IJAZUL QUR`AN: Pengertian - Al

advertisement
TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
(CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY)
DALAM PERSPEKTIF AL QUR’AN
Muhammad Yasir Yusuf
Program Doktoral University Sains Malaysia (USM),
Center for Islamic Development Management (ISDEV)
e-mail: [email protected]. Phone: +60103986425.
Zakaria Bahari
Fakulti Sains Kemasyarakatan,
University Sains Malaysia (USM),
e-mail: [email protected].
ABSTRACT
The Corporate Social Responsibility (CSR) is a responsibility for sustaining
economic development in the effort to improve the quality of life and
environment. This study aimed to examine the CSR from al-Qur‟an
perspective. Social responsibility in al-Qur‟an is a familiar topic because the
discussion of social responsibility is frequently mentioned in the al-Qur'an
and social responsibility has been done and practiced for the past 14
centuries. However, there is a problem for the perspective of corporate social
responsibility in implementing CSR from al-Qur‟an perspective. Therefore,
this study attempt to fill this gap by exploring al-Qur'an utilizing textual
analysis. The finding of this analysis show that the CSR based on the
guideline provided by al-Qur‟an must be conducted with relationship with
Allah SWT, human being and the environment. This means, CSR practices
are not only the responsibility of human being, not getting a positive
corporate image from human but also responsibility to Allah SWT and to
ensure environmental sustainability.
Kata Kunci: Perusahaan, CSR dan al-Qur‟an
PENDAHULUAN
Konsep tanggung jawab sosial perusahaan selanjutnya di sebut CSR1
adalah salah satu bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat yang
_____________
1
Ide CSR muncul di Amerika Serikat pada tahun 1970-an. Perusahaan-perusahaan di
Amerika mendapat kritikan tajam, karena perusahaan telah menjadi sangat berkuasa dan anti
sosial. Perusahaan-perusahaan dituduh menghilangkan semangat kompetitif dalam bisnis yang
berakibat kepada ketidakpatuhan terhadap undang-undang yang dibuat oleh negara, bahkan
terkadang undang-undang yang dibuat pemerintah dapat dipengaruhi oleh perusahaan-perusahaan
untuk kepentingan pribadi. Menyadari hal ini, sebagian pemilik perusahaan memberikan nasehat
kepada pelaku dunia usaha untuk menggunakan kekuasaan yang mereka miliki untuk membuat
Al-Mu‘ashirah Vol. 8, No. 2, juli 2011
163
menekankan bahwa pemilik perusahaan mempunyai tanggung jawab terhadap
masyarakat dan lingkungannya2. Konsep CSR menjadi ukuran penting dalam
menilai tingkat keberhasilan perusahaan dalam operasionalnya di berbagai
belahan dunia saat ini. Adanya prinsip good corporate governance pula, semakin
menjadikan perusahaan untuk lebih serius memberikan perhatian terhadap
program-program CSR.
Di Indonesia, wacana tentang tanggung jawab sosial perusahaan sudah
cukup berkembang. Setelah ditetapkannya UU No 40 tahun 2007 pasal 74 tentang
kewajiban Perseroan Terbatas (PT) melakukan tanggung jawab sosial dan
lingkungan, perusahaan-perusahaan di Indonesia mau tidak mau berkewajiban
melaksanakan program CSR. Apabila program CSR tidak dilaksanakan maka
pemerintah dapat memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan undang-undang
yang berlaku (pasal 74, ayat 3). Oleh sebab itu kepatuhan untuk melaksanakan
CSR berdasarkan perintah undang-undang menjadi salah satu dorongan
perusahaan untuk melakukan CSR3.
Tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat dan peningkatan
partisipasi perusahaan dalam masyarakat harus dimaknai sebagai upaya
menciptakan kemaslahatan bersama bagi perusahaan dan masyarakat. Sehingga
kesadaran tentang pentingnya CSR menjadi kepedulian bersama untuk
menciptakan keharmonisan dan keselarasan dengan berbagai stakeholders4 yang
ada.
capaian-capaian sosial dibandingkan hanya bekerja untuk meraih keuntungan saja. Sejak masa itu
muncullah Andrea Canegie, ia dikenal sebagai hartawan yang menyumbangkan hartanya untuk
pendidikan dan lembaga sosial. Kemudian Henry Ford yang mengembangkan program rekreasi
dan kesehatan untuk para pekerja di perusahaan mobil Ford. Pendekatan ini ternyata melahirkan
pengusaha-pengusaha baru dalam dunia bisnis. Sehingga pada akhirnya ide ini menjadi sebuah
konsep yang dikenal dengan CSR. Lihat Frederick, et al. Business And Society, Corporate
Strategy, Public Policy, Ethics, (Amerika Serikat: McGraw-Will, 1988), 28.
2
Musa Obaloha, Beyond Philanthropy: Corporate Social Responsibility In The Nigerian
Insurance Industry, Social Responsibility Journal Vol. 4, No. 4, (Emerald Group Publishing
Limited, 2008), 538. Robert Hay dan Ed Gray, Social Responsiblity of Business Manager,
Academy of Management Journal Managing Corporate Sosial Responsibility, (Little, Brown and
Company, Boston, Toronto, 1994), 9. Asyraf Wajdi Dusuki dan Humayon Dar, Stakeholder‟s
Perceptions Of Corporate Social Responsibility Of Islamic Banks: Evidence From Malaysian
Economy”, (Proceeding of The 6th International Confernce on Islamic Economic and Finance, Vol.
1, Jakarta, 2005), 390.
3
Carroll menyebutkan bahwa CSR dilaksanakan oleh perusahaan disebabkan tanggung
jawab terhadap ekonomi, tanggung jawab terhadap undang-undang, tanggung jawab terhadap etika
dan tanggung jawab terhadap kebajikan (Carroll, A, Corporate Social Responsibility; Evolution of
Definition Construct. (Business and Society, 38, 3, 1999), 264.
4
Menurut Clarkson, stakeholder perusahaan dapat dibagi kepada dua golongan yaitu
stakeholder primer (primary stakeholder) dan stakeholder sekunder (secondary stakeholder).
Stakeholder primer adalah pihak-pihak yang mempunyai kepentingan secara ekonomi terhadap
perusahaan dan menanggung risiko atas kerugian seperti investor, kreditur, pekerja dan
masyarakat. Pemerintah juga termasuk dalam golongan stakeholder primer, walaupun tidak secara
langsung mempunyai hubungan secara ekonomi namun hubungan di antara keduanya lebih
bersifat transaksi. Bentuk yang kedua adalah stakeholder sekunder, yaitu sifat hubungan keduanya
saling mempengaruhi namun kelangsungan hidup perusahaan secara ekonomi tidak ditentukan
oleh stakeholder golongan ini. Contoh stakeholder sekunder adalah media dan kelompok
kepentingan seperti lembaga sosial masyarakat dan serikat buruh. Lihat Clarkson, Max B. E., A
Stakeholder Framework for Analysing and Evaluating Corporate Social Performance, (Academy
of Management Review, 20. 1, 1995), 92-117.
164
Muhammad Yasir Yusuf & Zakaria Bahari: Tanggung jawab sosial…
Tanggung jawab sosial dalam Islam bukanlah hal yang asing, ia sudah ada
dan diamalkan sejak 14 abad yang silam. Dalam al-Qur‟an pembahasan mengenai
tanggung jawab sosial sangat sering disebutkan. Al-Qur‟an selalu mengkaitkan
antara kesuksesan bisnis dan pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh
moral pelaku bisnis dalam menjalankan kegiatan ekonomi5. Adapun terhadap
lingkungan, al-Qur‟an memberikan perhatian yang amat serius untuk selalu
menjamin keharmonisan dan kelestarian lingkungan hidup6. Pada sisi
kedermawanan dan kebajikan, Islam sangat menganjurkan kedermawanan sosial
kepada orang-orang yang membutuhkan dan kurang mampu dalam berusaha
melalui sadaqah7dan pinjaman kebajikan (qard hasan)8.
