BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian pasar modal
Pengertian pasar modal secara umum adalah suatu sistem keuangan yang
terorganisasi, termasuk di dalamnya perusahaan-perusahaan komersial beserta
seluruh surat berharga yang beredar. Dalam arti sempit pasar modal diartikan
sebagai suatu pasar yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham,
obligasi-obligasi dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa perantara
(Sunariyah, 2003:4). Pasar modal adalah tempat pertemuan antara pihak yang
kelebihan
dana
dengan
pihak
yang
kekurangan
dana
dengan
cara
memperjualbelikan sekuritas (Tandeilin, 2001:13)
Berdasarkan undang-undang (UU) No.8 Tahun 1995 tentang pasar modal,
dinyatakan bahwa pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan
penawaran umum dan perdagangan perusahaan publik terkait dengan efek yang
diterbitkannya serta lembaga profesi yang berkaitan dengan efek. Efek adalah
surat berharga yaitu surat pengakuan hutang, surat komersil, saham, tanda bukti
hutang, unit penyertaan kontrak kolektif, kontrak berjangka atas efek dan setiap
derivatif dari efek. UU no. 8 Tahun 1995 membedakan antara pasar modal dengan
bursa efek. Bursa efek didefinisikan sebagai pihak yang menyelenggarakan serta
menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual beli
efek, atau pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara
mereka.
Pasar modal ada empat jenis (Sunariyah, 2003 : 13), yaitu :
1) Pasar Perdana (Primary Market) adalah pasar modal yang memperdagangkan
saham-saham atau sekuritas lainnya yang dijual untuk pertama kalinya
(penawaran umum) sebelum saham tersebut dicatatkan di bursa.
2) Pasar Sekunder (Secondary Market) adalah penawaran surat berharga kepada
para pemodal setelah surat berharga tersebut ditawarkan di bursa. Harga surat
berharga di pasar sekunder ini ditentukan oleh besarnya penawaran dan
permintaan terhadap surat berharga tersebut (mekanisme pasar).
3) Pasar Ketiga (Third Market) adalah tempat perdagangan saham atau sekuritas
lain di luar bursa (over the counter market) atau disebut juga bursa paralel.
4) Pasar Keempat (Fouth Market) adalah bentuk perdagangan efek antar investor
atau dengan kata lain pengalihan saham dari satu pemegang saham ke
pemegang lainnya tanpa melalui perantara perdagangan efek.
2.1.2 Harga penawaran saham perdana
Melihat besar kecilnya return yang akan diterima oleh penjamin emisi,
sejumlah harga pasar perdana dinilai terlalu rendah. Pasar penawaran perdana
adalah penawaran perdana saham ke publik dan kadang disebut unscasoned
offering. Masalah penawaran mengundang pertanyaan bagi para peneliti di bidang
keuangan. Hal tersebut karena umumnya penawaran saham di pasar perdana
memberikan abnormal return yang positif bagi para pemodal segera setelah
saham-saham tersebut diperdagangkan di bursa. Abnormal return menunjukkan
selisih tingkat keuntungan yang sebenarnya (estimated return). Dalam penawaran
saham perdana estimated return sering diwakili oleh tingkat keuntungan indeks
pasar (market return). Dengan demikian maka abnormal return yang positif
menunjukkan bahwa tingkat keuntungan yang diperoleh karena memiliki suatu
saham, lebih besar dari keuntungan pasar. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya
harga saham pada waktu penawaran perdana relatif murah. Ada beberapa
penjelasan yang diberikan untuk fenomena bahwa harga saham pada penawaran
perdana relatif terlalu murah, yaitu :
1) Ada mispriced di pasar perdana sebagai akibat asimetri informasi pada pasar
perdana, pembentukan harga akan tergantung pada perundingan underwriter
dengan emiten. Dalam perundingan tersebut para underwriter mempunyai
informasi lebih banyak dibandingkan dengan emiten, mereka memanfaatkan
informasi tersebut untuk memperkecil risiko. Risiko ini terjadi pada waktu
underwriter akan membeli saham-saham yang tidak laku dijual dapat terjual di
pasar perdana. Sebagai akibatnya, mereka cenderung menekan harga pada
penawaran perdana sehingga harga saham cenderung unpriced
2) Didasarkan atas kemungkinan perubahan prospek perusahaan setelah
dilakukan penawaran perdana. Umumnya perusahaan yang melakukan
penawaran perdana bermaksud untuk meningkatkan kapasitas produksi,
investasi hanya akan dilakukan apabila diharapkan akan memberikan net
present value (NPV) yang positif, NPV positif tersebut merupakan tambahan
kemakmuran pemegang saham.
Ada dua kemungkinan yang timbul sehubungan dengan dana perusahaan
(pemegang saham lama) untuk mengamati investor yang diharapkan
memberikan NPV positif, yaitu :
(1) Apabila perusahaan mempunyai dana, maka seluruh NPV positif tersebut
akan dinikmati pemegang saham lama.
(2) Apabila perusahaan tidak mempunyai dana, maka perusahaan bisa
memutuskan untuk tidak mengambil investasi tersebut, yang berarti
kehilanggan kesempatan untuk menikmati NPV positif atau menerbitkan
saham baru (yang akan dibeli oleh pemegang saham baru) dan mengambil
investasi tersebut.
Apabila pasar modal efisien dan tidak terjadi underpriced maka pemegang
saham baru hanya akan menikmati NPV = 0, dan pemegang saham lama
akan menikmati seluruh NPV tersebut. Underpriced akan terjadi apabila
pemegang saham juga ikut menikmati NPV investasi tersebut. Perubahan
prospek tersebut dapat terjadi bukan hanya karena perusahaan melakukan
investasi baru, tetapi juga karena terjadi penggantian manajemen. Dengan
manajemen (yang mungkin terjadi karena kepemilikan juga berganti)
diharapkan kinerja perusahaan tersebut membaik.
