BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori Ketika suatu masalah

advertisement
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 Kerangka Teori
Ketika suatu masalah penelitian telah ditemukan, maka peneliti mencoba
membahas masalah tersebut dengan teori-teori yang dipilihnya dan diangap mampu
menjawab masalah yang dihadapi peneliti (Bungin, 2011:31). Setiap penelitian bersifat
ilmiah dan memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan
atau menyoroti permasalahannya. Oleh karena itu perlu disusun kerangka teori yang
memuat pokok-pokok pikiran yang mengambarkan dari sudut pandang mana masalah
akan disoroti (Nawawi, 2001: 39 – 41)
Kajian yang bersifat teoritis/kepustakaan perlu disusun untuk memuat pokokpokok pikiran yang menggambarkan dari sudut pandang apakah masalah peneliti akan
diteliti sekaligus sebagai landasan atau pondasi dari penelitian, maka teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah :
2.1.1
2.1.1.1
Komunikasi
Definisi Komunikasi
Komunikasi adalah proses penyampaian pesan yang dilakukan oleh seorang
kepada orang lain untuk memberi tahu atau merubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik
langsung secara lisan maupun tidak langsung melalui media. Istilah komunikasi atau
dalam bahasa Inggris Communication berasal dari bahasa latin, communicatio dan
bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah
kesamaan makna (Effendy, 2002: 9)
Ada begitu banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli dari berbagai sudut
pandang mereka masing-masing. Menurut Carl I. Hovland, komunikasi adalah proses
yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya
lambang-lambang verbal) untuk mengubah prilaku orang lain (komunikan) (dalam
Mulyana, 2008: 68).
Menurut Laswell (dalam Mulyana, 2008: 69) komunikasi adalah : “who says what
in which chanell to whom with what effect”. Jadi jika dijabarkan akan terdapat lima unsur
atau komponen di dalam komunikasi, yaitu:
1. Siapa yang mengatakan
Komunikator (communicator)
2. Apa yang dikatakan
Pesan (message)
3. Media apa yang digunakan
Media (channel)
4. Kepada siapa pesan disampaikan
Komunikan (Communicant)
5. Akibat apa yang terjadi
Efek (effect)
Everett M. Rogers dan Lawrence Kincaid menyatakan bahwa komunikasi adalah
suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran
informasi antara satu sama lain, yang pada gilirannya terjadi saling pengertian yang
mendalam. Menurut Barnuld Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan
untuk mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan dan
memperkuat ego. Menurut Weaver komunikasi adalah seluruh prosedur melalui pikiran
seseorang dapat mempengaruhi pikiran orang lainnya (Fajar, 2009: 30-31).
Dari definisi-definisi yang dikemukakan diatas, tentu belum mewakili semua
definisi para ahli. Namun gambaran dari definisi yang dikemukakan diatas bahwa
komunikasi dilakukan mempunyai tujuan yakni untuk mengubah dan membentuk prilaku
orang-orang lainnya yang menjadi sasasran komunikasi (Fajar, 2009: 31-33).
2.1.1.2
Karakteristik Komunikasi
Adapun karakteristik komunikasi itu sendiri adalah (Fajar, 2009: 33-34):
1. Komunikasi suatu proses
Komunikasi sebagai suatu proses artinya bahwa komunikasi merupakan
serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan serta
berkaitan satu dengan lainnya dalam kurun waktu tertentu.
2. Komunikasi adalah upaya yang disengaja dan mempunyai tujuan.
Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja, serta sesuai
dengan tujuan atau keinginan pelakunya. Pengertian sadar disini menunjukkan bahwa
kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang sepenuhnya berada dalam mental
psikologis yang terkendali bukan dalam keadaan mimpi. Disengaja maksudnya bahwa
komunikasi yang dilakukan memang sesuai dengan kemauan dari pelakunya sementara
tujuan menunjuk pada hasil atau akibat yang ingin dicapai.
3. Komunikasi menurut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang terlibat.
Kegiatan komunikasi berlangsung baik apabila pihak-pihak yang berkomunikasi (dua
orang atau lebih) sama-sama ikut terlibat dan mempunyai perhatian yang sama terhadap
topik pesan yang dikomunikasikan.
4. Komunikasi bersifat simbolis
Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan
menggunakan lambing-lambang (simbol), misalnya bahasa.
5. Komunikasi bersifat transaksional
Komunikasi pada dasarnya menuntut tindakan memberi dan menerima. Dua tindakan
tersebut tentunya perlu dilakukan secara seimbang atau proporsional oleh masing-masing
pelaku yang terlibat dalam komunikasi.
6. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu
Maksudnya adalah bahwa para peseta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak
harus hadir pada waktu serta tempat yang sama. Dengan adanya berbagai produk
teknologi komunikasi ruang dan waktu bukan lagi menjadi hambatan dalam
berkomunikasi.
2.1.1.3
Unsur-Unsur Komunikasi
Proses komunikasi terdiri dari berbagai macam unsur, cara pandang atau elemen
yang mendukung proses tersebut dapat terjadi. Ada yang menilai bahwa terciptanya
proses komunikasi cukup didukung oleh tiga unsur, sementara ada juga yang
menambahkan umpan balik dan lingkungan selain kelima unsur yang telah disebutkan.
Perkembanga terakhir adalah munculnya pandangan dari Joseph De Vito, K Sereno dan
Erika Vora yang menilai faktor lingkungan merupakan unsur yang tidak kalah pentingnya
dalam mendukung terjadinya proses komunikasi. Adapun unsur-unsur tersebut adalah
sebagai berikut (Cangara, 2006: 22-26).
a. Sumber
Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim
informasi. Dalam komunikasi antar manusia sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi
bisa juga dalam bentuk kelompok misalnya partai, organisasi atau lembaga. Sumber
sering disebut pengirim, komunikator atau dalam bahasa Inggrisnya disebur source,
sender atau Encoder.
b. Pesan
Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan
pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau
melalui media komunikasi yang isinya berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi,
nasihat atau propaganda. Dalam bahasa Inggrisnya biasa diterjemahkan dengan kata
message, content atau information.
c. Media
Media adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada
penerima. Dalam komunikasi massa, media adalah alat yang menghubungkan antara
sumber dan penerima yang sifatnya terbuka, dimana setiap orang dapat melihat, membaca
atau mendengarnya. Media dalam
komunikasi masa dapat dibedakan menjadi dua
jenis yakni media cetak dan elektronik. Media cetak seperti halnya surat kabar, majalah,
buku, leaflet,
brosur, stiker, hand out dan sebagainya. Sedangkan media elektronik
antara lain : radio, televisi dan sebagainya.
d. Penerima
Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima
bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai atau negara.
Penerima adalah elemen penting dalam proses komunikasi karena dialah yang menjadi
sasaran dari komunikasi. Jika suatu pesan tidak diterima oleh penerima akan
menimbulkan berbagai macam masalah yang seringkali menuntut perubahan, apakah
pada sumber, pesan atau saluran.
e. Pengaruh
Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan
dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi
pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang.
f.
Tanggapan balik
Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu bentuk daripada
pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya umpan balik bisa juga
berasal dari unsur lain seperti pesan dan media, meski pesan belum sampai pada
penerima.
g. Lingkungan
Lingkungan atau situasi adalah faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi jalannya
komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan atas empat
macam yakni lingkungan fisik,
lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis, dan dimensi waktu.
2.1.1.4
Gangguan Dan Rintangan Komunikasi
Jika melihat hakikat komunikasi sebagai suatu sistem, maka gangguan
komunikasi bias terjadi pada semua elemen atau unsur-unsur yang mendukungnya,
termasuk faktor lingkungan dimana komunikasi itu terjadi. Menurut Shanon dan Weaver
(dalam Cangara, 2006: 131). gangguan komunikasi terjadi jika terdapat intervensi yang
menganggu salah satu elemen komunikasi, sehingga proses tidak dapat berlangsung
secara efektif. Sedangkan rintangan komunikasi dimaksudkan adalah adanya hambatan
yang membuat proses komunikasi tidak dapat berlangsung sebagaimana harapan
komunikator dan penerima (Cangara, 2006: 131).
Gangguan atau rintangan komunikasi pada dasarnya dapat dibedakan atas tujuh
macam, yakni (Cangara, 2006: 131-134):
a. Gangguan Teknis
Gangguan teknis terjadi jika salah satu alat komunikasi yang digunakan dalam
berkomunikasi mengalami gangguan, sehingga informasi yang ditransmisi
melalui saluran mengalami kerusakan (chanel noise), misalnya gangguan pada stasiun
radio atau televisi sehingga suara menjadi berisik dan semacamnya.
b. Gangguan Semantik
Gangguan semantik adalah gangguan komunikasi yang disebabkan karena kesalahan pada
bahasa yang digunakan. Gangguan semantik sering terjadi karena:
i. Kata-kata yang digunakan terlalu banyak memakai jargon bahasa asing sehingga sulit
dimengerti oleh khalayak tertentu.
ii. Bahasa yang digunakan pembicara berbeda dengan bahasa yang digunakan oleh
penerima.
iii. Struktur bahasa yang digunakan tidak sebagaimana mestinya, sehingga membingungkan
penerima.
iv. Latar belakang budaya yang berbeda sehingga menyebabkan salah persepsi terhadap
simbol-simbol yang digunakan.
c. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis terjadi karena adanya gangguan yang disebabkan oleh persoalanpersoalan dalam diri individu. Misalnya rasa curiga penerima kepada sumber, situasi
berduka atau karena gangguan kejiwaan sehingga dalam penerimaan dan pemberian
informasi tidak sempurna.
d. Rintangan Fisik
Rintangan fisik adalah rintangan yang disebabkan kondisi geografis misalnya jarak yang
sangat jauh sehingga sulit dicapai, tidak hanya sarana kantor pos, kantor telepon, jalur
trasportasi dan sebagainya.
e. Rintangan Status
Rintangan status adalah rintangan yang disebabkan karena jarak sosial diantara peserta
komunikasi, misalnya perbedaan status antara senior dan junior atau antara atasan dan
bawahan.
f.
