BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia, karena permintaan akan minyak goreng dan derivatnya di dalam negeri terus meningkat sejalan dengan meningkatnya standar ekonomi masyarakat. Tanaman ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi karena merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati. Bagi Indonesia, kelapa sawit memiliki arti penting karena mampu menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat dan sebagai sumber perolehan devisa negara. Semakin luasnya perkebunan kelapa sawit akan diikuti dengan peningkatan produksi dan jumlah limbah kelapa sawit (Fauzia et al., 2002). Kelapa sawit hanya dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada kawasan beriklim tropis seperti Indonesia. Perkebunan kelapa sawit komersial pertama di Indonesia mulai diusahakan pada tahun 1911 di Aceh dan Sumatera Utara oleh Adrian Hallet, seorang berkebangsaan Belgia (Hadi, 2004). Luas perkebunan sawit di Indonesia saat ini mencapai sekitar 9,3 juta ha, dimana sekitar 40% diusahakan oleh petani, sedangkan sisanya dikuasai perusahaan swasta dan BUMN. Tahun 2013 produksi minyak sawit di Indonesia diperkirakan mencapai 28 juta ton, dengan komposisi berkisar 17-18 juta ton diekspor terutama ke India, Cina, dan Eropa (Info sawit, 2013). Semakin luasnya perkebunan kelapa sawit akan diikuti dengan peningkatan produksi dan jumlah limbah kelapa sawit Proses produksi minyak sawit dapat menghasilkan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang merupakan limbah terbesar yaitu sekitar 23% (Widiastuti & Panji, 2007). Umumnya limbah TKKS mengandung bahan organik yang tinggi sehingga berdampak pada pencemaran lingkungan (Haji, 2013). Degradasi TKKS yang ditebarkan di areal perkebunan secara alami lambat yaitu memerlukan waktu antara 6-12 bulan (Wahyuni, 2004). Selain sebagai limbah TKKS memiliki banyak potensi. Limbah TKKS dapat digunakan dalam pembuatan bioetanol (Sudiyani et al., 2010), sebagai pembuatan pupuk organik pada pembibitan kelapa Universitas Sumatera Utara sawit (Widiastuti dan Panji, 2007) dan pada biopulping (Wong, 2009). Disamping itu dapat juga diolah sebagai teh kompos pada tanaman selada (Hastuti, 2009). Limbah padat industri kelapa sawit mengandung lignoselulosa (Heradewi, 2007). Menurut Sudiyani et al. (2010) tandan kosong kelapa sawit mengandung 33.25 % selulosa, 23.24 % hemiselulosa and 25.83 % lignin. Lignoselulosa terdiri atas selulosa, hemiselulosa dan lignin. Lignin merupakan polimer yang terdiri atas unit fenilpropana yang memiliki struktur yang kompleks dan kaku. Karena struktur senyawa kompleks dan bersifat kaku. Secara alamiah lignin sukar didekomposisi dan hanya sedikit mikroorganisme yang mampu mendegradasinya (Artiningsih, 2006). Jamur pelapuk menghasilkan enzim putih merupakan kelompok jamur yang dikenal ligninolitik mendegradasi lignin untuk secara ekstraseluler sehingga mampu mendapatkan hara yang diperlukan untuk pertumbuhannya (Widiastuti & Panji, 2007). Menurut Sulistinah (2008), Melanotus sp. memiliki potensi dalam mendegradasi lignin. Beberapa spesies jamur yang dapat mendegradasi lignin ialah Phanerochaeta chrysosporium (Kirk & Farrell, 1987) dan jamur dari jenis Agaricus bisporus, Phelebia radiata (Lankinen, 2004). Jenis jamur lain yang juga memiliki potensi didalam degradasi lignin ialah Phellimus pini dan Pleurotus spp. (Wong, 2009). Spesies jamur dari kelas Ascomycetes juga berpotensi dalam mendegradasi lignin, seperti Penicillium sp KSt3, Aspergillus sp I3, Penicilium sp I3I (Subowo & Corazon, 2010). Menurut Purwadaria et al. (2003), kemampuan kapang sebagai mikrobape ndegradasi selulosa dan hemiselulosa lebih efektif dibandingkan dengan bakteri. Lingkungan Indonesia yang beriklim tropis merupakan lingkungan untuk pertumbuhan kapang. Namun kapang-kapang tersebut belum diketahui kemampuannya dalam menghasilkan enzim ligninolitik. 1.2. Permasalahan Lignin adalah polimer alami dan merupakan senyawa yang sulit terdegradasi di lingkungan. Penyebab utama lamanya degradasi TKKS secara alami di lingkungan adalah karena kandungan lignin TKKS yang cukup tinggi yaitu Universitas Sumatera Utara 25,83%. Untuk itu perlu dipelajari sejauh mana aktivitas enzim ligninolitik yang dihasilkan oleh jamur yang terdapat pada TKKS. Sehingga jamur dengan aktivitas ligninolitik yang tinggi diharapkan dapat digunakan untuk mempercepat proses degradasi material yang mengandung lignin lainnya dan senyawa aromatik di lapangan. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas enzim ligninolitik (LiP, MnP dan Lakase) dari isolat terpilih jamur pendegradasi lignin pada TKKS. 1.4. Hipotesis Jamur yang diisolasi dari TKKS memiliki aktivitas ligninolitik. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh isolat jamur yang dapat dimanfaatkan pada pengolahan limbah yang mengandung lignin dan senyawa aromatik di lapangan dan informasi awal untuk penelitian lebih lanjut. Universitas Sumatera Utara