BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Agency Theory
Korporasi bisnis yang dimiliki publik adalah sebuah penemuan
social
yang
mengagumkan.
Jutaan
individu
secara
sukarela
mempercayakan kekayaan pribadi miliaran dollar, franc, peso dan lainlain untuk memelihara manajer atas dasar seperangkat hubungan kontrak
yang kompleks yang menggambarkan hak-hak pihak yang terlibat.
Pertumbuhan dalam penggunaan bentuk perusahaan serta pertumbuhan
nilai pasar perusahaan yang di dirikan menunjukkan bahwa setidaknya
sampai saat ini, kreditur dan investor pada umumnya tidak pernah kecewa
dengan hasil, meskipun biaya agensi yang melekat dalam bentuk
perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976).
Agency cost ini mencakup biaya untuk pengawasan oleh pemegang
saham, biaya yang dikeluarkan oleh manajemen untuk menghasilkan
laporan yang transparan, termasuk biaya audit yang independent dan
pengendalian internal serta biaya yang disebabkan karena menurunnya
nilai kepemilikan pemegang saham sebagai bentuk bonding expenditures
yang diberikan kepada manajemen. Jensen dan Meckling (1976)
menyatakan bahwa teori keagenan membuat suatu model kontraktual
antara dua atau lebih pihak, di mana salah satu pihak disebut
11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
agen dan pihak lain disebut prinsipal. Dalam teori agensi dikenal adanya
kontrak kerja yang mengatur proporsi utilitas masing-masing pihak dengan
tetap memperhitungkan manfaatnya secara menyeluruh.
Menurut Scott (2014), teori agensi adalah cabang dari teori
permainan yang mempelajari desain kontrak untuk memotivasi agen yang
rasional untuk bertindak atas nama prinsipal ketika kepentingan agen akan
dinyatakan bertentangan dengan orang-orang dari pihak principal.
Terjadinya perbedaan kepentingan tersebut menimbulkan asimetri
informasi
yang dapat
menimbulkan biaya keagenan
yang akan
berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Menurut Jensen dan
Meckling (1976), adanya masalah keagenan memunculkan biaya agensi,
antara lain:
1.
The monitoring expenditures by the principle (monitoring cost)
principal mengeluarkan biaya pengawasan untuk mengawasi prilaku
dari agent dalam mengelola perusahaan.
2.
The bonding expenditures by the agent (bonding cost) agent
mengeluarkan biaya untuk menjamin bahwa agent tidak melakukan
tindakan yang dapat merugikan principal.
3.
The residual loss pengorbanan yang dilakukan karena berkurangnya
kesejahteraan principal yang disebabkan oleh perbedaan keputusan
antara principal dan agent
Konflik antara manajer dan pemilik yang sering disebut masalah
keagenan dapat diminimalkan dengan suatu mekanisme pengawasan yakni
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
mekanisme Good Corporate Governance (GCG) yang berfungsi sebagai
alat untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan (agency cost). Oleh
karena itu, dibutuhkan sistem tata kelola perusahaan yang baik (Good
Corporate Governance) di dalam suatu perusahaan.
Agency
theory
juga
menempatkan
pengungkapan
sebagai
mekanisme yang dapat mengurangi biaya yang dihasilkan dari konflik
antara manajer dengan pemegang saham (compensation contracts) dan
dari konflik antara perusahaan dan kreditornya (debt contracts). Oleh
karena itu, pengungkapan merupakan mekanisme untuk mengontrol
kinerja manajer. Sebagai konsekuensinya manajer di dorong untuk
mengungkapkan
voluntary information
seperti
intellectual
capital
disclosure (Suhardjanto dan Wardhani, 2010). Dengan berkurangnya
asimetri
informasi
dan
biaya
keagenan
yang
disebabkan
oleh
meningkatnya pengawasan dari penerapan good corporate governance dan
pengungkapan intellectual capital sehingga cost of equity capital menjadi
rendah.
2. Signaling Theory
Teori sinyal menurut Spence (1973) menyatakan bahwa perusahaan
dengan kinerja yang tinggi menggunakan infromasi keuangan untuk
mengirim sinyal ke pasar. Teori sinyal (signaling theory) menjelaskan
bagaimana
seharusnya
sinyal-sinyal
keberhasilan
atau
kegagalan
manajemen (agent) disampaikan kepada pemilik (principal). Signaling
theory mengindikasikan bahwa perusahaan akan berusaha untuk menunjukkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
sinyal berupa informasi positif kepada investor potensial melalui pengungkapan
dalam laporan keuangan (Miller dan Whiting, 2005). Dalam hubungan
keagenan, manajer memiliki asimetri informasi terhadap pihak eksternal
perusahaan seperti investor dan kreditor. Asimetri informasi terjadi ketika
manajer memiliki informasi internal perusahaan yang lebih banyak dan
mengetahui informasi tersebut lebih cepat dibandingkan pihak eksternal.
Guna
mengurangi
asimetri
informasi
maka
perusahaan
harus
mengungkapkan informasi yang dimiliki, baik informasi keuangan
maupun non keuangan (Agustini, 2011). Sinyal yang disampaikan berupa
informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk
merealisasikan keinginan pemilik. Dalam hal ini, informasi yang
disampaikan oleh manajemen kepada pemilik diantaranya seperti
penerapan good corporate governance dan pengungkapan intellectual
capital. Laporan keuangan dengan informasi yang berkualitas memiliki
daya informasi akuntansi yang berguna sebagai signal bagi investor dalam
pengambilan keputusan investasi, menilai risiko dan return yang
diharapkan (cost of equity capital). Jika informasi yang di sampaikan
buruk maka biaya yang dikeluarkan atas sinyal bad news lebih tinggi
daripada good news sehingga perusahaan cenderung memberikan good
news. Jika terdapat bad news sebisa mungkin perusahaan menahan news
tersebut sampai keadaan terdesak karena dapat mengakibatkan tingginya
cost of equity capital.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
Oleh karena itu, manajer lebih termotivasi untuk mengungkapkan
good corporate governance dan intellectual capital sebagai private
information secara sukarela sebagai good news. Hal ini disebabkan oleh
ekspektasi manajer bahwa menyediakan sinyal yang baik mengenai kinerja
perusahaan kepada pasar akan mengurangi asimetri informasi serta dapat
mengurangi cost of equity capital (Oliveira et al., 2008).
