tinjauan pustaka

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Attacus atlas
Attacus atlas digolongkan sebagai ulat sutera liar yang dapat menghasilkan
serat sutera. Klasifikasi Attacus atlas, masuk dalam kelas insekta, ordo
lepidoptera, famili saturniidae, genus Attacus, dan spesies Attacus atlas (Solihin
& Fuah 2010). Attacus atlas merupakan serangga holometabola seperti halnya
Bombyx mori, yaitu serangga yang mengalami metamorfosis sempurna dengan
siklus hidup dimulai dari fase telur, larva (ulat), pupa dan imago (ngengat)
(Solihin & Fuah 2010, Peigler 1989). Perbedaan siklus hidup ulat sutera liar dan
domestikasi terletak pada jumlah instar dalam fase larva, Attacus atlas mengalami
enam instar sedangkan Bombyx mori lima instar. Attacus atlas pertama kali
ditemukan di Indonesia dan penyebarannya mulai dari Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD) hingga ke Papua (Peigler 1989, Mahendran et al. 2006).
Gambar 1 Siklus hidup Attacus atlas (Solihin & Fuah 2010).
Ulat sutera liar Attacus atlas mempunyai banyak keunggulan karena
sifatnya yang polifagus yaitu dapat memakan banyak sumber makanan, dapat
memakan 90 genus tanaman dari 48 famili, dan polivoltin yaitu mengalami
beberapa generasi dalam satu tahun (Peigler 1989). Beberapa diantaranya adalah
daun sirsak (Annona muricata), srikaya (Annona squamusa), teh (Camellia
4
sinensis), kina (Chincoma siccirubra), dadap (Erythrina sp.), mangga (Mangifera
indica L), jeruk (Citrus sp.), alpukat (Persea americana) dan lada (Piper sp.)
(Solihin & Fuah 2010). Daun teh segar mempunyai komposisi diantaranya
polipenol, kafein, asam amino, karbohidrat dan abu. Polifenol merupakan molekul
autoflouresence yang dapat menghasilkan warna sendiri seperti pada lignin dan
autoxidation seperti fenomena non enzymatic browning pada wortel. Polifenol
adalah komponen terbesar dari daun teh diantaranya seperti katekin dan tanin.
Tanin merupakan komponen sekunder dalam metabolisme yang dapat berinteraksi
dengan protein dengan cara mengendapkannya (Hagerman 2002). Fenomena ini
dimanfaatkan untuk penyamakan kulit dan pengawetan kayu karena tahan
terhadap rayap dan jamur (Risnasari 2002).
Kelenjar Sutera
Kelenjar sutera adalah kelenjar penghasil serat sutera yang merupakan organ
terbesar kedua dalam tubuh ulat sutera (Brasla & Matei 1997). Pada larva instar
akhir (instar kelima pada Bombyx mori dan instar keenam pada Attacus atlas),
kelenjar sutera menempati sebagian besar ventral lateral dari tubuh larva untuk
persiapan proses pembentukan kokon. Kelenjar sutera terbagi dalam tiga bagian
yaitu,
1. Kelenjar sutera posterior
Kelenjar ini berfungsi mensintesis serat sutera (fibroin). Kelenjar ini
membentuk lapisan di sekeliling posterior dari usus tengah sehingga kelenjar
posterior ini sangat panjang dan berputar-putar dengan ketebalan yang
seragam.
2. Kelenjar sutera bagian tengah
Kelenjar ini berada diantara kelenjar posterior dan anterior. Pada kelenjar
bagian tengah inilah protein serisin disekresikan.
3. Kelenjar sutera anterior
Kelenjar anterior merupakan saluran tipis yang berperan dalam penggulungan
protein sutera. Kelenjar anterior mempunyai tiga bagian yaitu depan, tengah
dan belakang. Bagian depan diawali dengan tipis kemudian menebal, bagian
tengah sangat tebal sedangkan bagian belakang mulanya tebal kemudian
menipis.
5
Proses pembentukan filamen sutera dimulai dari sekresi protein di kelenjar
sutera dan ekskresi filamen pada spineret. Menurut Atmosoedarjo et al. (2000),
serat sutera terdiri dari protein serisin dan fibroin. Kedua protein ini saling
bergabung menghasilkan serat yang dikeluarkan oleh spineret dan telah dilapisi
lilin dari kelenjar filipi. Larva mengeluarkan cairan dengan merentang dan
menggelengkan kepala sampai spineret menyentuh titik yang lain. Gerakan
membentang dari kedua titik menghasilkan cairan menjadi serat. Gerakan ini
dilakukan secara berulang-ulang sehingga membentuk filamen yang panjang.
