tinjauan pustaka, landasan teori, kerangka pemikiran dan hipotesis

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Tinjauan Pustaka
Pertambahan penduduk
Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis
Indonesia selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang
dari enam bulan tetapi bertujuan menetap. Pertumbuhan penduduk diakibatkan
oleh tiga komponen yaitu: fertilitas, mortalitas dan migrasi (Chairany, 2010).
Pertambahan penduduk merupakan perubahan populasi sewaktu-waktu,
dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah
populasi menggunakan "per waktu unit" untuk pengukuran. Sebutan pertumbuhan
penduduk merujuk pada semua spesies, tapi selalu mengarah pada manusia, dan
sering digunakan secara informal untuk sebutan demografi nilai pertumbuhan
penduduk, dan digunakan untuk merujuk pada pertumbuhan penduduk dunia
(Fadhli, 2010).
Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu faktor yang penting dalam
masalah sosial ekonomi umumnya dan masalah penduduk pada khususnya.
Karena di samping berpengaruh terhadap jumlah dan komposisi penduduk juga
akan berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi suatu daerah atau negara
maupun dunia (Sasya, 2012).
Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia (2012) tingkat pertumbuhan
penduduk sangat berguna untuk memprediksi jumlah penduduk di suatu wilayah
atau negara dimasa yang akan datang. Dengan diketahuinya jumlah penduduk
Universitas Sumatera utara
yang akan datang, diketahui pula kebutuhan dasar penduduk ini, tidak hanya di
bidang sosial dan ekonomi tetapi juga di bidang politik misalnya mengenai jumlah
pemilih untuk pemilu yang akan datang. Tetapi prediksi jumlah penduduk dengan
cara seperti ini belum dapat menunjukkan karakteristik penduduk dimasa yang
akan datang. Untuk itu diperlukan proyeksi penduduk menurut umur dan jenis
kelamin yang membutuhkan data yang lebih rinci yakni mengenai tren fertilitas,
mortalitas dan migrasi.
Faktor-Faktor Pertambahan Penduduk
Pertambahan penduduk pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor – faktor demografi
sebagai berikut :
1. Kematian (Mortalitas)
2. Kelahiran (Natalitas)
3. Migrasi (Mobilitas)
Kelahiran dan kematian dinamakan faktor alami, sedangkan perpindahan
penduduk dinamakan faktor non alami.
1.Kematian
Kematian adalah hilangnya tanda-tanda kehidupan manusia secara
permanen. Kematian bersifat mengurangi jumlah penduduk dan untuk
menghitung besarnya angka kematian caranya hampir sama dengan perhitungan
angka kelahiran. Banyaknya kematian sangat dipengaruhi oleh faktor pendukung
kematian (pro mortalitas) dan faktor penghambat kematian (anti mortalitas).
a.) Faktor pendukung kematian (pro mortalitas)
Faktor ini mengakibatkan jumlah kematian semakin besar. Yang termasuk
faktor ini adalah:
Universitas Sumatera utara
- Sarana kesehatan yang kurang memadai.
- Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan.
- Terjadinya berbagai bencana alam.
- Terjadinya peperangan.
- Terjadinya kecelakaan lalu lintas dan industri.
- Tindakan bunuh diri dan pembunuhan.
b.) Faktor penghambat kematian (anti mortalitas)
Faktor ini dapat mengakibatkan tingkat kematian rendah. Yang termasuk faktor
ini adalah:
- Lingkungan hidup sehat.
- Fasilitas kesehatan tersedia dengan lengkap.
- Ajaran agama melarang bunuh diri dan membunuh orang lain.
- Tingkat kesehatan masyarakat tinggi.
- Semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk.
2.Kelahiran (Natalitas)
Kelahiran bersifat menambah jumlah penduduk. Ada beberapa faktor
yang menghambat kelahiran (anti natalitas) dan yang mendukung kelahiran (pro
natalitas). Faktor-faktor penunjang kelahiran (pro natalitas) antara lain: Kawin
pada usia muda, karena ada anggapan bila terlambat kawin keluarga akan malu,
anak dianggap sebagai sumber tenaga keluarga untuk membantu orang tua,
anggapan bahwa banyak anak banyak rejeki, anak menjadi kebanggaan bagi orang
tua, anggapan bahwa penerus keturunan adalah anak laki-laki, sehingga bila
belum ada anak laki-laki, orang akan ingin mempunyai anak lagi.