2.1.3 Lembaga yang terlibat di pasar modal
Sebagai suatu bisnis yang berdampak sangat luas, pasar modal melibatkan
banyak orang dan banyak lembaga. Masing-masing pihak mempunyai peranan
dan fungsi yang berbeda-beda dan saling menunjang kepentingan pihak yang lain.
Pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan pasar modal Indonesia sesuai dengan SK
Menteri Keuangan RI Nomor 1548/KMK.013/1990 tentang pasar modal
(Sunariyah, 2003:28) yaitu:
1). Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)
Bapepam merupakan lembaga pemerintah yang bertugas untuk:
(1) mengikuti perkembangan dan mengatur pasar modal sehingga efek dapat
ditawarkan dan diperdagangkan secara teratur, wajar dan efisien serta
melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat umum.
(2) melakukan pembinan dan pengawasan terhadap lembaga-lembaga dan
profesi-profesi penunjang yang terkait dalam pasar modal.
(3) memberi pendapat kepada menteri keuangan mengenai pasar modal
beserta kebijakan operasionalnya.
2). Pelaksana Bursa
Bursa efek menurut Keppres Nomor 53 adalah suatu tempat pertemuan
termasuk sistem elektronik tanpa tempat pertemuan yang diorganisir dan
digunakan untuk menyelenggarakan pertemuan penawaran jual-beli atau
perdagangan efek.
3). Perusahaan yang Go Public (Emiten)
Adalah pihak yang melakukan emisi efek atau pihak yang membutuhkan dana
guna membiayai operasi maupun rancangan investasi.
4). Perusahaan Efek
Adalah perusahaan yang telah memperoleh izin usaha untuk beberapa kegiatan
sebagai penjamin emisi efek (underwriter), perantara pedagang efek, manajer
investasi atau penasehat investasi.
5). Lembaga Kliring Penjaminan, Penyimpanan dan Penyelesaian
Untuk membantu segala proses administrasi serta penyimpanan efek dalam
perdagangan efek, maka terdapat dua lembaga pasar modal. Kedua lembaga
ini bersifat Self Regulatory Organization (SRO), yang berarti mengatur diri
sendiri. Kedua lembaga tersebut adalah:
(1) Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP)
Berfungsi untuk melakukan kliring dan penjaminan efek dari transaksi
yang terjadi.
(2) Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP)
Berfungsi untuk mempermudah penyelesaian pemindahbukuan serta
proses penyimpanan efek.
6). Reksa Dana (Invesment Fund)
Adalah pihak yang kegiatan utamanya melakukan investasi, investasi kembali
(reinvesment) atau perdagangan efek. Reksa dana tertutup (closed end
investment fund) adalah reksa dana yang melakukan emisi saham tidak dapat
dijual atau dibeli kembali oleh reksa dana yang bersangkutan.
7). Lembaga Penunjang Pasar Modal
Adalah tempat penitipan harta, biro administrasi efek, wali amanat dan
penanggung yang menyediakan jasanya. Tempat penitipan harta (kustodian)
adalah pihak yang menyelenggarakan penyimpanan harta dalam penitipan
untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak tanpa mempunyai hak
kepemilikan atas harta tersebut. Biro administrasi Efek (BAE) adalah pihak
yang berdasarkan kontrak dengan emiten secara teratur menyediakan jasa-jasa
melakukan pembukuan, transfer dan pencatatan, pembayaran dividen,
pembagian hak opsi, emisi sertifikasi atas laporan tahunan emiten. Wali
amanat (trust agent) adalah pihak yang dipercayakan untuk mewakili
kepentingan seluruh pemegang obligasi atau sertifikat kredit. Penanggung
(guarantor) adalah pihak yang menanggung kembali jumlah pokok dan atau
bunga emisi obligasi atau sekuritas kredit dalam hal emiten cidera janji.
8). Profesi Penunjang Pasar Modal
Terdiri dari akuntan, notaris, perusahaan penilai (appraisal), dan konsultan
hukum.
(1) Akuntan adalah pihak yang memiliki keahlian dalam bidang akuntansi dan
pemeriksaan (auditing). Fungsi akuntan adalah memberi pendapat atas
kewajaran laporan keuangan emiten dan calon emiten.
(2) Notaris adalah pejabat yang berwewenang membuat akta otentik
sebagaimana dimaksud dalam staatsblad 1860 Nomor 3 tentang peraturan
jabatan notaris. Peran notaris adalah membuat perjanjian, penyusunan
anggaraan dasar dan perubahannya, perubahan pemilik modal dan lainlain.
(3) Penilai (apprisal) adalah pihak yang menerbitkan dan menandatangani
laporan penilai. Laporan penilai adalah pendapat atas aktiva yang disusun
berdasarkan pemeriksaan menurut keahlian penilai.
(4) Konsultan
hukum
adalah
ahli
hukum
yang
memberikan
dan
menandatangani pendapat hukum mengenai pemodal atau calon pemodal
dari segi hukum. Tugasnya antara lain meneliti akta pendirian, izin usaha
dan lain-lain.
9). Pemodal (Investor)
Adalah pihak baik perorangan maupun lembaga yang menanamkan modalnya
dalam efek-efek yang diperdagangkan di pasar modal.
2.1.4 Initial Public Offering (IPO)
Go Public adalah peristiwa penawaran saham yang dilakukan oleh perusahaan
(emiten) kepada masyarakat umum (investor) untuk pertama kalinya (Sunariyah,
2003:200). Pengertian pertama kali menyatakan bahwa istilah go public hanya
digunakan pada waktu pertama kali menjual saham. Arti pertama kali ini disebut
pasar perdana. Undang-undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1995 tentang
pasar modal mendefinisikan penawaran umum sebagai kegiatan penawaran yang
dilakukan emiten untuk menjual sekuritas kepada masyarakat, berdasarkan tata
cara yang diatur undang-undang dan peraturan pelaksanaanya. Bagi perusahaan
yang belum go public, awalnya saham-saham perusahaan tersebut dimiliki oleh
manajer-manajernya, pegawai-pegawai kunci, dan hanya sebagian kecil yang
dimiliki investor. Sejalan dengan perkembangan perekonomian, semakin
meningkat pula upaya perusahaan untuk mengembangkan usahanya dan
melakukan kegiatan dalam rangka memperoleh dana untuk ekspansi bisnis. Pada
saat ini perusahaan harus menentukan untuk menambah modal dengan cara utang
atau menambah jumlah dari pemilikan dengan menerbitkan saham baru.
