5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ASI 2.1.1 Definisi ASI ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kelenjar payudara ibu (mammae), sebagai makanan utama bagi bayi. ASI merupakan sumber nutrisi yang sangat penting bagi bayi dan dalam jumlah yang cukup dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 4-6 bulan pertama ( Soetjinigsih, 1997). ASI mengandung nutrisi, hormone, unsur kekebalan, faktor pertumbuhan, anti alergi serta anti inflamasi sehingga ASI adalah makanan yang mencakupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologi, social mahupun spiritual (Purwanti, 2004). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 240/Men Kes/ Per/ V/85 tentang Pengganti ASI, ASI adalah makanan bayi yang paling baik dan tepat untuk pertumbuhan dan perkembangan yang sehat bagi bayi dan oleh karena itu, penggunaannya perlu dilestarikan. 2.1.2 Stadium ASI ASI yang pertama keluar disebut dengan fore milk dan selanjutnya disebut dengan hind milk. Fore milk merupakan ASI awal yang banyak mengandung air, sedangkan hind milk lebih banyak mengandung karbohidrat dan lemak (Roesli, 2002) ASI Stadium I ASI stadium I adalah kolostrum. Kolostrum merupakan cairan yang pertama disekresi oleh kelenjar payudara dari hari ke-1 sampai hari ke-4, setelah persalinan komposisi kolostrum mengalami perubahan. Kolostrum berwarna kuning keemasan disebabkan oleh tingginya komposisi lemak dan sel-sel hidup. Kolostrum merupakan pencahar yang membersihkan mekonium sehingga mukosa usu bayi yang baru lahir segera bersih dan siap menerima ASI. Hal ini menyebabkan bayi yang mendapat ASI pada minggu ke-1 sering defekasindan feses berwarna hitam ( Purwanti, 2004). Kandungan tertinggi dalam kolostrum adalah antibody yang siap melindungi bayi saat kondisinya masih lemah. Kandungan protein dalam kolostrum lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein dalam susu matur. Jenis protein globulin Universitas Sumatera Utara 6 membuat konsistensi kolostrum menjadi pekat ataupun padat sehingga bayi lebih lama merasa kenyang meskipun hanya mendapat sedikit kolostrum. Lemak kolostrum lebih banyak mengandung kolestrol dan lisotin sehingga bayi sejak dini sudah terlatih mengolah kolestrol. Kandungan hidrat arang kolostrum lebih rendah dibandingkan susu matur akibat dari aktivitas bayi pada 3 hari pertama masih sedikit dan tidak memerlukan banyak kalori. Total kalori kolostrum hanya 58kcal/100mi kolostrum (Roesli, 2002). ASI Stadium II ASI stadium II adalah ASI peralihan. ASI ini diproduksi pada hari ke-4 sampai hari ke-10. Komposisi protein makin rendah, sedangkan lemak dan hidrat arang makin tinggi dan jumlah volume ASI semakin meningkat. Hal ini merupakan pemenuhan terhadap aktivitas bayi yang mulai aktif kerana bayi sudah beradaptasi dengan lingkungan. Pada masa ini, pengeluaran ASI mulai stabil, begitu juga dengan kondisi fisik ibu. Keluhan nyeri pada payudara sudah berkurang. Oleh karena itu, yang perlu ditingkatkan adalah kandungan protein dan kalsium dalam makanan ibu (Suraatmaja, 1997). ASI Stadium III ASI stadium III adalah ASI matur. ASI yang disekresi dari hari ke-10 dan seterusnya. ASI matur merupakan nutrisi bayi yang terus berubah disesuaikan dengan perkembangan bayi sampai berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain selain dari ASI (Purwanti, 2004). 2.1.3 Zat Gizi ASI Karbohidrat Laktosa adalah karbohidrat utamadalam ASI dan berfungsi sebagai salah satu sumber energy untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat dalam ASI hamper 2 kali lipat dibandingkan laktosa yang ditemukan pada susu sapi. Namun demikian angka kejadian diare yang disebabkan karena tidak dapat mencerna ASI. Hal ini disebabkan karena penyerapan laktosa ASI lebih baik dibandingkan laktosa susu sapi. Kadar karbohidrat dalam kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi jumlahnya meningkat terutama laktosa pada ASI transisi (7-14 hari setelah melahirkan). Sesudah melewati masa ini, maka kadar karbohidrat