TINJAUAN PUSTAKA Attacus atlas Attacus atlas digolongkan sebagai ulat sutera liar yang dapat menghasilkan serat sutera. Klasifikasi Attacus atlas, masuk dalam kelas insekta, ordo lepidoptera, famili saturniidae, genus Attacus, dan spesies Attacus atlas (Solihin & Fuah 2010). Attacus atlas merupakan serangga holometabola seperti halnya Bombyx mori, yaitu serangga yang mengalami metamorfosis sempurna dengan siklus hidup dimulai dari fase telur, larva (ulat), pupa dan imago (ngengat) (Solihin & Fuah 2010, Peigler 1989). Perbedaan siklus hidup ulat sutera liar dan domestikasi terletak pada jumlah instar dalam fase larva, Attacus atlas mengalami enam instar sedangkan Bombyx mori lima instar. Attacus atlas pertama kali ditemukan di Indonesia dan penyebarannya mulai dari Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) hingga ke Papua (Peigler 1989, Mahendran et al. 2006). Gambar 1 Siklus hidup Attacus atlas (Solihin & Fuah 2010). Ulat sutera liar Attacus atlas mempunyai banyak keunggulan karena sifatnya yang polifagus yaitu dapat memakan banyak sumber makanan, dapat memakan 90 genus tanaman dari 48 famili, dan polivoltin yaitu mengalami beberapa generasi dalam satu tahun (Peigler 1989). Beberapa diantaranya adalah daun sirsak (Annona muricata), srikaya (Annona squamusa), teh (Camellia 4 sinensis), kina (Chincoma siccirubra), dadap (Erythrina sp.), mangga (Mangifera indica L), jeruk (Citrus sp.), alpukat (Persea americana) dan lada (Piper sp.) (Solihin & Fuah 2010). Daun teh segar mempunyai komposisi diantaranya polipenol, kafein, asam amino, karbohidrat dan abu. Polifenol merupakan molekul autoflouresence yang dapat menghasilkan warna sendiri seperti pada lignin dan autoxidation seperti fenomena non enzymatic browning pada wortel. Polifenol adalah komponen terbesar dari daun teh diantaranya seperti katekin dan tanin. Tanin merupakan komponen sekunder dalam metabolisme yang dapat berinteraksi dengan protein dengan cara mengendapkannya (Hagerman 2002). Fenomena ini dimanfaatkan untuk penyamakan kulit dan pengawetan kayu karena tahan terhadap rayap dan jamur (Risnasari 2002). Kelenjar Sutera Kelenjar sutera adalah kelenjar penghasil serat sutera yang merupakan organ terbesar kedua dalam tubuh ulat sutera (Brasla & Matei 1997). Pada larva instar akhir (instar kelima pada Bombyx mori dan instar keenam pada Attacus atlas), kelenjar sutera menempati sebagian besar ventral lateral dari tubuh larva untuk persiapan proses pembentukan kokon. Kelenjar sutera terbagi dalam tiga bagian yaitu, 1. Kelenjar sutera posterior Kelenjar ini berfungsi mensintesis serat sutera (fibroin). Kelenjar ini membentuk lapisan di sekeliling posterior dari usus tengah sehingga kelenjar posterior ini sangat panjang dan berputar-putar dengan ketebalan yang seragam. 2. Kelenjar sutera bagian tengah Kelenjar ini berada diantara kelenjar posterior dan anterior. Pada kelenjar bagian tengah inilah protein serisin disekresikan. 3. Kelenjar sutera anterior Kelenjar anterior merupakan saluran tipis yang berperan dalam penggulungan protein sutera. Kelenjar anterior mempunyai tiga bagian yaitu depan, tengah dan belakang. Bagian depan diawali dengan tipis kemudian menebal, bagian tengah sangat tebal sedangkan bagian belakang mulanya tebal kemudian menipis. 