BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pertumbuhan ekonomi dunia berpengaruh pada melemahnya aktivitas bisnis secara umum yang disebabkan oleh global financial crisis pada tahun 2008. Di Indonesia pertumbuhan perusahaan manufaktur sangat berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi negara, karena sektor manufaktur di Indonesia memiliki jumlah perusahaan terbanyak dibandingkan dengan sektor lainnya. Fakta yang terlihat bahwa kondisi pertumbuhan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI) di dalam data Badan Pusat Statistik (BPS) yang khususnya ditunjukkan pada pertumbuhan industri besar dan sedang mengalami petumbuhan setiap tahunnya (I Gst. Ngr. Putu dan Gerianta 2016). Pada tahun 2010 hingga tahun 2014 pertumbuhan industri di Indonesia mengalami trend yang positif yaitu pada tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar 4,08% dari tahun 2009, pada tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 5,6% dari tahun sebelumnya, pada tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar 4,93% dari tahun 2011, kemudian pada tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 5,81% dari tahun sebelumnya. Dan pada tahun 2014 pertumbuhan perusahaan manufaktur mengalami kenaikan 4,96% (www.bps.go.id). Sektor aneka industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang terdiri dari beberapa sub sektor yaitu, sub sektor otomotif dan komponen, sub sektor tekstil dan garmen, sub sektor alas kaki, sub sektor kabel, dan sub sektor 1 2 elektronika yang perkembangannya terbilang pesat. Banyaknya emiten yang bergabung dalam sektor aneka industri, tidak seiring dengan emiten yang secara kontinyu membagikan dividennya. Alasan beberapa perusahaan yang tidak membagikan dividen secara kontinyu atau bahkan tidak membagikan dividen sama sekali, karena laba bersih yang diperoleh perusahaan digunakan untuk cadangan dana perusahaan, untuk menunjang kegiatan operasional perusahaan, dan ada perusahaan yang mengalami kerugian sehingga tidak dapat membagikan dividen kepada pemegang saham (Gill et al., 2010 dalam Paramita dan Ni Putu, 2016). Terdapat dua tipe pemegang saham, yaitu pemegang saham yang tertarik dengan capital gain dan pemegang saham yang tertarik dengan dividen. Para pemegang saham juga memperhatikan faktor risiko yang mungkin dihadapi jika ingin mendapatkan keuntungan (dividen atau capital gain). Dalam teori kebijakan dividen bird in the hand theory dinyatakan bahwa investor lebih memilih pembayaran dividen daripada capital gain di masa mendatang, karena capital gain dianggap lebih berisiko. Bagi pemegang saham yang tidak suka berspekulasi dan menghindari risiko capital loss, yaitu berupa kondisi dimana investor atau pemegang saham menjual sahamnya lebih rendah dari harga beli karena diakibatkan fluktuasi harga saham dan terkadang harga saham terus mengalami penurunan sehingga mengakibatkan kerugian, maka pemegang saham akan memilih dividen daripada capital gain (Gill et al., 2010 dalam Paramita dan Ni Putu, 2016). 3 Kebijakan dividen adalah kebijakan dalam pengambilan keputusan mengenai laba perusahaan. Kebijakan dividen merupakan keputusan dalam menentukan prosentase laba yang ditahan untuk diinvestasikan dan laba yang akan dibayarkan sebagai dividen atau disebut sebagai Dividend Payout Ratio (DPR) (Brigham dan Ehrhardt, 2002). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen perusahaan, yaitu posisi kas atau likuiditas, kebutuhan pembayaran utang, tingkat ekspansi, akses perusahaan di pasar modal, dan posisi pemegang saham (Wiagustini, 2010). Faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi kebijakan dividen menurut Sartono (2001), yaitu kebutuhan dana perusahaan, likuiditas perusahaan, kemampuan meminjam, keadaan pemegang saham, dan stabilitas dividen. Beberapa faktor yang mampu mempengaruhi kebijakan dividen menurut Fachrudin (2011), yaitu peraturan hukum (peraturan mengenai laba, peraturan mengenai tindakan yang merugikan modal, dan peraturan mengenai tidak mampu membayar dividen), faktor keuangan dan ekonomi (posisi likuiditas, membayar kembali pinjaman, keterbatasan karena pokok pinjaman, tingkat penjualan aktiva, tingkat laba, stabilitas laba, pasar modal dan kontrol). Kebijakan dividen adalah kebijakan yang penuh dilematis bagi pihak manajemen perusahaan. Manajemen ingin menahan laba atau keuntungan perusahaan untuk lebih mengembangkan perusahaan ke depannya untuk proses