Sehingga pelaksanaan CSR pada perusahaan harus diyakini dan dipahami
sebagai bahagian integral dalam memenuhi konsistensi terhadap prinsip-prinsip
menciptakan kemashlahatan bagi manusia yang merupakan perintah dari alQur‟an. Sehingga program CSR bukanlah sekedar menebar kepedulian atau
sekedar memenuhi kewajiban yang diperintahkan undang-undang saja, akan tetapi
program CSR harus benar-benar menyentuh kebutuhan asasi masyarakat untuk
memberdayakan ekonomi ke arah yang lebih baik. Merubah mustahik menjadi
muzakki, memberdayakan masyarakat miskin dan menciptakan pemerataan
kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat. Program CSR tidak boleh menjadi
topeng untuk mengejar keuntungan secara maksimum9, ataupun keinginan untuk
mendapatkan legitimasi dalam beroperasi dalam satu daerah10.
Oleh karena itu masalah penting yang akan dibahas dalam makalah ini
adalah bagaimanakah konsep CSR dilihat dari perspektif al-Qur‟an? Dan
bagaimanakah bentuk hubungan tanggung jawab CSR yang wujud dalam konsep
al-Qur‟an?
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
perspektif al-Qur‟an terhadap pelaksanaan CSR. Perspektif al-Qur‟an terhadap
CSR akan memberikan kesadaran bahwa melakukan CSR juga adalah perintah
dari ajaran Islam itu sendiri, ia bukan hanya merupakan perintah undang-undang
yang dibuat oleh manusia. Di sisi lain konsep CSR yang diamalkan oleh
kebanyakan perusahaan hari ini didasarkan kepada konsep yang dikembangkan di
Barat, sehingga dengan adanya kajian ini diharapkan pemilik perusahaan
menyadari bahwa Islam mempunyai cara pandang yang lebih holistic dalam
melakukan CSR untuk menciptakan hubungan yang harmonis antar pemangku
kepentingan perusahaan.
_____________
5
Al-Qur‟an, Surah al-Isra (17): 35
Al-Qur‟an, Surah al-Baqarah (2): 205
7
Dalam Islam, kata sadaqah mempunyai dua makna. Pertama sadaqah yang bermakna
sedekah wajib yaitu zakat dan yang kedua sedekah sukarela seperti sumbangan sosial.
8
Qard hasan adalah pinjaman kebajikan yang tidak mengambil keuntungan. Jumlah
pengembalian pinjaman sesuai dengan jumlah harta yang dipinjamamkan. Akad seperti ini hanya
dikenal dalam Islam.
9
The Economist, The Good Company: A Survey of Corporate Social Responsibility, (The
Economist, 2005, January 22nd).
10
Rizk, et al., Corporate Social and Enviromental Reporting; A Survey of Disclosure
Praktices in Egyp, Social Responsibility Jounal, (Emerald Group Publishing Limited, 2008), 306.
6
Al-Mu‘ashirah Vol. 8, No. 2, juli 2011
165
CSR DALAM KAJIAN-KAJIAN SEBELUMNYA
Para peneliti berbeda-beda dalam mendefinisikan CSR11. Misalnya
Bowen mendefinisikan CSR ialah sebuah keputusan perusahaan untuk
memberikan nilai-nilai kebajikan bagi masyarakat12. Frederick et al.
mendefinisikan CSR adalah menggunakan sumber daya masyarakat, ekonomi dan
manusia secara menyeluruh untuk memaksimalkan keuntungan bagi masyarakat
di samping keuntungan perusahaan dan pemilik perusahaan13. Berdasarkan pada
teori Elkingston, CSR adalah sebuah konsep bagi organisasi khususnya
perusahaan mempunyai kewajiban untuk mempertimbangkan kepentingan
konsumen, pekerja, pemegang saham, masyarakat, lingkungan dalam seluruh
aspek operasionalnya. Kewajiban ini berlaku secara luas di luar kewajiban yang
telah ditetapkan oleh undang-undang14.
Karena banyaknya definisi CSR, maka Dashrud telah mengkaji 37 definisi
yang sering digunakan oleh peneliti dalam mendefinisikan CSR mengikut
pencarian web melalui mesin pencari Google. Ia menyimpulkan bahwa ada lima
dimensi yang sering digunakan dalam pendifinisian CSR yaitu; dimensi
lingkungan, dimensi sosial, dimensi ekonomi, dimensi stakeholder dan kebajikan
(kedermawanan)15. Hal ini hampir sama dengan apa yang diungkapkan oleh
Carroll sebelumnya, yang menyebutkan bahwa CSR dilakukan dalam bentuk
tanggung jawab ekonomi, undang-undang, etika dan kedermawanan. Tanggung
jawab sosial menurut Carroll dibentuk seperti piramida, dimana tanggung jawab
ekonomi merupakan tanggung jawab utama kepada perusahaan, diikuti dengan
tanggung jawab terhadap undang-undang, etika dan terakhir adalah tanggung
jawab kebajikan16.
Undang-Undang Republik Indonesia No 40 Tahun 2007, pasal 1 ayat 3
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan CSR adalah ,“Komitmen Perseroan
untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi
korporat, komuniti tempatan maupun masyarakat pada umumnya”.
Jika dilihat dari berbagai definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa
CSR adalah sebuah bentuk komitmen perusahaan terhadap kelangsungan
pembangunan ekonomi dalam usaha meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat
dan lingkungan. CSR juga merupakan komitmen perusahaan terhadap
kepentingan stakeholder dalam arti luas selain kepentingan perusahaan. Dengan
_____________
11
Musa Obaloha, Beyond Philanthropy: Corporate Social Responsibility In The Nigerian
Insurance Industry, Social Responsibility Journal, Vol. 4, No. 4, (Emerald Group Publishing
Limited, 2008), 539.
12
H.R Bowen, Social Responsibilities of the Businessman, (New York: Harper & Row,
1953), 2.
13
Frederick, et al., Business And Society, Corporate Strategy, Public Policy, Ethics,
(Amerika Serikat: McGraw-Will, 1988), 28.
14
J. Elkington, Cannibals with Forks. The Triple Bottom Line of 21st Century Business,
(Oxford: Capstone Publishing Ltd, 1997), 5.
15
Alexander Dashrud, How Corporate Social Responsibility is Defined: an Analysis 0f 37
Definitions, (Wiley InterScience, John Wiley and Sons, Ltd and ERP Environment, 2006), 1.
16
Carroll, A., Corporate Social Responsibility; Evolution of Definition Construct. (Business
and Society, 38, 3, 1999), 264.
166
Muhammad Yasir Yusuf & Zakaria Bahari: Tanggung jawab sosial…
kata lain CSR adalah suatu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap
masyarakat di lingkungannya yang merupakan serangkaian kegiatan aktif
perusahaan di tengah-tengah masyarakat dan semua stakeholder untuk pemerataan
kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat.
Kebanyakan kajian mengenai CSR beberapa dekade yang lalu selalu
terfokus kepada bentuk CSR yang dijalankan dalam masyarakat Barat. CSR yang
berkembang di barat berkemungkinan besar dipengaruhi oleh nilai-nilai etika,
budaya dan keyakinan masyarakat barat, khususnya Eropah dan Amerika. Hal ini
boleh didapati dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan, seperti Bowen,
1953; Carroll, 1979, 1991, 1993, 2004; Davis, 1960, 1973; Drucker, 1984;
Freeman, 1984; Wartick dan Cochran, 1985; Wood, 1991; Donaldson dan Dunfee,
1994; Donaldson dan Preston, 1995; Regelburd, 1999, Smith, 2000, Post,
Lawrence dan Weber, 2002; Moon, 2002; Birch, 2003 dan Sing-Sengupta, 2003.