Universitas Sumatera utara
Faktor pro natalitas mengakibatkan pertambahan jumlah penduduk
menjadi besar. Faktor-faktor penghambat kelahiran (anti natalitas), antara lain:
adanya program keluarga berencana yang mengupayakan pembatasan jumlah
anak, adanya ketentuan batas usia menikah, untuk wanita minimal berusia 16
tahun dan bagi laki-laki minimal berusia 19 tahun, anggapan anak menjadi beban
keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, adanya pembatasan tunjangan
anak untuk pegawai negeri yaitu tunjangan anak diberikan hanya sampai anak
kedua, penundaaan kawin sampai selesai pendidikan akan memperoleh pekerjaan.
3. Migrasi
Migrasi penduduk adalah perpindahan penduduk dari tempat yang satu ke
tempat lain. Dalam mobilitas penduduk terdapat migrasi internasional yang
merupakan perpindahan penduduk yang melewati batas suatu negara ke negara
lain dan juga migrasi internal yang merupakan perpindahan penduduk yang
berkutat pada sekitar wilayah satu negara saja.
Faktor-faktor terjadinya migrasi, yaitu :
1. Persediaan sumber daya alam
2. Lingkungan social budaya
3. Potensi ekonomi
4. Alat masa depan (Sasya,2012)
Akses Pangan
Akses pangan tingkat rumahtangga adalah kemampuan suatu rumahtangga
untuk memperoleh pangan yang cukup secara terus-menerus melalui berbagai
cara, seperti produksi pangan rumahtangga, persediaan pangan rumahtangga, jualbeli, tukar-menukar/barter, pinjam-meminjam, dan pemberian atau bantuan
Universitas Sumatera utara
pangan. Keluarga dapat mengakses pangan melalui beberapa cara seperti produksi
rumahtangga (hasil panen, hasil beternak atau hasil budidaya perikanan); berburu,
mencari ikan atau mengumpulkan pangan yang hidup liar; mendapatkan
bantuan/pemberian pangan melalui jaringan sosial; bantuan dari pemerintah,
distribusi-distribusi NGO atau food for work projects (pangan hasil/imbalan
pekerjaan);
serta
barter/tukar-menukar
atau
membeli
dari
pasar
(World Food Programme 2005).
Menurut Baliwati (2004), akses pangan merupakan salah satu aspek dari
empat aspek ketahanan pangan,selain Kecukupan (sufficiency), keterjaminan
(security), dan waktu (time). Berdasarkan World Food Programme (2005), Akses
pangan rumah tangga dibagi menjadi tiga dimensi,yaitu dimensi akses fisik, akses
ekonomi, dan akses sosial.
•
Akses fisik dapat diamati berdasarkan jarak pasar terdekat dalam suatu
wilayah dan ketersediaan pangan di warung sekitar pemukiman penduduk
wilayah tersebut. Pasar merupakan salah satu sarana dan prasarana yang
tersedia di suatu wilayah untuk menunjang kebutuhan akan pangan setiap
individu dalam wilayah tersebut. Salah satu tujuan pasar adalah
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memungkinkan akses
masyarakat terhadap pangan untuk pemenuhan kebutuhan pangannya
meningkat.
•
Akses ekonomi dapat dilihat dari tingkat kemiskinan berdasarkan data
pengeluaran total (pengaluaran pangan dan non pangan) keluarga per
kapita perbulan dengan menggunakan acuan dari data garis kemiskinan
Badan Pusat Statistik ( BPS ).
Universitas Sumatera utara
•
Akses
sosial
dapat
perhatian,dorongan/dukungan
diamati
maupun
dari
bantuan
tingkat
sosial
pendidikan,
baik
berupa
pinjaman ataupun pemberian pangan/uang dari sanak keluarga, tetangga,
maupun teman.
Salah satu parameter atau indikator untuk mengukur/melihat daya beli
masyarakat adalah pendapatan penduduk. Karena data pendapatan tidak tersedia
maka sebagai alternatif, maka digunakan data Product Domestic Regional Bruto
(PDRB) per tahun atas dasar harga berlaku. Dalam penentuan batasan ranges
untuk PDRB diasumsikan pendapatan minimum penduduk adalah 1 $ per hari.