3. Stakeholder Theory
Istilah Stakeholder menurut Freeman dan Reed (1983) menyatakan
bahwa stakeholder adalah:
“any identifiable group or individual who can affect the achievement of an
organisation’s objectives, or is affected by the achievement of an
organisation’s objectives.
Berdasarkan stakeholder theory, manajemen organisasi diharapkan
untuk melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder mereka
dan melaporkan kembali aktivitas-aktivitas tersebut pada stakeholder.
Teori ini menyatakan bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk
disediakan
informasi
tentang
bagaimana
aktivitas
organisasi
mempengaruhi mereka (sebagai contoh, melalui polusi, sponsorship,
inisiatif pengamanan, dan lain-lain) bahkan ketika mereka memilih untuk
tidak menggunakan informasi tersebut serta ketika mereka tidak dapat
secara langsung memainkan peran yang konstruktif dalam kelangsungan
hidup organisasi (Deegan, 2004 dalam Ulum, 2007).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
Tujuan utama dari teori stakeholder adalah untuk membantu
manajer korporasi
mengerti
lingkungan
stakeholder
mereka
dan
melakukan pengelolaan dengan lebih efektif diantara keberadaan
hubungan-hubungan di lingkungan perusahaan mereka. Namun demikian,
tujuan yang lebih luas dari teori stakeholder adalah untuk menolong
manajer korporasi dalam meningkatkan nilai dari dampak aktivitasaktivitas mereka dan meminimalkan kerugian-kerugian bagi stakeholder.
Perspektif
teori
stakeholder
berusaha
mengatur
hubungan
perusahaan dengan seluruh pihak yang mempengaruhi dan dipengaruhi
oleh perusahaan, baik pihak internal maupun eksternal perusahaan
sehingga cakupan dan dampak positif dari penerapan good corporate
governance bisa dirasakan lebih luas oleh para pemegang saham sebagai
bentuk pertanggungjawab perusahaan terhadap para pemegang saham.
Stakeholder
theory
beranggapan
bahwa
perusahaan
yang
berkomitmen untuk melaporkan aktivitasnya termasuk intellectual capital
disclosure kepada stakeholder, biasanya bertujuan untuk mempertahankan
keseimbangan dan keberlanjutan pembentukan nilai untuk semua
stakeholder (Suhardjanto dan Wardhani, 2010).
4. Good Corporate Governance
a) Pengertian Good Corporate Governance
Menurut teori keagenan, salah satu cara untuk mengatasi
masalah ketidakselarasan kepentingan antara manajer dan pemegang
saham adalah melalui pengelolaan perusahaan yang baik (good
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
corporate governance). Good corporate governance merupakan suatu
mekanisme yang digunakan untuk memastikan bahwa supplier
keuangan, misalnya pemegang saham (shareholders) dan pemberi
pinjaman (bondholders) perusahaan memperoleh pengembalian (return)
dari kegiatan yang dijalankan oleh manajer dengan dana yang telah
mereka tanamkan/pinjamkan atau dengan kata lain, bagaimana supplier
keuangan perusahaan melakukan kontrol terhadap manajer (Shleifer
dan Vishny, 1997)
Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (2003,
www.fcgi.or.id), Good corporate governance adalah seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus
(pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta
pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan
dengan hak-hak dan kewajiban mereka. Menurut Bank Dunia dalam
Wibowo (2010), Good corporate governance adalah aturan, standar dan
organisasi dibidang ekonomi yang mengatur perilaku pemilik
perusahaan, direktur dan manajer serta perincian dan penjabaran tugas
dan
wewenang
serta
pertanggungjawabannya
kepada
investor
(pemegang saham dan kreditur).
b) Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) di dalam
Pedoman
Umum
Good
Corporate
Governance
Indonesia
mengembangkan beberapa asas-asas GCG, yaitu (KNKG, 2006):
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
1. Transparansi (Transparancy)
Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan
harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara
yang mudah diakses dan dipahami oleh pihak yang memiliki
kepentingan.
Perusahaan
harus
mengambil
inisiatif
untuk
mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh
peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk
pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan
pemangku kepentingan lainnya.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara
benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan
tetap
memperhitungkan
kepentingan
pemegang
saham
dan
pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang
diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
3. Responsibilitas (Responsibility)
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta
melakukan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan
sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka
panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
4. Independensi (Independency)
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus
dikelola
secara
independen
sehingga
masing-masing
organ
perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat di intervensi
oleh pihak lain.
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
Pelaksanaan prinsip-prinsip good corporate governance minimal
harus diwujudkan dalam:
a. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris dan
direksi
b. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite komite dan satuan
kerja yang menjalankan fungsi pengendalian intern bank
c. Penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal dan auditor eksternal
d. Penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian
intern
e. Penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana besar
f. Rencana strategis bank
g. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan bank
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
c) Mekanisme Good Corporate Governance
Menurut Denis dan McConnel (2003), ada dua mekanisme dalam
corporate governance, yaitu:
1. Internal Governance Mechanism
a) Boards of Directors
Perusahaan-perusahaan pada negara yang menganut two tier
system, seperti Indonesia mempunyai dua badan yang terpisah,
yaitu Dewan Komisaris (dewan pengawas) dan Dewan Direksi
(dewan manajemen). Dewan komisaris bertugas untuk mengawasi
tindakan direksi sedangkan dewan direksi bertugas untuk
mengelola
perusahaan.