Dalam kajian mereka didapati bahwa nilai etika dan budaya yang berkembang
dalam masyarakat barat dijadikan standar bagi pola hubungan antara perusahaan
dengan masyarakat.
Konsep CSR yang dikembangkan di barat tidak sama dengan konsep CSR
yang ada di dalam Islam. Hal ini disebabkan CSR di dalam Islam dibangun atas
dasar tasawur (paradigm) dan epistemologi yang berbeda dengan CSR yang
dikembangkan di barat. Belum lagi landasan falsafah perusahaan dalam Islam
berbeda dengan falsafah perusahaan di dunia barat. Falsafah perusahaan dan CSR
dalam Islam diasaskan pada al-Qur‟an dan Sunnah serta kebiasaan budaya yang
berkembang dalam masyarakat muslim. Sedangkan di barat didasarkan pada
pandangan dan budaya barat serta berkemungkinan pengaruh keyakinan agama
masuk dalam konsep CSR yang digunakan saat ini.
Sampai saat ini kajian mengenai CSR dari pandangan Islam untuk
diaplikasikan pada perusahaan-perusahaan yang bernafaskan Islam hampir jarang
ditemukan. Ada beberapa kajian yang telah dibuat, seperti oleh Asyraf Wajdi
Dusuki dan Humayon Dar. Dalam kajian yang dibuat oleh Asyraf dan Humayon
hanya memaparkan pandangan berbagai stakeholder bank Islam mengenai CSR
dan sejauh mana pandangan mereka terhadap CSR bank Islam boleh
mempengaruhi pilihan mereka terhadap bank Islam17. Yang tertinggal dari kajian
Asyraf dan Humayon yaitu mereka tidak membuat konsep dan bentuk CSR dalam
pandangan Islam. Padahal bentuk CSR dalam Islam sangat penting untuk dikaji
sehingga perusahaan yang dibangun berdasarkan nilai-nilai keislaman boleh
menjalankan program CSR secara tepat dan benar dalam memberdayakan
ekonomi masyarakat.
Kajian yang dilakukan Jawed Akhtar Mohammad untuk mendalami
falsafah Islam tentang tanggung jawab sosial di dalam Islam. Mohammad telah
membentuk beberapa prinsip yang sesuai dengan konsep CSR dalam Islam. Lalu
prinsip-prinsip tersebut dijadikan landasan untuk menilai praktek perbankan Islam
mengenai CSR melalui wawancara dengan Dewan Pengawas Syariah dan
manager bank Islam pada tujuh bank Islam di beberapa negara18.
_____________
17
Asyraf Wajdi Dusuki dan Humayon Dar, Stakeholder‟s Perceptions Of Corporate Social
Responsibility Of Islamic Banks: Evidence From Malaysian Economy”, (Proceeding of The 6th
International Confernce on Islamic Economic and Finance, Vol. 1, Jakarta, 2005), 409.
18
Jawed Akhtar Mohammed, Corporate Social Responsibility in Islam” Tesis Phd,
Faculty of Business New Zealand, 2007, 101-140.
Al-Mu‘ashirah Vol. 8, No. 2, juli 2011
167
Manakala kajian Sayd Farouk pula boleh dikatakan kajian terbaru yang
memberikan pondasi awal bagi institusi keuangan Islam untuk melaksanakan CSR
yang sesuai dengan Islam. Kajian Sayd Farouk lebih spesifik berbanding dengan
kajian Mohammad. Sayd Farouk mengemukakan konsep CSR dalam Islam yang
dapat dilaksanakan di lembaga keuangan Islam dengan dua bentuk. Pertama,
bentuk yang wajib dilakukan oleh lembaga keuangan Islam. Kedua, bentuk yang
bersifat anjuran yang sepatutnya dilaksanakan oleh lembaga keuangan Islam19.
Dari berbagai penelitian yang telah diamati oleh penulis, tidak terdapat
satupun penelitian yang fokus secara khusus dan terperinci pada kajian CSR dari
perspektif al-Qur‟an. Padahal kajian CSR dari perspektif al-Quran adalah pondasi
utama terhadap pengembangan kajian-kajian berikutnya dalam aplikasi konsep
CSR pada berbagai model dan jenis perusahaan yang bernafaskan Islam.
KONSEP CSR DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN
Konsep CSR dalam Islam bukanlah sesuatu yang baru. Walaupun ayat alQur‟an tidak langsung menjelaskan tentang konsep CSR akan tetapi terdapat
banyak ayat dan sunnah yang menjelaskan tentang kewajiban individu untuk
membantu keperluan orang lain. Bahkan ketika masing-masing individu
berkumpul dalam satu kelompok membentuk satu perusahaan maka kewajiban
untuk membantu dan meringankan kepentingan umum atas kelebihan yang ada
pada mereka menjadi semakin besar.
Bukan hanya sebatas menjaga kehidupan makhluk hidup yang ada di
sekitar mereka, akan tetapi lebih jauh dari itu bahwa kewajiban CSR adalah wujud
kepatuhan manusia terhadap Pencipta yaitu Allah. Allah-lah yang telah
memerintahkan manusia untuk taat kepada-Nya, dan sebagai bentuk ketaatan
kepada Allah adalah memastikan kelestarian hidup manusia dan alam sekitar. Hal
ini sebagaimana yang difirmankan Allah yang bermaksud:
‫وما خلقت اجلن واإلنس إال ليعبدون‬
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku. (Surah al-Dhariyyat (51): 56)
Dalam ayat yang lain, Allah SWT berfirman:
‫وىو الذي جعلكم خالئف األرض ورفع بعضكم فوق بعض درجات ليبلوكم يف ما آتاكم إن ربك سريع العقاب‬
.‫وإنو لغفور رحيم‬
Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia
meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat,
untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya
Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (Surah al-An‟am (6): 165).
Keberadaan manusia di muka bumi ini mempunyai dua tugas utama yaitu
menjadi hamba yang patuh kepada Allah dan khalifah yang adil. Hubungan
antara dua tugas utama ini adalah seiring dan tidak boleh diabaikan antara satu
dengan lainnya.
_____________
19
Sayd Farouk, On Corporate Social Responsibility of Islamic Financial Institutions,
Islamic Economic Studies, Vol. 15, No. 1, 2007.
168
Muhammad Yasir Yusuf & Zakaria Bahari: Tanggung jawab sosial…
Sebagai hamba yang beribadah kepada Allah, setiap individu berkewajiban
menjadikan semua aktivitas hidupnya sebagai bentuk pengabdian yang sempurna
kepada Allah. Dalam hal ini, konsep ibadah perlulah difahami dalam arti kata
yang luas. Artinya selain mengerjakan ibadah-ibadah khusus yang terdiri dari
pada amal ibadah ritual, setiap individu juga dituntut untuk mengerjakan ibadahibadah umum lainnya yang terdiri dari berbagai aktivitas yang mendatangkan
kebajikan bagi manusia dan alam dengan mematuhi syarat-syarat tertentu. Seperti
mempunyai niat yang benar karena Allah dan memastikan bahwa perbuatan yang
diniatkan tersebut tidak bertentangan dengan aturan syari‟ah20.
Hal ini memberikan makna bahwa manusia dalam menjalankan tugasnya
sebagai khalifah di muka bumi tidak boleh berbuat sesuka hati akan tetapi
perbuatan manusia wajib berpedoman kepada aturan syariat sebagai bukti
ketundukan dan pengabdian kepada Allah sebagai sang Pencipta.