Penetapan nilai minimum tersebut didasarkan pada standar pendapatan minimum
yang ditetapkan FAO sebesar 2 $ per hari, namun karena nilai tersebut relatif
tinggi jika diterapkan untuk tingkat pendapatan rata-rata penduduk Indonesia
maka diturunkan menjadi 1 $ per hari. Karena mengacu pada standar FAO maka
nilai rupiah PDRB dikonversi ke dalam bentuk dollar ($), dalam hal ini
diasumsikan nilai 1 dollar saat ini adalah Rp 9500,-. Semakin tinggi tingkat
pendapatan penduduknya, maka semakin baik kondisi akses pangannya. Jika
tingkat pendapatan penduduk lebih kecil dari 1095 $ per tahun, maka akses
pangannya termasuk dalam kategori rendah (Badan Ketahanan Pangan, 2011).
Kemiskinan
Menurut Suparlan (1984) kemiskinan merupakan sebagai suatu standar
tingkat hidup yang rendah yaitu adanya tingkat kekurangan materi pada sejumlah
atau golongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku
dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara
Universitas Sumatera utara
langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan kehidupan
moral, dan rasa harga diri dari mereka yang terolong sebagai orang miskin.
Menurut Sumodiningrat (1999) klasifikasi kemiskinan ada lima kelas,
yaitu :
1. Kemiskinan Absolut
Kemiskinan absolut selain dilihat dari pemenuhan kebutuhan dasar
minimum yang memungkinkan seseorang dapat hidup layak, juga ditentukan oleh
tingkat pendapatan untuk memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, tingkat
pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan yang disebut miskin
atau sering disebut dengan istilah garis kemiskinan. Seseorang termasuk golongan
miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan,
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, seperti pangan,
sandang, kesehatan, papan dan pendidikan.
Kemiskinan absolut merupakan kemiskinan yang tidak mengacu atau tidak
didasarkan pada garis kemiskinan. Kemiskinan absolut adalah derajat dari
kemiskinan dibawah, dimana kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan
hidup tidak dapat terpenuhi.
2. Kemiskinan Relatif
Sekelompok orang dalam masyarakat dikatakan mengalami kemiskinan
relatif apabila pendapatannya lebih rendah dibandingkan kelompok lain tanpa
memperhatikan apakah mereka masuk dalam kategori miskin absolut atau tidak.
Penekanan dalam kemiskinan relatif adalah adanya ketimpangan
pendapatan dalam masyarakat antara yang kaya dan yang miskin atau dikenal
dengan istilah ketimpangan distribusi pendapatan. Kemiskinan relatif untuk
Universitas Sumatera utara
menunjukkan ketimpangan pendapatan berguna untuk mengukur ketimpangan
pada suatu wilayah. Kemiskinan relatif juga dapat digunakan untuk mengukur
ketimpangan antar wilayah yang dilakukan pada suatu wilayah tertentu.
Pengukuran relatif diukur berdasarkan tingkat pendapatan, ketimpangan
sumberdaya alam serta sumberdaya manusia berupa kualitas pendidikan,
kesehatan, dan perumahan.
3. Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat
yang disebabkan oleh faktor budaya yang tidak mau berusaha untuk memperbaiki
tingkat kehidupan meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya.
Alfian (1980) mendefinisikan kemiskinan struktural sebagai kemiskinan yang
diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat tidak
dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia
bagi mereka. Kemiskinan struktural meliputi kekurangan fasilitas pemukiman
sehat, kekurangan pendidikan, kekurangan komunikasi dengan dunia sekitarnya.
Kemiskinan struktural juga dapat diukur dari kurangnya perlindungan dari hukum
dan pemerintah sebagai birokrasi atau peraturan resmi yang mencegah seseorang
memanfaatkan kesempatan yang ada.
4. Kemiskinan Kronis
a.Kemiskinan kronis disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kondisi sosial budaya
yang mendorong sikap dan kebiasaan hidup masyarakat yang tidak produktif.
b.Keterbatasan sumberdaya dan keterisolasian (daerah-daerah yang kritis akan
sumberdaya alam dan daerah terpencil).
Universitas Sumatera utara
c.Rendahnya derajat pendidikan dan perawatan kesehatan, terbatasnya lapangan
kerja dan ketidakberdayaan masyarakat dalam mengikuti ekonomi pasar.