ASI relative stabil (IDAI Cab. DKI Jakarta, 2008). Universitas Sumatera Utara 7 Protein Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan protein yang terdapat dalam susu sapi. Protein dalam ASI dan susu sapi terdiri dari protein whey dan casein. Protein dalam ASI lebih banyak terdiri dari whey yang lebih udah diserap oleh usus bayi, sedangkan susu sapi lebih banyak mengandung casein yang lebih sulit dicerna oleh usus bayi. Jumlah protein casein yang terdapat dalam ASI hanya 30% dibanding susu sapi dengan kandungan lebih tinggi (80%). Beta laktoglobulin yaitu fraksi dari protein whey yang banyak terdapat pada susu sapi tidak terdapat dalam ASI. Beta laktoglobulin ini merupakan jenis protein yang potensial menyebabkan alergi. ASI juga kaya akan nukleotida (kelompok berbagai jenis senyawa organic yang tersusun dari 3 jenis yaitu basa nitrogen, karbohidrat, dan fosfat) dibanding dengan susu sapi yang mempunyai zat gizi ini dalam jumlah sedikit. Disamping itu kualitas nukleotida ASI juga lebih baik disbanding susu sapi. Nukleotida ini mempunyai peran dalam meningkatkan pertumbuhan dan kematangan usus, merangsang pertumbuhan bakteri baik yang di dalam usu, dan meningkatkanpenyerapan besi dan daya tahan tubuh (IDAI Cab. DKI Jakarta, 2008). Lemak Kadar lemak dalam ASI lebih tinggi disbanding dengan susu sapi. Kadar lemak yang tinggi ini dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan otak yang cepat selama masa bayi. Terdapat beberapa perbedaan antara profil lemak yang ditemukan pada ASI dan susu sapi. Lemak omega 3 dan omega 6 yang berperan pada perkembangan otak bayi banyak ditemukan dalam ASI. Di samping itu, ASI banyak mengandung asam lemak rantai panjang yang di antaranya asam dokosaheksonik (DHA) dan asam arakhidonat (ARA) yang berperan terhadap perkembangan jaringan saraf dan retina mata. ASI mengandung asam lemak jenuh dan tidak jenuh yang seimbang disbanding susu sapi yang lebih banyak mengandung asam lemak jenuh. Seperti yang kita ketahui, konsumsi asam lemak jenuh dalam jumlah banyak dan lama tidak baik untuk kesihatan jantung dan pembuluh darah (IDAI Cab. DKI Jakarta, 2008), (Hegar, 2008). Karnitin Karnitin ini mempunyai peran membantu proses pembentukan energy yang diperlukan untuk mempertahankan metabolism tubuh. ASI mengandung kadar karnitin yang tinggi terutama pada 3 minggu pertama menyusui, bahkan di dalam kolostrum kadar Universitas Sumatera Utara 8 karnitin lebih tinggi lagi. Konsentrasi karnitin bayi yang mendapat ASI lebih tinggi disbanding dengan bayi yang mendapat susu formula (IDAI Cab. DKI Jakarta, 2008). Vitamin Vitamin K dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yng berfungsi sebagai faktor pembekuan. Vitamin D untuk mencegah bayi menderita penyakit tulang. Vitamin C berfungsi untuk kesihatan mata dan juga untuk mendukung pembelahan sel, kekebalan tubuh dan pertumbuhan (Hegar, 2008). Mineral Mineral utama yang terdapat dalam ASI adalah kalsium yang mempunyai fungsi untuk pertumbuhan jaringan otot dan rangka, transmisi jaringan saraf dan pembekuan darah. Kandungan zat besi di dalam ASI lebih mudah diserap yaitu 20-50% dibandingkan hanya 4-7% pada susu formula. Sehingga bayi yang mendapat ASI mempunyai risiko lebih kecil untuk menglami kekurangan zat besi disbanding bayi yang mendapat susu formula. Mineral zinc dibutuhkan oleh tubuh kerana merupakan mineral yang banyak membantu berbagai proses metabolism di dalam tubuh (Soetjiningsih, 1997). 