Sebagai khalifah pula, manusia diamanahkan untuk mengelola alam ini
yang melibatkan hubungan manusia dengan manusia lainnya dan hubungan
manusia dengan makhluk ciptaan Allah selain manusia, seperti hewan, tumbuhtumbuhan dan alam sekitar. Al-Mawdudi menafsirkan maksud perkataan
“khalifah” sebagai “wakil Allah di bumi”21. Sehingga sebagai seorang wakil,
manusia mestilah bersifat dan bertindak sama seperti sifat, kehendak dan tindakan
yang dilakukan oleh yang digantikannya. Artinya sebagai khalifah Allah di muka
bumi, manusia tidak mempunyai kebebasan mutlak untuk berbuat apa saja sesuka
hatinya. Manusia mestilah bertindak dalam lingkungan kuasa yang diwakilkan
kepadanya oleh Allah SWT.
Ibn Katsir menerangkan maksud perkataan penguasa bumi (khalaif al-Ard)
dalam surat al-An‟am, 6: 165 adalah sebagai pelaksana untuk memakmurkan
bumi dari masa ke semasa untuk di manfaatkan oleh generasi yang akan datang22.
Ini bermakna adanya kesinambungan dan kelestarian tugas khalifah bukan hanya
terbatas pada satu generasi atau kumpulan tertentu sahaja, tetapi ia bertanggungjawab secara berterusan.
Kedua penafsiran yang dinukilkan oleh al-Mawdudi dan Ibn Katsir tentang
makna khalifah di atas, memberikan gambaran jelas tentang kewajiban setiap
manusia untuk bertanggungjawab kepada Allah sebagai pemberi perwakilan,
bertanggung jawab terhadap manusia dan alam sekitar untuk menciptakan
keharmonian dan keselarasan dalam hidup. Pertanggungjawaban tersebut
menuntut manusia untuk mengurus alam dan segala isinya dengan baik dan benar
demi keselamatan manusia itu sendiri dan kesinambungan makhluk-makhluk
tuhan lainnya. Ia juga sebagai bentuk amanah untuk dijaga dan dikawal dari
segala bentuk penyelewengan. Semua ini menjadi bukti kesyukuran hamba
terhadap pencipta-Nya sehingga tidak digolongkan menjadi golongan yang kufur
akan nikmat. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
_____________
20
Suhaila binti Abdullah, Isu Alam Sekitar Dalam Usaha Pembangunan Lestari di
Universiti Sains Malaysia: Analisis Dari Perspektif Islam, Prosiding Seminar Fiqh dan Pemikiran
Islam Lestari, 29-30 Oktober 2008, USM. Zahari bin Mahad Musa, Fiqh Al-Biah: Prinsip
Pembangunan Komuniti dengan Alam Persekitaran Yang Lestari, Prosiding Seminar Fiqh dan
Pemikiran Islam Lestari, 29-30 Oktober 2008, USM. Abdullah al-Mushlih dan Shalah al-Shawiy,
Prinsip-Prinsip Islam Untuk Kehidupan (terj), (Jakarta: LP2SI Al-Haramain, 1998).
21
Abu al-A‟la al-Maududi (t.t), Al Hadarah al Islamiyyah: Ususuha wa Mabadi „Uha,
(Kaherah: Dar Ansar, t.th), 16-23.
22
Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir, (Beirut: Al-Maktabah al-„Asriyyah. 1996), 185.
Al-Mu‘ashirah Vol. 8, No. 2, juli 2011
169
‫ىو الذي جعلكم خالئف يف األرض فمن كفر فعليو كفره وال يزيد الكافرين كفرىم عند رهبم إال مقتا وال يزيد‬
.‫الكافرين كفرىم إال خسارا‬
Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barang
siapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri.
Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan
menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang
yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka
belaka. (Surah al-Fathir (35): 39)
Oleh karena itu kedudukan CSR boleh dipahami dalam kontek
pemahaman al-Qur‟an sebagai salah satu kewajiban dan fungsi dari nilai-nilai
fitrah penciptaan manusia. CSR merupakan salah satu tugas penting manusia yang
merupakan amanah dari Allah. Satu sisi adalah wujud ketaatan kepada Allah, di
sisi lain ia berfungsi sebagai pertanggungjawaban manusia sebagai khalifah Allah
di atas muka bumi. Untuk itu manusia yang telah diberikan kelebihan dan
kedudukan lebih tinggi oleh Allah menjadi wajib untuk membantu manusia
lainnya guna meringankan beban mereka yang tidak berkecukupan dan
mengalami kelemahan dari sisi ekonomi.
Perusahaan adalah satu badan usaha yang terdiri dari suatu kumpulan
individu yang mempunyai komitmen yang sama untuk bekerja dalam
menghasilkan berbagai produksi. Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
produk disebabkan adanya kelebihan-kelebihan yang diberikan oleh Allah SWT
kepada individu sebagai khalifah. Sedangkan keberadaan perusahaan itu sendiri
merupakan bahagian kecil dari satu komunitas (ummah), sehingga perusahaan
berkewajiban menciptakan kebaikan untuk ummat. Tanggungjawab ini disebut
tanggung jawab fard kifayah23. Karena ada usaha dan kebaikan yang lebih besar
boleh dikerjakan oleh satu perusahaan yang tidak boleh dilakukan oleh individu.
Hal inilah yang menjadikan setiap perusahaan yang tumbuh dalam nilai-nilai
Islam mempunyai kewajiban untuk melakukan CSR.
Jika satu perusahaan meninggalkan kegiatan CSR maka akan menyebabkan turunnya kemurkaan dari sisi Allah, sebaliknya melaksanakan CSR akan
melahirkan kenikmatan dan kelestarian dalam membangun hubungan kerjasama
antara perusahaan dengan masyarakat. Hal ini boleh dipahami dengan jelas
sebagaimana firman Allah dalam surah al-Qalam (68): 17-33:
‫ فطاف عليها طائف من ربك‬.‫وال يستثنون‬. ‫إنا بلوناىم كما بلونا أصحاب اجلنة إذ أقسموا ليصرمنها مصبحني‬
‫فانطلقوا وىم‬. ‫ أن اغدوا على حرثكم إن كنتم صارمني‬.‫ فتنادوا مصبحني‬.‫ فأصبحت كالصرمي‬.‫وىم نائمون‬
‫ بل حنن‬.‫ فلما رأوىا قالوا إنا لضالون‬.‫ وغدوا على حرد قادرين‬.‫ أن ال يدخلنها اليوم عليكم مسكني‬.‫يتخافتون‬
‫ فأقبل بعضهم على بعض‬.‫ قالوا سبحان ربنا إنا كنا ظاملني‬.‫ قال أوسطهم أمل أقل لكم لوال تسبحون‬.‫حمرومون‬
‫ كذلك العذاب ولعذاب‬.‫ عسى ربنا أن يبدلنا خريا منها إنا إىل ربنا راغبون‬.‫ قالوا يا ويلنا إنا كنا طاغني‬.‫يتالومون‬
‫اآلخرة أكرب لو كانوا يعلمون‬
_____________
23
Fard kifayah adalah kewajiban yang apabila dikerjakan oleh seseorang maka gugurlah
kewajiban itu untuk dilakukan oleh semua orang.
