BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Agency Theory Korporasi bisnis yang dimiliki publik adalah sebuah penemuan social yang mengagumkan. Jutaan individu secara sukarela mempercayakan kekayaan pribadi miliaran dollar, franc, peso dan lainlain untuk memelihara manajer atas dasar seperangkat hubungan kontrak yang kompleks yang menggambarkan hak-hak pihak yang terlibat. Pertumbuhan dalam penggunaan bentuk perusahaan serta pertumbuhan nilai pasar perusahaan yang di dirikan menunjukkan bahwa setidaknya sampai saat ini, kreditur dan investor pada umumnya tidak pernah kecewa dengan hasil, meskipun biaya agensi yang melekat dalam bentuk perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976). Agency cost ini mencakup biaya untuk pengawasan oleh pemegang saham, biaya yang dikeluarkan oleh manajemen untuk menghasilkan laporan yang transparan, termasuk biaya audit yang independent dan pengendalian internal serta biaya yang disebabkan karena menurunnya nilai kepemilikan pemegang saham sebagai bentuk bonding expenditures yang diberikan kepada manajemen. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa teori keagenan membuat suatu model kontraktual antara dua atau lebih pihak, di mana salah satu pihak disebut 11 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 12 agen dan pihak lain disebut prinsipal. Dalam teori agensi dikenal adanya kontrak kerja yang mengatur proporsi utilitas masing-masing pihak dengan tetap memperhitungkan manfaatnya secara menyeluruh. Menurut Scott (2014), teori agensi adalah cabang dari teori permainan yang mempelajari desain kontrak untuk memotivasi agen yang rasional untuk bertindak atas nama prinsipal ketika kepentingan agen akan dinyatakan bertentangan dengan orang-orang dari pihak principal. Terjadinya perbedaan kepentingan tersebut menimbulkan asimetri informasi yang dapat menimbulkan biaya keagenan yang akan berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Menurut Jensen dan Meckling (1976), adanya masalah keagenan memunculkan biaya agensi, antara lain: 1. The monitoring expenditures by the principle (monitoring cost) principal mengeluarkan biaya pengawasan untuk mengawasi prilaku dari agent dalam mengelola perusahaan. 2. The bonding expenditures by the agent (bonding cost) agent mengeluarkan biaya untuk menjamin bahwa agent tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan principal. 3. The residual loss pengorbanan yang dilakukan karena berkurangnya kesejahteraan principal yang disebabkan oleh perbedaan keputusan antara principal dan agent Konflik antara manajer dan pemilik yang sering disebut masalah keagenan dapat diminimalkan dengan suatu mekanisme pengawasan yakni http://digilib.mercubuana.ac.id/ 13 mekanisme Good Corporate Governance (GCG) yang berfungsi sebagai alat untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan (agency cost). Oleh karena itu, dibutuhkan sistem tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) di dalam suatu perusahaan. Agency theory juga menempatkan pengungkapan sebagai mekanisme yang dapat mengurangi biaya yang dihasilkan dari konflik antara manajer dengan pemegang saham (compensation contracts) dan dari konflik antara perusahaan dan kreditornya (debt contracts). Oleh karena itu, pengungkapan merupakan mekanisme untuk mengontrol kinerja manajer. Sebagai konsekuensinya manajer di dorong untuk mengungkapkan voluntary information seperti intellectual capital disclosure (Suhardjanto dan Wardhani, 2010). Dengan berkurangnya asimetri informasi dan biaya keagenan yang disebabkan oleh meningkatnya pengawasan dari penerapan good corporate governance dan pengungkapan intellectual capital sehingga cost of equity capital menjadi rendah. 2. Signaling Theory Teori sinyal menurut Spence (1973) menyatakan bahwa perusahaan dengan kinerja yang tinggi menggunakan infromasi keuangan untuk mengirim sinyal ke pasar. Teori sinyal (signaling theory) menjelaskan bagaimana seharusnya sinyal-sinyal keberhasilan atau kegagalan manajemen (agent) disampaikan kepada pemilik (principal). Signaling theory mengindikasikan bahwa perusahaan akan berusaha untuk menunjukkan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 14 sinyal berupa informasi positif kepada investor potensial melalui pengungkapan dalam laporan keuangan (Miller dan Whiting, 2005). Dalam hubungan keagenan, manajer memiliki asimetri informasi terhadap pihak eksternal perusahaan seperti investor dan kreditor. Asimetri informasi terjadi ketika manajer memiliki informasi internal perusahaan yang lebih banyak dan mengetahui informasi tersebut lebih cepat dibandingkan pihak eksternal. Guna mengurangi asimetri informasi maka perusahaan harus mengungkapkan informasi yang dimiliki, baik informasi keuangan maupun non keuangan (Agustini, 2011). Sinyal yang disampaikan berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Dalam hal ini, informasi yang disampaikan oleh manajemen kepada pemilik diantaranya seperti penerapan good corporate governance dan pengungkapan intellectual capital. Laporan keuangan dengan informasi yang berkualitas memiliki daya informasi akuntansi yang berguna sebagai signal bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi, menilai risiko dan return yang diharapkan (cost of equity capital). Jika informasi yang di sampaikan buruk maka biaya yang dikeluarkan atas sinyal bad news lebih tinggi daripada good news sehingga perusahaan cenderung memberikan good news. Jika terdapat bad news sebisa mungkin perusahaan menahan news tersebut sampai keadaan terdesak karena dapat mengakibatkan tingginya cost of equity capital. