ISSN 0215 - 8250 948 PENERAPAN TEKNIK SANGGAR KERJA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATA KULIAH DRAMA PADA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH, FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI IKIP NEGERI SINGARAJA oleh I Wayan Artika Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP Negeri Singaraja ABSTRAK Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui konsep yang dianut oleh mahasiswa angkatan 2005-2006 yang memprogram mata kuliah drama, terhadap drama, (2) mengetahui motivasi, minat, dan harapan mahasiswa (terhadap kelas drama) angkatan 2005-2006 yang memprogram mata kuliah drama, dan (3) mengetahui apakah teknik sanggar kerja dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas drama. Penelitian ini menggunakan metode PTK (Penelitian Tindakan Kelas). Data dianalisis secara deskriptif kualitatip. Hasil penelitian menunjukan (1) drama di mata mahasiswa adalah pentas di panggung, (2) mata kuliah ini sangat sulit karena mereka merasa tidak memiliki bakat, merasa terpaksa mengambil mata kuliah ini dan (3) teknik ini bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas pengajaran drama. Adapun tindakan yang diterapkan adalah (1) menegaskan apa yang dimaksud dengan sanggar kerja seni dan menyampaikan secara detail, bahwa di kelas drama ini tidak belajar (formal-teori) tetapi berlatih atau praktik langsung. (2) membangun motivasi bahwa semua harus terlibat, semua harus aktif, semua harus mengambil bagian. Karena hal itu untuk diri sendiri dan bukan untuk siapasiapa, (3) meyakinkan bahwa yang penting adalah prosesnya (mau mencoba, mau melakukan, dengan sungguh-sungguh, bukan semata-mata hasilnya, (4) memberi mahasiswa tip-tip praktis, soal apa yang praktis yang mesti dilakukan oleh mahasiswa, dan (5) melakukan diskusi secara ______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVIII Desember 2005 ISSN 0215 - 8250 949 akrab dengan mahasiswa untuk melibatkan mereka dalam perkuliahan sehingga mereka tidak selalau menjadi objek. Yang diutamakan dalam teknik ini adalah konstruksi suasana pengajaran. Kata kunci: sanggar kerja, pengajaran drama, ABSTRACT The aims of the research were (1) to know the concept of drama acknowledged by the students of year 2005-2006 who followed drama course, (2) to know the motivation, interest, and expectation of those who joined Drama class, and (3) to know whether or not Sangar Kerja Technique could be used in improving the quality of the teaching of drama. The research was a classroom based action research in which the data was analyzed descriptively. The result of the research showed that (1) drama for the students was a stage performance, (2) the course was considered difficult for they did not have any talent and the fact that they had to follow the course, and (3) the technique could be used in improving the quality of the teaching of drama. The actions implemented were (1) explaining/ clarifying what sanggar kerja seni was in details and mentioning that drama class was not conducted theoretically but more about direct practical exercises, (2) creating students’ motivation that everybody should actively participate and take parts in every drama activity, (3) convincing the students that the most important to consider was the process itself where the students were willing to try, and seriously do the exercise and not the final result, (4) giving students some practical tips, (5) doing discussion with the students in a friendly atmosphere so that the students could participate during the course and that they were not merely considered as objects. The most important thing counted in this research was the construction of teaching learning