170
Muhammad Yasir Yusuf & Zakaria Bahari: Tanggung jawab sosial…
Sesungguhnya Kami telah menguji mereka (musyrikin Mekkah) sebagaimana
Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa
mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil) nya di pagi hari, dan mereka tidak
mengucapkan :insya Allah. Lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari
Tuhanmu ketika mereka sedang tidur, maka jadilah kebun itu hitam seperti malam
yang gelap gulita, lalu mereka panggil-memanggil di pagi hari. Pergilah di waktu
pagi (ini) ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya. Maka pergilah mereka
saling berbisik-bisikan. Pada hari ini janganlah ada seorang miskinpun masuk ke
dalam kebunmu. Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi
(orang-orang miskin) padahal mereka mampu (menolongnya). Tatkala mereka
melihat kebun itu, mereka berkata: Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang
yang sesat (jalan), bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya). Berkatalah
seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka: "Bukankah aku telah
mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)?" Mereka
mengucapkan: "Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang
yang zalim”. Lalu sebagian mereka menghadapi sebagian yang lain seraya cela
mencela Mereka berkata: "Aduhai celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah
orang-orang yang melampaui batas. Mudah-mudahan Tuhan kita memberikan
ganti kepada kita dengan(kebun) yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita
mengharapkan ampunan dari Tuhan kita. Seperti itulah azab (dunia). Dan
sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui” (Surah al-Qalam
(68): 17-33).
Surah al-Qalam tersebut menceritakan sebuah kisah nyata penduduk
musyrikin Mekkah yang terjadi sebelum masa Rasulullah. Pemilik-pemilik kebun
sudah sekian lama mengurus, merawat dan menjaga kebun mereka dengan sangat
baik sampai menjelang masa panen, akan tetapi ketika masa panen tiba, panen
gagal dilakukan. Kebun-kebun tersebut musnah terbakar. Apakah kesalahan
pemilik-pemilik kebun tersebut sehingga mendapat azab dari Allah SWT?
Pertama, mereka lupa bahwa Allah berkuasa atas segala sesuatu. Ini
dilukiskan dalam ayat di atas ketika mereka tidak menyebut “insya Allah”.
Pemilik-pemilik kebun merasa pasti akan meraih hasil yang luar biasa. Mereka
lupa bahwa sesaat kemudian boleh terjadi sesuatu di luar jangkauan manusia.
Ungkapan insya Allah membuktikan bahwa Allah berkuasa atas segala sesuatu
yang direncanakan oleh manusia. Artinya kekuasaan Allah berada di atas
kekuasaan manusia. Kedua, pemilik-pemilik kebun bersifat kikir dan tidak
bertanggungjawab secara sosial kepada masyarakat miskin yang ada di sekitar
mereka. Hal terungkap dalam dialog mereka “Pada hari ini janganlah ada
seorang miskinpun masuk ke dalam kebunmu. Dan berangkatlah mereka di pagi
hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin) padahal mereka mampu
(menolongnya)”. Oleh karena dua hal penyebab di atas, maka Allah murka pada
mereka. Allah turunkan azab-Nya pada mereka langsung di dunia sehingga kebun
yang hendak di panen akhirnya gagal.
Pelajaran yang diberikan dalam surah al Qalam di atas bahwa semua
aktivitas yang dilakukan manusia termasuk dalam perusahaan, semuanya berlaku
atas izin dari Allah. Segala upaya dan keinginan untuk melupakan Allah akan
berakibat kepada kegagalan dalam perusahaan. Pada saat yang sama pula
keuntungan yang di dapat dari perusahaan berkewajiban untuk dibagikan kepada
masyarakat miskin yang memerlukannya.
Al-Mu‘ashirah Vol. 8, No. 2, juli 2011
171
Untuk lebih rinci penjelasan tentang tanggungjawab CSR ini, maka
tanggungjawab CSR dapat dibagikan kepada tiga hubungan tanggung jawab.
Pertama, hubungan tanggungjawab kepada Allah. Kedua, hubungan tanggung
jawab terhadap sesama manusia. Dan ketiga, hubungan tanggung jawab terhadap
alam sekitar.
1. Hubungan Tanggungjawab kepada Allah
Secara bahasa hubungan dengan Allah (hablumminallah) mempunyai arti
tali Allah SWT. Adapun yang dimaksudkan dengan tali Allah dalam surah AliImran, 3: 103 adalah kitab Allah SWT24, al-jama‟ah, dinnullah (agama Allah), taat
kepada Allah, ikhlas dalam bertaubat, janji Allah25. Maka Fakhrur Razi
menyimpulkan bahwa seluruh penafsiran tersebut pada hakikatnya saling
melengkapi, karena al-Qur‟an, janji Allah, dinnullah, taat kepada Allah dan aljama‟ah dapat menyelamatkan orang yang berpegang teguh dengannya supaya
tidak terjatuh kedalam dasar neraka, maka hal-hal tersebut dijadikan sebagai tali
Allah agar mereka berpegang teguh dengannya26.
Kandungan surah Ali Imran, 3: 103, mewajibkan kepada manusia untuk
selalu berpegang teguh kepada al-Qur‟an dan al-Sunnah dalam berbagai aktivitas
di dunia. Ayat ini juga meminta agar setiap penyelesaian permasalahan yang
timbul dari interaksi hubungan sesama manusia diselesaikan berdasarkan
keduanya27. Oleh karena itu ayat ini menjadi petunjuk bagi manusia bagi
memenuhi kewajiban pemakmuran bumi, manusia dituntut untuk menjaga nilainilai ketaqwaan kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya. Takwa
sebagaimana yang disebutkan pada ayat sebelumnya yaitu untuk menjauhi
larangan agar tidak meninggal atau mati kecuali dalam keadaan Islam.
Oleh sebab itu maka dalam memenuhi kewajiban pemakmuran bumi,
maka rasa bertanggungjawab kepada Allah adalah bagian penting yang harus
dimiliki manusia sebagai khalifah. Karena kegiatan pemakmuran itu sendiri
adalah bagian ibadah yang diperintahkan oleh Allah sebagai hubungan vertikal
antara manusia dengan Allah. Semua aktivitas yang dilakukan dalam rangka
memakmurkan bumi haruslah bersesuaian dengan aturan yang telah digariskan
oleh Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
‫ىو أنشأكم من األرض واستعمركم فيها فاستغفروه مث توبوا إليو إن ريب قريب جميب‬
Dia (Allah) telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu
sebagai pemakmurnya. Maka mohonlah ampunan dan bertaubatlah kepadaNya.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Dekat dan Memenuhi segala permintaan”. (Hud
(11): 61)
_____________
24
Ibn Katsir, Tafsir Al Qur‟an al-Karim, Juz, 3, (Kairo: Al Faruq al-Hadisiyyah lit
Thaba‟ah wa al-Nasyr, Maktabah al-„Asriyyah. 2000), 134.
25
Qurthubi, Al-Jami‟ lil Ahkam al-Qur‟an, Juz. 4, (Riyadh: Dar „Alim al-Kutub, 2003),
159.
26
Fakhrur Din Ar-Razi, Tafsir al-Kabir, juz VIII, (Mesir: Al-Matba‟ah al-Bahiyah alMisriyyah), 162-163
27
Qurthubi, Al-Jami‟ lil Ahkam al-Qur‟an, Juz. 4, (Beirut: Al-Resalah Publisher, 2006),
163.
172
Muhammad Yasir Yusuf & Zakaria Bahari: Tanggung jawab sosial…
Ayat ini merupakan dalil akan kewajiban memakmurkan bumi sesuai
dengan kemampuan dan peranan setiap orang yang beriman28. Karena memang
Allah SWT telah menjadikan bumi ini dapat untuk dimakmurkan dan menjadikan
manusia yang menghuninya juga mampu untuk memakmurkannya. Karenanya,
maksud dari kata “isti‟mar” adalah aktivitas meramaikan bumi dengan
pengurusan bangunan dan pelestarian lingkungan dengan menanam pohon dan
bercocok tanam sehingga semakin panjang usia kehidupan bumi ini dengan
seluruh penghuninya29.
Sehingga setiap kegiatan memakmurkan alam yang diasaskan pada
keimanan kepada Allah merupakan kebajikan yang mendatangkan pahala bagi
siapa saja yang mengerjakannya. Ini ditegaskan Allah SWT dalam firman-Nya:
‫يا أيها الذين آمنوا اركعوا واسجدوا واعبدوا ربكم وافعلوا اخلري لعلكم تفلحون‬
Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah
Tuhanmu dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS.
