BAB I PENDAHULUAN

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini pertumbuhan ekonomi dunia berpengaruh pada melemahnya
aktivitas bisnis secara umum yang disebabkan oleh global financial crisis pada
tahun 2008. Di Indonesia pertumbuhan perusahaan manufaktur sangat berperan
penting dalam pertumbuhan ekonomi negara, karena sektor manufaktur di
Indonesia memiliki jumlah perusahaan terbanyak dibandingkan dengan sektor
lainnya. Fakta yang terlihat bahwa kondisi pertumbuhan pada perusahaan
manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI) di dalam data Badan Pusat Statistik
(BPS) yang khususnya ditunjukkan pada pertumbuhan industri besar dan sedang
mengalami petumbuhan setiap tahunnya (I Gst. Ngr. Putu dan Gerianta 2016).
Pada tahun 2010 hingga tahun 2014 pertumbuhan industri di Indonesia
mengalami trend yang positif yaitu pada tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar
4,08% dari tahun 2009, pada tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 5,6% dari
tahun sebelumnya, pada tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar 4,93% dari
tahun 2011, kemudian pada tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 5,81%
dari tahun sebelumnya. Dan pada tahun 2014 pertumbuhan perusahaan
manufaktur mengalami kenaikan 4,96% (www.bps.go.id).
Sektor aneka industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang terdiri
dari beberapa sub sektor yaitu, sub sektor otomotif dan komponen, sub sektor
tekstil dan garmen, sub sektor alas kaki, sub sektor kabel, dan sub sektor
1
2
elektronika yang perkembangannya terbilang pesat. Banyaknya emiten yang
bergabung dalam sektor aneka industri, tidak seiring dengan emiten yang secara
kontinyu membagikan dividennya. Alasan beberapa perusahaan yang tidak
membagikan dividen secara kontinyu atau bahkan tidak membagikan dividen
sama sekali, karena laba bersih yang diperoleh perusahaan digunakan untuk
cadangan dana perusahaan, untuk menunjang kegiatan operasional perusahaan,
dan ada perusahaan yang mengalami kerugian sehingga tidak dapat membagikan
dividen kepada pemegang saham (Gill et al., 2010 dalam Paramita dan Ni Putu,
2016).
Terdapat dua tipe pemegang saham, yaitu pemegang saham yang tertarik
dengan capital gain dan pemegang saham yang tertarik dengan dividen. Para
pemegang saham juga memperhatikan faktor risiko yang mungkin dihadapi jika
ingin mendapatkan
keuntungan (dividen atau capital gain). Dalam teori
kebijakan dividen bird in the hand theory dinyatakan bahwa investor lebih
memilih pembayaran dividen daripada capital gain di masa mendatang, karena
capital gain dianggap lebih berisiko. Bagi pemegang saham yang tidak suka
berspekulasi dan menghindari risiko capital loss, yaitu berupa kondisi dimana
investor atau pemegang saham menjual sahamnya lebih rendah dari harga beli
karena diakibatkan fluktuasi harga saham dan terkadang harga saham terus
mengalami penurunan sehingga mengakibatkan
kerugian, maka pemegang
saham akan memilih dividen daripada capital gain (Gill et al., 2010 dalam
Paramita dan Ni Putu, 2016).
3
Kebijakan dividen adalah kebijakan dalam pengambilan keputusan
mengenai laba perusahaan. Kebijakan dividen merupakan keputusan dalam
menentukan prosentase laba yang ditahan untuk diinvestasikan dan laba yang
akan dibayarkan sebagai dividen atau disebut sebagai Dividend Payout Ratio
(DPR) (Brigham dan Ehrhardt, 2002). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kebijakan dividen perusahaan, yaitu posisi kas atau likuiditas, kebutuhan
pembayaran utang, tingkat ekspansi, akses perusahaan di pasar modal, dan posisi
pemegang saham (Wiagustini, 2010). Faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi
kebijakan dividen menurut Sartono (2001), yaitu kebutuhan dana perusahaan,
likuiditas perusahaan, kemampuan meminjam, keadaan pemegang saham, dan
stabilitas dividen. Beberapa faktor yang mampu mempengaruhi kebijakan dividen
menurut Fachrudin (2011), yaitu peraturan hukum (peraturan mengenai laba,
peraturan mengenai tindakan yang merugikan modal, dan peraturan mengenai
tidak mampu membayar dividen), faktor keuangan dan ekonomi (posisi likuiditas,
membayar kembali pinjaman, keterbatasan karena pokok pinjaman, tingkat
penjualan aktiva, tingkat laba, stabilitas laba, pasar modal dan kontrol).
Kebijakan dividen adalah kebijakan yang penuh dilematis bagi pihak
manajemen perusahaan. Manajemen ingin menahan laba atau keuntungan
perusahaan untuk lebih mengembangkan perusahaan ke depannya untuk proses
reinvestasi, karena dana internal dianggap lebih aman daripada mencari dana
eskternal yang mengandung risiko seperti dikenakan bunga peminjaman.