Rotary dalam Putrayasa (2004:15) menyatakan keputusan untuk go public
atau tetap menjadi perusahaan privat merupakan keputusan yang penting. Jika
perusahaan memutusakan untuk go public dan melemparkan sahamnya ke publik
(initial public offering), isu utama yang muncul adalah tipe saham apa yang akan
dilempar, berapa harga yang harus ditetapkan untuk selembar sahamnya, dan
kapan waktunya yang paling tepat. Persaingan harga yang wajar di pasar modal
ini tergantung pada konsep efisiensi pasar modal. Pasar modal yang efisien
menurut Suad Husnan (2001:264) didefinisikan sebagai pasar yang harga
sekuritas-sekuritasnya telah mencerminkan semua informasi yang relevan.
Semakin cepat informasi baru tercermin pada harga sekuritas, semakin efisien
pasar modal tersebut.
2.1.5 Prosedur penawaran umum
Sesuai dengan ketentuan Menteri Keuangan Nomor 1199/KMK.013/1991,
yang dapat melakukan penawaran umum adalah emiten yang telah menyampaikan
pernyataan pendaftaran kepada Bapepam untuk menjual atau menawarkan efek
kepada masyarakat dan pernyataan pendaftaran tersebut telah efektif. Perusahaan
yang bermaksud menawarkan efeknya kepada masyarakat melalui pasar modal
terlebih dahulu mempersiapkan hal-hal yang diperlukan. Dalam mengajukan
pernyataan pendaftaran emisi efek hal-hal yang harus dipersiapkan emiten dalam
rangka go public adalah sebagai berikut (Sunariyah, 2003:22):
1) Manajemen perusahaan menetapkan rencana mencari dana melalui go public
2) Rencana go public tersebut dimintakan persetujuan kepada para pemegang
saham dan perubahan anggaran dalam RUPS.
3) Emiten mencari profesi penunjang dan lembaga penunjang untuk membantu
menyiapkan kelengkapan dokumen:
(1) Underwriter adalah pihak yang bertindak sebagai penjamin dan membantu
emiten dalam proses emisi.
(2) Profesi penunjang terdiri dari: Akuntan publik (Auditor Independent)
untuk mengaudit laporan keuangan emiten untuk dua tahun terakhir,
Notaris untuk melakukan perubahan anggaran dasar, membuat akte
perjanjian-perjanjian dalam rangka penawaran umum dan juga notulennotulen rapat, Konsultan hukum untuk memberi pendapat dari segi hukum
(legal opinion), dan penilai untuk melakukan penilaian atas aktiva tetap
perusahaan dan menentukan nilai wajar (sound value) dari aktiva tetap
tersebut.
(3) Lembaga Penunjang terdiri dari :
a) Wali amanat akan bertindak selaku wali bagi kepentingan pemegang
obligasi (untuk emisi obligasi).
b) Penanggung (guarantor) adalah yang menanggung kembali jumlah
pokok dan atau bunga emisi obligasi atau sekuritas kredit dalam hal
emiten cidera janji.
c) Biro Administrasi Efek adalah pihak yang berdasarkan kontrak dengan
emiten secara teratur menyediakan jasa-jasa melakukan pembukuan,
transfer dan pencatatan, pembayaran dividen, pembagian hak opsi,
emisi sertifikasi atas laporan tahunan emiten.
d) Tempat
penitipan
menyelenggarakan
harta
(kustodian)
penyimpanan
harta
adalah
dalam
pihak
yang
penitipan
untuk
kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak tanpa mempunyai
hak kepemilikan atas harta tersebut.
4) Mempersiapkan kelengkapan dokumen emisi
5) Kontrak pendahuluan dengan bursa efek
6) Public expose kepada masyarakat luas
7) Penandatanganan berbagai perjanjian-perjanjian emisi
8) Khusus penawaran obligasi atau efek lain yang bersifat hutang, terlebih dahulu
harus memperoleh peringkat yang dikeluarkan oleh lembaga peringkat efek
9) Menyampaikan pernyataan pendaftaran beserta dokumen-dokumen kepada
bapepam.
2.1.6 Return saham di pasar perdana
Sebuah pasar yang baru berdiri di tempat para pemegang sahamnya menyetor
dana dengan nilai nominal, memerlukan waktu bertahun-tahun merugi sebelum
mampu memetik keuntungan. Semakin besar perusahaan itu memiliki potensi
memetik keuntungan di masa mendatang, semakin mahal pula harga sahamnya.
Saham-saham yang boleh dijual di pasar modal Indonesia adalah sahamsaham perusahaan yang telah memetik keuntungan, harga di pasar perdana lebih
tinggi dari harga nominalnya. Harga saham di pasar perdana merupakan harga
sebelum saham tersebut dicatatkan di bursa efek. Besarnya harga perdana ini
tergantung dari persetujuan antara emiten dan penjamin emisi. Para emiten dan
penjamin emisi yang biasanya menentukan harga pasar perdana akan melihat
sampai berapa besar kekuatan pasar dalam menyerap saham yang ditawarkan.
Penentuan harga pasar sepenuhnya diserahkan kepada pihak emiten dan
penjamin emisi dan mereka pun menentukan harga perdana suatu saham
berdasarkan kekuatan pasar. Biasanya kalau terjadi kelebihan permintaan, harga
pasar tersebut meningkat di pasar sekunder. Para investor yang tidak mendapat
jatah atau mendapat sedikit jatah pada saat IPO akan menggunakan kelebihan
uang tadi untuk memburu saham tersebut di waktu listing.