Al-Hajj (22): 77).
Ayat ini diawali dengan perintah Allah untuk manusia supaya ruku‟ dan
sujud kepada Allah SWT. Ini merupakan perintah untuk membangun hubungan
tanggungjawab dengan Allah secara vertikal melalui ibadah-ibadah yang
diperintahkan. Ayat ini pula ditutup dengan perintah berbuat baik secara umum
dalam hubungan dengan manusia setelah perintah untuk membangun hubungan
vertikal dengan Allah SWT. Oleh sebab itu, perintah ibadah dimaksudkan agar
umat Islam selalu mempunyai dengan Allah SWT sehingga kehidupan berdiri di
atas fondasi yang kokoh dan jalur yang dapat membawa kepada keridhaan Allah.
Sedangkan perintah untuk melakukan kebaikan, dapat membangkitkan kehidupan
yang aman dan nyaman dalam kehidupan masyarakat yang penuh dengan kasih
sayang.
Hubungan tanggung jawab dengan Allah SWT ini akan menjadikan
seseorang menyadari bahwa hidupnya bukan sebatas di dunia saja, akan tetapi ia
akan hidup di akhirat untuk mempertanggungjawabkan segala amal yang telah
dilakukan selama di dunia. Sehingga dalam kontek hubungan konsep CSR dalam
pandangan Islam, bahwa CSR merupakan salah satu akfivitas kebajikan yang
apabila dilakukan mengikut aturan dari Allah SWT, maka ia memenuhi kewajiban
tanggung jawab kepada Allah SWT sebagai bentuk melaksanakan kewajiban
memakmurkan bumi. Hal ini disebabkan manusia telah diberikan kemampuan
yang lebih oleh Allah SWT melebihi makhluk lainnya 30 untuk mengurusi alam
sejagat.
_____________
28
Mahmud Affandi al-Alusi, Ruhul al-Ma‟ ani, (Beirut: Dar al-Fkr, 1978),
Ibnu Asyur, Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir, Juz. 12, (Tunisia: Jami‟ al-Huquq al-Tab‟i
Mahfudhah li al-Dirasati al-Tunisiyah li Nashr, 1984), 108.
30
Kelebihan manusia di atas makhluk lainnya diterangkan oleh Allah dalam surah al-Isra,
17:70 : “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di
daratan dan di lautan. Kami beri mereka rizqi dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan” (QS. AlIsra, 17: 70). Kami utamakan atau lebihkan manusia di antara makhluk-makhluk ciptaan-Nya
bermakna bahwa manusia dimuliakan oleh Allah. Akan tetapi kemuliaan dan kelebihan dari sisi
Allah bukan kemuliaan yang datang dengan sendirinya dan kemuliaan yang dimiliki manusia ini
pun di atas makhluk-makhluk ciptaan Allah yang lainnya.
29
Al-Mu‘ashirah Vol. 8, No. 2, juli 2011
173
2. Hubungan Tanggungjawab Terhadap Sesama Manusia
Manusia bukan hanya diwajibkan melakukan hubungan vertikal dengan
Allah SWT saja akan tetapi fungsi kekhalifahan manusia juga menutut manusia
untuk berhubungan secara horizontal dengan manusia lainnya guna menciptakan
kemakmuran kehidupan di atas dunia. Fungsi ini disebut hablumminannas
(hubungan sesama manusia).
Tanggungjawab terhadap sesama manusia ini, dijelaskan oleh Allah SWT
dalam al-Qur‟an, sebagai berikut:
‫ضربت عليهم الذلة أين ما ثقفوا إال حببل من اهلل وحبل من الناس‬
Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka
berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, (Ali
Imran (3): 112).
Peran tanggung jawab terhadap sesama manusia, menuntut manusia untuk
menjalankan segala fungsi memakmurkan bumi bagi kesejahteraan manusia.
Sehingga pemanfaatan dan penggunaan alam sekitar untuk kesejahteraan hidup
manusia wajib mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Sekiranya kesedaran ini wujud, maka setiap gerak laku manusia akan dinilai
sebagai ibadah oleh Allah SWT. Sebaliknya sekiranya pemakmuran alam tidak
menggunakan aturan yang telah digariskan Allah maka ia akan memberi efek
kepada kehancuran bagi kehidupan manusia dan perbuatan itu sendiri tidak
mendatangkan pahala tapi sebaliknya ia menjadi manusia yang berdosa.
Dalam membangun tanggung jawab sesama manusia, Islam mengutamakan kerjasama dan saling tolong menolong dalam pelaksanaan tugas-tugas dan
tanggung jawab kemanusiaan. Setiap orang perlu memastikan kerjasama yang
diberikan adalah untuk melakukan kebaikan dan mencegah perbuatan keburukan.
Melalui hubungan ini, maka setiap individu memperoleh manfaat dengan adanya
kontribusi dalam pertukaran keahlian dari kelebihan yang telah diberikan oleh
Allah antara satu dengan lainnya. Sehingga setiap orang bertanggung jawab dari
keahlian dan kelebihan yang dimilikinya untuk menutupi kekurangan yang ada
pada orang lain.
Allah SWT berfirman:
‫وتعاونوا على الرب والتقوى وال تعاونوا على اإلمث والعدوان واتقوا اهلل إن اهلل شديد العقاب‬
Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa dan janganlah kalian
tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaan-Nya“. (Al-Ma‟idah (5):2).
Kalimat “Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa..”
ternyata hanya tersebut sekali dalam al-Qur‟an. Sehingga Ibnu Katsir memahami
makna umum ayat ini berdasarkan kalimat tolong menolonglah kalian, bahwa
Allah SWT memerintahkan semua hamba-Nya agar senantiasa tolong menolong
dalam melakukan kebaikan-kebaikan yang termasuk kategori “al-birr” dan
mencegah dari terjadinya kemungkaran sebagai pemaknaan dari takwa.
Sebaliknya Allah SWT melarang mendukung segala jenis perbuatan batil yang
melahirkan dosa dan permusuhan31.
_____________
31
Ibn Katsir, Tafsir al-Qur‟an al-Karim, Juz, 5, (Kairo: Al-Faruq al-Hadisiyyah lit
Thaba‟ah wa al-Nasyr, Maktabah al-„Asriyyah. 2000), 18.
174
Muhammad Yasir Yusuf & Zakaria Bahari: Tanggung jawab sosial…
Selanjutnya Ibnu Katsir32 mengemukakan dua hadits untuk memperkuat
dan menjelaskan ayat di atas, yaitu:
Pertama, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang berbunyi,
“Seorang mukmin yang bergaul dengan manusia dan bersabar atas perlakuan
mereka adalah lebih baik dan besar pahalanya daripada mukmin yang tidak
bergaul dengan manusia dan tidak bersabar atas perilaku mereka” (Imam
Ahmad).
Kedua, hadits yang menyebutkan tentang perintah menolong siapapun,
baik yang terzhalimi maupun yang menzhalimi. Rasulullah saw bersabda,
“Tolonglah saudaramu yang menzhalimi dan yang terzhalimi”. Maka para
sahabat bertanya, “Menolong yang terzhalimi memang kami lakukan, tapi
bagaimana menolong orang yang berbuat zhalim?”. Rasulullah menjawab,
“Mencegahnya dari terus menerus melakukan kezhaliman itu berarti engkau telah
menolongnya”. (Bukhari dan Ahmad).