5 Proses pembentukan filamen sutera dimulai dari sekresi protein di kelenjar sutera dan ekskresi filamen pada spineret. Menurut Atmosoedarjo et al. (2000), serat sutera terdiri dari protein serisin dan fibroin. Kedua protein ini saling bergabung menghasilkan serat yang dikeluarkan oleh spineret dan telah dilapisi lilin dari kelenjar filipi. Larva mengeluarkan cairan dengan merentang dan menggelengkan kepala sampai spineret menyentuh titik yang lain. Gerakan membentang dari kedua titik menghasilkan cairan menjadi serat. Gerakan ini dilakukan secara berulang-ulang sehingga membentuk filamen yang panjang. Filamen dikeluarkan larva untuk persiapan perlindungan pada fase pupa. Produk filamen ini berupa kokon. Gambar 2 merupakan gambar kelenjar sutera. 1 = Spineret; 2 = Kelenjar Filipi; 3 = Kelenjar Anterior; 4 = Kelenjar Tengah 5 = Kelenjar Posterior; 6 = Oesofagus 7 = Rektum Gambar 2 Kelenjar sutera (Brasla & Matei 1997) Protein Serisin Serat sutera alami terdiri dari dua jenis protein yaitu fibroin dan serisin (Fabiani et al. 1996). Protein fibroin merupakan protein serat sedangkan serisin merupakan perekatnya. Informasi mengenai serisin masih terbatas pada protein serisin Bombyx mori sehingga rujukan sebagian besar berasal dari jenis ulat sutera domestikasi tersebut. Serisin membungkus filamen yang sangat kecil yaitu serat fibroin pada kokon, bobotnya 20-30% dari bobot total kokon (Masahiro et al. 2000). Serisin merupakan jenis protein globular yang larut dalam air. Protein tersusun dari asam amino dengan urutan yang khas (Lehninger 1982). Protein serisin Bombyx mori terdiri dari 18 jenis asam amino yang sebagian besar merupakan kelompok senyawa polar kuat seperti senyawa yang mempunyai gugus hidroksil, karboksil dan amino (Wei et al. 2005). Serisin dari Bombyx mori kaya akan serina yaitu sebesar 32% dan asam aspartat 19% (Kwang 6 et al. 2003), akan tetapi Wu et al. (2007) menyatakan hasil serina sebesar 27,3%, asam aspartat 18,8%, glisina 10,7% dan sedikit mengandung sistin 0,3% serta triptofan 0,4%. Serisin merupakan protein dengan permukaan hidrofilik 70% dan hidrofobik 30%. Ekstraksi protein serisin yang berbeda akan menghasilkan persentase asam amino yang berbeda pula (Tabel 1) (Aramwit et al. 2010). Persentase asam amino protein serisin pada beberapa spesies berbeda ditampilkan pada Tabel 2. Tripoulas & Samols (1986) menyatakan bahwa RNA serisin melimpah pada instar akhir yaitu instar 5, berbeda dengan RNA fibroin yang berlimpah sama pada instar 4 dan 5 pada Bombyx mori. Okamoto et al. (1982), fibroin diproduksi dibagian posterior kelenjar sutera sedangkan serisin dibagian tengah kelenjar sutera. Tabel 1 Persentase asam amino protein serisin Bombyx mori dengan ekstraksi berbeda (Aramwit et al. 2010) Asam amino Asp Ser Glu Gly His Arg Thr Ala Pro Cys Tyr Val Met Lys Ile Leu Phe Panas 15,64 33,63 4,61 15,03 1,06 2,87 8,16 4,1 0,54 0,54 3,45 2,88 3,39 2,35 0,56 1 0,28 Metode Ekstraksi Protein Serisin Urea Asam 18,31 15,93 31,27 31,86 5,27 5,75 11,23 10,49 3,26 2,47 5,41 4,92 8,36 8,51 4,33 3,72 1,46 0,78 0,39 0,53 0,36 5,56 2,96 2,95 0,12 0,06 3,14 3,48 0,96 0,87 1,58 1,43 0,60 0,71 Alkali 19,88 30,01 5,93 11,01 1,72 4,92 6,49 4,21 1,24 0,23 5,24 2,94 0,15 2,89 0,75 1,56 0,81 7 Tabel 2 Persentase asam amino serisin dari beberapa spesies berbeda Asam amino Bombyx mori1 Asam aspartat Asam glutamat Serina Histidina Glisina Treonina Arginina Alanina Tirosina Metionina Valina Fenilalanina Isoleusina Leucina Lisina 12,99 4,28 19,03 0,99 24,37 5,25 3,04 15,31 4,13 0,11 3,36 0,69 1,83 2,00 2,08 Antheraea mylitta2 Antheraea yamamai3 Cricula trifenestrata4 0,00 7,14 23,17 16,13 22,93 14,71 3,43 3,52 2,32 0,00 1,21 0,00 1,33 1,49 2,63 0,00 10,00 22,35 0,00 22,96 14,57 0,00 7,78 4,32 0,00 3,83 0,00 6,54 7,65 0,00 0,00 1,62 42,93 0,00 22,44 14,13 3,13 5,29 7,66 0,00 