Filamen dikeluarkan larva untuk persiapan perlindungan pada fase pupa. Produk
filamen ini berupa kokon. Gambar 2 merupakan gambar kelenjar sutera.
1 = Spineret;
2 = Kelenjar Filipi;
3 = Kelenjar Anterior; 4 = Kelenjar Tengah
5 = Kelenjar Posterior; 6 = Oesofagus
7 = Rektum
Gambar 2 Kelenjar sutera (Brasla & Matei 1997)
Protein Serisin
Serat sutera alami terdiri dari dua jenis protein yaitu fibroin dan serisin
(Fabiani et al. 1996). Protein fibroin merupakan protein serat sedangkan serisin
merupakan perekatnya. Informasi mengenai serisin masih terbatas pada protein
serisin Bombyx mori sehingga rujukan sebagian besar berasal dari jenis ulat sutera
domestikasi tersebut. Serisin membungkus filamen yang sangat kecil yaitu serat
fibroin pada kokon, bobotnya 20-30% dari bobot total kokon (Masahiro et al.
2000). Serisin merupakan jenis protein globular yang larut dalam air.
Protein tersusun dari asam amino dengan urutan yang khas (Lehninger
1982). Protein serisin Bombyx mori terdiri dari 18 jenis asam amino yang
sebagian besar merupakan kelompok senyawa polar kuat seperti senyawa yang
mempunyai gugus hidroksil, karboksil dan amino (Wei et al. 2005). Serisin dari
Bombyx mori kaya akan serina yaitu sebesar 32% dan asam aspartat 19% (Kwang
6
et al. 2003), akan tetapi Wu et al. (2007) menyatakan hasil serina sebesar 27,3%,
asam aspartat 18,8%, glisina 10,7% dan sedikit mengandung sistin 0,3% serta
triptofan 0,4%. Serisin merupakan protein dengan permukaan hidrofilik 70% dan
hidrofobik 30%. Ekstraksi protein serisin yang berbeda akan menghasilkan
persentase asam amino yang berbeda pula (Tabel 1) (Aramwit et al. 2010).
Persentase asam amino protein serisin pada beberapa spesies berbeda ditampilkan
pada Tabel 2.
Tripoulas & Samols (1986) menyatakan bahwa RNA serisin melimpah pada
instar akhir yaitu instar 5, berbeda dengan RNA fibroin yang berlimpah sama
pada instar 4 dan 5 pada Bombyx mori. Okamoto et al. (1982), fibroin diproduksi
dibagian posterior kelenjar sutera sedangkan serisin dibagian tengah kelenjar
sutera.
Tabel 1 Persentase asam amino protein serisin Bombyx mori dengan ekstraksi
berbeda (Aramwit et al. 2010)
Asam amino
Asp
Ser
Glu
Gly
His
Arg
Thr
Ala
Pro
Cys
Tyr
Val
Met
Lys
Ile
Leu
Phe
Panas
15,64
33,63
4,61
15,03
1,06
2,87
8,16
4,1
0,54
0,54
3,45
2,88
3,39
2,35
0,56
1
0,28
Metode Ekstraksi Protein Serisin
Urea
Asam
18,31
15,93
31,27
31,86
5,27
5,75
11,23
10,49
3,26
2,47
5,41
4,92
8,36
8,51
4,33
3,72
1,46
0,78
0,39
0,53
0,36
5,56
2,96
2,95
0,12
0,06
3,14
3,48
0,96
0,87
1,58
1,43
0,60
0,71
Alkali
19,88
30,01
5,93
11,01
1,72
4,92
6,49
4,21
1,24
0,23
5,24
2,94
0,15
2,89
0,75
1,56
0,81
7
Tabel 2 Persentase asam amino serisin dari beberapa spesies berbeda
Asam amino
Bombyx
mori1
Asam aspartat
Asam glutamat
Serina
Histidina
Glisina
Treonina
Arginina
Alanina
Tirosina
Metionina
Valina
Fenilalanina
Isoleusina
Leucina
Lisina
12,99
4,28
19,03
0,99
24,37
5,25
3,04
15,31
4,13
0,11
3,36
0,69
1,83
2,00
2,08
Antheraea
mylitta2
Antheraea
yamamai3
Cricula
trifenestrata4
0,00
7,14
23,17
16,13
22,93
14,71
3,43
3,52
2,32
0,00
1,21
0,00
1,33
1,49
2,63
0,00
10,00
22,35
0,00
22,96
14,57
0,00
7,78
4,32
0,00
3,83
0,00
6,54
7,65
0,00
0,00
1,62
42,93
0,00
22,44
14,13
3,13
5,29
7,66
0,00
0,00
0,00
0,86
1,19
0,76
1
) Tokutake 1980, 2) Dash et al. 2007, 3) Cui et al. 2009, 4) Yamada & Tsubouchi 2001
Gambar 3 Skema susunan protein sutera (Gulrajani et al. 2008)
Manfaat dan Aplikasi Serisin
Kosmetik
Kato et al. (1998) menyatakan serisin dapat menekan peroksidasi lemak,
menghambat aktifitas tirosinase secara in vitro (polifenol oksidase) dan membantu
aktifitas antioksidan pada kelompok senyawa yang mempunyai hidroksil.