Para penjamin emisi selalu dihadapkan pada konflik kepentingan. Jika para
penjamin emisi menetapkan tingkat pendapatan yang paling baik pada perusahaan
penerbit surat berharga, mereka akan menempatkan surat berharga pada pasar
untuk umum dengan tingkat harga yang tertinggi yaitu dengan cara
memaksimumkan pendapatan penerbitan saham yang merupakan realisasi
penawaran.
Penjamin emisi harus menjual surat-surat berharga tersebut dengan tingkat
harga yang telah ditentukan sendiri dengan klien yang telah disepakati. Harga
rendah pada penawaran umum, akan mengurangi jumlah modal yang didapatkan,
tetapi ada kesempatan besar untuk mendapatkan modal jika surat berharga dapat
dijual. Harga yang rendah juga membutuhkan kerja sama untuk mendapatkan
investor yang mau membeli surat-surat berharga, pada harga yang cukup rendah
investor akan tertarik untuk membeli surat berharga tersebut.
Mengenai penawaran saham di pasar perdana, return difokuskan pada initial
return saham. Pengertian initial return menurut Trisnawati (1991) dalam Ekayanti
(2007:44) didefinisikan sebagai return positif yang diterima investor di pasar
perdana yang diperoleh dari selisih antara harga surat berharga pada saat
penawaran umum (offering price) dengan harga pada saat penutupan hari pertama
listing di pasar sekunder (closing price).Menurut Daljono (2000:557) initial
return adalah keuntungan yang diperoleh pemegang saham karena perbedaan
harga saham yang dibeli di pasar perdana (saat IPO) dengan harga jual saham
bersangkutan di hari pertama di pasar sekunder.
Fenomena underpricing (harga saham pada saat penawaran perdana dinilai
terlalu rendah) saat IPO biasanya diakibatkan oleh kondisi adanya kelebihan
permintaan, karena banyak permintaan saham dari publik pada saat penawaran
perdana dari pada setelah saham-saham tersebut ditawarkan di bursa. Harga
saham pada waktu penawaran perdana yang terlalu rendah memberikan initial
return rata-rata yang positif bagi para investor segera setelah saham tersebut mulai
diperdagangkan di bursa.
Dalam perhitungan initial return biasanya dihitung dengan persentase dan
dasar perhitungannya sebagai berikut: selisih harga saham pada hari pertama
(closing price) pada pasar sekunder dibagi dengan harga penawaran perdana
(offering price).
2.1.7 Underpricing penawaran saham perdana
Underpricing adalah fenomena harga saham yang baru tercatat di pasar
sekunder pada hari awal listing (terdaftar di bursa) ternyata lebih tinggi
dibandingkan dengan harga perdana yang telah ditetapkan. Underpricing diukur
antara harga penawaran perdana dan harga penutupan yang berakhir pada hari
pertama setelah IPO (Hwan Yi dalam Putrayasa, 2004:21).
Underpricing dapat terjadi karena penetapan harga saham baru yang pertama
kalinya ditawarkan di pasar modal berada di bawah harga yang sebenarnya, untuk
menjamin agar saham tersebut terjual cepat. Kondisi ini bisa terjadi karena harga
perdana adalah hasil dari penawaran-penawaran yang dilakukan calon investor
berdasarkan hitungan fundamental perusahaan yang akan listing tersebut. Setelah
saham itu mulai diperdagangkan di pasar sekunder, banyak faktor yang kemudian
mempengaruhi pergerakan harganya seperti kondisi pasar secara umum pada saat
saham tersebut mulai diperdagangkan.
2.1.8 Teori-teori yang menjelaskan underpricing
1) Teori Keagenan (agency theory)
Teori agensi memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata
termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik
kepentingan antar principal dan agen. Pihak principal termotivasi mengadakan
kontrak untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu
meningkat, sementara agen termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan
kebutuhan ekonomis dan psikologisnya. Konflik kepentingan semakin meningkat
terutama karena principal tidak memonitor aktivitas agen sehari-hari untuk
memastikan bahwa agen bekerja sesuai dengan keinginan pemegang saham
(principal).
Hubungan antara principal dan agen, berkaitan dengan akuntansi keuangan
karena kontrak antara principal dan agen seringkali berdasar pada laporan
keuangan. Laporan keuangan memiliki peranan penting dalam pengambilan
keputusan. Laporan keuangan dimaksudkan untuk digunakan oleh berbagai pihak,
termasuk manajemen perusahaan sendiri. Pada kenyataannya, agen (manajer)
memiliki lebih banyak informasi penting mengenai kapasitas diri, lingkungan
kerja, dan perusahaan secara keseluruhan. Situasi ini memicu adanya suatu
kondisi yang disebut asimetri informasi. Asimetri informasi adalah suatu kondisi
dimana ada ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen
sebagai penyedia informasi dengan pihak pemegang saham dan stakeholders
sebagai pengguna informasi (Ali Irfan, 2002 : 288)
2) The Asymetric Information Hypothesis
Baron (1982) dalam Ernyan dan Suad Husnan (2002 : 374) menjelaskan
asimetri informasi sebagai perbedaan informasi yang dimiliki oleh pihak-pihak
yang terlibat dalam penawaran perdana, yaitu emiten, penjamin emisi dan
investor. Penjamin emisi memiliki informasi tentang pasar yang lebih lengkap
dari emiten, sedangkan terhadap investor, penjamin emisi memiliki informasi
yang lebih lengkap tentang kondisi emiten. Penjamin emisi akan memanfaatkan
informasi yang dimiliki untuk memperoleh kesepakatan optimal dengan emiten
untuk menjual saham yang underpriced. Penjamin emisi melakukan penjualan
saham perdana yang underpriced bertujuan untuk
memperkecil risiko
kemungkinan saham tidak laku dijual serta keharusan membeli saham yang tidak
terjual itu (full commitment).