Rintangan Kerangka Berfikir
Merupakan rintangan yang disebabkan adanya perbedaan persepsi antara komunikator
dan khalayak terhadap pesan yang digunakan dalam komunikasi. Ini disebabkan karena
adanya latar belakang dan pengalaman yang berbeda.
g. Rintangan Budaya
Rintangan budaya adalah rintangan yang terjadi disebabkan karena adanya perbedaan
norma, kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut oleh pihak-pihak yang terlibat dalam suatu
proses komunikasi.
2.1.1.5 Tujuan dan Fungsi Komunikasi
Pentingnya komunikasi dalam kehidupan memiliki tujuan, sehingga dapat diketahui
untuk apa komunikasi dilakukan. Secara umum, tujuan komunikasi (Effendy, 2005:8)
ialah:
1)
Mengubah sikap (to change the attitude)
2)
Mengubah opini/ pendapat/ pandangan (to change the opinion)
3)
Mengubah perilaku (to change the behaviour)
4)
Mengubah masyarakat (to change the society)
Komunikasi dapat membentuk sikap seseorang serta bagaimana sikap itu dapat
berubah, sebab melalui proses komunikasi dapat memengaruhi tindakan seseorang,
misalnya seorang anak yang memiliki sikap tidak patuh dan suka melawan kepada kedua
orang tuanya, namun bisa saja anak tersebut menjadi patuh dan taat terhadap orang
tuanya, karena hasil belajar dari pengalaman dalam faktor lingkungan yang menyebabkan
si anak memiliki perubahan dalam sikapnya. (Effendy, 2003:25)
Sama halnya dengan mengubah opini, perilaku dan mengubah masyarakat. Manusia
dapat saling mengemukakan opininya dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh masingmasing individu/kelompok, sehingga melalui komunikasi mereka dapat mengambil
keputusan yang tepat serta mengubah perilaku mereka menjadi pribadi yang lebih baik.
Namun tidak mudah untuk mengubah masyarakat, sebab perlu komunikasi yang lebih
dekat dan menyeluruh seperti komunikasi penyuluhan mengenai Keluarga Berencana
(KB) dalam sebuah desa, agar informasi-informasi mengenai hal tersebut dapat diterima
seluruhnya oleh masyarakat bahwa pentingnya untuk ber-KB dalam sebuah keluarga.
Begitu juga dengan kegiatan bergotong-royong di sebuah desa, dilakukan demi
tercapainya hubungan yang harmonis antar penduduk desa dan menciptakan desa yang
bersih nan indah. Adanya ilmu pengetahuan memungkinkan orang bersikap dan bertindak
sebagai anggota masyarakat menyebabkan mereka sadar akan fungsi sosialnya sehingga
menjadi aktif dalam masyarakat. (Effendy, 2003:26)
Sedangkan fungsi komunikasi menurut Harold D. Laswell (Effendy, 2003:27) yaitu:
1)
Manusia mengamati lingkungannya, baik lingkungan internal maupun eksternal untuk
terhindar dari ancaman dan nilai masyarakat yang berpengaruh.
2)
Terdapat korelasi unsur-unsur masyarakat dalam menanggapi lingkungannya
3)
Penyebaran warisan sosial, dalam hal ini berperan sebagai pendidik dalam kehidupan
rumah tangga maupun sekolah untuk meneruskan warisan sosial pada keturunan
selanjutnya.
Lebih singkatnya, fungsi komunikasi itu (Effendy, 2005:8) ialah:
1)
Menginformasikan (to inform)
2)
Mendidik (to educate)
3)
Menghibur (to entertain)
4)
Mempengaruhi (to influence)
Penjelasan dari fungsi-fungsi tersebut ialah komunikasi tentunya memberikan
informasi mengenai sesuatu hal yang kita inginkan, sehingga kita bisa mengetahuinya.
Misalnya, dalam lingkungan sekolah, seorang guru menjelaskan mengenai pelajaran
kepada siswa-siswanya, sehingga dalam proses belajar mengajar tersebut para siswa
menjadi tahu tentang apa yang diterangkan oleh gurunya. Dan secara langsung, guru telah
mendidik sehingga memengaruhi para siswanya untuk rajin belajar, baik di rumah
maupun di sekolah. Acara komedi di televisi, buku cerita lucu, perform seorang badut dan
pesulap dalam sebuah pesta ulang tahun dan sebagainya, itu semua dilakukan untuk
penyegaran semata dan sebagai kesenangan individu maupun kelompok.
2.1.2 Komunikasi Massa
2.1.2.1 Definisi Komunikasi Massa
Komunikasi massa (mass communication) merupakan bentuk komunikasi yang
menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan
secara massal, berjumlah banyak, bertempat tingal yang jauh (terpencar), sangat
heterogen, dan menimbulkan efek tertentu (Ardianto, 2004: 3)
Komunikasi
massa
merupakan
suatu
tipe
komunikasi
manusia
(human
communication) yang lahir bersamaan dengan mulai digunakannya alat-alat mekanik,
yang mampu melipatgandakan pesan-pesan komunikasi (Wiryanto, 2000: 1). Komunikasi
massa juga dapat di definisikan sebagai proses penggunaan sebuah medium massa untuk
mengirim pesan kepada audiens yang luas untuk tujuan memberi informasi, menghibur,
atau membujuk (Vivian, 2008: 450).
Banyak definisi tentang komunikasi massa yang telah dikemukakan oleh para ahli
komunikasi, tetapi dari sekian banyak definisi itu ada benang merah kesamaan definisi
satu sama lain, pada dasarnya komunikasi massa melalui media massa (cetak dan
elektronik) terdapat sebuah definisi yang dikemukakan oleh W Gamble dan Teri Kwal
Gamble, Menurut mereka sesuatu bisa didefinisikan sebagai komunikasi massa jika
mencakup (Nurdin, 2003: 16):
1. Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern untuk
menyebarkan atau memancarkan pesan secara cepat kepada khalayak yang tersebar luas.
Pesan itu disebarkan melalui media modern pula, antara lain surat kabar, majalah,
televisi, film atau gabungan diantara media tersebut.
2. Komunikator dalam media massa dalam menyebarkan pesan-pesannya bermaksud
mencoba berbagai pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling kenal atau
mengetahui satu sama lain. Anonimitas audiens dalam komunikasi massa inilah yang
membedakan dengan jenis komunikasi yang lain. Bahkan pengirim dan penerima pesan
tidak mengenal satu sama lain.
3. Pesan adalah publik. Artinya bahwa pesan ini didapatkan dan diterima oleh banyak orang.
Karena itu, diartikan milik publik.
4. Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi formal seperti jaringan, ikatan
atau perkumpulan. Dengan kata lain, komunikatornya tidak berasal dari seseorang, tetapi
lembaga. Lembaga ini biasanya berorientasi pada keuntungan bukan organisasi sukarela
atau nirlaba.
5. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper, artinya pesan-pesan yang disebarkan atau
dipancarkan dikontrol oleh sejumlah individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan
oleh media massa. Berbeda dengan komunikasi antar pribadi, kelompok atau publik
dimana yang mengontrol tidak oleh sejumlah individu. Beberapa individu dalam
komunikasi massa ikut berperan membatasi , memperluas pesan yang disiarkan.
Contohnya adalah seorang reporter, editor film, penjaga rubrik dan lembaga sensor lain
dalam media bisa berfungsi sebagai gatekeeper.
6. Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda. Dalam jenis komunikasi lain
umpan balik bisa bersifat langsung. Misalnya, dalam komunikasi antar personal dalam
komunikasi ini umpan balik langsung dilakukan, tetapi komunikasi yang dilakukan lewat
surat kabar tidak bisa langsung dilakukan alias tertunda (delayed).
Media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara
serempak, cepat kepada audiens yang luas dan heterogen. Kelebihan media massa
disbanding dengan jenis komuikasi lainnya adalah ia bisa mengatasi hambatan ruang dan
waktu, bahkan media massa mampu menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu
yang tidak terbatas.
2.1.2.2 Fungsi Komunikasi Massa Bagi masyarakat
Fungsi komunikasi massa menurut Jay Black dan Federick C. Whitney (dalam
Nurdin, 2004: 62) antara lain:
1.To Inform (menginformasikan)
Fungsi informasi merupakan fungsi paling penting yang terdapat dalam komunikasi
massa. Komponen paling penting untuk mengetahui fungsi informasi ini adalah beritaberita yang disajikan. Fakta-fakta yang dicari wartawan di lapangan kemudian dituangkan
dalam tulisan juga tidak terkecuali sebagai informasi. Fakta yang dimaksud adalah
kejadian yang benar-benar terjadi di masyarakat.
2.To entertain (memberi hiburan)
Fungsi hiburan bagi sebuah media elektronik menduduki fungsi paling tinggi
dibandingkan dengan fungsi lainnya. Misalnya, masyarakat kita masih menjadikan media
televisi sebagai media hiburan. Tayangan sepak bola Liga Inggris (BPL) juga memiliki
fungsi menghibur dalam komunikasi massa.
3.To persuade (Membujuk)
Banyak bentuk tulisan dalam media massa yang jika diperhatikan sekilas hanya berupa
informasi, tetapi jika diperhatikan secara jeli ternyata terdapat fungsi persuasi seperti
iklan pada televisi dan surat kabar.
4. Transmission of Culture (transmisi budaya)
Transmisi budaya adalah salah satu fungsi komunikasi massa yang paling luas,meskipun
paling sedikit di perbincangkan.
Fungsi komunikasi massa bagi masyarakat menurut Dominick terdiri dari (Ardianto,
2004: 15-18) yaitu:
a. Surveliance (pengawasan)
Fungsi pengawasan komunikasi massa dibagi dalam bentuk utama yaitu:
1. Warning or beware surveillance ( pengawasan peringatan). Fungsi pengawasan
peringatan terjadi ketika media massa mengonfirmasikan tentang ancaman dari bencana
alam, kondisi efek yang memprihatinkan, tayangan inflasi atau serangan militer.
Peringatan ini dengan serta merta dapat menjadi ancaman. Sebuah stasiun televisi
mengelola program untuk menayangkan sebuah peringatan atau menayangkannya dalam
jangka panjang.