0,00 0,00 0,86 1,19 0,76 1 ) Tokutake 1980, 2) Dash et al. 2007, 3) Cui et al. 2009, 4) Yamada & Tsubouchi 2001 Gambar 3 Skema susunan protein sutera (Gulrajani et al. 2008) Manfaat dan Aplikasi Serisin Kosmetik Kato et al. (1998) menyatakan serisin dapat menekan peroksidasi lemak, menghambat aktifitas tirosinase secara in vitro (polifenol oksidase) dan membantu aktifitas antioksidan pada kelompok senyawa yang mempunyai hidroksil. Tirosinase adalah proses yang bertanggungjawab terhadap biosintesis melanin kulit, sehingga serisin dapat dipergunakan dalam dunia kosmetik. Protein serisin merupakan protein larut dalam air yang mempunyai kemampuan luar biasa dalam 8 antioksidan, anti apoptotik dan anti inflamasi (Dash et al. 2008). Protein serisin dapat digunakan sebagai cream dan lotion pada kulit karena dapat meningkatkan elastisitas kulit, mencegah kekerutan dan penuaan dini (Padamwar & Pawar 2004). Padamwar et al. (2005), penggunaan serisin pada kulit dapat menurunkan nilai transepidermal water loss (TEWL). TEWL adalah salah satu penyebab kulit kering. Menurunnya nilai TEWL menyebabkan kadar air kulit terjaga karena tidak terjadi kehilangan air pada lapisan kulit terluar sehingga tektur kulit menjadi lebih halus. Hal ini menyebabkan kulit lebih elastis dan tidak mudah berkerut. Medis Masahiro et al. (2000) menyatakan bahwa serisin dapat meningkatkan kemampuan secara biologis Zn, Fe, Mg and Ca pada tikus dan disarankan untuk industri makanan karena mempunyai komposisi bahan alami penting. Serisin dapat dipergunakan untuk menghambat aktifitas radiasi UV yang menimbulkan bahaya akut pada tumor dengan menurunkan tekanan oksidatif pada kulit tikus yang tidak berambut. Masakazu et al. (2003) menemukan bahwa aktifitas serisin secara biologis dapat mencegah sel mati dan merangsang pertumbuhan sel baru. Protein serisin dapat digunakan untuk menyembuhkan luka dan menghambat penyebaran tumor (Zhaorigetu et al. 2003, Aramwit & Sangcakul 2007). Ekstraksi Protein Serisin Ekstraksi serisin dari hasil ikutan berupa air rebusan kokon perlu dilakukan karena menyebabkan polusi dengan tingkat COD (Chemical Oxygen Demand) dan BOD (Biological Oxygen Demand) tinggi. Protein serisin sebesar 6% per tahun dapat dihasilkan dari ekstraksi air rebusan kokon Bombyx mori (Gulrajani et al. 2008). Ekstraksi protein serisin dapat menurunkan kadar COD sebesar 8870 mg/l menjadi 260 mg/l dan BOD sebesar 4840 mg/l menjadi 158 mg/l (Vaithanomsat et al. 2008). Ada beberapa teknik ekstraksi serisin yang sudah dilakukan oleh para peneliti. Teknik ekstraksi terdiri dari degumming dan isolasi protein. Aini (2009) menyatakan bahwa degumming dengan penambahan NaOH 2 g/l (0,05 N), teepol 2 cc/l, sabun netral 2 g/l pada perebusan kokon Attacus atlas pada suhu 80oC selama 2 jam akan menghasilkan karakter serat sutera yang lebih baik dari sisi panjang serat dan bobotnya. Basa kuat NaOH 0,1 N adalah bahan pelarut untuk 9 degumming yang menghasilkan fibroin terbaik Cricula trifenestrata (Suriana 2011). Metode Kato (2000) yaitu kokon Attacus atlas mula-mula dicelupkan ke dalam air hangat dengan suhu sekitar 40oC untuk memisahkan partikel asing. Kokon kemudian dicelupkan dalam air panas dengan suhu 95-98 oC, dan selanjutnya direbus dalam larutan Na2CO3 2 g/l pada suhu 98-100 oC selama 3 jam. Kokon kemudian dicuci menggunakan air panas dengan suhu 95-98 oC, kemudian dicuci kembali dengan air hangat pada suhu sekitar 40 oC. Kokon diisolasi dengan etanol selama 5 hari sebelum digunakan untuk analisis karakteristik seratnya. Metode yang dikerjakan