Model ini mengimplikasikan bahwa ketidakpastian yang besar dari perusahaan
emiten tentang harga saham, maka permintaan terhadap jasa penjamin semakin
besar. Kompensasi atas informasi yang diberikan kepada penjamin antara lain
dengan mengijinkan penjamin menawarkan saham pada harga dibawah harga
ekuilibrium. Oleh karena itu semakin tinggi tingkat ketidakpastian, semakin
banyak masalah dalam penentuan harga dan semakin tinggi tingkat underpriced.
Pada model Rock (1986) dalam Putrayasa (2004:11), menyatakan bahwa
underpricing
yang
terjadi
pada
perusahaan
IPO
diperlukan
untuk
mengkompensasi investor yang tidak memiliki informasi dengan pihak yang
memiliki informasi yang lebih banyak. Investor terinformasi yang mengetahui
informasi lebih banyak mengenai prospek perusahaan emiten akan membeli
saham IPO jika after market price yang diharapkan melebihi harag perdana atau
dengan kata lain kelompok ini hanya membeli saham IPO yag underpriced saja.
3) The Signalling Hypothesis
Hipotesis lain yang digunakan untuk menjelaskan fenomena underpricing
adalah signalling hypothesis. Dalam konteks ini underpricing merupakan
fenomena ekuilibrium yang berfungsi sebagai sinyal kepada investor bahwa
kondisi perusahaan cukup baik atau berprospek bagus.
Pemilihan penjamin emisi yang bereputasi baik diharapkan dapat memberikan
sinyal yang positif bagi investor karena mengurangi ketidakpastian investor.
Carter dan Manaster dalam Ernyan dan Suad Husnan (2002:375), menyatakan
bahwa karena underpricing merupakan suatu cost yang sangat mahal bagi emiten,
maka perusahaan yang berisiko rendah akan berusaha mengungkap karakteristik
tersebut lewat pemilihan penjamin emisi yang bereputasi baik. Ketika perusahaan
dengan sengaja melakukan underpricing pada penawaran perdananya, berarti
perusahaan menderita kerugian saat itu juga. Namun underpricing bisa menjadi
sinyal yang luar biasa bagi investor karena hanya perusahaan yang baik yang
dapat diharapkan untuk dapat menutupi kerugian akibat underpricing tersebut
melalui kinerjanya di masa yang akan datang.
4) The Regulation Hypothesis
Teori yang dikembangkan untuk menjelaskan fenomena underpricing
berikutnya adalah regulation hypothesis. Salah satu kebutuhan perusahaan dalam
melaksanakan penawaran saham perdana adalah perspektus yang biasanya
dipersiapkan oleh penjamin emisi. Keuntungan yang dapat diperoleh jika
perspektus disiapkan oleh penjamin emisi adalah mereka berpengaruh dalam
mempersiapkan materi-materi yang dibutuhkan untuk memuaskan kebutuhan
informasi publik. Kesalahan informasi yang dimuat dalam perspektus dapat
mengakibatkan tuntutan hukum bagi penjamin emisi dan manajemen oleh
pemegang saham baru. Oleh karena itu, untuk melindungi dirinya dari tuntutan
hukum akibat overprice, penjamin emisi menjaga sedemikian rupa agar harga
cukup rendah untuk menyenangkan investor. Hal inilah yang kemudian
menyebabkan terjadinya underprice (Triaryati, 2003:20).
Regulation Hypothesis menjelaskan bahwa peraturan pemerintah yang
diberlakukan dimaksudkan untuk mengurangi asimetri informasi antara pihak
manajemen dengan pihak luar, termasuk para calon pemodal. Semakin banyak
peraturan yang dikenakan pada suatu perusahaan, semakin banyak pula informasi
yang didapatkan oleh publik sebelum emisi saham perdana. Perolehan informasi
yang lebih banyak bagi publik sebagai akibat dari regulasi pemerintah ini akan
mengurangi ketidakmerataan informasi di pasar, yang selanjutnya akan
memperkecil tingkat underpricing perusahaan yang dikenakan regulasi yang lebih
banyak oleh pemerintah.
Adanya regulasi dan prosedur pemerintah dalam penjaminan dan penetapan
harga perdana, mendorong penjamin emisi untuk melakukan underpricing pada
emisi saham perdana agar dapat memaksimumkan pendapatan yang diharapkan.
Dalam kondisi
tidak
adanya
investor yang
tidak
memiliki
informasi
(uninformaed) dan kewajiban hukum, pendapatan penjamin emisi tetapi menjadi
maksimum melalui underpricing, oleh karena itu faktor regulasi dan prosedur
pemerintah dikatakan juga ikut memberikan kontribusi kepada timbulnya
underpricing pada emisi saham perdana.
2.1.9 Rasio profitabilitas
Analisis rasio adalah rasio yang menggambarkan suatu hubungan pos dengan
pos atau kelompok pos yang lain baik yang tercantum dalam neraca maupun labarugi (Munawir, 2000:65). Profitabilitas (kemampulabaan) merupakan hasil akhir
bersih seberapa baik berbagai kebijakan dan keputusan. Rasio profitabilitas
menunjukkan seberapa baik perusahaan telah beroperasi sebelum tahun itu. Pada
umumnya rasio-rasio ini dihitung atas dasar penjualan atau atas dasar investasi,
seperti total aktiva profitabilitas yang sering digunakan sebagai pengujian akhir
atas efektifitas manajemen.
Rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur sampai seberapa besar tingkat
keuntungan yang dapat diperoleh oleh perusahaan. Semakin besar tingkat
keuntungan menunjukkan semakin baik manajemen dalam mengelola perusahaan.