Tirosinase adalah proses yang bertanggungjawab terhadap biosintesis melanin
kulit, sehingga serisin dapat dipergunakan dalam dunia kosmetik. Protein serisin
merupakan protein larut dalam air yang mempunyai kemampuan luar biasa dalam
8
antioksidan, anti apoptotik dan anti inflamasi (Dash et al. 2008). Protein serisin
dapat digunakan sebagai cream dan lotion pada kulit karena dapat meningkatkan
elastisitas kulit, mencegah kekerutan dan penuaan dini (Padamwar & Pawar
2004). Padamwar et al. (2005), penggunaan serisin pada kulit dapat menurunkan
nilai transepidermal water loss (TEWL). TEWL adalah salah satu penyebab kulit
kering. Menurunnya nilai TEWL menyebabkan kadar air kulit terjaga karena tidak
terjadi kehilangan air pada lapisan kulit terluar sehingga tektur kulit menjadi lebih
halus. Hal ini menyebabkan kulit lebih elastis dan tidak mudah berkerut.
Medis
Masahiro et al. (2000) menyatakan bahwa serisin dapat meningkatkan
kemampuan secara biologis Zn, Fe, Mg and Ca pada tikus dan disarankan untuk
industri makanan karena mempunyai komposisi bahan alami penting. Serisin
dapat dipergunakan untuk menghambat aktifitas radiasi UV yang menimbulkan
bahaya akut pada tumor dengan menurunkan tekanan oksidatif pada kulit tikus
yang tidak berambut. Masakazu et al. (2003) menemukan bahwa aktifitas serisin
secara biologis dapat mencegah sel mati dan merangsang pertumbuhan sel baru.
Protein serisin dapat digunakan untuk menyembuhkan luka dan menghambat
penyebaran tumor (Zhaorigetu et al. 2003, Aramwit & Sangcakul 2007).
Ekstraksi Protein Serisin
Ekstraksi serisin dari hasil ikutan berupa air rebusan kokon perlu dilakukan
karena menyebabkan polusi dengan tingkat COD (Chemical Oxygen Demand)
dan BOD (Biological Oxygen Demand) tinggi. Protein serisin sebesar 6% per
tahun dapat dihasilkan dari ekstraksi air rebusan kokon Bombyx mori (Gulrajani et
al. 2008). Ekstraksi protein serisin dapat menurunkan kadar COD sebesar 8870
mg/l menjadi 260 mg/l dan BOD sebesar 4840 mg/l menjadi 158 mg/l
(Vaithanomsat et al. 2008).
Ada beberapa teknik ekstraksi serisin yang sudah dilakukan oleh para
peneliti. Teknik ekstraksi terdiri dari degumming dan isolasi protein. Aini (2009)
menyatakan bahwa degumming dengan penambahan NaOH 2 g/l (0,05 N), teepol
2 cc/l, sabun netral 2 g/l pada perebusan kokon Attacus atlas pada suhu 80oC
selama 2 jam akan menghasilkan karakter serat sutera yang lebih baik dari sisi
panjang serat dan bobotnya. Basa kuat NaOH 0,1 N adalah bahan pelarut untuk
9
degumming yang menghasilkan fibroin terbaik Cricula trifenestrata (Suriana
2011). Metode Kato (2000) yaitu kokon Attacus atlas mula-mula dicelupkan ke
dalam air hangat dengan suhu sekitar 40oC untuk memisahkan partikel asing.