Sementara di lain pihak investor menuntut untuk mendapatkan dividen karena
sudah disepakati dalam Rapat Umum Pemegang saham (RUPS). Sisi baik ketika
4
perusahaan membayar dividen kepada pemegang saham atau investor adalah
memberikan kepercayaan kepada investor bahwa perusahaan memiliki prospek ke
depan yang bagus. Sisi kurang baiknya yaitu, laba perusahaan yang mungkin bisa
digunakan untuk proses mengembangkan perusahaan dalam upaya reinvestasi
harus berkurang untuk kegiatan pembayaran dividen (Kadir, 2010 dalam Paramita
dan Ni Putu, 2016).
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa investor
menginginkan kebijakan dividen yang stabil. Namun kenyataanya, rata-rata
perkembangan dividend payout ratio selama periode 2010-2014 mengalami
fluktuasi. Berikut akan ditunjukkan perkembangan dividend payout ratio pada
perusahaan manufaktur yang membagikan dividen secara berturut-turut pada
periode 2010-2014.
Tabel 1.1
Tabel Perkembangan Rata-Rata Dividend Payout Ratio
Periode 2010-2014
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Nama Perusahaan
Gudang Garam, Tbk
United Tractors, Tbk
Astra Internasional,
Tbk
Charoen Pokphand
Indonesia, Tbk
Unilever Indonesia,
Tbk
Fast Food Indonesia,
Tbk
Astra Argo Lestari,
Tbk
Pabrik Kertas Tjiwi
Kimia,Tbk
Rata – Rata
DPR
2010
2011
2012
2013
2014
41,26
52,98
45,97
39,19
50,54
45,24
38,35
53,57
45,03
35,56
53,25
45,04
28,67
64,95
45,59
27,51
28,76
28,10
29,80
16,90
100,02
100,01
99,96
99,93
44,67
20,31
20,35
22,35
38,30
-
64,81
62,71
44,75
58,98
60,36
6,35
7,23
-
-
9,92
44,90
44,25
41,51
45,10
33,88
5
Sumber : ICMD dan IDX 2010 - 2014
Berdasarkan tabel 1.1 di atas dapat diketahui bahwa tingkat perkembangan
rata-rata Dividend Payout Ratio (DPR) perusahaan manufaktur di Bursa Efek
Indonesia (BEI) selama periode 2010-2014 mengalami fluktuasi dan tidak
mengindikasikan adanya penerapan kebijakan dividen yang stabil. Pada tahun
2010 tingkat perkembangan rata-rata dividen mengalami kenaikan sebesar 44,90,
pada tahun 2011 mengalami pernurunan sebesar 44,25, tahun 2012 mengalami
penurunan sebesar 41,51, pada tahun 2013 tingkat perkembangan rata-rata dividen
mengalami kenaikan sebesar 45,10, kemudian mengalami penurunan pada tahun
2014 sebesar 33,88.
Dari sisi investor, dividen merupakan salah satu penyebab timbulnya
motivasi investor menanamkan dananya di pasar modal. Dan karena informasi
yang dimiliki investor di pasar modal sangat terbatas, maka perubahan dividenlah
yang akan dijadikan sebagai sinyal untuk mengetahui performance perusahaan.
Namun, besar kecilnya dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham
tergantung pada kebijakan dividen masing-masing perusahaan dan dilakukan
berdasarkan pertimbangan berbagai faktor. Berdasarkan faktor-faktor yang
dipertimbangkan oleh manajemen dan keputusan investor yang didasarkan pada
kinerja keuangan maka penelitian ini mengidentifikasi variabel-variabel yang
diduga berpengaruh terhadap rasio pembayaran dividen (Kadir, 2010 dalam
Paramita dan Ni Putu, 2016).
Penyebaran kepemilikan merupakan jumlah sebaran kepemilikan saham
yang
ada
di
perusahaan.
Pemegang
saham
yang
semakin
menyebar
6
mengakibatkan kesulitan pengawasan terhadap kinerja perusahaan, dan salah satu
alternatif yang digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah dengan
membayar dividen, sehingga akan memperkecil jumlah laba yang ditahan
(Shadeva, 2015 dalam Paramita dan Ni Putu, 2016).
Fauz dan Rosidi (2007) dalam Paramita dan Ni Putu (2016)
mengungkapkan jaminan aset adalah aset perusahaan yang dapat digunakan
sebagai jaminan peminjaman. Jaminan aset yang tinggi akan mengurangi konflik
kepentingan antara pemegang saham dengan kreditor sehingga perusahaan dapat
membayar dividen dalam jumlah besar. Jaminan aset yang semakin tinggi akan
membuat pemegang saham merasa lebih aman karena tidak adanya batasan dalam
perjanjian pinjaman untuk membatasi perusahaan membayar dividen dalam
jumlah yang besar.