Mekanisme
internal
yang
sering
digunakan dalam penelitian yang berkaitan dengan boards of
directors adalah size of board, composition of independence
board, board/executive compensation, kualitas auditor, atau
keberadaan komite audit.
b) Ownership Structure
Struktur kepemilikan disini berarti siapa sajakah yang memiliki
saham atau ekuitas perusahaan dan berapakah persentase
kepemilikannya. Mekanisme internal yang sering digunakan
dalam penelitian yang berkaitan dengan ownership structure
adalah managerial ownership, institutional ownership, insider
ownership,
blockholder
ownership
ownership.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
ataupun
government
21
2. External Governance Mechanism
a) The Takeover Market
Ketika
mekanisme
pengendalian
internal
gagal
untuk
mengendalikan dan mengontrol perusahaan atau ketika nilai
perusahaan aktual berbeda dengan nilai perusahaan yang
dilaporkan maka pihak luar atau publik terdorong untuk
melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap perusahaan.
Mekanisme pengendalian ini dapat dilakukan oleh para pelaku
pasar, peneliti-peneliti keuangan dan pasar modal, atau analisanalis keuangan.
b) The Legal/Regulatory System
La Porta et.al (1998) menyatakan bahwa secara fundamental,
sistem hukum atau peraturan adalah mekanisme corporate
governance
yang
penting.
Dalam
penelitiannya,
mereka
berpendapat sejauh mana hukum sebuah negara melindungi hakhak investor dan sejauh mana hukum tersebut dijalankan. Hal
tersebut merupakan cara untuk melihat perkembangan corporate
governance pada suatu negara.
Mekanisme good corporate governance yang akan dibahas pada
penelitian ini adalah mekanisme good corporate governance internal
yaitu:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
a)
Kepemilikan Institusional (Institutional Ownership)
Shleifer dan Vishny (1997) menyatakan bahwa adanya pemegang
saham besar seperti investor institusional memiliki arti penting
dalam memonitor manajemen. Dengan adanya kepemilikan saham
perusahaan oleh investor institusional, seperti perusahaan asuransi,
bank dan perusahaan investasi dalam bentuk perusahaan akan
mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap
kinerja manajemen. Pemegang saham institusional memiliki
kelebihan dibandingkan dengan pemegang saham individual.
Pemegang saham institusional mempunyai dana yang lebih banyak
dan pada umumnya pemegang saham institusional menyerahkan
pengelolaan investasinya pada divisi khusus yang memiliki
keahlian di bidang analis dan keuangan sehingga pemegang saham
institusional dapat memantau perkembangan investasinya dengan
baik (Tarjo, 2008).
b) Kepemilikan Manajemen (Managerial Ownership)
Managerial ownership adalah sebuah keadaan di mana pihak
manajemen perusahaan (baik dewan komisaris atau dewan direksi)
memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain, pihak
manajemen tersebut selain berlaku sebagai pengelola perusahaan
juga sebagai pemegang saham atau pemilik perusahaan. Dalam
laporan keuangan, keadaan ini ditunjukkan dengan besarnya
persentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer, baik
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
dewan komisaris maupun dewan direksi. Jensen dan Meckling
(1976) menyatakan bahwa salah satu cara untuk meminimalkan
konflik keagenan adalah dengan meningkatkan kepemilikan
manajerial didalam perusahaan sehingga kepentingan pemilik atau
pemegang saham akan dapat disejajarkan dengan kepentingan
manajer. Kepemilikan manajerial dapat mengurangi dorongan
untuk melakukan tindakan manipulasi sehingga laba yang
dilaporkan merefleksikan keadaan ekonomi dari perusahaan
bersangkutan yang sebenarnya.
c) Proporsi Komite Audit Independen
Sesuai Kep-29/PM/2004, komite audit adalah komite yang
dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan
pengelolaan perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting
dalam pengelolaan perusahaan, di mana komite audit sebagai
penghubung antara pemegang saham dengan dewan komisaris dan
pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian. Dengan
berjalannya fungsi komite audit secara efektif, maka control
perusahaan di harapkan juga lebih baik. Berdasarkan Surat Edaran
BEJ, SE-008/BEJ/12-2001, keanggotaan komite audit terdiri dari
sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua komite audit.
Anggota komite ini yang berasal dari komisaris hanya sebanyak
satu orang, anggota komite yang berasal dari komisaris tersebut
merupakan komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
menjadi ketua komite audit. Anggota lain yang bukan merupakan
komisaris independen harus berasal dari pihak eksternal yang
independen.
d) Proporsi Dewan Komisaris Independen
Dewan komisaris adalah pihak yang berperan penting dalam
menyediakan
laporan
keuangan
perusahaan
yang
reliable.
Keberadaan dewan komisaris mempunyai pengaruh terhadap
kualitas laporan keuangan dan dipakai sebagai ukuran tingkat
rekayasa yang dilakukan oleh manajer (Chtourou et al., 2001).
