BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Tujuan tersebut menunjukkan bahwa laporan keuangan adalah sebuah sarana atau alat komunikasi perusahaan dengan pihak-pihak lain. Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan tersebut memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna. Namun demikian, laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian di masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Di samping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya, informasi 1 2 keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga. Laporan keuangan yang dihasilkan atau disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan, biasa disebut sebagai laporan keuangan komersial. Sedangkan laporan keuangan yang disusun sesuai dengan peraturan dan ketentuan pajak, biasa disebut dengan laporan keuangan fiskal. Perbedaan dasar penyusunan untuk kedua laporan keuangan tersebut akan menghasilkan besarnya Penghasilan Sebelum Pajak yang dihasilkan oleh laporan keuangan komersial yang berbeda dengan Penghasilan Kena Pajak yang dihasilkan oleh laporan keuangan fiskal. Perbedaan tersebut secara potensial juga menyebabkan perbedaan antara Beban Pajak Penghasilan dan Pajak Penghasilan Terutang. Graham et al. (2008) mengemukakan bahwa adanya perbedaan tersebut bertujuan untuk mengubah perilaku perusahaan, untuk menyederhanakan hukum pajak, dan menurunkan biaya administratif dengan membatasi diskresi. Tujuan yang lain adalah untuk mengikuti pembukuan berbasis kas dan pengecualian pencatatan dari perlakuan pajak untuk beberapa tipe pendapatan dan biaya. Secara garis besar, perbedaan tersebut dapat dikelompokkan menjadi: 1. Perbedaan Permanen/Tetap (Permanent Differences) Perbedaan ini terjadi karena berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, ada beberapa penghasilan yang bukan objek pajak, sedang secara komersial penghasilan tersebut diakui sebagai penghasilan. 3 Begitu juga sebaliknya, ada beberapa biaya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk biaya fiskal yang tidak boleh dikurangkan, sedangkan jika secara komersial biaya tersebut dapat diperhitungkan sebagai biaya. 2. Perbedaan Waktu/Temporer (Timing Differences-Temporary Differences) Perbedaan ini terjadi karena berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan merupakan penghasilan atau biaya yang boleh dikurangkan pada periode akuntansi terdahulu atau periode akuntansi berikutnya dari periode akuntansi sekarang, sedang komersial mengakuinya sebagai penghasilan atau biaya pada periode yang bersangkutan. Perbedaan permanent tidak memerlukan prosedur Interperiod Tax Allocation, sedangkan perbedaan temporer memerlukan Interperiod Tax Allocation, akibat adanya counterbalance pada akhir suatu periode (Zain, 2007). Akhir-akhir ini, terdapat dua pendekatan untuk mengalokasikan perbedaan temporer: a. Sistem alokasi total, yang biasa disebut dengan Comprehensive Tax Allocation atau Full Provision Basis, dimana seluruh perbedaan temporer harus diakui dengan menghitung biaya pajak penghasilan (income tax expense); b. Sistem alokasi parsial, yang bisa disebut dengan Partial Tax Allocation atau Partial Provision, dimana hanya perbedaan temporer yang dikembalikan 4 periode waktu tertentu, kecuali yang tersisa, harus dipertimbangkan karena hal itu berarti dapat dianggap bahwa perbedaan temporer tersebut secara konstan tertahan selama kurun waktu tidak harus terlihat dalam laporan keuangan Acuan yang digunakan perusahaan untuk mengalokasikan perbedaan temporer adalah PSAK No. 46 yang menjelaskan tentang Akuntansi Perpajakan. Setelah diberlakukannya PSAK No. 46, maka paragraph 77 PSAK No. 16 (1994) dinyatakan tidak berlaku. PSAK No.46 ini berlaku efektif untuk penyusunan dan penyajian laporan yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 1999 bagi perusahaan yang menerbitkan surat-surat berharga yang diperdagangkan kepada publik, sedang bagi perusahaan lainnya dimulai pada atau setelah 1 Januari 2001. Dengan berlakunya PSAK No. 46, perusahaan sebagai wajib pajak tidak lagi diberi keleluasaan atau pilihan di dalam menyelenggarakan sistem pembukuan atau sistem akuntansi pajak penghasilannya. PSAK No.46 adalah satu-satunya acuan yang harus digunakan oleh setiap perusahaan yang melakukan kegiatan atau menjalankan usaha di Indonesia; baik bagi perusahan yang memperdagangkan surat-surat berharganya maupun perusahaan yang tidak menerbitkan dan memperdagangkan surat-surat berharganya di pasar modal atau di bursa efek di Indonesia. Beberapa waktu sebelumnya, Ikatan Akuntan Indonesia mengeluarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) tahun 