BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori Ketika suatu masalah penelitian telah ditemukan, maka peneliti mencoba membahas masalah tersebut dengan teori-teori yang dipilihnya dan diangap mampu menjawab masalah yang dihadapi peneliti (Bungin, 2011:31). Setiap penelitian bersifat ilmiah dan memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan atau menyoroti permasalahannya. Oleh karena itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang mengambarkan dari sudut pandang mana masalah akan disoroti (Nawawi, 2001: 39 – 41) Kajian yang bersifat teoritis/kepustakaan perlu disusun untuk memuat pokokpokok pikiran yang menggambarkan dari sudut pandang apakah masalah peneliti akan diteliti sekaligus sebagai landasan atau pondasi dari penelitian, maka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 2.1.1 2.1.1.1 Komunikasi Definisi Komunikasi Komunikasi adalah proses penyampaian pesan yang dilakukan oleh seorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau merubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan maupun tidak langsung melalui media. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris Communication berasal dari bahasa latin, communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah kesamaan makna (Effendy, 2002: 9) Ada begitu banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli dari berbagai sudut pandang mereka masing-masing. Menurut Carl I. Hovland, komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah prilaku orang lain (komunikan) (dalam Mulyana, 2008: 68). Menurut Laswell (dalam Mulyana, 2008: 69) komunikasi adalah : “who says what in which chanell to whom with what effect”. Jadi jika dijabarkan akan terdapat lima unsur atau komponen di dalam komunikasi, yaitu: 1. Siapa yang mengatakan Komunikator (communicator) 2. Apa yang dikatakan Pesan (message) 3. Media apa yang digunakan Media (channel) 4. Kepada siapa pesan disampaikan Komunikan (Communicant) 5. Akibat apa yang terjadi Efek (effect) Everett M. Rogers dan Lawrence Kincaid menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu sama lain, yang pada gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam. Menurut Barnuld Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan dan memperkuat ego. Menurut Weaver komunikasi adalah seluruh prosedur melalui pikiran seseorang dapat mempengaruhi pikiran orang lainnya (Fajar, 2009: 30-31). Dari definisi-definisi yang dikemukakan diatas, tentu belum mewakili semua definisi para ahli. Namun gambaran dari definisi yang dikemukakan diatas bahwa komunikasi dilakukan mempunyai tujuan yakni untuk mengubah dan membentuk prilaku orang-orang lainnya yang menjadi sasasran komunikasi (Fajar, 2009: 31-33). 2.1.1.2 Karakteristik Komunikasi Adapun karakteristik komunikasi itu sendiri adalah (Fajar, 2009: 33-34): 1. Komunikasi suatu proses Komunikasi sebagai suatu proses artinya bahwa komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan serta berkaitan satu dengan lainnya dalam kurun waktu tertentu. 2. Komunikasi adalah upaya yang disengaja dan mempunyai tujuan. Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja, serta sesuai dengan tujuan atau keinginan pelakunya. Pengertian sadar disini menunjukkan bahwa kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang sepenuhnya berada dalam mental psikologis yang terkendali bukan dalam keadaan mimpi. Disengaja maksudnya bahwa komunikasi yang dilakukan memang sesuai dengan kemauan dari pelakunya sementara tujuan menunjuk pada hasil atau akibat yang ingin dicapai. 3. Komunikasi menurut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang terlibat. Kegiatan komunikasi berlangsung baik apabila pihak-pihak yang berkomunikasi (dua orang atau lebih) sama-sama ikut terlibat dan mempunyai perhatian yang sama terhadap topik pesan yang dikomunikasikan. 4. Komunikasi bersifat simbolis Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan lambing-lambang (simbol), misalnya bahasa. 5. Komunikasi bersifat transaksional Komunikasi pada dasarnya menuntut tindakan memberi dan menerima. Dua tindakan tersebut tentunya perlu dilakukan secara seimbang atau proporsional oleh masing-masing pelaku yang terlibat dalam komunikasi. 6. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu Maksudnya adalah bahwa para peseta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu serta tempat yang sama. Dengan adanya berbagai produk teknologi komunikasi ruang dan waktu bukan lagi menjadi hambatan dalam berkomunikasi. 2.1.1.3 Unsur-Unsur Komunikasi Proses komunikasi terdiri dari berbagai macam unsur, cara pandang atau elemen yang mendukung proses tersebut dapat terjadi. Ada yang menilai bahwa terciptanya proses komunikasi cukup didukung oleh tiga unsur, sementara ada juga yang menambahkan umpan balik dan lingkungan selain kelima unsur yang telah disebutkan. Perkembanga terakhir adalah munculnya pandangan dari Joseph De Vito, K Sereno dan Erika Vora yang menilai faktor lingkungan merupakan unsur yang tidak kalah pentingnya dalam mendukung terjadinya proses komunikasi. Adapun unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut (Cangara, 2006: 22-26). a. Sumber Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antar manusia sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok misalnya partai, organisasi atau lembaga. Sumber sering disebut pengirim, komunikator atau dalam bahasa Inggrisnya disebur source, sender atau Encoder. b. Pesan Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi yang isinya berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat atau propaganda. Dalam bahasa Inggrisnya biasa diterjemahkan dengan kata message, content atau information. c. Media Media adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Dalam komunikasi massa, media adalah alat yang menghubungkan antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka, dimana setiap orang dapat melihat, membaca atau mendengarnya. Media dalam komunikasi masa dapat dibedakan menjadi dua jenis yakni media cetak dan elektronik. Media cetak seperti halnya surat kabar, majalah, buku, leaflet, brosur, stiker, hand out dan sebagainya. Sedangkan media elektronik antara lain : radio, televisi dan sebagainya. d. Penerima Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai atau negara. Penerima adalah elemen penting dalam proses komunikasi karena dialah yang menjadi sasaran dari komunikasi. Jika suatu pesan tidak diterima oleh penerima akan menimbulkan berbagai macam masalah yang seringkali menuntut perubahan, apakah pada sumber, pesan atau saluran. e. Pengaruh Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang. f. Tanggapan balik Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti pesan dan media, meski pesan belum sampai pada penerima. g. Lingkungan Lingkungan atau situasi adalah faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan atas empat macam yakni lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis, dan dimensi waktu. 2.1.1.4 Gangguan Dan Rintangan Komunikasi Jika melihat hakikat komunikasi sebagai suatu sistem, maka gangguan komunikasi bias terjadi pada semua elemen atau unsur-unsur yang mendukungnya, termasuk faktor lingkungan dimana komunikasi itu terjadi. Menurut Shanon dan Weaver (dalam Cangara, 2006: 131). gangguan komunikasi terjadi jika terdapat intervensi yang menganggu salah satu elemen komunikasi, sehingga proses tidak dapat berlangsung secara efektif. Sedangkan rintangan komunikasi dimaksudkan adalah adanya hambatan yang membuat proses komunikasi tidak dapat berlangsung sebagaimana harapan komunikator dan penerima (Cangara, 2006: 131). Gangguan atau rintangan komunikasi pada dasarnya dapat dibedakan atas tujuh macam, yakni (Cangara, 2006: 131-134): a. Gangguan Teknis Gangguan teknis terjadi jika salah satu alat komunikasi yang digunakan dalam berkomunikasi mengalami gangguan, sehingga informasi yang ditransmisi melalui saluran mengalami kerusakan (chanel noise), misalnya gangguan pada stasiun radio atau televisi sehingga suara menjadi berisik dan semacamnya. b. Gangguan Semantik Gangguan semantik adalah gangguan komunikasi yang disebabkan karena kesalahan pada bahasa yang digunakan. Gangguan semantik sering terjadi karena: i. Kata-kata yang digunakan terlalu banyak memakai jargon bahasa asing sehingga sulit dimengerti oleh khalayak tertentu. ii. Bahasa yang digunakan pembicara berbeda dengan bahasa yang digunakan oleh penerima. iii. Struktur bahasa yang digunakan tidak sebagaimana mestinya, sehingga membingungkan penerima. iv. Latar belakang budaya yang berbeda sehingga menyebabkan salah persepsi terhadap simbol-simbol yang digunakan. c. Gangguan Psikologis Gangguan psikologis terjadi karena adanya gangguan yang disebabkan oleh persoalanpersoalan dalam diri individu. Misalnya rasa curiga penerima kepada sumber, situasi berduka atau karena gangguan kejiwaan sehingga dalam penerimaan dan pemberian informasi tidak sempurna. d. Rintangan Fisik Rintangan fisik adalah rintangan yang disebabkan kondisi geografis misalnya jarak yang sangat jauh sehingga sulit dicapai, tidak hanya sarana kantor pos, kantor telepon, jalur trasportasi dan sebagainya. e. Rintangan Status Rintangan status adalah rintangan yang disebabkan karena jarak sosial diantara peserta komunikasi, misalnya perbedaan status antara senior dan junior atau antara atasan dan bawahan. f. Rintangan Kerangka Berfikir Merupakan rintangan yang disebabkan adanya perbedaan persepsi antara komunikator dan khalayak terhadap pesan yang digunakan dalam komunikasi. Ini disebabkan karena adanya latar belakang dan pengalaman yang berbeda. g. Rintangan Budaya Rintangan budaya adalah rintangan yang terjadi disebabkan karena adanya perbedaan norma, kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut oleh pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses komunikasi. 