Validitas dan Reliabilitas Pengukuran Kemiskinan

advertisement
Latar Betakang
Pemerintah Indonesia telah menentukan bahwa strategi pembangunan
ditekankan pada perbailcan kualitas hidup masyarakat Indonesia yaitu meningkatkan
taraf hidup masyarakat secara lebih merata, sekaligus ditujukan pula untuk mencapai
tingkat pertumbuhan ekonomi yang memadai. Strategi pembangunan ini telah
ditetapkan oleh MPR,dicantumkan dalam GBHN dm merupakan suatu strategi yang
sesuai dengan apa yang tercanturn dalam UUD 1 945. Sejak timbulnya laisis ekonomi
yang dipicu oleh krisis moneter pada pertengahan tahun 1997, pertumbuhan ekonomi
terhenti dan laju inflasi meningkat pesat dan berakibat pada taraf hidup rakyat
Indonesia yang merosot tajam, dm pada gilirannya berdampak pada pesatnya jumlah
penduduk miskin.
Kerniskinan merupakan masalah pembangunan di berbagai bidang yang
ditandai oleh keterbatasan, ketidakmampuan, dan kekurangan. Seperti, keterbatasan
memperoleh kebebasan dan hidup sesuai dengan tingkat harapan hidup,
ketidalunampuan untuk mendapatkan pendidikan, akses fasilitas air bersih, fitsilitas
jamban, dan kesehatan yang memadai, serta k e b g a n dalam memenuhi kebutuhan
dasar sandang, dm pangan. Oleh karena itu, kerniskinan merupakan masalah pokok
nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dengan dalih apapun dan harus
menjadi prioritas utarna dalam pelaksanaan pembangunan nasional.
Para penentu kebijakan dan pembuat keputwan yang bhubungan d e n p
masalah kemiskinan, dalam pekej*aaanyamereka hams berdasarkan dan mempunyai
data kemiskinan yang sahih (valid) dan dapat dipercaya (reliable). Ilengan data
tersebut para penentu kebijakan dan pembuat keputusan dapat menggunakan
infoamasi yang mereka perlukan untuk : alokasi anggxan ke setiap wilayah berupa
Dana Alokasi Umum (DAU), prioritas dalam formulasi kebijakan yang bwpihak
kepada masyarakat miskin (pro-poor), dan advolpsi bagi pengambil keputusan.
Tanpa adanya duhmgan data tersebut, para penmtu kebijakan dan pembuat
keputwm kemungkman akan membuat kekeliruan dalam menentukan target,
kebijstkan dan membuat program yang tidak cocok untuk kelompok yang menjadi
sasaran program.
Salah satu sisi penting dari data kemiskinan adalah rnasalah penguhan
kemiskinan (measuring paver@). Contoh, data kerniskinan p g dipublikasikan
secara resmi oleh BPS
diukur d e n p garis kemiskinan, yaitu nilai pengeluaran
konsurnsi kebutuhan dasar makanan yang setara dengan 2.100 kilo kalori enerji per
kapita per hari, ditambah dengan nilai pengeluaran untuk kebutuhan dasar bukan
makanan yang paling esensial. Penduduk dengan pengeluaran per kapita di bawah
garis kemiskinan ini diklasifhikan sebagai miskin. Pemerintah selama ini
mernanfaatkan data BPS hi unhrk pmcanaan yang bersifat makro, khususnya
&lam menentukan alokasi dan besaran dana untuk mernbantu penduduk miskin
(sebagai sasaran program pengentasan kerniskinan), baik untuk tingkat nasional
rnaupun menurut wilayah. Data kemiskinan BPS, tidak operasional untuk intervensi
langsung, karena datanya bersifat makro (agregrat), dan penguhan kemiskinamya
*
*
merupakan kem&nan
absolut yang didcur b e r e indikator moneter yaitu
peubah-peubah pengukummya dijadikan ke dalam nilai rupiah (bekenaan dengan
m g ) . Contoh, beswan rata-rats pengeluaran per kapita per bulan dirupiahkan
menurut kondisi di suatu wilayah, misalnya di propinsi DKI Jakarta, nilainya setara
dengan Rp. 1 10.000.
Sisi lain yang tidak kalah pentingnya untuk pengukuran kemiskinan adalah
pengukuran kemiskinan yang bersihi relatif. Untuk rnaksud ini, pada tahun 2000,
Pemerintah Daerah propinsi DKI Jakarta, Mimantan Selatan, dan Jawa Timur
pernah mengadakan pendaftaran p d u d u k miskin. Sedangkan BKKBN mengukur
kemiskinan relatif yang bersifat operasional (dm)
yaitu hasilnya &pat mengetahui
dimana keberadam dan siapa orang miskin itu. Hasil penguhim kemislcinannya
berdasarkan indikator non-moneter, seperti, jenis lantai terluas dari tanah. Pada tahun
2000, BPS juga mengumpukan data kerniskinan relatif melalui studi penentuan
kriteria penduduk miskin (SPKPM 2000).
Kedua istilah pengukmn t&ebut diatas yaitu pengukwm kemiskinan
absolut (indikator momter) dan kemiskinan relatif (indikator non rnoneter)
mmpakan pengukuran kemiskinan yang berdasarkan indikator objektif. Hasil
SPKPM 2000 menunjukkan adanya kaitan antara pengukuran kemiskinan relatif dan
pengukuran kemislunan absolut. Hal ini ditunjukkan dengan adanya garis kerniskinan
yang dapat dijelaskan oleh peubah-peubah kemiskinan relatif yaitu sebesar 8 1,17
persen dm hasil uji adalah nyata (signlfzcant)dengan taraf nyata sebesar 5 persen.
Disamping indikator objektif, juga ada indikator subyektif untuk pengukuran
kemiskinan, yaitu pmepsi petugas pengumpul data kemiskinan. Secara operasional,
jenis indikator ini memudahkm pengumpulan data di lapangan, karena pertanyaamya
tidak terlalu rinci, tidak seperti kalau kita mengurnpulkan data dengan menggunakan
peubah pengeluaran (konsumsi). Permasalahan semakin menarik, bi la dikaji
hubungan kausatitas antara indikator objektif dan indikator subyektif, dengan terlebih
dahulu melakukan evaluasi persyaratan indikator-indikator pengukur yaitu
persyamtan sahih (valid) dan dipercaya (reliable).
Tujuau
Tujuan penelitian h i adalah untuk :
1. Menentukan pengukum kemiskinan relatif berupa faktor atau laten (peubah
yang tidak dapat diukur secara langung) dengan menggunakan analisis faktor
Cfactor analysis);
2. Menghitung validitas dm reliabilitas pengukuran kemiskinan relatif;
3. Mengkaji hubungan kausalitas mtara indikator subyektif dengan indikator
objektif (indikator kerniskinan relatif clan indikator kerniskinan absolut)
pengukur kemiskinan berdasarkan suatu model yang telah ditentukan
sebelumnya.
Download