2002 yang antara lain mengeluarkan 5 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang mengatur mengenai Akuntansi Pajak Penghasilan, yaitu PSAK no.46 ini terutama mengatur mengenai Pajak Penghasilan Badan (PPh-Badan). Hal ini membawa dampak kepada perubahan metode yang digunakan. Sebelumnya dasar menghitung dan mengakui pajak menggunakan balance sheet liability method. PSAK yang wajib diterapkan dan mulai berlaku efektif 1 Januari 1999 untuk perusahaan publik dan 1 Januari 2000 untuk perusahaan non public ini merupakan pendekatan baru dibidang perpajakan. Menghitung dan mengakui pajak tagguhan berdasarkan balance sheet liability method harus memahami konsep perbedaan temporer. Perbedaan temporer yang didapat dari perbedaan akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal yang dasar pelaporan SPT. Perbedaan temporer (temporary differences), didefinisikan sebagai berikut : “Perbedaan temporer adalah perbedaan antara jumlah tercatat aktiva atau kewajiban dengan DPP-nya” (PSAK No.46, 1999:07) Apabila perbedaan tersebut sudah dapat ditentukan maka dapat dihitung jumlah aktiva pajak tangguhannya dan kewajiban pajak tangguhan. Selama ini perusahaan mengakui jumlah taksiran pajak penghasilan (provision for income taxes) dilaporkan laba baru sesuai dengan jumlah yang terutang menurut SPT berdasarkan tax payable methode. Dengan berlakunya PSAK no.46, jumlah beban pajak (tax expanses) atau provision for income taxes yang harus diakui terdapat 2 unsur utama yaitu pajak riil (current tax) dan 6 pajak tangguhan (deffered tax). Current tax merupakan jumlah PPh terutang atas penghasilan kena pajak periode berjalan, sedangkan unsur deffered tax dihitung dengan terlebih dahulu menghitung perbedaan antara saldo menurut buku (per books) dan saldo menurut fiskal (per SPT-PPh-badan) atau menghitung jumlah temporary differences (perbedaan antara “accounting base” dengan “tax base”). Maka pada tanggal neraca dapat dilihat jumlah aktiva pajak tangguhan (deferred tax assets) dan kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liabilities). Dari sini dapat dilihat bagaimana implikasi penerapan PSAK no.46 terhadap laporan keuangan, terutama terhadap laporan laba rugi dalam hal ini terhadap penentuan laba bersih perusahaan. Bagi perusahaan-perusahaan yang terlebih dahulu menerapkan PSAK no.46, hal ini tentu saja akan membawa konsekuensi bagi report net income perusahaan. Dimana laporan keuangan perusahaan yang disorot oleh beragam users, terutama pada investor yang akan berinvestasi. Berdasarkan uraian tersebut diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai penerapan PSAK no.46 atas Pajak Penghasilan terhadap laba bersih perusahaan pada PT. XYZ, maka penulis mengambil judul “ANALISIS PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN PERHITUNGAN PPH KINI DAN TANGGUHAN PADA PT. XYZ DALAM 7 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang penelitian, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah perencanaan PPh dapat meminimalkan beban pajak yang terhutang pada PT. XYZ ? 2. Bagaimana penerapan PSAK no.46 terhadap perhitungan laba bersih? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Sesuai dengan identifikasi masalah diatas, maka tujuan dalam melakukan penelitian ini adalah : 1. Membuktikan bahwa laba bersih dari laporan keuangan yang menerapkan PSAK no.46 berbeda secara signifikan dengan laba bersih dari laporan keuangan yang tidak menerapkan PSAK no.46 2. Mengetahui implikasi penerapan PSAK no.46 terhadap laba bersih. Dan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut: 1. Bagi Penulis Dengan melakukan penelitian langsung kepada kondisi sebenarnya, penulis akan dapat memahami penerapan dari teori-teori yang didapatkan sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai pengaruh dari UU tentang PPh terhadap dunia usaha Indonesia terutama dalam hal penentuan laba 8 bersih perusahaan yang dikaitkan dengan implementasi dari PSAK no.46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan. 2. Bagi Perusahaan Peneliti berharap penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perusahaan dalam menilai kebaikan usahanya terutama dikaitkan dengan adanya pengakuan future tax effects yang turut diperhitungkan dalam net income. Selain itu, perusahaan dapat mengetahui bagaimana pengaruh dari PSAK no.46 terhadap laporan keuangannya. 3. Bagi Pembaca Bagi pihak lain/pembaca khususnya para investor, penelitian ini diharapkan memberikan informasi yang jelas dalam pengambilan keputusan untuk menentukan perusahaan mana yang baik bagi para investor untuk melakukan investasi.