5. Kemiskinan Sementara
Kemiskinan sementara terjadi akibat adanya: 1) perubahan siklus ekonomi
dari kondisi normal menjadi krisis ekonomi, 2) perubahan yang bersifat musiman,
dan 3) bencana alam atau dampak dari suatu yang menyebabkan menurunnya
tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.
Ciri-Ciri Kemiskinan
Menurut Hartomo dan Aziz (1997) mereka yang hidup dibawah garis
kemiskinan memiliki beberapa ciri, yaitu :
1.Mereka umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang
cukup, modal maupun keterampilan. Faktor produksi yang dimiliki sendiri
sedikit sekali sehingga kemampuan memperoleh pendapatan menjadi sangat
terbatas.
2.Mereka tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan
kekuatan sendiri. Pendapatan tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan
maupun modal usaha, sedangkan syarat tidak terpenuhi untuk memperoleh
kredit perbankan seperti adanya jaminan kredit dan lain-lain, sehingga mereka
yang perlu kredit terpaksa berpaling kepada “lintah darat” yang biasanya
meminta syarat yang berat dan memungut biaya yang tinggi.
3.Tingkat pendidikan mereka yang rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar.
Waktu mereka habis tersisa untuk mencari nafkah sehingga tidak tersisa lagi
untuk belajar. Anak-anak mereka tidak dapat menyelesaikan sekolah, karena
harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan atau menjaga adik-
Universitas Sumatera utara
adik di rumah, sehingga secara turun-temurun mereka terjerat dalam
keterbelakangan garis kemiskinan.
4.Kebanyakan mereka tinggal di perdesaan. Banyak diantara mereka tidak
memiliki tanah, walaupun ada kecil sekali. Umumnya mereka menjadi buruh
tani atau pekerja kasar di luar petani, karena pertanian bekerja dengan musiman
maka kesinambungan kerja kurang terjamin. Banyak diantara mereka kemudian
bekerja sebagai “pekerja bebas”, berusaha apa saja. Dalam keadaan penawaran
tenaga kerja yang besar maka tingkat upah menjadi rendah sehingga mengurung
mereka dibawah garis kemiskinan, di dorong dengan kesulitan hidup di desa
maka banyak diantara mereka mencoba berusaha di kota.
5.Kebanyakan diantara mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak
mempunyai keterampilan atau pendidikan, sedangkan kota dibanyak negara
sedang berkembang tidak siap menampung gerak urbanisasi penduduk desa.
Apabila di negara-negara maju pertumbuhan industri menyertai urbanisasi dan
pertumbuhan kota sebagai penarik bagi masyarakat desa untuk bekerja di kota,
maka urbanisasi di negara berkembang tidak disertai proses penyerapan tenaga
dalam perkembangan industri. Bahkan, sebaliknya perkembangan teknologi di
kota justru menarik pekerjaan lebih banyak tenaga kerja, sehingga penduduk
miskin yang pindah ke kota dalam kantong-kantong kemelaratan.
Menurut Sumedi dan Supadi (2004) masyarakat miskin mempunyai
beberapa ciri sebagai berikut:1) tidak memiliki akses ke proses pengambilan
keputusan yang menyangkut hidup mereka, 2) tersingkir dari institusi utama
masyarakat yang ada, 3) rendahnya kualitas sumber daya manusia termasuk
kesehatan,
pendidikan,
keterampilan
yang
berdampak
pada
rendahnya
Universitas Sumatera utara
penghasilan, 4) Terperangkap dalam rendahnya budaya kualitas sumber daya
manusia seperti rendahnya etos kerja, berpikir pendek dan fatalisme,
5) Rendahnya kepemilikan aset fisik termasuk aset lingkungan hidup seperti air
bersih dan penerangan.
Faktor Penyebab Kemiskinan
Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan menurut
Hartomo dan Aziz (1997) yaitu :
1). Pendidikan yang Terlampau Rendah
Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang
mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya.
Keterbatasan pendidikan atau keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan
keterbatasan kemampuan seseorang untuk masuk dalam dunia kerja.
2). Malas Bekerja
Adanya sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada nasib)
menyebabkan seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja.
3). Keterbatasan Sumber Alam
Suatu masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak
lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Hal ini sering dikatakan
masyarakat itu miskin karena sumberdaya alamnya miskin.
