Ekonomi RI Masuk 10 Besar Dunia Namun, perkembangan positif perekonomian Indonesia gagal mengatasi masalah kesenjangan sosial, pengangguran, dan kemiskinan JAKARTA. Gembar-gembor keberhasilan pemerintahan di bawah komando Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di bidang perekonomian mendapat dukungan dari World Bank. Lembaga keuangan internasional ini pekan lalu memublikasikan tingkat daya beli dan belanja riil ekonomi global. Hasilnya, perekonomian Indonesia masuk dalam produk domestik bruto (PDB) peringkat 10 dunia, lebih baik dari setahun sebelumnya ada di peringkat 16. Publikasi tersebut terangkum dalam sebuah studi yang bernama The 2011 International Comparation Program (ICP). Menurut studi tersebut, nilai PDB Indonesia mencapai US$2.058,10 miliar dan berkontribusi 2,30% terhadap ekonomi dunia (lihat tabel). Menurut studi ini, ada dua alas an mengapa ekonomi Indonesia masuk ke dalam 10 besar . Pertama, nilai PDB Indonesia yang terbilang tinggi. Kedua, Purchasing Power Parities (PPPs) alias kemampuan daya beli masyarakat Indonesia juga lumayan tinggi, Studi ini juga memaparkan, tingkat penyerapan masyarakat Indonesia berada di peringkat 11 dunia, dengan nilai US$ 2.022, miliar, seisih sedikit dari Italia. SBY pun langsung bangga dengan hasil publikasi itu. Hal ini pun menjadi topik pidatonya saat menghadiri peluncuran nama dan logo baru Rajawali Televisi (RTV), di Jakarta Convestion Center, Sabtu (3/5) malam, “Ini awal yang baik, tapi perjalanan masih panjang. Kita harus bersyukur dan orang-orang yang selama ini ragu harus segera mengubah pikirannya dari Indonesia apa bisa, jadi Indonesia pasti bisa,” kata SBY seperti dikutip dari situs Setkab. Banyak ketimpangan Ekonomi Bank Tabungan Negara (BTN) A. Prasetyantoko mengakui, sejak beberapa tahun terakhir perekonomian Indonesia tumbuh pesat, tapi tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial tetap tinggi. Kesenjangan sosial yang terlihat dari koefisien Gini sejak tahun 2011 mencapai 0,41. Semakin besar koefisien gini, ketimpangan sosial di masyarakat juga semakin besar. Per September 2013 warga miskin mencapai 28,55 juta (11,47%). Bila penduduk mendekati miskin dan rentan terhadap kenaikan harga makanan (yakni pengeluaran 1,2 kali garis kemiskinan) ikut dihitung, jumlahnya menjadi 57,14 juta jiwa (2014). Bila menggunakan indikator Bank Dunia, sekitar 40% penduduk tergolong hampir miskin, maka jumlah warga miskin mencapai 100 juta jiwa, “Ada ketimpangan besar, mesi ekonomi melaju pesat,” kata Prasetyantoko, Minggu (4/5). Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti menilai tidak meratanya pembagian kue pertumbuhan membuat kualitas perekonomian Indonesia buruk. Untuk itu, pemerintah harus mengatasi masalah ini agar tidak terjebak di middle trap income. Kondisi ini menunjukkan kondisi yang menyebabkan Indonesia sulit beranjak menjadi neara maju. Selain itu, pemerintah juga harus meningkatkan daya saing produk dan kemampuan. Salah satu caranya dengan meningkatkan sumber daya manusia. KONTAN Senin, 5 Mei 2014