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 15 Oleh karena itu, manajer lebih termotivasi untuk mengungkapkan good corporate governance dan intellectual capital sebagai private information secara sukarela sebagai good news. Hal ini disebabkan oleh ekspektasi manajer bahwa menyediakan sinyal yang baik mengenai kinerja perusahaan kepada pasar akan mengurangi asimetri informasi serta dapat mengurangi cost of equity capital (Oliveira et al., 2008). 3. Stakeholder Theory Istilah Stakeholder menurut Freeman dan Reed (1983) menyatakan bahwa stakeholder adalah: “any identifiable group or individual who can affect the achievement of an organisation’s objectives, or is affected by the achievement of an organisation’s objectives. Berdasarkan stakeholder theory, manajemen organisasi diharapkan untuk melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder mereka dan melaporkan kembali aktivitas-aktivitas tersebut pada stakeholder. Teori ini menyatakan bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk disediakan informasi tentang bagaimana aktivitas organisasi mempengaruhi mereka (sebagai contoh, melalui polusi, sponsorship, inisiatif pengamanan, dan lain-lain) bahkan ketika mereka memilih untuk tidak menggunakan informasi tersebut serta ketika mereka tidak dapat secara langsung memainkan peran yang konstruktif dalam kelangsungan hidup organisasi (Deegan, 2004 dalam Ulum, 2007). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 16 Tujuan utama dari teori stakeholder adalah untuk membantu manajer korporasi mengerti lingkungan stakeholder mereka dan melakukan pengelolaan dengan lebih efektif diantara keberadaan hubungan-hubungan di lingkungan perusahaan mereka. Namun demikian, tujuan yang lebih luas dari teori stakeholder adalah untuk menolong manajer korporasi dalam meningkatkan nilai dari dampak aktivitasaktivitas mereka dan meminimalkan kerugian-kerugian bagi stakeholder. Perspektif teori stakeholder berusaha mengatur hubungan perusahaan dengan seluruh pihak yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perusahaan, baik pihak internal maupun eksternal perusahaan sehingga cakupan dan dampak positif dari penerapan good corporate governance bisa dirasakan lebih luas oleh para pemegang saham sebagai bentuk pertanggungjawab perusahaan terhadap para pemegang saham. Stakeholder theory beranggapan bahwa perusahaan yang berkomitmen untuk melaporkan aktivitasnya termasuk intellectual capital disclosure kepada stakeholder, biasanya bertujuan untuk mempertahankan keseimbangan dan keberlanjutan pembentukan nilai untuk semua stakeholder (Suhardjanto dan Wardhani, 2010). 4. Good Corporate Governance a) Pengertian Good Corporate Governance Menurut teori keagenan, salah satu cara untuk mengatasi masalah ketidakselarasan kepentingan antara manajer dan pemegang saham adalah melalui pengelolaan perusahaan yang baik (good http://digilib.mercubuana.ac.id/ 17 corporate governance). Good corporate governance merupakan suatu mekanisme yang digunakan untuk memastikan bahwa supplier keuangan, misalnya pemegang saham (shareholders) dan pemberi pinjaman (bondholders) perusahaan memperoleh pengembalian (return) dari kegiatan yang dijalankan oleh manajer dengan dana yang telah mereka tanamkan/pinjamkan atau dengan kata lain, bagaimana supplier keuangan perusahaan melakukan kontrol terhadap manajer (Shleifer dan Vishny, 1997) Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (2003, www.fcgi.or.id), Good corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka. Menurut Bank Dunia dalam Wibowo (2010), Good corporate governance adalah aturan, standar dan organisasi dibidang ekonomi yang mengatur perilaku pemilik perusahaan, direktur dan manajer serta perincian dan penjabaran tugas dan wewenang serta pertanggungjawabannya kepada investor (pemegang saham dan kreditur). b) Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) di dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia mengembangkan beberapa asas-asas GCG, yaitu (KNKG, 2006): http://digilib.mercubuana.ac.id/ 18 1. Transparansi (Transparancy) Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pihak yang memiliki kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. 2. Akuntabilitas (Accountability) Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. 3. Responsibilitas (Responsibility) Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melakukan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 19 4. Independensi (Independency) Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat di intervensi oleh pihak lain. 5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness) Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Pelaksanaan prinsip-prinsip good corporate governance minimal harus diwujudkan dalam: a. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi b. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite komite dan satuan kerja yang menjalankan fungsi pengendalian intern bank c. Penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal dan auditor eksternal d. Penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian intern e. Penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana besar f. Rencana strategis bank g. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan bank http://digilib.mercubuana.ac.id/ 20 c) Mekanisme Good Corporate Governance Menurut Denis dan McConnel (2003), ada dua mekanisme dalam corporate governance, yaitu: 1. Internal Governance Mechanism a) Boards of Directors Perusahaan-perusahaan pada negara yang menganut two tier system, seperti Indonesia mempunyai dua badan yang terpisah, yaitu Dewan Komisaris (dewan pengawas) dan Dewan Direksi (dewan manajemen). Dewan komisaris bertugas untuk mengawasi tindakan direksi sedangkan dewan direksi bertugas untuk mengelola perusahaan. Mekanisme internal yang sering digunakan dalam penelitian yang berkaitan dengan boards of directors adalah size of board, composition of independence board, board/executive compensation, kualitas auditor, atau keberadaan komite audit. b) Ownership Structure Struktur kepemilikan disini berarti siapa sajakah yang memiliki saham atau ekuitas perusahaan dan berapakah persentase kepemilikannya. Mekanisme internal yang sering digunakan dalam penelitian yang berkaitan dengan ownership structure adalah managerial ownership, institutional ownership, insider ownership, blockholder ownership ownership. http://digilib.mercubuana.ac.id/ ataupun government 21 2. External Governance Mechanism a) The Takeover Market Ketika mekanisme pengendalian internal gagal untuk mengendalikan dan mengontrol perusahaan atau ketika nilai perusahaan aktual berbeda dengan nilai perusahaan yang dilaporkan maka pihak luar atau publik terdorong untuk melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap perusahaan. Mekanisme pengendalian ini dapat dilakukan oleh para pelaku pasar, peneliti-peneliti keuangan dan pasar modal, atau analisanalis keuangan. b) The Legal/Regulatory System La Porta et.al (1998) menyatakan bahwa secara fundamental, sistem hukum atau peraturan adalah mekanisme corporate governance yang penting. Dalam penelitiannya, mereka berpendapat sejauh mana hukum sebuah negara melindungi hakhak investor dan sejauh mana hukum tersebut dijalankan. Hal tersebut merupakan cara untuk melihat perkembangan corporate governance pada suatu negara. Mekanisme good corporate governance yang akan dibahas pada penelitian ini adalah mekanisme good corporate governance internal yaitu: http://digilib.mercubuana.ac.id/ 22 a) Kepemilikan Institusional (Institutional Ownership) Shleifer dan Vishny (1997) menyatakan bahwa adanya pemegang saham besar seperti investor institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen. Dengan adanya kepemilikan saham perusahaan oleh investor institusional, seperti perusahaan asuransi, bank dan perusahaan investasi dalam bentuk perusahaan akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen. Pemegang saham institusional memiliki kelebihan dibandingkan dengan pemegang saham individual. Pemegang saham institusional mempunyai dana yang lebih banyak dan pada umumnya pemegang saham institusional menyerahkan pengelolaan investasinya pada divisi khusus yang memiliki keahlian di bidang analis dan keuangan sehingga pemegang saham institusional dapat memantau perkembangan investasinya dengan baik (Tarjo, 2008). b) Kepemilikan Manajemen (Managerial Ownership) Managerial ownership adalah sebuah keadaan di mana pihak manajemen perusahaan (baik dewan komisaris atau dewan direksi) memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain, pihak manajemen tersebut selain berlaku sebagai pengelola perusahaan juga sebagai pemegang saham atau pemilik perusahaan. Dalam laporan keuangan, keadaan ini ditunjukkan dengan besarnya persentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer, baik http://digilib.mercubuana.ac.id/ 23 dewan komisaris maupun dewan direksi. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa salah satu cara untuk meminimalkan konflik keagenan adalah dengan meningkatkan kepemilikan manajerial didalam perusahaan sehingga kepentingan pemilik atau pemegang saham akan dapat disejajarkan dengan kepentingan manajer. Kepemilikan manajerial dapat mengurangi dorongan untuk melakukan tindakan manipulasi sehingga laba yang dilaporkan merefleksikan keadaan ekonomi dari perusahaan bersangkutan yang sebenarnya. c) Proporsi Komite Audit Independen Sesuai Kep-29/PM/2004, komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting dalam pengelolaan perusahaan, di mana komite audit sebagai penghubung antara pemegang saham dengan dewan komisaris dan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian. Dengan berjalannya fungsi komite audit secara efektif, maka control perusahaan di harapkan juga lebih baik. Berdasarkan Surat Edaran BEJ, SE-008/BEJ/12-2001, keanggotaan komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua komite audit. Anggota komite ini yang berasal dari komisaris hanya sebanyak satu orang, anggota komite yang berasal dari komisaris tersebut merupakan komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus http://digilib.mercubuana.ac.id/ 24 menjadi ketua komite audit. Anggota lain yang bukan merupakan komisaris independen harus berasal dari pihak eksternal yang independen. d) Proporsi Dewan Komisaris Independen Dewan komisaris adalah pihak yang berperan penting dalam menyediakan laporan keuangan perusahaan yang reliable. Keberadaan dewan komisaris mempunyai pengaruh terhadap kualitas laporan keuangan dan dipakai sebagai ukuran tingkat rekayasa yang dilakukan oleh manajer (Chtourou et al., 2001). Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan (KNKG 2004). Dewan komisaris yang independen secara umum mempunyai pengawasan yang lebih baik terhadap manajemen, sehingga mempengaruhi kemungkinan kecurangan dalam menyajikan laporan keuangan yang dilakukan oleh manajer (Chtourou et al., 2001). Proporsi dewan komisaris harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan yang efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak secara independen. Menurut Peraturan Pencatatan nomor III.1.4 tentang persyaratan pencatatan yaitu jumlah komisaris http://digilib.mercubuana.ac.id/ independen 25 sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari jajaran anggota dewan komisaris yang dapat di pilih terlebih dahulu melalui RUPS sebelum pencatatan dan mulai efektif bertindak sebagai komisaris independen setelah saham perusahaan tersebut tercatat. Di Indonesia, dewan komisaris ditunjuk oleh RUPS dan di dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang dijabarkan mengenai fungsi wewenang dan tanggung jawab dari dewan komisaris. Fungsi dari dewan komisaris adalah mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen (direksi) dan bertanggung jawab untuk menentukan apakah manajemen memenuhi tanggung jawab mereka dalam mengembangkan dan menyelenggarakan pengendalian intern perusahaan. 5. Intellectual Capital Intellectual capital umumnya di identifikasikan sebagai perbedaan antara nilai pasar perusahaan (bisnis perusahaan) dan nilai buku dari aset perusahaan tersebut atau dari financial capitalnya. Hal ini berdasarkan suatu observasi bahwa sejak akhir 1980an, nilai pasar dari bisnis kebanyakan dan secara khusus adalah bisnis yang berdasar pengetahuan telah menjadi lebih besar dari nilai yang dilaporkan dalam laporan keuangan berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh akuntan. (Roslender dan Fincham, 2004). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 26 Menurut Sveiby (1998) “The invisible intangible part of the balance sheet can be classified as a family of three, individual competence, internal structural, and external structure”. Selain itu, menurut CIMA (2001) dan Marr dan Schiuma (2001) dalam Mangena et al. (2010) pengertian intellectual capital sebagai berikut: …the possession of knowledge and experience, professional knowledge and skill, good relationships, and technological capacities, which when applied will give organisations competitive advantage. (CIMA, 2001, p. 2) …the group of knowledge assets that are attributed to an organisation and most significantly contribute to an improved competitive position of this organisation by adding value to defined key stakeholders. (Marr dan Schiuma, 2001). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa modal intelektual adalah kepemilikan dan penguasaan atas struktur internal perusahaan berupa teknologi dan filosofi manajemen, struktur eksternal perusahaan berupa keterampilan dan pengetahuan profesional karyawan, hubungan baik dengan konsumen, pemasok, mitra dan pemerintah yang mana dapat memberikan keunggulan kompetitif perusahaan. Sebagian besar peneliti membagi intellectual capital menjadi tiga elemen utama (Sveiby, 1997; Stewart, 1999; Meritum, 2002 dalam Oliveira et al., 2008), yaitu: human capital, structural capital atau organizational capital, dan relational capital. 1. Human Capital (modal manusia) Human capital merupakan lifeblood dalam intellectual capital dan sebagai sumber inovasi dan pengembangan. Meliputi sumber daya manusia dan mencakup beberapa hal seperti pendidikan, pengetahuan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 27 dan kompetensi yang berhubungan dengan pekerjaan, dan karakteristik lainnya (misal: umur, turnover) yang di masukkan dalam elemen “karyawan”. Human capital mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang yang ada dalam perusahaan tersebut. Human capital akan meningkat jika perusahaan mampu menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawannya. 2. Structural Capital atau Organizational Capital Structural capital merupakan kemampuan perusahaan memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya dalam yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan yang mencakup dua elemen penting, yaitu intellectual property dan infrastructure asset. Elemen pertama, intellectual property dilindungi oleh hukum (paten, hak cipta, dan merk dagang). Sedangkan elemen kedua adalah infrastructure asset, merupakan elemen intellectual capital yang dapat diciptakan didalam perusahaan atau dimiliki dari luar (budaya perusahaan, management process, sistem informasi, networking system). Di dalam kategori ini, elemen research project di tambahkan sebagai akun inovasi that are atau are going to be yang dikembangkan oleh perusahaan. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 28 3. Relational Capital Relational capital merupakan komponen intellectual capital yang memberikan nilai secara nyata. Relational capital merupakan hubungan baik antara perusahaan dengan stakeholder eksternal yang berbeda, meliputi elemen-elemen seperti pelanggan, jaringan distribusi, kolaborasi bisnis, perjanjian franchise, dan sebagainya. 6. Pengungkapan (Disclosure) a) Pengertian dan Jenis-Jenis Pengungkapan (Disclosure) Kata disclosure memiliki arti tidak menutupi atau menyembunyikan. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan, disclosure mengandung arti bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi yang jelas mengenai hasil aktivitas dari suatu unit usaha. Dengan demikian, informasi tersebut harus lengkap, jelas dan dapat menggambarkan secara tepat serta menyeluruh mengenai kejadian-kejadian ekonomi yang berpengaruh terhadap hasil operasi unit usaha tersebut. Pada umumnya ada tiga konsep pengungkapan yang cukup (adequate), wajar (fair) dan lengkap (full). Berdasarkan survei global yang dilakukan oleh Price Waterhouse Cooper, pengungkapan informasi non finansial dipandang sebagai informasi penting oleh investor. Informasi non finansial seperti kebijakan strategis, keunggulan kompetitif, keahlian dan pengalaman tim manajemen dan berbagai informasi mengenai produk dan pangsa http://digilib.mercubuana.ac.id/ 29 pasar. Informasi-informasi non finansial tersebut merupakan bagian dari informasi intellectual capital (Bozzolan et al., 2003). Jenis-jenis pengungkapan antara lain: 1) Mandatory Disclosure (pengungkapan wajib) yaitu pengungkapan atau penjelasan yang harus (wajib) dilakukan oleh perusahaan. Pengungkapan wajib di Indonesia telah diatur oleh BAPEPAM, yaitu mengatur bentuk dan isi laporan tahunan yang wajib diungkapkan melalui Keputusan Ketua BAPEPAM dan Lembaga Keuangan No. KEP 134/BL/2006 peraturan X.K.6 tanggal 07 Desember 2006 tentang kewajiban penyampaian laporan tahunan bagi emiten atau perusahaan-perusahaan publik. 2) Voluntary Disclosure (pengungkapan sukarela) Pengungkapan yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh lembaga yang berwenang. Pengungkapan sukarela yang dilakukan perusahaan yang satu dengan yang lain akan berbeda. Hal ini dikarenakan belum adanya peraturan mengenai luas pengungkapan sukarela sehingga perusahaan bebas memilih jenis informasi yang akan diungkapkan dan yang dipandang manajemen relevan dalam membantu pengambilan keputusan. b) Pengungkapan Intellectual Capital Menurut Bruggen et al. (2009) alasan perusahaan mengungkapkan modal intelektual yaitu mengurangi tingkat asimetri http://digilib.mercubuana.ac.id/ 30 informasi sehingga biaya modal perusahaan dapat mengalami penurunan. Pengungkapan modal intelektual dapat meningkatkan nilai relevansi laporan keuangan. Peningkatan nilai relevansi laporan keuangan dapat mencegah perusahaan pada kondisi sebagai berikut: 1. Kegagalan dalam menyampaikan informasi secara relevan sehingga mengakibatkan kemerosotan posisi keuangan perusahaan dan dapat menghilangkan daya saing jangka panjang. 2. Investor sulit menilai secara akurat nilai perusahaan untuk alokasi sumber daya dengan menggunakan laporan keuangan yang tidak melaporkan modal intelektual. 3. Manajer sulit untuk menentukan relevansi aset tidak berwujud yang diperlukan untuk operasi perusahaan. Pengungkapan modal intelektual terdapat dalam informasi tambahan pada laporan tahunan yang dipublikasikan. Dengan melakukan pengungkapan modal intelektual, perusahaan dapat mengatasi masalah yang ada dalam hubungan keagenan seperti asimetri informasi. 7. Cost of Equity Capital Konsep biaya modal erat hubungannya dengan konsep mengenai pengertian tingkat keuntungan yang disyaratkan (required rate of return). Tingkat keuntungan yang disyaratkan sebenarnya dapat dilihat dari dua pihak yaitu sisi investor dan perusahaan. Dari sisi investor, tinggi rendahnya required rate of return merupakan tingkat keuntungan (rate of http://digilib.mercubuana.ac.id/ 31 return) yang mencerminkan tingkat risiko dari aktiva yang dimiliki. Sedangkan bagi perusahaan yang menggunakan dana (modal), besarnya required rate of return merupakan biaya modal (cost of capital) yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan modal tersebut. Biaya modal biasanya digunakan sebagai ukuran untuk menentukan diterima atau di tolaknya suatu usulan investasi (sebagai discount rate), yaitu dengan membandingkan tingkat keuntungan (rate of return) dari usulan investasi tersebut dengan biaya modalnya (Brigham dan Daves, 2012). Komponen biaya modal menurut Ross et al. (2009) antara lain : 1) Biaya Ekuitas Biaya ekuitas (cost of equity) merupakan tingkat pengembalian yang diharuskan oleh para investor ekuitas pada investasi mereka di perusahaan. Cost of equity diberikan sebagai kompensasi risiko yang bersedia diambil oleh investor untuk menanamkan modal ke perusahaan. Berdasarkan perspektif penanam modal, terdapat return yang diharapkan dapat diperoleh melalui dividen atau peningkatan nilai dari investasi yang diberikan. Return yang diharapkan atau cost of equity terkait dengan risiko finansial yang terkandung pada dana yang mereka tanamkan untuk aktivitas bisnis perusahaan (Tanjung, 2014). 2) Biaya Utang Biaya utang (cost of debt) merupakan tingkat pengembalian yang di haruskan para peminjam pada utang usaha tersebut. Biaya utang suatu perusahaan biasanya dapat di amati secara langsung maupun tidak http://digilib.mercubuana.ac.id/ 32 langsung. Biaya utang secara sederhana adalah tingkat bunga yang harus dibayar oleh suatu perusahaan pada pinjaman barunya dan kita dapat mengamati tingkat bunga di pasar keuangan. Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan sudah pernah mengeluarkan obligasi, maka yield to maturity pada obligasi tersebut adalah tingkat yang di harapkan pasar pada utang perusahaan tersebut. Biaya hutang yang berasal dari pinjaman adalah merupakan bunga yang harus di bayar perusahaan, sedangkan biaya hutang dengan menerbitkan obligasi adalah tingkat pengembalian hasil yang diinginkan (required of return) yang di harapkan investor yang digunakan untuk sebagai tingkat diskonto dalam mencari nilai obligasi. Biaya modal ekuitas (cost of equity capital) merupakan tingkat imbal hasil saham yang dipersyaratkan oleh investor, yaitu tingkat pengembalian minimum yang diinginkan oleh penyedia dana (investor) untuk mau/bersedia menanamkan modalnya pada perusahaan (Utami, 2005). Biaya modal merupakan konsep yang dinamis yang dipengaruhi oleh beberapa faktor ekonomi. Struktur biaya modal didasarkan pada beberapa asumsi yang berkaitan dengan risiko dan pajak. Asumsi dasar yang digunakan dalam estimasi biaya modal