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak
terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya
dan pemegang saham pengendali, bebas dari hubungan bisnis atau
hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk
bertindak
independen
atau
bertindak
semata-mata
demi
kepentingan perusahaan (KNKG 2004). Dewan komisaris yang
independen secara umum mempunyai pengawasan yang lebih baik
terhadap manajemen, sehingga mempengaruhi kemungkinan
kecurangan dalam menyajikan laporan keuangan yang dilakukan
oleh manajer (Chtourou et al., 2001). Proporsi dewan komisaris
harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan
keputusan yang efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak secara
independen. Menurut Peraturan Pencatatan nomor III.1.4 tentang
persyaratan pencatatan
yaitu
jumlah komisaris
http://digilib.mercubuana.ac.id/
independen
25
sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari jajaran anggota
dewan komisaris yang dapat di pilih terlebih dahulu melalui RUPS
sebelum pencatatan dan mulai efektif bertindak sebagai komisaris
independen setelah saham perusahaan tersebut tercatat. Di
Indonesia, dewan komisaris ditunjuk oleh RUPS dan di dalam UU
No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang dijabarkan
mengenai fungsi wewenang dan tanggung jawab dari dewan
komisaris. Fungsi dari dewan komisaris adalah mengawasi
pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen
(direksi) dan bertanggung jawab untuk menentukan apakah
manajemen
memenuhi
tanggung
jawab
mereka
dalam
mengembangkan dan menyelenggarakan pengendalian intern
perusahaan.
5. Intellectual Capital
Intellectual capital umumnya di identifikasikan sebagai perbedaan
antara nilai pasar perusahaan (bisnis perusahaan) dan nilai buku dari aset
perusahaan tersebut atau dari financial capitalnya. Hal ini berdasarkan
suatu observasi bahwa sejak akhir 1980an, nilai pasar dari bisnis
kebanyakan dan secara khusus adalah bisnis yang berdasar pengetahuan
telah menjadi lebih besar dari nilai yang dilaporkan dalam laporan
keuangan berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh akuntan.
(Roslender dan Fincham, 2004).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
Menurut Sveiby (1998) “The invisible intangible part of the balance sheet
can be classified as a family of three, individual competence, internal
structural, and external structure”.
Selain itu, menurut CIMA (2001) dan Marr dan Schiuma (2001) dalam
Mangena et al. (2010) pengertian intellectual capital sebagai berikut:
…the possession of knowledge and experience, professional knowledge
and skill, good relationships, and technological capacities, which when
applied will give organisations competitive advantage. (CIMA, 2001, p. 2)
…the group of knowledge assets that are attributed to an organisation and
most significantly contribute to an improved competitive position of this
organisation by adding value to defined key stakeholders. (Marr dan
Schiuma, 2001).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa modal intelektual
adalah kepemilikan dan penguasaan atas struktur internal perusahaan
berupa teknologi dan filosofi manajemen, struktur eksternal perusahaan
berupa keterampilan dan pengetahuan profesional karyawan, hubungan
baik dengan konsumen, pemasok, mitra dan pemerintah yang mana dapat
memberikan keunggulan kompetitif perusahaan.
Sebagian besar peneliti membagi intellectual capital menjadi tiga
elemen utama (Sveiby, 1997; Stewart, 1999; Meritum, 2002 dalam
Oliveira et al., 2008), yaitu: human capital, structural capital atau
organizational capital, dan relational capital.
1.
Human Capital (modal manusia)
Human capital merupakan lifeblood dalam intellectual capital dan
sebagai sumber inovasi dan pengembangan. Meliputi sumber daya
manusia dan mencakup beberapa hal seperti pendidikan, pengetahuan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
dan
kompetensi
yang
berhubungan
dengan
pekerjaan,
dan
karakteristik lainnya (misal: umur, turnover) yang di masukkan dalam
elemen “karyawan”. Human capital mencerminkan kemampuan
kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan
pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang yang ada dalam
perusahaan tersebut. Human capital akan meningkat jika perusahaan
mampu menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawannya.
2.
Structural Capital atau Organizational Capital
Structural
capital
merupakan
kemampuan
perusahaan
memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya
dalam
yang
mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual
yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan yang mencakup
dua elemen penting, yaitu intellectual property dan infrastructure
asset. Elemen pertama, intellectual property dilindungi oleh hukum
(paten, hak cipta, dan merk dagang). Sedangkan elemen kedua adalah
infrastructure asset, merupakan elemen intellectual capital yang dapat
diciptakan didalam perusahaan atau dimiliki dari luar (budaya
perusahaan, management process, sistem informasi, networking
system). Di dalam kategori ini, elemen research project di tambahkan
sebagai akun inovasi that are atau are going to be yang dikembangkan
oleh perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
3.
Relational Capital
Relational capital merupakan komponen intellectual capital yang
memberikan nilai secara nyata. Relational capital merupakan
hubungan baik antara perusahaan dengan stakeholder eksternal yang
berbeda,
meliputi
elemen-elemen
seperti
pelanggan,
jaringan
distribusi, kolaborasi bisnis, perjanjian franchise, dan sebagainya.
6. Pengungkapan (Disclosure)
a) Pengertian dan Jenis-Jenis Pengungkapan (Disclosure)
Kata
disclosure
memiliki
arti
tidak
menutupi
atau
menyembunyikan. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan,
disclosure
mengandung
arti
bahwa
laporan
keuangan
harus
memberikan informasi yang jelas mengenai hasil aktivitas dari suatu
unit usaha. Dengan demikian, informasi tersebut harus lengkap, jelas
dan dapat menggambarkan secara tepat serta menyeluruh mengenai
kejadian-kejadian ekonomi yang berpengaruh terhadap hasil operasi
unit usaha tersebut. Pada umumnya ada tiga konsep pengungkapan
yang cukup (adequate), wajar (fair) dan lengkap (full). Berdasarkan
survei global yang dilakukan oleh Price Waterhouse Cooper,
pengungkapan informasi non finansial dipandang sebagai informasi
penting oleh investor. Informasi non finansial seperti kebijakan
strategis, keunggulan kompetitif, keahlian dan pengalaman tim
manajemen dan berbagai informasi mengenai produk dan pangsa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
pasar. Informasi-informasi non finansial tersebut merupakan bagian
dari informasi intellectual capital (Bozzolan et al., 2003).
Jenis-jenis pengungkapan antara lain:
1) Mandatory Disclosure (pengungkapan wajib) yaitu pengungkapan
atau penjelasan yang harus (wajib) dilakukan oleh perusahaan.