reinvestasi, karena dana internal dianggap lebih aman daripada mencari dana eskternal yang mengandung risiko seperti dikenakan bunga peminjaman. Sementara di lain pihak investor menuntut untuk mendapatkan dividen karena sudah disepakati dalam Rapat Umum Pemegang saham (RUPS). Sisi baik ketika 4 perusahaan membayar dividen kepada pemegang saham atau investor adalah memberikan kepercayaan kepada investor bahwa perusahaan memiliki prospek ke depan yang bagus. Sisi kurang baiknya yaitu, laba perusahaan yang mungkin bisa digunakan untuk proses mengembangkan perusahaan dalam upaya reinvestasi harus berkurang untuk kegiatan pembayaran dividen (Kadir, 2010 dalam Paramita dan Ni Putu, 2016). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa investor menginginkan kebijakan dividen yang stabil. Namun kenyataanya, rata-rata perkembangan dividend payout ratio selama periode 2010-2014 mengalami fluktuasi. Berikut akan ditunjukkan perkembangan dividend payout ratio pada perusahaan manufaktur yang membagikan dividen secara berturut-turut pada periode 2010-2014. Tabel 1.1 Tabel Perkembangan Rata-Rata Dividend Payout Ratio Periode 2010-2014 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Nama Perusahaan Gudang Garam, Tbk United Tractors, Tbk Astra Internasional, Tbk Charoen Pokphand Indonesia, Tbk Unilever Indonesia, Tbk Fast Food Indonesia, Tbk Astra Argo Lestari, Tbk Pabrik Kertas Tjiwi Kimia,Tbk Rata – Rata DPR 2010 2011 2012 2013 2014 41,26 52,98 45,97 39,19 50,54 45,24 38,35 53,57 45,03 35,56 53,25 45,04 28,67 64,95 45,59 27,51 28,76 28,10 29,80 16,90 100,02 100,01 99,96 99,93 44,67 20,31 20,35 22,35 38,30 - 64,81 62,71 44,75 58,98 60,36 6,35 7,23 - - 9,92 44,90 44,25 41,51 45,10 33,88 5 Sumber : ICMD dan IDX 2010 - 2014 Berdasarkan tabel 1.1 di atas dapat diketahui bahwa tingkat perkembangan rata-rata Dividend Payout Ratio (DPR) perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2010-2014 mengalami fluktuasi dan tidak mengindikasikan adanya penerapan kebijakan dividen yang stabil. Pada tahun 2010 tingkat perkembangan rata-rata dividen mengalami kenaikan sebesar 44,90, pada tahun 2011 mengalami pernurunan sebesar 44,25, tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 41,51, pada tahun 2013 tingkat perkembangan rata-rata dividen mengalami kenaikan sebesar 45,10, kemudian mengalami penurunan pada tahun 2014 sebesar 33,88. Dari sisi investor, dividen merupakan salah satu penyebab timbulnya motivasi investor menanamkan dananya di pasar modal. Dan karena informasi yang dimiliki investor di pasar modal sangat terbatas, maka perubahan dividenlah yang akan dijadikan sebagai sinyal untuk mengetahui performance perusahaan. Namun, besar kecilnya dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham tergantung pada kebijakan dividen masing-masing perusahaan dan dilakukan berdasarkan pertimbangan berbagai faktor. Berdasarkan faktor-faktor yang dipertimbangkan oleh manajemen dan keputusan investor yang didasarkan pada kinerja keuangan maka penelitian ini mengidentifikasi variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap rasio pembayaran dividen (Kadir, 2010 dalam Paramita dan Ni Putu, 2016). Penyebaran kepemilikan merupakan jumlah sebaran kepemilikan saham yang ada di perusahaan. Pemegang saham yang semakin menyebar 6 mengakibatkan kesulitan pengawasan terhadap kinerja perusahaan, dan salah satu alternatif yang digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah dengan membayar dividen, sehingga akan memperkecil jumlah laba yang ditahan (Shadeva, 2015 dalam Paramita dan Ni Putu, 2016). Fauz dan Rosidi (2007) dalam Paramita dan Ni Putu (2016) mengungkapkan jaminan aset adalah aset perusahaan yang dapat digunakan sebagai jaminan peminjaman. Jaminan aset yang tinggi akan mengurangi konflik kepentingan antara pemegang saham dengan kreditor sehingga perusahaan dapat membayar dividen dalam jumlah besar. Jaminan aset yang semakin tinggi akan membuat pemegang saham merasa lebih aman karena tidak adanya batasan dalam perjanjian pinjaman untuk membatasi perusahaan membayar dividen dalam jumlah yang besar. Posisi kas adalah kas yang berada di perusahaan yang dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban lancar. Posisi kas dari suatu perusahaan merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Oleh karena dividen merupakan cash outflow, maka makin kuatnya posisi kas perusahaan berarti makin besar kemampuannya membayar