2.1.4 Fisiologi Menyusui Menurut Soetjinigsih (1997), secara vertikal payudara terletak di antara kosta II dan VI, secara horizontal mulai dari pinggir sternum sampai ke linea aksilaris medialis. Kelenjar susu berada di jaringan subkutan, tepatnya di antara jaringan subkutan superfisial dan profundus yang menutupi muskulus pektoralis mayor, sebagian kecil seratus anterior, dan obliqus eksterna. Menurut Roesli (2007), payudara terdiri dari bagian eksternal dan internal. Bagian eksternal payudara terdiri dari sepasang buah dada, puting susu, dan areola mamae. Bagian internal terdiri dari mamary alveoli (kelenjar susu), sinus lactiferus (gudang susu) yang terletak di bawah areola mamae, ductus lactiferus (saluran susu), dan jaringan ikat dan lemak sebagai jaringan penunjang dan pelindung. Pada waktu bayi mulai menghisap ASI, akan terjadi dua refleks yang menyebabkan ASI keluar pada saat yang tepat dan waktu yang tepat pula yaitu refleks pembentukan ASI atau refleks prolaktin yang dirangsang oleh hormon prolaktin dan refleks pengaliran/pelepasan ASI (let down reflex). ASI diproduksi oleh mamary alveoli dan disalurkan melalui ductus lactiferus ke sinus lactiferous(Ariani, 2010). Universitas Sumatera Utara 9 Pada saat sinus lactiferus mengalami pengosongan ASI dan saat perangsangan ujung saraf di sekitar payudara oleh karena proses penghisapan, maka kelenjar hipofisa bagian depan akan menghasilkan hormon prolaktin yang akan merangsang mamary alveoli untuk memproduksi ASI. Selain itu, prolaktin juga menekan fungsi ovarium sehingga memperlambat fungsi kesuburan dan haid. Dengan kata lain, dapat menjarangkan kehamilan (Bobak, 2005). Pada saat perangsangan ujung saraf di sekitar payudara oleh karena proses penghisapan, oksitosin juga akan dihasilkan oleh kelenjar hipofisa bagian belakang. Proses pengeluaran ASI dari sinus lactiferus terjadi karena kontraksi sel otot polos di sekitar mamary alveoli yang merupakan kerja dari hormon oksitosin. Oleh karena itu, oksitosin berperan dalam refleks pengeluaran ASI (let down reflex). 2.1.5 Manfaat ASI Manfaat pemberian ASI bagi bayi, yaitu: 1. ASI sebagai nutrisi, sesuai di Valevski, et al. (2005) terbukti rendahnya kadar tiamin dalam susu formula yang mengakibatkan kejadian defisiensi tiamin pada bayi. 2. ASI meningkatkan daya tahan tubuh. Terdapat beberapa penelitian yang mendukung fungsi ASI sebagai peningkat daya tahan tubuh, yaitu: Menurut Beaudry (1995), angka kejadian infeksi gastrointestinal 47% lebih rendah pada bayi yang mendapat ASI dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapat ASI. Menurut Bachrach, et al (2003), sejumlah sumber digunakan untuk meneliti hubungan pemberian ASI dengan risiko anak dirawat inap karena penyakit saluran pernapasan bawah. Penelitian tersebut dilakukan pada bayi sehat yang lahir cukup umur dan punya akses ke fasilitas kesehatan yang memadai. Kesimpulan di negara maju, bayi yang mendapat susu formula mengalami penyakit saluran pernapasan 3 kali lebih parah dan memerlukan rawat inap di rumah sakit dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI secara eksklusif selama 4 bulan. Dengan meningkatnya daya tahan tubuh bayi, tentu saja Angka Kematian Bayi akan berkurang. Menurut DinKes Provinsi Sumatera Utara (2009), Universitas Sumatera Utara 10 Baadan Pusat Statistik Provinsi Sumatera S Utara U menggestimasi Angka A Keematian Bay yi (AKB) p ada tahun 2007 2 sebesaar 26,90 perr 1.000 kelaahiran hiddup. Angk ka ini mennurun bila dibanding gkan dengaan AKB tahun sebbelumnya yang y sebesarr 28,2 per 1.000 1 kelahiiran hidup. PPenurunan AKB bellum mencap pai angka yyang memuaaskan, sehin ngga perlu ddilakukan upayaupaya dari peemerintah uuntuk memb bantu penu urunan angkka tersebut,, agar kuualitas hidup p masyarakkat Indonesiia dapat dittingkatkan dengan sem makin berrjalannya waktu. w Anggka Kematiaan Bayi meerujuk kepaada jumlah h bayi yanng meningg gal pada faase antara kelahiran k hingga bayi bbelum men ncapai um mur 1 tahun per 1.000 kkelahiran hidup. Gambaaran perkem mbangan terrakhir meengenai estiimasi AKB dari Badan n Pusat Stattistik Sumaatera Utara dapat dillihat pada grrafik 2.1 beerikut ini. GRAFIK K 2.1 ESTIMASI AN NGKA KEM MATIAN BAYI B PER 1,000 KELA AHIRAN HID DUP DI PR ROVINSI SU UMATERA A UTARA TAHUN T 20002 – 2007 Suumber : DinK Kes (2009) SI meningkattkan kecerdaasan.Terdapaat beberapa penelitian yanng AS 3. menndukung bah hwa ASI dap at meningkaatkan kecerdaasan, yaitu: Meenurut Horw wood dan F Fergusson (1 1998), tampak kecendeerungan ken naikan lam