Pengungkapan wajib di Indonesia telah diatur oleh BAPEPAM,
yaitu mengatur bentuk dan isi laporan tahunan yang wajib
diungkapkan melalui Keputusan Ketua BAPEPAM dan Lembaga
Keuangan No. KEP 134/BL/2006 peraturan X.K.6 tanggal 07
Desember 2006 tentang kewajiban penyampaian laporan tahunan
bagi emiten atau perusahaan-perusahaan publik.
2) Voluntary Disclosure (pengungkapan sukarela)
Pengungkapan yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan
tanpa diharuskan oleh lembaga yang berwenang. Pengungkapan
sukarela yang dilakukan perusahaan yang satu dengan yang lain
akan berbeda. Hal ini dikarenakan belum adanya peraturan
mengenai luas pengungkapan sukarela sehingga perusahaan bebas
memilih jenis informasi yang akan diungkapkan dan yang
dipandang manajemen relevan dalam membantu pengambilan
keputusan.
b) Pengungkapan Intellectual Capital
Menurut
Bruggen
et
al.
(2009)
alasan
perusahaan
mengungkapkan modal intelektual yaitu mengurangi tingkat asimetri
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
informasi sehingga biaya modal perusahaan dapat mengalami
penurunan. Pengungkapan modal intelektual dapat meningkatkan nilai
relevansi laporan keuangan. Peningkatan nilai relevansi laporan
keuangan dapat mencegah perusahaan pada kondisi sebagai berikut:
1. Kegagalan dalam
menyampaikan informasi
secara
relevan
sehingga mengakibatkan kemerosotan posisi keuangan perusahaan
dan dapat menghilangkan daya saing jangka panjang.
2. Investor sulit menilai secara akurat nilai perusahaan untuk alokasi
sumber daya dengan menggunakan laporan keuangan yang tidak
melaporkan modal intelektual.
3. Manajer sulit untuk menentukan relevansi aset tidak berwujud yang
diperlukan untuk operasi perusahaan.
Pengungkapan modal intelektual terdapat dalam informasi
tambahan pada laporan tahunan yang dipublikasikan. Dengan
melakukan pengungkapan modal intelektual, perusahaan dapat
mengatasi masalah yang ada dalam hubungan keagenan seperti
asimetri informasi.
7. Cost of Equity Capital
Konsep biaya modal erat hubungannya dengan konsep mengenai
pengertian tingkat keuntungan yang disyaratkan (required rate of return).
Tingkat keuntungan yang disyaratkan sebenarnya dapat dilihat dari dua
pihak yaitu sisi investor dan perusahaan. Dari sisi investor, tinggi
rendahnya required rate of return merupakan tingkat keuntungan (rate of
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
return) yang mencerminkan tingkat risiko dari aktiva yang dimiliki.
Sedangkan bagi perusahaan yang menggunakan dana (modal), besarnya
required rate of return merupakan biaya modal (cost of capital) yang
harus dikeluarkan untuk mendapatkan modal tersebut. Biaya modal
biasanya digunakan sebagai ukuran untuk menentukan diterima atau di
tolaknya suatu usulan investasi (sebagai discount rate), yaitu dengan
membandingkan tingkat keuntungan (rate of return) dari usulan investasi
tersebut dengan biaya modalnya (Brigham dan Daves, 2012).
Komponen biaya modal menurut Ross et al. (2009) antara lain :
1) Biaya Ekuitas
Biaya ekuitas (cost of equity) merupakan tingkat pengembalian yang
diharuskan oleh para investor ekuitas pada investasi mereka di
perusahaan. Cost of equity diberikan sebagai kompensasi risiko yang
bersedia diambil oleh investor untuk menanamkan modal ke
perusahaan. Berdasarkan perspektif penanam modal, terdapat return
yang diharapkan dapat diperoleh melalui dividen atau peningkatan
nilai dari investasi yang diberikan. Return yang diharapkan atau cost of
equity terkait dengan risiko finansial yang terkandung pada dana yang
mereka tanamkan untuk aktivitas bisnis perusahaan (Tanjung, 2014).
2) Biaya Utang
Biaya utang (cost of debt) merupakan tingkat pengembalian yang di
haruskan para peminjam pada utang usaha tersebut. Biaya utang suatu
perusahaan biasanya dapat di amati secara langsung maupun tidak
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
langsung. Biaya utang secara sederhana adalah tingkat bunga yang
harus dibayar oleh suatu perusahaan pada pinjaman barunya dan kita
dapat mengamati tingkat bunga di pasar keuangan. Sebagai contoh,
jika sebuah perusahaan sudah pernah mengeluarkan obligasi, maka
yield to maturity pada obligasi tersebut adalah tingkat yang di harapkan
pasar pada utang perusahaan tersebut. Biaya hutang yang berasal dari
pinjaman adalah merupakan bunga yang harus di bayar perusahaan,
sedangkan biaya hutang dengan menerbitkan obligasi adalah tingkat
pengembalian hasil yang diinginkan (required of return) yang di
harapkan investor yang digunakan untuk sebagai tingkat diskonto
dalam mencari nilai obligasi.
Biaya modal ekuitas (cost of equity capital) merupakan tingkat
imbal hasil saham yang dipersyaratkan oleh investor, yaitu tingkat
pengembalian minimum yang diinginkan oleh penyedia dana (investor)
untuk mau/bersedia menanamkan modalnya pada perusahaan (Utami,
2005). Biaya modal merupakan konsep yang dinamis yang dipengaruhi
oleh beberapa faktor ekonomi. Struktur biaya modal didasarkan pada
beberapa asumsi yang berkaitan dengan risiko dan pajak. Asumsi dasar
yang digunakan dalam estimasi biaya modal adalah risiko bisnis dan risiko
keuangan adalah tetap (relatif stabil).