4). Terbatasnya Lapangan Kerja
Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi
masyarakat. Secara ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja
baru sedangkan secara faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi
masyarakat miskin karena keterbatasan modal dan keterampilan.
Universitas Sumatera utara
5). Keterbatasan Modal
Seseorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk
melengkapi alat maupun bahan dalam rangka menerapkan keterampilan yang
mereka miliki dengan suatu tujuan untuk memperoleh penghasilan.
6). Beban Keluarga
Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak
diimbangi dengan usaha peningakatan pendapatan akan menimbulkan kemiskinan
karena semakin banyak anggota keluarga akan semakin meningkat tuntutan atau
beban untuk hidup yang harus dipenuhi.
Menurut Kartasasmita dalam Rahmawati (2006), kondisi kemiskinan dapat
disebabkan oleh sekurang-kurangnya empat penyebab, yaitu :
1. Rendahnya Taraf Pendidikan
Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan
diri
terbatas
dan
meyebabkan
sempitnya
lapangan
kerja
yang
dapat
dimasuki.Taraf pendidikan yang rendah juga membatasi kemampuan seseorang
untuk mencari dan memanfaatkan peluang.
2. Rendahnya Derajat Kesehatan
Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan
fisik, daya pikir dan prakarsa.
3. Terbatasnya Lapangan Kerja
Selain kondisi kemiskinan dan kesehatan yang rendah, kemiskinan juga
diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau
kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran
kemiskinan.
Universitas Sumatera utara
4. Kondisi Keterisolasian
Banyak penduduk miskin secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil
dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau
oleh pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati
masyarakat lainnya.
Nasikun dalam Suryawati (2005) menyoroti beberapa sumber dan proses
penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu :
1) Pelestarian Proses Kemiskinan
Proses pemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan
suatu kebijakan diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya
justru melestarikan.
2) Pola Produksi Kolonial
Negara ekskoloni mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial,
yaitu petani menjadi marjinal karena tanah yang paling subur dikuasai petani
skala besar dan berorientasi ekspor.
3) Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Adanya unsur manajemen sumber daya alam dan lingkungan, seperti
manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.
4) Kemiskinan Terjadi Karena Siklus Alam.
Misalnya tinggal di lahan kritis, dimana lahan ini jika turun hujan akan
terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak
memungkinkan produktivitas yang maksimal dan terus-menerus.
Universitas Sumatera utara
5) Peminggiran Kaum Perempuan
Dalam hal ini perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas
kedua,sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah
dari laki-laki.
6) Faktor Budaya dan Etnik
Bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan seperti,
pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat
istiadat yang konsumtif saat upacara adat atau keagamaan.
Menurut Lincolin Arsyad (2004), indikator kemiskinan ada bermacammacam yaitu konsumsi beras per kapita per tahun, tingkat pendapatan dan
tingkat kesejahteraan yang terdiri dari 9 komponen yaitu kesehatan, konsumsi
makanan dan gizi, pendidikan, kesempatan kerja, perumahan, jaminan sosial,
sandang, rekreasi dan kebebasan.
Usaha Pengentasan Kemiskinan
Untuk mengatasi masalah kemiskinan, pemerintah memiliki peran yang
besar. Namun dalam kenyataannya, program yang dijalankan oleh pemerintah
belum mampu menyentuh pokok yang menimbulkan masalah kemiskinan ini.
Beberapa program yang tengah digalakkan oleh pemerintah dalam menanggulangi
kemiskinan salah satunya adalah Program Beras untuk keluarga miskin (Raskin).
Program Beras untuk keluarga miskin (Raskin)
Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan
yang harus ditanggulangi bersama oleh pemerintah dan masyarakat. Masalah ini
menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu
melibatkan berbagai sektor baik di tingkat pusat maupun daerah. Program Raskin
Universitas Sumatera utara
(Program Penyaluran Beras Untuk Keluarga Miskin) adalah sebuah program dari
pemerintah. Program ini dilaksanakan di bawah tanggung jawab Departemen
Dalam Negeri dan Perum Bulog sesuai dengan SKB (Surat Keputusan Bersama)
Menteri Dalam Negeri dengan Direktur Utama Perum Bulog Nomor : 25 Tahun
2003 dan Nomor : PKK-12/07/2003, yang melibatkan instansi terkait, Pemerintah
Daerah dan masyarakat. Sasaran dari Program Raskin ini adalah meningkatkan
akses pangan kepada keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam
rangka menguatkan ketahanan pangan rumah tangga dan mencegah penurunan
konsumsi energi dan protein. Dalam memenuhi kebutuhan pangan tersebut,
Program Raskin perlu dilaksanakan agar masyarakat miskin benar-benar bisa
merasakan manfaatnya, yakni dapat membeli beras berkualitas baik dengan harga
terjangkau ( Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2008 ).