Secara redaksi ayat, Allah SWT menggabungkan dalam ayat di atas antara
perintah dan larangan-Nya “tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan
takwa dan janganlah kalian tolong menolong dalam perbuatan dosa dan
permusuhan dengan mendahulukan konsep tahalli (menghiasi diri dengan akhlak
mulia) yang berupa ta‟awun (kerjasama) dalam kebaikan dan takwa atas konsep
takhalli (pelepasan akhlak yang buruk) dalam bentuk membebaskan diri dari
perilaku ta‟awun atas dosa dan permusuhan. Sehingga ia bermaksud untuk
memperkuat sisi hubungan ta‟awun dalam kebaikan dan menjadi mayoritas
mewarnai kehidupan di tengah masyarakat. Oleh sebab itu, perilaku sebaliknya
(ta‟awun keburukan) tidak akan muncul di tengah-tengah masyarakat.
Dalam pandangan al-Mawardi seperti yang dinukil oleh Al-Qurthubi33
bahwa perintah ta‟awun untuk menghadirkan kebaikan dan ketakwaan di tengahtengah manusia merupakan sebuah perintah yang memiliki hubungan dengan
prinsip „hablum minallah dan hablum minannas‟. Ta‟awun dalam kebaikan yang
bersifat umum merupakan sarana untuk menjaga hubungan baik dengan manusia,
sedangkan ta‟awun dalam takwa merupakan sarana untuk meraih ridha Allah swt.
Sehingga tidak sempurna jika ta‟awun itu hanya dalam kebaikan sesama manusia
(al birr), tetapi harus diteruskan dalam konteks menjaga nilai-nilai takwa kepada
Allah SWT.
Bentuk ta‟awun secara aplikasi, dijabarkan oleh al-Qurthubi34, ia
menyebutkan sebagai contoh beberapa bentuk ta‟awun yang bisa dilakukan
berdasarkan ayat di atas, antaranya: seorang alim membantu manusia dengan
ilmunya, seorang yang kaya membantu orang lain dengan hartanya, seorang yang
berani membantu dengan keberaniannya berjuang di jalan Allah swt dan begitu
seterusnya. Masing-masing membantu orang lain sesuai dengan kapasitas dan
kemampuan yang dimilikinya, yang merupakan bentuk tanggung jawab dari misi
kekhalifahan manusia.
_____________
32
Ibn Katsir, Tafsir Al-Qur‟an al-Karim, Juz, 5, (Kairo: Al-Faruq al-Hadisiyyah lit
Thaba‟ah wa al-Nasyr, Maktabah al-„Asriyyah. 2000), 19.
33
Qurthubi, al-Jami‟ lil Ahkam al-Qur‟an, Juz. 7, (Beirut: Al-Resalah Publisher, 2006),
268.
34
Qurthubi, Al-Jami‟ lil Ahkam al-Qur‟an, Juz. 7, (Beirut: Al-Resalah Publisher, 2006),
269.
Al-Mu‘ashirah Vol. 8, No. 2, juli 2011
175
Konsep CSR dalam Islam merupakan cerminan dari keberadaan manusia
yang berusaha memakmurkan bumi serta mendapatkan kelebihan dari usahanya,
ia perlu bertanggung jawab untuk membantu insan lainnya yang berada dalam
keadaan lemah dan tak mempunyai kesempurnaan sebagaimana insan lainnya.
Artinya hubungan tanggung jawab sesama manusia menuntut setiap orang untuk
menciptakan persaudaraan sesama manusia, penciptaan kebaikan dan
kemakmuran bersama, kesediaan untuk saling membantu, saling menasihati dan
membangun kesatuan untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan umat
manusia.
3. Hubungan Tanggungjawab Terhadap Alam Sekitar
Islam sebagai agama adalah cara hidup yang bukan hanya untuk
mendatangkan kebaikan kepada sesama manusia tapi juga kepada alam sekitar
yang mendukung kehidupan manusia. Hubungan manusia dengan alam sekitar
serta unsur-unsur sangatlah dekat dan tidak boleh dipisahkan. Interaksi dengan
alam ini menjadi sebahagian bukti keagungan Allah yang menjadikan beraneka
ragam penciptaan demi mendukung kelangsungan hidup manusia di alam ini35.
Hal ini sesuai dengan firman Allah yang bermaksud:
. ‫الذي جعل لكم األرض مهدا وسلك لكم فيها سبال وأنزل من السماء ماء فأخرجنا بو أزواجا من نبات شىت‬
.‫كلوا وارعوا أنعامكم إن يف ذلك آليات ألويل النهى‬
Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan Yang telah
menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air
hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuhtumbuhan yang bermacam-macam. Makanlah dan gembalakanlah binatangbinatangmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda
kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal”. (Taha (20): 53-54).
Ayat di atas menunjukkan bahwa pada hakikatnya manusia adalah
merupakan sebahagian daripada alam secara keseluruhan dan manusia bertindak
sebagai pengelola alam semesta. Allah SWT menciptakan alam dan menganugerahkan nikmat berupa tanaman, buah-buahan, binatang ternak dan
menurunkan hujan untuk memenuhi keperluan hidup manusia36. Sehingga
manusia yang dijadikan makhluk istimewa dilengkapi dengan akal yang waras
sepatutnya bertindak wajar dan baik dalam mengelola alam sekitar dan bertanggungjawab dengan penuh amanah. Kepincangan dan ketidakadilan dalam
mengurus sumber daya alam akan mengakibatkan kerusakan alam sekitar yang
membuat kehidupan manusia menjadi susah.
Oleh yang demikian, manusia dengan akal yang telah diberikan Allah
mempunyai peran penting dalam memahami kejadian alam dan persekitaran agar
hubungan manusia dan alam berjalan dengan harmonis dan lestari. Allah SWT
telah mengajarkan kepada manusia bagaimana manusia berkewajiban untuk
bertanggungjawab terhadap lingkungan alam. Allah berfirman:
‫والسماء ذات الرجع‬
_____________
35
Zahari bin Mahad Musa, Fiqh al-Biah: Prinsip Pembangunan Komuniti dengan Alam
Persekitaran Yang Lestari, Prosiding Seminar Fiqh dan Pemikiran Islam Lestari, 29-30 Oktober
2008, 75.
36
Al-Thabari, Jami‟ul Bayan „an Takwili al-Qur‟an, Juz. 16, (Kairo: Markaz al Buhuts
Wa al-Dirasah al-„Arabiyah Wal al-Islamiyah, 2001), 85-86 .
176
Muhammad Yasir Yusuf & Zakaria Bahari: Tanggung jawab sosial…
Demi langit yang berulang-ulang menurunkan hujan” (al-Tariq (86): 11).
Dalam ayat di atas, kata “al raj (berulang-ulang)” ditafsirkan dengan
hujan. Ia mempunyai maksud pengulangan, pemulihan dan pengembalian.
Perkataan pengembalian ditafsirkan sebagai hujan karena Allah SWT mengembalikan terus menerus dan berkali-kali dari langit ke bumi. Yaitu
pengembalian yang memberikan manfaat, faedah dan keuntungan bagi pemulihan
bumi dan alam yang telah rusak serta mengembalikannya kepada sedia ada.
Menumbuhkan pohon yang telah mati, menyuburkan tanah dan menumbuhkan
berbagai tanaman yang berfaedah bagi manusia.
Hal ini ditegaskan pula dalam firman Allah SWT:
‫اهلل الذي خلق السماوات واألرض وأنزل من السماء ماء فأخرج بو من الثمرات رزقا لكم وسخر لكم الفلك‬
‫لتجري يف البحر بأمره وسخر لكم األهنار‬
Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari
langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan
menjadi rezeki untukmu.. (Ibrahim (14):32).
Kedua ayat di atas menjelaskan tentang tanggung jawab sosial terhadap
individu dan perusahaan dalam mengelola alam sekitar. Perusahaan yang
dibangun dengan nilai-nilai Islam berkewajiban menjaga keseimbangan alam
sekitar dalam operasionalnya. Perusahaan tidak dibenarkan merusak alam dan
malah berkewajiban untuk tetap menjaga kelestariannya.