atmosphere. Key words : sanggar kerja, the teaching of drama ______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVIII Desember 2005 ISSN 0215 - 8250 950 1. Pendahuluan Mahasiswa pada umumnya terpaksa mengambil atau mengikuti mata kuliah drama karena mereka menilai dirinya tidak berbakat sebagai aktor. Hanya lima orang mahasiswa yang siap mengikuti kelas drama karena di SMU mereka telah mendapat pengalaman apresiasi sastra. Mata kuliah drama adalah sebuah paksaan bagi mereka. Mereka belajar dengan emosi negatif (Armstrong, 1994: 32). Hal ini hambatan yang mendasar dalam pembelajaran (Bogod, 2002) dan kelas membosankan, mahasiswa dipaksa hadir, mengikuti instruksi-instruksi belajar (Weber, 1994: 20). Memotivasi mahasiswa dan membangun konsep baru sehubungan dengan hakikat mata kuliah ini, tetap bisa dilakukan secara integrasi dalam pelaksanaan perkuliahan. Mengalihkan atau membangun motivasi baru, sulit dan perlu waktu yang lama serta harus intensif (Raymond dan Judith, 2004: 21-22). Yang menolong mereka merasa tidak termotivasi di kelas drama karena merasa tidak memiliki kegemaran bermain drama. Tetap ditekankan jika produksi drama atau menggarap naskah bukan kerja orangorang yang terpisah (Zurbuchen, 1981: 52). Drama adalah pertunjukan yang utuh atau bulat di atas panggung (Narawati, 1998: 31, Tomars, 1964: 77). Tim belajar dibentuk untuk membantu mahasiswa yang tidak siap di kelas drama. Cara ini telah mengubah konsep mereka terhadap drama. Persoalan selama empat tahun mengampu mata kuliah drama menjadi latar belakang penelitian ini Permasalahan penelitian ini, meliputi (1) bagaimanakah konsep mahasiswa angkatan 2005-2006 terhadap drama? (2) bagaimanakah motivasi, minat, dan harapan mahasiswa terhadap kelas drama? (3) apakah teknik sanggar kerja dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas drama? dan (4) tindakan-tindakan apa saja yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran drama, yang ______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVIII Desember 2005 ISSN 0215 - 8250 951 dilaksanakan dengan teknik sanggar kerja?. Tujuan penelitian adalah (1) meningkatkan kualitas pembelajaran mata kuliah drama di JP-BSID, FPBS, IKIP Negeri Singaraja, (2) mempersiapkan calon guru bahasa dan sastra Indonesia yang berwawasan kesenian, (3) mengetahui konsep mengenai drama yang dianut oleh mahasiswa angkatan 2005-2006, (4) motivasi, minat, dan harapan mahasiswa terhadap kelas drama, (5) mengetahui apakah teknik sanggar kerja dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas drama, dan (6) menemukan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran drama, yang dilaksanakan dengan teknik sanggar kerja. Adapun manfaat penelitian ini (1) penciptaan atau konstruksi suasana pembelajaran yang amat praktis dan alami, (2) dalam terbangunnya suasana pembelajaran yang penuh minat, tinggi motivasi, dan kaya harapan belajar, (3) berupa tersedianya rumusan sejumlah temuan penting, yang bisa diacu atau diterapkan dalam pengajaran sejenis, dan (4) dalam bentuk memberi pedoman atau bekal yang akan digunakan nanti dalam mengajarkan apresiasi sastra khususnya. Teori yang digunakan untuk memecahkan masalah penelitian ini adalah teori-teori mengenai drama dalam pendidikan, drama dan apresiasi seni, konsep dan apresiasi artistik, serta teori sanggar kerja. 2. Metode Penelitian Rancangan penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian ini juga termasuk jenis deskriptif-kualitatif. Subjek penelitian adalah mahasiswa yang memprogram mata kuliah drama tahun akademik 2005/2006, J-PBSID, FPBS, IKIP Negeri Singaraja. Data dikumpulkan dengan wawancara, observasi, dan perekaman (suara dan gambar). Data ______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVIII Desember 2005 ISSN 0215 - 8250 952 diolah secara deskriptif-kualitatif. Penelitian ini berlangsung dalam tiga siklus. 