2.1.1.5 Tujuan dan Fungsi Komunikasi Pentingnya komunikasi dalam kehidupan memiliki tujuan, sehingga dapat diketahui untuk apa komunikasi dilakukan. Secara umum, tujuan komunikasi (Effendy, 2005:8) ialah: 1) Mengubah sikap (to change the attitude) 2) Mengubah opini/ pendapat/ pandangan (to change the opinion) 3) Mengubah perilaku (to change the behaviour) 4) Mengubah masyarakat (to change the society) Komunikasi dapat membentuk sikap seseorang serta bagaimana sikap itu dapat berubah, sebab melalui proses komunikasi dapat memengaruhi tindakan seseorang, misalnya seorang anak yang memiliki sikap tidak patuh dan suka melawan kepada kedua orang tuanya, namun bisa saja anak tersebut menjadi patuh dan taat terhadap orang tuanya, karena hasil belajar dari pengalaman dalam faktor lingkungan yang menyebabkan si anak memiliki perubahan dalam sikapnya. (Effendy, 2003:25) Sama halnya dengan mengubah opini, perilaku dan mengubah masyarakat. Manusia dapat saling mengemukakan opininya dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh masingmasing individu/kelompok, sehingga melalui komunikasi mereka dapat mengambil keputusan yang tepat serta mengubah perilaku mereka menjadi pribadi yang lebih baik. Namun tidak mudah untuk mengubah masyarakat, sebab perlu komunikasi yang lebih dekat dan menyeluruh seperti komunikasi penyuluhan mengenai Keluarga Berencana (KB) dalam sebuah desa, agar informasi-informasi mengenai hal tersebut dapat diterima seluruhnya oleh masyarakat bahwa pentingnya untuk ber-KB dalam sebuah keluarga. Begitu juga dengan kegiatan bergotong-royong di sebuah desa, dilakukan demi tercapainya hubungan yang harmonis antar penduduk desa dan menciptakan desa yang bersih nan indah. Adanya ilmu pengetahuan memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat menyebabkan mereka sadar akan fungsi sosialnya sehingga menjadi aktif dalam masyarakat. (Effendy, 2003:26) Sedangkan fungsi komunikasi menurut Harold D. Laswell (Effendy, 2003:27) yaitu: 1) Manusia mengamati lingkungannya, baik lingkungan internal maupun eksternal untuk terhindar dari ancaman dan nilai masyarakat yang berpengaruh. 2) Terdapat korelasi unsur-unsur masyarakat dalam menanggapi lingkungannya 3) Penyebaran warisan sosial, dalam hal ini berperan sebagai pendidik dalam kehidupan rumah tangga maupun sekolah untuk meneruskan warisan sosial pada keturunan selanjutnya. Lebih singkatnya, fungsi komunikasi itu (Effendy, 2005:8) ialah: 1) Menginformasikan (to inform) 2) Mendidik (to educate) 3) Menghibur (to entertain) 4) Mempengaruhi (to influence) Penjelasan dari fungsi-fungsi tersebut ialah komunikasi tentunya memberikan informasi mengenai sesuatu hal yang kita inginkan, sehingga kita bisa mengetahuinya. Misalnya, dalam lingkungan sekolah, seorang guru menjelaskan mengenai pelajaran kepada siswa-siswanya, sehingga dalam proses belajar mengajar tersebut para siswa menjadi tahu tentang apa yang diterangkan oleh gurunya. Dan secara langsung, guru telah mendidik sehingga memengaruhi para siswanya untuk rajin belajar, baik di rumah maupun di sekolah. Acara komedi di televisi, buku cerita lucu, perform seorang badut dan pesulap dalam sebuah pesta ulang tahun dan sebagainya, itu semua dilakukan untuk penyegaran semata dan sebagai kesenangan individu maupun kelompok. 2.1.2 Komunikasi Massa 2.1.2.1 Definisi Komunikasi Massa Komunikasi massa (mass communication) merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tingal yang jauh (terpencar), sangat heterogen, dan menimbulkan efek tertentu (Ardianto, 2004: 3) Komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (human communication) yang lahir bersamaan dengan mulai digunakannya alat-alat mekanik, yang mampu melipatgandakan pesan-pesan komunikasi (Wiryanto, 2000: 1). Komunikasi massa juga dapat di definisikan sebagai proses penggunaan sebuah medium massa untuk mengirim pesan kepada audiens yang luas untuk tujuan memberi informasi, menghibur, atau membujuk (Vivian, 2008: 450). Banyak definisi tentang komunikasi massa yang telah dikemukakan oleh para ahli komunikasi, tetapi dari sekian banyak definisi itu ada benang merah kesamaan definisi satu sama lain, pada dasarnya komunikasi massa melalui media massa (cetak dan elektronik) terdapat sebuah definisi yang dikemukakan oleh W Gamble dan Teri Kwal Gamble, Menurut mereka sesuatu bisa didefinisikan sebagai komunikasi massa jika mencakup (Nurdin, 2003: 16): 1. Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern untuk menyebarkan atau memancarkan pesan secara cepat kepada khalayak yang tersebar luas. Pesan itu disebarkan melalui media modern pula, antara lain surat kabar, majalah, televisi, film atau gabungan diantara media tersebut. 2. Komunikator dalam media massa dalam menyebarkan pesan-pesannya bermaksud mencoba berbagai pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling kenal atau mengetahui satu sama lain. Anonimitas audiens dalam komunikasi massa inilah yang membedakan dengan jenis komunikasi yang lain. Bahkan pengirim dan penerima pesan tidak mengenal satu sama lain. 3. Pesan adalah publik. Artinya bahwa pesan ini didapatkan dan diterima oleh banyak orang. Karena itu, diartikan milik publik. 4. Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi formal seperti jaringan, ikatan atau perkumpulan. Dengan kata lain, komunikatornya tidak berasal dari seseorang, tetapi lembaga. Lembaga ini biasanya berorientasi pada keuntungan bukan organisasi sukarela atau nirlaba. 5. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper, artinya pesan-pesan yang disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh sejumlah individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan oleh media massa. Berbeda dengan komunikasi antar pribadi, kelompok atau publik dimana yang mengontrol tidak oleh sejumlah individu. Beberapa individu dalam komunikasi massa ikut berperan membatasi , memperluas pesan yang disiarkan. Contohnya adalah seorang reporter, editor film, penjaga rubrik dan lembaga sensor lain dalam media bisa berfungsi sebagai gatekeeper. 6. Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda. Dalam jenis komunikasi lain umpan balik bisa bersifat langsung. Misalnya, dalam komunikasi antar personal dalam komunikasi ini umpan balik langsung dilakukan, tetapi komunikasi yang dilakukan lewat surat kabar tidak bisa langsung dilakukan alias tertunda (delayed). Media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada audiens yang luas dan heterogen. Kelebihan media massa disbanding dengan jenis komuikasi lainnya adalah ia bisa mengatasi hambatan ruang dan waktu, bahkan media massa mampu menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu yang tidak terbatas. 2.1.2.2 Fungsi Komunikasi Massa Bagi masyarakat Fungsi komunikasi massa menurut Jay Black dan Federick C. Whitney (dalam Nurdin, 2004: 62) antara lain: 1.To Inform (menginformasikan) Fungsi informasi merupakan fungsi paling penting yang terdapat dalam komunikasi massa. Komponen paling penting untuk mengetahui fungsi informasi ini adalah beritaberita yang disajikan. Fakta-fakta yang dicari wartawan di lapangan kemudian dituangkan dalam tulisan juga tidak terkecuali sebagai informasi. Fakta yang dimaksud adalah kejadian yang benar-benar terjadi di masyarakat. 2.To entertain (memberi hiburan) Fungsi hiburan bagi sebuah media elektronik menduduki fungsi paling tinggi dibandingkan dengan fungsi lainnya. Misalnya, masyarakat kita masih menjadikan media televisi sebagai media hiburan. Tayangan sepak bola Liga Inggris (BPL) juga memiliki fungsi menghibur dalam komunikasi massa. 3.To persuade (Membujuk) Banyak bentuk tulisan dalam media massa yang jika diperhatikan sekilas hanya berupa informasi, tetapi jika diperhatikan secara jeli ternyata terdapat fungsi persuasi seperti iklan pada televisi dan surat kabar. 4. Transmission of Culture (transmisi budaya) Transmisi budaya adalah salah satu fungsi komunikasi massa yang paling luas,meskipun paling sedikit di perbincangkan. Fungsi komunikasi massa bagi masyarakat menurut Dominick terdiri dari (Ardianto, 2004: 15-18) yaitu: a. Surveliance (pengawasan) Fungsi pengawasan komunikasi massa dibagi dalam bentuk utama yaitu: 1. Warning or beware surveillance ( pengawasan peringatan). Fungsi pengawasan peringatan terjadi ketika media massa mengonfirmasikan tentang ancaman dari bencana alam, kondisi efek yang memprihatinkan, tayangan inflasi atau serangan militer. Peringatan ini dengan serta merta dapat menjadi ancaman. Sebuah stasiun televisi mengelola program untuk menayangkan sebuah peringatan atau menayangkannya dalam jangka panjang. 