BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. Menurut data World Health Organization (WHO), diabetes mellitus adalah satu dari sepuluh penyakit penyebab kematian terbanyak di dunia. International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa jumlah penderita diabetes melitus di dunia pada tahun 2014 sebanyak 387 juta orang, dan penderita diabetes mellitus di Indonesia berada pada kisaran 9 juta orang. Jumlah penduduk dunia yang sakit diabetes mellitus cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini berkaitan dengan jumlah populasi meningkat, pola hidup, prevalensi obesitas meningkat dan kegiatan fisik kurang (Smeltzer & Bare, 2002). American Diabetes Association (ADA) tahun 2010 menyebutkan bahwa diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Penderita diabetes berisiko terkena komplikasi serius seperti neuropati, retinopati dan penyakit kardiovaskuler bahkan penyakit diabetes juga dapat menyebabkan kematian. Salah satu terapi yang digunakan untuk menangani penyakit diabetes mellitus adalah dengan obat-obatan yang menghambat kerja enzim yang berperan dalam pencernaan karbohidrat. Pencernaan karbohidrat akan menghasilkan glukosa yang kemudian diedarkan ke seluruh tubuh melalui darah. Bila pencernaan karbohidrat tersebut dihambat, maka kadar glukosa dalam darah juga akan berkurang. Enzim yang berperan cukup penting dalam pencernaan karbohidrat adalah enzim α-glukosidase. Enzim α-glukosidase atau maltase berfungsi untuk mengkatalisis langkah terakhir dari proses pencernaan karbohidrat berperan pada ikatan 1,4 alfa dan memberikan glukosa sebagai hasil (Tundis dkk., 2010). Enzim ini tersedia di pasaran, tetapi harganya mahal 1 2 dan cukup sulit didapatkan sehingga perlu dilakukan isolasi enzim αglukosidase dari salah satu bahan alam yang terdapat di Indonesia. Sumber enzim α-glukosidase yang digunakan adalah beras lapuk dan berkutu. Saat ini, penanganan penderita diabetes terutama diabetes melitus tipe 2 biasanya menggunakan obat-obatan oral hipoglikemik seperti turunan sulfonilurea, biguanida, dan tiazolidindion atau suntik insulin. Akan tetapi semua cara penanganan di atas menunjukkan adanya efek samping yang tidak diinginkan serta gagal dalam mengembalikan kontrol glikemik (Spiller dan Sawyer, 2006). Oleh karena itu, mulai dikembangkan obat-obat diabetes berbasis bahan alam. Pengobatan diabetes dengan bahan-bahan alami sebenarnya telah lama dikenal, salah satunya dengan menggunakan tanaman Curcuma longa Linn atau dikenal dengan nama kunyit di Indonesia. Penelitian tentang kunyit banyak difokuskan pada senyawa aktif di dalam kunyit yaitu kurkumin dan fraksi yang memberikan warna kuning pada kunyit yang disebut kurkuminoid dimana salah satu penyusunnya adalah kurkumin. Kurkumin memiliki efek farmakologi mencakup perannya sebagai antiinflamatori, antireumatik, antioksidan, antikanker, antidiabet, dan antiinfeksi (Ishita dkk., 2004). Pada tahun 1972, Srinivasan melaporkan pertama kali tentang aktivitas kurkumin dalam menurunkan kadar glukosa darah. Selain itu, kurkumin yang diisolasi dari C. longa memiliki potensi sebagai inhibitor enzim α-glukosidase (Du dkk., 2005). Kurkumin merupakan senyawa diketon yang dapat mengalami tautomerisasi menghasilkan bentuk keto-enolnya. Biasanya kurkumin diperoleh dengan jalan mengisolasi dari tanaman Curcuma longa Linn. Namun kurkumin yang dihasilkan dari isolasi bahan alam biasanya diperoleh dengan jumlah yang sedikit sekitar 3-5 % dari berat kering serta memiliki keterbatasan dalam variasi struktur sehingga menimbulkan masalah ketika ingin mengoptimalkan fungsi dari kurkumin. Studi praklinis dan klinik, menunjukkan bahwa kurkumin telah terbukti memiliki beberapa kelemahan dalam farmakokinetik karena bioavailabilitas yang buruk, metabolisme yang cepat dan kebutuhan dosis oral berulang, yang 3 membatasi pencalonan sebagai obat (Yuan dkk, 2014). Untuk itu maka pada penelitian ini akan dilakukan sintesis analog kurkumin dengan bahan dasar 4-hidroksibenzaldehid yang kemudian akan diuji aktivitasnya sebagai inhibitor enzim α-glukosidase hasil isolasi. I.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan senyawa analog kurkumin dari senyawa turunan benzaldehida dengan variasi keton (siklopentanon, sikloheksanon dan aseton). 2. Mengetahui kemampuan senyawa analog kurkumin hasil sintesis dalam menginhibisi aktivitas enzim α-glukosidase hasil isolasi dari beras lapuk. 1.3 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain: 1. Meningkatkan nilai guna 4-hidroksibenzaldehid sebagai salah satu sumber daya alam Indonesia. 2. Mendapatkan informasi tentang kemampuan analog kurkumin dalam menginhibisi aktivitas α-glukosidase. 3. Meningkatkan khasanah pengetahuan terutama tentang sintesis organik.