Kokon kemudian dicelupkan dalam air panas dengan suhu 95-98 oC, dan
selanjutnya direbus dalam larutan Na2CO3 2 g/l pada suhu 98-100 oC selama 3
jam. Kokon kemudian dicuci menggunakan air panas dengan suhu 95-98 oC,
kemudian dicuci kembali dengan air hangat pada suhu sekitar 40 oC. Kokon
diisolasi dengan etanol selama 5 hari sebelum digunakan untuk analisis
karakteristik seratnya. Metode yang dikerjakan Cui et al. (2009) dalam
mengekstraksi serisin kasar dari kokon Bombyx mori adalah dengan penambahan
metanol (70% v/v perbandingan terhadap air) yang kemudian didiamkan pada
suhu 25oC selama 10 hari. Hal ini untuk menghilangkan pigmen dan komponen
non organik. Tahap selanjutnya adalah perebusan kokon pada suhu 98 oC selama 2
jam dengan penambahan 0,5% Na2CO3. Padamwar & Pawar (2004) menyatakan
bahwa ekstraksi kokon Bombyx mori dengan autoklaf pada suhu 105oC selama 30
menit akan menghasilkan properti gel dan rendemen yang baik.
Proses isolasi protein serisin yang berkembang pada dekade ini adalah
menggunakan pelarut organik dan membran filtrasi. Metode isolasi protein serisin
yang dilakukan Wu et al. (2007) adalah dengan menambahkan etanol absolut
dingin (-18 oC) kedalam air rebusan hasil degumming. Etanol bersifat semi polar
dengan gugus hidroksil yang dapat melarutkan beberapa senyawa ionik seperti
sodium dan potasium hidroksida dan magnesium klorit (Shakhashiri 2009).
Penambahan etanol absolut dilakukan sedikit demi sedikit sampai 75% (v/v)
perbandingan dengan volume air rebusan hasil degumming, selanjutnya
didiamkan semalaman pada suhu (-18 oC). Campuran serisin dan etanol kemudian
disentrifugasi selama 20 menit pada 3500 rpm (rotate per minute). Tahap akhir
adalah pengeringbekuan larutan dengan freeze drying. Gulrajani et al. (2008)
memurnikan protein serisin dengan membran filtrasi. Metode tersebut diawali
dengan sentrifugasi larutan hasil degumming pada 9000 rpm selama 60 menit.
Supernatan yang terbentuk akan dibuang sedangkan endapannya akan disaring
menggunakan filtrasi Wattman filter grade 1 (11 µm). Tahap selanjutnya adalah
filtrasi menggunakan ultrafiltration (UF). Hasil filtrasi dengan UF akan di spray
10
drying dengan suhu inlet 180oC dan atomisasi 3 kg/cm2. Metode lain yang
menggunakan membran filtrasi adalah Cui et al. (2009), tahap pertama air rebusan
hasil degumming disimpan pada suhu 25oC selama 2 hari. Larutan tersebut
kemudian difiltrasi dengan filtrasi kertas nomor 1, selanjutnya didialisis pada
molecular weigth cut off (MWCO) 10.000 membran selama 3 hari. Isolat
kemudian dikeringbekukan dengan lyophilization.
Karakterisasi Protein Serisin
Karakterisasi sifat kimia dari protein serisin sangat berguna untuk aplikasi
serisin selanjutnya. Protein serisin dapat diekstraksi dari kokon (melalui proses
degumming) dan kelenjar sutera tengah. Degumming menggunakan bahan
pengurai seperti sabun, NaOH atau Na2CO3, sedangkan ekstraksi kelenjar sutera
menggunakan reagen tissue extraction. Beberapa sifat kimia dari protein serisin
adalah:
a. Kelarutan
Serisin dapat dibedakan berdasarkan kelarutannya, Padamwar & Pawar
(2004) membaginya menjadi serisin A, serisin B dan serisin C. Serisin A
merupakan lapisan terluar (outermost layer), tidak larut dalam air panas, dan
mengandung 17,5% nitrogen dan asam amino seperti serina, treonin, glisina dan
asam aspartat. Serisin B adalah lapisan tengah (middle layer), pada hidrolisis
asam akan menghasilkan asam amino serisin A dan triptofan serta mengandung
16,8% nitrogen. Hidrolisis adalah reaksi kimia yang memecah molekul air
menjadi atom hidrogen (H) dan gugus hidroksida (OH) melalui suatu proses
kimia. Serisin C adalah lapisan terdalam dari serisin (innermost layer) yang
berdekatan dengan fibroin. Serisin C tidak larut dalam air panas tapi akan larut
dalam alkali atau asam panas. Serisin C akan menghasilkan prolin dan asam
amino serisin B pada hidrolisis asam. Serisin C mengandung sulfur dan 16,6 %
nitrogen.
b. Bobot Molekul (BM)
Bobot molekul merupakan salah satu penentu kemurnian protein serisin.