Posisi kas adalah kas yang berada di perusahaan yang dapat digunakan
untuk memenuhi kewajiban lancar. Posisi kas dari suatu perusahaan merupakan
faktor penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk
menetapkan besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang
saham. Oleh karena dividen merupakan cash outflow, maka makin kuatnya posisi
kas perusahaan berarti makin besar kemampuannya membayar dividen (Riyanto,
2011 dalam Paramita dan Ni Putu, 2016).
Return On Assets (ROA) adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas
yang dimaksudkan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan
keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya (Kasmir, 2012).
Perusahaan yang dapat menghasilkan return on assets yang tinggi, maka
7
perusahaan dianggap berhasil dalam meningkatkan keuntungan perusahaan dan
berpengaruh pada pembayaran dividen untuk pemegang saham (Paramita dan Ni
Putu, 2016).
Investment Opportunity Set (IOS) merupakan kesempatan investasi masa
depan yang besarnya tergantung pada pengeluaran yang ditetapkan oleh
manajemen, dan merupakan investasi yang diharapkan untuk memperoleh return
yang lebih besar (Julianto dan Lilis, 2004 dalam Fidhayatin dan Dewi, 2012). IOS
diperkenalkan oleh Myers (1977) dalam kaitannya untuk mencapai tujuan
perusahaan. Peluang investasi mempengaruhi nilai perusahaan yang terbentuk
melalui indikator harga pasar saham (I Gst. Ngr. Putu dan Gerianta 2016).
Faktor terakhir yang berpengaruh terhadap kebijakan dividen yaitu Risiko
Pasar, risiko bisnis yang lebih tinggi akan meningkatkan ketidakpastian pada
hubungan langsung antara keuntungan saat ini dan keuntungan yang diharapkan,
oleh karena itu risiko bisnis yang tinggi dikaitkan dengan pembayaran dividen
yang rendah. Investor cenderung mengharapkan keuntungan yang tinggi atas
investasi mereka pada tingkat risiko bisnis yang tinggi. Berdasarkan teori risk dan
return yaitu semakin tinggi tingkat risiko suatu perusahaan maka semakin besar
return yang diinginkan oleh investor, karena jika tingkat risiko yang tinggi tidak
diimbangi dengan return yang tinggi pula, maka tidak akan pernah ada investor
yang berinvestasi pada perusahaan tersebut (Sudaryanti, 2012 dalam Revani dkk,
2015). Oleh karena itu risiko berpengaruh terhadap kebijakan dividen dan
dibutuhkan modal yang besar untuk memberikan return besar ketika tingkat risiko
perusahaan tinggi, maka seharusnya perusahaan tidak membagikan dividen dalam
8
jumlah yang besar. Sehingga ketika tingkat risiko perusahaan tinggi maka tingkat
pembayaran dividen rendah.
Ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan
kebijakan dividen. Paramita dan Ni Putu (2016) melakukan penelitian tentang
‘Pengaruh Penyebaran Kepemilikan, Jaminan Aset, Posisi Kas, dan Return On
Assets Terhadap Kebijakan Dividen’. Dimana hasil dari penelitian ini bahwa
variabel Penyebaran Kepemilikan, Jaminan Aset, Posisi Kas dan ROA
berpengaruh terhadap Dividen Payout Ratio.
Ni Kadek Desi dan I Ketut (2016) yang meneliti mengenai ‘Pengaruh
Pertumbuhan Penjualan, Jaminan Aset, dan Ukuran Perusahaan Terhadap
Kebijakan Dividen pada Sektor Industri Barang Konsumsi’. Hasil pengujian
hipotesis menunjukan bahwa variabel Jaminan Aset berpengaruh terhadap
Kebijakan Dividen. Sedangkan Pertumbuhan Penjualan dan Ukuran Perusahaan
tidak berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen.
Revani dkk (2015) dalam penelitiannya mengenai ‘Analisis Pengaruh
Investment Opportunities, Leverage, Risiko Pasar dan Firm Size Terhadap
Dividend
Policy’.
Hasil
penelitiannya
menyatakan
Opportunities, Leverage, Firm Size berpengaruh
bahwa
Investment
terhadap Dividend Policy.
Sedangkan Risiko Pasar tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen.
Penelitian yang dilakukan oleh I Gst. Ngr. Putu dan Gerianta (2016) tentang
‘Pengaruh Investment Opportunity Set dan Free Cash Flow Pada Kebijakan
Dividen dan Nilai Perusahaan’, menyatakan bahwa Investment Opportunity Set
dan Free Cash Flow berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Sedangkan untuk
9
Nilai Perusahaan bahwa Investment Opportunity Set berpengaruh dan Free Cash
Flow tidak berpengaruh.