2. Instrumental surveillance (pengawasan instrumental). Fungsi ini adalah penyampaian atau penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari. b. Interpretation (penafsiran) Fungsi penafsiran hampir mirip dengan fungsi pengawasan. Media massa tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting. Organisasi atau industri media memilih dan memutuskan peristiwa-peristiwa yang dimuat atau ditayangkan. Tujuan penafsiran media ingin mengajak para pembaca atau pemirsa untuk memperluas wawasan dan membahasnya lebih lanjut dalam komunikasi antar personal atau komunikasi kelompok. c. Linkage (pertalian) Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga membentuk linkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu. Kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan yang sama tetapi terpisah secara geografis dipertalikan atau dihubungkan oleh media. d. Transmission of Values (penyebaran nilai-nilai) Fungsi penyebaran nilai tidak kentara. Fungsi ini dapat disebut juga sebagai sosialisasi. Sosialisasi mengacu kepada cara, dimana individu mengadopsi prilaku atau nilai kelompok. Media massa memperlihatkan kepada kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang diharapkan mereka. Dengan perkataan lain, media mewakili kita dengan model peran yang kita amati dan harapkan untuk menirunya. Media televisi adalah media yang paling berpotensi dalam terjadinya sosialisasi. Seperti adanya penelitian yang menunjukkan bahwa remaja belajar tentang prilaku berpacaran dari menonton televisi yang mengisahkan tentang pacaran yang agak liberal atau bebas. e. Entertainment (hiburan) Sulit untuk dibantah lagi bahwa pada kenyataanya hampir semua media menjalankan fungsi hiburan. Televisi adalah media massa yang mengutamakan sajian hiburan, hampir tiga perempat bentuk siaran televisi adalah tayangan hiburan. 2.1.2.3 Sifat-Sifat Komunikasi Massa Ada beberapa sifat yang melekat dalam komunikasi massa dan sekaligus membedakannya dengan bentuk komunikasi yang lainnya. Sifat-sifat yang dimaksud adalah (Fajar, 2009: 222-225): 1. Sifat komunikator Sesuai dengan hakikatnya, didalam sifat penggunaan media atau saluran secara professional dengan teknologi tinggi melalui usaha-usaha industri maka kepemilikan media massa bersifat lembaga, yayasan, organisasi usaha yang mempunyai struktur danpenjelmaan tugas, fungsi-fungsi serta misi tertentu. Pesan-pesan yang terbit dari suatu media massa sesungguhnya bukan berasal dari perorangan, tetapi dari rembukan bersama, olahan redaksi atau keputusan kebijaksanaan organisasi yang menerbitkannya. 2. Sifat pesan Pesan dalam komunikasi massa bersifat umum, universal tentang berbagai hal dari berbagai tempat di muka bumi. Sementara itu, isi media massa adalah tentang berbagai peristiwa apa saja yang patut diketahui oleh masyarakat umum. 3. Sifat media massa Salah satu cirri yang paling khas dalam komunikasi massa adalah sifat media massa. Komunikasi massa dampaknya lebih bertumpu pada andalan teknologi, hal ini berfungsi mengatur hubungan antara komunikator dengan komunikan yang dilakukan secara serempak dan menjangkau berbagai titik-titik pemukiman manusia di muka bumi pada waktu yang sama. 4. Sifat komunikan Komunikan dalam suatu komunikasi massa adalah masyarakat umum yang sangat beragam, heterogen dalam segi demografis, geografis maupun psikologis. 5. Sifat efek Secara umum komunikasi massa mempunyai tiga efek. Berdasarkan teori hierarki efek yaitu: a) Efek kognitif, pesan komunikasi massa mengakibatkan khalayak berubah dalam hal pengetahuan, pandangan dan pendapat terhadap sesuatu yang diperolehnya b) Efek afektif, dimana pesan komunikasi massa mengakibatkan berubahnya perasaan tertentu pada khalayak. Orang dapat menjadi marah atau berkurang rasa senangnya ketika menonton televisi, atau membaca surat kabar. c) Efek konatif, dimana pesan komunikasi massa mengakibatkan orang mengambil keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Umpan balik dari komunikasi massa biasanya bersifat tertunda daripada umpan balik langsung dalam komunikasi antar pribadi. Maksudnya adalah pengembalian reaksi terhadap suatu pesan kepada sumbernya tidak terjadi pada saat yang sama, melainkan ditunda setelah media itu beredar, atau pesannya itu memasuki kehidupan suatu masyarakat tertentu. 2.1.2.4 Teori Ketergantungan Media (Media Dependensi) Teori ketergantungan sistem media berasumsi bahwa semakin orang menggantungkan kebutuhannya untuk dipenuhi oleh penggunaan media, semakin penting peran media dalam hidup orang tersebut sehingga media akan semakin memiliki pengaruh kepada orang tersebut. Melvin DeFleur dan Sandra Ball Rokeach (1975, 261-263) telah memberikan penjelasan yang lebih utuh ke dalam beberapa pernyataan. Pertama, “dasar pengaruh media terletak pada hubungan antara sistem sosial yang lebih besar, peranan media di dalam sistem tersebut, dan hubungan khalayak terhadap media”. Efek terjadi bukan karena semua media berkuasa atau sumber yang kuat mendorong kejadian tersebut, tetapi karena media bekerja dengan cara tertentu dalam sebuah sistem sosial tertentu memenuhi keinginan dan kebutuhan khalayak tertentu. Kedua, “derajat ketergantungan khalayak terhadap informasi media adalah variabel kunci dalam memahami kapan dan bagaimana pesan media mengubah keyakinan, perasaan, atau perilaku khalayak”. Kejadian dan bentuk efek media akhirnya bergantung pada khalayak serta hubungan dengan seberapa penting sebuah medium atau pesan tertentu terhadap mereka. Penggunaan media oleh orang – orang menentukan pengaruh media. Jika kita bergantung pada banyak sumber selain media untuk mendapatkan informasi mengenai suatu peristiwa, maka peranan media lebih sedikit daripada jika kita bergantung sepenuhnya pada sumber media yang sedikit. Ketiga, “dalam masyarakat industri, kita menjadi semakin bergantung pada media (a) untuk memahami dunia sosial, (b) untuk bertindak dengan benar dan efektif di dalam masyarakat, serta (c) untuk fantasi dan pelarian”. Ketika dunia semakin rumit dan berubah semakin cepat, maka kita tidak hanya semakin besar membutuhkan media untuk membantu kita memahami dan mengerti respon terbaik yang bisa kita berikan serta membantu kita santai dan bertahan, tetapi juga kita pada akhirnya tahu sebagian besar dunia melalui media tersebut. Teman – teman dan keluarga barangkali tidak tahu banyak mengenai apa yang terjadi di dunia sosial yang lebih besar kecuali dari apa yang mereka pelajari di media. Ketika kita menggunakan media untuk memaknai dunia sosial, maka kita mengizinkan membentuk pengharapan kita. Terakhir yang keempat, “semakin besar kebutuhan sehingga semakin besar ketergantungan semakin besar kemungkinan” bahwa media dan pesan yang mereka produksi akan memiliki efek. Tidak semua orang akan dipengaruhi secara sama oleh media. Mereka yang memiliki kebutuhan yang lebih, yang lebih bergantung pada media, akan paling terpengaruh. 2.1.3 Televisi Salah satu media dalam komunikasi adalah televisi, dari semua media komunikasi yang ada, televisilah yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia (Ardianto, 2004: 125). Menurut Effendy (2002: 21) yang dimaksud dengan televisi adalah siaran yang merupakan media dari jaringan komunikasi dengan ciri-ciri yang dimiliki komunikasi massa, yaitu berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum, sasarannya menimbulkan keserempakan dan komunikatornya bersifat heterogen. Televisi merupakan media massa yang sangat besar manfaatnya, karena dalam batas waktu yang relatif singkat dapat menjangkau wilayah dan jumlah penonton yang tidak terbatas (Darwanto, 2005: 26). Bahkan peristiwa yang terjadi pada saat itu juga,dapat segera di lihat sepenuhnya oleh penonton di belahan bumi yang lain seperti pada halnya tayangan siaran langsung Liga Inggris yang dapat di tonton secara langsung oleh penonton di Indonesia. Kritikus sosial Michael Novak (dalam Vivian, 2008: 226) mengatakan: “Televisi adalah pembentuk geografi jiwa. Televisi membangun struktur ekspektasi jiwa secara bertahap, selama bertahun-tahun. Televisi mengajari pikiran yang belum matang dan mengajari mereka cara berfikir”. 2.1.3.1 Sejarah Singkat Televisi Televisi ditemukan oleh para ilmuan pada akhir abad 19 dengan melakukan berbagai eksperimen. Penelitian ini dilakukan oleh James Clark Maxwell dan Heinrich Hertz, serta penemuan Marconi pada tahun 1890. Paul Nikpow dan Wiliam Jenkins melalui eksperimennya menemukan metode pengiriman gambar melalui kabel. Televisi digunakan sebagai pesawat transmisi dimulai pada tahun 1925 dengan menggunakan metode mekanikal dari Jenkins. Pada tahun 1928 General Electronic Company memulai menyelengarakan acara siaran televisi secara reguler. Pada tahun 1939 Presiden Franklin D. Roosevelt tampil di layar televisi. Sedangkan siaran televisi komersial Amerika Serikat dimulai pada 1 september 1940 (Ardianto, 2004: 126-127). Televisi mengalami perkembangan secara dramatis, terutama melalui pertumbuhan televisi kabel. Transmisi program televisi kabel menjangkau seluruh pelosok negeri dengan bantuan satelit dan diterima langung pada layar televisi rumah dengan menggunakan wire yang membuka tambahan saluran televisi bagi pemirsa (Ardianto dan Erdinaya, 2004: 125). 