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan 3.1 Hasil Penelitian Drama adalah kesenian tradisional Bali. Dalam hal ini, drama gong. Drama adalah sandiwara radio. Drama adalah sejenis teater modern. Demikianlah pandangan mahasiswa terhadap drama. Istilah drama lebih populer dikenal daripada istilah teater di kalangan kelas B. Hampir seluruh mahasiswa merasa asing dengan istilah teater. Mereka tidak pernah menonton pertunjukan teater. Teater adalah seni baru bagi mereka. Jadi, konsep yang mereka anut (sehubungan dengan drama) sebenarnya sangat terbatas. Mata kuliah drama bagi sebagian besar mahasiswa adalah mata kuliah yang tidak menyenangkan. Mereka berpendapat bahwa satu-satu di antaranya harus tampil di panggung padahal menjadi aktor. Hal ini beban bagi mahasiswa yang pemalu. Hal ini, baik dan disenangi oleh mahasiswa yang “pemberani” karena yang bersangkutan memiliki hobi drama. Dalam ketakutan itu sebagian besar mahasiswa di kelas B memprogram drama karena terpaksa. Mereka tidak siap di kelas drama karena merasa tidak sanggup. Mereka lupa jika di kelas drama ada pelatihan untuk menguasai keterampilan-keterampilan tertentu. Motivasi mahasiswa di kelas B mengikuti perkuliahan drama adalah motivasi eksternal. Mereka merasa dipaksa. Mereka memaksakan diri. Tidak demikian halnya dengan Ketut Suarmika Jaya, Egidia Ether, Yuyun, Deny Wahyudi, Suadnyani, I Putu Purna, I Komang Mudita, Luh Putri Oktaviani, dan Figur Saka Nugraha. Mereka memiliki pengalaman berteater atau berkesenian. Hal itu tidak intensif, tetapi penting rasanya bagi mereka. Figur Saka Nugraha, misalnya, pintar bermain gitar dan bisa menyanyi. Ia ______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVIII Desember 2005 ISSN 0215 - 8250 953 juga memiliki group musik dan beberapa kali ikut festival musik remaja. Deny Wahyudi sejak di SMA mengenal ekstrateater sekolah. Guru mengenalkannya dengan kegiatan tersebut. Selain hal itu, Deny memang menyukai sastra. Suadnyani, meskipun tidak cantik, ia memiliki rasa percaya diri yang luar biasa. Panggung bagi dirinya adalah ruang berekspresi. Mahasiswa tersebut memiliki pengetahuan yang lebih luas dari teman-temannya di kelas ini. Mereka mendapatkan kegembiraan dari dunia tersebut. Ada persoalan motivasi di kelas ini. Pada umumnya, motivasi mereka ikut kelas drama datang dari keharusan. Harapan mahasiswa yang penting adalah lulus. Apa yang didapat dalam kuliah, tidak penting. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa banyak hambatan pada diri mahasiswa. Mereka tampak serba terbatas. Mereka gugup. Mereka gagap bergerak. Mereka malu. Acuan di dalam perkuliahan ini adalah terminologi berlatih. Mereka datang ke kelas drama sesuai dengan jadwal, bukan untuk mencatat kata-kata dalam diam. Mereka ke kelas drama ini untuk berlatih, dan kotor karena pakaian menyerap debu kramik lantai. Jika mereka mesti mencatat, itu hanya bagian lain demi berlatih itu. Hasil diagnose menunjukkan, bahwa (1) mahasiswa mengalami motivasi negatif, (2) merasa tidak mampu, (3) tidak mau, (4) merasa tidak punya bakat, (5) malu, (6) tunduk dalam rasa terbatas, (7) mencari aman, (8) tidak percaya diri, (9) tidak berpengalaman tampil di panggung, (10) terhadap mata kuliah ini mereka terpaksa karena tidak ada pilihan lain, dan (11) wawasan mereka sempit. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dilakukan tindakan sesuai dengan siklus penelitian ini. Pada siklus I, kesiapan mahasiswa tidak istimewa. Selama siklus ini, mereka adalah mahasiswa yang biasa-biasa saja. Mereka datang ke ruang kuliah dalam keadaan kosong. Mereka sangat berharap dan bergantung ______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVIII Desember 2005 ISSN 0215 - 8250 954 pada apa yang disampaikan oleh para dosen atau oleh Putu Satria Kusuma (pekerja teater yang diundang). Kesiapan mereka masih perlu dibangun lagi. Hal-hal berikut ditemukan dalam siklus. Secara umum susana kelas tetap seperti suasana kelas tradisional. Sebagian besar mahasiswa kurang rileks di tengah kelas. Partisipasi di kelas tidak merata, didominasi oleh kelompok Deny dan kawan-kawan. Cukup banyak mahasiswa yang kurang senang di kelas, kelihatannya tegang, bosan, kepayahan, dan lain-lain, lebih-lebih karena waktu perkuliahan ini 4 JS (200 menit). Hasil refleksi menunjukkan betapa pentingnya menjaga minat mereka sepanjang waktu pelajaran. Tindakan dipilih dan diimplementasi pada siklus II, yaitu (1) menegaskan apa yang dimaksud dengan sanggar kerja seni dan menyampaikan secara detail, bahwa di kelas drama ini tidak belajar (formal-teori) tetapi berlatih atau praktik langsung, (2) membangun motivasi, (3) meyakinkan bahwa yang penting adalah bukan semata-mata hasilnya, (4) memberi tip-tip praktis, dan (5) melakukan diskusi secara akrab dengan mahasiswa untuk melibatkan mereka dalam perkuliahan sehingga mereka tidak selalau menjadi objek. Adapun temuan pada pelaksanaan siklus II adalah sebagai berikut. (1) Menegaskan sesuatu yang ingin dicapai, dilakukan, dalam suatu perkuliahan dan perlu disampaikan secara mandiri serta dipastikan setiap mahasiswa memberi perhatian. (2) Penegasan itu dilakukan secara berulang. (3) Membangun motivasi dilakukan dengan berbagai cara. (4) Tingkat motivasi mahasiswa dalam satu kelas bervariasi. (5) Motivasi juga sangat bergantung kepada subjek atau objek tertentu. (6) Menciptakan suasana yang menggugah minat. (7) Membangun kepercayaan mahasiswa terhadap kelas, subjek, dan dosen sendiri, adalah hal yang sangat mutlak (8) Keakraban penting dibangun di antara kelas dan diantara kelas dengan dosen dalam rangka menjadikan kelas nyaman dan memberi rasa aman. (9) Menunjukkan hal-hal yang ______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVIII Desember 2005 ISSN 0215 - 8250 955 praktis dan secara sederhana sangat berguna bagi mahasiswa. (10) Mahasiswa pada umumnya memiliki perasaan negatif (malu, kurang percaya diri, penakut, tidak amu mencoba), kurang disiplin. (11) Ciptakan celah, tempat setiap mahasiswa mengambil partisipasinya. (12) Dosen perlu lebih banyak berada pada posisi mahasiswa. (13) Dosen harus siap menjadi model dalam berlatih dan melakukan bersama-sama. Kegiatan di sanggar kerja, kelas yang dianggap sebagai sanggar kerja (dalam arti fisik) yang dijiwai oleh acuan bahwa kelas ini bukan kuliah formal, tetapi sanggar kerja seni yang melatih mereka, membuktikan betapa setiap mahasiswa telah mengubah pandangan soal belajar. Suasana yang menyenangkan mutlak. Mereka tampak bergembira dan saling akrab. Sampai di sini sebenarnya telah tercapai tujuan penelitian ini. Sanggar kerja seni yang diadopsi untuk perkuliahan drama telah memberi banyak inspirasi kepada mahasiswa. Pengalaman baru dalam kuliah ini adalah pengalaman baru dalam belajar. Pasti lain sekali dengan kelas formal yang rasanya amat suci dan selalu benar. Pada siklus III adalah produksi. Yang dimaksud produksi dalam dunia drama atau teater adalah nomor pertunjukan yang digarap. Demikian pula halnya dalam penelitian ini. Hal ini adalah tahap puncak dalam kerja sanggar dan setiap orang dari sanggar itu (kelas B) semakin fokus kepada hal-hal khusus, yang langsung berkaitan dengan pertunjukan. Mahasiswa yang telah “dilepas” bekerja melalui tahap-tahap, sebagai