Terdapat perbedaan hasil penelitian antara peneliti satu dengan yang lain
berkaitan dengan kebijakan dividen terangkum dalam tabel 1.2 dibawah ini :
Tabel 1.2
Perbedaan Hasil Penelitian
No
Variabel
Paramita
dan Ni Putu
(2016)
Ni Kadek Desi
dan I Ketut
(2016)
Revani dkk
(2015)
I Gst. Ngr. Putu
dan Gerianta
(2016)
B
B
-
-
-
2
Penyebaran
Kepemilikan
Jaminan Aset
B
-
-
3
Posisi Kas
B
-
-
-
4
ROA
B
-
-
-
-
TB
-
-
-
TB
B
-
-
-
B
B
1
5
6
7
Pertumbuhan
Penjualan
Ukuran
Perusahaan
Investment
Opportunity Set
8
Leverage
-
-
B
-
9
Risiko Pasar
-
-
TB
-
10
Free Cash Flow
-
-
-
B
Keterangan : B (berpengaruh), TB (tidak berpengaruh)
Berdasarkan tabel 1.2 untuk variabel Penyebaran Kepemilikan hanya
diteliti oleh Paramita dan Ni Putu (2016). Dimana hasil dari penelitian ini bahwa
Penyebaran Kepemilikan berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Untuk variabel
Jaminan Aset diteliti oleh Paramita dan Ni Putu (2016) dan Ni Kadek Desi dan I
Ketut (2016) dimana hasil dari penelitian ini bahwa Jaminan Aset berpengaruh
terhadap kebijakan dividen. Untuk variabel Posisi Kas diteliti oleh Paramita dan
10
Ni Putu (2016) memperoleh hasil bahwa Posisi Kas berpengaruh terhadap
kebijakan dividen.
Untuk variabel Return On Assets diteliti oleh Paramita dan Ni Putu (2016)
dimana hasilnya variabel Return On Assets berpengaruh terhadap kebijakan
dividen. Untuk variabel Pertumbuhan Penjualan hanya diteliti oleh Ni Kadek Desi
dan I Ketut (2016) memperoleh hasil bahwa Pertumbuhan Penjualan tidak
berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Untuk variabel Ukuran Perusahaan
diteliti oleh Ni Kadek Desi dan I Ketut (2016) dan Revani dkk (2015).
memperoleh hasil bahwa Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap kebijakan
dividen. Untuk variabel Investment Opportunity Set diteliti oleh Revani dkk
(2015) dan
I Gst. Ngr. Putu dan Gerianta (2016) memperoleh hasil bahwa
Investment Opportunity Set berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Untuk
variabel Leverage diteliti oleh Revani dkk (2015) memperoleh hasil bahwa
Leverage berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Untuk variabel Risiko Pasar
diteliti oleh Revani dkk (2015) memperoleh hasil bahwa Risiko Pasar tidak
berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Untuk variabel Free Cash Flow diteliti
oleh I Gst. Ngr. Putu dan Gerianta (2016) memperoleh hasil bahwa Free Cash
Flow berpengaruh terhadap kebijakan dividen.
Penelitian ini merupakan replikasi dan pengembangan dari penelitian
Paramita dan Ni Putu (2016). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang
dilakukan Paramita dan Ni Putu (2016) adalah pada penggunaan variabel
independennya, peneliti menambahkan variabel Investment Opportunity Set dan
Risiko Pasar. Penambahan variabel Investment Opportunity Set dan variabel
11
Risiko Pasar dikarenakan variabel Investment Opportunity Set dan Risiko Pasar
merupakan variabel baru dan baru dilakukan oleh satu peneliti.
Alasan dari pengambilan sampel perusahaan manufaktur karena di tengah
pertumbuhan industri yang cukup baik diperoleh fenomena bahwa perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) hanya sedikit yang
membagikan dividen, dimana diperoleh hasil dari 155 perusahaan manufaktur
yang terdaftar di BEI pada tahun 2013 hanya 30 (19,35%) perusahaan yang
membagikan dividen selama tiga tahun berturut-turut, yaitu dari tahun 2011
sampai dengan tahun 2013 (Sumber : IDX 2011 - 2013).
Dari fenomena tersebut, maka penelitian ini dilakukan pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010 sampai
dengan 2014 dan perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang luas dan
memiliki banyak aktivitas operasional yang menghasilkan barang-barang yang
diminati dan dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan banyaknya masyarakat yang
mengkonsumsi maka perusahaan akan memproduksi dalam jumlah yang besar dan
akan menghasilkan laba yang tinggi, sehingga akan menarik para investor untuk
menanamkan sahamnya. Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini
mengambil
judul
“ANALISIS
PENGARUH
PENYEBARAN
KEPEMILIKAN, JAMINAN ASET, POSISI KAS, RETURN ON ASSETS,
INVESTMENT OPPORTUNITY SET DAN RISIKO PASAR TERHADAP
KEBIJAKAN DIVIDEN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI
BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2010-2014”.
12
1.2 Rumusan Masalah
Kebijakan dividen adalah kebijakan yang penuh dilematis bagi pihak
manajemen perusahaan. Manajemen ingin menahan laba atau keuntungan
perusahaan untuk lebih mengembangkan perusahaan ke depannya untuk proses
reinvestasi, karena dana internal dianggap lebih aman daripada mencari dana
eskternal yang mengandung risiko seperti dikenakan bunga peminjaman.