Biaya modal dihitung atas dasar sumber dana jangka panjang yang
tersedia bagi perusahaan. Ada empat sumber dana jangka panjang yaitu:
(1) hutang jangka panjang, (2) saham preferen, (3) saham biasa, dan (4)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
laba ditahan. Biaya hutang jangka panjang adalah biaya hutang sesudah
pajak saat ini untuk mendapatkan dana jangka panjang melalui pinjaman.
Biaya saham preferen adalah dividen saham preferen tahunan dibagi
dengan hasil penjualan saham preferen. Biaya modal saham biasa adalah
besarnya rate yang digunakan oleh investor untuk mendiskontokan dividen
yang diharapkan diterima di masa yang akan datang. Pengukuran biaya
modal saham biasa (biaya modal ekuitas), dipengaruhi oleh model
penilaian perusahaan yang digunakan.
Ada beberapa model penilaian perusahaan, antara lain (Utami,
2005):
1) Model penilaian pertumbuhan konstan (constant growth valuation
model)
Dasar pemikiran yang digunakan adalah bahwa nilai saham
sama dengan nilai tunai (present value) dari semua dividen yang akan
diterima di masa yang akan datang (di asumsikan pada tingkat
pertumbuhan konstan) dalam waktu yang tidak terbatas (model ini
dikenal dengan sebutan Gordon Model).
2) Capital Asset Pricing Model (CAPM)
Berdasarkan model CAPM, biaya modal saham biasa adalah
tingkat return yang diharapkan oleh investor sebagai kompensasi atas
risiko yang tidak dapat di diversifikasi yang diukur dengan beta.
Menurut Fama dan French (1992) persamaan yang digunakan dalam
perhitungan ini adalah sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
Ke = rf + β (rm-rf)
Ke adalah cost of equity capital, rf adalah risk free rate, rm adalah
market rate dan β adalah beta saham.
β = Cov(Security & Market) / Var(Market)
3) Model Ohlson
Model Ohlson digunakan untuk mengestimasi nilai perusahaan
dengan mendasarkan pada nilai buku ekuitas ditambah dengan nilai
tunai dari laba abnormal. Botosan (1997) pada dasarnya memakai
model Ohlson untuk mengestimasi biaya modal ekuitas. Botosan (1997)
menghitung ekspektasi biaya modal ekuitas dengan menggunakan
estimasi laba per lembar saham untuk periode empat tahun ke depan (t
= 4) dan memakai data forecast laba per saham yang dipublikasikan
oleh Value Line. Di Indonesia publikasi data forecast laba per saham
tidak ada, oleh karena itu untuk estimasi laba per saham peneliti
menggunakan random walk model. Alasan untuk menggunakan
estimasi model random didasarkan pada hasil penelitian Rini (2002)
dalam Utami, 2005.
Rini (2002) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menguji
ketepatan prakiraan laba dengan menggunakan beberapa model
mekanik. Model mekanik yang digunakan adalah Box Jenkins model,
random walk model, Foster model, Watts-Griffin model dan BrownRozellf. Secara statistik disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
ketepatan prakiraan laba yang signifikan antara Box Jenkins model
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
dengan random walk model, Foster model dan Brown-Rozellf. Oleh
karena itu, Rini (2002) menyimpulkan bahwa random walk model dapat
digunakan sebagai alternatif dalam mengukur prakiraan laba. Penelitian
sejenis juga telah dilakukan oleh Qizam (2001) yang menyimpulkan
bahwa laba tahunan di Indonesia mengikuti random walk. Oleh karena
itu cost of equity capital yang dimaksud dalam studi ini adalah biaya
yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk pengungkapan informasi bagi
publik
(pemegang saham,
investor,
pemerintah,
kreditur,
dan
masyarakat secara umum).
8. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Chen (2003) di Hongkong dengan
sampel 545 emiten dari negara Hongkong, India, Indonesia, Korea,
Malaysia, Philippines, Singapore, Thailand dan Taiwan menyatakan
bahwa pengungkapan dan mekanisme GCG berpengaruh negatif terhadap
cost of equity capital. Pengukuran cost of equity capital menggunakan
residual income valuation model (Ohlson, 1995) dan pengukuran
corporate governance menggunakan CLSA attribute. Menurut Ashbaugh
et al. (2004) atribute governance yang berkaitan dengan struktur
kepemilikan, hak pemangku kepentingan dan struktur dewan komisaris
mempengaruhi cost of equity capital yang secara tidak langsung melalui
beta. Penelitian yang Ashbaugh et al. (2004) dilakukan di United State
dengan 2000 emiten dan pengukuran CEC yang dilakukan menggunakan
Value Line’s target price and dividend forecast dan pengukuran GCG
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
menggunakan data yang disusun oleh IRRC, kajian pustaka dan penelitianpenelitian. Li et al. (2008) menyatakan bahwa hasil analisis berdasarkan
tiga pengukuran dari ICD menunjukkan hubungan yang signifikan dengan
semua faktor corporate governance kecuali peran dewan komisaris.
Pengukuran ICD menggunakan tiga metrik yang berbeda yaitu ICDI untuk
menunjukkan varietas, jumlah kata, ICWC untuk mewakili volume,
jumlah kata sebagai persentase dari total annual report dan ICWC% fokus
pada annual report.
Shah dan Butt (2009) menyatakan adanya pengaruh negatif antara
kepemilikan manajerial dan ukuran dewan komisaris terhadap biaya
ekuitas sedangkan untuk dewan komisaris independen dan komite audit
independen dan corporate governance indeks berpengaruh positif dengan
biaya ekuitas. Shah dan Butt (2009) melakukan penelitian di Pakistan
dengan sampel berjumlah 114 emiten. Pengukuran cost of equity capital
menggunakan CAPM dan CG menggunakan indeks serta sejalan dengan
Klapper dan Love (2002). Pengujian menggunakan pendekata Ordinary
Least Square (OLS) dan fixed effect model untuk pengujian data panel.