2. Instrumental surveillance (pengawasan instrumental). Fungsi ini adalah penyampaian
atau penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak
dalam kehidupan sehari-hari.
b. Interpretation (penafsiran)
Fungsi penafsiran hampir mirip dengan fungsi pengawasan. Media massa tidak hanya
memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian
penting. Organisasi atau industri media memilih dan memutuskan peristiwa-peristiwa
yang dimuat atau ditayangkan. Tujuan penafsiran media ingin mengajak para pembaca
atau pemirsa untuk memperluas wawasan dan membahasnya lebih lanjut dalam
komunikasi antar personal atau komunikasi kelompok.
c. Linkage (pertalian)
Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga membentuk
linkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu.
Kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan yang sama tetapi terpisah secara
geografis dipertalikan atau dihubungkan oleh media.
d. Transmission of Values (penyebaran nilai-nilai)
Fungsi penyebaran nilai tidak kentara. Fungsi ini dapat disebut juga sebagai sosialisasi.
Sosialisasi mengacu kepada cara, dimana individu mengadopsi prilaku atau nilai
kelompok. Media massa memperlihatkan kepada kita bagaimana mereka bertindak dan
apa yang diharapkan mereka. Dengan perkataan lain, media mewakili kita dengan model
peran yang kita amati dan harapkan untuk menirunya. Media televisi adalah media yang
paling berpotensi dalam terjadinya sosialisasi. Seperti adanya penelitian yang
menunjukkan bahwa remaja belajar tentang prilaku berpacaran dari menonton televisi
yang mengisahkan tentang pacaran yang agak liberal atau bebas.
e. Entertainment (hiburan)
Sulit untuk dibantah lagi bahwa pada kenyataanya hampir semua media menjalankan
fungsi hiburan. Televisi adalah media massa yang mengutamakan sajian hiburan, hampir
tiga perempat bentuk siaran televisi adalah tayangan hiburan.
2.1.2.3 Sifat-Sifat Komunikasi Massa
Ada beberapa sifat yang melekat dalam komunikasi massa dan sekaligus
membedakannya dengan bentuk komunikasi yang lainnya. Sifat-sifat yang dimaksud
adalah (Fajar, 2009: 222-225):
1. Sifat komunikator
Sesuai dengan hakikatnya, didalam sifat penggunaan media atau saluran secara
professional dengan teknologi tinggi melalui usaha-usaha industri maka kepemilikan
media massa bersifat lembaga, yayasan, organisasi usaha yang mempunyai struktur
danpenjelmaan tugas, fungsi-fungsi serta misi tertentu. Pesan-pesan yang terbit dari suatu
media massa sesungguhnya bukan berasal dari perorangan, tetapi dari rembukan bersama,
olahan redaksi atau keputusan kebijaksanaan organisasi yang menerbitkannya.
2. Sifat pesan
Pesan dalam komunikasi massa bersifat umum, universal tentang berbagai hal dari
berbagai tempat di muka bumi. Sementara itu, isi media massa adalah tentang berbagai
peristiwa apa saja yang patut diketahui oleh masyarakat umum.
3. Sifat media massa
Salah satu cirri yang paling khas dalam komunikasi massa adalah sifat media massa.
Komunikasi massa dampaknya lebih bertumpu pada andalan teknologi, hal ini berfungsi
mengatur hubungan antara komunikator dengan komunikan yang dilakukan secara
serempak dan menjangkau berbagai titik-titik pemukiman manusia di muka bumi pada
waktu yang sama.
4. Sifat komunikan
Komunikan dalam suatu komunikasi massa adalah masyarakat umum yang sangat
beragam, heterogen dalam segi demografis, geografis maupun psikologis.
5. Sifat efek
Secara umum komunikasi massa mempunyai tiga efek. Berdasarkan teori hierarki efek
yaitu:
a) Efek kognitif, pesan komunikasi massa mengakibatkan khalayak berubah dalam hal
pengetahuan, pandangan dan pendapat terhadap sesuatu yang diperolehnya
b) Efek afektif, dimana pesan komunikasi massa mengakibatkan berubahnya perasaan
tertentu pada khalayak. Orang dapat menjadi marah atau berkurang rasa senangnya ketika
menonton televisi, atau membaca surat kabar.
c) Efek konatif, dimana pesan komunikasi massa mengakibatkan orang mengambil
keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Umpan balik dari komunikasi massa biasanya bersifat tertunda daripada umpan balik
langsung dalam komunikasi antar pribadi. Maksudnya adalah pengembalian reaksi
terhadap suatu pesan kepada sumbernya tidak terjadi pada saat yang sama, melainkan
ditunda setelah media itu beredar, atau pesannya itu memasuki kehidupan suatu
masyarakat tertentu.
2.1.2.4 Teori Ketergantungan Media (Media Dependensi)
Teori
ketergantungan
sistem
media
berasumsi
bahwa
semakin
orang
menggantungkan kebutuhannya untuk dipenuhi oleh penggunaan media, semakin
penting peran media dalam hidup orang tersebut sehingga media akan semakin memiliki
pengaruh kepada orang tersebut.
Melvin DeFleur dan Sandra Ball Rokeach (1975, 261-263) telah memberikan
penjelasan yang lebih utuh ke dalam beberapa pernyataan. Pertama, “dasar pengaruh
media terletak pada hubungan antara sistem sosial yang lebih besar, peranan media di
dalam sistem tersebut, dan hubungan khalayak terhadap media”. Efek terjadi bukan
karena semua media berkuasa atau sumber yang kuat mendorong kejadian tersebut, tetapi
karena media bekerja dengan cara tertentu dalam sebuah sistem sosial tertentu memenuhi
keinginan dan kebutuhan khalayak tertentu.
Kedua, “derajat ketergantungan khalayak terhadap informasi media adalah
variabel kunci dalam memahami kapan dan bagaimana pesan media mengubah
keyakinan, perasaan, atau perilaku khalayak”. Kejadian dan bentuk efek media akhirnya
bergantung pada khalayak serta hubungan dengan seberapa penting sebuah medium atau
pesan tertentu terhadap mereka. Penggunaan media oleh orang – orang menentukan
pengaruh media. Jika kita bergantung pada banyak sumber selain media untuk
mendapatkan informasi mengenai suatu peristiwa, maka peranan media lebih sedikit
daripada jika kita bergantung sepenuhnya pada sumber media yang sedikit.
Ketiga, “dalam masyarakat industri, kita menjadi semakin bergantung pada
media (a) untuk memahami dunia sosial, (b) untuk bertindak dengan benar dan efektif di
dalam masyarakat, serta (c) untuk fantasi dan pelarian”. Ketika dunia semakin rumit dan
berubah semakin cepat, maka kita tidak hanya semakin besar membutuhkan media untuk
membantu kita memahami dan mengerti respon terbaik yang bisa kita berikan serta
membantu kita santai dan bertahan, tetapi juga kita pada akhirnya tahu sebagian besar
dunia melalui media tersebut. Teman – teman dan keluarga barangkali tidak tahu banyak
mengenai apa yang terjadi di dunia sosial yang lebih besar kecuali dari apa yang mereka
pelajari di media. Ketika kita menggunakan media untuk memaknai dunia sosial, maka
kita mengizinkan membentuk pengharapan kita.
Terakhir yang keempat, “semakin besar kebutuhan sehingga semakin besar
ketergantungan semakin besar kemungkinan” bahwa media dan pesan yang mereka
produksi akan memiliki efek. Tidak semua orang akan dipengaruhi secara sama oleh
media. Mereka yang memiliki kebutuhan yang lebih, yang lebih bergantung pada media,
akan paling terpengaruh.
2.1.3
Televisi
Salah satu media dalam komunikasi adalah televisi, dari semua media
komunikasi yang ada, televisilah yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia
(Ardianto, 2004: 125). Menurut Effendy (2002: 21) yang dimaksud dengan televisi adalah
siaran yang merupakan media dari jaringan komunikasi dengan ciri-ciri yang dimiliki
komunikasi massa, yaitu berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga, pesannya
bersifat umum, sasarannya menimbulkan keserempakan dan komunikatornya bersifat
heterogen.
Televisi merupakan media massa yang sangat besar manfaatnya, karena dalam
batas waktu yang relatif singkat dapat menjangkau wilayah dan jumlah penonton yang
tidak terbatas (Darwanto, 2005: 26). Bahkan peristiwa yang terjadi pada saat itu
juga,dapat segera di lihat sepenuhnya oleh penonton di belahan bumi yang lain seperti
pada halnya tayangan siaran langsung Liga Inggris yang dapat di tonton secara langsung
oleh penonton di Indonesia.
Kritikus sosial Michael Novak (dalam Vivian, 2008: 226) mengatakan: “Televisi
adalah pembentuk geografi jiwa. Televisi membangun struktur ekspektasi jiwa secara
bertahap, selama bertahun-tahun. Televisi mengajari pikiran yang belum matang dan
mengajari mereka cara berfikir”.
2.1.3.1 Sejarah Singkat Televisi
Televisi ditemukan oleh para ilmuan pada akhir abad 19 dengan melakukan
berbagai eksperimen. Penelitian ini dilakukan oleh James Clark Maxwell dan Heinrich
Hertz, serta penemuan Marconi pada tahun 1890. Paul Nikpow dan Wiliam Jenkins
melalui eksperimennya menemukan metode pengiriman gambar melalui kabel. Televisi
digunakan sebagai pesawat transmisi dimulai pada tahun 1925 dengan menggunakan
metode mekanikal dari Jenkins. Pada tahun 1928 General Electronic Company memulai
menyelengarakan acara siaran televisi secara reguler. Pada tahun 1939 Presiden Franklin
D. Roosevelt tampil di layar televisi. Sedangkan siaran televisi komersial Amerika
Serikat dimulai pada 1 september 1940 (Ardianto, 2004: 126-127).
Televisi
mengalami
perkembangan
secara
dramatis,
terutama
melalui
pertumbuhan televisi kabel. Transmisi program televisi kabel menjangkau seluruh
pelosok negeri dengan bantuan satelit dan diterima langung pada layar televisi rumah
dengan menggunakan wire yang membuka tambahan saluran televisi bagi pemirsa
(Ardianto dan Erdinaya, 2004: 125).
2.1.3.2 Siaran Televisi di Indonesia
Televisi adalah suatu media komunikasi yang selalu mencari bahan hiburan.