berikut. (1) Studi naskah dilakukan bersama dalam kelompok besar. (2) Pemilihan kru produksi terdiri atas: sutradara, manejer, produksi, tim kerja. (3) Casting dilakukan oleh sutradara bersama tim kecil yang bertugas memberi masukan. (4) Pembacaan naskah dilakukan bersama oleh seluruh pemain. (5) Latihan pemain dan kru produksi bekerja bersama. (6) Evaluasi latihan pemberian masukan dan saran, oleh sutradara dan ______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVIII Desember 2005 ISSN 0215 - 8250 956 manajer produksi. (7) Cek persiapan untuk mengetahui sejauh mana kemajuan yang telah dicapai, terutama oleh kru produksi. (8) Gladi bersih. (9) Waktu pertunjukan. Seluruh kegiatan tersebut dikoordinasi oleh Yuyun selaku manajer produksi. Konsultasi sangat penting pada siklus ini. Mereka bisa melakukan di antara teman. Konsultasi itu disebut konsultasi intern, misalnya di antara sutradara dengan penata lampu atau penata artistik. Bisa pula terjadi konsultasi di antara manajer produksi dengan tim penggali dana. Bisa pula pemain mengajukan keberatan kepada sutradara karena perintah sutradara sulit diikuti. Konsultasi juga terjadi dengan praktisi. Kelas ini mendatangkan Pak Pathi. Ia mahasiswa S2 IKIP Negeri Singaraja. Di Daerahnya, NTB, ia adalah orang teater. Konsultasi lain adalah dengan tim peneliti. Di sini tim peneliti berperan memberi saran, dan memberi gambaran lain. Bukan memberi keputusan. Hasil pemantauan proses menunjukkan bahwa mahasiswa bekerja sesuai dengan tugas masingmasing, saling memperhatikan, yang payah (setelah berlatih) duduk sambil membaca naskah atau mengecek pesan pendek di HP, penata artistik mendesain panggung, penata lampu menghitung keperluan titik lampu, penata kostum mendesain kostum untuk Sukreni (karakter utama), manajer produksi mengecek daftar hadir, penata gerak atau penata tari berlatih di sisi lain ruang 62, seksi konsumsi menyediakan air mineral, setelah latihan mereka berkumpul. Mereka menyelenggarakan diskusi, di akhir latihan mereka saling mengingatkan dan mengucap salam bersama (untuk affirmasi). Tiga hari menjelang pertunjukan segala persiapan makin dimatangkan. Famflet pertunjukan telah disebar. Kampus IKIP Negeri Singaraja menerima kabar bahwa Komunitas Pucuk (nama kelompok kelas B) akan mempersembahkan satu produksi. Judulnya Bingin Banjah. ______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVIII Desember 2005 ISSN 0215 - 8250 957 Sutradaranya adalah Egidia Ether. Ia datang dari Flores. Yang paling sibuk adalah Yuyun, selaku manajer produksi. Segala izin telah diperoleh, khususnya izin menggunakan aula. Sehari sebelum pertunjukkan penata artitistik telah bekerja bersama tim. Pembawa acara siap pada posisinya. Petugas lampu siap pula. Di belakang panggung, para pemain tengah merampungkan riasan mereka. Rediawan adalah pemeran tokoh utama, Ida Gede Suamba. Ia kelihatannya sangat canggung dan tegang. Teman-temannya mungkin mengkhawatirkannya. Tetapi mereka tetap memberinya semangat. Untuk mengalihkan perhatiannya, Rediawan menyulut rokok. Apakah ia menikmati rokok itu? Atau ia sesungguhnya tengah menikmati rasa gelisahnya? Bisa dimaklumi, ini kali pertama ia naik panggung dan langsung kebagian peran utama. Saat ini pukul 19.30 wita di Ruang 62. Para penonton mengisi ruangan ini, mencapai setengahnya (sekitar 150 orang). Kru produksi tampak sangat gugup. Berkali-kali tim peneliti menangkap kata-kata ini, “Saya ragu-ragu, apa yang akan terjadi nanti di pentas?, Ini pertama kali buat saya.” Hal yang sama terjadi juga di belakang panggung, pada para pemain. Mereka tampak akrab sekali. Seperti mereka tengah memasuki ujian berat. Kehadiran tim peneliti di antara mereka adalah dorongan