Cui et al. (2009) dalam mengekstraksi serisin kasar dari kokon Bombyx mori adalah dengan penambahan metanol (70% v/v perbandingan terhadap air) yang kemudian didiamkan pada suhu 25oC selama 10 hari. Hal ini untuk menghilangkan pigmen dan komponen non organik. Tahap selanjutnya adalah perebusan kokon pada suhu 98 oC selama 2 jam dengan penambahan 0,5% Na2CO3. Padamwar & Pawar (2004) menyatakan bahwa ekstraksi kokon Bombyx mori dengan autoklaf pada suhu 105oC selama 30 menit akan menghasilkan properti gel dan rendemen yang baik. Proses isolasi protein serisin yang berkembang pada dekade ini adalah menggunakan pelarut organik dan membran filtrasi. Metode isolasi protein serisin yang dilakukan Wu et al. (2007) adalah dengan menambahkan etanol absolut dingin (-18 oC) kedalam air rebusan hasil degumming. Etanol bersifat semi polar dengan gugus hidroksil yang dapat melarutkan beberapa senyawa ionik seperti sodium dan potasium hidroksida dan magnesium klorit (Shakhashiri 2009). Penambahan etanol absolut dilakukan sedikit demi sedikit sampai 75% (v/v) perbandingan dengan volume air rebusan hasil degumming, selanjutnya didiamkan semalaman pada suhu (-18 oC). Campuran serisin dan etanol kemudian disentrifugasi selama 20 menit pada 3500 rpm (rotate per minute). Tahap akhir adalah pengeringbekuan larutan dengan freeze drying. Gulrajani et al. (2008) memurnikan protein serisin dengan membran filtrasi. Metode tersebut diawali dengan sentrifugasi larutan hasil degumming pada 9000 rpm selama 60 menit. Supernatan yang terbentuk akan dibuang sedangkan endapannya akan disaring menggunakan filtrasi Wattman filter grade 1 (11 µm). Tahap selanjutnya adalah filtrasi menggunakan ultrafiltration (UF). Hasil filtrasi dengan UF akan di spray 10 drying dengan suhu inlet 180oC dan atomisasi 3 kg/cm2. Metode lain yang menggunakan membran filtrasi adalah Cui et al. (2009), tahap pertama air rebusan hasil degumming disimpan pada suhu 25oC selama 2 hari. Larutan tersebut kemudian difiltrasi dengan filtrasi kertas nomor 1, selanjutnya didialisis pada molecular weigth cut off (MWCO) 10.000 membran selama 3 hari. Isolat kemudian dikeringbekukan dengan lyophilization. Karakterisasi Protein Serisin Karakterisasi sifat kimia dari protein serisin sangat berguna untuk aplikasi serisin selanjutnya. Protein serisin dapat diekstraksi dari kokon (melalui proses degumming) dan kelenjar sutera tengah. Degumming menggunakan bahan pengurai seperti sabun, NaOH atau Na2CO3, sedangkan ekstraksi kelenjar sutera menggunakan reagen tissue extraction. Beberapa sifat kimia dari protein serisin adalah: a. Kelarutan Serisin dapat dibedakan berdasarkan kelarutannya, Padamwar & Pawar (2004) membaginya menjadi serisin A, serisin B dan serisin C. Serisin A merupakan lapisan terluar (outermost layer), tidak larut dalam air panas, dan mengandung 17,5% nitrogen dan asam amino seperti serina, treonin, glisina dan asam aspartat. Serisin B adalah lapisan tengah (middle layer), pada hidrolisis asam akan menghasilkan asam amino serisin A dan triptofan serta mengandung 16,8% nitrogen. Hidrolisis adalah reaksi kimia yang memecah molekul air menjadi atom hidrogen (H) dan gugus hidroksida (OH) melalui suatu proses kimia. Serisin C adalah lapisan terdalam dari serisin (innermost layer) yang berdekatan dengan fibroin. Serisin C tidak larut dalam air panas tapi akan larut dalam alkali atau asam panas. Serisin C akan menghasilkan prolin dan asam amino serisin B pada hidrolisis asam. Serisin C mengandung sulfur dan 16,6 % nitrogen. b. Bobot Molekul (BM) Bobot