Protein serisin mewakili kelompok protein dengan bobot molekul antara 10-310
kDa (Wei et al. 2005) dan mempunyai permukaan hidrofilik. Metode ekstraksi
11
yang berbeda akan menghasilkan BM yang berbeda pula. Aramwit et al. (2010),
ekstraksi dengan urea akan menghasilkan kisaran BM protein serisin antara 10250 kDa, ekstraksi dengan asam menghasilkan kisaran 50-150 kDa, ekstraksi
dengan alkali menghasilkan kisaran 15-75 kDa, sedangkan ekstraksi dengan
temperatur dan tekanan tinggi akan menghasilkan BM dengan kisaran 25-150
kDa. Takasu et al. (2010), kisaran BM protein serisin dibagi menjadi empat
bagian yaitu, di atas 250 kDa pada Ser1, 250 kDa pada Ser3, 225-230 kDa pada
Ser2-large dan di bawah 130 kDa pada Ser2-small.
Wu et al. (2007) menyatakan bahwa bobot molekul serisin Bombyx mori
berkisar 6 kDa dengan resolving gel 12,5% dan stacking gel 4%. Salah satu
metode yang sering digunakan dalam menentukan bobot molekul adalah metode
elektroforesis dengan Sodium dodecyl sulfate polyacrylamide gel electrophoresis
(SDS–PAGE) dan pewarnaan silver (Laemmli 1970). Marker yang digunakan
adalah standar protein dengan ukuran bobot molekul tertentu seperti
phosphorylase B (97 kDa), bovine serum albumin (66 kDa), ovalbumin (43 kDa),
carbonic anhydrase (31 kDa), soy trypsin inhibitor (22 kDa), dan lysozyme (14
kDa) serta paket protein standar yang dikeluarkan suatu perusahaan.
c. Persentase Protein
Komposisi utama serisin Bombyx mori menurut Wu et al. (2007) adalah
protein (91,6%), abu (4,2%) dan gula (0,93%), sedangkan menurut Gulrajani et al.
(2008) adalah protein (58-62 %), nitrogen (9-10 %), dan abu (22%). Kedua
komposisi serisin di atas berbeda karena metode yang digunakan berbeda. Wu et
al. (2007) menggunakan pelarut organik dalam mendapatkan serisin murni,
sedangkan Gulrajani et al. (2008) menggunakan membran filtrasi.
Beberapa metode yang digunakan untuk pengukuran kadar protein adalah:
- Kjeldahl
Persentase nitrogen dalam serisin murni dapat digunakan untuk menduga
persentase proteinnya, yaitu dengan mengalikan persentase nitrogen dengan faktor
koreksi 6,25 (Apriyantono et al. 1989). Salah satu cara yang dilakukan untuk
mengetahui persentase nitrogen adalah dengan metode Kjeldahl yang terbagi tiga
tahap yaitu destruksi, destilasi dan titrasi.
12
- Lowry (Apriyantono et al. 1989)
Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret tetapi
mempunyai sensitifitas 100 kali lebih baik dibandingkan dengan metode biuret.
Prinsip kerjanya adalah terjadi reaksi antara Cu2+ dengan ikatan peptida dan
reduksi asam fosfomolibdat dan asam fosfotungsat oleh tirosin dan triptofan
(merupakan residu protein) akan menghasilkan warna biru. Warna yang terbentuk
tergantung pada kadar tirosina dan triptofan dalam protein.
d. Analisis Asam Amino
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan salah satu
teknik yang banyak digunakan dalam memisahkan asam amino penyusun protein.
HPLC menggunakan tekanan tinggi untuk merusak aktifitas biologis protein
dibagian struktur tersiernya. Kerja HPLC dimulai dengan memasukkan sampel
yang telah dipreparasi ke injektor. Sampel bersama fase bergerak akan masuk ke
bagian kolom. Pergerakan sampel dalam kolom akan diperlambat oleh bahan
kimia khusus sebagai fase diam di kolom. Kecepatan gerak sampel sangat
tergantung dari sifat sampel dan komposisi fase diam dalam kolom. Waktu yang
dibutuhkan sampel untuk keluar dari kolom disebut waktu tinggal (retention
time). Waktu retensi yang dihasilkan sampel merupakan identifikasi dari
karakteristik sampel tersebut. Penggunaan ukuran kolom yang lebih kecil akan
menciptakan back pressure yang lebih besar untuk menambah kecepatan linier
komponen sampel. Hal ini akan meningkatkan resolusi dari kromatogram (Cazes
2005).