2.1.3.2 Siaran Televisi di Indonesia Televisi adalah suatu media komunikasi yang selalu mencari bahan hiburan. Hampir semua orang dapat memanfaatkan informasi yang disajikan secara masal oleh televisi (Bland, dkk, 2001: 88). Kemunculan televisi pada tahun 1939 awalnya ditanggapi biasa saja oleh masyarakat. Harga pesawat televisi ketika itu masih mahal, selain itu belum tersedia banyak program untuk disaksikan. Kemunculan televisi di Indonesia dimulai pada tahun 1962 saat TVRI (Televisi Republik Indonesia) menayangkan secara langsung upacara bendera hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia ke-17 pada tanggal 17 Agustus 1962 dan masih siaran percobaan. Siaran resmi TVRI baru dimulai pada 24 Agustus 1962 jam 14.30 WIB yang menyiarkan secara langsung upacara pembukaan Asian Games ke-4 dari stadion utama Gelora Bung Karno (Morissan, 2008: 6-9). Sejak pemerintah Indonesia membuka TVRI, maka selama 27 tahun penonton televisi di Indonesia hanya dapat menonton satu siaran televisi. Barulah pada tahun 1989 pemerintah memberikan izin operasi kepada kelompok usaha bimantara untuk membuka stasiun televisi RCTI yang merupakan televisi swasta pertama di Indonesia, disusl kemudian dengan SCTV, Indosiar, ANTV dan TPI. (Morissan, 2008: 6-9). Gerakan reformasi pada tahun 1998 telah memicu perkembangan industri media massa khususnya televisi. Seiring dengan itu, kebutuhan masyarakat terhadap informasi juga semakin bertambah. Menjelang tahun 2000 muncul hampir secara serentak lima televisi swasta baru (Metro TV, Trans TV, TV7, Lativi dan Global TV). Serta beberapa televisi daerah yang saat ini jumlahnya mencapai puluhan stasiun televisi lokal. Tidak ketinggalan pula munculnya televisi berlangganan yang menyajikan program dalam dan luar negeri (Morrisan, 2008: 9). Setelah Undang-undang Penyiaran disahkan pada tahun 2002, jumlah stasiun televisi baru di Indonesia diperkirakan akan terus bermunculan. Khususnya di daerah terbagi kedalam empat kategori yaitu televisi publik, televisi swasta, televisi berlangganan dan televisi komunitas. Hingga Juli 2002, jumlah orang yang memiliki pesawat televisi mencapai 25 juta. Kini penonton Indonesia memiliki banyak pilihan untuk menikmati berbagai program televisi (Morrisan, 2008: 10). 2.1.3.3 Karakteristik Televisi Terdapat beberapa karakteristik televisi (Ardianto, 2004: 128-130) 1. Audiovisual Televisi memiliki kelebihan, yakni dapat didengar sekaligus dapat dilihat (audiovisual). Karena sifatnya yang audiovisual maka secara siaran berita harus dilengkapi dengan gambar, baik gambar diam seperti foto, gambar peta (Still picture), maupun film berita yakni rekaman yang menjadi topik berita. Oleh karena itu, dalam pengambilan gambar momennya harus tepat serta kualitas rekamannya haruslah baik. 2. Berfikir dalam gambar Pihak yang bertanggung jawab atas kelancaran acara televisi adalah pengarah acara. Bila dia membuat naskah acara atau membaca naskah acara, ia harus berfikir dalam gambar (think in picture). Begitu pula bagi seorang komunikator yang menyampaikan informasi, pendidikan atau persuasi, sebaiknya ia dapat melakukan berfikir dalam gambar. Sekalipun ia tidak membuat naskah, ia dapat menyampaikan keingginanya pada pengarah acara tentang penggambaran atau visualisasi dari acara tersebut. 3. Pengoperasian lebih kompleks Pengoprasian televisi lebih kompeks dibandingkan dengan pengoprasian radio siaran, karena lebih banyak melibatkan orang. Peralatan yang digunakan pun lebih banyak dan untuk mengoprasikannya lebih rumit dan harus dilakukan oleh orang-orang yang terampil dan terlatih. Dengan demikian media televisi lebih mahal daripada surat kabar, majalah, dan radio siaran. Fungsi televisi sama dengan fungsi media massa lainnya (surat kabar dan radio siaran), yakni memberi informasi, mendidik, menghibur dan membujuk. Tetapi fungsi menghibur lebih dominan pada media televisi karena pada umunya tujuan khalayak menonton televisi adalah untuk memperoleh hiburan, selanjutnya untuk memperoleh informasi (Ardianto dan Erdinaya, 2004: 128). 2.1.3.4 Tayangan Televisi Tayangan adalah sesuatu yang ditayangkan (dipertunjukkan); pertunjukan (film dan sebagainya) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 1151). Jadi tayangan dapat diartikan sesuatu yang dipertunjukkan kepada khalayak baik berupa film, berita, hiburan dan sebagainya, melalui suatu media elektronik yang dapat menampilkan gambar dan suara (media audio-visual) dalam hal ini adalah televisi. Tayangan pada televisi adalah sistem elektronik yang mengirimkan gambar diam dan gambar hidup bersama suara melalui kabel dan ruang. Sistem ini menggunakan peralatan yang mengubah cahaya dan suara kedalam gelombang elektrik dan mengkorversinya kembali kedalam cahaya dan suara yang dapat di dengar. Program televisi ialah bahan yang telah disusun dalam suatu format sajian dengan unsur video yang ditunjang unsur audio yang secara teknis memenuhi standar estetik dan artistik yang berlaku (Sutisno, 1993: 9). Setiap program televisi punya sasaran yang jelas dan tujuan yang akan dicapai. Ada lima parameter dalam penyusunan program siaran televisi, diantaranya yaitu: (Sutisno, 1993: 9). 1. Landasan filosofis Yang mendasari tujuan semua program; Landasan yang menyangkut segala program ialah Pancasila dan UUD 1945. Landasan ini tetap, macam sedangkan aspek hukum dan operasional program televisi perlu bersifat luwes dalam rangka mengantisipasi pengalaman dan teknologi baru, serta motivasi yang terjadi sewaktu-waktu. 2. Strategi penyusunan program Sebagai pola umum tujuan program, Pola strategi penyusun program lebih menyangkut kepola pencapaian tujuam program secara umum. 3. Sasaran program Penyiaran suatu program mempunyai strata sasarannya, termasuk adat dan kebiasaan. 4. Pola produksi Menyangkut garis besar isi program; Karakteristik program dipolakan oleh sifat waktu, tempat, dan suasana. 5. Karakter institusi dan manajemen sumber program Untuk mencapai usaha yang optimum, suasana program dipengaruhi oleh komposisi usia, jenis kelamin, profesi, tingkat pendidikan dan persepsi. Program tayangan televisi adalah suatu tayangan yang menampilkan gambar yang bisa dilihat dan suara yang bisa didengar yang bertujuan untuk memberikan informasi, hiburan, dan pendidikan pada khalayak pemirsa. Televisi mampu memberikan program tayangan yang berbeda-beda kepada khlayak pemirsa, sehingga khalayak dapat dengan mudah mencari mana tayangan yang disukai. Dengan demikian semakin berkembangnya media massa khususnya televisi, semakin memberikan ruang bagi khalayak pemirsa untuk memperoleh informasi, pendidikan, maupun hiburan yang diinginkan, serta televisi mampu mempengaruhi khalayak pemirsa dalam membentuk kepribadian. Kata program berasal dari bahasa Inggris, “programme” atau “program” yang artinya acara atau rencana. Program diartikan sebagai segala hal yang ditampilkan distasiun televisi untuk memenuhi kebutuhan audiensnya dalam Morrisan (2008:199). Setiap harinya, televisi menyajikan berbagai jenis program yang jumlahnya sangat banyak dan jenisnya beragam. Pada dasarnya apa saja yang dapat dijadikan sebagai program, yang terpenting adalah disukai oleh audiens, tidak bertentangan dengan norma kesusilaan, hukum dan peraturan yang berlaku. Di dunia pertelevisian, program merupakan unsur yang sangat penting, karena program yang disiarkan memiliki dampak yang luas terhadap masyarakat. Untuk itulah bagian program merupakan tulang punggung dari suatu stasiun televisi yang mempunyai tugas harus merencanakan program dengan matang, karena apapun yang disiarkan oleh bidang program ditujukan oleh audiensnya, oleh sebab itu wajar bila disebutkan Broadcasting is Planning atau Televisi is Planning, karena semua acara yang disiarkan oleh stasiun televisi merupakan acara yang telah direncanakan sebelumnya dan jarang sekali terjadi acara yang insidetil atau tiba – tiba langsung dilakukan pembuatan acaranya. Program televisi dapat diartikan juga sebagai hasil jasa atau hasil produksi dari suatu perusahaan televisi. Menurut Pringle, Starr dan Mc. Cavitt (1991:1819), meskipun terdapat perbedaan – perbedaan program televisi yang diproduksi antara satu stasiun televisi dengan stasiun televisi lainnya, program dari stasiun televisi tersebut ditentukan oleh empat faktor yaitu: 1. The Audience Audience atau pemirsa itu sendiri yang memilih atau mencari stasiun televisi yang disenanginya untuk setiap programnya. Pemirsa atau penonton boleh tebuka kepada isi acara atau iklan layanan masyarakat dan pengumuman promosi, tetapi tujuan utamanya adalah mengamati isi program yang memuaskan kebutuhan pada waktu tertentu. 2. The Broadcaster Mereka yang bertanggung jawab untuk mengoperasikan keuntungan stasiun televisi untuk kepentingan pemiliknya. Makin banyak audiensnya makin besar keuntungan yang dapat direalisasikan. 3. The advertiser Pelaku tertarik untuk menggunakan jasa televisi untuk membawa suatu produk atau atau jasa yang ditujukan untuk khalayak. 