Setiap tindakan yang berhubungan dengan menjaga alam wajib dihormati
dan dijaga oleh perusahaan. Dalam operasionalnya, perusahaan dilarang merusak
alam (illegal loging), membunuh dan menyiksa hewan tanpa sebab yang
dibenarkan syari‟at, pemerkosaan secara paksa terhadap sumber alam yang
mengakibatkan banyak orang tidak mendapatkan haknya seperti air, udara yang
segar dan lain-lain.
Hubungan mesra perusahaan dengan alam menjadi perbuatan penting
dalam CSR, bukan hanya kepada manusia tapi juga bukti amanah kepada Allah
SWT. Amanah yang telah diberikan Allah SWT ini, diwujudkan dengan
mengelola alam sekitar dan memastikan kelestarian alam dalam masa yang lama.
Sehingga usaha perusahaan dalam melakukan CSR terhadap kelestarian alam
diwujudkan dengan tiga perbuatan. Pertama; menghargai keseimbangan
sunnatullah dalam penciptaan alam semesta, kedua; tidak memudaratkan dan
merusakkan dan ketiga; mengelola alam secara berkualitas.
Tanggung jawab ini merupakan perbuatan penting yang tak boleh
dipisahkan dari CSR. Ia merupakan tanggung jawab yang erat kaitannya dengan
tanggungjawab manusia dengan Allah untuk memakmurkan, mengurus dan
mengelola alam untuk kelestarian hidup manusia.
Ketiga hubungan di atas merupakan bentuk CSR yang harus dipraktekkan
oleh setiap perusahaan. al-Qur‟an sebagai petunjuk hidup telah menggariskan
bahwa perbuatan CSR perusahaan mempunyai kaitan erat yang tidak boleh
dipisahkan antara hubungan dengan Allah SWT, hubungan dengan sesama
manusia dan hubungan dengan alam sekitar. Ketiga hubungan ini dapat
digambarkan dalam gambar di bawah ini:
Al-Mu‘ashirah Vol. 8, No. 2, juli 2011
177
Gambar: Konsepsi CSR dalam al-Qur‟an
ALLAH
CSR
MANUSIA
ALAM
SEMESTA
KESIMPULAN
Konsep CSR dalam al-Qur‟an bukanlah sesuatu yang baru. Walaupun ayat
al-Qur‟an tidak langsung menjelaskan tentang konsep CSR akan tetapi terdapat
banyak ayat yang menjelaskan tentang kewajiban CSR. Konsep CSR yang
dijelaskan dalam al-Qur‟an sangat berbeda dengan konsep CSR yang digunakan
oleh negara-negara Barat. Konsep CSR di Barat adalah sebuah pertanggungjawaban terhadap apa yang telah dilakukan kepada manusia, sedangkan konsep
CSR dalam Islam bukanlah sebatas pertanggung-jawaban kepada manusia akan
tetapi sebuah kewajiban fitrah dari keberadaan manusia di atas muka bumi. CSR
adalah pertanggung-jawaban kepada Allah dan amanah menjaga alam sekitar
untuk generasi yang akan datang. Setiap perusahaan yang melaksanakan CSR
yang dilandaskan atas kesadaran tanggung jawab kepada Allah, manusia dan alam
sekitar akan menjadikan perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan di dunia
dan kebahagiaan di akhirat.
178
Muhammad Yasir Yusuf & Zakaria Bahari: Tanggung jawab sosial…
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟an al-Karim.
Abdullah, Suhaila binti. Isu Alam Sekitar Dalam Usaha Pembangunan Lestari di
Universiti Sains Malaysia: Analisis Dari Perspektif Islam, Prosiding
Seminar Fiqh dan Pemikiran Islam Lestari, USM. 29-30 Oktober 2008.
Akhtar, Mohammed Jawed. Corporate Social Responsibility in Islam” Tesis Phd,
Faculty of Business New Zealand, 2007.
Al Alusi, Mahmud Affandi, Ruhul al-Ma‟ ani, Bairut: Dar al-Fkr, 1978.
Al Qurthubi, Al Jami‟ lil Ahkam al Qur‟an, Juz 4, Riyadh, Dar „Alim al Kutub,
2003.
Al Razi, Fakhrur Din, Tafsir al Kabir, Juz VIII, Mesir: Al Matba‟ah al Bahiyah
al-Misriyyah, 2000.
Al Thabari. Jami‟ul Bayan „an Takwili al Qur‟an, Juz 16, Kairo: Markaz al
Buhuts Wa-al Dirasah al-„Arabiyah Wal al –Islamiyah, 2001.
Bowen, H.R. Social Responsibilities of the Businessman, New York: Harper &
Row, 1953.
Carroll, A, Corporate Social Responsibility; Evolution of Definition Construct,
Business and Society, 38, 3, 1999.
Clarkson, Max B. E., A Stakeholder Framework for Analysing and Evaluating
Corporate Social Performance, Academy of Management Review, 20. 1,
1995.
Dashrud, Alexande. How Corporate Social Responsibility is Defined: an Analysis
0f 37 Definitions, Wiley InterScience, John Wiley and Sons, Ltd and ERP
Environment, 2006.
Dusuki, Asyraf Wajdi dan Dar, Humayon. Stakeholder‟s Perceptions Of
Corporate Social Responsibility Of Islamic Banks: Evidence From
Malaysian Economy, Proceeding of The 6th International Confernce on
Islamic Economic and Finance, Vol. 1, Jakarta, 2005.
Farouk, Sayd. On Corporate Social Responsibility of Islamic Financial
Institutions, Islamic Economic Studies, Vol. 15, No. 1, 2007.
Frederick, et al. Business And Society, Corporate Strategy, Public Policy, Ethics,
Amerika Serikat: McGraw-Will, 1988.
Hay, Robert dan Gray, Ed. Social Responsiblity of Business Manager, Academy
of Manajement Journal Managing Corporate Sosial Responsibility, Little,
Brown and Company, Boston, Toronto, 1994.
Ibn Katsir, Tafsir al-Qur‟an al-Karim, Juz 3, Kairo: Al Faruq al-Hadisiyyah lit
Thaba‟ah wa-al Nasyr, Maktabah al „Asriyyah, 2000,
Ibnu Asyur, Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir, Juz. 12, Tunisia: Jami‟ al-Huquq alTab‟i Mahfudhah li al-Dirasati al-Tunisiyah li Nashr, 1984.
Al-Mu‘ashirah Vol. 8, No. 2, juli 2011
179
Mahad Musa, Zahari bin. Fiqh Al-Biah: Prinsip Pembangunan Komuniti dengan
Alam Persekitaran Yang Lestari, Prosiding Seminar Fiqh dan Pemikiran
Islam Lestari, USM, 29-30 Oktober 2008.
Maududi, Abu al-A‟la. Al Hadarah al-Islamiyyah: Ususuha wa Mabadi „Uha,
Qaherah: Dar Ansar, t.th.
Mushlih, Abdullah dan Shawiy, Shalah. Prinsip-Prinsip Islam Untuk Kehidupan
(terj), (Jakarta: LP2SI Al Haramain), 1998.
Obaloha, Musa. Beyond Philanthropy: Corporate Social Responsibility In The
Nigerian Insurance Industry, Social Responsibility Journal Vol. 4, No. 4,
Emerald Group Publishing Limited, 2008.
Rizk, et al., Corporate Social and Enviromental Reporting; A Survey of
Disclosure Praktices in Egyp, Social Responsibility Jounal, Emerald
Group Publishing Limited, 2008.
The Economist, The Good Company: A Survey of Corporate Social
Responsibility, The Economist, January 22nd, 2005.
180
Muhammad Yasir Yusuf & Zakaria Bahari: Tanggung jawab sosial…
Download