Hampir semua orang dapat memanfaatkan informasi yang disajikan secara masal oleh
televisi (Bland, dkk, 2001: 88). Kemunculan televisi pada tahun 1939 awalnya ditanggapi
biasa saja oleh masyarakat. Harga pesawat televisi ketika itu masih mahal, selain itu
belum tersedia banyak program untuk disaksikan. Kemunculan televisi di Indonesia
dimulai pada tahun 1962 saat TVRI (Televisi Republik Indonesia) menayangkan secara
langsung upacara bendera hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia ke-17 pada tanggal 17
Agustus 1962 dan masih siaran percobaan. Siaran resmi TVRI baru dimulai pada 24
Agustus 1962 jam 14.30 WIB yang menyiarkan secara langsung upacara pembukaan
Asian Games ke-4 dari stadion utama Gelora Bung Karno (Morissan, 2008: 6-9).
Sejak pemerintah Indonesia membuka TVRI, maka selama 27 tahun penonton
televisi di Indonesia hanya dapat menonton satu siaran televisi. Barulah pada tahun 1989
pemerintah memberikan izin operasi kepada kelompok usaha bimantara untuk membuka
stasiun televisi RCTI yang merupakan televisi swasta pertama di Indonesia, disusl
kemudian dengan SCTV, Indosiar, ANTV dan TPI. (Morissan, 2008: 6-9).
Gerakan reformasi pada tahun 1998 telah memicu perkembangan industri media
massa khususnya televisi. Seiring dengan itu, kebutuhan masyarakat terhadap informasi
juga semakin bertambah. Menjelang tahun 2000 muncul hampir secara serentak lima
televisi swasta baru (Metro TV, Trans TV, TV7, Lativi dan Global TV). Serta beberapa
televisi daerah yang saat ini jumlahnya mencapai puluhan stasiun televisi lokal. Tidak
ketinggalan pula munculnya televisi berlangganan yang menyajikan program dalam dan
luar negeri (Morrisan, 2008: 9).
Setelah Undang-undang Penyiaran disahkan pada tahun 2002, jumlah stasiun
televisi baru di Indonesia diperkirakan akan terus bermunculan. Khususnya di daerah
terbagi kedalam empat kategori yaitu televisi publik, televisi swasta, televisi
berlangganan dan televisi komunitas. Hingga Juli 2002, jumlah orang yang memiliki
pesawat televisi mencapai 25 juta. Kini penonton Indonesia memiliki banyak pilihan
untuk menikmati berbagai program televisi (Morrisan, 2008: 10).
2.1.3.3 Karakteristik Televisi
Terdapat beberapa karakteristik televisi (Ardianto, 2004: 128-130)
1. Audiovisual
Televisi memiliki kelebihan, yakni dapat didengar sekaligus dapat dilihat (audiovisual).
Karena sifatnya yang audiovisual maka secara siaran berita harus dilengkapi dengan
gambar, baik gambar diam seperti foto, gambar peta (Still picture), maupun film berita
yakni rekaman yang menjadi topik berita. Oleh karena itu, dalam pengambilan gambar
momennya harus tepat serta kualitas rekamannya haruslah baik.
2. Berfikir dalam gambar
Pihak yang bertanggung jawab atas kelancaran acara televisi adalah pengarah acara. Bila
dia membuat naskah acara atau membaca naskah acara, ia harus berfikir dalam gambar
(think in picture). Begitu pula bagi seorang komunikator yang menyampaikan informasi,
pendidikan atau persuasi, sebaiknya ia dapat melakukan berfikir dalam gambar.
Sekalipun ia tidak membuat naskah, ia dapat menyampaikan keingginanya pada pengarah
acara tentang penggambaran atau visualisasi dari acara tersebut.
3. Pengoperasian lebih kompleks
Pengoprasian televisi lebih kompeks dibandingkan dengan pengoprasian radio siaran,
karena lebih banyak melibatkan orang. Peralatan yang digunakan pun lebih banyak dan
untuk mengoprasikannya lebih rumit dan harus dilakukan oleh orang-orang yang terampil
dan terlatih. Dengan demikian media televisi lebih mahal daripada surat kabar, majalah,
dan radio siaran.
Fungsi televisi sama dengan fungsi media massa lainnya (surat kabar dan radio
siaran), yakni memberi informasi, mendidik, menghibur dan membujuk. Tetapi fungsi
menghibur lebih dominan pada media televisi karena pada umunya tujuan khalayak
menonton televisi adalah untuk memperoleh hiburan, selanjutnya untuk memperoleh
informasi (Ardianto dan Erdinaya, 2004: 128).
2.1.3.4 Tayangan Televisi
Tayangan adalah sesuatu yang ditayangkan (dipertunjukkan); pertunjukan (film
dan sebagainya) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 1151). Jadi tayangan dapat
diartikan sesuatu yang dipertunjukkan kepada khalayak baik berupa film, berita, hiburan
dan sebagainya, melalui suatu media elektronik yang dapat menampilkan gambar dan
suara (media audio-visual) dalam hal ini adalah televisi. Tayangan pada televisi adalah
sistem elektronik yang mengirimkan gambar diam dan gambar hidup bersama suara
melalui kabel dan ruang. Sistem ini menggunakan peralatan yang mengubah cahaya dan
suara kedalam gelombang elektrik dan mengkorversinya kembali kedalam cahaya dan
suara yang dapat di dengar.
Program televisi ialah bahan yang telah disusun dalam suatu format sajian dengan
unsur video yang ditunjang unsur audio yang secara teknis memenuhi standar estetik dan
artistik yang berlaku (Sutisno, 1993: 9). Setiap program televisi punya sasaran yang jelas
dan tujuan yang akan dicapai. Ada lima parameter dalam penyusunan program siaran
televisi, diantaranya yaitu: (Sutisno, 1993: 9).
1. Landasan filosofis
Yang mendasari tujuan semua program; Landasan yang menyangkut segala
program ialah Pancasila dan UUD 1945. Landasan ini tetap,
macam
sedangkan aspek hukum
dan operasional program televisi perlu bersifat luwes dalam rangka mengantisipasi
pengalaman dan teknologi baru, serta motivasi yang terjadi sewaktu-waktu.
2. Strategi penyusunan program
Sebagai pola umum tujuan program, Pola strategi penyusun program lebih menyangkut
kepola pencapaian tujuam program secara umum.
3. Sasaran program
Penyiaran suatu program mempunyai strata sasarannya, termasuk adat dan kebiasaan.
4. Pola produksi
Menyangkut garis besar isi program; Karakteristik program dipolakan oleh sifat waktu,
tempat, dan suasana.
5. Karakter institusi dan manajemen sumber program
Untuk mencapai usaha yang optimum, suasana program dipengaruhi oleh komposisi usia,
jenis kelamin, profesi, tingkat pendidikan dan persepsi.
Program tayangan televisi adalah suatu tayangan yang menampilkan gambar
yang bisa dilihat dan suara yang bisa didengar yang bertujuan untuk memberikan
informasi, hiburan, dan pendidikan pada khalayak pemirsa. Televisi mampu memberikan
program tayangan yang berbeda-beda kepada khlayak pemirsa, sehingga khalayak dapat
dengan mudah mencari mana tayangan yang disukai. Dengan demikian semakin
berkembangnya media massa khususnya televisi, semakin memberikan ruang bagi
khalayak pemirsa untuk memperoleh informasi, pendidikan, maupun hiburan yang
diinginkan, serta televisi mampu mempengaruhi khalayak pemirsa dalam membentuk
kepribadian.
Kata program berasal dari bahasa Inggris, “programme” atau “program” yang
artinya acara atau rencana. Program diartikan sebagai segala hal yang ditampilkan
distasiun televisi untuk memenuhi kebutuhan audiensnya dalam Morrisan (2008:199).
Setiap harinya, televisi menyajikan berbagai jenis program yang jumlahnya sangat
banyak dan jenisnya beragam. Pada dasarnya apa saja yang dapat dijadikan sebagai
program, yang terpenting adalah disukai oleh audiens, tidak bertentangan dengan norma
kesusilaan, hukum dan peraturan yang berlaku. Di dunia pertelevisian, program
merupakan unsur yang sangat penting, karena program yang disiarkan memiliki dampak
yang luas terhadap masyarakat. Untuk itulah bagian program merupakan tulang punggung
dari suatu stasiun televisi yang mempunyai tugas harus merencanakan program dengan
matang, karena apapun yang disiarkan oleh bidang program ditujukan oleh audiensnya,
oleh sebab itu wajar bila disebutkan Broadcasting is Planning atau Televisi is Planning,
karena semua acara yang disiarkan oleh stasiun televisi merupakan acara yang telah
direncanakan sebelumnya dan jarang sekali terjadi acara yang insidetil atau tiba – tiba
langsung dilakukan pembuatan acaranya.
Program televisi dapat diartikan juga sebagai hasil jasa atau hasil produksi
dari suatu perusahaan televisi. Menurut Pringle, Starr dan Mc. Cavitt (1991:1819), meskipun terdapat perbedaan – perbedaan program televisi yang diproduksi
antara satu stasiun televisi dengan stasiun televisi lainnya, program dari stasiun
televisi tersebut ditentukan oleh empat faktor yaitu:
1. The Audience
Audience atau pemirsa itu sendiri yang memilih atau mencari stasiun televisi
yang disenanginya untuk setiap programnya. Pemirsa atau penonton boleh tebuka
kepada isi acara atau iklan layanan masyarakat dan pengumuman promosi, tetapi
tujuan utamanya adalah mengamati isi program yang memuaskan kebutuhan pada
waktu tertentu.
2. The Broadcaster
Mereka yang bertanggung jawab untuk mengoperasikan keuntungan stasiun
televisi untuk kepentingan pemiliknya. Makin banyak audiensnya makin besar
keuntungan yang dapat direalisasikan.
3. The advertiser
Pelaku tertarik untuk menggunakan jasa televisi untuk membawa suatu produk
atau atau jasa yang ditujukan untuk khalayak.
4. The Regulator
Pemerintah dan dan beberapa agen khususnya FCC (Federal Communication
Commision) seperti di Indonesia KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) atau yang
diatur dengan undang – undang penyiaran. Tujuannya adalah untuk meyakinkan
bahwa stasiun televisi yang dioperasikan adalah untuk melayani kepentingan
publik.