4. The Regulator Pemerintah dan dan beberapa agen khususnya FCC (Federal Communication Commision) seperti di Indonesia KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) atau yang diatur dengan undang – undang penyiaran. Tujuannya adalah untuk meyakinkan bahwa stasiun televisi yang dioperasikan adalah untuk melayani kepentingan publik. 2.1.3.5 Jenis Program Televisi: Televisi menyajikan berbagai jenis program yang jumlahnya sangat banyak dan jenisnya beragam. Secara garis besar dapat dikelompokkan berdasarkan jenisnya menjadi dua bagian, yaitu program informasi dan program hiburan. Sementara itu jika dilihat dari sifatnya maka dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu program faktual (meliputi program berita, reality show dan dokumenter) dan program fiksi (fictional, meliputi komedi dan program drama) (Morrisan 2008:208): 1. Program berita (informasi) Program informasi adalah segala jenis siaran yang bertujuan untuk tambahan pengetahuan (informasi) kepada khalayak. Daya tarik program ini adalah informasi, sehingga informasi inilah yang diberikan kepada audiensnya. Program informasi dapat dipilah menjadi dua yaitu: (Morrisan 2008:208). a. Berita keras (hard news) atau straight news, yaitu segala informasi yang penting dan menarik harus segera disiarkan oleh media penyiaran karena sifatnya harus segera diketahui khalayak. b. Berita lunak (soft news) adalah segala informasi yang penting dan menarik yang disampaikan secara mendalam (indepth) namun tidak bersifat harus segera ditayangkan. 2. Program Hiburan (Entertainment) Program hiburan adalah segala bentuk siaran yang bertujuan untuk menghibur audience dalam bentuk musik, lagu, cerita, dan permainan. Program yang termasuk dalam kategori hiburan adalah drama, musik, olahraga dan permainan (game) (Morrisan 2008:208). 2.1.3 Audiens 2.1.4.1 Pengertian Khalayak Pada hakikatnya audiens bersifat dualitas, dalam arti merupakan kolektivitas sebagai tanggapan terhadap isi media dan didefinisikan berdasarkan perhatian pada isi media itu, sekaligus ia merupakan sesuatu yang sudah ada dalam kehidupan sosial yang kemudian berhubungan dengan media tersebut (Riswandi 2013: 127). Audiens merupakan faktor penentu keberhasilan komunikasi. Ukuran keberhasilan upaya komunikator yang ia lakukan adalah apabila pesan-pesanyang disampaikan melalui saluran/medium yang diterima sampai pada khalayak sasaran, dipahami dan mendapatkan tanggapan positif dalam arti sesuai dengan yang diharapkan komunikator (Riswandi 2013: 127). Willbur Schramm (dalam Riswandi 2013: 127) mengatakan seorang perancang komunikasi yang baik tidak akan melalui upaya dari apa yang harus dikatakan, saluran apa yang akan dipergunakan, atau bagaimana cara mengaktakannya, melainkan terlebih dahulu mempertanyakan siapa yang akan menjadi sasaran penyampaian pesan. Dalam proses komunikasi massa, implikasi dari pernyataan Schramm tersebut diatas adalah bahwa sebelum komunikator mempengaruhi khalayak melalui pesan-pesan yang disampaikannya, khalayak terlebih dahulu mempengaruhi komunikator. Itulah sebabnya komunikator akan berusaha mengumpulkan data dan informasi mengenai karakteristik dari individu atau kelompok, atau warga khalayak yang akan menjadi sasaran. Atas dasar hal inilah komunikator akan dapat menentukan apa yang akan disampaikan dan bagaimana cara menyampaikannya. 2.1.4.2 Timbulnya Khalayak Pada awalnya, sebelum media massa ada audiens adalah adalah sekumpulan penonton drama, permainan dan tontonan yaitu penonton pertinjukan. Audiens biasanya besar, dibandingkan dengan keseluruhan populasi dan berbagai perkumpulan sosial yang biasa. Audiens adalah pertemuan publik, berlangsung dalam rentang waktu tertentu, dan terhimpun bersama oleh tindakan individual untuk memilih secara sukarela sesuai dengan harapan tertentu. Audiens telah direncanakan sebelumnya dan ditentukan tempatnya menurut waktu dan tempat khusus untuk memaksimalkan kualitas penerimaan. Setelah ada kegiatan komunikasi massa, audiens sering diartikan sebagai penerima pesan-pesan media massa (Riswandi 2013 : 128). Suasana lingkungan bagi audiens (teater, aula, rumah ibadah) sering kali dirancang dengan indikasi peringkat dan status. Audiens adalah pertemuan publik, berlangsung dalam rentang waktu tertentu, dan terhimpun bersama oleh tindakan individual untuk memilih secara sukarela sesuai dengan harapan tertentu. Audiens juga dapat dikendalikan oleh pihak yang berwenang dan karenanya merupakan bentuk prilaku kolektif yang dilembagakan (Riswandi 2013 :128). 2.1.3.5 Konsep Alternatif Tentang Khalayak/Audiens McQuail (1987) menyebutkan beberapa konsep alternatif tentang audiens sebagai berikut: 1. Audiens sebagai kumpulan penonton, pembaca, pendengar, pemirsa. Konsep audiens diartikan sebagai penerima pesan-pesan dalam komunikasi massa, yang keberadaanya tersebar, heterogen, dan berjumlah banyak. 2. Audiens sebagai massa Konsep audiens diartikan sebagai sekumpulan orang yang berukuran besar, heterogen, penyebaran, dan anomitasnya serta lemahnya organisasi sosial dan komposisinya yang berubah dengan cepat serta tidak konsisten. 3. Audiens sebagai kelompok sosial atau publik Diartikan sebagai suatu kumpulan orang yang terbentuk atas dasar suatu issue, minat, atau bidang keahlian. Audiens ini aktif untuk memperoleh informasi dan mendiskusikannya dengan sesama anggota audiens. 4. Audiens sebagai pasar konsep audiens diartikan sebagai konsumen media dan sebagai audiens (penonton, pembaca, pendengar atau pemirsa) iklan tertentu. 2.1.3.6 Tipologi Formasi Audiens Tipologi formasi audiens/khalayak dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu (dalam Riswandi 2013: 130-131): 1. Kelompok atau publik Istilah ini muncul dengan pengelompokan sosial yang ada (misalnya komunitas, keanggotaan, minoritas politis, religius atau etnis) dan dengan karakteristik sosial bersama dari tempat, kelas sosial, politik, budaya dan sebagainya. Di sini mungkin sekali terdapat beberapa ikatan normatif di antara audiens dan sumber dan di dalam audiens mungkin sekali terjadi interaksi dan kesadaran identitas serta tujuan tertentu. Audiens seperti ini mungkin lebih stabil sepanjang waktu daripada audiens tipe lain. Para anggotanya bertahan lama, tanggap terhadap dan memiliki partisipasi tertentu terhadap apa yang ditawarkan. 2. Kelompok Kepuasan Audiens dalam pengertian ini terbentuk atas dasartujuan atau kebutuhan individu tertentu yang ada terlepas dari media, tetapi berkaitan dengan misalnya isu politik atau sosial. Tipe audiens ini, didasarkan pada kebutuhan atau tujuan tertentu, juga mungkin agak homogen dilihat dari segi komposisinya aktif dalam mengungkapkan permintaanyang membentuk penawaran dan juga selektif. Tipe audiens ini bukanlah kelompok sosial, melainkan kumpulan dari individu-individu yang terwujud dalam prilaku konsumen. Aktivitas dan selektivitas rasional terungkap dalam prilaku dan para anggota biasanya tak akan melihat diri mereka sebagai kelompok atau pasar khusus. 3. Kelompok penggemar atau budaya cita rasa Terbentuk atas dasar minat pada jenis isi (atau gaya) atau daya tarik tertentu akan kepribadian tertentu atau cita rasa budaya/intelektual tertentu. Tipe audiens ini terdiri dari kelompok penggemar atau pengikiut pengarang, kepribadian, gaya tetapi tidak memiliki suatu definisi atau kategori sosial yang jelas. Komposisinya akan berubah sepanjang waktu, meskipun beberapa audiens seperti itu mungkin stabil. Eksistensinya seluruhnya tergantung pada isi yang ditawarkan dan bila isi berubah, audiens pasti bubar dan memperbarui diri. Kadang-kadang jenis audiens ini didorong oleh media untuk membentuk diri menjadi kelompok sosial seperti klub penggemar (Fans Club) atau mereka yang secara spontan mentranformasikan diri menjadi kelompok sosial. 4. Audiens medium Berasal dari dan dipertahankan oleh kebiasaan atau loyalitas pada sumber media tertentu misalnya surat kabar, majalah, saluran radio atau televisi. Ada banyak contoh saluran audiens medium, dan loyalitas pada saluran juga didorong oleh media karena alasan komersial. Apakah terbentuk secara spontan atau lebih manipulasi, loyalitas seperti bisa didapat memberi beberapa karakeristik publik atau kelompok sosial pada jenis audiens ini stabilitas,batas-batas dan kesadaran identitas. Akan tetapi, bagi kebanyakan media yang berorientasi komersial, audiens jenis ini lebih mirip dengan kumpulan atau pasar. Anggotanya umumnya adalah pelanggan produk media yang dibicarakan atau produk lain yang diiklankan oleh media tersebut. 2.1.3.7 Jenis Jenis Khalayak Khalayak/audiens memeiliki beberapa jenis adalah sebagai berikut (dalam Riswandi 2013: 134-135). 