3 me/100 g, sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki kadar K-dd yang tergolong sedang karena memiliki nilai antara 0,4-0,5 me/100g. 0.45 0.41 Kalium (me/100 g) 0.4 0.35 0.35 0.3 0.25 0.2 0.19 0.18 30-60 cm <30 cm 0.15 0.1 0.05 0 Kontrol >60 cm Kedalaman Pirit Gambar 8. Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Kandungan K Tanah Rendahnya K-dd pada tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) dapat disebabkan terjadinya penjenuhan kompleks pertukaran oleh aluminium karena tingginya kelarutan Al3+ pada tanah berpirit. Ion H dan Al yang dihasilkan dari 22 oksidasi pirit akan menggantikan kadar K-dd yang dijerap pada permukaan koloid tanah. Basa-basa yang digantikan ini, masuk ke dalam larutan tanah dan akhirnya tercuci. Unsur-unsur lain yang mempunyai afinitas lebih tinggi (terutama Al dan Fe), akan tetap tinggal dalam tanah. Nilai K-dd jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan Ca dan Mg-dd. Hal tersebut disebabkan karena kation-kation monovalen seperti K umumnya dijerap lebih lemah bila dibandingkan dengan kation-kation divalen seperti Ca dan Mg. Kation dengan radius hidrasi lebih kecil seperti Ca dan Mg memiliki kerapatan muatan per unit volume lebih tinggi. Kation demikian mengikat air hidrasi lebih sedikit, sehingga radius terhidrasinya lebih kecil bila dibandingkan dengan kation dengan muatan sama yang memiliki radius hidrasi lebih besar. Kation dengan radius hidrasi lebih besar ditahan lebih lemah oleh permukaan koloid dibandingkan dengan kation dengan radius hidrasi lebih kecil. Hal ini dikarenakan kation terhidrasi lebih kecil dapat mencapai permukaan koloid lebih dekat. Dengan demikian gaya tarik coulomb terhadap kation yang terakhir ini juga meningkat. Suatu kation yang hanya terhidrasi sebagian dapat mencapai permukaan koloid lebih dekat dan umumnya akan ditahan lebih kuat oleh partikel koloid tanah (Anwar dan Sudadi, 2007). Kemudahan penggantian kation pada koloid telah dikenal dengan sebutan deret lyotrop: Li+=Na+>K+=NH4+>Rb+>Cs+=Mg2+>Ca2+>Sr2+=Ba2+>La3+=”H”(Al3+)>Th4+ Semakin ke kiri maka kation tersebut akan ditahan lebih lemah oleh permukaan koloid, sedangkan semakin ke kanan maka kation tersebut akan ditahan lebih kuat oleh permukaan koloid. Kejenuhan Basa Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel kejenuhan basa disajikan pada Lampiran 13. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan di Lampiran 13 tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit tidak berpengaruh nyata terhadap kejenuhan basa tanah. Walaupun kedalaman pirit tidak berpengaruh nyata terhadap kejenuhan basa tanah, dari Gambar 9 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit <30 23 cm) memiliki kejenuhan basa yang paling rendah dengan nilai rata-rata 14 %, sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki kejenuhan basa yang paling tinggi dengan nilai rata-rata 35 %. Dari Gambar 9 terlihat bahwa kejenuhan basa cenderung menurun dengan semakin dangkalnya lapisan pirit. Berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah (2005), tanah berpirit dangkal dan sedang memiliki kejenuhan basa yang tergolong sangat rendah karena memiliki nilai <20 %, sedangkan tanah berpirit dalam dan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki kejenuhan basa yang tergolong rendah karena memiliki nilai antara 20-40 %. 40 35 Kejenuhan Basa (%) 35 31 30 25 20 17 14 15 10 5 0 Kontrol >60 cm 30-60 cm <30 cm Kedalaman Pirit Gambar 9. Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Kejenuhan Basa Tanah 4.5. Perbedaan Sifat Kimia Antara Tanah Berpirit yang Belum dan Telah Teroksidasi Selain faktor pengaruh perbedaan kedalaman pirit, dilihat juga faktor pengaruh oksidasi tanah yang mengandung pirit terhadap sifat kimia tanah. Perbedaan sifat kimia antara tanah berpirit yang belum dan telah teroksidasi dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11. 24 40.0 36.53 35.0 30.0 Tanah Belum Teroksidasi 23.00 25.0 Tanah Telah Teroksidasi 20.0 15.0 10.0 6.49 5.0 4.2 3.5 2.84 pH H2O C-org (%) 0.0 KTK (me/100 g) Gambar 10. Perbedaan Nilai pH, C-organik, dan KTK Antara Tanah Berpirit yang Belum dan Telah Teroksidasi 1.33 1.40 1.20 1.00 1.00 0.76 0.80 0.60 0.56 0.53 0.50 0.43 0.40 Tanah Belum Teroksidasi Tanah Telah Teroksidasi 0.31 0.20 0.20 0.04 0.00 N (%) Ca (me/100g) Mg (me/100g) K (me/100g) Na (me/100g) Gambar 11. Perbedaan Kadar N-total, Ca, Mg, K, dan Na Antara Tanah Berpirit yang Belum dan Telah Teroksidasi. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa pada semua variabel yang diteliti, meliputi nilai pH, C-organik, N-total, Ca, Mg, K, Na, dan KTK, tanah berpirit yang telah mengalami proses oksidasi memiliki kecenderungan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah berpirit yang belum mengalami proses oksidasi. Nilai pH pada tanah berpirit yang telah teroksidasi tergolong sangat masam dengan nilai rata-rata pH 3,5. Hal ini menunjukkan bahwa tanah yang 25 memiliki kandungan pirit apabila teroksidasi berpotensi untuk meningkatkan kemasaman tanah. Kemasaman tanah yang terlalu ekstrim dapat mengganggu pertumbuhan tanaman yang dapat berimbas kepada penurunan hasil produksi. Kadar C-organik pada tanah berpirit yang telah teroksidasi terlihat berbeda nyata terhadap nilai kadar C-organik tanah berpirit yang belum mengalami proses oksidasi. Nilai rata-rata C-organik pada tanah berpirit yang belum teroksidasi tergolong sangat tinggi yaitu 6,49 %, sedangkan nilai rata-rata C-organik pada tanah berpirit yang telah teroksidasi tergolong sedang yaitu 2,84 %. Nilai N-total pada tanah berpirit yang telah teroksidasi yaitu sebesar 0,43 %, lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai N-total pada tanah berpirit yang belum teroksidasi yaitu sebesar 0,53 %. Kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, K, dan Na pada tanah berpirit yang telah teroksidasi memiliki nilai relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan tanah berpirit yang belum teroksidasi. Hal ini disebabkan oleh penjenuhan kompleks pertukaran oleh aluminium karena tingginya kelarutan Al3+ pada tanah berpirit yang telah mengalami proses oksidasi. Kation-kation tersebut terdorong ke larutan sehingga relatif lebih mudah tercuci dan lebih mudah kehilangan unsurunsur tersebut. Nilai K dan Na terlihat lebih rendah disebabkan oleh kation-kation monovalen dijerap lebih lemah bila dibandingkan dengan kation-kation divalen seperti Ca dan Mg.. Nilai kapasitas tukar kation pada tanah berpirit yang telah teroksidasi terlihat lebih rendah bila dibandingkan tanah berpirit yang belum mengalami proses oksidasi. Nilai rata-rata kapasitas tukar kation pada tanah berpirit yang belum teroksidasi yaitu 36,53 me/100 g, sedangkan nilai rata-rata kapasitas tukar kation pada tanah berpirit yang telah teroksidasi yaitu 23,00 me/100 g. Oksidasi pirit dapat terjadi pada saat musim kemarau dan mengakumulasi Fe(III). Oksidasi pirit pada musim hujan terjadi dengan menggunakan oksida dan Fe(III) yang terakumulasi sepanjang musim kemarau. Meskipun demikian, suplai oksigen juga akan menjadi faktor penentu laju oksidasi pirit. Material pirit yang terangkat oleh pembuatan surjan akan teroksidasi lebih intensif, dan menyebabkan pH sangat rendah dibanding bila material yang sama teroksidasi di lapisan yang tak terangkat. Oksidasi pirit terjadi sangat cepat pada lahan masih dalam kondisi 26 yang aerob, disebabkan oleh drainase yang terlalu berlebihan atau oleh kondisi musim kemarau yang ekstrim, maka kemasaman tanah akan meningkat. Sebaliknya oksidasi pirit akan terhenti dengan peningkatan muka air tanah. 4.6. Produksi Tanaman Kelapa Sawit Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel produksi disajikan pada Lampiran 14. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan di Lampiran 14 tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit berpengaruh nyata terhadap produksi. Berdasarkan hasil uji lanjut pada Lampiran 15, besarnya produksi tanaman kelapa sawit pada tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) dan tanah berpirit sedang (pirit 30-60 cm) berbeda nyata terhadap besarnya produksi tanaman kelapa sawit pada tanah berpirit dalam (pirit >60 cm), serta berbeda nyata terhadap besarnya produksi tanaman kelapa sawit pada tanah yang tidak berpirit. Dari Gambar 12 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) memiliki produksi yang paling rendah dengan nilai rata-rata 18.365 kg/ha, sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki produksi 14000 12000 18365 Kontrol >60 30-60 <30 6548 10000 14295 16000 15749 Kg/ha 18000 12130 20000 16895 22000 18094 16074 19086 24000 21075 18371 24777 yang paling tinggi dengan nilai rata-rata 24.777 kg/ha. 8000 6000 2007 2008 2009 Tahun Produksi Gambar 12. Pengaruh Pirit Terhadap Produksi Tanaman Kelapa Sawit (Tahun Tanam 2000) Produksi tanaman yang lebih rendah pada tanah berpirit dengan kedalaman <30 cm merupakan sebagai akibat dari meningkatnya kemasaman tanah, meningkatnya kadar Al-dd, dan unsur hara yang rendah. 27