2.1.3.5 Jenis Program Televisi:
Televisi menyajikan berbagai jenis program yang jumlahnya sangat
banyak dan jenisnya beragam. Secara garis besar dapat dikelompokkan
berdasarkan jenisnya menjadi dua bagian, yaitu program informasi dan program
hiburan. Sementara itu jika dilihat dari sifatnya maka dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu program faktual (meliputi program berita, reality show dan
dokumenter) dan program fiksi (fictional, meliputi komedi dan program drama)
(Morrisan 2008:208):
1.
Program berita (informasi)
Program informasi adalah segala jenis siaran yang bertujuan untuk
tambahan pengetahuan (informasi) kepada khalayak. Daya tarik program ini
adalah informasi, sehingga informasi inilah yang diberikan kepada audiensnya.
Program informasi dapat dipilah menjadi dua yaitu: (Morrisan 2008:208).
a. Berita keras (hard news) atau straight news, yaitu segala informasi yang penting
dan menarik harus segera disiarkan oleh media penyiaran karena sifatnya harus
segera diketahui khalayak.
b. Berita lunak (soft news) adalah segala informasi yang penting dan menarik yang
disampaikan secara mendalam (indepth) namun tidak bersifat harus segera
ditayangkan.
2. Program Hiburan (Entertainment)
Program hiburan adalah segala bentuk siaran yang bertujuan untuk
menghibur audience dalam bentuk musik, lagu, cerita, dan permainan. Program
yang termasuk dalam kategori hiburan adalah drama, musik, olahraga dan
permainan (game) (Morrisan 2008:208).
2.1.3
Audiens
2.1.4.1 Pengertian Khalayak
Pada hakikatnya audiens bersifat dualitas, dalam arti merupakan kolektivitas
sebagai tanggapan terhadap isi media dan didefinisikan berdasarkan perhatian pada isi
media itu, sekaligus ia merupakan sesuatu yang sudah ada dalam kehidupan sosial yang
kemudian berhubungan dengan media tersebut (Riswandi 2013: 127).
Audiens
merupakan
faktor
penentu
keberhasilan
komunikasi.
Ukuran
keberhasilan upaya komunikator yang ia lakukan adalah apabila pesan-pesanyang
disampaikan melalui saluran/medium yang diterima sampai pada khalayak sasaran,
dipahami dan mendapatkan tanggapan positif dalam arti sesuai dengan yang diharapkan
komunikator (Riswandi 2013: 127).
Willbur Schramm (dalam Riswandi 2013: 127) mengatakan seorang perancang
komunikasi yang baik tidak akan melalui upaya dari apa yang harus dikatakan, saluran
apa yang akan dipergunakan, atau bagaimana cara mengaktakannya, melainkan terlebih
dahulu mempertanyakan siapa yang akan menjadi sasaran penyampaian pesan. Dalam
proses komunikasi massa, implikasi dari pernyataan Schramm tersebut diatas adalah
bahwa sebelum komunikator mempengaruhi khalayak melalui pesan-pesan yang
disampaikannya, khalayak terlebih dahulu mempengaruhi komunikator. Itulah sebabnya
komunikator akan berusaha mengumpulkan data dan informasi mengenai karakteristik
dari individu atau kelompok, atau warga khalayak yang akan menjadi sasaran. Atas dasar
hal inilah komunikator akan dapat menentukan apa yang akan disampaikan dan
bagaimana cara menyampaikannya.
2.1.4.2 Timbulnya Khalayak
Pada awalnya, sebelum media massa ada audiens adalah adalah sekumpulan
penonton drama, permainan dan tontonan yaitu penonton pertinjukan. Audiens biasanya
besar, dibandingkan dengan keseluruhan populasi dan berbagai perkumpulan sosial yang
biasa. Audiens adalah pertemuan publik, berlangsung dalam rentang waktu tertentu, dan
terhimpun bersama oleh tindakan individual untuk memilih secara sukarela sesuai dengan
harapan tertentu. Audiens telah direncanakan sebelumnya dan ditentukan tempatnya
menurut waktu dan tempat khusus untuk memaksimalkan kualitas penerimaan. Setelah
ada kegiatan komunikasi massa, audiens sering diartikan sebagai penerima pesan-pesan
media massa (Riswandi 2013 : 128).
Suasana lingkungan bagi audiens (teater, aula, rumah ibadah) sering kali
dirancang dengan indikasi peringkat dan status. Audiens adalah pertemuan publik,
berlangsung dalam rentang waktu tertentu, dan terhimpun bersama oleh tindakan
individual untuk memilih secara sukarela sesuai dengan harapan tertentu. Audiens juga
dapat dikendalikan oleh pihak yang berwenang dan karenanya merupakan bentuk prilaku
kolektif yang dilembagakan (Riswandi 2013 :128).
2.1.3.5 Konsep Alternatif Tentang Khalayak/Audiens
McQuail (1987) menyebutkan beberapa konsep alternatif tentang audiens sebagai
berikut:
1. Audiens sebagai kumpulan penonton, pembaca, pendengar, pemirsa.
Konsep audiens diartikan sebagai penerima pesan-pesan dalam komunikasi massa, yang
keberadaanya tersebar, heterogen, dan berjumlah banyak.
2. Audiens sebagai massa
Konsep audiens diartikan sebagai sekumpulan orang yang berukuran besar, heterogen,
penyebaran, dan anomitasnya serta lemahnya organisasi sosial dan komposisinya yang
berubah dengan cepat serta tidak konsisten.
3. Audiens sebagai kelompok sosial atau publik
Diartikan sebagai suatu kumpulan orang yang terbentuk atas dasar suatu issue, minat,
atau
bidang
keahlian.
Audiens
ini
aktif
untuk
memperoleh
informasi
dan
mendiskusikannya dengan sesama anggota audiens.
4. Audiens sebagai pasar
konsep audiens diartikan sebagai konsumen media dan sebagai audiens
(penonton, pembaca, pendengar atau pemirsa) iklan tertentu.
2.1.3.6 Tipologi Formasi Audiens
Tipologi formasi audiens/khalayak dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu (dalam
Riswandi 2013: 130-131):
1. Kelompok atau publik
Istilah ini muncul dengan pengelompokan sosial yang ada (misalnya komunitas,
keanggotaan, minoritas politis, religius atau etnis) dan dengan karakteristik sosial
bersama dari tempat, kelas sosial, politik, budaya dan sebagainya. Di sini mungkin sekali
terdapat beberapa ikatan normatif di antara audiens dan sumber dan di dalam audiens
mungkin sekali terjadi interaksi dan kesadaran identitas serta tujuan tertentu. Audiens
seperti ini mungkin lebih stabil sepanjang waktu daripada audiens tipe lain. Para
anggotanya bertahan lama, tanggap terhadap dan memiliki partisipasi tertentu terhadap
apa yang ditawarkan.
2. Kelompok Kepuasan
Audiens dalam pengertian ini terbentuk atas dasartujuan atau kebutuhan individu tertentu
yang ada terlepas dari media, tetapi berkaitan dengan misalnya isu politik atau sosial.
Tipe audiens ini, didasarkan pada kebutuhan atau tujuan tertentu, juga mungkin agak
homogen dilihat dari segi komposisinya aktif dalam mengungkapkan permintaanyang
membentuk penawaran dan juga selektif.
Tipe audiens ini bukanlah kelompok sosial, melainkan kumpulan dari individu-individu
yang terwujud dalam prilaku konsumen. Aktivitas dan selektivitas rasional terungkap
dalam prilaku dan para anggota biasanya tak akan melihat diri mereka sebagai kelompok
atau pasar khusus.
3. Kelompok penggemar atau budaya cita rasa
Terbentuk atas dasar minat pada jenis isi (atau gaya) atau daya tarik tertentu akan
kepribadian tertentu atau cita rasa budaya/intelektual tertentu. Tipe audiens ini terdiri dari
kelompok penggemar atau pengikiut pengarang, kepribadian, gaya tetapi tidak memiliki
suatu definisi atau kategori sosial yang jelas. Komposisinya akan berubah sepanjang
waktu, meskipun beberapa audiens seperti itu mungkin stabil. Eksistensinya seluruhnya
tergantung pada isi yang ditawarkan dan bila isi berubah, audiens pasti bubar dan
memperbarui diri. Kadang-kadang jenis audiens ini didorong oleh media untuk
membentuk diri menjadi kelompok sosial seperti klub penggemar (Fans Club) atau
mereka yang secara spontan mentranformasikan diri menjadi kelompok sosial.
4. Audiens medium
Berasal dari dan dipertahankan oleh kebiasaan atau loyalitas pada sumber media
tertentu misalnya surat kabar, majalah, saluran radio atau televisi. Ada banyak contoh
saluran audiens medium, dan loyalitas pada saluran juga didorong oleh media karena
alasan komersial. Apakah terbentuk secara spontan atau lebih manipulasi, loyalitas seperti
bisa didapat memberi beberapa karakeristik publik atau kelompok sosial pada jenis
audiens ini stabilitas,batas-batas dan kesadaran identitas. Akan tetapi, bagi kebanyakan
media yang berorientasi komersial, audiens jenis ini lebih mirip dengan kumpulan atau
pasar. Anggotanya umumnya adalah pelanggan produk media yang dibicarakan atau
produk lain yang diiklankan oleh media tersebut.
2.1.3.7 Jenis Jenis Khalayak
Khalayak/audiens memeiliki beberapa jenis adalah sebagai berikut (dalam
Riswandi 2013: 134-135).
1. Khalayak sebagai penggarap informasi.
Pada dasarnya proses pengolahan informasi yang terjadi pihak penerima (khalayak)
bersifat selektif. Pihak penerima pesan pada saat berhadapan dengan bentuk informasi
tertentu akan melakukan “Decoding” (pemecahan atau penginterpretasian kode).
Akhirnya tidak semua informasi akan diserap oleh si penerima secara utuh. Artinya satu
atau beberapa bagian dari isi pesan itu tidak akan dicerna atau diolah karena tidak masuk
dalam kerangka pengetahuan dan pengalaman hidupnya, atau karena dipandang tidak
sesuai dengan keperluan, minat dan keinginannya.