dividen (Riyanto, 2011 dalam Paramita dan Ni Putu, 2016). Return On Assets (ROA) adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya (Kasmir, 2012). Perusahaan yang dapat menghasilkan return on assets yang tinggi, maka 7 perusahaan dianggap berhasil dalam meningkatkan keuntungan perusahaan dan berpengaruh pada pembayaran dividen untuk pemegang saham (Paramita dan Ni Putu, 2016). Investment Opportunity Set (IOS) merupakan kesempatan investasi masa depan yang besarnya tergantung pada pengeluaran yang ditetapkan oleh manajemen, dan merupakan investasi yang diharapkan untuk memperoleh return yang lebih besar (Julianto dan Lilis, 2004 dalam Fidhayatin dan Dewi, 2012). IOS diperkenalkan oleh Myers (1977) dalam kaitannya untuk mencapai tujuan perusahaan. Peluang investasi mempengaruhi nilai perusahaan yang terbentuk melalui indikator harga pasar saham (I Gst. Ngr. Putu dan Gerianta 2016). Faktor terakhir yang berpengaruh terhadap kebijakan dividen yaitu Risiko Pasar, risiko bisnis yang lebih tinggi akan meningkatkan ketidakpastian pada hubungan langsung antara keuntungan saat ini dan keuntungan yang diharapkan, oleh karena itu risiko bisnis yang tinggi dikaitkan dengan pembayaran dividen yang rendah. Investor cenderung mengharapkan keuntungan yang tinggi atas investasi mereka pada tingkat risiko bisnis yang tinggi. Berdasarkan teori risk dan return yaitu semakin tinggi tingkat risiko suatu perusahaan maka semakin besar return yang diinginkan oleh investor, karena jika tingkat risiko yang tinggi tidak diimbangi dengan return yang tinggi pula, maka tidak akan pernah ada investor yang berinvestasi pada perusahaan tersebut (Sudaryanti, 2012 dalam Revani dkk, 2015). Oleh karena itu risiko berpengaruh terhadap kebijakan dividen dan dibutuhkan modal yang besar untuk memberikan return besar ketika tingkat risiko perusahaan tinggi, maka seharusnya perusahaan tidak membagikan dividen dalam 8 jumlah yang besar. Sehingga ketika tingkat risiko perusahaan tinggi maka tingkat pembayaran dividen rendah. Ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan kebijakan dividen. Paramita dan Ni Putu (2016) melakukan penelitian tentang ‘Pengaruh Penyebaran Kepemilikan, Jaminan Aset, Posisi Kas, dan Return On Assets Terhadap Kebijakan Dividen’. Dimana hasil dari penelitian ini bahwa variabel Penyebaran Kepemilikan, Jaminan Aset, Posisi Kas dan ROA berpengaruh terhadap Dividen Payout Ratio. Ni Kadek Desi dan I Ketut (2016) yang meneliti mengenai ‘Pengaruh Pertumbuhan Penjualan, Jaminan Aset, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen pada Sektor Industri Barang Konsumsi’. Hasil pengujian hipotesis menunjukan bahwa variabel Jaminan Aset berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen. Sedangkan Pertumbuhan Penjualan dan Ukuran Perusahaan tidak berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen. Revani dkk (2015) dalam penelitiannya mengenai ‘Analisis Pengaruh Investment Opportunities, Leverage, Risiko Pasar dan Firm Size Terhadap Dividend Policy’. Hasil penelitiannya menyatakan Opportunities, Leverage, Firm Size berpengaruh bahwa Investment terhadap Dividend Policy. Sedangkan Risiko Pasar tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Penelitian yang dilakukan oleh I Gst. Ngr. Putu dan Gerianta (2016) tentang ‘Pengaruh Investment Opportunity Set dan Free Cash Flow Pada Kebijakan Dividen dan Nilai Perusahaan’, menyatakan bahwa Investment Opportunity Set dan Free Cash Flow berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Sedangkan untuk 9 Nilai Perusahaan bahwa Investment Opportunity Set berpengaruh dan Free Cash Flow tidak berpengaruh. Terdapat perbedaan hasil penelitian antara peneliti satu dengan yang lain berkaitan dengan kebijakan dividen terangkum dalam tabel 1.2 dibawah ini : Tabel 1.2 Perbedaan Hasil Penelitian No Variabel Paramita dan Ni Putu (2016) Ni Kadek Desi dan I Ketut (2016) Revani dkk (2015) I Gst. Ngr. Putu dan Gerianta (2016) B B - - - 2 Penyebaran Kepemilikan Jaminan Aset B - - 3 Posisi Kas B - - - 4 ROA B - - - - TB - - - TB B - - - B B 1 5 6 7 Pertumbuhan Penjualan Ukuran Perusahaan Investment Opportunity Set 8 Leverage - - B - 9 Risiko Pasar - - TB - 10 Free Cash Flow - - - B Keterangan : B (berpengaruh), TB (tidak berpengaruh) Berdasarkan tabel 1.2 untuk variabel Penyebaran Kepemilikan hanya diteliti oleh Paramita dan Ni Putu (2016). Dimana hasil dari penelitian ini bahwa Penyebaran Kepemilikan berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Untuk variabel Jaminan Aset diteliti oleh Paramita dan Ni Putu (2016) dan Ni Kadek Desi dan I Ketut (2016) dimana hasil dari penelitian ini bahwa Jaminan Aset berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Untuk variabel Posisi Kas diteliti oleh Paramita dan 10 Ni Putu (2016) memperoleh hasil bahwa Posisi Kas berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Untuk variabel Return On Assets diteliti oleh Paramita dan Ni Putu (2016) dimana hasilnya variabel Return On Assets berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Untuk variabel Pertumbuhan Penjualan hanya diteliti oleh Ni Kadek Desi dan I Ketut (2016) memperoleh hasil bahwa Pertumbuhan Penjualan tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Untuk variabel Ukuran Perusahaan diteliti oleh Ni Kadek Desi dan I Ketut (2016) dan Revani dkk (2015). memperoleh hasil bahwa Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Untuk variabel Investment Opportunity Set diteliti oleh Revani dkk (2015) dan I Gst. Ngr. Putu dan Gerianta (2016) memperoleh hasil bahwa Investment Opportunity Set berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Untuk variabel Leverage diteliti oleh Revani dkk (2015) memperoleh hasil bahwa Leverage berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Untuk variabel Risiko Pasar diteliti oleh Revani dkk (2015) memperoleh hasil bahwa Risiko Pasar tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Untuk variabel Free Cash Flow diteliti oleh I Gst. Ngr. Putu dan Gerianta (2016) memperoleh hasil bahwa Free Cash Flow berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Penelitian ini merupakan replikasi dan pengembangan dari penelitian Paramita dan Ni Putu (2016). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Paramita dan Ni Putu (2016) adalah pada penggunaan variabel independennya, peneliti menambahkan variabel Investment Opportunity Set dan Risiko Pasar. Penambahan variabel Investment Opportunity Set dan variabel 11 Risiko Pasar dikarenakan variabel Investment Opportunity Set dan Risiko Pasar merupakan variabel baru dan baru dilakukan oleh satu peneliti. Alasan dari pengambilan sampel perusahaan manufaktur karena di tengah pertumbuhan industri yang cukup baik diperoleh fenomena bahwa perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) hanya sedikit yang membagikan dividen, dimana diperoleh hasil dari 155 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2013 hanya 30 (19,35%) perusahaan yang membagikan dividen selama tiga tahun berturut-turut, yaitu dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 (Sumber : IDX 2011 - 2013). Dari fenomena tersebut, maka penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010 sampai dengan 2014 dan perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang luas dan memiliki banyak aktivitas operasional yang menghasilkan barang-barang yang diminati dan dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan banyaknya masyarakat yang mengkonsumsi maka perusahaan akan memproduksi dalam jumlah yang besar dan akan menghasilkan laba yang tinggi, sehingga akan menarik para investor untuk menanamkan sahamnya. Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini mengambil judul “ANALISIS PENGARUH PENYEBARAN KEPEMILIKAN, JAMINAN ASET, POSISI KAS, RETURN ON ASSETS, INVESTMENT OPPORTUNITY SET DAN RISIKO PASAR TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2010-2014”. 12 1.2 Rumusan Masalah Kebijakan dividen adalah kebijakan yang penuh dilematis bagi pihak manajemen perusahaan. Manajemen ingin menahan laba atau keuntungan perusahaan untuk lebih mengembangkan perusahaan ke depannya untuk proses reinvestasi, karena dana internal dianggap lebih aman daripada mencari dana eskternal yang mengandung risiko seperti dikenakan bunga peminjaman. Sementara di lain pihak investor menuntut untuk mendapatkan dividen karena sudah disepakati dalam Rapat Umum Pemegang saham (RUPS). Sisi baik ketika perusahaan membayar dividen kepada pemegang saham atau investor adalah memberikan kepercayaan kepada investor bahwa perusahaan memiliki prospek ke depan yang bagus. Sisi kurang baiknya yaitu, laba perusahaan yang mungkin bisa digunakan untuk proses mengembangkan perusahaan dalam upaya reinvestasi harus berkurang untuk kegiatan pembayaran dividen (Kadir, 2010 dalam Paramita dan Ni Putu, 2016). Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana Penyebaran Kepemilikan, Jaminan Aset, Posisi Kas, Return On Assets, Investment Opportunity Set dan Risiko Pasar berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen ? 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian maka, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh 13 Penyebaran Kepemilikan, Jaminan Aset, Posisi Kas, Return On Assets, Investment Opportunity Set dan Risiko Pasar terhadap Kebijakan Dividen. 1.3.2 Kegunaan Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan, antara lain: 1. Bagi Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai masukan pengetahuan ilmu ekonomi, terutama dalam hal melihat pengaruh antara Penyebaran Kepemilikan, Jaminan Aset, Posisi Kas, Return On Assets, Investment Opportunity Set dan Risiko Pasar terhadap Kebijakan DIviden pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Selain itu sebagai bahan acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan masalah dividen. 2. Bagi Praktisi Bagi Perusahaan Memberi masukan tentang faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen perusahaan sehingga dapat digunakan untuk mengambil kebijaksanaan dimasa yang akan datang. Bagi Investor Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan para investor dalam pengambilan keputusan berinvestasi yaitu menentukan perusahaan mana yang akan memberikan return yang lebih besar terutama dari sisi dividen. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 3.1.1 Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah suatu atribut, sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang memiliki varian tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013 dalam Paramita dan Ni Putu, 2016). Variabel penelitian terdiri dari : a. Variabel Dependen (Variabel Terikat) Menurut Sugiyono (2013) dalam Paramita dan Ni Putu (2016), variabel dependen atau terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang merupakan variabel dependen adalah kebijakan dividen. b. Variabel Independen (Variabel Bebas) Menurut Sugiyono (2013) dalam Paramita dan Ni Putu (2016), variabel independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyebaran kepemilikan, jaminan aset, posisi kas, return on assets, investment opportunity set dan risiko pasar. 33 34 3.2 Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati yang memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Sugiyono, 2013 dalam Paramita dan Ni Putu, 2016). 3.2.1 Kebijakan Dividen Menurut Brigham dan Ehrhardt (2002) dalam Paramita dan Ni Putu (2016), Kebijakan dividen adalah kebijakan dalam pengambilan keputusan mengenai laba perusahaan. Kebijakan dividen merupakan keputusan dalam menentukan prosentase laba yang ditahan untuk diinvestasikan dan laba yang akan dibayarkan sebagai dividen atau disebut sebagai Dividend Payout Ratio (DPR). Kebijakan dividen yang diukur dengan Dividend Payout Ratio (DPR). Kebijakan dividen dalam penelitian ini diwakili oleh Dividend Payout Ratio (DPR). Dividend Payout Ratio (DPR) merupakan rasio antara dividend per share dengan earning per share. DPR dapat dihitung dengan menggunakan rumus : 35 3.2.2 Penyebaran Kepemilikan Penyebaran kepemilikan merupakan jumlah sebaran kepemilikan saham yang ada diperusahaan. Setiap pemegang saham mewakili satu kelompok yang diukur dengan menggunakan variance persentase kepemilikan saham tiap kelompok (Paramita dan Ni Putu 2016). Penyebaran Kepemilikan dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Keterangan : X1 : persentase kepemilikan saham satu kelompok. X : rata-rata kepemilikan saham N : jumlah data 3.2.3 Jaminan Aset Fauz dan Rosidi (2007) dalam Paramita dan Ni Putu (2016), mengungkapkan jaminan aset adalah aset perusahaan yang dapat digunakan sebagai jaminan peminjaman. Aset perusahaan ini berupa aset tetap, seperti tanah, bangunan dan peralatan yang biasanya digunakan sebagai jaminan untuk pinjaman jangka panjang (Brigham dan Houston, 2011 dalam Paramita dan Ni Putu, 2016). Jaminan asset dapat diukur dengan menggunakan rumus perbandingan antara asset tetap dengan total asset perusahaan. Satuan pengukuran jaminan asset adalah dalam presentase (Ni Kadek dan I Ketut, 2016) : 36 3.2.4 Posisi Kas Posisi kas adalah kas yang berada di perusahaan yang dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban lancar. Posisi kas dari suatu perusahaan merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Posisi kas dalam penelitian ini menggunakan data cash ratio. Cash ratio adalah perbandingan antara kas dan setara kas dengan kewajiban lancer (Paramita dan Ni Putu 2016). 