1. Khalayak sebagai penggarap informasi. Pada dasarnya proses pengolahan informasi yang terjadi pihak penerima (khalayak) bersifat selektif. Pihak penerima pesan pada saat berhadapan dengan bentuk informasi tertentu akan melakukan “Decoding” (pemecahan atau penginterpretasian kode). Akhirnya tidak semua informasi akan diserap oleh si penerima secara utuh. Artinya satu atau beberapa bagian dari isi pesan itu tidak akan dicerna atau diolah karena tidak masuk dalam kerangka pengetahuan dan pengalaman hidupnya, atau karena dipandang tidak sesuai dengan keperluan, minat dan keinginannya. Beberapa studi menunjukkan bahwa, tingkat pendidikan seseorang secara signifikan turut mempengaruhi derajat pengolahan informasi yang disampaikan kepada dirinya. Orang yang latar belakang pendidikanya relatif tinggi, di samping tinggi rasa ingin tahunya tentang sesuatu juga cenderung lebih kritis, selektif dan banyak pertimbangan dibandingkan orang yang latar belakang pendidikanya lebih rendah. Itulah sebabnya mempengaruhi sikap dan pendapat orang yang berpendidikan tinggi jauh lebih sulit dibandingkan dengan orang yang berlatar belakang pendidikan rendah. 2. Khalayak sebagai “Problem Solver” Khalayak jelas tidak terlepas dari permasalahan kehidupan yang mereka hadapi. Mereka juga akan selalu berupaya mencari cara-cara pemecahannya. Dari pihak penerima pesan (audiens), salah satu fungsi yang diharapkan dari penyebaran informasi melalui media massa adalah bahwainformasi tersebut mampu membantu memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan demikian informasi atau pesan yang dipandang tidak membantu mereka dalam memecahkan permasalahan atau malah mungkin menambah kesulitan/permasalahan baru, jelas tidak akan mendapat perhatian mereka. 3 Khalayak sebagai mediator Pada dasarnya proses penyebaran informasi tidak berhenti pada khalayak sasaran secara langsung sebagai barisan pertama. Arus penyebaran informasi bisa melalui berbagai tahap dan barisan. Proses penyebaran informasi yang demikian lazim disebut sebagai “multi-step flow of communications”. Seseorang warga khalayak setelah menerima informasi dari suatu medium kemungkinan besar akan kembali meneruskan informasi tersebut kepada orangorang lainnya. Dan orang-orang yang menerima informasi inipun selanjutnya akan menyampaikan kembali ke orang-orang lainnya. Dalam proses pengolahan informasi terjadi proses seleksi yang mencakup perhatian (Selective attention), persepsi (selective perception), dan daya ingat (selective recall). 4 khalayak yang mencari pembela Pada suatu waktu seseorang dapat mengalami krisis keyakinan dan diliputi rasa ketidakpstian. Hal ini bisa terjadi karena adanya sesuatu yang baru mempengaruhi keyakinan, atau karena faktor lainnya. Dalam keadaan demikian orang tersebut akan berupaya mencari data dan informasi yang dipandang bisa mendukung atau membela keyakinanya. Motivasi mencari infromasi yang diharapkan akan dapat menjadi pembela keyakinan merupakan salah satu faktor yang mendorong terjadinya seleksi media. Dengan kata lain, seseorang memilih satu medium tertentu dengan alasan bahwa informasi yang diperoleh dari medium tersebut mampu mendukung atau memperkuat keyakinannya. 5 Khalayak sebagai anggota kelompok Sebagai mahluk sosial, seorang individu juga terikat oleh nilai-nilai kelompok yang diikutinya baik secara formal, maupun informal. Yang dimaksud dengan kelompok formal disini sepert ABRI, KORPRI, serikat buruh dan lain-lain, sedangkan kelompok informal misalnya kelompok hobi seperti pencinta alam, olah raga, fans club dan lainlain. 6 Khalayak sebagai kelompok Secara sosiologis masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok orang yang mempunyai cirri-ciri tertentu. Ciri-ciri bisa menyangkut cirri demografis seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan, suku bangsa dan bisa juga berdasarkan cirri-ciri non demografis seperti nilai, hobi, orientasi dan lain-lain. Cara berbicara dengapenelitian tentang efek komunikasi massa. Pada awalnya, audiens dianggap pasif, namun pembahasan audiens secara intensif yang dimulai tahun 1940, n kalangan orang tua tentunya berbeda dengan kalangan anak muda. Kaitanya dengan proses penyebaran informasi melalui media massa adalah, bahwa diperlukan adanya segmentasi khalayak. Melalui segmentasi ini khalayak dipandang sebagai suatu kelompok yang relatif mempunyai ciri-ciri yang tidak terlalu beragam. Dengan demikian, penyajian pesan/informasi dengan sendirinya akan disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik dari kelompok sasaran 7 Selera khalayak Dalam kaitannya dengan media massa seperti surat kabar dan majalah, selera khalayak ini bisa menyangkut aspek-aspek jenis informasi, (misalnya infromasi politik, ekonomi, sosial, budaya), teknik penyajian (bentuk, huruf, layout) atau bentuk/formatnya (surat kabar, majalah, tabloid). Agar penyimpanan informasi mencapai sasarannya, terlebih dahulu perlu diketahui apa dan bagaimana selera dari calon sasaran khalayak yang akan dituju. Selera khalayak ini bisa juga berubah-ubah. Herta Herzog, Paul Lazarsfeld dan Frank Stanton dalam (Barran dan Davis, 2003) mempelopori, mempelajari aktifitas audiens (yang kemudian melahirkan konsep audiens aktif) dan kepuasan audiens. Misalnya, pada tahun 1942 Lazarsfeld dan Stanton memproduksi buku seri dengan perhatian pada bagaimana audiens menggunakan media untuk mengorganisir pengalaman dan kehidupan sehari-hari. Pada tahun 1944 Herzog menulis artikel Motivation and gratifications of daily serial listener, yang merupakan publikasi awal tentang penelitian kepuasan audiens terhadap media. Aktifitas audiens merujuk pada pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: a. Sejauh mana selektivitas audiens terhadap pesan pesan komunikasi. b. Kadar dan jenis motivasi audiens yang meimbulkan penggunaan media. c. Penolakan terhadap pengaruh yang tidak diinginkan. d. Jenis dan jumlah tanggapan (response) yang diajukan audiens media. Pada waktu itu, aktifitas audiens merupakan fokus kajian Uses and gratifications. Secara umum, pandangan para peneliti dalam tradisi Uses and gratifications media menganggap bahwa audiens aktif dalam kesukarelaan dan orientasi selektif dalam proses komunikasi massa. 2.1.5 Perilaku Menonton Televisi 2.1.5.1Pengertian Perilaku menonton Televisi Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan masalahnya yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, dan tindakan (Notoatmodjo dalam Pambudi, 2006 : 10). Mc Leish (dalam Pambudi, 2006 :10) menambahkan bahwa perilaku adalah sesuatu yang konkrit dan dapat diobservasi atau diamati. Perilaku menurut Piaget (dalam Safrina, 1997: 81) adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995: 10-11) menyatakan bahwa perilaku adalah fungsi karakteristik individu dengan lingkungan. Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan yang menentukan prilaku seseorang. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan terkadang kekuatannya lebih besar daripada karakteristik individu. Kondisi inilah yang menjadikan prediksi prilaku lebih kompleks. Menonton adalah suatu tindakan melihat suatu tayangan atau pertunjukan (Poerwadarminta, 1990 :781). Televisi merupakan media komunikasi massa yang dikategorikan sebagai media elektronik dan memindahkan peristiwa (Mutman, 1996: 79). Menurut Indradi (dalam Pambudi, 2006: 30) televisi merupakan sistem penyiaran gambar yang objeknya bergerak dan disertrai suara. Perilaku menonton memiliki manfaat atau tujuan tertentu bagi individu menurut Blumer dan Katz (dalam Damayanti 2004), khalayak komunikasi massa diarahkan oleh tujuan yaitu untuk memenuhi kebutuhan. Kebutuhan kebutuhan dalam diri individu akan menjadi motif seseorang melakukan tindakan. Mc Clealand (dalam Damayanti 2004) menyebutkan motivasi merupakan alasan bertindak. Selanjutnya Terry (dalam Damayanti 2004), mendefinisikan motivasi sebagaia suatu keinginan untuk melakukan sesuatu. Gambar: 2.1 Pola Menonton Televisi Kebutuhan Motif Perilaku Sumber: Pamudi, 2006:25 Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku menonton televisi adalah tindakan konkret dan dapat diamati dari melihat suatu tayangan atau pertunjukan gambar yang objeknya bergerak dan disertai suara lewat media elektronik. 2.1.5.2 Aspek-aspek perilaku menonton televisi Perilaku menonton televisi seperti perilaku pada umumnya dibentuk dari tiga aspek, dan menurut Twiford (dalam Pambudi, 2006: 25) adalah: a. Frekwensi adalah seberapa sering perilaku muncul atau berulang, dan pengulangan ini terjadi secara teratur. b. Lamanya berlangsung adalah berapa banyak waktu yang diperlukan oleh seseorang untuk melakukan suatu perilaku. c. Intensitas adalah seberapa kuat atau lemah kedalaman seseorang untuk terlibat dengan perilaku yang dilakukannya. Christakis.dkk (2004: 709) dalam penelitian yang berjudul “Early Television Exposure and Subsequent Attentional Problems in Children” perilaku menonton televisi diukur berdasarkan jumlah jam yang digunakan untuk menonton tiap tayangan. Sedangkan beberapa hasil penelitian mengenai perilaku menonton televisi yang dikutip Graham (2006) menyebutkan bahwa aspek menonton televisi adalah jumlah waktu yang digunakan untuk menonton tiap harinya, lamanya waktu yang digunakan untuk menonton setiap tayangan dan isi tayangan televisi yang ditonton. Beberapa hasil penelitian yang tertulis dalam “ The Effect Of Television on Child Health: Impication and recommendations” (Baron, 2000) menyebutkan bahwa aspek yang membentuk perilaku menonton televisi adalah jumlah jam yang digunakan untuk menonton perharinya, lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menonton tiap tayangan dan isi tayangan. Collins, dkk (2004) dalam penelitian berjudul “Watching Sex on Television Predicts Adolescent Initiation of Sexual Behavior” menggunakan beberapa aspek untuk mengukur perilaku menonton televisi. Aspek-aspek tersebut adalah jumlah jam yang digunakan untuk menonton televisi setiap harinya, lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menonton setiap tayangan, isi tontonan, keterlibatan emosi antara individu dengan tayangan yang ditonton, dan kejelasan bahasa atau gambar yang digunakan untuk mengungkapkan suatu tayangan di televisi sehingga terlihat nyata. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku menonton televisi dibentuk dari aspek: a. Jumlah jam yang digunakan untuk menonton setiap harinya adalah banyaknya waktu atau intensitas yang digunakan untuk menonton televisi dalam sehari. b. Lamanya menonton setiap tayangan adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menonton setiap acara di televisi. c. Keterlibatan dalam menonton televisi menunjukkan tingkat kedalaman emosi dengan acara yang ditontonnya, yang ditandai dengan rasa senang jika bisa menonton dan rasa kecewa jika tidak bisa menonton. d. Pengungkapan di televisi merupakan kejelasan bahasa atau gambar yang digunakan untuk mengungkapkan suatu tayangan di televisi sehingga kelihatan nyata. 2.1.5.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan perilaku Kurt Lewin (dalam Azwar: 2003) merumuskan suatu mode hubungan berlaku yang mengatakan bahwa perilaku (B) adalah fungsi karakteristik individu (P) dan lingkungan (L). karakteristik individu meliputi berbagai variable seperti motif, nilai-nilai sifat kepribadian, dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain, dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan kekuatannya lebih besar daripada karakteristik individu hal ini terlihat pada individu yang bersifat submisif (lebih mengutamakan penerimaan lingkungan daripada keinginan pribadi). Perilaku seseorang didorong oleh motif-motif untuk memenuhi kebutuhan. Motivasi sendiri didefinisikan sebagai suatu keinginan melakukan sesuatu. Demikian pula penggunaan media massa yang dilakukan individu didorong oleh sejumlah motif tertentu. McQuail (1987) menyatakan sejumlah motif penggunaan media massa sebagai berikut : 1. Informasi a. mencari berita tentang peristiwa dan kondisi yang berkaitan dengan lingkungan terdekat, masyarakat dan dunia. b. Mencari bimbingan menyangkut berbagai masalah-masalah praktis, pendapat serta hal yang berkaitan dengan menentukan pilihan. c. Memuaskan rasa ingin tahu dan minat umum. d. Belajar, pendidikan diri sendiri. e. Memperoleh rasa damai melalui penambahan pengetahuan. 2. Identitas pribadi a. Menemukan penunjang nilai-nilai pribadi b. Menemukan mode perilaku c. Mengidentifikasikan diri dengan nilai-nilai lain (dalam media) d. Meningkatkan sebuah pemahaman tentang diri sendiri 3. Integrasi dan interaksi sosial a. Memperoleh pengetahuan tentang keadaan orang lain, empati sosial b. Mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan meningkatkan rasa memiliki c. Menemukan bahan percakapan dan interaksi sosial d. Memungkinkan seseorang untuk menghubungi sanak keluarga, teman dan masyarakat 4. Hiburan a. Melepaskan diri atau terpisah dari masalah b. Bersantai c. Memperoleh kenikmatan jiwa dan estetis d. Mengisi waktu e. Penyaluran emosi f. Membangkitkan gairah seks Motif seseorang menonton tayangan tidak hanya untuk menghibur diri saja, hal ini sesuai dengan motif-motif penggunaan media massa yang dikemukakan oleh McQuail. Seseorang menontoon tayangan juga bertujuan untuk memperoleh informasi, mencari identitas, dan berinteraksi dengan orang lain. Fans Club Menurut pendapat Hinca (2007), pengertian suporter atau fans club adalah sebuah organisasi yang terdiri dari sejumlah orang yang bertujuan untuk mendukung sebuah klub sepakbola. Suporter harus berafiliasi dengan klub sepakbola yang di dukungnya, sehingga perbuatan supporter akan berpengaruh terhadap klub yang didukungnya Pengertian suporter menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah orang-orang yang memberikan dukungan, sokongan dalam berbagai bentuk dan situasi. suporter (fans club) biasanya memiliki cara-cara untuk mendukung tim kesayangannya seperti bernyanyi-nyanyi menyatakan dukungan dan memberikan semangat dikala tim kesayangan sedang berlaga. Suryanto (1996) mengatakan suporter (fans club) adalah orang-orang yang memberikan dukungan atau support kepada satu tim yang dibela, suporter dalam satu pertandingan memiliki peran yang cukup penting. Suporter seakan membuat pemain dapat menunjukkan permainan yang terbaik sehingga tidak jarang para suporter sepak bola (fans club) sering di juluki sebagai pemain ke dua belas. Identitas Fans bermanfaat bagi individu dalam memberikan rasa kepemilikan komunitas. Zilmann, Bryant dan Sapolsky (1989 dikutip Jacobson, 2003: 2) melihat manfaat lain dari kefanatikan (fandom), termasuk pengembangan beragam kepentingan dan meningkatkan rasa partisipasi tanpa harus membayar harga mahal. Mereka juga mencatat bahwa kefanatikan tidak mengenal usia, baik yang muda, tua ataupun sakitsakitan serta jenis kelamin, fans akan berusaha untuk berpartisipasi. Kefanatikan akan memungkinkan individu untuk menjadi bagian dari permainan sepakbola tanpa memerlukan keahlian khusus. Selai itu, kefanatikan menawarkan manfaat sosial seperti perasaan persahabatan, solidaritas, dan kebanggaan yang bisa meningkatkan harga diri (Jacobson, 2003). Kefanatikan di dunia olahraga turut mempengaruhi pengembangan individu dengan membantu orang belajar untuk mengatasi emosi dan perasaan kecewa. Fans club olahraga dapat bersatu dan memberikan perasaan memilikiyang bermanfaat bagi individu sehingga bisa terbawa ketempat dimana mereka tinggal (Zillmann dikutip Jacobson, 2003). Literatur terbaru tentang penggemar olahraga telah menjawab kemungkinan alasan tentang mengapa individu menemukan olahraga menjadi sesuatu yang sangat menyenangkan. Alasan ini terkait dengan harga diri, pelarian dari kehidupan sehari-hari, hiburan, kebutuhan keluarga, faktor ekonomi,dan kualitas estetik atau seni. Namun seorang fans biasanya memilih satu tim tertentu untuk digemari. Giulianotti 2002 (dalam Munno, 2000: 5) menyatakan bahwa ada empat tipe spectators (penonton), yaitu suporters (pendukung), followers (pengikut), fans (pengemar), dan Flaneurs. Giulianotti mengkategori Spectators dengan menggunakan dua konsep. Pertama adalah konsep Hot-cold yang menetapkan sejauh mana identitas individu ditentukan dan dipengaruhi oleh daya tarik sebuah tim. Istilah “hot” dipakai untuk mereka yang memiliki loyalitas dan solidaritas. Sedangkan “cool” merupakan kebalikan dari “hot”. Konsep kedua adalah traditional-consumers yang menentukan tingkatan dimana letak jati diri individu yang didorong oleh kekuatan pasar. Giulinotti menganggap penonton tradisional lebih memiliki identitas budaya, identitas lokal, dan populer jika dibandingkan penonton konsumen yang hanya memiliki hubungan atas dasar pasar sepakbola kepada klub. Lain halnya dengan Jacobson (2003:6) dia menyimpulkan banyak pandangan bahwa fans berbeda dengan spectator dalam olahraga, Jones (1997: 9) menyatakan bahwa spectator hanya menonton dan mengamati olahraga lalu melupakannya. Sementara fans akan memiliki intensitas lebih dan akan mencurahkan sebagian harinya untuk tim olahraga yang digemarinya. Fanship juga telah didefinisikan sebagai afilisasi dimana banyak makna emosional dan nilai yang berasal dari keangotaan kelompok. Spinrad (1981) mendefinisikan fans sebagai orang yang berfikir, berbicara tentang olahraga, dan berorientasi terhadap olahraga. Sedangkan Pooley (1978) menunjukkan kebutuhan untuk membedakan antara fans dan spectors. Dia mengklaim bahwa letak perbedaanya terletak pada tingkat kegairahan. Madrigal (1995) menunjukkan bahwa fans mewakili sebuah asosiasi yang melibatkan individu dengan banyak makna emosional dan nilai. Anderson (1979) mencatat bahwa Fans berasal dari kata “fanatik” sehingga didefinisikan sebagai pengemar fanatik olahraga atau sebagai individu yang memiliki rasa antusiasme berlebihan pada olahraga (sepakbola). Ada dua faktor yang mampu menimbulkan suatu kefanatikan terhadap olahraga. Pertama adalah level interpersonal atau level jaringan sosial seperti pengaruh dari teman, anggota keluarga yang dapat membentuk identitas, dan lingkungan termasuk letak geografis yang cenderung memaksa individu untuk mendukung tim lokal di daerah tempat tinggalnya. Kedua adalah level simbolik seperti faktor personel(pemain sepakbola), keunikan, nama tim, logo, warna dan yel-yel klub. a. Level interpersonal Di antara beberapa faktor pembentukan identitas, sosialisasi merupakan konsep tak kalah penting. Individu menjadi fans melalui sosialisasi termasuk bersama teman dan keluarga. Ada kemungkinan bahwa sosialisasi ini dapat ditelusuri lagi kembali kemasa anak-anak. Fans umumnya adalah pria dan tidak menutup kemungkinan juga wanita dan secara tradisional disosialisasikan kedalam olahraga pada usia muda. Anak telah diperkenalkan dengan olahraga pada usia dini, baik melalui pengaruh orang tua atau saran pemasaran seperti pakaian yang cenderung memilih tema