Beberapa studi menunjukkan bahwa, tingkat pendidikan seseorang secara signifikan turut
mempengaruhi derajat pengolahan informasi yang disampaikan kepada dirinya. Orang
yang latar belakang pendidikanya relatif tinggi, di samping tinggi rasa ingin tahunya
tentang sesuatu juga cenderung lebih kritis, selektif dan banyak pertimbangan
dibandingkan orang yang latar belakang pendidikanya lebih rendah. Itulah sebabnya
mempengaruhi sikap dan pendapat orang yang berpendidikan tinggi jauh lebih sulit
dibandingkan dengan orang yang berlatar belakang pendidikan rendah.
2. Khalayak sebagai “Problem Solver”
Khalayak jelas tidak terlepas dari permasalahan kehidupan yang mereka hadapi. Mereka
juga akan selalu berupaya mencari cara-cara pemecahannya. Dari pihak penerima pesan
(audiens), salah satu fungsi yang diharapkan dari penyebaran informasi melalui media
massa adalah bahwainformasi tersebut mampu membantu memecahkan masalah yang
dihadapi. Dengan demikian informasi atau pesan yang dipandang tidak membantu mereka
dalam
memecahkan
permasalahan
atau
malah
mungkin
menambah
kesulitan/permasalahan baru, jelas tidak akan mendapat perhatian mereka.
3
Khalayak sebagai mediator
Pada dasarnya proses penyebaran informasi tidak berhenti pada khalayak sasaran secara
langsung sebagai barisan pertama. Arus penyebaran informasi bisa melalui berbagai tahap
dan barisan.
Proses penyebaran informasi yang demikian lazim disebut sebagai “multi-step flow of
communications”. Seseorang warga khalayak setelah menerima informasi dari suatu
medium kemungkinan besar akan kembali meneruskan informasi tersebut kepada orangorang lainnya. Dan orang-orang yang menerima informasi inipun selanjutnya akan
menyampaikan kembali ke orang-orang lainnya. Dalam proses pengolahan informasi
terjadi proses seleksi yang mencakup perhatian (Selective attention), persepsi (selective
perception), dan daya ingat (selective recall).
4
khalayak yang mencari pembela
Pada suatu waktu seseorang dapat mengalami krisis keyakinan dan diliputi rasa
ketidakpstian. Hal ini bisa terjadi karena adanya sesuatu yang baru mempengaruhi
keyakinan, atau karena faktor lainnya. Dalam keadaan demikian orang tersebut akan
berupaya mencari data dan informasi yang dipandang bisa mendukung atau membela
keyakinanya.
Motivasi mencari infromasi yang diharapkan akan dapat menjadi pembela keyakinan
merupakan salah satu faktor yang mendorong terjadinya seleksi media. Dengan kata lain,
seseorang memilih satu medium tertentu dengan alasan bahwa informasi yang diperoleh
dari medium tersebut mampu mendukung atau memperkuat keyakinannya.
5
Khalayak sebagai anggota kelompok
Sebagai mahluk sosial, seorang individu juga terikat oleh nilai-nilai kelompok yang
diikutinya baik secara formal, maupun informal. Yang dimaksud dengan kelompok
formal disini sepert ABRI, KORPRI, serikat buruh dan lain-lain, sedangkan kelompok
informal misalnya kelompok hobi seperti pencinta alam, olah raga, fans club dan lainlain.
6
Khalayak sebagai kelompok
Secara sosiologis masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok orang yang mempunyai
cirri-ciri tertentu. Ciri-ciri bisa menyangkut cirri demografis seperti jenis kelamin, usia,
pekerjaan, suku bangsa dan bisa juga berdasarkan cirri-ciri non demografis seperti nilai,
hobi, orientasi dan lain-lain. Cara berbicara dengapenelitian tentang efek komunikasi
massa. Pada awalnya, audiens dianggap pasif, namun pembahasan audiens secara intensif
yang dimulai tahun 1940, n kalangan orang tua tentunya berbeda dengan kalangan anak
muda. Kaitanya dengan proses penyebaran informasi melalui media massa adalah, bahwa
diperlukan adanya segmentasi khalayak. Melalui segmentasi ini khalayak dipandang
sebagai suatu kelompok yang relatif mempunyai ciri-ciri yang tidak terlalu beragam.
Dengan demikian, penyajian pesan/informasi dengan sendirinya akan disesuaikan dengan
kondisi dan karakteristik dari kelompok sasaran
7
Selera khalayak
Dalam kaitannya dengan media massa seperti surat kabar dan majalah, selera khalayak ini
bisa menyangkut aspek-aspek jenis informasi, (misalnya infromasi politik, ekonomi,
sosial, budaya), teknik penyajian (bentuk, huruf, layout) atau bentuk/formatnya (surat
kabar, majalah, tabloid). Agar penyimpanan informasi mencapai sasarannya, terlebih
dahulu perlu diketahui apa dan bagaimana selera dari calon sasaran khalayak yang akan
dituju. Selera khalayak ini bisa juga berubah-ubah.
Herta Herzog, Paul Lazarsfeld dan Frank Stanton dalam (Barran dan Davis,
2003) mempelopori, mempelajari aktifitas audiens (yang kemudian melahirkan konsep
audiens aktif) dan kepuasan audiens. Misalnya, pada tahun 1942 Lazarsfeld dan Stanton
memproduksi buku seri dengan perhatian pada bagaimana audiens menggunakan media
untuk mengorganisir pengalaman dan kehidupan sehari-hari. Pada tahun 1944 Herzog
menulis artikel Motivation and gratifications of daily serial listener, yang merupakan
publikasi awal tentang penelitian kepuasan audiens terhadap media.
Aktifitas audiens merujuk pada pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
a. Sejauh mana selektivitas audiens terhadap pesan pesan komunikasi.
b. Kadar dan jenis motivasi audiens yang meimbulkan penggunaan media.
c. Penolakan terhadap pengaruh yang tidak diinginkan.
d. Jenis dan jumlah tanggapan (response) yang diajukan audiens media.
Pada waktu itu, aktifitas audiens merupakan fokus kajian Uses and gratifications.
Secara umum, pandangan para peneliti dalam tradisi Uses and gratifications media
menganggap bahwa audiens aktif dalam kesukarelaan dan orientasi selektif dalam proses
komunikasi massa.
2.1.5 Perilaku Menonton Televisi
2.1.5.1Pengertian Perilaku menonton Televisi
Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia
dengan masalahnya yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, dan tindakan (Notoatmodjo
dalam Pambudi, 2006 : 10). Mc Leish (dalam Pambudi, 2006 :10) menambahkan bahwa
perilaku adalah sesuatu yang konkrit dan dapat diobservasi atau diamati.
Perilaku menurut Piaget (dalam Safrina, 1997: 81) adalah suatu respon atau
reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995:
10-11) menyatakan bahwa perilaku adalah fungsi karakteristik individu dengan
lingkungan. Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai,
sifat kepribadian dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian
berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan yang menentukan prilaku seseorang.
Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan
terkadang kekuatannya lebih besar daripada karakteristik individu. Kondisi inilah yang
menjadikan prediksi prilaku lebih kompleks.
Menonton adalah suatu tindakan melihat suatu tayangan atau pertunjukan
(Poerwadarminta, 1990 :781). Televisi merupakan media komunikasi massa yang
dikategorikan sebagai media elektronik dan memindahkan peristiwa (Mutman, 1996: 79).
Menurut Indradi (dalam Pambudi, 2006: 30) televisi merupakan sistem penyiaran gambar
yang objeknya bergerak dan disertrai suara.
Perilaku menonton memiliki manfaat atau tujuan tertentu bagi individu menurut
Blumer dan Katz (dalam Damayanti 2004), khalayak komunikasi massa diarahkan oleh
tujuan yaitu untuk memenuhi kebutuhan. Kebutuhan kebutuhan dalam diri individu akan
menjadi motif seseorang melakukan tindakan. Mc Clealand (dalam Damayanti 2004)
menyebutkan motivasi merupakan alasan bertindak. Selanjutnya Terry (dalam Damayanti
2004), mendefinisikan motivasi sebagaia suatu keinginan untuk melakukan sesuatu.
Gambar: 2.1
Pola Menonton Televisi
Kebutuhan
Motif
Perilaku
Sumber: Pamudi, 2006:25
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku menonton televisi
adalah tindakan konkret dan dapat diamati dari melihat suatu tayangan atau pertunjukan
gambar yang objeknya bergerak dan disertai suara lewat media elektronik.
2.1.5.2 Aspek-aspek perilaku menonton televisi
Perilaku menonton televisi seperti perilaku pada umumnya dibentuk dari tiga
aspek, dan menurut Twiford (dalam Pambudi, 2006: 25) adalah:
a. Frekwensi adalah seberapa sering perilaku muncul atau berulang, dan pengulangan ini
terjadi secara teratur.
b. Lamanya berlangsung adalah berapa banyak waktu yang diperlukan oleh seseorang untuk
melakukan suatu perilaku.
c. Intensitas adalah seberapa kuat atau lemah kedalaman seseorang untuk terlibat dengan
perilaku yang dilakukannya.
Christakis.dkk (2004: 709) dalam penelitian yang berjudul “Early Television
Exposure and Subsequent Attentional Problems in Children” perilaku menonton televisi
diukur berdasarkan jumlah jam yang digunakan untuk menonton tiap tayangan.
Sedangkan beberapa hasil penelitian mengenai perilaku menonton televisi yang dikutip
Graham (2006) menyebutkan bahwa aspek menonton televisi adalah jumlah waktu yang
digunakan untuk menonton tiap harinya, lamanya waktu yang digunakan untuk menonton
setiap tayangan dan isi tayangan televisi yang ditonton.
Beberapa hasil penelitian yang tertulis dalam “ The Effect Of Television on Child
Health: Impication and recommendations” (Baron, 2000) menyebutkan bahwa aspek
yang membentuk perilaku menonton televisi adalah jumlah jam yang digunakan untuk
menonton perharinya, lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menonton tiap tayangan
dan isi tayangan.