psikologis. Tim peneliti selalu memotivasi. Melakukan yang terbaik malam ini adalah pilihan. Penonton makin banyak. Ruangan ini hampir penuh. Dalam hitungan menit, pertunjukan ini dimulai. Dalam hitungan belasan detik, pertunjukan Bingin Banjah oleh kelas B, yang hari ini telah mantap dengan sebutan Komunitas Pucuk, pertunjukan dimulai. Awalnya pertunjukan tampak kaku. Tim peneliti tahu kegugupan pada para pemain di bagian awal pentas. Adegan di warung Men Negara memberi peneliti kejutan. Mereka bermain sangat bagus, dapat memenuhi ______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVIII Desember 2005 ISSN 0215 - 8250 958 keinginan sutradara. Penonton tertawa karena memang buat mereka adegan-adegan itu lucu. Adegan penggerebegan oleh polisi mengubah suasana “diskotik” di warung itu menjadi tegang. Polisi-polisi dengan tangan menodongkan pistol, menghardik, membentak, menguasai panggung. Saat penangkapan, naskah berisi kata-kata lucu. Hal ini tidak dicapai karena tidak diberi tekanan. Hal inini adalah adegan yang paling mengiris. Seorang mantri polisi tengah memperkosa Sukreni, ketika malam di salah satu bilik dusun Bingin Banjah, di antara ribuan pohon kelapa perkebunan. Sukreni jatuh di lantai. Penonton senyap. Akting Ida Gede Suamba (dimainkan Rediawan) ditelan senyap panggung dan perhatian penonton. Rediawan tampak sangat gugup. Suara maskulinnya parau. Ketegangan tampak di wajahnya. Syukur dialog tidak ia lupakan. Ini adalah pertemuan sepasang kekasih. Romantis dan tragis. Ketika Gde Suamba tahu bahwa perempuan di hadapannya adalah Sukreni, Sukreni mengelak karena dirinya telah dibaptis jadi pelacur. Adegan berikutnya, kekacauan di warung Men Negara, bagian akhir pertunjukan. Di sini digambarkan peperangan polisi dengan para bandit. Di antara bandit itu adalah I Tusan, anak Sukreni, buah perkosaan itu. Ia tengah menghadapi pemimpin operasi, ayahnya sendiri. Mereka sama-sama tidak tahu. Api membakar seisi warung. Mayat bergelimpangan. Mantri polisi dan I Tusan terkapar di tanah perkebunan. Men Negara gila. Layar tertutup seiring dengan padamnya spotlight di panggung. Tepuk tangan terdengar amat riuh. Tim peneliti melihat kepuasan hati para kru. “Aku berhasil.” Inilah yang ditangkap dari tatapan mereka. Ini keberhasilan bersama kelas ini. Tim peneliti melihat air mata pada beberapa orang. Mereka menangis. Juga, pada Rediawan, tim penelitik, kelak, tahu bahwa pengalaman ini sungguh ______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVIII Desember 2005 ISSN 0215 - 8250 959 sangat menyenangkan dirinya. Tidak terbayangkan. Gugup memang. “Maklum, ini pertama kali buat saya.” Di samping permakluman, tim peneliti tangkap rasa puas pada Rediawan. Tidak seluruh penonton terlibat diskusi. Hanya sebagian kecil, kakak semester mereka dan puluhan pekerja teater kampus. Penonton pulang setelah kurang lebih satu jam lewat lima belas menit menyaksikan satu produksi berjudul Bingin Banjah. Diskusi dimulai dengan pertanggungjawaban sutradara. Lalu tanya jawab. Di sini muncul pujian dan kritikan pedas. Pada umumnya, pujian yang disampaikan. Kru semakin tampak puas. Soal-soal teknik sering menjadi sorotan dalam diskusi pertunjukan. Demikian pula malam ini. Kesan-kesan kritis dari tim peneliti menutup diskusi malam ini. Tim peneliti tetap di tempat ini hingga panggung dibongkar sudah. Tiba-tiba, kru produksi meminta mereka berhenti sejenak karena ada nasi bungkus. Wah, suasana sanggar kerja seni terasa sekali. Sama dengan catatan perjalanan penulis ketika mengikuti KSB pentas dua malam di GKJ (Gedung Kesenian Jakarta), pada 2001. Makan, bongkar panggung, mengumpulkan koran bekas, bikin set, dan lainlain, mereka kerjaklan bersama. Hal ini adalah