Tujuan Program RASKIN adalah mengurangi beban pengeluaran Rumah
Tangga Sasaran melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam
bentuk beras. Peraturan perundangan yang menjadi landasan pelaksanaan program
RASKIN adalah:
1. Undang-Undang No. 7 Tahun 1996, tentang Pangan.
2. Undang-Undang No. 19 Tahun 2003, tentang Badan Usaha Milik Negara
(BUMN).
3. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah.
4. Undang-Undang No. 41 Tahun 2008, tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun Anggaran 2009.
5. Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002, tentang Ketahanan Pangan.
Universitas Sumatera utara
6. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2003, tentang Pendirian Perusahaan Umum
BULOG.
7. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah.
8. Peraturan Presiden RI No. 7 Tahun 2005, tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional 2004 - 2009.
9. Peraturan Presiden RI No. 54 Tahun 2005, tentang Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan.
10. Peraturan Presiden RI No. 38 Tahun 2008, tentang Rencana Kerja
Pemerintah Tahun 2009.
11. Inpres Nomor 1 tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan Nasional.
12. Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang “Perubahan atas Peraturan Menteri
Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah”.
13. Kepmenko Kesra No. 35 Tahun 2008 tentang Tim Koordinasi RASKIN
Pusat.
(Pedoman Umum Raskin 2009)
Hingga pelaksanaan tahun 2007, Rumah Tangga Rasasaran Penerima
Manfaat (RTS-PM) Raskin hanya mencakup 47% - 83% dari RTS terdata, dan
baru sejak 2008 mencakup seluruh RTS terdata. Melalui program Raskin, setiap
RTS-PM dapat membeli sejumlah beras di titik distribusi dengan harga yang lebih
murah dari harga di pasaran (bersubsidi). Selama pelaksanaan program, jumlah
beras yang dialokasikan untuk setiap RTS-PM mengalami beberapa kali
perubahan, namun tetap pada kisaran 10 – 20 kg per distribusi. Harga beras
Universitas Sumatera utara
bersubsidi yang harus dibayar RTS-PM pada awal pelaksanaan program adalah
Rp.1.000 per Kg di titik distribusi. Sejak 2008 harganya dinaikkan menjadi
Rp.1.600 per Kg. Frekuensi distribusi juga mengalami perubahan antara 10 - 13
kali per tahun atau rata- rata satu kali per bulan (Hastuti dkk, 2012).
Landasan Teori
Garis kemiskinan
Menurut Sajogyo (1977) cara mengukur kemiskinan dengan pendekatan
kemiskinan absolut adalah dengan memperhitungkan standar kebutuhan pokok
berdasarkan atas kebutuhan beras dan gizi (kalori dan protein) dengan
mengungkapkan masalah garis kemiskinan dan tingkat pendapatan petani. Ada
tiga golongan orang miskin yaitu golongan lapisan miskin yang mempunyai
pendapatan per kapita per tahun beras sebanyak lebih dari 360 kg tetapi kurang
dari 480 kg, golongan miskin sekali yang memiliki pendapatan per kapita per
tahun beras sebanyak 240-360 kg, dan lapisan paling miskin yang memiliki
pendapatan per kapita per tahun beras sebanyak kurang dari 240 kg. Sajogyo
mengunakan nilai tukar beras kg/kapita/tahun agar dapat dibandingkan dengan
nilai tukar antar daerah dan antar zaman.