olahraga (Chorbajian, 1978). Agen sosialisasi lain yang membuat kontribusi yang kuat untuk sosial olahraga termasuk masyarakat, teman sebaya, dan model yang dijadikan contoh. Selain sosialisasi, individu bisa menjadi fans dengan menjadi bagian dari sebuah kelompok dan menjadi bagian dari unit kolektif. Prilaku kolektif dapat didefinisikan sebagai prilaku dari dua atau lebih individu yang bertindak secara kolektif, dimana masing-masing saling mempengaruhi tindakan yang lain (Blumer, 1969). Selanjutnya ada kebutuhan untuk membedakan antara koletifitas dalam kelompok kecil maupun dari prilaku budaya karena kelompok adalah lebih dari sekedar kumpulan individu. Maka itu, prilaku kolektif bisa dianggap lebih spesifik untuk kelompok yang lebih besar. Keuntungan utama dari prilaku kolektif adalah rasa memiliki yang timbul dengan identitas kelompok. Indentitas kolektif dikenal karena kemampuan mereka untuk memberikan rasa individu untuk memiliki kelompok. Salah satu tujuan dari identitas kolektif adalah untuk menentukan perbedaan antara “kami” dan “mereka” sehingga menciptakan lawan dan menumbuhkan solidaritas ( Snow & Oliver, 1995, dalam Jacobson, 2003 : 7). Selain itu, rasa dukungan secara kolektif dapat memperkuat, memberikan pengaruh, dan menghambat tindakan yang diambil secara individu. Fans menganggap dirinya menjadi bagian dari tim dan berbagi dalam rasa penderitaan ketika timnya mengalami kekalahan. Ketika pertandingan dimulai, individu menjadi unit kelompok. Selanjutnya, kerumunan fans dapat dilihat sebagai kelompok yang tindakannya relatif dapat diprediksi. Keunikan kerumunan fans ini adalah kelompok sudah memiliki persamaan seperti kesetiaan dan loyalitas kepada tim sebelum menjadi unit kolekif. b. level simbolik Selain level interpersonal, kefanatikan juga dapat dibuat oleh keinginan untuk menjadi bagian dari lingkungan yang dibentuk oleh tim pemenang. Level simbolik adalah faktor yang menimbulkan kefanatikan terhadap olahraga berdasarkan faktor persone atau pemain, keunikan, nama tim, logo, warna, dan yel-yel club. Heider 1958 (dalam Jacobson, 2003: 9) mengemukakan sebuah teori keseimbangan. Fans yang berhubungan dengan tim menggunakan teori identitas sosial yang dikenal sebagai BIRGing (basking in reflected glory) dan CORFing (cutting of reflective failures). Asumsi pertama dari teori tersebut adalah individu akan berusaha mengatasi sikap yang tidak seimbang atau tidak adil. Dengan pemikiran ini, Heider mencatat bahwa hubungan yang seimbang lebih memuaskan ketimbang hubungan yang tidak seimbang. BIRGing dan CORFing merupakan induk dari teori keseimbangan heider yang berfokus pada konsistensi interpersonal. Teori tersebut juga menunjukkan bahwa individu akan mengorganisasi pikiran mereka tentang orang lain secara seimbang dan mereka akan berusaha mengembalikan situasi yang tidak seimbang. Dalam kaitanya dengan kefanatikan, fans berhubungan dengan tim layaknya berhubungan dengan orang lain. BIRGing dapat didefinisikan sebagai kecendrungan individu untuk mempublikasikan keberhasilan hubungan mereka dengan orang lain, meski orang lain belum berkontribusi kepada individu tersebut. Ketika seorang fans menyukai sebuah tim, keseimbangan didapat setelah fans merasa senang dengan hasil pertandingan tim kesayangannya, baik itu berupa kemenangan, seri, atau kekalahan. Jika fans merasa tidak senang barulah situasi dikatakan tidak seimbang. Sedangkan CORFing mengacu pada kecenderungan orang lain untuk menghindari sebuah hubungan dengan orang lain karena takut mengalami kegagalan. Penghindaran ini biasanya melibatkan orang menjauhkan diri secara fisik, mental, atau emosional. 2.16 Babes Babes adalah julukan atau sebutan yang di berikan kepada para wanita yang menggemari sepak bola, memiliki minat dan kemauan yang tinggi akan sepakbola layaknya kaum pria. Saat ini di banyak Fans Club yang ada di seluruh Indonesia memiliki member wanita (Babes) mereka masing-masing termasuk komunitas-komunitas Fans Club liga inggris seperti CISC (Chelsea Indonesia Suporters Club) dan UI (United Indonesia), Saat ini di kalangan Fans Club Indonesia keberadaan para babes tidak dapat di pandang sebelah mata, banyak dari para babes yang ikut serta dalam kepengurusan sebuah fans club dan banyak berkorban demi Fans Club atau club yang dibelanya. 2.2. Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah istilah yang mengekspresikan sebuah ide abstrak yang dibentuk dengan menggeneralisirkan objek atau hubungan fakta-fakta yang diperoleh dan pengamatan (dalam Bugin, 2001: 73) mengartikan konsep sebagai generalisasi dan sekelompok fenomena tertentu yang dipakai untuk menggambarkan beberapa fenomena yang sama. Sebagai sesuatu yang digeneralkan, konsep bermula dari teori-teori kejadian yang dibentuk dan oleh karenanya konsep memiliki tingkat generalisasi (dalam Bugin, 2013 :13). Kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variable-variabel terlebih dahulu. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel bebas (X) Variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor atau unsur lain (dalam Nawawi,2001: 56). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah program tayangan Liga Inggris (BPL) musim kompetisi 2014 2015. 2. Variabel terikat (Y) Variabel terikat adalah suatu variabel yang merupakan akibat yang dipengaruhi oleh variabel yang mendahuluinya (dalam Rakhmat, 2004:12). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tindakan menonton di kalangan Babes (wanita penggemar sepakbola). 2.3 Variabel Penelitian Variabel Terikat (Y)Tindakan menonton di kalangan Babes(wanita penggemar sepakbola) Variabel bebas (X) Program Tayangan Liga Inggris (BPL) musim kompetisi 2014-2015 2.4 Operasional Variabel Tabel 2.1 Tabel operasional variabel 2.5 Defenisi Operasional Variabel Teoritis Variabel Operasional • Variabel Bebas (X) Program Tayangan Liga (BPL) musim kompetisi 2014-2015 Inggris • Jam tayang Program Durasi Program • Frekuensi • Strategi Program • Format Acara Variabel Terikat (Y) Tindakan Menonton • dikalangan Babes Jumlah jam yang digunakan untuk menonton setiap hari • Lamanya waktu menonton setiap tayangan di televisi • Keterlibatan dalam menonton acara televisi Karakteristik Responden • Pengungkapan di televise • Usia • Pekerjaan Responden • Pendidikan • Pengeluaran Perbulan Definisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Definisi operasional adalah suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur variabel-variabel. Definisi operasional juga merupakan suatu informasi alamiah yang sangat membantu peneliti lain yang akan menggunakan variabel yang sama (dalam Singarimbun, 2006: 46) Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah dikemukakan, maka agar lebih memudahkan dalam operasionalnya di dalam memecahkan masalah, maka dibutuhkan definisi operasional variabel, yaitu sebagai berikut: 1. Variabel Bebas (X), Tayangan Liga Inggris (BPL) musim kompetisi 2014-2015 a. Jam tayang program adalah jam (waktu) penayangan program tayangan Liga Inggris di televisi b. Durasi program adalah lama penayangan program tayangan Liga Inggris di televisi c. Frekwensi program adalah intensitas penayangan program tayangan Liga Inggris di televisi d. Strategi Program tayangan adalah strategi yang digunakan dalam mengemas penayangan program tayangan Liga Inggris di televisi e. Format acara adalah cara yang digunakan dalam penyajian penyangan program tayangan Liga Ingris di televisi 2. Variabel Terikat (Y), tindakan menonton di kalangan Babes (wanita penggemar sepakbola). a. Jumlah jam yang digunakan untuk menonton setiap harinya adalah banyaknya waktu atau intensitas yang digunakan untuk menonton televisi dalam sehari. b. Lamanya menonton setiap tayangan adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menonton setiap acara di televisi. c. Keterlibatan dalam menonton televisi adalah menunjukkan tingkat kedalaman emosi dengan acara yang ditontonnya, yang ditandai dengan rasa senang jika bisa menonton dan rasa kecewa jika tidak bisa menonton. d. Pengungkapan di televisi adalah merupakan kejelasan bahasa atau gambar yang digunakan untuk mengungkapkan suatu tayangan di televisi sehingga kelihatan nyata. 3. Karakteristik Responden adalah data responden a. Usia b. Pekerjaan c. Pendidikan d. Penghasilan perbulan 2.2 Hipotesis Hipotesis secara etimologis terbentuk dari dua kata, yaitu hypo dan thesis. Hypo berarti kurang dan thesis berarti pendapat. Jadi hipotesis merupakan kesimpulan yang belum sempurna, sehingga disempurnakan dengan membuktikan kebenaran hipotesis, yaitu dengan menguji hipotesis dengan data di lapangan (Bungin, 2011: 90). Adapun Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H0: Tidak terdapat hubungan antara Program tayangan Liga Inggris (BPL) terhadap Tindakan Menonton Di Kalangan Babes (Perempuan Anggota Fans Club) CISC (Chelsea Indonesia Suporters Club) regional Medan Dan UI (United Indonesia) regional Medan. Ha: Terdapat hubungan antara Program tayangan Liga Inggris (BPL) terhadap Tindakan Menonton Di Kalangan Babes (Perempuan Anggota fans club) CISC (Chelsea Indonesia Suporters Club) regional Medan Dan UI (United Indonesia) regional Medan.