Collins, dkk (2004) dalam penelitian berjudul “Watching Sex on Television
Predicts Adolescent Initiation of Sexual Behavior” menggunakan beberapa aspek untuk
mengukur perilaku menonton televisi. Aspek-aspek tersebut adalah jumlah jam yang
digunakan untuk menonton televisi setiap harinya, lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
menonton setiap tayangan, isi tontonan, keterlibatan emosi antara individu dengan
tayangan yang ditonton, dan kejelasan bahasa atau gambar yang digunakan untuk
mengungkapkan suatu tayangan di televisi sehingga terlihat nyata.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku menonton televisi
dibentuk dari aspek:
a. Jumlah jam yang digunakan untuk menonton setiap harinya adalah banyaknya waktu atau
intensitas yang digunakan untuk menonton televisi dalam sehari.
b. Lamanya menonton setiap tayangan adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
menonton setiap acara di televisi.
c. Keterlibatan dalam menonton televisi menunjukkan tingkat kedalaman emosi dengan
acara yang ditontonnya, yang ditandai dengan rasa senang jika bisa menonton dan rasa
kecewa jika tidak bisa menonton.
d. Pengungkapan di televisi merupakan kejelasan bahasa atau gambar yang digunakan untuk
mengungkapkan suatu tayangan di televisi sehingga kelihatan nyata.
2.1.5.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan perilaku
Kurt Lewin (dalam Azwar: 2003) merumuskan suatu mode hubungan berlaku
yang mengatakan bahwa perilaku (B) adalah fungsi karakteristik individu (P) dan
lingkungan (L). karakteristik individu meliputi berbagai variable seperti motif, nilai-nilai
sifat kepribadian, dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain, dan kemudian
berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor
lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan kekuatannya
lebih besar daripada karakteristik individu hal ini terlihat pada individu yang bersifat
submisif (lebih mengutamakan penerimaan lingkungan daripada keinginan pribadi).
Perilaku seseorang didorong oleh motif-motif untuk memenuhi kebutuhan.
Motivasi sendiri didefinisikan sebagai suatu keinginan melakukan sesuatu. Demikian pula
penggunaan media massa yang dilakukan individu didorong oleh sejumlah motif tertentu.
McQuail (1987) menyatakan sejumlah motif penggunaan media massa sebagai berikut :
1. Informasi
a. mencari berita tentang peristiwa dan kondisi yang berkaitan dengan lingkungan
terdekat, masyarakat dan dunia.
b. Mencari bimbingan menyangkut berbagai masalah-masalah praktis, pendapat serta
hal yang berkaitan dengan menentukan pilihan.
c. Memuaskan rasa ingin tahu dan minat umum.
d. Belajar, pendidikan diri sendiri.
e. Memperoleh rasa damai melalui penambahan pengetahuan.
2. Identitas pribadi
a. Menemukan penunjang nilai-nilai pribadi
b. Menemukan mode perilaku
c. Mengidentifikasikan diri dengan nilai-nilai lain (dalam media)
d. Meningkatkan sebuah pemahaman tentang diri sendiri
3. Integrasi dan interaksi sosial
a. Memperoleh pengetahuan tentang keadaan orang lain, empati sosial
b. Mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan meningkatkan rasa memiliki
c. Menemukan bahan percakapan dan interaksi sosial
d. Memungkinkan seseorang untuk menghubungi sanak keluarga, teman dan
masyarakat
4. Hiburan
a. Melepaskan diri atau terpisah dari masalah
b. Bersantai
c. Memperoleh kenikmatan jiwa dan estetis
d. Mengisi waktu
e. Penyaluran emosi
f.
Membangkitkan gairah seks
Motif seseorang menonton tayangan tidak hanya untuk menghibur diri saja, hal
ini sesuai dengan motif-motif penggunaan media massa yang dikemukakan oleh
McQuail. Seseorang menontoon tayangan juga bertujuan untuk memperoleh informasi,
mencari identitas, dan berinteraksi dengan orang lain.
Fans Club
Menurut pendapat Hinca (2007), pengertian suporter atau fans club adalah sebuah
organisasi yang terdiri dari sejumlah orang yang bertujuan untuk mendukung sebuah klub
sepakbola. Suporter harus berafiliasi dengan klub sepakbola yang di dukungnya, sehingga
perbuatan supporter akan berpengaruh terhadap klub yang didukungnya
Pengertian suporter menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah orang-orang
yang memberikan dukungan, sokongan dalam berbagai bentuk dan situasi. suporter (fans
club) biasanya memiliki cara-cara untuk mendukung tim kesayangannya seperti
bernyanyi-nyanyi menyatakan dukungan dan memberikan semangat dikala tim
kesayangan sedang berlaga. Suryanto (1996) mengatakan suporter (fans club) adalah
orang-orang yang memberikan dukungan atau support kepada satu tim yang dibela,
suporter dalam satu pertandingan memiliki peran yang cukup penting. Suporter seakan
membuat pemain dapat menunjukkan permainan yang terbaik sehingga tidak jarang para
suporter sepak bola (fans club) sering di juluki sebagai pemain ke dua belas.
Identitas Fans bermanfaat bagi individu dalam memberikan rasa kepemilikan
komunitas. Zilmann, Bryant dan Sapolsky (1989 dikutip Jacobson, 2003: 2) melihat
manfaat lain dari kefanatikan (fandom), termasuk pengembangan beragam kepentingan
dan meningkatkan rasa partisipasi tanpa harus membayar harga mahal. Mereka juga
mencatat bahwa kefanatikan tidak mengenal usia, baik yang muda, tua ataupun sakitsakitan serta jenis kelamin, fans akan berusaha untuk berpartisipasi. Kefanatikan akan
memungkinkan individu untuk menjadi bagian dari permainan sepakbola tanpa
memerlukan keahlian khusus. Selai itu, kefanatikan menawarkan manfaat sosial seperti
perasaan persahabatan, solidaritas, dan kebanggaan yang bisa meningkatkan harga diri
(Jacobson, 2003).
Kefanatikan di dunia olahraga turut mempengaruhi pengembangan individu
dengan membantu orang belajar untuk mengatasi emosi dan perasaan kecewa. Fans club
olahraga dapat bersatu dan memberikan perasaan memilikiyang bermanfaat bagi individu
sehingga bisa terbawa ketempat dimana mereka tinggal (Zillmann dikutip Jacobson,
2003). Literatur terbaru tentang penggemar olahraga telah menjawab kemungkinan alasan
tentang mengapa individu menemukan olahraga menjadi sesuatu yang sangat
menyenangkan. Alasan ini terkait dengan harga diri, pelarian dari kehidupan sehari-hari,
hiburan, kebutuhan keluarga, faktor ekonomi,dan kualitas estetik atau seni. Namun
seorang fans biasanya memilih satu tim tertentu untuk digemari.
Giulianotti 2002 (dalam Munno, 2000: 5) menyatakan bahwa ada empat tipe
spectators (penonton), yaitu suporters (pendukung), followers (pengikut), fans
(pengemar), dan Flaneurs. Giulianotti mengkategori Spectators dengan menggunakan
dua konsep. Pertama adalah konsep Hot-cold yang menetapkan sejauh mana identitas
individu ditentukan dan dipengaruhi oleh daya tarik sebuah tim. Istilah “hot” dipakai
untuk mereka yang memiliki loyalitas dan solidaritas. Sedangkan “cool” merupakan
kebalikan dari “hot”. Konsep kedua adalah traditional-consumers yang menentukan
tingkatan dimana letak jati diri individu yang didorong oleh kekuatan pasar. Giulinotti
menganggap penonton tradisional lebih memiliki identitas budaya, identitas lokal, dan
populer jika dibandingkan penonton konsumen yang hanya memiliki hubungan atas dasar
pasar sepakbola kepada klub.
Lain halnya dengan Jacobson (2003:6) dia menyimpulkan banyak pandangan
bahwa fans berbeda dengan spectator dalam olahraga, Jones (1997: 9) menyatakan bahwa
spectator hanya menonton dan mengamati olahraga lalu melupakannya. Sementara fans
akan memiliki intensitas lebih dan akan mencurahkan sebagian harinya untuk tim
olahraga yang digemarinya. Fanship juga telah didefinisikan sebagai afilisasi dimana
banyak makna emosional dan nilai yang berasal dari keangotaan kelompok. Spinrad
(1981) mendefinisikan fans sebagai orang yang berfikir, berbicara tentang olahraga, dan
berorientasi terhadap olahraga. Sedangkan Pooley (1978) menunjukkan kebutuhan untuk
membedakan antara fans dan spectors. Dia mengklaim bahwa letak perbedaanya terletak
pada tingkat kegairahan. Madrigal (1995) menunjukkan bahwa fans mewakili sebuah
asosiasi yang melibatkan individu dengan banyak makna emosional dan nilai. Anderson
(1979) mencatat bahwa Fans berasal dari kata “fanatik” sehingga didefinisikan sebagai
pengemar fanatik olahraga atau sebagai individu yang memiliki rasa antusiasme
berlebihan pada olahraga (sepakbola).
Ada dua faktor yang mampu menimbulkan suatu kefanatikan terhadap olahraga.
Pertama adalah level interpersonal atau level jaringan sosial seperti pengaruh dari teman,
anggota keluarga yang dapat membentuk identitas, dan lingkungan termasuk letak
geografis yang cenderung memaksa individu untuk mendukung tim lokal di daerah
tempat tinggalnya. Kedua adalah level simbolik seperti faktor personel(pemain
sepakbola), keunikan, nama tim, logo, warna dan yel-yel klub.
a. Level interpersonal
Di antara beberapa faktor pembentukan identitas, sosialisasi merupakan konsep
tak kalah penting. Individu menjadi fans melalui sosialisasi termasuk bersama teman dan
keluarga. Ada kemungkinan bahwa sosialisasi ini dapat ditelusuri lagi kembali kemasa
anak-anak. Fans umumnya adalah pria dan tidak menutup kemungkinan juga wanita dan
secara tradisional disosialisasikan kedalam olahraga pada usia muda. Anak telah
diperkenalkan dengan olahraga pada usia dini, baik melalui pengaruh orang tua atau saran
pemasaran seperti pakaian yang cenderung memilih tema olahraga (Chorbajian, 1978).