ciri teater nonprofesional. Mereka tidak memiliki sponsor pertunjukan. Dana yang mereka kelola sangat sedikit. Itu adalah uang mereka. Disisihkan dari biaya hidup satu bulan di Singaraja. Siklus III sampai kepada temuan (1) mahasiswa kompak dalam kerja sama, (2) koordinasi berjalan baik sekali, (3) setiap divisi tahu tugas pokok, (4) adanya rasa saling kenal dan saling menghargai, (5) terbinanya ikatan di antara mereka, (6) apa yang mereka lakukan tidak sekadar untuk dapat nilai tetapi lebih daripada itu, mengekspresikan diri di hadapan publik, (7) kerja sama atau kolaborasi di antara dosen dengan mahasiswa terjalin bagus sekali, (8) mahasiswa bisa mengubah pandangan mereka ______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVIII Desember 2005 ISSN 0215 - 8250 960 terhadap perkuliahan ini, dari format komunikasi formal ke format komunikasi sanggar kerja seni Hampir 90 persen perkuliahan di siklus III ditangani langsung oleh mahasiswa. Tim peneliti hanya selaku konsultan. Kepercayaan sangat penting untuk mereka. Ini adalah modal yang bisa mereka dapat untuk mengelola rumah tangga kelas. Pencapaian puncak sepanjang proses penelitian ini adalah terjadinya perubahan pandangan terhadap format perkuliahan, dari kelas formal ke kelas yang jadi sanggar kerja. Dari belajar yang bergantung kepada dosen ke berlatih atau praktik bersama, mencari sendiri, berdiskusi, memecahkan masalah sendiri, mengelola sendiri, dan lain-lain. Mereka tangah menikmati kompleksitas hidup, yang kurang disadari. Tindakan yang dilakukan untuk menerapkan teknik sanggar kerja adalah (1) ubah pola interaksi dosen-mahasiswa dari formal kaku ke akrab (tindakan nyata), (2) ubah pandangan mahasiswa terhadap mata kuliah drama, (3) datangkan praktisi, sajikan pengalaman langsung, (4) bukan belajar, tetapi berlatih, (5) menggarap proyek spesifik, (6) lakukan pagelaran karya, (7) hilangkan kesan bahwa ini adalah perkuliahan, tetapi adalah sanggar kerja seni, (8) dosen, berlakulah lebih banyak sebagi konsultan dan jangan memberi keputusan apapun, namun mintalah selalu alasan atau pertangungjawaban setiap kegiatan. 3.2 Pembahasan Keberhasilan penelitian ini ditentukan oleh rumusan-rumusan berikut. Konsep mahasiswa terhadap drama, (baik sebagai subjek artistik atau mata kuliah dalam kurikulum S1 JP-PBSID dan sebagai jenis kesenian) telah mengalami pengembangan atau perubahan, tidak lagi sempit, menjadi semakin luas. Mereka mengerti atau tahu atau menyadari ______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVIII Desember 2005 ISSN 0215 - 8250 961 esensi dari tari adalah gerak, koreografi, dan komposisi, “bagaimana manusia hadir di dalam ruang dan waktunya”. Jadi, menari sama dengan bergerak, secara filosofis, siapa saja bisa melakukan, tentu saja masih harus dibatasi: penetapan imajinasi, tujuan, dan kebutuhan berekspresi. Di sini, gerak adalah ekspresi. Mahasiswa termotivasi mengikuti kuliah drama yang didesain menjadi sanggar kerja atau bengkel belajar. Hal ini ditunjukkan oleh pancaran kegairahan dan semangat mereka di sanggar. Kelas tidak lesu. Mahasiswa, membuat fasilitas yang mereka (desain kostum, konsep-konsep artistik, dan lain-lain), kelas dinamik dan memberi inspirasi bagi siapa saja. Setiap mahasiswa selalu ingin ada di dalam dinamika kelas, selalu menjadi bagiannya. Kelas memberi keberanian-keberanian ekspresi, rasa percaya diri, kesadaran hidup bersama, kebanggan kelompok, imajinatif, dan kreativitas kreatif. Kelas menjadi ruang improvisai bagi mahasiswa. Terjadi kemauan dan rasa ingin mencoba, mau dan siap berlatih. Mahasiswa tidak menolak mata kuliah drama karena mereka tahu bakat hanya nomor sekian. Di kelas ini, sudah tumbuh minat kesenian (khususnya