molekul merupakan salah satu penentu kemurnian protein serisin. Protein serisin mewakili kelompok protein dengan bobot molekul antara 10-310 kDa (Wei et al. 2005) dan mempunyai permukaan hidrofilik. Metode ekstraksi 11 yang berbeda akan menghasilkan BM yang berbeda pula. Aramwit et al. (2010), ekstraksi dengan urea akan menghasilkan kisaran BM protein serisin antara 10250 kDa, ekstraksi dengan asam menghasilkan kisaran 50-150 kDa, ekstraksi dengan alkali menghasilkan kisaran 15-75 kDa, sedangkan ekstraksi dengan temperatur dan tekanan tinggi akan menghasilkan BM dengan kisaran 25-150 kDa. Takasu et al. (2010), kisaran BM protein serisin dibagi menjadi empat bagian yaitu, di atas 250 kDa pada Ser1, 250 kDa pada Ser3, 225-230 kDa pada Ser2-large dan di bawah 130 kDa pada Ser2-small. Wu et al. (2007) menyatakan bahwa bobot molekul serisin Bombyx mori berkisar 6 kDa dengan resolving gel 12,5% dan stacking gel 4%. Salah satu metode yang sering digunakan dalam menentukan bobot molekul adalah metode elektroforesis dengan Sodium dodecyl sulfate polyacrylamide gel electrophoresis (SDS–PAGE) dan pewarnaan silver (Laemmli 1970). Marker yang digunakan adalah standar protein dengan ukuran bobot molekul tertentu seperti phosphorylase B (97 kDa), bovine serum albumin (66 kDa), ovalbumin (43 kDa), carbonic anhydrase (31 kDa), soy trypsin inhibitor (22 kDa), dan lysozyme (14 kDa) serta paket protein standar yang dikeluarkan suatu perusahaan. c. Persentase Protein Komposisi utama serisin Bombyx mori menurut Wu et al. (2007) adalah protein (91,6%), abu (4,2%) dan gula (0,93%), sedangkan menurut Gulrajani et al. (2008) adalah protein (58-62 %), nitrogen (9-10 %), dan abu (22%). Kedua komposisi serisin di atas berbeda karena metode yang digunakan berbeda. Wu et al. (2007) menggunakan pelarut organik dalam mendapatkan serisin murni, sedangkan Gulrajani et al. (2008) menggunakan membran filtrasi. Beberapa metode yang digunakan untuk pengukuran kadar protein adalah: - Kjeldahl Persentase nitrogen dalam serisin murni dapat digunakan untuk menduga persentase proteinnya, yaitu dengan mengalikan persentase nitrogen dengan faktor koreksi 6,25 (Apriyantono et al. 1989). Salah satu cara yang dilakukan untuk mengetahui persentase nitrogen adalah dengan metode Kjeldahl yang terbagi tiga tahap yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. 12 - Lowry (Apriyantono et al. 1989) Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret tetapi mempunyai sensitifitas 100 kali lebih baik dibandingkan dengan metode biuret. Prinsip kerjanya adalah terjadi reaksi antara Cu2+ dengan ikatan peptida dan reduksi asam fosfomolibdat dan asam fosfotungsat oleh tirosin dan triptofan (merupakan residu protein) akan menghasilkan warna biru. Warna yang terbentuk tergantung pada kadar tirosina dan triptofan dalam protein. d. Analisis Asam Amino High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan salah satu teknik yang banyak digunakan dalam memisahkan asam amino penyusun protein. HPLC menggunakan tekanan tinggi untuk merusak aktifitas biologis protein dibagian struktur tersiernya. Kerja HPLC dimulai dengan memasukkan sampel yang telah dipreparasi ke injektor. Sampel bersama fase bergerak akan masuk ke bagian kolom. Pergerakan sampel dalam kolom akan diperlambat oleh bahan kimia khusus sebagai fase diam di kolom. Kecepatan gerak sampel sangat tergantung dari sifat sampel dan komposisi fase diam dalam kolom. Waktu yang dibutuhkan sampel untuk keluar dari kolom disebut waktu tinggal (retention time). Waktu retensi yang