Bahan kimia khusus yang digunakan bersifat meningkatkan homogenitas
larutan sampel, yang terdiri dari air dan bahan organik seperti metanol dan
asetonnitril. Air yang digunakan bersifat sebagai buffer untuk membantu
pemisahan komponen-komponen sampel.
e. Surface tension
Surface tension adalah tegangan permukaan dari fasa liquid (cair). Banyak
fenomena yang menggambarkan tentang surface tension, dan diantaranya yang
memanfaatkan fenomena tersebut adalah surfaktan (surface active agent) dengan
cara menurunkan tegangan permukaan. Surfaktan mempunyai dua sisi (ampifilik)
yaitu rantai polar dan non polar dengan komposisi seimbang (Salanger 2002).
13
Tegangan permukaan yang kecil dapat dimanfaatkan untuk banyak hal. Suryani et
al. (2008), penambahan alkil poliglikosida (APG) sebanyak 10 mg/ml dapat
menurunkan tegangan permukaan air sampai 23,375 dyne/cm. APG adalah
surfaktan berbahan pati sagu dan alkohol lemak kelapa dengan mengubah sumber
patinya dari kentang menjadi pati sagu dan netralisasi dengan NaOH. APG
dipergunakan sebagai bahan tambahan pada herbisida untuk meningkatkan
penetrasi bahan aktif herbisida kedalam tanaman dan mengendalikan gulma jenis
rumput-rumputan. Tegangan permukaan dari beberapa bahan dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3 Tegangan permukaan berbagai cairan (Wikipedia 2012)
Cairan
Asam asetat
Asam asetat (40,1%) + air
Asam asetat (10%) + air
Aseton
Dietil eter
Etanol
Etanol (40%) + air
Etanol (11,1%) + air
Gliserol
n- hesana
Asam hidroklorit 17,7 M
Isopropanol
Nitrogen cair
Merkuri
Metanol
n-oktana
Sodium klorit 6 M
Sukrosa (55%) + air
Air
Air
Air
Air
Toluen
Suhu (oC)
20
30
30
20
20
20
25
25
20
20
20
20
-196
15
20
20
20
20
0
25
50
100
25
Tegangan permukaan (dyne/cm)
27,6
40,65
54,56
23,7
17
22,27
29,63
46,03
63
18,4
65,95
21,7
8,85
487
22,6
21,8
82,5
76,45
75,64
71,97
67,91
58,85
27,73
Response surface methodology (RSM)
Metodologi respon permukaan (Response Surface Methodology) adalah
suatu kumpulan teknik-teknik statistika dan matematika yang digunakan untuk
menganalisis permasalahan tentang variabel bebas yang berpengaruh terhadap
variabel tak bebas atau respon dengan tujuan untuk mengoptimasi respon
(Gasperz 1992). RSM dapat digunakan untuk mencari suatu fungsi pendekatan
yang cocok untuk meramalkan respon dan menentukan nilai-nilai dari variabel
14
bebas yang dapat mengoptimumkan respon. Hasil analisis RSM ditampilkan
dalam bentuk kontur yang menghasilkan titik optimum berupa optimasi
maksimum, minimum atau saddle point.
Tahap yang paling penting dalam RSM adalah menentukan daerah optimum
(Myers 1971). Daerah optimum dapat diperoleh dari data percobaan sebelumnya
tapi jika belum ada maka menggunakan steepest ascent methode (Gasperz 1992)
yang sering disebut dengan respon ordo pertama. Respon ordo pertama akan
menghasilkan daerah optimum yang dipakai sebagai titik pusat dari respon ordo
kedua. Desain respon ordo pertama dan kedua dapat dibantu dengan program
software seperti Design Expert, JMP dan Statgraphics. Akan tetapi baru-baru ini
ada program baru yang menyediakan semua menu penting untuk RSM seperti
pilihan desain, rsm’s ccd.pick (central composite design) yang dapat didesain
sendiri (Lenth 2010). Program tersebut adalah R versi 2.11.1 dengan packages
1.40.
15
Download