adalah risiko bisnis dan risiko keuangan adalah tetap (relatif stabil). Biaya modal dihitung atas dasar sumber dana jangka panjang yang tersedia bagi perusahaan. Ada empat sumber dana jangka panjang yaitu: (1) hutang jangka panjang, (2) saham preferen, (3) saham biasa, dan (4) http://digilib.mercubuana.ac.id/ 33 laba ditahan. Biaya hutang jangka panjang adalah biaya hutang sesudah pajak saat ini untuk mendapatkan dana jangka panjang melalui pinjaman. Biaya saham preferen adalah dividen saham preferen tahunan dibagi dengan hasil penjualan saham preferen. Biaya modal saham biasa adalah besarnya rate yang digunakan oleh investor untuk mendiskontokan dividen yang diharapkan diterima di masa yang akan datang. Pengukuran biaya modal saham biasa (biaya modal ekuitas), dipengaruhi oleh model penilaian perusahaan yang digunakan. Ada beberapa model penilaian perusahaan, antara lain (Utami, 2005): 1) Model penilaian pertumbuhan konstan (constant growth valuation model) Dasar pemikiran yang digunakan adalah bahwa nilai saham sama dengan nilai tunai (present value) dari semua dividen yang akan diterima di masa yang akan datang (di asumsikan pada tingkat pertumbuhan konstan) dalam waktu yang tidak terbatas (model ini dikenal dengan sebutan Gordon Model). 2) Capital Asset Pricing Model (CAPM) Berdasarkan model CAPM, biaya modal saham biasa adalah tingkat return yang diharapkan oleh investor sebagai kompensasi atas risiko yang tidak dapat di diversifikasi yang diukur dengan beta. Menurut Fama dan French (1992) persamaan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah sebagai berikut: http://digilib.mercubuana.ac.id/ 34 Ke = rf + β (rm-rf) Ke adalah cost of equity capital, rf adalah risk free rate, rm adalah market rate dan β adalah beta saham. β = Cov(Security & Market) / Var(Market) 3) Model Ohlson Model Ohlson digunakan untuk mengestimasi nilai perusahaan dengan mendasarkan pada nilai buku ekuitas ditambah dengan nilai tunai dari laba abnormal. Botosan (1997) pada dasarnya memakai model Ohlson untuk mengestimasi biaya modal ekuitas. Botosan (1997) menghitung ekspektasi biaya modal ekuitas dengan menggunakan estimasi laba per lembar saham untuk periode empat tahun ke depan (t = 4) dan memakai data forecast laba per saham yang dipublikasikan oleh Value Line. Di Indonesia publikasi data forecast laba per saham tidak ada, oleh karena itu untuk estimasi laba per saham peneliti menggunakan random walk model. Alasan untuk menggunakan estimasi model random didasarkan pada hasil penelitian Rini (2002) dalam Utami, 2005. Rini (2002) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menguji ketepatan prakiraan laba dengan menggunakan beberapa model mekanik. Model mekanik yang digunakan adalah Box Jenkins model, random walk model, Foster model, Watts-Griffin model dan BrownRozellf. Secara statistik disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan ketepatan prakiraan laba yang signifikan antara Box Jenkins model http://digilib.mercubuana.ac.id/ 35 dengan random walk model, Foster model dan Brown-Rozellf. Oleh karena itu, Rini (2002) menyimpulkan bahwa random walk model dapat digunakan sebagai alternatif dalam mengukur prakiraan laba. Penelitian sejenis juga telah dilakukan oleh Qizam (2001) yang menyimpulkan bahwa laba tahunan di Indonesia mengikuti random walk. Oleh karena itu cost of equity capital yang dimaksud dalam studi ini adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk pengungkapan informasi bagi publik (pemegang saham, investor, pemerintah, kreditur, dan masyarakat secara umum). 8. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Chen (2003) di Hongkong dengan sampel 545 emiten dari negara Hongkong, India, Indonesia, Korea, Malaysia, Philippines, Singapore, Thailand dan Taiwan menyatakan bahwa pengungkapan dan mekanisme GCG berpengaruh negatif terhadap cost of equity capital. Pengukuran cost of equity capital menggunakan residual income valuation model (Ohlson, 1995) dan pengukuran corporate governance menggunakan CLSA attribute. Menurut Ashbaugh et al. (2004) atribute governance yang berkaitan dengan struktur kepemilikan, hak pemangku kepentingan dan struktur dewan komisaris mempengaruhi cost of equity capital yang secara tidak langsung melalui beta. Penelitian yang Ashbaugh et al. (2004) dilakukan di United State dengan 2000 emiten dan pengukuran CEC yang dilakukan menggunakan Value Line’s target price and dividend forecast dan pengukuran GCG http://digilib.mercubuana.ac.id/ 36 menggunakan data yang disusun oleh IRRC, kajian pustaka dan penelitianpenelitian. Li et al. (2008) menyatakan bahwa hasil analisis berdasarkan tiga pengukuran dari ICD menunjukkan hubungan yang signifikan dengan semua faktor corporate governance kecuali peran dewan komisaris. Pengukuran ICD menggunakan tiga metrik yang berbeda yaitu ICDI untuk menunjukkan varietas, jumlah kata, ICWC untuk mewakili volume, jumlah kata sebagai persentase dari total annual report dan ICWC% fokus pada annual report. Shah dan Butt (2009) menyatakan adanya pengaruh negatif antara kepemilikan manajerial dan ukuran dewan komisaris terhadap biaya ekuitas sedangkan untuk dewan komisaris independen dan komite audit independen dan corporate governance indeks berpengaruh positif dengan biaya ekuitas. Shah dan Butt (2009) melakukan penelitian di Pakistan dengan sampel berjumlah 114 emiten. Pengukuran cost of equity capital menggunakan CAPM dan CG menggunakan indeks serta sejalan dengan Klapper dan Love (2002). Pengujian menggunakan pendekata Ordinary Least Square (OLS) dan