3.2.5 Return On Assets Return on assets menunjukkan kemampuan perusahaan dengan menggunakan seluruh aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba setelah pajak. Rasio ini penting bagi pihak manajemen untuk mengevaluasi efektivitas dan efisiensi manajemen perusahaan dalam mengelola seluruh aktiva perusahaan (Sudana, 2011 dalam Paramita dan Ni Putu 2016). Return on assets adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Perusahaan yang dapat menghasilkan return on assets yang tinggi, maka perusahaan dianggap berhasil dalam meningkatkan keuntungan perusahaan dan berpengaruh pada pembayaran dividen untuk pemegang saham. Return on assets merupakan 37 perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan total aktiva perusahaan (Paramita dan Ni Putu 2016). 3.2.6 Investment Opportunity Set Hartono (2003) dalam Revani dkk (2015) menyatakan kesempatan investasi atau investment opportunity set menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan. Investment opportunity set diproksikan dengan Market to Book Value of Equity (Gaver, 1993 dalam I Gst. Ngr, 2016) yang mencerminkan bahwa pasar menilai return dari investasi perusahaan di masa depan terhadap return yang diharapkan dari ekuitasnya. Secara matematis Market to Book Value of Equity (MBVE) diformulasikan sebagai berikut : MBVE = 3.2.7 Risiko Pasar Risiko pasar adalah risiko yang dihadapi instrument investasi yang disebabkan oleh faktor-faktor pasar seperti faktor ekonomi, politik, dan sebagainya (Robert, 1997). Risiko pasar (market risk) secara sistematis mempengaruhi faktor-faktor dalam perusahaan seperti inflasi, resesi, dan tingkat suku bunga yang tinggi. Karena kebanyakan saham akan dipengaruhi secara negatif oleh faktor-faktor ini, 38 maka risiko pasar tidak dapat dieliminasi oleh diversifikasi (Brigham dan Houston, 2006 dalam Revani dkk, 2015). Berdasarkan teori risk dan return yaitu semakin tinggi tingkat risiko suatu perusahaan maka semakin besar return yang diinginkan oleh investor, karena jika tingkat risiko yang tinggi tidak diimbangi dengan return yang tinggi pula, maka tidak akan pernah ada investor yang berinvestasi pada perusahaan tersebut. Return tersebut dapat berupa dividen atau capital gain, akan tetapi berdasarkan teori Bird in The Hand, investor lebih menyukai dividen dibanding laba ditahan (Yendrawati, 2006 dalam Revani dkk, 2015). Risiko pasar dapat diukur dengan beta (β), bagaimana beta ini digunakan untuk mengukur nondiversifiable risk atau market risk : Keterangan : β : Beta Ri : Perubahan return ekuitas Rm : Perubahan return pasar 39 Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel No 1 Nama Variabel Dividend Payout Ratio (DPR) 2 Penyebara n Kepemilik an 3 Jaminan Aset 4 Posisi Kas 5 Return On Assets (ROA) 6 Investmen ts Opportuni ty Set (IOS) 7 Risiko Pasar Definisi Variabel Kebijakan dividen adalah kebijakan dalam pengambilan keputusan mengenai laba perusahaan. Penyebaran kepemilikan merupakan jumlah sebaran kepemilikan saham yang ada diperusahaan. jaminan aset adalah aset perusahaan yang dapat digunakan sebagai jaminan peminjaman. Posisi kas adalah kas yang berada di perusahaan yang dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban lancar. Return on assets adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. kesempatan investasi atau investment opportunity set menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan. Risiko pasar adalah risiko yang dihadapi Indikator Sumber Paramita dan Ni Putu (2016) Paramita dan Ni Putu (2016) Ni Kadek dan I Ketut (2016) Paramita dan Ni Putu (2016) Paramita dan Ni Putu (2016) I Gst. Ngr, 2016) MBVE = (Revani dkk, 2015) 40 instrument investasi yang disebabkan oleh faktor-faktor pasar seperti faktor ekonomi, politik, dan sebagainya (Robert, 1997). 3.3 Objek Penelitian, Unit Sampel, Populasi, dan Penentuan Sampel 3.3.1 Objek Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Unit sampel pada penelitian ini diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) berupa data tanggal publikasi laporan keuangan dan laporan keuangan perusahaan pada perusahaan manufaktur periode 2010-2014. 3.3.2 Populasi dan Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun pengamatan 2010-2014. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling jenis judgement sampling. Kriteria-kriteria yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2010-2014. 