BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Pada penelitian ini ditemukan variasi spasial berdasarkan 3 tipe desa yang berbeda, hingga diperoleh pola transformasi spasial dengan satuan unit analisis desa. Secara umum pola transformasi spasial tersebut terbagi menjadi tiga tingkatan. Tingkat transformasi spasial yang tinggi terdapat di wilayah yang berdekatan dengan pusat kota dan di desa-desa dengan derajat aksesibilitas yang tinggi, kemudian berkurang di desa-desa dengan aksesibilitas yang semakin rendah. Dengan demikian maka tingkat transformasi spasial antar tipe desa disebabkan oleh perbedaan derajat aksesibilitas di wilayah penelitian tersebut. Hal ini dapat menjadi acuan untuk menumbuh kembangkan wilayah-wilayah yang dianggap perlu pengembangan dengan memberikan kemudahan akses terhadap wilayah tersebut agar dapat berkembang dengan cepat. Proses transformasi spasial yang terjadi sangat dipengaruhi oleh keberadaan jaringan jalan dan pusat-pusat pertumbuhan (pusat kota) di sekitar daerah penelitian. Fenomena perubahan dari sifat kedesaan ke sifat kekotaan dimulai dari wilayah-wilayah yang berlokasi dekat dengan jaringan jalan dan pusat-pusat pertumbuhan. Faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi spasial berbeda-beda sesuai dengan tingkat transformasinya, semakin tinggi tingkat transformasinya, semakin banyak faktor yang mempengaruhi setiap perubahannya. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah; adanya jaringan jalan atau kemudahan 138 akses, hal ini memberikan rangsangan terhadap terjadinya pertumbuhan; pertumbuhan komplek-komplek perumahan; adanya motivasi masyarakat untuk perbaikan ekonomi karena tuntutan keadaan yang terus berkembang; dan adanya ketersediaan lahan sebagai media terjadinya transformasi spasial. Dampak transformasi spasial terhadap keberdayaan sumber daya lahan mengakibatkan lahan pertanian semakin berkurang karena terjadi konversi lahan pertanian ke non pertanian. Apabila aksesibilitas ke suatu wilayah itu rendah, maka transformasi spasial yang terjadi juga rendah, sehingga perubahan pemanfaatan lahan pertanian ke non pertanian lebih kecil daripada wilayah dengan aksesibilitas yang tinggi. Dampak transformasi spasial terhadap kondisi ekonomi penduduk dapat dilihat dari perubahan kualitas rumah penduduk, penambahan fungsi rumah menjadi tempat usaha dan tempat tinggal, sehingga berpengaruh terhadap tingkat pendapatan masyarakatnya. Dampak transformasi spasial terhadap kondisi sosial penduduk terlihat dari perubahan intensitas ronda malam, kegiatan gotong-royong dan kegiatan bermobilisasi masyarakat dalam suatu daerah, kecuali hajatan warga. Hal ini mungkin disebabkan oleh rasa kekeluargaan dan kekerabatan masyarakat di wilayah penelitian masih sangat kental. Dalam penelitian ini penggunaan unit analisis dengan delineasi administrasi desa terdapat kelemahan, karena dengan delineasi tersebut terdapat kesulitan dalam mengklasifikasikan tipe desa berdasarkan posisinya terhadap jalan koridor Banjarmasin-Banjarbaru. Sehingga dirasa kurang akurat bila digunakan sebagai satuan untuk membedakan tingkat transformasi suatu wilayah 139 Sementara koridor tersebut merupakan wilayah fungsional, dimana delineasi mengenai perbedaan karakter suatu daerah bersifat kekotaan atau kedesaan yang tidak dibatasi oleh wilayah administrasi. 6.2 Saran Transformasi spasial yang terjadi berasosiasi dengan tingkat aksesibilitas dan pusat-pusat pertumbuhan, sehingga pembangunan hanya terjadi di daerah tertentu saja. Agar pembangunan dapat dirasakan oleh daerah yang jauh dari jaringan jalan arteri, maka pemerintah perlu membangun pusat-pusat pertumbuhan baru agar perkembangan wilayah dapat lebih merata dan terarah, terutama ke daerah-daerah yang lebih potensial. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat transformasi, dapat digunakan sebagai pemicu untuk perkembangan suatu wilayah. Transformasi yang terjadi secara terus menerus di kawasan ini perlu mendapat perhatian yang serius oleh pembuat dan penentu kebijakan spasial. Agar transformasi yang terjadi mempunyai dampak positif terhadap lingkungan maupun sosial ekonomi masyarakatnya. Untuk itu ketersediaan data yang akurat dan berkesinambungan sangat diperlukan. Dengan demikian akan mempermudah dalam proses pengelolaan dan penelitian-penelitian selanjutnya sebagai dasar pijakan yang jelas dalam menentukan kebijakan spasial. Untuk penelitian sejenis berikutnya disarankan menggunakan unit analisis dengan skala yang lebih kecil, misalnya berupa zona-zona berdasarkan morfologi wilayahnya. 140