fixed effect model untuk pengujian data panel. Menurut penelitian Mangena et al. (2010) menyatakan bahwa ICD berpengaruh negatif terhadap CEC. Perusahaan dengan tingkat pengungkapan ICD tinggi memiliki perkiraan biaya ekuitas 2,35-2,84 persen lebih rendah daripada perusahaan dengan tingkat ICD yang rendah. Mazzota dan Veltri (2012) menyatakan bahwa corporate governance yang diproksikan dengan index memiliki korelasi negatif dengan CEC setelah http://digilib.mercubuana.ac.id/ 37 dimasukkan variabel pengendali beta. Sejalan dengan penelitian Mangena et al. (2010), penelitian yang dilakukan Boujelbene dan Affes (2013) dan penelitian yang dilakukan Barus dan Siregar (2014) menyatakan adanya hubungan negatif antara ICD dengan cost of equity capital. Berdasarkan uraian penelitian terdahulu, maka ringkasannya terdapat dalam lampiran 1. B. Rerangka Pemikiran Konflik antara manajer dan pemilik yang sering disebut masalah keagenan dapat diminimalkan dengan suatu mekanisme pengawasan yakni mekanisme Good Corporate Governance (GCG) yang berfungsi sebagai alat untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan (agency cost) serta meyakinkan pihak investor bahwa dana-dana yang diinvestasikan digunakan secara tepat dan efisien, selain itu dengan melakukan pengungkapan modal intelektual dapat meningkatkan nilai relevansi laporan keuangan yaitu mengurangi tingkat asimetri informasi sehingga biaya modal perusahaan dapat mengalami penurunan (Bruggen et al., 2009). Meskipun demikian, pada kenyataannya perusahaan masih menganggap bahwa penerapan GCG hanya sebagai suatu ketaatan terhadap regulasi bukan sebagai kebutuhan. a. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Cost of Equity Capital Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik agensi antara manajer dan pemegang saham. Cornett et al. (2006) menyimpulkan bahwa tindakan pengawasan perusahaan oleh pihak investor institusional dapat mendorong manajer untuk lebih http://digilib.mercubuana.ac.id/ 38 memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja perusahaan sehingga akan mengurangi perilaku opportunistic atau mementingkan diri sendiri. Ashbaugh et al. (2004), menemukan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap cost of equity capital. Pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa keberadaan struktur kepemilikan mampu meningkatkan kinerja pasar saham dan harga saham. Ada anggapan bahwa peningkatan kinerja pasar saham justru akan mengurangi informasi yang harus diungkap oleh perusahaan sehingga berdampak terhadap turunnya biaya yang dikeluarkan untuk menyediakan informasi bagi publik (cost of equity capital). Semakin besar kepemilikan institusional, pengawasan terhadap manajemen akan semakin efektif sehingga akan mengurangi tindakan opportunistic manajer. Semua hal tersebut akan mengurangi risiko agensi dan juga mengurangi cost of equity capital. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis pertama yang akan diuji dalam penelitian ini adalah: H1: Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap cost of equity capital b. Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Cost of Equity Capital Penelitian Jensen dan Meckling (1976) menemukan bahwa kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dengan menyelaraskan kepentingan-kepentingan manajer dengan pemegang saham. Dengan kata lain, kepentingan manajer dengan pemegang saham eksternal dapat diselaraskan jika http://digilib.mercubuana.ac.id/ 39 kepemilikan saham oleh manajer diperbesar sehingga manajer tidak akan memanipulasi laba untuk kepentingannya. Penelitian Shah dan Butt (2009) menemukan bahwa kepemilikan manajerial memiliki dampak negatif pada biaya ekuitas perusahaan yaitu jumlah yang lebih tinggi dari saham (sebagai persentase dari total saham yang dikeluarkan perusahaan) yang diselenggarakan oleh anggota dewan mengarah ke biaya yang lebih tinggi dari ekuitas. Sebaliknya, jika persentase kepemilikan saham yang dimiliki oleh anggota dewan rendah, biaya ekuitas perusahaan adalah rendah. Hal ini dapat dijelaskan oleh fakta bahwa jika dewan komisaris tidak di dominasi oleh satu kelompok pemegang saham, kemungkinan untuk memiliki struktur yang lebih seimbang dan representatif. Sebuah dewan komisaris yang stabil dapat mengurangi kemungkinan pengambilan keputusan yang tidak seimbang, mencegah golongan tertentu dari para pemangku kepentingan dari memajukan kepentingan dengan mengorbankan stakeholder lainnya. Pada akhirnya, hal itu mengarah ke gambar yang lebih baik, profil risiko yang lebih rendah, dan biaya yang lebih rendah dari ekuitas. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis kedua yang akan di uji dalam penelitian ini adalah: H2: Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap cost of equity capital http://digilib.mercubuana.ac.id/ 40 c. Pengaruh Proporsi Komite Audit Independen Terhadap Cost of Equity Capital Hadi dan Sabeni (2002) menyatakan bahwa komite audit sebagai mekanisme pengawasan yang secara sukarela dibentuk dalam situasi agency cost yang tinggi untuk memperbaiki kualitas informasi antara prinsipal dan agen. Oleh karena itu, manajer yang bertindak sebagai agen akan mengungkapkan informasi perusahaan lebih terbuka sebagai bentuk keefektifan kinerja komite audit, terlebih lagi dengan keanggotaan komite audit yang memiliki pendidikan akuntansi. Chairunnisa (2014) meneliti tentang pengaruh komite audit independen terhadap cost of equity capital. Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa komite audit independen berpengaruh negatif terhadap cost of equity capital. Suatu perusahaan yang memiliki jumlah komite audit independen yang tinggi akan membuat transparansi pertanggungjawaban pihak manajemen yang berupa laporna keuangan perusahaan semakin tinggi sehingga pelaporan manajemen andal dan dapat dipercaya baik investor maupun calon investor yang mampu mengurangi adanya asimetri informasi yang mampu berdampak pada penurunan cost of equity capital. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis ketiga yang akan diuji dalam penelitian ini adalah: H3: Keberadaan komite audit independen berpengaruh negatif terhadap cost of equity capital http://digilib.mercubuana.ac.id/ 41 d. Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen Terhadap Cost of Equity Capital Dari perspektif teori agensi, dewan komisaris mewakili mekanisme internal utama untuk mengontrol perilaku oportunistik manajemen sehingga dapat membantu menyelaraskan kepentingan pemegang saham dan manajer (Jensen, 1993). Penelitian Chairunnisa (2014) menemukan bahwa dewan komisaris independen mempunyai hubungan negatif dan signifikan terhadap cost of equity capital. Dalam perusahaan, dewan komisaris independen dianggap mampu dalam melakukan monitoring sebagai perwakilan dari mekanisme pengendalian internal utama dan controlling terhadap perilaku manajer perusahaan yang opportunis sehingga dapat menjadi salah satu yang melatarbelakangi adanya penurunan cost of equity capital. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis ke empat yang akan di uji dalam penelitian ini adalah: H4: Keberadaan dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap cost of equity capital e. Pengaruh Intellectual Capital Disclosure terhadap Cost of Equity Capital Agency theory menempatkan pengungkapan sebagai mekanisme yang dapat mengurangi biaya yang dihasilkan dari konflik antara manajer dengan pemegang saham (compensation contracts) dan dari konflik antara perusahaan dan kreditornya (debt contracts). Oleh karena itu, http://digilib.mercubuana.ac.id/ 42 pengungkapan merupakan mekanisme untuk mengontrol kinerja manajer. Sebagai konsekuensinya manajer didorong untuk mengungkapkan voluntary information seperti intellectual capital disclosure (Suhardjanto dan Wardhani, 2010) Pengungkapan informasi keuangan dan non keuangan dapat memberikan sinyal baik (good news) atau sinyal buruk (bad news) perusahaan kepada para pengguna informasi keuangan perusahaan tersebut. Teori sinyal dapat menjelaskan bahwa pemberian sinyal yang dilakukan oleh manajer untuk mengurangi adanya asimetri informasi. Oleh karena itu, manajer lebih termotivasi untuk mengungkapkan intellectual capital sebagai private information secara sukarela. Hal ini disebabkan oleh ekspektasi manajer bahwa menyediakan sinyal yang bagus mengenai kinerja perusahaan kepada pasar akan mengurangi asimetri informasi (Oliveira et al., 2008). Stakeholder theory beranggapan bahwa perusahaan yang berkomitmen untuk melaporkan aktivitasnya termasuk intellectual capital disclosure kepada stakeholder, biasanya bertujuan untuk mempertahankan keseimbangan dan keberlanjutan pembentukan nilai untuk semua stakeholder (Suhardjanto dan Wardhani, 2010). Penelitian Mangena et al. (2010) menemukan bahwa pengungkapan intellectual capital berpengaruh terhadap cost of equity capital. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pengungkapan maka akan menyebabkan semakin rendah biaya modal yang dibebankan kepada http://digilib.mercubuana.ac.id/ 43 investor. Sejalan dengan penelitian Mangena et al. (2010), perusahaan yang mengungkapkan intellectual capital dapat menurunkan biaya ekuitas karena modal intelektual sebagai salah satu modal penting perusahaan untuk diungkapkannya dan menghasilkan keunggulan diungkapkannya intellectual kompetitif capital dan dapat mengurangi asimetri informasi antara pihak manajer dengan investor sehingga biaya transaksi yang menyebabkan meningkatnya biaya ekuitas akan lebih kecil. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis ke empat yang akan di uji dalam penelitian ini adalah: H5: Pengungkapan intellectual capital berpengaruh negatif terhadap cost of equity capital. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 44 Berdasarkan pada kajian teori dan hasil riset terdahulu, maka peneliti dapat menguraikan rerangka pemikiran secara logis, mengalir dari masalah penelitian, teori yang di pakai dan hubungan antar variabel yang merupakan cerminan fakta/fenomena yang di teliti dan digambarkan sebagai berikut: Variabel Independen Good Corporate Governance Kepemilikan Institusional (X1) Kepemilikan Manajerial (X2) Proporsi Komite Audit Independen (X3) Proporsi Dewan Komisaris Variabel Dependen Cost of Equity Capital (Y) Independen (X4) Intellectual Capital Disclosure (X5) Variabel Control Size Gambar 2.1. Rerangka Pemikiran C. Hipotesis Berdasarkan pada latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian serta kajian pustaka yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang akan di uji pada penelitian ini adalah sebagai berikut: H1 : Kepemilikan konstitusional berpengaruh negatif terhadap cost of equity capital http://digilib.mercubuana.ac.id/ 45 H2 : Kepemillikan manajerial berpengaruh negatif terhadap cost of equity capital H3 : Proporsi komite audit independen berpengaruh negatif terhadap cost of equity capital H4 : Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap cost of equity capital H5 : Intellectual capital diclousure berpengaruh negatif terhadap cost of equity capital http://digilib.mercubuana.ac.id/