2. Perusahaan yang memiliki laporan keuangan lengkap sesuai dengan variabel yang dibutuhkan selama periode penelitian. 3. Membagikan dividen secara berturut-turut selama periode 2010-2014. 41 3.4 Jenis dan Sumber Data Jenis data pada penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari pihak ketiga. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD). 3.5 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi , yaitu dengan melihat dokumen yang sudah terjadi (laporan keuangan auditan) di Bursa Efek Indonesia. Dalam penelitian ini data diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory tahun periode 2010-2014. Penelitian ini juga dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan yaitu dengan cara membaca, mempelajari literatur dan publikasi yang berhubungan dengan penelitian. 3.6 Metode Analisis 3.6.1 Statistik Deskriptif Statistik deskriptif adalah memberikan suatu gambaran tentang distribusi data dalam penelitian yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum (Ghozali, 2011). a. Mean (rata-rata), yaitu rata-rata dari nilai data penelitian b. Standar deviasi, yaitu besarnya varians/perbedaan nilai antara nilai data minimal dan maksimal. 42 c. Nilai maksimum, yaitu nilai tertinggi dari data penelitian. d. Nilai minimum, yaitu nilai terendah data penelitian. 3.6.2 Pengujian Asumsi Klasik 3.6.2.1 Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah regresi, variabel dependen, variabel independen atau kedua-duanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Pada Uji Normalitas, data ini dengan melihat normal dengan menggunakan metode One Sample Kolmogorov-Smirnov Test. Pemilihan metode ini didasarkan bahwa One Sample Kolmogorov-Smirnov Test merupakan metode yang umum digunakan untuk menguji normalitas data. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah sampel yang digunakan dalam penelitian ini berdistribusi normal atau tidak. Untuk mengetahuinya hasilnya, dengan analisa: 1. Jika nilai probabilitas > taraf signifikansi yang ditetapkan (α=0,05), maka model regresi memenuhi asumsi normatilitas. 2. Jika nilai probabilitas < taraf signifikansi yang ditetapkan (α=0,05), maka model regresi tidak memenuhi asumsi normatilitas. 43 3.6.2.2 Uji Multikolonieritas Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolonieritas didalam model regresi adalah : 1. Nilai Ri yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independen banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen. 2. Jika antar variabel independen da korelasi yang cukup tinggi(umumnya diatas 0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolonieritas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas dari multikolonieritas. Multikolonieritas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen. 3. Multikolonieritas dapat juga dilihat dari : a. Nilai tolerance dan lawannya b. Variance inflation factor (VIF) Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi 44 (karena VIF = 1 Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai Tolerance ≥ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≤10 . 3.6.2.3 Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedasitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homokedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang Homokedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas (Ghozali 2007). a. Menurut Ghozali (2007) dasar analisis dalam uji heteroskedastisitas ini adalah: 1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. 2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titk menyebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. b. Uji Glejser Uji glejser mengusulkan untuk meregres nilai absolut residual terhadap variabel independen, dengan persamaan regresi : ǀ Ut = α + βXt + vt 45 Jika variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas. Jika probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5%, dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung heteroskedastisitas (Ghozali, 2013). c. Uji Park Park mengemukakan metode bahwa variance merupakan fungsi dari variabel-variabel independen yang dinyatakan dalam persamaan sbb: LnU2i = α + β LnXi + vi Apabila koefisien parameter beta dari persamaan regresi tersebut signifikan secara statistik, hal ini menunjukkan bahwa dalam data model empiris yang diestimasi terdapat heteroskedastisitas, dan sebaliknya jika parameter beta tidak signifikan secara statistik, maka asumsi homoskedastisitas pada data model tersebut tidak dapat ditolak (Ghozali, 2013). 