ma pemberiian ASI sessuai dengan n peningkatan IQ, hasiil tes kecerd dasan staandar, penin ngkatan rankking di seko olah, dan peeningkatan aangka di sekolah darri 1.000 anaak yang diikkuti sampai usia 18 tahun. Universitas Sumatera Utara 11 Mortensen, et al. (2002) melakukan penelitian terhadap 3.253 orang di Denmark didapatkan hubungan antara lama pemberian ASI dan peningkatan IQ. Orang yang disusui kurang dari 1 bulan mempunyai IQ 5 poin lebih rendah dari yang disusui setidaknya 7-9 bulan. Terdapat korelasi antara lamanya pemberian ASI dengan tingkat IQ. Dalam penelitian Smith, et al (2003) dilakukan penelitian pada 439 anak usia sekolah dengan berat badan lahir sangat rendah (di bawah 1.500 gram). Bayi yang tidak diberi ASI ternyata mempunyai skor yang lebih rendah dalam semua fungsi intelektual, kemampuan verbal, kemampuan visuo spasial, dan visuo motorik dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI. 4. ASI memenuhi kebutuhan awal bayi untuk tumbuh kembang secara optimal baik fisik, kepandaian, emosional, spiritual, maupun sosialisasinya (Roesli, 2007). 5. Menurunkan resiko obesitas (kegemukan). Terdapat beberapa penelitian yang mendukung bahwa ASI dapat menurunkan resiko obesitas yaitu: Shields, Callaghan, Williams, Najman, dan Bor (2006) menyimpulkan bahwa anak yang disusui selama kurang dari 4 bulan mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) yang lebih tinggi daripada anak yang disusui selama 4 bulan atau lebih. Pada penelitian Strawn dan Zuguo (2004) terhadap 177.304 anak yang lahir pada tahun 1988-1992 didapatkan persentase overweight yang tertinggi pada anak yang tidak pernah mendapat ASI. 6. Menurunkan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah. Terdapat beberapa penelitian yang mendukung bahwa ASI dapat menurunkan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah, yaitu: Martin (2004) melakukan penelitian porspektif melibatkan 7.276 bayi Inggris selama 7,5 tahun. Pada usia tujuh tahun, bayi yang tidak diberi ASI memiliki tekanan diastolik dan sistolik yang lebih tinggi daripada bayi yang diberi ASI. Terjadi pengurangan tekanan darah sistolik 1% pada masyarakat berhubungan dengan 1,5% pengurangan angka kematian Universitas Sumatera Utara 12 secara keseluruhan. Hal ini merupakan keuntungan yang signifikan pada masa dewasa. Penelitian Owen, et al. (2008) di Inggris meneliti tingkat kolesterol pada 1.500 remaja umur 13-16 tahun. Mereka menemukan bahwa pemberian ASI memiliki keuntungan jangka panjang dalam mencegah penyakit kardiovaskuler dengan mengurangi kolesterol total dan kolesterol berkadar lipid rendah. 2.2 ASI Eksklusif Pada awal kehidupan, seorang bayi akan menggantungkan hidupnya kepada makanan berupa ASI sampai usia enam bulan. Biasanya tidak terdapat gangguan pertumbuhan dalam usia enam bulan, kecuali jika anak menderita penyakit. ASI eksklusif yaitu ASI yang diberikan selama jangka waktu minimal empat bulan dan akan lebih baik apabila diberikan sampai bayi berusia enam bulan serta bayi tanpa diberi tambahan cairan lain seperti: susu formula, jeruk, madu, air teh, bahkan air putih dan tidak diberi makanan padat lain seperti : pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, tim, dan lain-lain (Roesli, 2007). ASI eksklusif diberi selama 6 bulan kerana bayi dengan usia 6 bulan ke bawah belum memiliki system pencernaan yang sempurna sehingga belum siap menerima jenis makanan dan minuman lainnya. Enzim semacam pemecah protein, lipase, amylase, pepsin dan sebagainya belum diproduksi secara sempurna di usia 1-6 bulan. Bayi di bawah usia 6 bulan belum memiliki system imun yang sempurna sehingga ia belum bisa memproteksi diri dari kuman yang terdapat dalam makanan dan minuman selain ASI (WHO/UNICEF, 2001). 