Menurut Sutrisno (2001) dalam Ekayanti (2007:25) rasio profitabilitas dapat
diukur dengan beberapa indikator yaitu : Profit Margin, Return On Assets, Return
On Equity, Return On Investement dan Earning Per Share.
1) Profit Margin
Profit Margin merupakan ukuran kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan dibandingkan dengan penjualan yang dapat dicapai.
Profit Margin =
Laba setelah pajak
x 100%
Penjualan
2) Return On Assets
Menurut Sartono (2001) dalam Ekayanti (2007:26) Return On Assets
menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva tetap
yang dipergunakan. Sedangkan menurut Sutrisno (2001) dalam Ekayanti
(2007:26) Return On Assets (ROA) adalah Rentabilitas ekonomis, merupakan
ukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan semua
aktiva yang dimiliki oleh perusahaan.
Return On Assets =
Laba setelah pajak
x 100%
Total aset
Dari definisi di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa Return On Assets
adalah suatu rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan.
3) Return On Equity
Return On Equity merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan dengan total ekuitas yang dimiliki.
Return On Equity =
Laba setelah pajak
x 100%
Total ekuitas
4) Return On Investement
Return
On
Investement
merupakan
kemampuan
perusahaan
untuk
menghasilkan keuntungan yang akan dipergunakan untuk menutup investasi
yang dikeluarkan.
Return On Investement =
Laba setelah pajak
x 100%
Investasi
5) Earning Per Share
Earning Per Share merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan per lembar saham pemilik.
Earning Per Share =
Laba setelah pajak
x 100%
Jumlah lembar saham
2.1.10 Faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing
Faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing menurut Imam Ghozali dan
Mudrik Al Mansur diantaranya adalah :
1) Reputasi penjamin emisi
Penjamin emisi berperan sangat penting dalam proses penawaran umum
saham. Meskipun ada profesi penunjang lain, lolos tidaknya calon emiten
menjadi perusahaan publik sangat ditentukan kualitas penjamin emisi karena
penjamin emisi ikut menentukan harga saham. Reputasi penjamin emisi dapat
dipakai sebagai sinyal untuk mengurangi tingkat ketidakpastian yang tidak
dapat diungkapkan oleh informasi
yang terdapat dalam prospektus dan
memberi sinyal bahwa informasi privat dari emiten mengenai prospek
perusahaan di masa mendatang tidak menyesatkan.
Beberapa macam kontrak penjamin emisi yang dikenal adalah :
1) Full Commitment (kesanggupan penuh) dimana penjamin emisi efek
bertanggung jawab untuk mengambil sisa efek yang tidak terjual.
2) Best Effort Commitment (kesanggupan terbaik), penjamin emisi efek
bertanggung jawab atas sisa efek yang terjual. Penjamin emisi efek akan
berusaha sebaik-baiknya agar efek yang ditawarkan dapat terjual dalam
kualitas yang paling tinggi.
3) Standby Commitment (kesanggupan siaga), penjamin emisi efek
berkomitmen agar saham yang tidak terjual di pasar perdana dapat dibeli
oleh penjamin emisi efek pada harga tertentu.
4) All or None Commitment (kesanggupan semua atau tidak sama sekali)
dimana penjamin emisi efek berusaha menjual semua efek agar laku
semuanya, tetapi apabila efek tersebut tidak laku semuanya maka transaksi
dengan pemodal yang ada akan dibatalkan jadi semua efek dikembalikan
kepada emiten dan emiten tidak mendapatkan dana sedikit pun.
Dalam praktiknya komitmen yang banyak dipilih adalah full commitment.
Strategi ini dipilih untuk meyakinkan calon investor mengenai kualitas
efek yang dikeluarkan, reputasi emiten dan penjamin emisi serta
memperlihatkan bonafiditas perusahaan. Pada dasarnya penjamin emisi
akan selalu berupaya menjadikan efek yang dikeluarkan emiten bisa
diterima oleh masyarakat investor. Penjamin emisi mempunyai beban
tanggung jawab saham yang ditawarkan diserap oleh pasar, sehingga pada
harga yang ditetapkan di pasar perdana sebenarnya telah terkandung
diskon untuk kelancaran penjualan. Dengan demikian terjadi underpricing,
yaitu harga yang telah ditetapkan berada di bawah harga sesungguhnya.
Penjamin emisi dengan reputasi tinggi lebih mempunyai kepercayaan diri
terhadap kesuksesan penawaran saham yang diserap oleh pasar. Dengan
demikian ada kecenderungan penjamin emisi bereputasi tinggi menetapkan
diskon rendah dan akibatnya underpricing pun rendah. Penjamin emisi
bereputasi tinggi lebih mempunyai kemampuan dalam menangani
ketidakpastian. Penjamin emisi bereputasi tinggi berasosiasi dengan
ketidakpastian yang rendah sehingga ada kecenderungan keuntungan
perdana juga cenderung rendah. Perusahaan yang bereputasi lebih tinggi
cenderung menawarkan IPO dengan peluang tercipta nilai variasi
keuntungan perdana lebih rendah dari penjamin emisi yang bereputasi
rendah.
2) Skala Perusahaan
Skala perusahaan yang memiliki skala ekonomi yang tinggi diharapkan akan
mampu bertahan dalam waktu yang lama. Sebagian besar investor lebih
memilih untuk menginvestasikan modalnya di perusahaan yang memiliki
skala ekonomi yang lebih tinggi. Ukuran perusahaan dijadikan proksi tingkat
ketidakpastian, karena perusahaan berskala besar umumnya lebih dikenal oleh
masyarakat daripada perusahaan berskala kecil. Perusahaan berskala besar
memiliki informasi yang lebih banyak daripada perusahaan yang berskala
kecil. Bila informasi yang ada di tangan investor banyak, maka tingkat
ketidakpastian investor akan masa depan perusahaan bisa diketahui. Oleh
karena itu, investor bisa mengambil keputusan yang lebih tepat bila
dibandingkan dengan pengambilan keputusan tanpa informasi. Dengan
demikian, perusahaan yang berskala besar mempunyai tingkat underpricing
yang lebih rendah daripada perusahaan berskala kecil.