Sementara di lain pihak investor menuntut untuk mendapatkan dividen karena
sudah disepakati dalam Rapat Umum Pemegang saham (RUPS). Sisi baik ketika
perusahaan membayar dividen kepada pemegang saham atau investor adalah
memberikan kepercayaan kepada investor bahwa perusahaan memiliki prospek ke
depan yang bagus. Sisi kurang baiknya yaitu, laba perusahaan yang mungkin bisa
digunakan untuk proses mengembangkan perusahaan dalam upaya reinvestasi
harus berkurang untuk kegiatan pembayaran dividen (Kadir, 2010 dalam Paramita
dan Ni Putu, 2016).
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang diajukan
dalam penelitian ini adalah bagaimana Penyebaran Kepemilikan, Jaminan Aset,
Posisi Kas, Return On Assets, Investment Opportunity Set dan Risiko Pasar
berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen ?
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian
maka, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh
13
Penyebaran Kepemilikan, Jaminan Aset, Posisi Kas, Return On Assets,
Investment Opportunity Set dan Risiko Pasar terhadap Kebijakan Dividen.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan, antara lain:
1. Bagi Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai masukan
pengetahuan ilmu ekonomi, terutama dalam hal melihat pengaruh
antara Penyebaran Kepemilikan, Jaminan Aset, Posisi Kas, Return On
Assets, Investment Opportunity Set dan Risiko Pasar terhadap
Kebijakan DIviden pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek
Indonesia. Selain itu sebagai bahan acuan untuk penelitian-penelitian
selanjutnya yang berkaitan dengan masalah dividen.
2. Bagi Praktisi
Bagi Perusahaan
Memberi masukan tentang faktor yang mempengaruhi
kebijakan dividen perusahaan sehingga dapat digunakan untuk
mengambil kebijaksanaan dimasa yang akan datang.
Bagi Investor
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
para investor dalam pengambilan keputusan berinvestasi yaitu
menentukan perusahaan mana yang akan memberikan return yang
lebih besar terutama dari sisi dividen.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
3.1.1
Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut, sifat atau nilai dari orang, obyek
atau kegiatan yang memiliki varian tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013 dalam Paramita dan Ni
Putu, 2016). Variabel penelitian terdiri dari :
a. Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Menurut Sugiyono (2013) dalam Paramita dan Ni Putu (2016),
variabel dependen atau terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang
merupakan variabel dependen adalah kebijakan dividen.
b. Variabel Independen (Variabel Bebas)
Menurut Sugiyono (2013) dalam Paramita dan Ni Putu (2016),
variabel independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel
independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyebaran
kepemilikan, jaminan aset, posisi kas, return on assets, investment opportunity
set dan risiko pasar.
33
34
3.2
Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel adalah mendefinisikan variabel secara
operasional berdasarkan karakteristik yang diamati yang memungkinkan peneliti
untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek
atau fenomena (Sugiyono, 2013 dalam Paramita dan Ni Putu, 2016).
3.2.1
Kebijakan Dividen
Menurut Brigham dan Ehrhardt (2002) dalam Paramita dan Ni Putu
(2016), Kebijakan dividen adalah kebijakan dalam pengambilan keputusan
mengenai laba perusahaan. Kebijakan dividen merupakan keputusan dalam
menentukan prosentase laba yang ditahan untuk diinvestasikan dan laba yang
akan dibayarkan sebagai dividen atau disebut sebagai Dividend Payout Ratio
(DPR). Kebijakan dividen yang diukur dengan Dividend Payout Ratio (DPR).
Kebijakan dividen dalam penelitian ini diwakili oleh Dividend Payout Ratio
(DPR). Dividend Payout Ratio (DPR) merupakan rasio antara dividend per share
dengan earning per share. DPR dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
35
3.2.2 Penyebaran Kepemilikan
Penyebaran kepemilikan merupakan jumlah sebaran kepemilikan saham
yang ada diperusahaan. Setiap pemegang saham mewakili satu kelompok yang
diukur dengan menggunakan variance persentase kepemilikan saham tiap
kelompok (Paramita dan Ni Putu 2016). Penyebaran Kepemilikan dapat dihitung
dengan menggunakan rumus :
Keterangan :
X1 : persentase kepemilikan saham satu kelompok.
X : rata-rata kepemilikan saham
N : jumlah data
3.2.3 Jaminan Aset
Fauz dan Rosidi (2007) dalam Paramita dan Ni Putu (2016),
mengungkapkan jaminan aset adalah aset perusahaan yang dapat digunakan
sebagai jaminan peminjaman. Aset perusahaan ini berupa aset tetap, seperti tanah,
bangunan dan peralatan yang biasanya digunakan sebagai jaminan untuk pinjaman
jangka panjang (Brigham dan Houston, 2011 dalam Paramita dan Ni Putu, 2016).