Agen sosialisasi lain yang membuat kontribusi yang kuat untuk sosial olahraga termasuk
masyarakat, teman sebaya, dan model yang dijadikan contoh.
Selain sosialisasi, individu bisa menjadi fans dengan menjadi bagian dari sebuah
kelompok dan menjadi bagian dari unit kolektif. Prilaku kolektif dapat didefinisikan
sebagai prilaku dari dua atau lebih individu yang bertindak secara kolektif, dimana
masing-masing saling mempengaruhi tindakan yang lain (Blumer, 1969). Selanjutnya ada
kebutuhan untuk membedakan antara koletifitas dalam kelompok kecil maupun dari
prilaku budaya karena kelompok adalah lebih dari sekedar kumpulan individu. Maka itu,
prilaku kolektif bisa dianggap lebih spesifik untuk kelompok yang lebih besar.
Keuntungan utama dari prilaku kolektif adalah rasa memiliki yang timbul dengan
identitas kelompok. Indentitas kolektif dikenal karena kemampuan mereka untuk
memberikan rasa individu untuk memiliki kelompok. Salah satu tujuan dari identitas
kolektif adalah untuk menentukan perbedaan antara “kami” dan “mereka” sehingga
menciptakan lawan dan menumbuhkan solidaritas ( Snow & Oliver, 1995, dalam
Jacobson, 2003 : 7). Selain itu, rasa dukungan secara kolektif dapat memperkuat,
memberikan pengaruh, dan menghambat tindakan yang diambil secara individu. Fans
menganggap dirinya menjadi bagian dari tim dan berbagi dalam rasa penderitaan ketika
timnya mengalami kekalahan. Ketika pertandingan dimulai, individu menjadi unit
kelompok. Selanjutnya, kerumunan fans dapat dilihat sebagai kelompok yang
tindakannya relatif dapat diprediksi. Keunikan kerumunan fans ini adalah kelompok
sudah memiliki persamaan seperti kesetiaan dan loyalitas kepada tim sebelum menjadi
unit kolekif.
b. level simbolik
Selain level interpersonal, kefanatikan juga dapat dibuat oleh keinginan untuk
menjadi bagian dari lingkungan yang dibentuk oleh tim pemenang. Level simbolik adalah
faktor yang menimbulkan kefanatikan terhadap olahraga berdasarkan faktor persone atau
pemain, keunikan, nama tim, logo, warna, dan yel-yel club. Heider 1958 (dalam
Jacobson, 2003: 9) mengemukakan sebuah teori keseimbangan. Fans yang berhubungan
dengan tim menggunakan teori identitas sosial yang dikenal sebagai BIRGing (basking in
reflected glory) dan CORFing (cutting of reflective failures). Asumsi pertama dari teori
tersebut adalah individu akan berusaha mengatasi sikap yang tidak seimbang atau tidak
adil. Dengan pemikiran ini, Heider mencatat bahwa hubungan yang seimbang lebih
memuaskan ketimbang hubungan yang tidak seimbang. BIRGing dan CORFing
merupakan induk dari teori keseimbangan heider yang berfokus pada konsistensi
interpersonal. Teori tersebut juga menunjukkan bahwa individu akan mengorganisasi
pikiran mereka tentang orang lain secara seimbang dan mereka akan berusaha
mengembalikan situasi yang tidak seimbang.
Dalam kaitanya dengan kefanatikan, fans berhubungan dengan tim layaknya
berhubungan dengan orang lain. BIRGing dapat didefinisikan sebagai kecendrungan
individu untuk mempublikasikan keberhasilan hubungan mereka dengan orang lain,
meski orang lain belum berkontribusi kepada individu tersebut. Ketika seorang fans
menyukai sebuah tim, keseimbangan didapat setelah fans merasa senang dengan hasil
pertandingan tim kesayangannya, baik itu berupa kemenangan, seri, atau kekalahan. Jika
fans merasa tidak senang barulah situasi dikatakan tidak seimbang. Sedangkan CORFing
mengacu pada kecenderungan orang lain untuk menghindari sebuah hubungan dengan
orang lain karena takut mengalami kegagalan. Penghindaran ini biasanya melibatkan
orang menjauhkan diri secara fisik, mental, atau emosional.
2.16
Babes
Babes adalah julukan atau sebutan yang di berikan kepada para wanita yang
menggemari sepak bola, memiliki minat dan kemauan yang tinggi akan sepakbola
layaknya kaum pria.
Saat ini di banyak Fans Club yang ada di seluruh Indonesia memiliki member
wanita (Babes) mereka masing-masing termasuk komunitas-komunitas Fans Club liga
inggris seperti CISC (Chelsea Indonesia Suporters Club) dan UI (United Indonesia), Saat
ini di kalangan Fans Club Indonesia keberadaan para babes tidak dapat di pandang
sebelah mata, banyak dari para babes yang ikut serta dalam kepengurusan sebuah fans
club dan banyak berkorban demi Fans Club atau club yang dibelanya.
2.2. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah istilah yang mengekspresikan sebuah ide abstrak yang
dibentuk dengan menggeneralisirkan objek atau hubungan fakta-fakta yang diperoleh dan
pengamatan (dalam Bugin, 2001: 73) mengartikan konsep sebagai generalisasi dan
sekelompok fenomena tertentu yang dipakai untuk menggambarkan beberapa fenomena
yang sama. Sebagai sesuatu yang digeneralkan, konsep bermula dari teori-teori kejadian
yang dibentuk dan oleh karenanya konsep memiliki tingkat generalisasi (dalam Bugin,
2013 :13).
Kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan
rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji
kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus
dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variable-variabel terlebih dahulu.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel bebas (X)
Variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menentukan
atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor atau unsur
lain (dalam
Nawawi,2001: 56). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah program tayangan Liga
Inggris (BPL) musim kompetisi 2014 2015.
2. Variabel terikat (Y)
Variabel terikat adalah suatu variabel yang merupakan akibat yang dipengaruhi
oleh variabel yang mendahuluinya (dalam Rakhmat, 2004:12). Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah tindakan menonton di kalangan Babes (wanita penggemar
sepakbola).
2.3 Variabel Penelitian
Variabel Terikat (Y)Tindakan
menonton di kalangan Babes(wanita
penggemar sepakbola)
Variabel bebas (X)
Program Tayangan Liga Inggris
(BPL) musim kompetisi 2014-2015
2.4 Operasional Variabel
Tabel 2.1
Tabel operasional variabel
2.5 Defenisi Operasional
Variabel Teoritis
Variabel Operasional
•
Variabel Bebas (X)
Program
Tayangan
Liga
(BPL) musim kompetisi 2014-2015
Inggris •
Jam tayang Program
Durasi Program
•
Frekuensi
•
Strategi Program
•
Format Acara
Variabel Terikat (Y) Tindakan Menonton •
dikalangan Babes
Jumlah jam yang digunakan untuk
menonton setiap hari
•
Lamanya waktu menonton setiap
tayangan di televisi
•
Keterlibatan dalam menonton acara
televisi
Karakteristik Responden
•
Pengungkapan di televise
•
Usia
•
Pekerjaan Responden
•
Pendidikan
•
Pengeluaran Perbulan
Definisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep yang
telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Definisi operasional adalah suatu petunjuk
pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur variabel-variabel. Definisi operasional
juga merupakan suatu informasi alamiah yang sangat membantu peneliti lain yang akan
menggunakan variabel yang sama (dalam Singarimbun, 2006: 46)
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah dikemukakan, maka
agar lebih memudahkan dalam operasionalnya di dalam memecahkan masalah, maka
dibutuhkan definisi operasional variabel, yaitu sebagai berikut:
1.
Variabel Bebas (X), Tayangan Liga Inggris (BPL) musim kompetisi 2014-2015
a. Jam tayang program adalah jam (waktu) penayangan program tayangan Liga Inggris di
televisi
b. Durasi program adalah lama penayangan program tayangan Liga Inggris di televisi
c. Frekwensi program adalah intensitas penayangan program tayangan Liga Inggris di
televisi
d. Strategi Program tayangan adalah strategi yang digunakan dalam mengemas penayangan
program tayangan Liga Inggris di televisi
e. Format acara adalah cara yang digunakan dalam penyajian penyangan program tayangan
Liga Ingris di televisi
2. Variabel Terikat (Y), tindakan menonton di kalangan Babes (wanita penggemar
sepakbola).
a. Jumlah jam yang digunakan untuk menonton setiap harinya adalah banyaknya waktu atau
intensitas yang digunakan untuk menonton televisi dalam sehari.
b. Lamanya menonton setiap tayangan adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
menonton setiap acara di televisi.
c. Keterlibatan dalam menonton televisi adalah menunjukkan tingkat kedalaman emosi
dengan acara yang ditontonnya, yang ditandai dengan rasa senang jika bisa menonton dan
rasa kecewa jika tidak bisa menonton.
d. Pengungkapan di televisi adalah merupakan kejelasan bahasa atau gambar yang
digunakan untuk mengungkapkan suatu tayangan di televisi sehingga kelihatan nyata.
3. Karakteristik Responden adalah data responden
a. Usia
b. Pekerjaan
c. Pendidikan
d. Penghasilan perbulan
2.2 Hipotesis
Hipotesis secara etimologis terbentuk dari dua kata, yaitu hypo dan thesis. Hypo
berarti kurang dan thesis berarti pendapat. Jadi hipotesis merupakan kesimpulan yang
belum sempurna, sehingga disempurnakan dengan membuktikan kebenaran hipotesis,
yaitu dengan menguji hipotesis dengan data di lapangan (Bungin, 2011: 90).
Adapun Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H0:
Tidak terdapat hubungan antara Program tayangan Liga Inggris (BPL)
terhadap Tindakan Menonton Di Kalangan Babes (Perempuan Anggota Fans
Club) CISC (Chelsea Indonesia Suporters Club) regional Medan Dan UI (United
Indonesia) regional Medan.
Ha:
Terdapat hubungan antara Program tayangan Liga Inggris (BPL) terhadap
Tindakan Menonton Di Kalangan Babes (Perempuan Anggota fans club) CISC
(Chelsea Indonesia Suporters Club) regional Medan Dan UI (United Indonesia)
regional Medan.
Download