3) Financial Leverage (total debt to total asset ratio)
Financial Leverage didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan dalam
melunasi semua kewajiban dengan ekuitasnya. Dengan demikian financial
leverage menunjukkan risiko yang dihadapi oleh perusahaan yang berkaitan
dengan utang yang dimiliki perusahaan. Semakin besar kewajiban (utang)
yang dimiliki oleh perusahaan emiten menyebabkan semakin tinggi risiko
yang dimilikinya. Keadaan yang seperti ini mengakibatkan penjamin emisi
tidak mau menjual saham perusahaan emiten dengan harga tinggi, karena
risiko yang dimiliki oleh perusahaan emiten cukup tinggi. Penjamin emisi
akan merekomendasikan untuk melakukan underpricing kepada perusahaan
emiten dengan risiko tinggi pada saat penawaran perdananya. Semakin besar
financial leverage-nya maka semakin tinggi tingkat underpricing yang terjadi.
4) Return On Assets (ROA)
ROA merupakan suatu rasio penting yang dapat dipergunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dengan investasi yang telah ditanamkan
(assets yang dimiliki) untuk mendapatkan laba. ROA menjadi salah satu
pertimbangan investor di dalam melakukan investasi terhadap saham-saham di
lantai bursa. Para investor dapat menggunakan rasio ini sebagai alat
mengevaluasi nilai saham dan obligasi perusahaan. Selain itu dapat juga
digunakan untuk mengukur adanya jaminan atas keamanan dana yang akan
ditanamkan dalam perusahaan. ROA memberikan informasi kepada calon
investor mengenai kinerja keuangan dan masa depan perusahaan tersebut yang
akan membantu calon investor untuk mengambil keputusan terhadap
pembelian saham perdana perusahaan yang bersangkutan. Dapat dikatakan
bahwa semakin besar ROA maka semakin rendah tingkat underpricing yang
harus ditanggung oleh emiten.
2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian tentang underpricing telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti
sebelumnya. Beberapa diantaranya adalah :
Imam Ghozali dan Mudrik Al Mansur (2002) berdasarkan data perusahaan
yang IPO di BEJ tahun 1997-2000, menguji pengaruh variabel reputasi penjamin
emisi, persentase saham yang ditahan founder, skala perusahaan (total aktiva),
umur perusahaan, financial leverage (debt to asset ratio), dan profitabilitas yang
diproksikan dengan ROA terhadap tingkat underpricing. Hasil penelitian
membuktikan reputasi penjamin emisi dan financial leverage signifikansi pada
level 10% dengan arah negatif mempengaruhi underpricing. ROA mempengaruhi
underpricing pada level segnifikansi 5% dengan arah korelasi negatif. Sedangkan
umur perusahaan, skala perusahaan dan persentase saham yang ditahan tidak
terbukti signifikan mempengaruhi tingkat underpricing. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semua independen variabel secara simultan berpengaruh
terhadap underpricing dengan tingkat signifikansi 10%.
Chastina Yolana dan Dwi Martani (2005) melakukan penelitian yang
bertujuan untuk membuktikan secara empiris pengaruh beberapa variabel yang
diduga mempengaruhi tingkat underpricing yang ditandai dengan adanya positif
initial return yang terjadi di BEJ tahun 1994-2001. sampel yang dioleh dalam
penelitian ini yaitu 131 emiten yang listing di BEJ dengan initial return positif.
Variabel yang digunakan adalah skala perusahaan yang diproksikan dengan total
aktiva, profitabilitas yang diproksikan dengan ROE, tingkat kurs, reputasi
penjamin emisi, dan jenis industri terhadap tingkat underpricing. Hasil penelitian
adalah tingkat underpricing dalam penelitian ini cukup tinggi, yaitu 38%. Secara
simultan variabel bebas terbukti mempengaruhi variabel terikat underpricing. Dari
kelima variabel bebas yang diuji, variabel reputasi penjamin emisi ternyata tidak
terbukti secara parsial mempengaruhi underpricing. Variabel skala perusahaan
(total aktiva), profitabilitas(ROE), kurs, dan jenis industri secara parsial
mempengaruhi underpricing.
Suyatmin dan Suyadi (2006) melakukan penelitian tentang underpricing yang
diproksikan dengan initial return yang merupakan variabel terikat dalam
penelitian ini. Variabel bebas yang digunakan dibedakan menjadi variabel
keuangan dan non keuangan. Variabel keuangan antara lain besaran perusahan,
profitabilitas perusahaan (ROI), financial leverage, laba per saham (EPS), ukuran
perusahaan (proceeds), dan current ratio. Variabel non keuangan yang digunakan
antara lain umur perusahaan, reputasi auditor, reputasi penjamin emisi dan jenis
industri. Sampel yang digunakan adalah perusahaan-perusahaan yang melakukan
penawaran saham perdana dari tahun 1999-2003. Hasil analisis regresi pengaruh
variabel keuangan terhadap underpricing membuktikan hanya current ratio
berpengaruh signifikan terhadap underpricing dengan tingkat signifikansi 10%.
Hasil analisis regresi untuk variabel non keuangan, secara parsial membuktikan
bahwa hanya jenis industri yang berpengaruh signifikan terhadap underpricing.