Jaminan asset dapat diukur dengan menggunakan rumus perbandingan
antara asset tetap dengan total asset perusahaan. Satuan pengukuran jaminan asset
adalah dalam presentase (Ni Kadek dan I Ketut, 2016) :
36
3.2.4 Posisi Kas
Posisi kas adalah kas yang berada di perusahaan yang dapat digunakan
untuk memenuhi kewajiban lancar. Posisi kas dari suatu perusahaan merupakan
faktor penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk
menetapkan besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang
saham. Posisi kas dalam penelitian ini menggunakan data cash ratio. Cash ratio
adalah perbandingan antara kas dan setara kas dengan kewajiban lancer (Paramita
dan Ni Putu 2016).
3.2.5 Return On Assets
Return
on
assets
menunjukkan
kemampuan
perusahaan
dengan
menggunakan seluruh aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba setelah
pajak. Rasio ini penting bagi pihak manajemen untuk mengevaluasi efektivitas
dan efisiensi manajemen perusahaan dalam mengelola seluruh aktiva perusahaan
(Sudana, 2011 dalam Paramita dan Ni Putu 2016).
Return on assets adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang
dimaksudkan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan
keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Perusahaan yang
dapat menghasilkan return on assets yang tinggi, maka perusahaan dianggap
berhasil dalam meningkatkan keuntungan perusahaan dan berpengaruh pada
pembayaran dividen untuk pemegang saham. Return on assets merupakan
37
perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan total aktiva perusahaan
(Paramita dan Ni Putu 2016).
3.2.6 Investment Opportunity Set
Hartono (2003) dalam Revani dkk (2015) menyatakan kesempatan
investasi atau investment opportunity set menggambarkan tentang luasnya
kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan. Investment opportunity
set diproksikan dengan Market to Book Value of Equity (Gaver, 1993 dalam I Gst.
Ngr, 2016) yang mencerminkan bahwa pasar menilai return dari investasi
perusahaan di masa depan terhadap return yang diharapkan dari ekuitasnya.
Secara matematis Market to Book Value of Equity (MBVE) diformulasikan
sebagai berikut :
MBVE =
3.2.7 Risiko Pasar
Risiko pasar adalah risiko yang dihadapi instrument investasi yang
disebabkan oleh faktor-faktor pasar seperti faktor ekonomi, politik, dan
sebagainya (Robert, 1997).
Risiko pasar (market risk) secara sistematis mempengaruhi faktor-faktor
dalam perusahaan seperti inflasi, resesi, dan tingkat suku bunga yang tinggi.
Karena kebanyakan saham akan dipengaruhi secara negatif oleh faktor-faktor ini,
38
maka risiko pasar tidak dapat dieliminasi oleh diversifikasi (Brigham dan
Houston, 2006 dalam Revani dkk, 2015).
Berdasarkan teori risk dan return yaitu semakin tinggi tingkat risiko suatu
perusahaan maka semakin besar return yang diinginkan oleh investor, karena jika
tingkat risiko yang tinggi tidak diimbangi dengan return yang tinggi pula, maka
tidak akan pernah ada investor yang berinvestasi pada perusahaan tersebut. Return
tersebut dapat berupa dividen atau capital gain, akan tetapi berdasarkan teori Bird
in The Hand, investor lebih menyukai dividen dibanding laba ditahan
(Yendrawati, 2006 dalam Revani dkk, 2015).
Risiko pasar dapat diukur dengan beta (β), bagaimana beta ini digunakan
untuk mengukur nondiversifiable risk atau market risk :
Keterangan :
β
: Beta
Ri : Perubahan return ekuitas
Rm : Perubahan return pasar
39
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel
No
1
Nama
Variabel
Dividend
Payout
Ratio
(DPR)
2
Penyebara
n
Kepemilik
an
3
Jaminan
Aset
4
Posisi Kas
5
Return On
Assets
(ROA)
6
Investmen
ts
Opportuni
ty
Set
(IOS)
7
Risiko
Pasar
Definisi Variabel
Kebijakan dividen
adalah
kebijakan
dalam pengambilan
keputusan mengenai
laba perusahaan.
Penyebaran
kepemilikan
merupakan jumlah
sebaran kepemilikan
saham yang ada
diperusahaan.
jaminan aset adalah
aset
perusahaan
yang
dapat
digunakan sebagai
jaminan
peminjaman.
Posisi kas adalah
kas yang berada di
perusahaan
yang
dapat
digunakan
untuk
memenuhi
kewajiban lancar.
Return on assets
adalah salah satu
bentuk dari rasio
profitabilitas yang
dimaksudkan untuk
mengukur
efektivitas
perusahaan di dalam
menghasilkan
keuntungan dengan
memanfaatkan
aktiva
yang
dimilikinya.
kesempatan
investasi
atau
investment
opportunity
set
menggambarkan
tentang
luasnya
kesempatan
atau
peluang
investasi
bagi
suatu
perusahaan.
Risiko
pasar adalah risiko
yang
dihadapi
Indikator
Sumber
Paramita dan
Ni
Putu
(2016)
Paramita dan
Ni Putu
(2016)
Ni Kadek dan
I
Ketut
(2016)
Paramita dan
Ni
Putu
(2016)
Paramita dan
Ni
Putu
(2016)
I Gst. Ngr,
2016)
MBVE
=
(Revani dkk,
2015)
40
instrument investasi
yang
disebabkan
oleh
faktor-faktor
pasar seperti faktor
ekonomi,
politik,
dan
sebagainya
(Robert, 1997).