dihasilkan sampel merupakan identifikasi dari karakteristik sampel tersebut. Penggunaan ukuran kolom yang lebih kecil akan menciptakan back pressure yang lebih besar untuk menambah kecepatan linier komponen sampel. Hal ini akan meningkatkan resolusi dari kromatogram (Cazes 2005). Bahan kimia khusus yang digunakan bersifat meningkatkan homogenitas larutan sampel, yang terdiri dari air dan bahan organik seperti metanol dan asetonnitril. Air yang digunakan bersifat sebagai buffer untuk membantu pemisahan komponen-komponen sampel. e. Surface tension Surface tension adalah tegangan permukaan dari fasa liquid (cair). Banyak fenomena yang menggambarkan tentang surface tension, dan diantaranya yang memanfaatkan fenomena tersebut adalah surfaktan (surface active agent) dengan cara menurunkan tegangan permukaan. Surfaktan mempunyai dua sisi (ampifilik) yaitu rantai polar dan non polar dengan komposisi seimbang (Salanger 2002). 13 Tegangan permukaan yang kecil dapat dimanfaatkan untuk banyak hal. Suryani et al. (2008), penambahan alkil poliglikosida (APG) sebanyak 10 mg/ml dapat menurunkan tegangan permukaan air sampai 23,375 dyne/cm. APG adalah surfaktan berbahan pati sagu dan alkohol lemak kelapa dengan mengubah sumber patinya dari kentang menjadi pati sagu dan netralisasi dengan NaOH. APG dipergunakan sebagai bahan tambahan pada herbisida untuk meningkatkan penetrasi bahan aktif herbisida kedalam tanaman dan mengendalikan gulma jenis rumput-rumputan. Tegangan permukaan dari beberapa bahan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Tegangan permukaan berbagai cairan (Wikipedia 2012) Cairan Asam asetat Asam asetat (40,1%) + air Asam asetat (10%) + air Aseton Dietil eter Etanol Etanol (40%) + air Etanol (11,1%) + air Gliserol n- hesana Asam hidroklorit 17,7 M Isopropanol Nitrogen cair Merkuri Metanol n-oktana Sodium klorit 6 M Sukrosa (55%) + air Air Air Air Air Toluen Suhu (oC) 20 30 30 20 20 20 25 25 20 20 20 20 -196 15 20 20 20 20 0 25 50 100 25 Tegangan permukaan (dyne/cm) 27,6 40,65 54,56 23,7 17 22,27 29,63 46,03 63 18,4 65,95 21,7 8,85 487 22,6 21,8 82,5 76,45 75,64 71,97 67,91 58,85 27,73 Response surface methodology (RSM) Metodologi respon permukaan (Response Surface Methodology) adalah suatu kumpulan teknik-teknik statistika dan matematika yang digunakan untuk menganalisis permasalahan tentang variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel tak bebas atau respon dengan tujuan untuk mengoptimasi respon (Gasperz 1992). RSM dapat digunakan untuk mencari suatu fungsi pendekatan yang cocok untuk meramalkan respon dan menentukan nilai-nilai dari variabel 14 bebas yang dapat mengoptimumkan respon. Hasil analisis RSM ditampilkan dalam bentuk kontur yang menghasilkan titik optimum berupa optimasi maksimum, minimum atau saddle point. Tahap yang paling penting dalam RSM adalah menentukan daerah optimum (Myers 1971). Daerah optimum dapat diperoleh dari data percobaan sebelumnya tapi jika belum ada maka menggunakan steepest ascent methode (Gasperz 1992) yang sering disebut dengan respon ordo pertama. Respon ordo pertama akan menghasilkan daerah optimum yang dipakai sebagai titik pusat dari respon ordo kedua. Desain respon ordo pertama dan kedua dapat dibantu dengan program software seperti Design Expert, JMP dan Statgraphics. Akan tetapi baru-baru ini ada program baru yang menyediakan semua menu penting untuk RSM seperti pilihan desain, rsm’s ccd.pick (central composite design) yang dapat didesain sendiri (Lenth 2010). Program tersebut adalah R versi 2.11.1 dengan packages 1.40. 15