2.2.1 Cakupan ASI Eksklusif di Indonesia Menurut Dinkes (2009), persentase pemberian ASI eksklusif pada bayi mulai tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 di Provinsi Sumatera Utara tidak menunjukkan peningkatan yang cukup memuaskan seperti tergambar pada grafik 2.2 dibawah ini. Universitas Sumatera Utara 13 GRAFIK K 2.2 PER RSENTASE PEMBERIIAN ASI EK KSKLUSIFF DI PROV VINSI SUM MATERA UT TARA TAH HUN 2004-22008 Sum mber : DinK Kes (2009) Caakupan persentase bayi yang diberri ASI eksklusif dari tahhun 2004 saampai dengan 20007 cenderu ung menuruun secara siignifikan, namun n padaa tahun 2008 ada peningkataan yang cu ukup berartii yaitu sebeesar 10,33% % dibandinggkan tahun 2007. Oleh kareena itu, dih harapkan paada tahun-ttahun berik kutnya dapaat dicapai angka a yang lebihh memuask kan guna m meningkatkaan kesejahteeraan hidupp masayarak kat di Indonesia.. 2.3 Iniisiasi Meny yusu Dini 2.3.1 Deefinisi Menurut Roesli R (200 08), IMD addalah bayi mulai menyusu sendirri segera seetelah lahir. Asallkan dibiark kan kontak kulit bayi dengan d kulit ibunya, seetidaknya seetelah satu jam segera s setellah lahir. C Cara bayi melakukan m IM MD ini dinnamakan thee best crawl atauu merangkak k mencari ppayudara. Daalam satu jam pertamaa setelah melahirkan, m ada perilakku menakju ubkan antara bayyi dan ibuny ya. Dari has il pengamattan menunju ukkan bahw wa: Ibu daan bayi suddah dapat beerinteraksi dalam d meniit-menit perrtama setelah h lahir, jika bayi segeraa diletakkan n di perut ibu bu. Universitas Sumatera Utara 14 Dalam beberapa menit, bayi dapat merangkak ke payudara dan menyusu sendiri (the best crawl). Kulit ibu memiliki kemampuan untuk menyesuaikan suhunya dengan suhu yang dibutuhkan bayi (thermoregulator, thermal synchrony). 2.3.2 Inisiasi Menyusu Dini Yang Dianjurkan Berikut ini langkah-langkah melakukan IMD secara umum yang dianjurkan : Begitu lahir, bayi diletakkan di perut ibu. Keringkan seluruh tubuh bayi termasuk kepala secepatnya, kecuali kedua tangannya. Tali pusat dipotong, lalu diikat. Vernix (zat lemak putih) yang melekat di tubuh bayi sebaiknya tidak dibersihkan karena zat ini membuat nyaman kulit bayi. Tanpa dibedong, bayi langsung ditengkurapkan di dada atau perut ibu dengan kontak kulit bayi dan kulit ibu. Ibu dan bayi diselimuti bersamasama. Jika perlu, bayi diberi topi untuk mengurangi pengeluaran panas dari kepalanya. Menurut penelitian Dr. Neils Bergman dari Afrika Selatan, kulit dada ibu yang melahirkan satu derajat lebih panas daripada kulit dada ibu yang tidak melahirkan. Jika bayinya kedinginan, suhu kulit ibu otomatis naik dua derajat untuk menghangatkan bayi. Jika bayi kepanasan, suhu kulit ibu otomatis turun satu derajat untuk mendinginkan bayinya. Kulit ibu bersifat thermoregulator atau thermal sinchrony bagi suhu bayi. Apabila bayi belum menemukan puting payudara ibunya dalam waktu satu jam, biarkan kulit bayi tetap bersentuhan dengan kulit ibunya sampai berhasil menyusu pertama. Rawat gabung yaitu ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar. Selama 24 jam ibu-bayi tetap tidak terpisahkan dan bayi selalu dalam jangkauan ibu. Universitas Sumatera Utara 15 2.3.3 Hubungan Keberhasilan Menyusu dengan Inisiasi Menyusu Dini Edmond, et al. (2006) menyatakan bahwa keberhasilan menyusui sangat tergantung pada IMD. Penundaan saat permulaan menyusu akan menyebabkan bayi sukar menyusu. Satu jam pertama kelahiran merupakan kunci sukses dalam proses menyusui. Menurut Kramer, et al. (2001), bayi yang melakukan IMD lebih berhasil disusui secara eksklusif dan lebih lama disusui. Menurut Roesli (2008), hasil penelitian menunjukkan hubungan antara saat kontak ibu-bayi pertama sekali terhadap lama menyusui. Bayi yang diberi kesempatan menyusu dini dengan meletakkan bayi dengan kontak kulit ke kulit setidaknya satu jam, hasilnya dua kali lebih lama disusui. Pada usia enam bulan dan setahun, bayi yang diberi kesempatan untuk menyusu dini, hasilnya 59% dan 38% yang masih disusui. Bayi yang tidak diberi kesempatan menyusu dini tinggal 29% dan 8% yang masih disusui di usia yang sama. Penelitian di JakartaIndonesia ini menunjukkan bayi yang diberi kesempatan untuk menyusu dini, hasilnya delapan kali lebih berhasil ASI eksklusif. WHO/UNICEF telah mempublikasikan tentang sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui dan telah dikembangkan oleh DepKes RI dan BKPPASI (Badan Kerja Peningkatan Penggunaan ASI), yaitu: Mempunyai kebijakan tertulis tentang menyusui. Melatih semua staf pelayanan kesehatan dengan keterampilan. Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan penatalaksanaannya. Pada klinik pranatal, kepada para ibu hamil diberikan informasi tentang keuntungan menyusui dan membimbing mereka untuk menyelesaikan masalah laktasi. Membantu ibu-ibu mulai menyusui bayinya dalam waktu 30 menit setelah melahirkan. Petugas memberi bantuan agar ibu dapat saling bersentuhan dengan anaknya untuk memulai pemberian ASI; sedangkan pada ibu dengan bedah sesar yang dibius diberikan waktu setangah jam sampai ibu sadar kembali dan dapat mengawali proses menyusui Memperlihatkan kepada ibu-ibu bagaimana cara menyusui dan cara mempertahankannya. Universitas Sumatera Utara 16 Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada bayi baru lahir. Melaksanakan rawat gabung. Mendukung pemberian ASI kepada bayi tanpa dijadwal karena pemberian ASI sekehendak hati akan melancarkan produksi ASI. Tidak memberikan dot atau kompeng karena dapat mengakibatkan bayi bingung puting. Oleh karena itu, bila bayi dirawat pisah, maka ASI diberikan dengan pipet, sonde, atau sendok. Membentuk dan membantu pengembangan kelompok pendukung ibu menyusui. Setiap RS/Rumah Bersalin/Puskesmas sebaiknya membentuk KP-ASI (Kelompok Pelindung ASI) untuk membantu ibu-ibu yang mengalami masalah laktasi dan meyakinkan mereka tentang manfaat menyusui, terutama pada mereka yang pertama sekali menyusui bayinya. 2.4 Sikap Sikap adalah kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain (Notoatmodjo, 2005). Fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau merupakan reaksi tertutup (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan baru yang diperoleh subjek selanjutnya akan menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap terhadap objek yang telah diketahuinya (Notoatmodjo, 2003). Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2005), sikap itu terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu: a. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek. Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, bagaimana penilaian orang tersebut terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan). Universitas Sumatera Utara 17 Kemudian, Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sikap terdiri atas berbagai tingkatan, yaitu: a. Menerima(receiving) Menerima diartikan dimana orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). b. Merespons (responding) Merespons diartikan dimana orang (objek) memberikan tindak balas terhadap stimulus yang diberikan (objek), seperti menjawab bila ditanya. c. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ketiga. Misalnya, seseorang ibu mengajak ibu lainnya untuk pergi ke posyandu. d. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dengan menanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek (Notoatmodjo, 2003). 2.5 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang. Domain kognitif mempunyai enam tahapan yaitu: tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan penilaian kembali. Untuk dapat menjalani perilaku yang diinginkan seseorang harus melampui semua tahap tersebut. (Notoatmodjo, 2007). Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : Pengalaman yang diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain. Tingkat pendidikan yang dapat menambah wawasan atau pengetahuan seseorang Universitas Sumatera Utara 18 Keyakinan bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang Fasilitas, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku Penghasilan berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mampu menyediakan atau membeli fasilitas – fasilitas sumber informasi Sosial budaya dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu. Universitas Sumatera Utara