3.3
Objek Penelitian, Unit Sampel, Populasi, dan Penentuan Sampel
3.3.1
Objek Penelitian
Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Unit sampel pada penelitian ini
diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) berupa data tanggal
publikasi laporan keuangan dan laporan keuangan perusahaan pada perusahaan
manufaktur periode 2010-2014.
3.3.2
Populasi dan Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun pengamatan 2010-2014.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive
sampling jenis judgement sampling. Kriteria-kriteria yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu :
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun
2010-2014.
2. Perusahaan yang memiliki laporan keuangan lengkap sesuai dengan variabel
yang dibutuhkan selama periode penelitian.
3. Membagikan dividen secara berturut-turut selama periode 2010-2014.
41
3.4
Jenis dan Sumber Data
Jenis data pada penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang
diperoleh dari pihak ketiga. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini
diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Indonesian Capital Market
Directory (ICMD).
3.5
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
metode dokumentasi , yaitu dengan melihat dokumen yang sudah terjadi (laporan
keuangan auditan) di Bursa Efek Indonesia. Dalam penelitian ini data diperoleh
dari Indonesian Capital Market Directory tahun periode 2010-2014. Penelitian ini
juga dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan yaitu dengan cara
membaca, mempelajari literatur dan publikasi yang berhubungan dengan
penelitian.
3.6
Metode Analisis
3.6.1
Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif adalah memberikan suatu gambaran tentang distribusi
data dalam penelitian yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi,
varian, maksimum, minimum (Ghozali, 2011).
a. Mean (rata-rata), yaitu rata-rata dari nilai data penelitian
b. Standar deviasi, yaitu besarnya varians/perbedaan nilai antara nilai
data minimal dan maksimal.
42
c. Nilai maksimum, yaitu nilai tertinggi dari data penelitian.
d. Nilai minimum, yaitu nilai terendah data penelitian.
3.6.2
Pengujian Asumsi Klasik
3.6.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah regresi,
variabel dependen, variabel independen atau kedua-duanya mempunyai distribusi
normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data
normal atau mendekati normal.
Pada Uji Normalitas, data ini dengan melihat normal dengan
menggunakan metode One Sample Kolmogorov-Smirnov Test. Pemilihan metode
ini didasarkan bahwa One Sample Kolmogorov-Smirnov Test
merupakan
metode yang umum digunakan untuk menguji normalitas data. Tujuan pengujian
ini adalah untuk mengetahui apakah sampel yang digunakan dalam penelitian
ini berdistribusi normal atau tidak. Untuk mengetahuinya hasilnya, dengan
analisa:
1. Jika nilai probabilitas > taraf signifikansi yang ditetapkan (α=0,05), maka
model regresi memenuhi asumsi normatilitas.
2. Jika nilai probabilitas < taraf signifikansi yang ditetapkan (α=0,05), maka
model regresi tidak memenuhi asumsi normatilitas.
43
3.6.2.2 Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel
independen saling berkorelasi maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel
ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel
independen sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolonieritas
didalam model regresi adalah :
1. Nilai Ri yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi sangat tinggi,
tetapi secara individual variabel-variabel independen banyak yang tidak
signifikan mempengaruhi variabel dependen.
2. Jika antar variabel independen da korelasi yang cukup tinggi(umumnya diatas
0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolonieritas. Tidak
adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas dari
multikolonieritas. Multikolonieritas dapat disebabkan karena adanya efek
kombinasi dua atau lebih variabel independen.
3. Multikolonieritas dapat juga dilihat dari :
a. Nilai tolerance dan lawannya
b. Variance inflation factor (VIF)
Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang
dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas
variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen
lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi
44
(karena VIF = 1 Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan
adanya multikolonieritas adalah nilai Tolerance ≥ 0,10 atau sama dengan nilai
VIF ≤10 .
3.6.2.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedasitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka
disebut Homokedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model
regresi
yang
baik
adalah
yang
Homokedastisitas
atau
tidak
terjadi
Heteroskedastisitas (Ghozali 2007).
a. Menurut Ghozali (2007) dasar analisis dalam uji heteroskedastisitas ini
adalah:
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titk menyebar di atas dan dibawah
angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
b. Uji Glejser
Uji glejser mengusulkan untuk meregres nilai absolut residual terhadap
variabel independen, dengan persamaan regresi :
ǀ Ut = α + βXt +
vt
45
Jika variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel
dependen, maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas. Jika probabilitas
signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5%, dapat disimpulkan model regresi
tidak mengandung heteroskedastisitas (Ghozali, 2013).
c. Uji Park
Park mengemukakan metode bahwa variance merupakan fungsi dari
variabel-variabel independen yang dinyatakan dalam persamaan sbb:
LnU2i = α + β LnXi + vi
Apabila koefisien parameter beta dari persamaan regresi tersebut
signifikan secara statistik, hal ini menunjukkan bahwa dalam data model empiris
yang diestimasi terdapat heteroskedastisitas, dan sebaliknya jika parameter beta
tidak signifikan secara statistik, maka asumsi homoskedastisitas pada data model
tersebut tidak dapat ditolak (Ghozali, 2013).