Menurut penelitian Mangena et al. (2010) menyatakan bahwa ICD
berpengaruh
negatif
terhadap
CEC.
Perusahaan
dengan
tingkat
pengungkapan ICD tinggi memiliki perkiraan biaya ekuitas 2,35-2,84
persen lebih rendah daripada perusahaan dengan tingkat ICD yang rendah.
Mazzota dan Veltri (2012) menyatakan bahwa corporate governance yang
diproksikan dengan index memiliki korelasi negatif dengan CEC setelah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
dimasukkan variabel pengendali beta. Sejalan dengan penelitian Mangena
et al. (2010), penelitian yang dilakukan Boujelbene dan Affes (2013) dan
penelitian yang dilakukan Barus dan Siregar (2014) menyatakan adanya
hubungan negatif antara ICD dengan cost of equity capital. Berdasarkan
uraian penelitian terdahulu, maka ringkasannya terdapat dalam lampiran 1.
B. Rerangka Pemikiran
Konflik antara manajer dan pemilik yang sering disebut masalah
keagenan dapat diminimalkan dengan suatu mekanisme pengawasan yakni
mekanisme Good Corporate Governance (GCG) yang berfungsi sebagai alat
untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan (agency cost) serta
meyakinkan pihak investor bahwa dana-dana yang diinvestasikan digunakan
secara tepat dan efisien, selain itu dengan melakukan pengungkapan modal
intelektual dapat meningkatkan nilai relevansi laporan keuangan yaitu
mengurangi tingkat asimetri informasi sehingga biaya modal perusahaan
dapat mengalami penurunan (Bruggen et al., 2009). Meskipun demikian, pada
kenyataannya perusahaan masih menganggap bahwa penerapan GCG hanya
sebagai suatu ketaatan terhadap regulasi bukan sebagai kebutuhan.
a. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Cost of Equity Capital
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan
institusional merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk
mengurangi konflik agensi antara manajer dan pemegang saham. Cornett
et al. (2006) menyimpulkan bahwa tindakan pengawasan perusahaan
oleh pihak investor institusional dapat mendorong manajer untuk lebih
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja perusahaan sehingga akan
mengurangi perilaku opportunistic atau mementingkan diri sendiri.
Ashbaugh et al. (2004), menemukan bahwa kepemilikan
institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap cost of equity
capital. Pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa keberadaan
struktur kepemilikan mampu meningkatkan kinerja pasar saham dan
harga saham. Ada anggapan bahwa peningkatan kinerja pasar saham
justru akan mengurangi informasi yang harus diungkap oleh perusahaan
sehingga berdampak terhadap turunnya biaya yang dikeluarkan untuk
menyediakan informasi bagi publik (cost of equity capital). Semakin
besar kepemilikan institusional, pengawasan terhadap manajemen akan
semakin efektif sehingga akan mengurangi tindakan opportunistic
manajer. Semua hal tersebut akan mengurangi risiko agensi dan juga
mengurangi cost of equity capital. Berdasarkan uraian di atas, maka
hipotesis pertama yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:
H1: Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap cost of
equity capital
b. Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Cost of Equity Capital
Penelitian Jensen dan Meckling (1976) menemukan bahwa
kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi
masalah keagenan dengan menyelaraskan kepentingan-kepentingan
manajer dengan pemegang saham. Dengan kata lain, kepentingan
manajer dengan pemegang saham eksternal dapat diselaraskan jika
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
kepemilikan saham oleh manajer diperbesar sehingga manajer tidak akan
memanipulasi laba untuk kepentingannya. Penelitian Shah dan Butt
(2009) menemukan bahwa kepemilikan manajerial memiliki dampak
negatif pada biaya ekuitas perusahaan yaitu jumlah yang lebih tinggi dari
saham (sebagai persentase dari total saham yang dikeluarkan perusahaan)
yang diselenggarakan oleh anggota dewan mengarah ke biaya yang lebih
tinggi dari ekuitas. Sebaliknya, jika persentase kepemilikan saham yang
dimiliki oleh anggota dewan rendah, biaya ekuitas perusahaan adalah
rendah. Hal ini dapat dijelaskan oleh fakta bahwa jika dewan komisaris
tidak di dominasi oleh satu kelompok pemegang saham, kemungkinan
untuk memiliki struktur yang lebih seimbang dan representatif. Sebuah
dewan
komisaris
yang
stabil
dapat
mengurangi
kemungkinan
pengambilan keputusan yang tidak seimbang, mencegah golongan
tertentu dari para pemangku kepentingan dari memajukan kepentingan
dengan mengorbankan stakeholder lainnya. Pada akhirnya, hal itu
mengarah ke gambar yang lebih baik, profil risiko yang lebih rendah, dan
biaya yang lebih rendah dari ekuitas. Berdasarkan uraian di atas, maka
hipotesis kedua yang akan di uji dalam penelitian ini adalah:
H2: Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap cost of equity
capital
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
c. Pengaruh Proporsi Komite Audit Independen Terhadap Cost of
Equity Capital
Hadi dan Sabeni (2002) menyatakan bahwa komite audit sebagai
mekanisme pengawasan yang secara sukarela dibentuk dalam situasi
agency cost yang tinggi untuk memperbaiki kualitas informasi antara
prinsipal dan agen. Oleh karena itu, manajer yang bertindak sebagai agen
akan mengungkapkan informasi perusahaan lebih terbuka sebagai bentuk
keefektifan kinerja komite audit, terlebih lagi dengan keanggotaan
komite audit yang memiliki pendidikan akuntansi.