3.6.2.4 Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu atau time series karena “gangguan” pada individu atau kelompok cenderung mempengaruhi individu atau kelompok pada 46 periode berikutnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Pada penelitian ini, gejala autokorelasi dideteksi penulis dengan menggunakan Uji Durbin-Watson lewat SPSS. Pengambilan keputusan ada tidaknya Autokorelasi ditentukan berdasarkan kriteria berikut (Ghozali, 2011): 1. Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4-du), maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi. 2. Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound (dl), maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada autokorelasi positif. 3. Bila nilai DW lebih besar daripada (4-dl), maka koefisien autokorelasi lebih kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi negatif. 4. Bila nilai DW terletak di antara batas atas (du) dan batas bawah (dl) atau DW terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan. 3.7 Analisis Regresi Linier Analisis regresi pada dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen (variabel penjelas/bebas), dengan tujuan untuk mengestimasi dan/atau memprediksi ratarata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Ghozali, 2007). 47 Analisis regresi digunakan untuk menguji pengaruh faktor-faktor fundamental, yaitu penyebaran kepemilikan, jaminan asset, posisi kas, return on assets, investment opportunity set dan risiko pasar terhadap kebijakan dividen dengan menggunakan regresi berganda dengan tingkat signifikansi 5%. Persamaan regresi dalam penelitian ini adalah : Y= α + b1X1+ b2X2 + b3X3 +b4X4+b5X5+ b6X6+e Dimana : Y : Kebijakan Dividen α : konstanta X1 : Penyebaran Kepemilikan X2 : Jaminan Aset X3 : Posisi Kas X4 : Return X5 : Investment Opportunity Set (IOS) X6 : Risiko Pasar b1,2,3,4,5,6 : besaran koefisien regresi dari masing-masing variabel e : eror On Assets (ROA) Besarnya konstanta dalam a, dan besarnya koefisien regresi masingmasing variabel independen yang ditunjukkan X1, X2, X3, X4, X5 dan X6. Analisis regresi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar hubungan antaravariabel independen dengan variabel dependennya. 48 3.8 Uji Hipotesis 3.8.1 Uji Hipotesis Signifikan Secara Parsial (Uji Statistik t) Setelah menguji apakah variabel bebas memiliki pengaruh atau tidak terhadap variabel tidak bebas, maka selanjutnya dapat dijelaskan variabel mana di antara variabel bebas tersebut yang dominan berpengaruh terhadap variabel tidak bebas. Pengujian parsial ini digunakan untuk menguji apakah setiap koefisien regresi variabel bebas mempunyai pengaruh atau tidak terhadap variabel tidak bebas. Dengan menggunakan tingkat keyakinan alpha (α) sebesar 5% dan derajat keabsahan (n-1), kemudian dibandingkan antara t hitung dengan t tabel, maka : Apabila nilai t hitung > t tabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Apabila nilai t hitung < t tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak. 3.8.2 Uji Hipotesis Signifikansi Secara Simultan ( Uji Statistik F) Pengujian secara serentak adalah untuk mengetahui apakah koefisien regresi variabel bebas mempunyai pengaruh atau tidak terhadap variabel tidak bebas. Uji F merupakan pengujian hipotesis guna mengetahui hubungan antara empat variabel atau lebih dengan k menyatakan variabel bebas dan n adalah ukuran sampel, uji F ini berdistribusi dengan pembilang dk = pembilang k dan dk penyebut = (n-k-1), Pembuktian ini dilakukan dengan mengamati F hitung pada alpha (α) 5%. Apabila nilai F hitung > F tabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Apabila nilai F hitung < F tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak. 49 3.9 Uji Koefisien Determinasi Untuk melihat kuat dan besarnya pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat, digunakan parameter Koefesien Determinasi (R2). Uji ini bertujuan untuk mengetahui persentase variabel total dalam variabel tidak bebas yang mampu dijelaskan oleh variabel bebas dalam suatu penelitian. R2 ini terletak diantara 0 dan 1, jika R2 = 1 hal ini berarti garis regresi yang dicocokan menjelaskan 100% variasi dalam variabel tidak bebas. Sebaliknya jika R2 = 0 maka model tersebut tidak dapat menjelaskan sedikitpun variasi dalam variabel tidak bebas. 50