Bank Dunia dalam BPS, menetapkan bahwa seseorang dikatakan miskin
apabila pendapatannya dibawah US $ 2 per hari. Badan Pusat Statistik (BPS) juga
memberikan pemikiran untuk mengukur garis kemiskinan dengan cara
menentukan berapa besar kalori minimum yang harus dipenuhi oleh setiap orang
dalam sehari. Badan ini mengusulkan bahwa setiap orang harus memenuhi 2100
kilo kalori setiap harinya. Jadi, 2100 kilo kalori ini merupakan batas garis
kemiskinan yang ditentukan oleh BPS dengan memperhitungkan kebutuhan non
Universitas Sumatera utara
pangan seperti kebutuhan perumahan, bahan bakar, penerangan listrik, pendapatan
air bersih serta jasa-jasa. Kemudian kriteria-kriteria ini diubah dalam angka
Rupiah. Garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS sendiri akan selalu
mengalami
penyesuaian,
karena
harga
kebutuhan
itu
berubah
(Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2004).
Kemiskinan menurut Inpres nomor 12 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan
Program Raskin, dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok. Hal ini dapat dilihat
dari tingkat pengeluaran keluarga yang terdiri atas 4 anggota keluarga.
1. Golongan sangat miskin adalah mereka yang mengkonsumsi makanan senilai
sampai dengan 1.900 kalori per hari, yang senilai dengan Rp.120.000,- per
minggu atau bila disetarakan dengan pengeluaran per bulannya adalah
Rp.480.000,- per rumah tangga per bulan.
2. Golongan miskin adalah mereka yang mengkonsumsi makanan senilai sampai
2.100 kalori per hari, yang senilai dengan Rp.150.000,- per minggu atau bila
disetarakan dengan pengeluaran per bulannya adalah Rp.600.000,- per rumah
tangga per bulan.
3. Golongan hampir miskin yaitu mereka yang mengkonsumsi makanan senilai
sampai dengan 2.300 kalori per hari, yang senilai sampai dengan Rp.175.000,per minggu atau bila disetarakan dengan pengeluaran per bulannya adalah
Rp.700.000,- per rumah tangga per bulan (Asa’ad, 2007).
Kerangka Pemikiran
Pertambahan penduduk Sumatera Utara yang dilihat dari pertumbuhan
penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun akan berpengaruh pada
Universitas Sumatera utara
kemiskinan, seperti yang dikatakan Jhingan (2002) pertumbuhan penduduk pesat
memperberat tekanan pada lahan , pengangguran dan memicu kemiskinan.
Malthus dalam Silalahi (2011) berpendapat bahwa manusia hidup
membutuhkan makanan, sedangkan laju pertumbuhan makanan jauh lebih lambat
dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk. Apabila tidak diadakan pembatasan
terhadap penduduk maka manusia akan mengalami kekurangan bahan makanan,
hal inilah merupakan sumber dari kemelaratan dan kemiskinan manusia.
Akses pangan yang terdiri dari akses fisik, ekonomi, dan sosial memiliki
beberapa indikator yang digunakan dalam pemetaan akses pangan, indikatorindikator tersebut merupakan beberapa indikator dari sembilan indiktor
kemiskinan menurut Lincolin Arsyad (2004). Indikator tersebut adalah rasio
konsumsi normatif terhadap ketersediaan bersih pangan pokok untuk akses fisik,
pendapatan per kapita perekonomian rakyat untuk akses ekonomi, jumlah
penduduk yang tidak tamat sekolah dasar (SD) untuk akses sosial.
Sehingga keduanya pertambahan penduduk dan akses pangan berpengaruh
terhadap kemiskinan. Program Raskin sebagai salah satu program dalam usaha
pengentasan kemiskinan diharapkan akan berpengaruh dalam mengurangi jumlah
penduduk miskin di Sumatera Utara.
Universitas Sumatera utara
Secara sistematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:
Pertambahan
Penduduk
Kemiskinan
Akses Fisik
Akses sosial
v Akses
Pangan
Akses
Ekonomi
Usaha Pengentasan
Kemiskinan
Keterangan :
: Mempengaruhi
Gambar 1:Skema Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan
identifikasi
masalah,tinjauan
pustaka,
dan
kerangka
pemikiran maka hipotesis dalam penelitian ini disusun sebagai berikut :
1. Akses pangan di Sumatera Utara berada pada kategori baik.
2. Jumlah penduduk, Akses Pangan, dan Program Beras untuk keluarga Miskin
(RASKIN)
berpengaruh
nyata
terhadap
jumlah
penduduk
miskin
di
Sumatera Utara.
Universitas Sumatera utara
Download