Chairunnisa (2014) meneliti tentang pengaruh komite audit
independen terhadap cost of equity capital. Hasil penelitian itu
menunjukkan bahwa komite audit independen berpengaruh negatif
terhadap cost of equity capital. Suatu perusahaan yang memiliki jumlah
komite audit independen yang tinggi akan membuat transparansi
pertanggungjawaban pihak manajemen yang berupa laporna keuangan
perusahaan semakin tinggi sehingga pelaporan manajemen andal dan
dapat dipercaya baik investor maupun calon investor yang mampu
mengurangi adanya asimetri informasi yang mampu berdampak pada
penurunan cost of equity capital. Berdasarkan uraian di atas, maka
hipotesis ketiga yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:
H3: Keberadaan komite audit independen berpengaruh negatif terhadap
cost of equity capital
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
d. Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen Terhadap Cost of
Equity Capital
Dari perspektif teori
agensi, dewan komisaris mewakili
mekanisme internal utama untuk mengontrol perilaku oportunistik
manajemen sehingga dapat membantu menyelaraskan kepentingan
pemegang saham dan manajer (Jensen, 1993).
Penelitian Chairunnisa (2014) menemukan bahwa dewan
komisaris independen mempunyai hubungan negatif dan signifikan
terhadap cost of equity capital. Dalam perusahaan, dewan komisaris
independen dianggap mampu dalam melakukan monitoring sebagai
perwakilan dari mekanisme pengendalian internal utama dan controlling
terhadap perilaku manajer perusahaan yang opportunis sehingga dapat
menjadi salah satu yang melatarbelakangi adanya penurunan cost of
equity capital. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis ke empat yang
akan di uji dalam penelitian ini adalah:
H4: Keberadaan dewan komisaris independen berpengaruh negatif
terhadap cost of equity capital
e.
Pengaruh Intellectual Capital Disclosure terhadap Cost of Equity
Capital
Agency theory menempatkan pengungkapan sebagai mekanisme
yang dapat mengurangi biaya yang dihasilkan dari konflik antara manajer
dengan pemegang saham (compensation contracts) dan dari konflik
antara perusahaan dan kreditornya (debt contracts). Oleh karena itu,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
pengungkapan merupakan mekanisme untuk mengontrol kinerja manajer.
Sebagai konsekuensinya manajer didorong untuk mengungkapkan
voluntary information seperti intellectual capital disclosure (Suhardjanto
dan Wardhani, 2010)
Pengungkapan informasi keuangan dan non keuangan dapat
memberikan sinyal baik (good news) atau sinyal buruk (bad news)
perusahaan kepada para pengguna informasi keuangan perusahaan
tersebut. Teori sinyal dapat menjelaskan bahwa pemberian sinyal yang
dilakukan oleh manajer untuk mengurangi adanya asimetri informasi. Oleh
karena itu, manajer lebih termotivasi untuk mengungkapkan intellectual
capital sebagai private information secara sukarela. Hal ini disebabkan
oleh ekspektasi manajer bahwa menyediakan sinyal yang bagus mengenai
kinerja perusahaan kepada pasar akan mengurangi asimetri informasi
(Oliveira et al., 2008).
Stakeholder
theory
beranggapan
bahwa
perusahaan
yang
berkomitmen untuk melaporkan aktivitasnya termasuk intellectual
capital disclosure kepada stakeholder, biasanya bertujuan untuk
mempertahankan keseimbangan dan keberlanjutan pembentukan nilai
untuk semua stakeholder (Suhardjanto dan Wardhani, 2010).
Penelitian
Mangena
et
al.
(2010)
menemukan
bahwa
pengungkapan intellectual capital berpengaruh terhadap cost of equity
capital. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pengungkapan maka akan
menyebabkan semakin rendah biaya modal yang dibebankan kepada
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
investor. Sejalan dengan penelitian Mangena et al. (2010), perusahaan
yang mengungkapkan intellectual capital dapat menurunkan biaya
ekuitas karena modal intelektual sebagai salah satu modal penting
perusahaan
untuk
diungkapkannya
dan
menghasilkan
keunggulan
diungkapkannya
intellectual
kompetitif
capital
dan
dapat
mengurangi asimetri informasi antara pihak manajer dengan investor
sehingga biaya transaksi yang menyebabkan meningkatnya biaya ekuitas
akan lebih kecil. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis ke empat
yang akan di uji dalam penelitian ini adalah:
H5: Pengungkapan intellectual capital berpengaruh negatif terhadap cost
of equity capital.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
Berdasarkan pada kajian teori dan hasil riset terdahulu, maka peneliti
dapat menguraikan rerangka pemikiran secara logis, mengalir dari masalah
penelitian, teori yang di pakai dan hubungan antar variabel yang merupakan
cerminan fakta/fenomena yang di teliti dan digambarkan sebagai berikut:
Variabel Independen
Good Corporate Governance
Kepemilikan Institusional (X1)
Kepemilikan Manajerial (X2)
Proporsi Komite Audit
Independen (X3)
Proporsi Dewan Komisaris
Variabel Dependen
Cost of Equity Capital
(Y)
Independen (X4)
Intellectual Capital Disclosure
(X5)
Variabel Control
Size
Gambar 2.1. Rerangka Pemikiran
C. Hipotesis
Berdasarkan pada latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian serta kajian pustaka yang telah diuraikan sebelumnya, maka
hipotesis yang akan di uji pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1
: Kepemilikan konstitusional berpengaruh negatif terhadap cost of
equity capital
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
H2
: Kepemillikan manajerial berpengaruh negatif terhadap cost of
equity capital
H3
: Proporsi komite audit independen berpengaruh negatif terhadap
cost of equity capital
H4
: Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif
terhadap cost of equity capital
H5
: Intellectual capital diclousure berpengaruh negatif terhadap cost
of equity capital
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download