drama/teater). Mereka tidak merasa dipaksa atau menderita “penyakit” keterpaksaan. Mereka menjadi peserta yang baik di kelas ini, yang disebabkan oleh meluasnya konsep terhadap drama atau teater. Mereka tidak mengharapkan adanya mata kuliah pengganti (drama). Tetapi, di sini, mata kuliah drama, dinikmati oleh mahasiswa dengan penuh rasa bersemangat. Mahasiswa menunjukkan harapan dan rencana-rencana mereka terhadap perkuliahan drama. Mereka tidak cukup sebagai penerima tetapi pemberi masukan. Di sini belajar menjadi ruang bersama, antara mahasiswa dan pengajar/tim peneliti. ______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVIII Desember 2005 ISSN 0215 - 8250 962 Mahasiswa menyumbangkan pengalaman kebudayaan (pengalaman artistik) mereka untuk pembelajaran drama, berupa kemampuan manajemen, perancangan musik, perancangan tata lampu, perancangan kostum, perancangan tata rias wajah, keterampilan gerak, keterampilan bermain musik dan menyanyi, dan lain-lain. Mahasiswa menggunakan pengalaman-pengalaman kebudayaan mereka sehubungan dengan pembelajaran ini. Pada diri mereka terbangun apresiasi kebudayaan dan sanggup merumuskan bahwa kebudayaan sangat kaya sebagai salah satu sumber belajar. Di samping hal itu, yang lebih utama yaitu adanya produksi pertunjukan drama atau teater, lengkap, utuh, bulat, dan dipertunjukkan kepada penonton yang sebenarnya. Hal inilah yang menjadi hakikat sanggar kerja atau bengkel belajar. Filosofi pendidikan atau pengajaran perlu sangat kuat dan disadari sebagai pijakan. Tanpa hal itu, pengajaran sangat tidak jelas arahnya. Filosofi yang dikembangkan di sini, yaitu bukan belajar tetapi berlatih, kerja sama dan kolaborasi, sangat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas perkuliahan drama. Untuk menerapkan filosofi tersebut dibutuhkan sejumlah teknik bekerja. Teknik tersebut disediakan oleh tradisi kerja dalam sebuah sanggar kerja seni. Teknik-teknik tersebut sangat sederhana dan feksibel. Mengubah pandangan terhadap kelas formal atau belajar formal ke pandangan baru membutuhkan kemauan dan keberanian mencoba. Dengan demikian inovasi atau perubahan terjadi. Hanya ada saran pendek: lakukan perubahan setiap saat dalam pengajar. ______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVIII Desember 2005 ISSN 0215 - 8250 963 4. Penutup Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini menunjukkan suatu kesimpulan yang berpijak pada dua kenyataan, yaitu kenyataan filosofis dan kenyataan teknis. Filosofi pendidikan atau pengajaran perlu sangat kuat dan disadari sebagai pijakan. Tanpa hal itu, pengajaran sangat tidak jelas arahnya. Filosofi yang dikembangkan di sini, yaitu bukan belajar tetapi berlatih, kerja sama dan kolaborasi, sangat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas perkuliahan drama. Untuk menerapkan filosofi tersebut dibutuhkan sejumlah teknik dalam bekerja. Teknik tersebut disediakan oleh tradisi kerja dalam sebuah sanggar kerja seni. Teknik-teknik tersebut sangat sederhana dan fleksibel. Mengubah pandangan terhadap kelas formal atau belajar formal ke pandangan baru membutuhkan kemauan dan keberanian mencoba. Dengan demikian, inovasi atau perubahan terjadi. Hanya ada saran pendek: lakukan perubahan setiap saat dalam pengajar. DAFTAR PUSTAKA Narawati, N. 1998. “Koreografer Tari Sunda dalam Menghadapi Era Globalisasi” Tesis S-2 Pascasarjana, UGM-Yogyakarta. Woldkowski, J. Raymond dan Jaynes, Judidht. 2004. Hasrat untuk Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Zurbuchen, Mary. 1981. “The Shadow Theater of Bali: Explorations in Language and Text. Desertasi di University of Michigan. ______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVIII Desember 2005