Hasil analisis regresi untuk variabel keuangan dan non keuangan menunjukkan
bahwa hanya current ratio dan jenis auditor yang berpengaruh signifikan terhadap
underpricing. Secara simultan semua variabel bebas terbukti berpengaruh
terhadap underpricing.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian di atas adalah sama-sama meneliti
faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing pada penawaran saham perdana
dan underpricing diproksikan dengan initial return. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya adalah periode penelitian. Penelitian ini
menggunakan periode 2000 sampai 2006. Selain itu perbedaan dengan penelitian
sebelumnya dilihat dari variabel bebas yang digunakan. Penelitian ini
menggunakan variabel bebas reputasi penjamin emisi, skala perusahaan, financial
leverage, dan Return On Assets (ROA). Selanjutnya perbedaan antara penelitian
ini dengan penelitian sebelumnya adalah ukuran yang digunakan dalam
memeringkatkan reputasi penjamin emisi. Chastina Yolana dan Dwi Martani
(2005) mengukur reputasi penjamin emisi berdasarkan JSX most active broaker by
total frequency, Suyatmin dan Sujadi (2006) menggunakan ukuran berdasarkan
perangkingan yang dilakukan oleh Bapepam atas dasar total value.
Secara ringkas pembahasan penelitian-penelitian sebelumnya disajikan pada
Tabel 2.1 sebagai berikut :
Tabel 2.1 Ringkasan Hasil Penelitian Sebelumnya
No
Variabel
Teknik
Analisis
Judul
Peneliti
Hasil
1
Analisis faktor –
faktor yang
mempengaruhi
tingkat
underpricing di
Bursa Efek
Jakarta
Imam
Ghozali
dan
Mudrik Al
Mansur
(2002)
Variabel
independen :
Reputasi
penjamin
emisi,
persentase
saham yang
ditahan
founder, skala
perusahaan,
umur
perusahaan,
financial
leverage, dan
profitabilitas
(ROA)
Variabel
dependen :
underpricing
Regresi
berganda
Reputasi penjamin emisi ,
financial leverage, dan
ROA secara signifikan
berpengaruh terhadap
underpricing, sedangkan
umur perusahaan, skala
perusahaan dan persentase
saham yang ditahan
founder secara signifikan
tidak berpengaruh terhadap
tingkat underpricing. Hasil
penelitian menunjukkan
bahwa semua independen
variabel secara simultan
berpengaruh terhadap
underpricing
2
Variabel –
variabel yang
mempengaruhi
fenomena
underpricing
pada penawaran
saham perdana
di Bursa Efek
Jakarta tahun
1994-2001
Chastina
Yolana
dan Dwi
Martani
(2005)
Variabel
independen :
Reputasi
penjamin
emisi, jenis
industri,
profitabilitas,
tingkat kurs,
skala
perusahaan
Variabel
dependen :
underpricing
Regresi
berganda
Tingkat underpricing
dalam penelitian ini cukup
tinggi, yaitu 38%. Secara
simultan variabel bebas
terbukti mempengaruhi
variabel terikat
underpricing.Reputasi
penjamin emisi tidak
terbukti secara parsial
mempengaruhi
underpricing, sedangkan
skala perusahaan,
profitabilitas, tingkat kurs,
dan jenis industri secara
parsial mempengaruhi
underpricing.
3
Faktor – faktor
yang
mempengaruhi
tingkat
underpricing
pada penawaran
umum di Bursa
Efek Jakarta
Tahun
1999-2003
Suyatmin
dan
Suyadi
(2006)
Variabel
independen :
besaran
perusahan,
profitabilitas
(ROI),
financial
leverage, laba
per saham
(EPS), ukuran
perusahaan
(proceeds),
current
ratio,umur
perusahaan,
reputasi
auditor,
reputasi
penjamin emisi
dan jenis
industri.
Variabel
dependen :
underpricing
Regresi
berganda
Jenis industri , current
ratio dan reputasi auditor
secara signifikan
berpengaruh terhadap
underpricing sedangkan
untuk besaran perusahan,
profitabilitas (ROI),
financial leverage, laba per
saham (EPS), ukuran
perusahaan (proceeds),
umur perusahaan, reputasi
penjamin emisi tidak
berpengaruh secara
signifikan terhadap tingkat
underpricing. Secara
simultan semua
independen variabel
terbukti berpengaruh
terhadap underpricing.
2.3 Hipotesis Penelitian
Reputasi underwriter dapat dipakai sebagai sinyal untuk mengurangi tingkat
ketidakpastian yang tidak dapat diungkapkan oleh informasi yang terdapat dalam
prospektus dan memberi sinyal bahwa informasi emiten mengenai prospek
perusahaan di masa yang akan datang tidak menyesatkan. Penelitian Imam
Ghozali dan Mudrik Al Mansur (2002) membuktikan bahwa reputasi penjamin
emisi signifikan mempengaruhi underpricing dengan arah koefisien korelasi
negatif.
Aktiva merupakan tolak ukur besaran atau skala suatu perusahaan. Secara
teoritis perusahaan yang lebih besar mempunyai kepastian (certainty) lebih besar
daripada perusahaan kecil. Chastina Yolana dan Dwi Martani (2005) berhasil
membuktikan bahwa skala perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tingkat
underpricing.
Financial leverage merupakan rasio yang dipakai untuk menilai sampai
seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. Penelitian Imam Ghozali
dan Mudrik Al Mansur (2002) menemukan bahwa financial leverage berpengaruh
signifikan terhadap tingkat underpricing, sedangkan penelitian Suyatmin dan
Suyadi (2006) belum berhasil membuktikan bahwa financial leverage
berpengaruh terhadap underpricing.
Return On Assets sering digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan
memperoleh laba melalui total aktivanya. Penelitian Imam Ghozali dan Mudrik Al
Mansur (2002) menemukan bahwa ROA berpengaruh signifikan terhadap
underpricing dengan korelasi negatif.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis alternatif pertama dan kedua
yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
H1
: Reputasi penjamin emisi, skala perusahaan, financial leverage, dan Return
On
Assets
(ROA)
secara
parsial
berpengaruh
terhadap
tingkat
underpricing pada penawaran saham perdana.
H2
: Reputasi penjamin emisi, skala perusahaan, financial leverage, dan Return
On Assets (ROA) secara simultan berpengaruh terhadap tingkat
underpricing pada penawaran saham perdana.
Download