3.6.2.4 Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi
linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem
autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang
waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan
pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering
ditemukan pada data runtut waktu atau time series karena “gangguan” pada
individu atau kelompok cenderung mempengaruhi individu atau kelompok pada
46
periode berikutnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari
autokorelasi.
Pada penelitian ini, gejala autokorelasi dideteksi penulis dengan
menggunakan Uji Durbin-Watson lewat SPSS. Pengambilan keputusan ada
tidaknya Autokorelasi ditentukan berdasarkan kriteria berikut (Ghozali, 2011):
1. Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4-du),
maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada
autokorelasi.
2.
Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound (dl),
maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada
autokorelasi positif.
3. Bila nilai DW lebih besar daripada (4-dl), maka koefisien autokorelasi
lebih kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi negatif.
4. Bila nilai DW terletak di antara batas atas (du) dan batas bawah (dl) atau
DW terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat
disimpulkan.
3.7
Analisis Regresi Linier
Analisis regresi pada dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan
variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen (variabel
penjelas/bebas), dengan tujuan untuk mengestimasi dan/atau memprediksi ratarata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel
independen yang diketahui (Ghozali, 2007).
47
Analisis regresi digunakan untuk menguji pengaruh faktor-faktor
fundamental, yaitu penyebaran kepemilikan, jaminan asset, posisi kas, return on
assets, investment opportunity set dan risiko pasar terhadap kebijakan dividen
dengan menggunakan regresi berganda dengan tingkat signifikansi 5%.
Persamaan regresi dalam penelitian ini adalah :
Y= α + b1X1+ b2X2 + b3X3 +b4X4+b5X5+ b6X6+e
Dimana :
Y
: Kebijakan Dividen
α
: konstanta
X1
: Penyebaran Kepemilikan
X2
: Jaminan Aset
X3
: Posisi Kas
X4
: Return
X5
: Investment Opportunity Set (IOS)
X6
: Risiko Pasar
b1,2,3,4,5,6
: besaran koefisien regresi dari masing-masing variabel
e
: eror
On Assets (ROA)
Besarnya konstanta dalam a, dan besarnya koefisien regresi masingmasing variabel independen yang ditunjukkan X1, X2, X3, X4, X5 dan X6.
Analisis regresi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar hubungan
antaravariabel independen dengan variabel dependennya.
48
3.8
Uji Hipotesis
3.8.1
Uji Hipotesis Signifikan Secara Parsial (Uji Statistik t)
Setelah menguji apakah variabel bebas memiliki pengaruh atau tidak
terhadap variabel tidak bebas, maka selanjutnya dapat dijelaskan variabel mana di
antara variabel bebas tersebut yang dominan berpengaruh terhadap variabel tidak
bebas. Pengujian parsial ini digunakan untuk menguji apakah setiap koefisien
regresi variabel bebas mempunyai pengaruh atau tidak terhadap variabel tidak
bebas. Dengan menggunakan tingkat keyakinan alpha (α) sebesar 5% dan derajat
keabsahan (n-1), kemudian dibandingkan antara t hitung dengan t tabel, maka :
Apabila nilai t hitung > t tabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Apabila nilai t
hitung < t tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak.
3.8.2
Uji Hipotesis Signifikansi Secara Simultan ( Uji Statistik F)
Pengujian secara serentak adalah untuk mengetahui apakah koefisien
regresi variabel bebas mempunyai pengaruh atau tidak terhadap variabel tidak
bebas. Uji F merupakan pengujian hipotesis guna mengetahui hubungan antara
empat variabel atau lebih dengan k menyatakan variabel bebas dan n adalah
ukuran sampel, uji F ini berdistribusi dengan pembilang dk = pembilang k dan dk
penyebut = (n-k-1), Pembuktian ini dilakukan dengan mengamati F hitung pada
alpha (α) 5%. Apabila nilai F hitung > F tabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima.
Apabila nilai F hitung < F tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak.
49
3.9
Uji Koefisien Determinasi
Untuk melihat kuat dan besarnya pengaruh antara variabel bebas terhadap
variabel terikat, digunakan parameter Koefesien Determinasi (R2). Uji ini
bertujuan untuk mengetahui persentase variabel total dalam variabel tidak bebas
yang mampu dijelaskan oleh variabel bebas dalam suatu penelitian. R2 ini terletak
diantara 0 dan 1, jika R2 = 1 hal ini berarti garis regresi yang dicocokan
menjelaskan 100% variasi dalam variabel tidak bebas. Sebaliknya jika R2 = 0
maka model tersebut tidak dapat menjelaskan sedikitpun variasi dalam variabel
tidak bebas.
50
Download